ALL CATEGORY
Istikharah Politik Cawapres Anies: Antara Khofifah dan AHY
Di tingkat nasional, Khofifah juga dapat diandalkan. Ia berpotensi meraup suara dari kaum perempuan, karena Khofifah adalah Ketua Muslimat Nahdhatul Ulama (NU). Oleh: Tamsil Linrung, Wakil Ketua MPR Terpilih/Anggota DEWAN Perwakilan Daerah (DPD) RI PARTAI NasDem resmi mendeklarasikan Anies Rasyid Baswedan sebagai Bakal Calon Presiden (Capres) 2024. Dalam tempo dekat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat diperkirakan menyusul. Melihat cuaca politik pekan-pekan terakhir ini, tidak menutup kemungkinan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) bergabung. Setali tiga uang dengan Partai Amanat Nasional (PAN). Tidak ada keraguan, wajah Anies bakal terpajang di kertas suara Pemilihan Presiden (Pilpres). Syaratnya dua. Pertama, yaitu jika para punggawa politik menjungjung tinggi Pemilu jujur dan adil, mendorong Pemilu tepat waktu, juga tidak saling mengkriminalkan. Syarat kedua, Anies bakal lolos menuju kontestasi Pilpres jika partai-partai pengusungnya tak egois memaksakan Bakal Calon Wakil Presiden (Cawapres). Di titik ini, kompromi politik memang jadi tikungan krusial. Tidak hanya bagi Anies, tetapi nyaris semua koalisi partai dalam kontestasi Pilpres kerap buyar dan bubar, tergelincir karena tidak satu kata soal Cawapres. Lain halnya dengan Anies, ada kesan dan pesan serta kredo tidak tertulis yang ditangkap publik, Cawapres akan ditentukan berdasarkan pertimbangan paling rasional. Tentu saja yang memiliki daya katrol elektabilitas mumpuni. Karakter dan personal branding Anies yang berlatarbelakang akademisi cuma intelektual, sangat identik dengan rasionalitas dan hal-hal saintifik, tentu menjadi bagian penting dalam pertimbangan menentukan Cawapres. Bukan soal like or dislike, apalagi preferensi selera pribadi. Pemilihan Cawapres sangat mendasar, menentukan, tetapi juga krusial sekaligus rentan. Keliru memilih Cawapres sama halnya bunuh diri politik. Tidak heran, kalau media massa, pengamat, dan lembaga survei gempita menyodorkan analisa. Ada yang objektif, ada pula yang (mungkin) pesanan. Tantangan terbesar koalisi Partai Nadem, PKS, dan Demokrat ada pada Cawapres. Di antara nama-nama yang sering disebut-sebut, agaknya ada dua yang paling moncer, yakni Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawangsa dan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). AHY bukan anak muda biasa. Dia luar biasa. Dia ketua umum partai, visioner, cerdas, muda, dan bisa diandalkan dalam urusan kepemimpinan. Leadhership AHY teruji ketika Partai Demokrat diobok-obok pihak lain. AHY membuktikan, dirinya mampu menyatukan seluruh kadernya dalam satu barisan, bersama menghalau pengkudeta dari Istana. AHY punya daya ungkit elektabilitas tinggi. Pemilih milenial bakal tertarik dengan figurnya yang elok, muda, dan segar. Tidak diragukan, AHY punya modal dan peluang besar mendampingi Anies. Tetapi, apakah AHY sebagai Cawapres Anies adalah realistis secara politik? Harus diakui, AHY belum sepenuhnya berpengalaman dalam politik. Tanpa berniat memandang sebelah mata, sepak terjangnya di politik masih seumur jagung. Faktor sang ayah, Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY), memang tidak boleh ditepikan. Namun, dalam konteks kepemimpinan nasional, AHY harus dipandang sebagai figur yang mandiri. AHY dan Anies cenderung dipersepsikan publik sebagai tokoh oposisi. Anies adalah kanal bagi kaum oposisi, sementara Partai Demokrat yang dipimpin AHY cukup representatif untuk disebut oposisi sebagai partai non-pemerintahan. Maka, kombinasi Anies-AHY adalah kombinasi oposisi dengan oposisi. Sekilas ini luar biasa dan mengundang euforia besar. Persoalannya, apakah gabungan keduanya mampu mengalahkan kekuatan kartelisasi politik saat ini? Kita tidak pesimistis. Hanya saja, harus berhitung cermat mengkalkulasi potensi perolehan suara, bukan hanya pasangan bertalenta dan enak dipandang. Sistem pemilihan one man one vote mau tak mau mengharuskan kita mengalkulasi pasangan Capres-Cawapres dari sisi dukungan suara masing-masing individu secara matematis, kongkrit, dan realistis. Caplok Suara Lawan Dalam konteks itulah Khofifah punya nilai lebih. Selain memiliki pengalaman politik mumpuni, basis dukungannya jelas, kongkrit, dan relatif di luar lingkaran oposisi. Menggandeng Khofifah