ALL CATEGORY

Tujuh Jenderal Purnawirawan Menemui Listyo Sigit untuk Memberi Dukungan Moral

Jakarta, FNN - Tujuh jenderal purnawirawan polisi menemui Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo di Gedung Rupattam Mabes Polri, Kamis, untuk memberikan dukungan moral.Ketujuh jenderal tersebut adalah Kapolri ke-14 Jenderal Pol. (Purn) Roesmanhadir, Kapolri ke-16 Jenderal Pol. (Purn) Chaerudin Ismail, Kapolri ke-17 Jenderal Pol. (Purn) Da\'i Bachtiar, Kapolri ke-18 Jenderal Pol. (Purn) Soetanto, Kapolri ke-19 Jenderal Pol. (Purn) Bambang Hendarso Danuri, Kapolri ke-20 Jenderal Pol. (Purn) Timur Pradopo, dan Kapolri ke-22 Jenderal Pol. (Purn) Badrodin Haiti.\"Kehadiran kami, para purnawirawan Polri ini, terpanggil tentu dengan situasi yang kami sama-sama prihatin dengan adanya berbagai peristiwa; dan memang pertemuan antara para purnawirawan Polri yang katakanlah senior-seniornya mereka yang lagi menjabat itu adalah hal biasa, rutin,\" kata Da’i Bactiar usai pertemuan di lobi depan Gedung Rupatama Mabes Polri, Jakarta, Kamis.Dalam pertemuan itu, Da\'i Bachtiar mengatakan para jenderal senior memberikan berbagai masukan kepada Listyo Sigit Prabowo dan para pejabat utama Polri yang saat ini sedang menjabat. Masukan itu mengenai cara mengembalikan kepercayaan publik yang menurun akibat beberapa peristiwa melibatkan anggota Polri akhir-akhir ini.Selain itu, tambahnya, para purnawirawan juga ingin melihat, mendengar, dan mengetahui apa yang sudah dilakukan, akan dilakukan, dan sedang dilakukan oleh para pejabat Polri dalam mengatasi situasi sulit saat ini. \"Tentu kami memberikan dorongan semangat, spirit bagi mereka untuk tabah, dan juga berpikir rasional untuk menghadapi situasi ini,\" jelas Dai Bachtiar.Dia memastikan kedatangan para jenderal mantan kapolri itu bukan bermaksud menghakimi atau menggurui para pejabat Polri yang saat ini sedang menjabat, melainkan untuk memberikan dukungan kepada Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo beserta jajarannya.Dia juga berharap melalui pertemuan tersebut akan ada perbaikan yang dilakukan jajaran Polri saat ini. Sehingga, kepercayaan masyarakat yang sempat menurun kepada Polri dapat dikembalikan, bahkan ditingkatkan, dengan berbagai langkah konkret.\"Sehingga, apa yang diharapkan oleh masyarakat pada umumnya ini dapat dijalankan oleh Polri; dan kami juga tentu memberikan dukungan atas apa yang sudah dilakukan Kapolri (Listyo Sigit) serta jajarannya menghadapi situasi seperti itu,\" kata Da\'i Bactiar.Sementara itu, Bambang Hendarso Danuri menambahkan kedatangan para jenderal purnawirawan Polri itu dalam rangka memberikan dukungan dan memastikan Listyo Sigit beserta jajaran menjalankan arahan Presiden Joko Widodo yang disampaikan dalam pertemuan di Istana Merdeka pada Jumat lalu (14/10).\"Sepenuhnya, kami semua para purnawirawan dari pusat dan daerah sampai dengan ranting akan memberikan dukungan sepenuhnya untuk bagaimana Kapolri (Listyo Sigit) bisa melaksanakan tahapan-tahapan secara konkret apa yang menjadi arahan Bapak Presiden (Jokowi),\" kata Bambang Hendarso.Dia juga mengakui tantangan yang dialami institusi Polri saat ini cukup berat. Oleh karena itu, kehadiran para jenderal purnawirawan itu untuk memberikan dukungan dan dorongan, sehingga pimpinan Polri saat ini bisa menjalankan arahan Presiden Jokowi dan harapan masyarakat.\"Mudah-mudahan apa yang menjadi arahan dan kebijakan Bapak Presiden dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya; dan kemudian insya Allah tingkat kepercayaan masyarakat kepada Polri pada waktu yang akan datang mudah-mudahan apa yang disampaikan Bapak Kapolri pada akhir tahun akan dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat, bangsa Indonesia yang kita cintai,\" ujar Bambang Hendarso Danuri.(Ida/ANTARA)

Soal "Justice Collaborator", LPSK Tegaskan Tak Terpengaruh Hotman Paris

Jakarta, FNN - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menegaskan tidak akan terpengaruh pengacara Inspektur Jenderal Polisi Teddy Minahasa, yakni Hotman Paris, yang meminta agar lembaga tersebut menolak permohonan \"justice collaborator\" yang diajukan tersangka AKBP Doddy Prawiranegara.\"Kita tidak terpengaruh itu. Kita bekerja independen dan nanti hasil investigasi maupun asesmen yang menentukan apakah yang bersangkutan layak atau tidak sebagai justice collaborator,\" kata Ketua LPSK, Hasto Atmojo Suroyo, saat dihubungi di Jakarta, Kamis.Ia menegaskan lembaga yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 13/2006 tersebut tidak bisa menolak pengajuan perlindungan atau justice collaborator yang diajukan seseorang selama yang bersangkutan memenuhi syarat. \"Semua orang berhak mengajukan permohonan. Tetapi permohonan itu diterima atau tidak maka sepenuhnya menjadi kewenangan LPSK,\" tegas dia.Oleh karena itu, pernyataan atau permintaan Hotman Paris agar LPSK menolak permohonan justice collaborator AKBP Doddy Prawiranegara, sama sekali tidak akan mempengaruhi kinerja lembaga itu. Sebab, LPSK merupakan lembaga mandiri dan tidak bisa diintervensi oleh pihak manapun dalam menentukan seseorang layak atau tidak ditetapkan sebagai terlindung. \"Pengacara kan punya kepentingan sendiri untuk kliennya, dan itu haknya pengacara tetapi pernyataan Pak Hotman tidak akan memengaruhi kinerja LPSK,\" jelasnya.Dalam prosesnya, kasus yang cukup menyita perhatian publik tersebut bisa saja LPSK mendatangi langsung tersangka mantan kepala Polres Bukittinggi, Sumatera Barat, tersebut untuk menginvestigasi dan melakukan asesmen. \"Karena nama yang diajukan itu AKBP Doddy tentu kami akan menemui yang bersangkutan,\" ujarnya.Terakhir, Suroyo mengatakan belum mengetahui banyak apakah kasus dugaan transaksi jual beli narkoba itu murni perintah atasan atau hal lainnya.Namun, informasi dari pengacara Prawiranegara mengatakan, kliennya hanya mendapatkan perintah dari atasan. Untuk menguji kesahihannya maka perlu dilakukan investigasi mendalam.(Ida/ANTARA)

