ALL CATEGORY

Posisi Megawati Sebagai Ketua Umum PDI-P Terancam Dikudeta

Oleh: Tjahja Gunawan - Penulis Wartawan Senior FNN  Secara mengejutkan para relawan yang tergabung dalam Koalisi Aktivis dan Milenial Indonesia untuk Ganjar Pranowo (Kami-Ganjar) menyatakan hendak menjadikan Presiden Jokowi sebagai Ketua Umum PDIP  menggantikan Megawati Soekarnoputri pada tahun 2024. Untuk mematangkan rencana politik tersebut, relawan Kami-Ganjar mengadakan konsolidasi pada Ahad 30 Oktober 2022 di Bogor, Jabar.  Mereka saat ini tengah merancang skenario politik untuk menjatuhkan Megawati dari kursi Ketua Umum DPP PDI-P. Padahal, Megawati telah lama berjuang dan berkorban mempertahankan partai sejak era Orde Baru. Tapi mereka sepertinya cuek dengan sejarah tersebut. Kelompok relawan ini juga seolah tidak peduli dengan pemanggilan dan teguran yang telah dilakukan DPP PDI terhadap Ganjar Pranowo yang dianggap telah melanggar aturan partai karena sudah menyatakan kesediaannya menjadi capres 2024. Sementara penentuan Capres PDI-P tahun 2024, sepenuhnya merupakan hak prerogatif Megawati.  Sebagaimana diberitakan berbagai media massa, Koordinator Nasional Kami-Ganjar Joko Priyoski menyampaikan bahwa PDIP bukan partai kerajaan sehingga Jokowi layak menduduki kursi ketua umum partai tersebut. Kalau Jokowi bisa mengambil alih kursi Ketua Umum DPP PDI-P,  akan memuluskan transisi kepemimpinan dari Jokowi ke Ganjar Pranowo. Begitulah desain politik yang dirancang kelompok relawan ini. Mereka juga menilai Ganjar sebagai sosok paling layak untuk menggantikan Jokowi sebagai presiden. Gerilya Politik Relawan  Dalam peta politik kekenian, skenario politik yang tengah dirancang Kami-Ganjar ini terbilang berani. Betapa tidak, saat ini Megawati boleh dibilang dalam posisi status quo, dialah generasi kedua pelanjut pimpinan partai dari trah Soekarno. Parpol pendukung penguasa ini memang mengklaim sebagai partai penganut demokrasi, namun dalam prakteknya sosok ketua umum Megawati Soekarnoputri tetap merupakan figur sentral yang menjadi penentu dalam proses alih generasi pimpinan partai termasuk sosok yang  menentukan capres 2024. Sementara relawan  Kami-Ganjar adalah kelompok eksternal diluar PDI-P. Keberadaan mereka ini bisa saja dianggap lemah dan tidak ada apa-apanya. Tetapi sebaliknya, eksistensi relawan Ganjar ini bisa juga mengobrak-abrik faksi-faksi yang ada di dalam tubuh partai banteng ini. Kelompok relawan ini dapat dipastikan mendapat dukungan kuat dari pemilik modal (oligarki) yang menjadi sponsor Ganjar Pranowo dalam Pilpres 2024. \"Kami yakin jika Pak Jokowi maju menjadi Ketua Umum PDIP dan Pak Ganjar terpilih menjadi Presiden RI 2024-2029, semua program Nawacita Jokowi ... akan bisa diwujudkan secara utuh oleh Pak Ganjar,\" ujar Joko Priyoski. Sejak pernyataan tertulis Joko Priyoski tanggal 26 Oktober 2022 sampai tulisan ini saya buat Sabtu 29 Oktober 2022, tidak ada pernyataan keberatan atau bantahan dari Presiden Jokowi maupun Gubernur Jateng Ganjar atas keberadaan maupun pernyataan kelompok relawan Kami-Ganjar tersebut.  Jika demikian maka dapat disimpulkan bahwa kelompok tersebut patut diduga berhubungan dengan kepentingan politik Jokowi dan Ganjar Pranowo. Sehingga acara konsolidasi relawan Kami-Ganjar di Bogor pun sangat boleh jadi sudah sepengetahuan Jokowi dan Ganjar.  Dalam dunia politik praktis, apapun manuver dan gerilya yang dilakukan oleh kelompok-kelompok yang berseteru sah-sah saja. Yang jelas, manuver politik relawan Kami-Ganjar ini sudah menjadi trending topic di Twitter dengan hastag #MegaDikudeta. Gerilya politik yang dilakukan relawan Ganjar ini tidak hanya dilakukan melalui media konvensional tetapi juga melalui media sosial. Bahkan sangat mungkin mereka melakukannya melalui akun-akun robot agar bisa menjadi trending topic. Pola seperti pula yang dilakukan para relawan Jokowi sejak 2014 sampai sekarang. Dan sesungguhnya relawan Ganjar sebagian besar adalah para relawan Jokowi juga.  Bagaimana Megawati dan  elite pimpinan PDI-P menyikapi serangan politik dari para relawan Ganjar Pranowo ? Sampai sejauh ini para petinggi PDI-P nampaknya masih adem ayem menghadapi manuver politik kelompok relawan Ganjar. Atau bisa juga banyak diantara kader PDI-P yang memang lebih pro pada Ganjar Pranowo daripada Puan Maharani yang juga ngebet untuk nyapres. Akankah nanti Megawati turun dari kursi Ketua Umum DPP PDI-P secara tidak terhormat? Diawali dengan gerakan politik yang dilakukan kelompok relawan Kami-Ganjar. Kita liat saja drama politik selanjutnya.  Yang jelas, berdasarkan pengalaman tahun 2014, Megawati akhirnya luluh dengan desakan dari berbagai pihak untuk mencalonkan Jokowi sebagai Capres dari PDI-P. Awalnya, Megawati tidak dan belum setuju tapi setelah didesak oleh berbagai kalangan akhirnya waktu itu dia menyerah dan mau mencalonkan Jokowi sebagai Capres PDI-P. Sekarang Megawati bukan hanya menghadapi tuntutan untuk mencalonkan Ganjar Pranowo sebagai Capres PDI-P tetapi juga menghadapi rencana kudeta atas dirinya sebagai Ketua Umum DPP PDI-P. Wajarlah para kader dan petugas partai mengincar posisi Ketua Umum PDI-P karena Megawati Soekarnoputri sekarang sudah berusia 75 tahun.  ****