sama halnya mencaplok suara lawan, sekaligus mengerem serangan politik bertajuk politik identitas, khilafah, dan seterusnya. Jawa Timur sering dianalisa sebagai penentu kemenangan Pilpres, selain Jawa Barat tentu saja. Inilah kelebihan utama Khofifah. Figurnya jelas mampu menambah bobot perolehan suara secara signifikan, mengingat lumbung suara Anies di Pulau Jawa diperkirakan berada di Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten. Di tingkat nasional, Khofifah juga dapat diandalkan. Ia berpotensi meraup suara dari kaum perempuan, karena Khofifah adalah Ketua Muslimat Nahdhatul Ulama (NU). Dari perspektif koalisi partai, Khofifah sekaligus bisa menjadi jalan tengah yang memecah kebuntuan koalisi Partai Nasdem, PKS, dan Partai Demokrat. Mereka punya sejarah. Dalam Pemilihan Gubernur Jawa Timur 2018, Khofifah didukung Partai Nasdem dan Partai Demokrat. PKS justru berada di kubu Syaifullah Yusuf. Partai Demokrat akan mendapat berkah lain jika koalisi penyokong Anies memilih Khofifah. Alasannya, Ketua DPD Demokrat Jawa Timur, Emil Dardak, yang juga Wakil Gubernur Jawa Timur secara otomatis menggantikan posisi Khofifah sebagai gubernur. Bukankah itu cukup manis? Maka, ada baiknya Partai Demokrat melihat dari sisi lain, menghindari kacamata kuda AHY sebagai Cawapres. Toh AHY masih sangat muda. Perjalanan politiknya masih panjang dan insya’ Allah gemilang. Dia calon pemimpin bangsa di masa depan. Apapun itu, Anies jugalah yang (sebaiknya) menentukan. Seperti kata Bang Surya Paloh, masalah Cawapres ini kita serahkan sepenuhnya kepada istikharah Anies Baswedan. (*)
Humanika Desak Tuntaskan Kasus BLBI, Sita Asset Fadel Muhammad
Jakarta, FNN – Kasus penyelewengan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kembali menuai demonstrasi dari masyarakat. Himpunan Masyarakat Untuk Kemanusiaan dan Keadilan (Humanika) melakukan unjuk rasa untuk mendesak satuan tugas (Satgas) Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI di bawah kepemimpinan Mahfud MD, Menteri Koordinator Politik, Pertahanan, dan Keamanan (Menko Polhukam) untuk menuntaskan kasus BLBI. Kasus yang bermula sejak krisis moneter itu merugikan keuangan negara sebesar Rp138 triliun sejak dikucurkannya dana sebesar Rp147,7 triliun kepada 48 bank pada Desember 1998. Dalam aksi yang digelar di depan kantor Kemenko Polhukam pada Kamis (13/10/2022) itu, Humanika mendesak Ketua Satgas BLBI untuk menyita harta Fadel Muhammad agar segera melunasi hutang sebesar Rp136 miliar sebagai obligasi Bank Intan yang mengaku telah melunasi hutang tanpa didukung Surat Keterangan Lunas (SKL) oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Desakan tersebut disebabkan Fadel adalah anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI yang merupakan wakil rakyat. Imbauan lain dari Humanika kepada satgas BLBI adalah menyegerakan untuk menuntaskan kasus BLBI tanpa pandang bulu terhadap 335 obligor dan memberikan ultimatum untuk melunasi dalam batas waktu, bila tidak dibayarkan maka segera situ hartanya. (Rac)
Direktur Papuan Center Ungkap Ada Skenario Pusat terhadap Masyarakat Papua dalam Kasus Lukas Enembe
Jakarta, FNN – Franky Umpain, Direktur Papuan Center, mengatakan bahwa terdapat skenario pusat terhadap masyarakat Papua dalam menguak kasus dugaan korupsi Lukas Enembe. Salah satu pematik tersebut menyampaikan dalam acara KOPI Party Movement mengangkat tema \"Korupsi, Judi, Money Laundering dan Kekebalan Hukum Lukas Enembe\" di Dapoe Pejaten, Jakarta Selatan, Rabu (12/10). Franky mengungkapkan bahwa kasus Lukas Enembe yang belum bisa mempertanggungjawabkan apa yang disangkakan KPK merupakan fenomena baru di masyarakat Papua. Dari hal tersebut muncul pertanyaan apakah lembaga tinggi negara menjadi lemah terhadap seorang pribadi Lukas Enembe. Menurut Franky, persoalan Lukas Enembe perlu dituntaskan kasus korupsi terlebih dahulu. Ia menegaskan bahwa semua kategori perlu dibahas secara bertahap yang membutuhkan pertanggungjawaban dan pembuktian. \"Kalau kita bicara gratifikasi, kita bicara tentang Lukas Enembe ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi, selesaikan dulu korupsinya. Biar tahap bertahap. Jangan korupsi belum selesai, kita masuk kategori judi, kita masuk kategori money laundering. Inikan butuh pertanggungjawaban, pembuktian-pembuktian,\" jelas Franky dalam pemaparannya melalui Zoom Meeting