Timsus Siber Bareskrim Menerima Tiga DVR CCTV Kosong

Jakarta, FNN - Kompol Aditya Cahya Sumonang mengatakan Tim Khusus (Timsus) Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menerima tiga digital video recorder (DVR) kamera pengawas (CCTV) kosong dari pihak penyidik Polres Jakarta Selatan.Aditya, saksi dalam persidangan kasus perintangan keadilan (obstruction of justice) dengan terdakwa Brigjen Pol. Hendra Kurniawan dan Kombes Pol. Agus Nur Patria, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis, mengatakan tidak menemukan data elektronik apa pun dalam DVR CCTV yang merekam bukti kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. \"Bahwa tiga unit DVR yang diserahkan oleh penyidik Polres Jakarta Selatan itu semuanya tidak ditemukan data elektronik apa pun,\" kata Aditya.Terungkapnya DVR CCTV kosong pada Agustus lalu itu bermula ketika Timsus Siber Bareskrim Polri mendapat informasi dari Kompol Heri, ahli pemeriksa barang bukti digital, yang merupakan anggota Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Polri mengenai penyerahan DVR CCTV dari Polres Metro Jakarta Selatan.\"Kami mendapat informasi dari senior kami, kebetulan yang melakukan pemeriksaan Kompol Heri, senior kami,\" tambah Aditya.Dengan adanya informasi itu, timsus kemudian langsung melakukan pendalaman dengan mendatangi lokasi kejadian di Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, tempat kejadian perkara pembunuhan Brigadir Yosua di rumah dinas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri yang saat dijabat Irjen Pol. Ferdy Sambo.Selanjutnya, pada 9 Juli, timsus meminta keterangan petugas keamanan Komplek Polri Duren Tiga Marzuki. \"Kami melakukan wawancara langsung dengan Pak Marzuki yang memberikan informasi kepada kami \'Pak ini dus-nya (kardus) masih ada\',\" ucapnya.Dari situ, kemudian diketahui ada anggota Polri yang telah mengambil DVR CCTV di pos keamanan Komplek Polri Duren Tiga dan mengganti dengan DVR baru.Selain dibenarkan Marzuki, penggantian DVR dengan yang baru itu juga dikonfirmasi dengan pencocokan antara nomor seri DVR yang disita menjadi barang bukti dan kardus DVR lama yang masih disimpan Marzuki.Namun, menurut Aditya, Marzuki mengaku tidak mengetahui siapa anggota Polri yang telah mengganti DVR CCTV tersebut karena petugas keamanan yang berjaga di pos sekuriti Komplek Polri Duren Tiga saat itu adalah Abdul Zapar.\"Kami yakin bahwa di pos sekuriti itu sudah menggunakan DVR baru. Itu dibenarkan oleh Pak Marzuki bahwa DVR itu baru dipasang 9 Juli, yang sebelumnya mereknya beda, ia masih mengenali merek yang sebelumnya,\" tutur Aditya.Saat menyidik perkara obstruction of justice penyidikan kasus pembunuhan Brigadir Yosua, DVR CCTV yang hilang tersebut menampilkan potongan rekaman dengan durasi dua jam mulai pukul 16.00 hingga 18.00 WIB pada 8 Juli 2022. Hal itu berdasarkan barang bukti hard disk eksternal yang disita dari terdakwa lain, yakni Kompol Baiquni Wibowo.Rekaman DVR CCTV tersebut, tambah Aditya, memuat informasi penting berupa isi rekaman di pos sekuriti mengarah ke rumah Ferdy Sambo yang memperlihatkan kedatangan Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, beserta Brigadir Yosua yang saat itu masih hidup.\"Memperlihatkan pada saat kedatangan ibu PC (Putri Candrawathi), pada saat kedatangan Pak Ferdy Sambo, bahkan di situ sempat memperlihatkan bahwa Yosua masih ada,\" jelas Aditya.Selain itu, dalam kesaksiannya, Aditya juga mengatakan bahwa CCTV di Komplek Polri Duren Tiga tersambar petir. Dia mendalami hal itu karena mendapat informasi bahwa CCTV tersebut tersambar petir.\"Ternyata memang benar, Pak. Jadi, untuk tersambar petir itu kameranya, bukan DVR-nya; (DVR) tidak terganggu, menurut keterangan Pak Marzuki tidak terganggu,\" ujar Aditya.Hendra Kurniawan dan Agus Nur Patria merupakan dua dari tujuh terdakwa kasus perintangan keadilan terhadap penyidikan pembunuhan Brigadir Yosua. Lima terdakwa lain adalah Ferdy Sambo, Kompol Baiquni Wibowo, AKBP Arif Rachman Arifin, Kompol Chuck Putranto, dan AKP Irfan Widyanto.Hendra dan Agus didakwa dengan Pasal 49 jo Pasal 33 subsider Pasal 48 Ayat (1) jo Pasal 32 Ayat (1) UU Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 233 subsider Pasal 221 Ayat (1) ke-2 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (Ida/ANTARA)