Diyakini Menang di Sumut, Relawan Anies Dideklarasikan

MEDAN, (FNN)- Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Aliansi Nasional Indonesia Sejahtera (Anies), La Ode Basir meyakini  Anies Rasyid Baswedan (ARD) bisa menang di Provinsi Sumatera Utara (Sumut).  Keyakinan itu berdasarkan pengamatan langsung maupun  laporan relawan di lapangan.  \"Masyarakat Sumatera Utara, seperti juga mayoritas masyarakat di daerah-daerah lainnya di Indonesia,  menginginkan perubahan ke arah yang lebih baik. Mas Anies adalah salah satu kandidat Capres yang menjanjikan perubahan ke arah yang lebih baik,\" kata La Ode pada acara Deklarasi dan Pelantikan Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Relawan Anies Sumut, Sabtu, 29 Oktober 2022), di Gedung Aceh Sepakat, Medan. Mengenai angka kemenangan, Basir menargetkan  74 persen. Dengan kerja keras, soliditas, dan kolaborasi antara relawan dan kader parpol pendukung, insyaa Allah target tersebut akan terpenuhi.  Basir  melihat, meskipun elit parpol koalisi pendukung pemerintah diarahkan  mendukung kandidat Capres non-Anies, namun pilihan kadernya di akar rumput berbeda dengan pimpinan partainya.  \"Saya sudah keliling ke berbagai daerah. Saya menemukan ada perbedaan pilihan antara kader partai di akar rumput dengan elit partai. Hati mereka ke Anies,\" ujar Basir. Dalam kesempatan tersebnut, Ketua DPW Anies Sumut, Arlen John Koto menegaskan,  relawan Anies di 33 Kabupaten/Kota di Sumut bekerja keras memenangkan Anies.  \"Kami siap kerja keras memenangkan Anies di Sumatera Utara,\" kata  John Koto. (Anw).

Menjemur Tembakau 90 Meter Tanpa Putus oleh Petani Bansari Temanggung

Temanggung, FNN - Puluhan petani di Desa Bansari, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, Sabtu, menjemur tembakau rajangan sepanjang 90 meter tanpa putus dalam Festival Lembutan 2022 di lapangan desa tersebut.Dalam kegiatan tersebut sejumlah pemuda merajang tembakau lembutan menggunakan alat tradisional (cacak) kemudian para perempuan menjemurnya di atas rigen (anyaman bambu) yang sudah disiapkan sepanjang 90 meter.Ketua Festival Lembutan Bansari 2022, Agus Zamroni mengatakan kegiatan ini bertujuan untuk melestarikan merajang tembakau halus atau lembutan menggunakan alat tradisional.\"Untuk wilayah Bansari kegiatan merajang lembutan ini setiap panen tembakau banyak dilakukan petani. Melalui kegiatan ini harapannya tidak meninggalkan warisan yang sudah diberikan nenek moyang, yakni menggunakan cacak, gobang, dan rigen,\" katanya.Ia menyampaikan lembutan atau tembakau yang dirajang secara halus atau tipis, biasanya dibuat rokok lintingan, sedangkan untuk tembakau rajangan besar/tebal di Temanggung namanya doal dijual ke pabrik rokok kretek. \"Kalau lembutan untuk konsumsi lintingan langsung, konsumsi sendiri bukan rokok pabrik,\" katanya.Menurut dia, sejak ada Festival Lembutan Tahun 2019 dan sekarang masyarakat sudah mendapatkan hasilnya, karena harganya lebih mahal dibuat lembutan maka sekarang banyak petani yang membuat lembutan. \"Bahkan sekarang konsumennya bukan hanya lokal Temanggung, tetapi sudah merambah daerah lain,\" katanya.Sebelumnya Bupati Temanggung M. Al Khadziq pada pembukaan Festival Lembutan 2022 pada Jumat malam (28/10) menyampaikan, festival lembutan merupakan salah satu upaya masyarakat Bansari untuk mengangkat harga tembakau, karena akhir-akhir ini kurang menguntungkan bagi para petani.\"Memang banyak masalah di bidang pertembakauan ini, mulai dari banyaknya tembakau impor dari luar negeri, juga adanya beberapa aturan di bidang kesehatan yang membatasi produk-produk tembakau, juga masalah persaingan industri rokok yang saat ini semakin ketat,\" katanya.Selain itu, katanya, cukai rokok setiap tahun juga terus naik menyebabkan rokok kretek di pasaran berkurang. Tembakau Temanggung digunakan untuk rokok kretek, maka rokok kretek di pasaran berkurang akibatnya tembakau Temanggung di pasaran harganya agak berkurang.Bupati menyampaikan terima kasih kepada masyarakat atas upaya untuk membuat tembakau lembutan yang langsung menembus pasar sendiri, tanpa melewati industri rokok, yang mendapatkan sambutan yang luar biasa dari masyarakat.\"Saat ini tembakau lembutan sudah menjadi tren, dicari di kota-kota besar. Hal ini menjadikan petani tembakau di Bansari mengolahnya menjadi tembakau lembutan, semoga hal ini bisa meningkatkan pendapatan para petani,\" katanya.(Sof/ANTARA)