pada Rabu, 12 Oktober 2022. Direktur Papuan Center tersebut mengatakan terdapat skenario pusat terhadap masyarakat Papua mengenai konteks persoalan politik di Papua. \"Ini ada skenario. Skenario pusat terhadap orang Papua. Karena konteksnya adalah konteks membicarakan tentang persoalan politik di Papua,\" ujar Franky. Meskipun begitu, Franky mengaku setuju dilakukan penangkapan terhadap Lukas karena masih banyak persoalan yang harus diselesaikan di Papua. \"Tidak ada warga negara yang kebal terhadap hukum. Lukas harus ditangkap,\" ucap Franky menambahkan. Franky menegaskan negara harus konsisten dalam melakukan instrumen hukum di tanah Papua dan mengembalikan citra Papua yang saat ini dicap sebagai \'zona haram\' dikarenakan kasus Lukas Enembe ini. (oct)
RUU EBT Mengaburkan Rencana Transisi Energi Indonesia
Ini luar biasa bandar EBT Indonesia. Mereka mau menghasilkan portofolio EBT agar mendapatkan uang internasional dengan menabrak UU Nomor 30 Tahun 2009 Ketenagalistrikan. Oleh: Salamuddin Daeng, Pengamat Ekonomi Politik Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) RUU Energi Baru Terbaharukan (EBT) yang saat ini sedang dibahas di DPR tampaknya justru mengaburkan rencana transisi energi Indonesia. RUU EBT sepertinya mengikuti pola yang digunakan selama ini dalam menjalankan Mega Proyek 35 ribu Megawatt telah terbukti gagal. Pola semacam ini menganut prinsip liberalisasi ketenagalistrikan, yang sudah menghilangkan fungsi negara dan melemahkan PLN dan memperkaya oligarki listrik. Padahal negara dan BUMN-lah yang harusnya berada di depan menyukseskan transisi energi sesuai dengan UU Nomor 16 Tahun 2016 tanggal 24 Oktober 2016, tentang Pengesahan Paris Agreement To The United Nations Framework Convention On Climate Change (Persetujuan Paris Atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim). Lalu mengapa negara dan BUMN malah hendak dihilangkan perannya? Setidaknya ada 3 pasal dalam RUU EBT yang berpotensi mengaburkan rencana transisi energi Indonesia yakni pasal 29 A, pasal 47 A dan Pasal 60 yang secara garis besar berisikan: 1. Memberikan kewenangan penuh kepada swasta untuk membuat pembangkit EBT, berbisnis jaringan dan menjual listrik EBT-nya sendiri kepada masyarakat, perusahaan dan lainnya. 2. Memberikan kewenangan penuh kepada sektor swasta untuk pemanfaatan jaringan listrik PLN melalui mekanisme pemanfaatan bersama jaringan PLN. PLN wajib membuka akses kepada swasta untuk memanfaatkan jaringan PLN. 3. Dengan memanfaatkan jaringan PLN tersebut pembangkit swasta dapat menjual listrik EBT secara langsung kepada konsumen individu atau perusahaan. Ketiga hal itu memang terasa janggal jika dikaitkan dengan pernyataan Menteri BUMN Erick Thohir bahwa PLN akan fokus ke binis jaringan. Dengan UU EBT jaringanpun disikat sektor swasta. Lalu negara dan PLN dapat apa? RUU EBT sama dengan melanggengkan liberalisasi ketenagalistrikan dengan menyerahkan potensi sumber daya EBT Indonesia kepada sektor swasta, dengan berbagai insentif dan fasilitas dari pemerintah. DPR dan Pemerintah tidak mau belajar dari mega proyek 35 ribu Megawatt yang sangat memanjakan oligarki swasta. Akhirnya ambyar, kan? Bahkan, agar liberalisasi UU EBT dengan sembarangan membuat satu pasal yakni pasal 60 bahwa UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan tidak berlaku sepanjang itu adalah EBT. Ini luar biasa bandar EBT Indonesia. Mereka mau menghasilkan portofolio EBT agar mendapatkan uang internasional dengan menabrak UU Nomor 30 Tahun 2009 Ketenagalistrikan. Padahal RUU EBT merupakan salah satu regulasi kunci bagi ketahanan energi, pertahanan dan keamanan negara Indonesia ke depan. Dunia telah melakukan pelarangan pembatasan dalam seluruh lini bagi konsumsi energi fosil. Instrumen pembatasan meliputi pajak karbon, pembatasan perdagangan dan pelarangan sektor keuangan dan perbankan untuk membiayai energi fosil. Dengan demikian energi terbaharukan akan menjadi energi utama di masa depan. Jadi hati hatilah transisi energi adalah isue utama bagi Ketahanan Nasional. (*)
Anis Matta: Nabi Muhammad SAW Sudah Mengajarkan Cara Mengatasi Krisis Saat ini