Waspada! Ada Penipuan Bermodus Perekrutan Karyawan Pegadaian

Balikpapan, FNN - Humas PT Pegadaian Wilayah IV Balikpapan yang membawahkan Pegadaian se-Kalimantan, Fariz Fauzan, mengimbau masyarakat untuk berhati-hati terhadap upaya penipuan yang mengatasnamakan direksi yang beredar akhir-akhir ini. “Saat ini beredar upaya penipuan rekrutmen karyawan yang mengatasnamakan Direktur Utama, Damar Latri Setiawan,\" kata Fauzan.Adapun modusnya adalah dengan mengirimkan undangan penerimaan calon karyawan baru untuk mengikuti tahapan seleksi di Jakarta. Selanjutnya mereka diminta mentransfer sejumlah uang untuk biaya transportasi dan penginapan. \"Informasi ini jelas palsu mengingat dalam setiap rekrutmen karyawan, para pelamar tidak dipungut biaya apapun,” kata dia. Lebih lanjut ia juga menuturkan bahwa saat ini juga beredar nomor Telegram dan WhatsApp palsu, di mana melalui nomor itu ada yang mengaku sebagai Direktur Pemasaran dan Pengembangan Produk, Elvi R Hidayah. Melalui nomor ini pelaku menawarkan barang-barang yang diklaim sebagai lelang dari Pegadaian.“Perlu saya sampaikan bahwa sejalan dengan penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik seluruh Insan Pegadaian dilarang melakukan bisnis pribadi yang berkaitan dengan bisnis perusahaan. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya konflik kepentingan bagi para pihak.Proses lelang dilakukan melalui proses resmi yang dilakukan di outlet-outlet Pegadaian, bazar atau pameran yang digelar Pegadaian.”Dalam hal ini, direktur utama tidak menangani proses rekrutmen karyawan. Begitu pula Direktur Pemasaran dan Pengembangan Produk tidak melakukan transaksi langsung dalam proses lelang barang jaminan. Oleh karena itu masyarakat diminta untuk hati-hati apabila mendapatkan informasi senada.Ia mengharapkan agar masyarakat hati-hati dan waspada, serta melakukan konfirmasi melalui outlet Pegadaian terdekat, pusat panggilan 1500569 atau WhatsApp resmi 08111500569 bila ada hal-hal yang mencurigakan tersebut.(Ida/ANTARA)

Marak Kasus Ginjal Anak, Partai Buruh Akan Gelar Aksi di Kemenkes

 Jakarta, FNN – Partai Buruh dan Serikat Buruh akan menggelar demonstrasi di kantor Kementerian Kesehatan. Menurut Presiden Partai Buruh yang juga Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, dalam siaran persnya pada Selasa (16/10/2022), mereka menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Kementerian Kesehatan pada Jumat (28/10/2022) pukul 10.00 WIB. Aksi unjuk rasa itu adalah bentuk protes dan keprihatinan atas maraknya kasus gagal ginjal akut pada anak yang telah menelan 143 korban tewas. Partai Buruh juga mendesak tanggung jawab kepada seluruh institusi atau fasilitas kesehatan di dalam negeri dan membentuk tim pencari fakta untuk mengungkap apa yang terjadi. “Kami minta agar dibentuk tim nasional pencari fakta terhadap melayangnya 143 nyawa anak anak,” ujar Said Iqbal. Partai Buruh dan organisasi Buruh juga mendesak agar Menteri Kesehatan  Budi Gunadi Sadikin dan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito untuk mengundurkan diri. “Ini ada ratusan nyawa melayang, tetapi mereka yang bertanggungjawab seperti tidak merasa bersalah,” tegasnya. (Rac)

Kate Victoria Lim Tanya Jaksa Agung Terkait Proses Hukum KTP Ganda di Kanal Uya Kuya

Jakarta, FNN – Kate Victoria Lim gadis 15 tahun, anak pengacara Alvin Lim,  ketika diwawancarai Uya Kuya menyampaikan keluh-kesah dan aspirasinya terkait penegakan hukum di Indonesia. Hal ini imbas dari ditahannya Alvin Lim dari dugaan \'ikut serta\' memalsukan KTP.  Dalam podcast Uya Kuya, Kate mempertanyakan kenapa hal yang sama terkait dugaan KTP palsu atas nama ST Burhanudin dengan 3 tahun lahir berbeda,  justru tidak pernah diproses atau diselidiki oleh pihak berwenang padahal, Alvin Lim sudah membuat laporan resmi ke Jamwas terkait KTP aspal milik Jaksa Agung ini. Kate mempertanyakan kenapa ada perbedaan penanganan kasus dugaan KTP palsu yang digunakan oleh Jaksa Agung? “Aneh, pejabat negara ditanyakan perihal dugaan KTP palsu, bukan dijawab/ klarifikasi, malah dikriminalisasi oleh oknum aparat? Ayah saya divonis 4,5 tahun untuk kerugian 6 juta perak, sedangkan Pinangki terima gratifikasi milyaran, hanya vonis 4 tahun. Apakah Adil?” tanyanya. Kate Victoria Lim menjelaskan bahwa ini bukan pertama kalinya, ayahnya dikriminalisasi. Sebelumnya juga Alvin Lim sempat ditahan 9 bulan atas sangkaan penculikan anak. Padahal Alvin Lim hanya mengambil Kate, anak kandungnya sendiri dari rumah orang lain. Alvin Lim yang terkenal vokal, disebut Dahlan Iskan sebagai pengacara paling berani menghajar polisi dan jaksa serta membela masyarakat yang menjadi korban investasi bodong. Prestasinya antara lain, mengawal kasus Indosurya hingga Henry Surya ditahan. Bahkan, berani membongkar modus P19 mati Kejaksaan yang sempat membuat Henry Surya lepas demi hukum. Kate Victoria Lim, selaku putri tunggal Alvin Lim, sejak ayahnya ditahan mulai aktif bersuara meneriakan keadilan. Bahkan ikut dalam orasi di depan gedung MA dan Kejagung meminta agar ayahnya dibebaskan. Karena menjadi korban kriminalisasi. Gerakan Alvin Lim dan Kate Victoria Lim mendulang dukungan masyarakat luas yang mayoritas merasakan dampak buruknya penegakan hukum di Indonesia. (mth/*)