Ketua DPD RI: Mau Wujudkan Indonesia Emas, Harus Kembali ke Pancasila

Bandung, FNN – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menegaskan jika Pancasila merupakan way of life menuju Indonesia Emas tahun 2045. Hal itu ditegaskan LaNyalla dalam Seminar Nasional III secara virtual yang dihelat Himpunan Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada dengan tema “Kolaborasi Nilai-Nilai Pancasila Menuju Indonesia Emas”, Sabtu (29/10/2022). Dikatakan LaNyalla, secara sederhana dapat dikatakan Indonesia Emas akan tercapai bila nilai-nilai Pancasila di semua lini kehidupan. “Sehingga harus dikolaborasikan, karena memang Pancasila adalah way of life bangsa,” tegas LaNyalla.  Dijelaskan LaNyalla, dalam pidatonya di Universitas Airlangga Surabaya pada tanggal 24 September 1955, Bung Karno mengatakan bahwa Pancasila sama sekali bukan ciptaannya. Pancasila sudah ada sebelum Republik ini ada, jauh di era Kerajaan dan Kesultanan Nusantara.  “Itu artinya, dalam kajian ontologis, keberadaan Pancasila adalah spirit dan nilai-nilai masyarakat Nusantara, sebelum Indonesia diproklamasikan. Sehingga, spirit dan nilai-nilai dari Pancasila sejatinya adalah watak dasar atau DNA sli bangsa di Nusantara ini,” ujar LaNyalla. Senator asal Jawa Timur itu menyebut Pancasila merupakan warisan luhur bangsa di Nusantara ini, yang disepakati oleh para pendiri bangsa sebagai way of life bangsa ini, sebagai Staats Fundamental Norm, sekaligus sebagai grondslag dan pedoman dasar dalam berbangsa dan bernegara. “Sehingga sudah seharusnya kita menjadikan Lima Sila dalam Pancasila sebagai pedoman dalam kita menjalankan negara ini. Itulah mengapa Pancasila harus dijabarkan dalam pasal-pasal dan penjelasan konstitusi kita. Yang artinya diimplementasikan sebagai Norma Hukum Tertinggi,” papar LaNyalla.  Persoalan mendasar bangsa saat ini adalah saat terjadinya amandemen konstitusi pada tahun 1999 hingga 2002 silam. Telah terjadi perubahan yang fundamental, di mana isi dari Pasal-Pasal Undang-Undang Dasar 1945 naskah asli telah diubah hampir 95 persen. Naskah Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 juga dihapus total. Dalam kajian yang dilakukan Profesor Kaelan, isi dari Pasal-Pasal Undang-Undang Dasar hasil perubahan di tahun 2002 itu sudah tidak koheren lagi dengan Pancasila. Yang terjadi justru sebaliknya, menjabarkan Ideologi lain, yakni Liberalisme dan Individualisme.  “Sehingga ekonomi kita juga semakin hari semakin liberal kapitalistik, karena ciri utama dari Demokrasi Pancasila sudah tidak ada lagi, sudah tidak tercermin di dalam konstitusi,” ulas LaNyalla. Dikatakan LaNyalla, salah satu ciri utama dari demokrasi Pancasila adalah semua elemen bangsa, yang berbeda-beda, harus terwakili sebagai pemilik kedaulatan yang berada di dalam sebuah Lembaga Tertinggi di negara ini. Sehingga terjadi penjelmaan rakyat, tidak sekedar perwakilan rakyat.  Mereka kemudian menyusun arah perjalanan bangsa dan memilih mandataris alias petugas rakyat yang diberi mandat. Sehingga rakyatlah yang menentukan cara bagaimana mereka harus diperintah oleh pemerintahan yang mereka bentuk. “Rakyat harus berada dalam posisi sebagai bagian dari pemilik kedaulatan atas wilayah, termasuk sumber daya di daerahnya. Sehingga keterlibatan rakyat itu mutlak dan wajib jika kita membaca konsep ekonomi usaha bersama yang dirumuskan para pendiri bangsa kita,” beber LaNyalla. Jika kita berbicara tentang Indonesia Emas, di mana pada saat itu terjadi ledakan penduduk usia produktif yang mencapai 70 persen dari populasi penduduk Indonesia, maka Peta Jalan menyiapkan itu menjadi sangat penting. “Dan, saya menawarkan gagasan untuk kita kembali kepada Pancasila secara murni dan konsekuen, dengan cara kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945 naskah asli. Tetapi tentu dengan melakukan penyempurnaan konstitusi tersebut dengan cara yang benar, dengan teknik adendum. Sehingga tidak mengubah total menjadi Konstitusi baru,” demikian LaNyalla. Hadir pada kesempatan itu Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X, Ketua Umum PP Muhammadiyah, Profesor Dr Haedar Nashir,  Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Profesor Dr Yusril Ihza Mahendra, Guru Besar Filsafat Universitas Gadjah Mada, Profesor Dr Kaelan, Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, Profesor Dr Yudian Wahyudi, Co-Founder Centennial Z, Sultan Rivandi, Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Pasca Sarjana UGM, Arief Kurnia Miharja dan para Mahasiswa serta tamu undangan lainnya. (Sof/LC)

Sosialisasi Cegah Terorisme di Pamekasan, Polisi Dihadang Massa

Pamekasan, FNN - Anggota Polres Pamekasan, Jawa Timur, mendapat halangan dari massa saat mendatangi Pondok Pesantren Al-Islah di Kecamatan Palengaan untuk sosialisasi pencegahan paham radikal dan terorisme.Kepala Bagian Humas (Kabaghumas) Polres Pamekasan AKP Nining Dyah, Sabtu, mengatakan peristiwa itu terjadi saat empat orang polisi usai menyampaikan sosialisasi pencegahan terorisme di Pondok Pesantren Al-Islah pada Kamis (27/10).\"Mereka dihadang saat hendak keluar pondok pesantren oleh warga sekitar. Akan tetapi, personel yang berjumlah empat orang itu berhasil lolos dari kepungan massa dengan selamat berkat bantuan pengurus pondok pesantren,\" kata Nining.Menurut Nining, sekelompok massa datang ke pondok pesantren asuhan K.H. Ali Salim di Desa Angsanah itu karena salah paham. Warga mendapat kabar bahwa kedatangan polisi tersebut ialah untuk mencegah pengajian yang digelar kelompok Pecinta Habib Rizieq pada Minggu (30/10) di Pamekasan.Padahal, lanjutnya, keempat polisi itu datang ke Pondok Pesantren Al-Islah dalam rangka silaturahmi dengan pimpinan pondok pesantren sekaligus berkoordinasi dan memberikan penyuluhan tentang pencegahan paham radikal dan terorisme. Anggota Polres Pamekasan itu juga menyerahkan bantuan lampu penerangan untuk area Ponpes Al-Islah.\"Karena ada kabar yang keliru itu, maka warga lalu berdatangan dan menghadang mobil patroli Binmas yang dikendarai keempat orang personel Polres Pamekasan ini,\" kata Nining.Sementara itu, sebuah rekaman video beredar di media sosial yang menunjukkan gambar adanya kelompok massa mendatangi Pondok Pesantren Al-Islah dengan membawa senjata tajam jenis celurit.Massa yang berjumlah sekitar ratusan orang itu menghadang mobil Binmas Polisi dengan berteriak \"polisi mester Sambo\".Sebelumnya, Kapolres Pamekasan AKBP Rogib Triyanto mengatakan Polres Pamekasan memang sedang menggelar Operasi Bina Waspada Semeru 2022, sebagai upaya mencegah penyebaran paham radikal dan melakukan deteksi dini terhadap kemungkinan adanya warga terlibat jaringan teroris.Operasi tersebut merupakan upaya jangka panjang untuk mencegah adanya warga yang terpapar paham radikal. Operasi Bina Waspada Semeru 2022 digelar dengan memberikan penyuluhan dan sosialisasi ke pondok pesantren, organisasi kemasyarakatan (ormas) bidang keagamaan, serta lembaga pendidikan di bawah Kementerian Agama.Melalui operasi tersebut, polisi ingin mengajak para pengasuh pondok pesantren untuk proaktif dalam terlibat dalam kegiatan pencegahan paham radikal.\"Intinya, melalui Operasi Bina Waspada 2022 ini, kami menginginkan tercipta situasi yang kondusif melalui pendekatan pemahaman keagamaan yang toleran, sehingga bisa saling menghargai perbedaan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya,\" kata Rogib.Sementara itu, Kepala Desa Angsanah Moh. Masduki menjelaskan aksi massa itu terjadi karena ada salah paham.\"Kejadian itu murni salah paham karena kabar yang beredar ke masyarakat menyebutkan bahwa kedatangan polisi ke Pondok Pesantren Al-Islah dalam rangka mengintimidasi pengasuh pondok pesantren agar menggagalkan kegiatan pengajian akbar yang akan dihadiri oleh Habib Bahar (sebagai penceramah) pada 30 Oktober 2022. Padahal, polisi datang untuk bersilaturahmi saja,\" kata Masduki.Masduki mengajak seluruh semua elemen masyarakat agar tidak mudah terpengaruh dengan kabar berita yang tidak bertanggung jawab dan berpotensi menimbulkan situasi tidak kondusif.(Sof/ANTARA)

Jika 2024 Terjadi Polarisasi, Siapapun Pemimpinnya Akan Berat

Semarang, FNN - Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo menyebut siapa pun pemimpin yang terpilih pada Pemilu 2024 akan menghadapi permasalahan berat jika kembali terjadi polarisasi politik.  \"Siapa pun yang terpilih akan menghadapi masalah ini. Siapa pun pemimpinnya akan berat,\" kata Kapolri saat menyampaikan pidato ilmiah dalam Stadium General bertajuk “Anak Muda dan Tantangan Kebangsaan” di Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, Sabtu.Menurut dia, Pemilu 2019 menjadi pengalaman dalam menghadapi Pemilu 2024. Ia menuturkan tahapan pemilu sudah mulai berjalan. Kondisi tersebut, kata dia, tentunya akan memunculkan politik identitas hingga kampanye hitam. Menurut dia, polarisasi masyarakat juga menjadi ancaman di masa depan. Oleh karena itu, kata dia, persatuan dan kesatuan harus dijaga agar stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat, serta politik juga ikut terjaga. \"Pemilu 2024 harus berkualitas. Jangan mau terprovokasi dan terpolarisasi,\" katanya. Jangan sampai, lanjut dia, ada saudara atau teman yang bermusuhan hanya gara-gara berbeda pilihan. (Sof/ANTARA).