Jakarta, FNN - Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta mengatakan, umat Islam saat ini membutuhkan satu model pendekatan baru untuk meneladani Nabi Muhammad SAW dalam situasi dan kondisi krisis seperti sekarang. Sebab, Umat Islam seharusnya tidak hanya sekedar takzim atau mengagumi Rasulullah SAW saja, tetapi juga harus meneladani lebih jauh apa yang telah diajarkan oleh baginda Nabi Muhammad SAW. \"Kita mengaguminya dan kita begitu mencintainya, tetapi kok susah betul masyarakat kita meneladani Beliau. Sehingga kita membutuhkan satu model pendekatan baru, bukan karena takzim saja,\" kata Anis Matta dalam Gelora Talk bertajuk \'Teladan Nabi Muhammad SAW, Pemimpin Teragung Sepanjang Zaman, Rabu (12/10/2022) sore. Pendekatan baru itu, menurut Anis Matta, adalah dengan mencari persamaan situasi krisis yang dihadapi Nabi Muhammad SAW ketika itu, dengan situasi krisis yang dihadapi umat Islam sekarang. \"Sebagai pemimpin dunia, Beliau telah mengajarkan bagaimana cara melewati dan menyelesaikan krisis, tidak hanya krisis ekonomi, tapi juga krisis militer dan krisis geopolitik,\" katanya. Dengan konteks mencari persamaan itu, maka Umat Islam dapat keluar dari krisis, sekaligus juga meneladani perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin teragung sepanjang zaman. Sedangkan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat KH Muhyiddin Junaidi mengatakan, keteladanan Nabi Muhammad SAW yang bisa diteladani adalah keberhasilan dalam membangun peradaban dunia saat ini. \"Rasulullah SAW berhasil mengangkat para sahabat sebagai penebar peradaban ke berbagai dunia saat ini, karena fokus pada pendidikannya. Pendidikan itu, fondasi membangun negara,\" kata Muhyidin. Ketika itu, Nabi Muhammad SAW lanjutnya, fokus membangun kepemimpinan melalui dunia pendidikan yang integratif, dengan menggabungkan pengetahuan agama dan pengetahuan umum. \"Pendidikan integratif ini sekarang dikenal sebagai pesantren atau boarding school. Boarding school itu, pesantren yang dimodifikasi. Terbukti yang sekolah di boarding school banyak diterima di universitas bergengsi di dalam dan luar negeri,\" katanya. Muhyidin lantas mengungkapkan, bahwa sistem boarding school juga telah diadopsi universitas terkemuka di dunia, yakni Universitas Oxford Inggris dan Universitas Harvard Amerika Serikat. \"Karena itu, untuk meningkatkan kualitas pendidikan, lembaga pendidikan di Indonesia perlu mengikuti jejak dua universitas terhebat di dunia itu,\" katanya. Wakil Ketua MUI berharap masyarakat tidak lagi memperdebatkan soal sistem pendidikan pesantren atau boarding school dengan sistem pendidikan umum. \"Kita ingin membangun manusia, membangun sebuah peradaban umat yang memiliki tingkat kecerdasaan seperti para sahabat Rasulullah SAW dulu,\" tegasnya. Membaca peluang krisis Sementara itu, Ketua Ulama dan Da\'i Asia Tenggara KH. Muhammad Zaitun Rasmin berpandangan, bahwa keteladanan yang bisa diambil dari Nabi Muhammad SAW, adalah kemampuan sebagai pemimpin yang bisa membaca krisis sebagai peluang. \"Kemampuan Beliau sebagai pemimpin di tengah-tengah krisis, adalah melihat peluang lain karena fokus pada target-target umat Islam. Ini berhasil, dan ini bisa menjadi pelajaran buat kita, bagaimana kita meningkatkan diri untuk mampu membaca setiap peluang,\" kata Zaitun Rasmin. \"Di dalam menghadapi krisis ini, kita harus mengembangkan kualitas diri dengan maksimum, sehingga kita menemukan jalan terbaik atau solusi dalam menghadapi krisis,\" sambungnya. Cendikiawan Muda Islam Muhammad Elvandi menambahkan, bahwa pelajaran keteladanan yang bisa diambi dari Nabi Muhammad SAW adalah fokus dalam mengubah generasi yang begitu cepatnya dengan tujuan membangun peradaban Islam. \"Begitu cepatnya ketika Beliau mentransformasikan generasi menjadi sumber daya yang berkualitas, sehingga mampu membangun peradaban. Ini bisa menjadi pelajaran buat kita semua,\" kata Elvandi. Elvandi berharap kualitas pemimpin Indonesia masa depan bisa seperti kejayaan generasi pada masa peradaban Islam. Dimana seorang pemimpin harus memiliki gagasan besar, sehingga bisa membangun peradaban baru. \"Selain itu, pemimpin juga harus bisa menyatukan, merekatkan semua dan membawa kedamaian, bukan pemimpin yang membuat provokasi-provokasi. Pemimpin harus bisa memberikan edukasi politik dan literasi kepada masyarakat,\" kata Elvani yang juga Wakil Ketua Bidang Narasi DPN Partai Gelora ini. (sws)
Menjemput Mandat Presiden