Ridwan Kamil Intens Bertemu dengan Partai Golkar

Bandung, FNN - Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat Ace Hasan Syadzily mengatakan bahwa pihaknya sudah melakukan pertemuan intens dengan Gubernur Jabar M. Ridwan Kamil meski yang bersangkutan masih meminta waktu untuk memutuskan masuk Partai Golkar pada saat yang tepat.  \"Kang Emil (Ridwan Kamil) masih minta waktu untuk berpikir akan bergabung dengan Partai Golkar. Saya pun masih menunggu waktu yang pas berbicara dengan dengan Kang Emil soal kelanjutan dari beberapa pembicaraan beberapa kali pertemuan dengan beliau,\" kata Ace Hasan Syadzily dalam keterangan tertulisnya di Bandung, Kamis.  Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) merespons hasil survei Litbang Kompas menunjukkan elektabilitas Gubernur Jabar M. Ridwan Kamil di bursa Pilpres 2024 mengalami kenaikan signifikan.  Dalam survei Litbang Kompas memisahkan kandidat capres dengan elektabilitas di atas 10 persen dan di bawah 10 persen, Ridwan Kamil menduduki puncak pada kategori di bawah 10 persen.  Litbang Kompas menunjukkan elektabilitas Ridwan Kamil melejit mencapai 8,5 persen, sementara tokoh lainnya berada di bawah 3 persen. Hal ini , menurut dia, terkait dengan sinyal M. Ridwan Kamil yang bakal mengumumkan partai politik pilihannya di akhir tahun 2022.  Sinyal kuat Ridwan Kamil untuk masuk Golkar, kata dia, sebetulnya sudah terlihat saat perayaan puncak HUT Ke-58 Partai Golkar di Jakarta Pusat. Saat itu Ketua Umum (Ketum) Partai Golkar Airlangga Hartarto menyapa Kang Emil sembari melempar kode batik kuning.  Ace mengatakan bahwa Partai Golkar menjadi salah satu partai politik yang menjadi pertimbangan Ridwan Kamil sebagai perahu barunya pada tahun 2024. \"Yang jelas bahwa Kang Emil ada keinginan untuk bergabung dengan partai politik, salah satunya adalah Partai Golkar,\" kata Ace.  Di sisi lain, elektabilitas Ridwan Kamil saat ini mulai naik berdasarkan survei Litbang Kompas terbaru. Walaupun punya potensi itu, Partai Golkar masih konsisten untuk mengusung Ketum Airlangga Hartanto sebagai capres pada Pemilu 2024. \"Hingga saat ini Partai Golkar masih konsisten mendorong Pak Airlangga Hartarto sebagai capres dari Partai Golkar. Tidak ada nama yang lain,\" kata dia. (Ida/ANTARA)