Saya Menyayangkan Pencabutan Gugatan

Oleh Yusril Ihza Mahendra - Advokat Senior SEJAK dua hari yang lalu saya sungguh menyayangkan pencabutan gugatan perbuatan melawan hukum atas kasus “Ijazah Palsu Jokowi” oleh para pengacara Bambang Tri Mulyono (BTM)  di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (Kamis 27/10/2022). Sebaliknya juga, saya menyayangkan mengapa polisi menahan BTM dalam dugaan melakukan tindak pidana pencemaran agama. Walaupun penahanan ini tidak berkaitan dengan gugatan “ijazah palsu Jokowi”, namun langkah itu mengesankan Pemerintah menggunakan kekuasaan, bukannya hukum, dalam menghadapi BTM.  Sementara semua orang tahu, BTM menggunakan Eggi Sudjana dan Ahmad Khozinudin sedang menggugat ijazah Jokowi ke PN Jakarta Pusat. Penahanan BTM ini pula yang dijadikan Eggi dan Khozinudin sebagai alasan untuk mencabut gugatan. Menurut mereka, sebagai pengacara, mereka susah mengumpulkan bukti-bukti untuk memenangkan gugatan, sebab BTM ditahan polisi dan tidak bisa dikunjungi. Padahal BTMlah menurut mereka, yang mempunyai akses kepada saksi-saksi dan bukti untuk dihadirkan dalam persidangan. Dengan dicabutnya gugatan, maka apakah ijazah Jokowi, mulai SD, SMP, SMA dan UGM yang dijadikan syarat Jokowi maju ke Pilpres, asli atau palsu, akhirnya tidak pernah terbukti dan diputuskan oleh pengadilan. Padahal putusan hukum yang inkracht van gewijsde dan menyatakan ijazah Jokowi asli atau palsu sangat penting, bukan saja untuk mengakhiri kontroversi politik mengenai soal itu, tetapi juga sangat penting untuk kepastian hukum, agar kasus kontroversial ini berakhir dengan jelas. Kalau tidak, kasus ini selamanya akan menggantung dan menjadi gunjingan politik tanpa henti.  Para pendukung dan simpatisan Jokowi akan ramai-ramai membuat pernyataan ke media, termasuk para pejabat pemerintah, pejabat struktural dan dosen UGM serta sahabat, teman seangkatan dan handai taulan Jokowi yang menyatakan mereka menjadi “saksi” ijazah Jokowi asli. Sebaliknya juga BTM dan para pendukungnya tidak akan pernah berhenti menggunakan media yang ada untuk terus melancarkan serangan bahwa Jokowi adalah “penipu” dan “ijazahnya palsu” dengan bukti-bukti versi mereka tentunya. Tetapi semua pernyataan itu hanyalah bagian dari pembentukan dan penggalangan opini belaka. Dari sudut hukum, pernyataan-pernyataan itu tidak ada bobot dan nilanya, kecuali keterangan itu diucapkan di bawah sumpah dalam sidang pengadilan yang terbuka untuk umum. Saya teringat suatu ketika ada sekelompok pengacara yang menamakan dirinya “100 Pengacara Reformasi” dipimpin Suhana Natawilana, menggugat keabsahan berhentinya Presiden Suharto ke PN Jakarta Pusat. Mereka mendalilkan bahwa berhentinya Suharto tanpa melalui MPR tidak sah. Akibatnya, kedudukan BJ Habibie sebagai Presiden menggantikan Suharto juga tidak sah. Polisi zaman BJ Habibie waktu itu tidak menangkapi Suhana dkk dengan macam-macam alasan pidana. BJ Habibie juga berkata kepada saya, biar pengadilan memutuskan sah atau tidaknya Suharto berhenti, dan sah atau tidaknya dirinya menjadi Presiden menggantikan Suharto. BJ Habibie berkata demikian kepada saya di Bina Graha dalam kedudukan sebagai Asisten (saat ini, Deputi) Mensesneg yang melaporkan adanya gugatan itu. Saya sendiri dipanggil PN Jakarta Pusat untuk memberikan keterangan bagaimana proses berhentinya Suharto dan bagaimana prosesnya BJ Habibie menggantikannya sebagai Presiden. Kebetulan saya merupakan salah seorang saksi sejarah atas terjadinya peristiwa peralihan kekuasaan tahun 1998 itu. Setelah sidang berlangsung cukup lama, PN Jakarta Pusat akhirnya memutuskan menolak gugatan 100 Pengacara Reformasi. Dalam pertimbangan hukumnya, PN Jakarta Pusat menyatakan proses berhentinya Suharto tanpa melalui MPR dan pengucapan BJ Habibie sebagai Presiden menggantikannya adalah sah menurut hukum. Saya bertanya kepada Suhana apakah akan banding. Dia bilang, tidak. Perkara selesai dan inkracht van gewijsde. Akibat putusan itu, saya sempat mengolok-olok Ali Sadikin. “Sekarang Pak Ali tidak bisa lagi ngomong Suharto berhenti tidak sah. Ini sudah ada putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Lagipula, omongan seperti itu tidak ada gunanya. Kalau Pak Ali masih tetap ngomong berhentinya Suharto tidak sah, maka itu artinya Pak Harto masih tetap Presiden. Kalau Pak Harto masih tetap Presiden, beliau bisa berbuat apa saja terhadap anggota Petisi 50. Apa begitu maunya Pak Ali?”. Ali Sadikin nampak merenung. Saya berpendapat, adanya putusan pengadilan terhadap kasus kontroversial itu sangat penting agar ada kepastian hukum. Karena itu, saya menyayangkan mengapa polisi menahan BTM. Walaupun dasar penahanannya, seperti saya katakan tadi, tidak berkaitan dengan gugatan “ijazah palsu Jokowi”. Tetapi kesan Pemerintah “main kekuasaan” menghadapi BTM sulit dihindari. Lagipula, penahanan bahkan pemenjaraan tidak akan membuat BTM menjadi jera. Kontroversi “ijazah palsu Jokowi” sudah diungkapkan BTM melalui bukunya “Jokowi Under Cover” yang membuatnya masuk penjara. Setelah keluar penjara, BTM mulai lagi dengan serangan yang sama terhadap Jokowi. Satu-satunya cara “mengalahkan” BTM adalah dengan mengajukan bukti-bukti surat (tertulis, rekaman, foto dan sejenisnya), keterangan saksi dan ahli dibawah sumpah yang memberikan keterangan dalam sidang yang terbuka untuk umum untuk membantah bukti-bukti yang diajukan oleh BTM dan para pengacaranya. Percayakan kepada majelis untuk menilai semua bukti yang diajukan oleh penggugat maupun tergugat dengan seluas-luasnya, untuk akhirnya memutuskan gugatan dikabulkan atau ditolak. Dalam pertimbangan hukumnya, majelis tentu akan mengemukakan dasar-dasar hukum putusan dan menilai alat-alat bukti yang dihadirkan Penggugat dan Tergugat dengan jernih dan mengambil putusan yang paling tepat dan dapat dipertanggungjawabkan. Kini penahanan BTM justru dimanfaatkan oleh BTM dan pengacaranya, Eggi dan Khozinudin, untuk dijadikan alasan mencabut gugatan. Alasannya, sulit mengumpulkan bukti-bukti untuk dibawa ke persidangan karena BTM sedang dalam tahanan dan sulit ditemui. Alasan ini pun terkesan aneh juga. Pengacara yang bekerja secara profesional tentu telah mengumpulkan semua bukti yang membuatnya “haqqul yaqien” akan memenangkan gugatan sebelum mendaftarkan gugatan ke pengadilan. Mereka pasti tahu ketentuan hukum acara perdata: siapa mendalilkan harus membuktikan dalilnya. Bukan Jokowi dan para pengacaranya yang harus membuktikan ijazah Jokowi asli dan tidak palsu. BTM dan para pengacaranyalah yang harus membuktikan bahwa ijazah Jokowi mulai SD sampai UGM adalah palsu. Kalau bukti-bukti masih sulit dikumpulkan, dengan alasan apapun, termasuk yang punya akses terhadap data dan saksi hanyalah penggugat prinsipal, dalam hal ini adalah BTM, lazimnya seorang pengacara takkan berani mendaftarkan gugatan seperti itu ke pengadilan. Kalau masalah BTM ditahan dan tidak bisa hadir ke pengadilan, mestinya tidak masalah. Bukankah dia sudah menunjuk Eggi dan Khozinudin untuk mewakili dirinya?  Bahkan, penahanan BTM justru bisa “dimainkan” Eggi dan Khozinudin untuk membangun opini di luar sidang untuk memperoleh dukungan moril, opini dan politik terhadap gugatannya. Walaupun opini seperti itu tidak boleh mempengaruhi hakim dalam mengadili suatu perkara, tetapi secara tidak langsung opini seperti itu tetap penting. Jadi, saya juga bisa bertanya: apakah penahanan BTM hanya sebagai alasan untuk mencabut perkara, ataukah memang sedari awal para pengacaranya tahu bahwa bukti-bukti yang akan dihadirkan di sidang nantinya kurang meyakinkan? Jadi pada hemat saya, semestinya polisi tidak usah menahan BTM ketika dia sedang mengajukan gugatan “ijazah palsu Jokowi” ke pengadilan. Biarkan persidangan berlangsung dan kita nanti putusan pengadilan apakah ijazah Jokowi palsu atau tidak. Sebaliknya juga semestinya para pengacara BTM tidak mengemukakan alasan karena BTM ditahan sulit mengumpulkan bukti-bukti dan kemudian mencabut gugatan. Sebagai pengacara, mestinya mereka memberi advis kepada BTM agar meneruskan gugatan. Ibarat kata pepatah: berjalan harus sampai ke ujung, berlayar harus sampai ke tepi. BTM juga harus dengan ksatria menerima apapun putusan pengadilan nantinya, gugatannya dikabulkan atau ditolak dengan segala implikasinya. Begitu pula Jokowi. Hukum sesungguhnya adalah mekanisme untuk menyelesaikan konflik secara adil, damai dan bermartabat. Kita tidak perlu berkelahi di jalanan atau saling serang-menyerang di media sosial tanpa kesudahan. Bawa persoalan itu ke pengadilan dan biarkan hakim memberikan putusan yang adil. Beri dukungan kepada pengadilan untuk bersikap demikian, jangan ditekan-tekan apalagi diintimidasi.  Alangkah baiknya juga, jika Presiden Jokowi mengatakan kepada publik, misalnya: “Saya tahu ada yang menggugat saya ke pengadilan dan menuduh ijazah saya palsu. Saya telah menunjuk pengacara untuk mewakili saya di pengadilan. Sebagai Presiden, walaupun gugatan ini ditujukan kepada saya pribadi, saya mempersilahkan majelis hakim untuk memeriksa dan memutus gugatan ini berdasarkan hukum dan keadilan untuk akhirnya nanti memutuskan apakah ijazah saya asli atau tidak. Mari kita tunggu putusan pengadilan”. Jika ada ucapan Presiden Jokowi seperti itu, orang akan makin menghormati beliau dan menganggap beliau sebagai seorang negarawan sejati. Tapi sayang, BTM ditangkap dan dijebloskan dalam tahanan. Sayang pula, Eggi dan Khoizinudin mencabut gugatan yang telah memasuki persidangan itu. Akhirnya hukum tidak menjalankan fungsinya untuk memberi kata putus terhadap sebuah persolan yang dipertikaikan. Sementara kontroversi politik akan terus berlanjut tanpa tanda-tanda kapan akan berakhir… Bogor, 29 Oktober 2022