Oleh: Yusuf Blegur - Mantan Presidium GMNI Bukan \"show off force\", bukan juga mobilisasi massa demi eksistensi politik. Momen 16 Oktober 2022 di Balai Kota DKI, menjadi indikator masih hidupnya demokrasi dan harapan untuk Indonesia yang lebih baik. Partisipasi dan dukungan rakyat terhadap Anies melepas jabatan gubernur Jakarta dan menyongsongnya menjadi presiden Indonesia. Menjadi bukti, masih ada pemimpin yang amanah, yang menjadi harapan dan begitu dicintai rakyat di tengah keniscayaan kehidupan sebagai sebuah negara bangsa. Sepanjang usia reformasi, belum ada seorang pejabat yang saat terpilih dan mengakhiri masa jabatannya tetap sama mendapatkan apresiasi dan dukungan luas publik. Hanya Anies Baswedan pada saat kampanye, bertugas dan menyelesaikan tanggungjawabnya sebagai gubernur Jakarta mendapat respon yang begitu gegap gempita dari sebagian besar rakyat Indonesia. Bukan hanya prestasi, penghargaan dan tingkat kepuasan masyarakat Jakarta. Purna bakti Anies mengelola ibukota negara, terus menuai banyak pujian dan berlimpah aspirasi rakyat untuk mengemban mandat sebagai presiden Indonesia. Tanggal 16 Oktober 2022 menjadi momen spesial bukan hanya bagi seorang Anies Baswedan, melainkan juga buat warga Jakarta dan seluruh rakyat di pelosok negeri. Gubernur Jakarta yang sukses dengan tagline maju kotanya dan bahagia warganya, Anies mengakhiri pengabdiannya di tanah Betawi itu dengan segudang catatan manis dan berkesan. Tak sekedar ucapan selamat perpisahan, rakyat semakin antusias memberikan kepercayaan untuk melanjutkan karya yang jauh lebih besar dan bermakna. Selain ucapan sukses dan terimakasih, Anies bahkan telah didapuk untuk menjadi presiden. Begitulah simpati, empati dan euforia warga Jakarta khususnya dan khalayak luas pada umumnya mengekspresikan pemimpin yang dicintainya. Sebuah fenomena tersendiri dalam dinamika politik kontemporer Indonesia, belum juga usai menjabat gubernur Jakarta, teriakan presiden menggema dimana-mana. Gubernur rasa presiden, begitulah rakyat menjulukinya tanpa pencitraan, tanpa rekayasa dan tanpa siasat jahat politisi apalagi konspirasi oligarki. Anies memang istimewa dan beda dari kebanyakan pemimpin yang sekarang bertebaran dan naif tebar pesona. Kegiatan formal seremonial dan protokoler yang menyudahi jabatan gubernur Jakarta yang diemban Anies begitu menyita dan menarik perhatian masyarakat. Perhelatan demisioner tugas Anies oleh DPRD DKI dan terkonsentrasi di Balai Kota pada 16 Oktober 2022 itu, seperti akan menjadi permulaan pesta rakyat sebelum memasuki pesta demokrasi dalam pilpres 2024 mendatang. Anies seakan tak pernah berhenti dielu-elukan masyarakat, seakan bangga dan puas atas kinerja kepemimpinannya selama membangun Jakarta, sekaligus semangat mengusungnya tampil dalam pentas kepemimpinan nasional. Menjelang melepaskan jabatannya, geliat dan animo untuk tugas baru telah menanti Anies. Terimakasih Jakarta dan Selamat Datang Anies terasa memenuhi langit politik Indonesia. Partai politik, para relawan dan rakyat di penjuru tempat, begitu suka cita menyambut Anies mengakhiri tugasnya sebagai gubernur Jakarta, untuk selanjutnya memberi mandat sebagai presiden Indonesia. Warga Jakarta dan seluruh rakyat di daerah-daerah menaruh kepercayaan dan memberikan dukungan penuh Anies menjajaki transisi dan estafet kepemimpinan nasional. Pemimpin baru dan harapan baru untuk Indonesia yang jauh lebih baik, lebih sejahtera dan berkeadilan serta menjunjung tinggi keberadaban. Begitulah perasaan dan suasana batin rakyat Indonesia terhadap seorang Anies Baswedan. Rasanya, menanggalkan jabatan gubernur Jakarta, bagi Anies sejatinya menjadi awal dan babak baru bagi jejak panggung politik nasional yang digelutinya. Bukan hanya penyelamatan demokrasi, Anies juga ditantang untuk mewujudkan keberadaan serta nilai-nilai Pancasila, UUD 1945 dan NKRI yang hakiki. Ditengah keterpurukan negara bangsa dan penderitaan rakyat yang semakin mengemuka. Anies dituntut mampu menjadi pemimpin yang sesungguhnya, pemimpin yang lahir, tumbuh dan dibesarkan dari rahim rakyat. Mengemban amanat penderitaan rakyat untuk membawanya dalam negara kesejahteraan, kepada keadaan suatu bangsa yang kemakmuran dan keadilan bukan hanya sebagai sebuah mimpi dan uthopis. Pemimpin yang bijak terhadap kebhinnekaan dan kemajemukan rakyatnya, pemimpin yang gandrung pada persatuan dan kesatuan nasional, serta pemimpin yang teguh menapaki jalan penderitaan dan pengorbanan demi kedaulatan dan kehormatan negara bangsanya. Di pundak Anies dengan karakter dan integiritasnya, ada secercah keyakinan dan sikap optimis bahwasanya masa depan Indonesia masih bisa membuka ruang seluas-luasnya bagi keadilan dan kemakmuran kehidupan rakyat Indonesia. (*)