Era Meritokrasi Pemilu 2024 Anies Antitesa Jokowi

Tentu pada 2024 nanti suksesi kepemimpinan akan beda dengan 2019, sebab pertarungan kepentingan akan sangat tajam dan akan menghalalkan segala cara. Sebab ini soal hidup matinya kelompok oligarki bisa jadi keris Empu Gandring akan mewarna perhelatan perebutan kekuasaan. Oleh: Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila PILPRES masih tahun 2024. Ketika ada partai yang mendeklarasikan calon Presidennya, partai besar PDIP menyoroti langkah Partai NasDem yang telah mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden atau Capres 2024. Langkah NasDem sebagai partai koalisi pemerintah itu dinilai PDIP tak sesuai etika politik yang diharapkan, karena Anies selama ini diketahui memiliki pandangan berbeda dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Dalam politik itu tidak ada kawan atau lawan yang abadi, yang ada hanya kepentingan yang abadi. Pandangan politik berbeda ya memang harus berbeda dan itu sudah menjadi kehendak rakyat. Mengapa, sebab rakyat ingin kembali pada tujuan berbangsa dan bernegara yang sesuai dengan cita-cita negara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Menjadi ribut di koalisi pendukung PDIP ketika ada yang mengatakan Anies adalah antitesa Jokowi. Mengapa harus baper dan langsung marah, bukannya kontestasi pilpres itu adu konsep menawarkan apa yang dikehendaki rakyat? Bahkan harusnya memang calon bisa menawarkan antitesa dari Inkamben, misal selama ini banyak janji-janji yang tidak ditepati ya antitesanya buat janji- janji yang ditepati, selama ini diatur oleh oligarki, ya buat antitesanya negara ini merdeka tidak tergantung oligarki. Utang yang sudah menggunung ya buat antitesanya tidak lagi hutang yang sembrono. Menjual aset-aset negara seperti PLN ya buat antitesanya bahwa pemerintah berdaulat atas energi, korupsi yang merajalela ya antitesisnya korupsi dihabisi sampai keakar-akarnya. Kepolisian yang sudah berada di titik nadir ya buat antitesanya supaya Kepolisian bermartabat. Memperbaiki negeri ini dari keterpurukan perlu antitesa untuk meluruskan kesalahan-kesalahan yang selama ini terjadi. Pada Pilpres 2024 sudah saatnya politik Indonesia berubah, pemimpin harus terapkan Meritokrasi tidak lagi karena KKN, atau dinasti politik, dan asal-usul tidak jelas rekam jejaknya. Pemimpin harus terukur dan mempunyai kemampuan yang bisa ditelusuri rekam jejaknya. Istilah Meritokrasi (merit, dari bahasa Latin: mereō; dan krasi, dari bahasa Yunani Kuno: κράτος kratos, \'kekuatan, kekuasaan\') adalah sistem politik yang memberikan kesempatan kepada seseorang untuk memimpin berdasarkan kemampuan atau prestasi, bukan kekayaan atau kelas sosial. 1. Kemajuan dalam sistem seperti ini didasarkan pada kinerja, yang dinilai melalui pengujian atau pencapaian yang ditunjukkan. 2. Meskipun konsep meritokrasi telah ada berabad-abad lamanya, istilah ini sendiri diciptakan pada tahun 1958 oleh sosiolog Michael Dunlop Young dalam buku distopia politik dan satirenya yang berjudul The Rise of the Mercy. Bangsa ini tidak bisa lagi dipimpin dengan pemimpin yang tidak jelas rekam jejaknya dan harus berani menegakkan kebenaran terhadap apa yang sudah menjadi kesepakatan pendiri negara bangsa ini yaitu Pancasila dan UUD 1945 asli. Saya sering dengar pidato Aneis Baswedan yang mengatakan bahwa hutang kita mewujudkan keadilan sosial bagi rakyat Indonesia. Pernyataan sepert ini tidak sederhana, sebab mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia tak mungkin diletakkan pada sistem Individualisme, Liberalisme, dan Kapitalisme. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan antitesa dari Individualisme, Liberalisme, dan Kapitalisme. Artinya, tidak ada jalan lain mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia kalau tidak kembali pada Pancasila dan UUD 1945 yang asli. Artinya, sistem MPR harus dikembalikan MPR menjadi lembaga tertinggi negara, dengan GBHN-nya dan presiden mandataris MPR. Tentu pada 2024 nanti suksesi kepemimpinan akan beda dengan 2019, sebab pertarungan kepentingan akan sangat tajam dan akan menghalalkan segala cara. Sebab ini soal hidup matinya kelompok oligarki bisa jadi keris Empu Gandring akan mewarnai perhelatan perebutan kekuasaan. Antara Pendawa dan Kurawa, antara kaum akal sehat melawan akal dengkul. Tetapi saya yakin bahwa era kengawuran dan pengkhianatan terhadap negara proklamasi akan berakhir. Allah akan turun tangan, sebab negara ini didirikan berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa dan didorongkan oleh keinginan luhur, didirikan, dan dipertahankan dengan resolusi jihad yang penuh dengan panjatan doa-doa para ulama sesepuh bangsa ini. Tentu Allah tidak akan membiarkan negara ini hancur-lebur. (*)

Operasi Intelijen di Muhammadiyah dalam Muktamar Agar Jangan Memilih Pengurus yang Kritis pada Rezim

Oleh: Moh. Naufal Dunggio, Ustadz Kampung dan Ketua LDK PWM DKI DI setiap Ormas pasti ada operasi intelijen jika mau Muktamar atau semisal dengan itu agar tidak mengakomodir para pengurus Muhammadiyah yang kritis pada pemerintah. Operasi intelijennya diantara lain mulai mengumpulkan beberapa peserta di beberapa propinsi yang akan ikut Muktamar kemudian di-briefing oleh pengurus pusat yang jadi kacung penguasa agar para peserta jangan memilih pengurus lama yang kritis pada rezim penguasa yang suka menangkap Ulama. Para pengurus pusat yang diincar itu saat ini, yakni diantara lain Ayahanda Anwar Abbas, Ayahanda Busro Muqoddas, Ayahanda KH Muhyidin Junaidi, dan Ayahanda Dahlan Rais (adik dari Amin Rais). Untung di Muhammadiyah pakai sistem Kolektif Kolegial. Jadi kelompok yang akan intervensi di Muhammadiyah gak bisa bermain. Sebagaimana mereka suka bermain dalam pemilihan ketum dan pengurus Ormas lain. Para penghamba penguasa itu hanya bisa seperti di atas itu. Main di tiap-tiap provinsi berkolaborasi dengan pengurus yang bisa dijadikan alat penguasa untuk menyingkirkan mereka-mereka yang tidak disukai rezim laknatullah. Yah kalau para kader Muhammadiyah bila gak sayang pada Muhammadiyah maka akan ikut saja apa yang dimauin rezim. Bagi mereka slogan Hidup-Hidupkan Muhammadiyah Jangan Cari Hidup di Muhammadiyah gak berlaku lagi. Yang ada banyak-banyak cari jabatan di Muhammadiyah agar bisa numpang hidup di Muhammadiyah. Kalau itu yang terjadi maka ke depan Muhammadiyah akan jadi Fosil hanya enak jadi bahan cerita pernah ada Ormas yang sangat kaya dengan AUM (Amal Usaha Muhammadiyah)-nya yang bejibun tapi diurus oleh orang-orang yang gak amanah. Kita tulis ini karena kita kader sejak dari rahim ibu kita yang dulu dari NA sampai \'Aisyiyah. Jadi kita gak mau Muhammadiyah jadi Bancakan orang-orang yang tamak dan rakus numpang hidup di Muhammadiyah. Kita Bukan Ormas Anti Pemerintah. Pemerintah itu wajib dibantu agar tidak salah jalan dalam membawa bahtera NKRI. Salah satu cara membantu itu dengan menghidupkan Budaya Kritis. Supaya kelihatan di Muhammadiyah kita punya Otak karena suka berdebat dengan argumen bukan dengan sentimen. Mari kita tunjukkan kepada pencinta rezim laknat bahwa kita gak bisa dibeli dan diatur dengan cara memilih suara terbanyak pada orang-orang yang gak disukai rezim. Ada anak muda potensial yang telah jadi Profesor yang bisa jadi Nakhoda Baru di Muhammadiyah yakni Prof. Dr. H. Abdul Mukti, MA. Muhammadiyah harus di-reshuffle. Pengurus yang sudah tua-tua yang sudah udzur silakan Mundur. Berikan kesempatan Kader Muda yang belum Terkontaminasi dengan rezim laknat. Selamat bermuktamar. Jangan sampai kita kehilangan JATI DIRI kita sebagai warga persyerikatan. Nasrum Minallah wa Fathun Qoriib. Wallahu A\'lam ... KiranaRSCM, 271022. (*)