Ubedilah Badrun: Perlu Nalar Radikal & Gerakan Progresif Mahasiswa Untuk Selamatkan Negara

Denpasar, FNN - Analis Sosial Politik UNJ Ubedilah Badrun menjadi dosen tamu di Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial UNDIKSHA Bali Jumat (28/10). Dalam penyampaian materi yang berlangsung dua jam tersebut mendapat perhatian besar dari para mahasiswa, dosen, dan civitas akademika lainya. Dalam sesi penyampaian materi Ubedilah Badrun mengemukakan bahwa dunia saat ini penuh dengan ketidakpastian, dunia politik juga didominasi post-truth politics (politik kebohongam), situasi ketidakpastian itu makin parah ketika kita memasuki digital society tetapi sebagian besar masyarakat kita tidak memiliki kedalaman ontologis dan epistemologis. Bahkan di tengah ancaman resesi dunia dunia pun post-truth politic itu masih terus dipertontonkan.                      \"Dalam situasi dan tantangan sedemikian berat tu pada saat yang sama performa rezim justru diwarnai perilaku koruptif yang terus merajalela. Performa buruk itu makin menyempurnakan buruknya tata kelola pemerintahan \"tegas Ubedilah Badrun.                                    Ketika menjawab pertanyaan audien tentang peran mahasiswa di tengah ketidakpastian dan buruknya performa pemerintah, Ubedilah Badrun menjelaskan \"sesungguhnya dalam situasi ketidakpastian dan buruknya performa  rezim tersebut bangsa ini memerlukan nalar radikal mahasiswa dan gerakan mahasiswa yang progresif. Tradisi berpikir kritis di kampus harus diberi ruang merdeka, sebab tradisi berpikir kritislah yang memungkinkah dapat memandu ke arah nalar radikal dan gerakan yang progresif yang memberi ruang tumbuhnya inovasi ilmu pengetahuan sekaligus memiliki visi basar tentang keindonesiaan\" tegas ubedilah badrun.                                Lebih lanjut Ubedilah Badrun mengemukakan  \"untuk membangun tradisi kritis yang mendorong tumbuhnya cara berpikir radikal itu, kampus  memiliki semacam kewajiban untuk membangun habitus intelektual, dengan cara itu kebebasan akademik yang dijamin undang-undang itu menjadi ruang kualitatif dan produktif menumbuhkan gagasan-gagasan baru untuk menjawab ketidakpastian dan tantangan masa depan itu. Jadi, mahasiswa tidak perlu takut untuk berpikir dan bersikap merdeka\" jawab Ubedilah mengakhiri kuliah umumnya. Kegiatan Kuliah Umum itu menjadi agenda akhir dari suasana Musyawarah Nasional Asosiasi Program Studi Pendidikan Sosiologi dan Antropologi Indonesia (APPSANTI) KE-III di UNDIKSHA Bali yang berakhir Jumat (28/10/22). (sws)

Wacana Politik Identitas di Indonesia, Sebuah Analisis dari Perspektif Studi Budaya