Paham Jakarta
Oleh Ridwan Saidi Budayawan Di Jakarta terdapat banyak istilah yang ternyata memiliki makna tersendiri. Beberapa toponim yang tersohor di Jakarta antara lain: Tenabang artinya panggilan bumi. Tomang artinya dapur umum Grogol artinya flora. Pejagalan artinya lapangan. Slipi artinya buntelan musafir. Ada juga Kemayoran yang berarti kebon sayur mayur. Sunter: air. Ayer:: gen. penyaringan (bukan penjaringan): pertahanan kota. Glodok, batu-batu bukit (Tambora). Krukut/krekot jenis rumput. Gg Chasse (JL PEMBANGUNAN II): GYPSI. Heran? ANCOL., genangan air. Luar Batang , di luar labuhan. Pasar Ikan: khas jual ikan Beos, hunian orang Turki. Jembatan Dua, jembaran lebar Jembatan Tiga, hunian orang Portugis. Jembatan Mera, Jamba-tana-mera artinya hunian migran Carribea.. Jembatan Lima, jamba tana Lima hunian orang Peru. Toponim ini produk budaya Betawi. Belanda yang baru nongtol kemarin sore, merusaknya. Lalu ada Tanah Sereal, di Jakarta Barat. Juga Bogor . Tanah ini berstatus desa karena jauh dari labuhan Tanah Seratus, Jakarta Timur, bebatuan. Gunung Sari, bukan Sahari. Artinya bukit. Lokasi bukit di Jl Kartini. Pejambon: Jambo atau jamba mengingatkan kita pada lagu Caribbea Jamba Laya. Itu artinya hunian. Sama dengan Rawa, misal Rawa Mangun, itu artinya hunian. Kalau rawa-rawa itu tebat. Banyak toponim dengan rawa: Rawa Jelawe, Rawa Bangke, Rawa Kucing, Rawa Bebek, Rawa Buaya. Rawa apa pun dibilang Kampung Rawa. Taoi ada juga Kampung Gedong . Yang penting toponim bukan akronim, kecuali Gg Usdek. Palmerah itu nama kota tua Lubnan: Palmyra, bukan akronim Palang Merah. Salemba ikan salem baba-baba. Salah. Salemba metatesis Selamba, hunian Selam (Islam). Kwitang, baba Kwi jualan kentang. Salah. Kwitang toponim Indochina. Petamburan, empek-empek maen tambur. Bukan. Petamburan artiya bukit. Glodok bunyi air grojok-grojok. Aneh. Glodok batu-batun bukit. (RSaidi)
Bertemu Dubes dan Perwakilan Kadin di Singapura, Ketua DPD RI Bicara Cita-Cita Masa Depan Indonesia
Singapura, FNN - Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mencita-citakan Indonesia masa depan adalah negara yang menjadi Lumbung Pangan Dunia dengan mengoptimalkan keunggulan komparatif iklim, kesuburan tanah, dan potensi lautnya. Indonesia juga diharapkan menjadi harapan hidup penduduk bumi dengan penyediaan Oksigen melalui Biodiversity Hutan dan menjadi surga pariwisata alam natural di dunia. \"Inilah yang sekarang saya kampanyekan, untuk menata ulang Indonesia, agar Negara kembali berdaulat, berdikari dan mandiri. Agar cita-cita itu bisa diwujudkan,\" kata LaNyalla saat bertemu perwakilan Kadin dalam kunjungan kerjanya di Singapura, Rabu (12/10/2022). Hadir juga dalam kesempatan itu Duta Besar Indonesia untuk Singapura, Suryo Pratomo, perwakilan atase ekonomi, atase perdagangan & perwakilan BKPM. Menurut LaNyalla, Indonesia sebenarnya negara kaya raya karena memiliki keunggulan Komparatif Sumber Daya Alam dan Biodiversity Hutan serta iklim dan tanah yang subur serta hasil laut yang melimpah. \"Namun sejak tahun 80-an, ada upaya sistematis yang membuat negara harus melepaskan diri dari penguasaan atas Sumber Daya Alam dan cabang produksi yang penting bagi hajat hidup orang banyak,\" ucap Senator asal Jawa Timur itu. Bahkan, lanjutnya, negara seolah dipaksa untuk menyerahkan penguasaan SDA kepada Swasta Nasional maupun Swasta Asing, atau share holder antara mereka. Sehingga tidak ada lagi pemisahan yang tegas antara public goods dan commercial goods atau kuasi di antara keduanya. \"Negara ibaratnya hanya sebagai “host” atau master of ceremony alias “MC” untuk investor yang akan mengeruk Sumber Daya Alam dan lahan hutan di Indonesia. Hal itu dilakukan hanya demi angka Pertumbuhan Ekonomi yang ekuivalen dengan Tax Ratio. Padahal seharusnya Negara dengan keunggulan Komparatif seperti Indonesia, lebih mengutamakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP),\" paparnya. Itulah, kata LaNyalla, kesalahan paradigma. Sehingga banyak sekali “Paradoksal” yang terjadi di Indonesia. Dimana negara yang kaya raya dengan sumber daya alam ini, justru memiliki