Menempa Daya Muda

Dengan menggali modal sejarah, kita bisa bercemin bahwa peristiwa Sumpah Pemuda bisa dilukiskan sebagai ekspresi pembongkaran kreatif (creative destruction). Oleh: Yudi Latif, Cendekiawan Muslim, Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia INDONESIA tanpa komitmen memberdayakan kaum muda ibarat pohon melupakan akarnya. Menulis dalam majalah pengobar kemajuan, Bintang Hindia (volume no. 14/1905: 159), Abdul Rivai mendefinisikan “kaum muda” sebagai “semua orang Hindia [muda atau tua] yang tak lagi berkeinginan untuk mengikuti aturan kuno, namun sebaliknya bersemangat untuk mencapai rasa percaya diri melalui pengetahuan dan ilmu”. Munculnya istilah “kaum muda” sendiri merefleksikan usaha intelektual dari kaum inteligensia baru untuk menemukan batas imajiner antara diri mereka dengan aristokrasi tua dengan cara mengkonstruksi penanda beda bagi kedua kelompok tersebut. Anggota bangsawan “tua” disebut “bangsawan usul”, sedangkan anggota bangsawan “muda” disebut “bangsawan pikiran”. Pada terbitan pertama majalah yang sama tahun 1902, Rivai mengingatkan bahwa demi kemajuan, “Tak perlu memperpanjang perbincangan kita mengenai ‘bangsawan usul’ karena kemunculannya memang telah ditakdirkan.... Saat ini, pencapaian dan pengetahuan-lah yang akan menentukan posisi seseorang. Inilah situasi yang melahirkan munculnya ‘bangsawan pikiran’.” Kedua jenis bangsawan itu lantas dipertautkan dengan komunitasnya masing-masing. Pengikut “bangsawan usul” diasosiasikan dengan komunitas “kaum tua” atau “kaum kuno”, sedangkan penganjur “pikiran” diasosiasikan dengan komunitas “kaum muda”. Dalam perkembangannya, istilah kaum muda digunakan secara luas dalam liputan media dan wacana pendukung bangsawan pikiran. Sebuah usaha merepresentasikan identitas kolektif dari mereka yang memiliki kesamaan tekad untuk memperbaharui masyarakat Hindia melalui jalur keilmuan-kemajuan. Sejak itu, istilah kaum muda atau pemuda selalu dirapatkan dengan kualitas pengetahuan/keterpelajaran seperti tercemin dalam kemunculan entitas “pemuda-pelajar”. Istilah Belanda ‘jong’, yang kerap digunakan untuk menamai satuan-satuan organisasi pemuda-pelajar pada dekade awal abad ke-20, tidak merujuk pada sembarang pemuda, melainkan memiliki konotasi khusus pada “yang muda-yang terpelajar-yang berilmu”. Jenis pemuda macam inilah yang kemudian melahirkan “Sumpah Pemuda” pada 28 Oktober 1928, sebagai tonggak penciptaan kebangsaan Indonesia. Peringatan Sumpah Pemuda menjadi momen pengingat bahwa pada awal pertumbuhan gagasan ke-Indonesia-an, kaum muda-lah yang menjadi inisiator, pemimpin, sekaligus pelaksana politik kebangsaan. Adapun politik dalam kesadaran pemuda terpelajar ini adalah politik akal-budi untuk mengupayakan resolusi atas problem-problem kolektif (kaum terjajah) melalui pengikatan solidaritas kekitaan dan pemenuhan kebajikan publik. Peluang dan Ancaman Dengan cetakan dasar ke-Indonesia-an seperti itu, usaha apa pun untuk memancangkan kembali marwah bangsa ini harus mempertimbangkan fitrah perjuangan emansipasi berbasis daya muda dan daya pengetahuan. Kesadaran akan pentingnya usaha merevitalisasi daya muda dan daya pengetahuan itu menemukan kembali relevansinya dalam usaha Indonesia menghadapi tantangan masa kini. Berdiri awal dekade kedua abad ke-21, di tengah dunia yang baru beringsut dari cengkraman pandemi Covid-19, seperti deja vu yang menyerupai latar peristiwa Sumpah Pemuda. Berakhirnya Perang Dunia I, suasana kehidupan di Hindia Belanda memasuki masa krisis dan katastrofi yang akut. Hal itu ditandai oleh ambruknya kehidupan perekonomian, krisis industrial dan krisis pangan, akibat disrupsi perang, bersamaan dengan cengkraman pandemi influenza (1918-1920) yang memakan korban kematian sekitar 4,6 juta jiwa.  Krisis perekonomian membuat pemerintahan kolonial mengetatkan ikat pinggang, dengan menguatkan tindakan represif. Suasana demikian justru membangkitkan semangat perlawanan dari minoritas kreatif kaum muda untuk menyatukan berbagai gugus perjuangan ethno-nationalism ke dalam suatu blok historis bersama, dengan menciptakan komunitas imajiner (civic-nationalism) baru bernama Indonesia. Sumpah Pemuda menjadi monumen kesadaran kebangsaan baru, yang telah membuka jalan bagi kemerdekaan Indonesia. Bila kaum muda terpelajar pada masa kolonial mampu merespon tantangan zamannya, sanggupkah kaum muda masa kini merespon tantangan zaman baru? Untuk itu, kita perlu memiliki bayangan ke mana pendulum sejarah kehidupan dunia bergerak pasca pandemi Covid-19.  