Oleh Darlis Azis - Ketua KNPI Turki TULISAN ini dimulai dengan sebuah bayangan terhadap negara kita yang sangat besar. Kalau kita letakkan peta Indonesia di atas benua Eropa, maka panjang peta kita dari ujung barat ke ujung timur adalah sama dengan jarak dari Inggris hingga ke ujung perbatasan Irak. Indonesia adalah negara dengan gugusan pula terluas di muka bumi. Jumlah pulaunya lebih dari 17.000, yang terdata lebih dari 16.000 lebih menurut data BPS. Dari berbagai macam etnis, sub-kultur, dan lebih dari 300-an bahasa lokal. Bahkan di Papua saja misalnya, tidak kurang dari 252 suku (Muhammad Habibie; 2017) dengan berbagai bahasa khasnya masing-masing. Dari segi pluralitas ini saja merupakat mukjizat yang luar biasa yang harus kita syukuri karena telah bisa bertahan hingga usia Republik ini menjelang 78 tahun pada 17 Agustus mendatang. Oleh sebab itu, apa yang bernama politik identitas yang sering muncul ke permukaan sejarah modern Indonesia harus ditangani dan dikawal secara bijak oleh nalar historis yang dipahami secara benar dan cerdas. Saat proklamasi, jumlah penduduk Indonesia adalah sekitar 70 juta; sekarang di awal abad ke-21 sudah menjadi sekitar 250 juta, membengkak lebih tiga kali lipat sejak 1945, telah muncul sebagai bangsa terbesar keempat di dunia sesudah Cina, India, dan Amerika Serikat.Dengan masyarakat yang terdiri dari beranekaragam etnis, agama, dan budaya yang berbeda, masyarakat Indonesia dapat saling menghargai dan toleransi antar perbedaan yang ada. Oleh karenanya hal ini penting menjadi starting point untuk diskusi kita selanjutnya. Lantas, apakah politik Identitas itu sendiri? Kata politik sendiri berasal dari Bahasa Yunani, politeia, yang mengacu pada pengertian bahwa para individu dalam sebuah komunitas dalam batas geografis tertentu berkehendak untuk melakukan pengelolaan wilayahnya. Misalnya, dengan membuat hukum-hukum, kebijakan-kebijakan, serta lembaga kebijakan politik.  Sedangkan kata identitas yang diambil dari Bahasa Inggris Identity memiliki arti ciri-ciri atau tanda yang khas. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), identitas merupakan ciri-ciri atau keadaan khusus seseorang atau jati diri. Bisa dikatakan, manusia yang memiliki identitas adalah mereka yang mampu menyadari tanda khusus atau ciri-ciri yang melekat pada dirinya. Berdasarkan dua pengertian di atas, bisa disimpulkan bahwa politik identitas adalah politik yang menekanan pada perbedaan-perbedaan yang didasarkan pada asumsi fisik tubuh, kepercayaan, dan bahasa yang menjadi ciri atau tanda khas dari seseorang. Contoh populer adalah Politik Apertheid di Afrika yang membagi warganya menjadi dua golongan masyarakat berdasarkan ciri fisik, yakni mereka yang berkulit hitam dan mereka yang berkulit putih; atau juga perbedaan suku yang ada di Indonesia misalnya dia orang Aceh, saya Jawa; dan juga gender dia cowok, sedangkan saya cowok. Menurut pakar Culture Studies Stuart Hall menjelaskan identity politics sebagai the politics of location (Hall, 1996:1). Artinya politik menempatkan individu ada lokasi-lokasi (realitas sosial) tertentu yang telah dikontruksi dengan sengaja.  Menurut Hall, politik Identitas selalu berhubungan dengan the definition of self/subject dalam konstruksi tersebut. Sebagai contoh ketika kita belajar sebuah bahasa maka kita selalu diajarkan tentang Subjek-Predikat-Objek-Keterangan dan seterusnya. Maka dari contoh ini bisa kita lihat posisi sentral subjek sebagai fungsi utama dalam pembentuk sebuah kalimat (state-ment). Dengan kata lain, politik identitas merupakan pemahaman bahwa identitas-identitas merupakan pemahaman bahwa identitas-identitas individu didasarkan pada tempat atau posisi dimana individu itu diletakkan (place-based identity). Pada penjelasan selanjutnya Stuart Hall mengatakan bahwa identitas merupakan sesuatu yang yang tidak “selesai” dalam artian ia merupakan sebuah produksi yang akan terus terjadi secara terus menerus Hall menyampaikan bahwa  identity is also not a \"finished\" process, it is never complete or perfect, or it will never end. Identity is always in the process of formation. Identity means the process of identification where the structure of identification itself is always constructed through ambivalence. Like between \"us\" and \"other\", or \"us\" and \"them\", “real” and “unreal”. \"Other\" also exists within us, in the sense that other is also part of the process of identifying our own identity. Because we see other in our view. Our self is also seen in the view of the other. And this idea that separates the boundary between the outside and inside, between the producer and the consumer, etc. Dalam kajian Media dan Cultural Studies kata “identitas” sendiri merupakan “politik” itu sendiri. Culture Studies mencoba mengggoyang kemapanan berfikir kita tentang “realitas” yang ada di hadapan kita tidak hanya dalam konteks bernegara. Kita dipaksa untuk menjawab apa yang dimaksud dengan yang “real” sebenarnya dalam kehidupan budaya kita sehari-hari?. Dalam dunia yang sudah dipenuhi dengan gambar-gambar dan tulisan-tulisan yang kita temukan di media komunikasi massa seperti koran, televisi, film, video, novel, radio, bahkan iklan-iklan dalam kehidupan sehari-hari telah membentuk cara pandang (worldview) yang berbeda-beda dan membentuk persepsi kita masing-masing dalam proses berfikir dan menentukan sikap. Masing-masing kita mungkin telah menarik makna tersendiri dalam menerjemahkan dunia imajiner dalam fikiran mereka.  Hal senada juga disampaikan oleh Benedict Anderson mengenai faktor-faktor signifikan pendorong nasionalisme dalam karyanya  “Imagined Communities: Reflections of The Origin and Spread of  Nationalism” adalah menguatnya kapitalisme, yang ditandai dengan adanya komunikasi massa dan migrasi massal.  Komunikasi massa ditandai dengan adanya print capitalism. Standardisasi kalender nasional, jam dan bahasa ada dalam buku dan surat kabar. Hal ini akan membuat siapapun yang membaca akan aware terhadap kejadian yang ada di dalam dan luar negeri. Nantinya, pengaruh dari surat kabar sangat besar. Menurut Benedict,“ Newspapers made it possible for rapidly growing numbers of people to think about themselves, and relate themselves to others in profoundly new ways.”  