ratusan juta penduduk miskin dan rentan miskin. Sementara segelintir orang menjadi sangat kaya raya. Puncak dari kesalahan sistem itu terjadi saat Indonesia melakukan Amandemen Konstitusi tahun 1999 hingga 2002, dimana telah mengganti isi pasal-pasal Konstitusi Indonesia lebih dari 95 persen. \"Akibatnya Indonesia sudah meninggalkan Konsep Bernegara yang dirumuskan para pendiri bangsa. Kita justru menjabarkan ideologi baru, bukan lagi Pancasila, tetapi Individualisme dan Liberalisme. Karena itu hari ini Indonesia menjadi negara dengan sistem ekonomi Kapitalis Liberal,\" tuturnya. Oleh karena itu, di berbagai kesempatan, dirinya selalu mengkampanyekan untuk menata ulang Indonesia demi menghadapi tantangan masa depan yang akan semakin berat bagi anak cucu. \"Arah perjalanan bangsa ini semakin menjauh dari cita-cita yang tertuang dalam nilai-nilai Pancasila dan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk itu kita harus kembali kepada Pancasila. Agar kita tidak menjadi bangsa yang durhaka kepada para pendiri bangsa. Agar tidak menjadi bangsa yang tercerabut dari akar bangsanya. Agar kita tidak menjadi bangsa yang kehilangan jati diri dan karakter,\" ungkap dia. (mth/*)
Muhammad (SAW), Sang Mutiara-01
Dalam sebuah syair yang lain disebutkan: “kesempurnaannya mencapai puncak ketinggian. Keindahannya menyingkap kegelapan. Semua sisinya begitu indah. Maka bersholawatlah kepadanya dan keluarganya”. Oleh: Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation HARI-hari ini Umat Islam di seluruh penjuru dunia mengingat kelahiran Muhammad, Rasulullah SAW. Terlepas setuju atau tidak dengan berbagai cara atau acara untuk mengingat kelahiran itu, Umat semuanya tanpa kecuali pastinya sepakat untuk selalu memperbaharui dan memperkuat keimanan dan kecintaannya kepada Muhammad SAW. Sehingga sesungguhnya perbedaan pendapat dan sikap itu tidak perlu menjadikan Umat ini terpecah dan saling bermusuhan karenanya. Masing-masing punya hak berpendapat dan mengambil sikap sesuai keyakinan masing-masing. Toh, sekali lagi, semuanya memilki iman dan cinta kepada baginda Rasul sebagai “common ground”. Terlepas dari perdebatan tentang “Maulid” atau kelahiran Rasulullah SAW mungkin ada baiknya kita sekali melihat siapa dan bagaimana harusnya kita menempatkan Rasulullah SAW. Sebab seringkali terjadi sikap “eksejerasi” (berlebihan) akibat tendensi ekstrim dalam melihat Rasulullah SAW. Ekstrim dalam melihat Rasul ini menjadikan sebagian lepas pegangan keagamaan dan cenderung mengikuti emosi atau sentimen semata. Al-Qur’an sendiri memberikan beberapa defenisi atau karakteristik tentang Rasul. Baik dari aspek akhlak yang sangat dipuji (wa innaka la’alaa khuluqin ‘azhim) hingga ke aspek kejiwaan yang begitu kasih dan sayang kepada seluruh manusia (rahmatan lil-alamin). Bahkan Al-Qur’an juga menyebut beliau sebagai sosok yang sangat “tegas” kepada kekufuran (asyiddaa alal kuffaar). Namun sangat lemah lembut kepada sesama (rauufun rahim). Kali ini saya akan mengutip satu ayat yang mendefenisikan Rasulullah dengan sangat unik. Ayat itu ada di Surah Al-Kahf ayat 110 yang berbunyi: “Katakan (wahai Muhammad) kalau saya adalah manusia seperti kalian diwahyukan kepadaku bahwasanya tuhan kalian adakah Tuhan yang Satu”. Ayat ini sangat dalam dan luas untuk dirincikan. Tapi secara global ada dua sisi penting dari Rasulullah yang diekspos. Satu, bahwa Muhammad itu manusia seperti manusia lainnya. Dua, bahwa Muhammad itu mendapatkan wahyu tentang Tuhan yang Maha Tunggal. Sebagai “basyar” dengan penekanan “mitslukum” atau seperti manusia lain bermakna bahwa Muhammad itu juga memiliki semua karakteristik atau sifat dasar manusia lainnya. Beliau makan, minum, tidur, lelah, marah (walau marahnya untuk kebaikan), bahkan sedih dan menangis (ketika putranya meninggal). Rasulullah juga punya hasrat hawa nafsu atau syahwat dan karenanya melakukan pernikahan. Realita ini yang kemudian menjadikan orang-orang kafir Quraish mempertanyakan “Kenapa bukan malaikat yang diutus kepada mereka”? Bahkan mempertanyakan sosok Muhamad sebagai orang biasa. Bukan seorang raja atau seseorang yang kaya raya. Sungguh maha bijak Allah ketika mengutus RasulNya dari kalangan manusia biasa. Karena dengan itu sang Rasul akan menjalani kehidupan sebagaimana manusia lainnya. Beliau menikah dan membangun keluarga misalnya untuk