Salah satu skenario yang bisa kita rujuk adalah pandangan Peter Zeihan dalam buku, The End of the World is Just the Beginning (2022). Menurutnya, perkembangan globalisasi dalam beberapa dekade terakhir sebenarnya dipicu oleh kepentingan Amerika Serikat untuk melumpukan Uni Soviet selama perang dingin,  melalui aliansi strategis dengan berbagai negara lintas-benua. Untuk itu, Amerika Serikat telah menawarkan bantuan keamanan, investasi, infrastruktur teknologi, finansial dan pasar global. Rantai pasokan berskala global dimungkinkan karena proteksi angkatan laut AS. Dolar AS menopang pasar finansial dan internasionalisasi energi. Komplek-komplek industri inovatif tumbuh untuk memuaskan konsumen AS. Kebijakan keamanan AS menekan negara-negara bersengketa untuk melucuti senjata. Miliaran orang memperoleh makanan dan pendidikan berkat sistem perdagangan global yang dipimpin AS. Berkat semua itu, globalisasi merebak dengan membuat segala hal jadi lebih cepat, lebih baik, lebih murah. Dengan berakhirnya perang dingin, AS kehilangan kepentingannya untuk mempertahankan itu. Kecuali bila AS terlibat perang langsung dengan negara-negara adidaya baru, pendulum sejarah akan berbalik arah menuju de-globalisasi. Tandanya mulai dicanangkan pada era pemeritahan Donald Trump: “America First”. Dan keterisolasian berbagai negara semasa pandemi covid-19 yang lalu mempercepat proses ke arah itu. Bila era deglobalisasi menjadi kenyataan, negara dan kawasan tak memiliki pilihan lain kecuali membuat barang sendiri, menanam makanan sendiri, memenuhi energi sendiri, bertempur dengan senjata sendiri, dan mengerjakan semua itu dengan penduduk dan sumberdayanya sendiri. Dalam menghadapi perkembagan tersebut, Indonesia memiliki peluang dan ancaman. Secara geografis, Indonesia berada di kawasan strategis sebagai gerbang menuju pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru di Asia Timur dan India, sekaligus batu loncatan menuju pusat ketegagan geopolitik global di masa depan. Secara demografis, Indonesia beruntung memiliki struktur penduduk bercorak muda; bisa terhindar dari problem negara-negara Eropa dan Asia Timur yang mengalami proses penuaan (aging). Kita juga memiliki keanekaragaman sumberdaya sebagai sumber rantai pasok bagi industri sendiri. Tantangan terbesar yang kita hadapi adalah rendahnya modal manusia (human capital). Padahal, berdasarkan pengalaman gerak maju lintas-negara, kendati faktor terwariskan (geografi, demografi, geologi, sumberdaya alam) bisa berkontribusi terhadap kemajuan, faktor yang paling menentukan adalah modal manusia. Alhasil, bila Indonesia gagal membangun kualitas hidup dan kapabilitas manusia, maka di negeri yang begitu strategis dan kaya potensi sumberdaya ini, kelimpahan penduduk muda tak akan menjadi bonus demografi lagi, melainkan bencana demografi. Apa yang Harus Dilakukan? Untuk bisa merespon tantangan tersebut, kita perlu melakukan perubahan konsepsi pembangunan dengan menyadari kembali khitah ke-Indonesia-an. Seperti kebangkitan nasional di masa lalu yang dikobarkan kaum terpelajar sebagai produk pembangunan kualitas manusia, begitu pun peta jalan kemajuan Indonesia masa kini. Pembangunan tak boleh hanya dipahami sebatas pembangunan infrastruktur fisik dan indikator perekonomian kuantitatif (PDB, pendapatan per kapita, dan sejenisnya). Pembangunan itu pada hakekatnya harus dipahami sebagai usaha untuk meningkatkan kualitas hidup. Kalau kita bicara kualitas hidup, kata kuncinya adalah kapabilitas dan keberfungsiannya dalam memecahkan problem riil masyarakat. Dan kalau kita bicara kapabilitas dan keberfungsian, tumpuan utamanya adalah pendidikan dengan dukungan sistem politik dan sistem perekonomian yang kondusif. Pendidikan baik dapat meningkatkan kapabilitas manusia dengan keunggulan dalam pengetahuan, keterampilan-tata kelola, dan karakter, yang dapat menumbuhkan pribadi baik sekaligus warga negara dan warga dunia yang baik. Dalam kaitan itu, Ray Dalio (2021) mengingatkan bahwa  sepanjang sejarah peradaban, kemakmuran suatu bangsa ditentukan oleh kemampuannya menghadirkan suatu sistem yang di dalamnya orang-orang berpendidikan baik bisa bekerja sama secara damai, dengan penghormatan terhadap hukum, peraturan dan ketertiban masyarakat, hingga dapat melahirkan berbagai inovasi dan produktivitas yang melambungkan kesejahteraan. Sistem demikian bisa terlahir dalam kehadiran negara yang sehat. Negara yang memiliki kepemimpinan kuat dan kapabel dengan tata kelola pemerintahan yang baik dan kehadiran warga sipil yang bisa dikelola akan lebih memiliki daya resiliensi dan responsi  daripada negara yang tak memiliki kualitas tersebut. Negara yang lebih inventif akan lebih makmur dan lebih mampu beradaptasi dengan berbagai perubahan dan tantangan ketimbang negara yang kurang inventif. Politik Kebudayaan Gerak maju pembangunan berbasis kapabilitas manusia memerlukan transformasi paradigmatik dari pendekatan politik dan ekonomi sebagai panglima menuju budaya sebagai panglima. Kebudayaan harus menjadi dasar dan haluan pembangunan yang dibudayakan di jantung pendidikan. Seperti diingatkan Bung Hatta, apa yang diajarkan dalam pendidikan adalah kebudayaan, sedang pendidikan sendiri adalah proses pembudayaan – melalui olah pikir, olah rasa, olah karsa dan olah raga, yang dapat berfungsi optimal dalam kehadiran lingkungan tata nilai, tata kelola, dan tata sejahtera yang baik. Dalam usaha itu, strategi kebudayaan dituntut melakukan reorientasi pada dimensi mitos (keyakinan), logos (pengetahuan) dan etos (karakter kejiwaan).  