Migrasi massal juga memiliki pengaruh tersendiri dalam menumbuhkan nasionalisme. Terdapat tipe nasionalis baru yaitu long distance nationalist yang umumnya dimiliki oleh kaum ekspatriat, seperti kaum Creeole dari Amerika Utara dan Selatan pada masa itu. Jika kaum ini tidak merasakan kedekatan dengan negara yang ditinggali, maka kelompok ini akan memainkan politik identitas dengan berpartisipasi dalam konflik yaitu melalui senjata, uang dan propaganda. Berkenaan dengan persepsi dan cara pandang ini Stephene Robbins (2008), menjelaskan bahwa persepsi adalah sebuah proses ketika manusia mengorganisasikan dan menginterpretasikan kesan  hasil pencitraan  indrawi  mereka  dalam  upaya  memaknai dunia di sekitarnya. Pendapat Robbins di bawah ini : “Perception is defined as the process by which people organize and interpret their sensory impressions in order to give meaning to the world around them. Perception is basically how each individual views the world around them. What one perceives can be very different from actually reality. The perception of one person will vary greatly from that of another person. Perception can have a huge impact on decision-making and on an organization\'s behavior in whole.\" Robbins ingin menyampaikan bahwa dari hasil persepsi masyarakat terhadap realitas disekitarnya akan berpengaruh besar terhadap pembuatan keputusan sekaligus bentuk prilaku kelompok tersebut secara keseluruhan. Proses terbentuknya persepsi banyak dipengaruhi oleh beragam referensi. Oleh sebab itulah, biasanya cepat atau lambat mereka akan mencermati kelompok referensi terdekat dengannya. Bisa jadi persepsi tersebut dibangun berdasarkan aspek kultural yang melingkupi lingkungan dan sejarah mereka, misalnya berdasarkan etnisitas, budaya dan agama. Bangunan persepsi inilah yang kelak memunculkan subyektivitas masyarakat dalam melihat kehidupan mereka. Bertrand Russell (2008) mengatakan bahwa masyarakat hanya ingin melihat apa yang mereka inginkan berdasarkan interaksinya dengan masyarakat lain juga pengalaman-pengalamannya. Aspek budaya berperan penting dalam menumbuhkan data-data yang berhubungan dengan perasaan.” Dalam perspektif sejarah juga, persepsi menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya konflik baik inter maupun antar negara. Bertrand Russels menjelaskan kondisi ini sebagai berikut:“These fine lines which allow the perception of entities and categories (and thereby giving order and meaning to the chaotic experiences of everyday life) are largely social in origin. They create the boundaries between what\'s mine and yours, between “us” and “them,”what\'s sacred and profane, and what\'s “real” and “unreal.” Jadi dalam proses terbentuknya persepsi dan pengambilan keputusan, disamping berasal dari organ sensorik manusia yang diolah dalam otak juga berdasarkan faktor perorangan (personal factors) semacam tipe kepribadian, kedewasaan teori, status secara emosional dan pengalaman-pengalaman sosial. Artinya lingkungan sosial sebagian besar menentukan apa yang kita rasa (perceive) dan apa yang kita abaikan (ignore), tinggal dengan cara apa manusia memproses informasi tersebut secara teori. \"Shaping perceptions is, as will be seen, the key to social power\" ungkap Bertrand Russell. Apa yang terjadi negeri kita tercinta hari ini tidak jauh-jauh dari apa yang disampaikan oleh para pakar diatas, dimulai dengan kekayaan budaya dan latar belakang (backround) identitas kita yang tidak dikelola dengan baik, sehingga berujung pada kesalahan dalam mengimplementasikan persepsi itu baik yang dimulai dari perang terbuka di alam sosial media terhadap anti-persepsi yang berada pada kelompok lain (others) sehingga efek ini secara terus-menerus tidak hanya dalam socmed namun juga di alam nyata sebagaimana yang kita saksikan akhir-akhir ini terutama dalam pilpres terakhir dan juga Pilkada Jakarta 2017 yang lalu, dimana telah berhasil memperkuat Politik Identitas yang negatif terhadap keharmonisan (kohesifitas) kita dalam berbangsa dan bernegara. Kalau dikelola dengan baik, seharusnya hal ini tidak seharusnya berdampak demikian. Beberapa hal yang positif dalam Pemaknaan politik identitas antara Faucoult dan Fukuyama misalnya sangat berbeda sangat berbeda. Fukuyama dalam bukunya Identitiy: The Demand for Dignity and the Politics of Resentment (dalam Farrar, Straus &Giroux; 2018), Menyatakan bahwa politik identitas adalah sebuah tuntutan martabat, dimana sebuah perjuangan terhadap adanya sebab utama ketidakpuasan global pada kapitalisme liberal: Vladimir Putin, Osama bin Laden, Xi Jinping, live matter, gerakan #MeToo, pernikahan gay, ISIS, Brexit, kebangkitan nasionalisme Eropa, gerakan politik anti-imigrasi, politik kampus, dan terakhir pemilihan Donald Trump menurut Fukuyama merupakan beberapa contoh perwujudan politik identitas dalam berbagai penampakannya. Gerakan politik identitas pada dasarnya membangun kembali \"narasi besar\"\' yang prinsipnya ditolak dan kritik membangun terhadap suatu teori yang mengendalikan (hegemoni) terhadap faktor-faktor biologis sebagai penyusun perbedaan-perbedaan mendasar sebagai realitas kehidupannya; Dalam gerakan politik identitas ada suatu tendensi untuk membangun sistem apartheid terbalik. Ketika kekuasaan tidak dapat ditaklukkan dan pembagian kekuasaan tidak tercapai sebagai tujuan gerakan, pemisahan dan pengecualian diri diambil sebagai jalan keluar. Beberapa hal positif yang dapat diambil dari politik identitas adalah ada upaya untuk tetap melestarikan nilai budaya yang menjadi ciri khas bangsa kita yang beragam (majemuk), sehingga penguatan akan budaya tidak akan luntur dan hilang. Penguatan identitas tersebut muncul apabila identitas yang dikonsepkan untuk mewadahiya dirasa tidak dapat mewakili atau menyatukan kelompok-kelompok tersebut. Bahkan, kekuatan kolompok tersebut menimbulkan juga ketegangan antar kelompok untuk memperoleh dominasi dari sebuah konsep yang akan dibangun. Penguatan identitas kelompok untuk menjadikannya sebagai dominasi dalam sebuah wadah atau bahkan keluar dari wadah disebut sebagai Politik Identitas. Tujuan sebenarnya dari politik adalah mencapai kebaikan bersama. Maka menurut hemat penulis bagaimana pun caranya, entah dengan menggunakan politik identitas atau identitas politik, asalkan pemerintahan yang dibangun atas dasar politik tersebut mampu mewujudkan kebaikan bersama maka ia menjadi baik. (*)