menjadi contoh bagi manusia untuk melakukan hal yang sama. Walaupun beliau adalah manusia biasa tapi pada lanjutan ayat Allah menegaskan: “diwahyukan padaku (Muhammad)”. Menunjukkan bahwa realita sebagai manusia biasa tidak menjadikannya seperti manusia lainnya. Tapi justeru beliau adalah manusia agung, unik dan Istimewa. Memiliki berbagai kelebihan dan sempurna dalam kapasitasnya sebagai manusia. Realita ini menampakkan sebuah paradoks: manusia biasa, tapi tidak seperti manusia yang lain. Tapi memang itulah yang digambarkan misalnya dalam puji-pujian para pencinta, khususnya di kalangan Muslim Asia Selatan: “Muhammad itu manusia. Tapi bukan seperti manusia. Tetapi Muhammad adalah mutiara. Dan manusia bagaikan bebatuan”. Dalam sebuah syair yang lain disebutkan: “kesempurnaannya mencapai puncak ketinggian. Keindahannya menyingkap kegelapan. Semua sisinya begitu indah. Maka bersholawatlah kepadanya dan keluarganya”. Keindahan baginda Rasulullah yang begitu sempurna ini karena tersinari oleh wahyu (yuuhaa) yang memang memiliki kekuatan yang dahsyat: “sekiranya Al-Qur’an ini Aku turunkan di atas sebuah pegunungan niscaya engkau akan lihat gunung itu goncang dari takut kepada Allah”. Kekuatan wahyu yang membentuk keindahan Rasul Muhammad itu sekaligus menghadirkan nilai (value) dalam kehidupan beliau. Sehingga dengan nilai itu beliau menjadi “walking Qur’an” (Al-Quran yang berjalan). Sekaligus dengan kehidupan yang sempurna dalam nilai itu menjadikan beliau tauladan bagi seluruh manusia: “Sungguh pada diri Rasul itu ada suri tauladan untuk kalian”. Pada hari-hari mengingat kelahirannya itu marilah kita semua berusaha memperbaharui iman, meningkatkan kecintaan, sekaligus membangun komitmen untuk menjadikan Rasulullah sebagai role model (suri tauladan) untuk kita dalam segala lini kehidupan. NYC Subway, 11 Oktober 2022. (*)
Kekebalan Hukum Lukas Enembe, Yorrys Raweyai: Fokus Saja ke Hukum Jangan Bawa-bawa ke Politik
Jakarta, FNN – Kopi Party Movement kembali menggelar acara dengan tema \"Korupsi, Judi, Money Laundering dan Kekebalan Hukum Lukas Enembe\" di Dapoe Pejaten, Jakarta Selatan pada Rabu, 12 Oktober 2022. Acara tersebut menghadirkan tujuh tokoh nasional sebagai pembicara, salah satunya adalah Yorrys Raweyai, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Papua. Dalam diskusi tersebut, Yorrys menceritakan tentang pertemuan Wantimpres (Dewan Pertimbangan Presiden Republik Indonesia) dan ketua MPR yang salah satu pembicaraannya mengenai korupsi. \"Salah satu yang menjadi pembicaraan serius tentang masalah korupsi, pemberantasan korupsi. Ketua MPR mengatakan bahwa 5 kali atau buat KPK 5 lagi tidak bisa memberantas korupsi kalau kita masih pakai model penyelesaian sekarang ini,\" tukas Yorrys. Yorrys menegaskan bahwa dalam rangka pemberantasan korupsi, hal pertama yang harus dimiliki adalah prinsip menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Dan, menuntaskan kasus Lukas Enembe sebagaimana koruptor lainnya. Dan, Yorrys juga menegaskan permasalahan kasus Enembe begitu sulit karena banyaknya campur tangan institusi pemerintah hingga dibawa ke ranah politik. Nah, kenapa begitu Lukas, ini (kasus) menjadi begitu hebat? Karena menurut saya ini kan masalah hukum. Harusnya institusi yang menangani cukup KPK dan polisi. Tetapi, diekspos secara nasional oleh Menko Polhukam, ada KPK, ada PPATK, ada simbol Menko Polhukam. Bahwa ada masalah yang begitu serius. Kemudian entrinya hanya gratifikasi satu miliar. Orang jadi bertanya-tanya, ini apa sih maksudnya?\" tuturnya. \"Masa gratifikasi satu miliar? Kemudian PPATK menyorot penyalahgunaan wewenang sehingga menimbulkan kerugian daerah Rp500 miliar. Ini sudah dibuktikan karena ada pemindahan duit sebanyak 55 juta dollar sekaligus ke negara luar. Itu mekanismenya panjang sekali dan ini agak susah,\" ucap Yorrys menambahkan. Yorrys juga mencoba menjelaskan alasan Lukas Enembe tidak dapat memenuhi panggilan KPK dikarenakan kondisi Lukas yang memang sudah lama mengalami sakit dan perlu perawatan khusus. Dan dia juga menjamin bahwa Lukas akan memenuhi panggilan bila kondisinya membaik, serta tidak membawa masalah tersebut ke ranah politik. Kita fokus saja ke hukum, dan jangan kita terlalu paksalah ditangkap. Dia sendiri punya komitmen, kan dia gak kabur. Fokus aja ke hukum jangan bawa-bawa ke politik,\" tukas Yorrys. (*)