Pada dimensi mitos, kita harus menyangkal mitos yang memandang status quo senioritas, kekayaan dan keturunan sebagai  ukuran kehormatan dan tumpuan kemajuan.  Mitos baru harus dimunculkan dengan mempercayai kualitas manusia dan kapasitas kaum muda sebagai ukuran kehormatan dan agen perubahan.  Seiring dengan itu, kaum muda sendiri diharapkan dapat menyelamatkan kepercayaan rakyat kepada Republik, dengan mengembalikan politik pada khitahnya sebagai seni untuk mewujudkan kemaslahatan bersama (common good). Seiring dengan itu, mitos lama yang mempercayai bahwa kemenangan suatu golongan harus dibayar oleh kekalahan golongan lain mesti diganti dengan mitos baru yang mempercayai keutamaan berbagi kebahagiaan dengan merayakan kemenangan secara bersama. Potensi kekayaan dan keragaman Indonesia tak boleh dibiarkan terus dikuasai secara eksklusif dan berjalan dalam situasi “plural-monokulturalisme”, tanpa kesediaan saling berbagi dan berinteraksi. Harus diciptakan wahana yang dapat menguatkan semangat persatuan dalam perbedaan (bhinneka tunggal ika), lewat perluasan jaring-jaring konektivitas (perjumpaan) dan inklusivitas (kesetaraan dan keadilan), yang dapat mengatasi prasangka dan kecembuan sosial dan memperkuat rasa saling percaya, serta menghasilkan  persenyawaan yang unggul dan produktif . Pada dimensi logos, pengukuhan kembali kekuatan ilmu sebagai ukuran kehormatan terasa penting ketika daya pikir (bangsawan pikiran) mulai direndahkan kembali oleh “kebangsawanan usul” baru, dalam bentuk oligarki-plutokrasi, politik dinasti, dan popularitas “tong kosong”, yang membawa mediokritas dalam berbagai bidang kehidupan. Dengan merajalelanya mediokritas, etos kreatif dan ekonomi inovatif sebagai basis kemakmuran dan daya saing bangsa tak memiliki topangan yang kuat. Jika bangsa ini hendak merestorasi elan vitalnya, seperti yang pernah dihidupkan oleh pemuda pelopor di masa lalu, tak ada jalan lain bahwa modal pengetahuan dan pemahaman (logos) perlu ditingkatkan dengan memperbaiki sistem pembelajaran sosial secara kolektif (collective social learning). Bahwa kemajuan dan kesejahteraan rakyat harus dipandang sebagai hasil dari proses belajar sosial, melalui kesetaraan kesempatan (opportunities) dan kebebasan (freedom) bagi siapa pun untuk belajar mengembangkan diri dan meraih apa yang dilihat seseorang secara reflektif sebagai sesuatu yang bernilai. Untuk memberi lingkungan yang kondusif bagi penguatan modal pengetahuan, praksis demokrasi harus kembali dipimpin oleh orientasi etis ‘hikmat/kebijaksanaan yang memuliakan nalar-pengetahuan dan kearifan. Seturut degan itu, selain perlu penguatan sistem pendidikan inklusif, dunia pendidikan juga diharapkan menjadi wahana penumbuhan budaya demokrasi dan kompetensi kewargaan (civic competence). Harus dicegah proses pendidikan yang mengarah pada eksklusivisme dan segregasi sosial. Kapitalisasi dunia pendidikan harus dibatasi dengan meneguhkan kembali standar meritokrasi di atas daya beli. Pada dimensi etos, perlu ada transformasi karakter untuk membebaskan bangsa dari perbudakan mental dan mentalitas budak yang kurang memiliki daya kemandirian, suka eker-ekeran mempertentangkan hal remen-temeh dengan mudah terpukau pada gebyar lahir ketimbang isi batin. Terkait hal ini, energi kaum muda harus diarahkan untuk memperkuat etos kejuangan. Meski minoritas kreatif masih tumbuh, energi etos kaum muda hari ini banyak terkuras oleh kecenderungan mental menerabas, keguyuban kekerasan dan permusuhan, serta kecenderungan menutupi kemalasan dan melempar tanggung jawab dengan menyalahkan pihak lain. Demi kebahagiaan dan kemajuan bersama, etos negatif tersebut harus diganti dengan etos solidaritas, etos mandiri, etos kerja dan etos kreatif sesuai dengan bakat dan karakter masing-masing. Dengan menggali modal sejarah, kita bisa bercemin bahwa peristiwa Sumpah Pemuda bisa dilukiskan sebagai ekspresi pembongkaran kreatif (creative destruction). Menerobos kecenderungan kejumudan, serba ragu, konformis, status kita tangkap api Sumpah Pemuda sebagai ekspresi pembongkaran kreatif (creative destruction). Menerobos kecenderungan kejumudan, serba ragu, konformis, status quois dan parokialis dari kaum tua, para pemuda-pelajar, umumnya berusia di bawah 30 tahun, datang dengan ilmu dan etos kreatif. Etos kreatif ini, seperti dilukiskan Margaret Boden dalam The Creative Mind (1968), bersendikan kepercayaan diri dan kesanggupan menanggung risiko, sehingga memiliki keberanian untuk mendekonstruksi bangunan lama demi konstruksi baru yang lebih baik. Itulah trayek kebangkitan bangsa di masa lalu, itu pula trayek kebangkitan bangsa menuju masa depan. (*)