Tuntaskan Verfak, Fahri Hamzah: Partai Gelora Siap Terima Mandat Baru Rakyat untuk Memimpin Negeri Ini

Jakarta, FNN - Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia menggelar perayaan HUT ke-3 secara sederhana, yang bertepatan dengan peringatan Hari Sumpah Pemuda di Gelora Media Centre, Jakarta pada Jumat (28/10/2022) malam. Perayaan HUT ke-3 digelar secara hybrid, yakni secara daring dan luring. Sebab, Partai Gelora saat ini masih fokus pada penyelesaian verifikasi partai politik (verpol) calon peserta Pemilu 2024. Selain itu, juga sebagai bentuk empati kepada masyarakat yang akhir-akhir banyak ditimpa musibah. Tidak ada pidato politik yang disampaikan oleh Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta dalam perayaan HUT ke-3 ini. Perayaan diisi dengan dialog santai yang dipandu Ketua Bidang Perempuan DPN Partai Gelora Ratih Sanggarwati. Dalam dialog itu, Ratih mengulik mengenai proses pendirian Partai Gelora dari Ketua Umum Anis Matta dan Wakil Ketua Umum Fahri Hamzah, yang diawali dari sebuah Gerakan Arah Baru Indonesia (Garbi), kemudian menjadi partai yang diberi nama Partai Gelora Indonesia,  yang dideklarasikan pada 28 Oktober 2019 lalu. Sementara Sekretaris Jenderal Mahfuz Sidik, Bendahara Umum Achmad Rilyadi dan para ketua bidang terlihat lesehan sambil mendengar dialog tersebut. Sedangkan para ketua DPW dan DPD mengikutinya melalui apikasi Zoom Meeting. \"Pertama-pertama saya mau ucapkan selamat HUT buat kita semua. Untuk semua pimpinan, kader dan simpatisan Partai Gelora di seluruh Indonesia, dan khususnya yang hadir di zoom. Hampir semua pimpinan DPW dan DPD bergabung dan membuat acara sendiri-sendiri di wilayah mereka\" kata Anis Matta. Anis Matta mengatakan, perayaan HUT ke-3 di tengah proses verfak ini menjadi momentum untuk membuktikan tekad Partai Gelora yang ingin menjadikan Indonesia sebagai kekuatan 5 besar dunia. \"Yang terjadi sekarang ini, sebenarnya bukan verifikasi partai politik, tapi verifikasi tekad kita. Yang di test itu tekad kita, supaya di dalam arah baru itu, Indonesia punya peta jalan yang jelas untuk menjadi kekuatan kelima dunia,\" katanya. Anis Matta menegaskan, Partai Gelora sengaja didirikan agar menjadi instrumen politik yang masif untuk mengubah pikiran masyarakat maupun elit terhadap krisis global saat ini, yang terjadi di luar prediksi kita semua. \"Partai politik itu, instrumen perubahan yang paling masif. Jadi saya konsisten dengan cita-cita itu, meskipun dengan berbagai keterbatasan dan kompleksitasnya masalah saat ini,\" katanya. Menurut Anis Matta, kompleksitas krisis berlarut saat ini, membuat semua orang bingung, bahkan sekelas pemimpin Inggris sekalipun, juga tidak mampu mengatasi krisis, hingga berkali-kali harus ganti perdana menteri. \"Krisis sekarang ini baru permulaan, tetapi kita sudah melihat berbagai kekacauan yang terjadi. Lalu, bagaimana dengan kehidupan kita nanti, disinilah perlunya peta jalan atau arah baru, karena kita mengetahui kompleksitasnya krisis saat ini,\" katanya. Karena itu, Partai Gelora akan berjuang untuk mengubah pikiran publik dan mengganti elit-elit sekarang apabila ditetapkan sebagai peserta Pemilu 2024 pada 14 Desember 2022 mendatang. \"Persoalan masyarakat sekarang seperti tsunami yang mau datang, sementara kita masih asyik pacaran di pinggir pantai, di luar sana sudah mau perang nuklir, kita di sini tenang-tenang saja. Terlalu banyak ruang kosong di benak kita, dan tugas kita mengubah pikiran itu,\" tegasnya. Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah mengingatkan, parpol yang telah diberikan mandat pada pemilu sebelumnya, tidak akan diberikan mandat lagi oleh rakyat pada Pemilu 2024 mendatang. Fahri meminta parpol lama yang telah diberikan mandat rakyat agar bersiap-siap kehilangan kekuasaannya, karena rakyat sudah malas dan capek dengan mereka. Sehingga kekuasaan yang telah diberikan akan dirampas kembali oleh rakyat, yang telah memberikan mandat kepada mereka. \"Jadi tanggal 14 Desember nanti, semua dari nol, tidak ada yang 10 persen. Karena itu, jika pada hari itu, rakyat mengatakan saya akan pilih Partai Gelora karena ingin mengubah nasib bangsa ini,  maka Partai Gelora akan berkuasa,\" kata Fahri. Partai Gelora, kata Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019 ini, harus memenangi Pemilu 2024 dan merebut hati rakyat agar ide-ide dan gagasan menjadikan Indonesia 5 besar dunia bisa terwujud. \"Alhamduillah kita sudah membuktikan. Sudah jalan tiga tahun dan kelihatan hasilnya, termasuk dalam verifikasi saat ini. Mudah-mudahan mandat baru nanti, akan diberikan kepada Partai Gelora, sehingga akan memimpin negara ini,\" tegasnya. Di dalam perayaan HUT ke-3 ini, diputarkan sebuah video inspirasi perjuangan verpol dari tanah Papua yang dilakukan oleh Yamander, pengurus DPW Partai Gelora Papua. Yamander menghubungi satu persatu warga Papua yang menjadi kader Partai Gelora melalui video call, untuk menginformasikan rencana kedatangan Anggota KPUD yang akan melakukan verifikasi agar menujukkan KTP dan KTA-nya. Perayaan HUT ke-3 Partai Gelora ini ditutup dengan pemotongan nasi tumpeng biru secara serentak, usai Ketua Umum Partai Gelora menyapa dan berdialog secara langsung dengan pimpinan DPW dan DPD se-Indonesia. (*)