ALL CATEGORY

IKN: Presiden Sudah Berada di Jalan Buntu

Akan dikaji dengan cara apapun IKN akan mengalami kegagalan. Kegagalan dari caranya sendiri yang terlalu berambisi, spekulasi dengan rancang bangun asal-asalan. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih GAMBARAN: “Belati bentuknya panjang dan runcing. Tidak pernah diasah. Dalam bentuknya itulah terletak kesempurnaannya sebagai alat untuk menembus secara bersih dan dalam. Entah ditusukkan ke bagian samping, belakang atau menembus jantung, efeknya tetap fatal”. Presiden Joko Widodo seperti sales yang terus menawarkan investasi di Ibu Kota Negara (IKN), namun sepertinya banyak kendala mengarah ke situasi buntu. Pemerintah melakukan “Obral” IKN berupa fasilitas dapat HGB 160 tahun, tax holiday 30 tahun, tax reduction sampai 350 persn. Luar biasa promosinya. Ini seolah tanah Kalimantan itu sudah menjadi milik “pribadi” saja. Cara yang paling dangkal untuk berusaha menarik investasi adalah melalui omongan tanpa apapun yang nyata di belakangnya. Pengaruh yang dihasilkan oleh sekadar goyang lidah sepertinya tidak akan terlalu berarti. Hanya ingin memukul emosi, menyilaukan, dengan gambaran, harapan, dan stimulus dengan janji-janji peluang emas yang mereka mengira akan menarik dan menyentuh para investor. Selama ini merasa sebagai penguasa yang paling berkuasa seringkali enggan menerima masukan, saran, dan nasihat dari para punggawa pemilik ilmu sesuai ahlinya. Didorong emosi ambisi dan mungkin karena proyek titipan, di luar kemampuan untuk menolaknya. Intinya, terlalu banyak membanjiri perkataan yang merasa paling tahu dan benar justru selama ini kosong dari kecocokan antara kata dengan realitanya, akan berdampak pantulan balik yang negatif atau pasti mental. Ketika Presiden Jokowi hanya bicara secara umum tentang kebaikan IKN tanpa mampu menjelaskan apa persisnya tentang kebaikan tersebut. Dia sedang menyembunyikan sesuatu di balik yang ia maksud. Ketika menghadapi kondisi seperti inilah kita harus curiga. Ini bukan akan membangun Ibu Kota Negara tetapi justru akan menjual Ibu Kota Negara. Dia selalu menggunakan kata-kata manis silakan investasi apa saja – obral IKN berupa fasilitas dapat HGB 160 tahun, tax holiday 30 tahun, tax reduction sampai 350 persen. Itu adalah bahasa samar, berbunga-bunga penuh dengan metafora yang cerdik. Siapapun yang terperangkap ke dalamnya bisa dipastikan akan terjebak pada kekonyolan tersebut. Dugaan kuat Presiden Jokowi sendiri sesungguhnya tidak meyakini apa yang dikatakannya itu tetapi ia katakan sebagai benar. Selalu menyembunyikannya dengan kebohongan sehingga dampaknya akan selalu mendapatkan kesulitan. Karena sekuat apapun menyembunyikan kebohongan pasti akhirnya jebol. Akan dikaji dengan cara apapun IKN akan mengalami kegagalan. Kegagalan dari caranya sendiri yang terlalu berambisi, spekulasi dengan rancang bangun asal-asalan. Presiden sudah berada di jalan buntu. Tak ada saran terbaik selain, sebaiknya dihentikan sebelum berakibat lebih fatal. (*)

Siti Fadilah Supari: Penyebab Kematian Gagal Ginjal Akut Ada Empat, bukan Hanya EG dan DEG

Jakarta, FNN - Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah menyatakan keprihatinannya terhadap cara negara dalam merespon kematian atau musibah yang terjadi sebagai sesuatu yang biasa saja. Seperti kematian pada kasus gangguan gagal ginjal akut misterius yang telah merenggut ratusan nyawa anak-anak di berbagai daerah Indonesia. Hingga kini kasus tersebut, telah mencapai 255 kasus yang terjadi di 26 Provinsi, dan tercatat sebanyak 143 anak meninggal dunia. Padahal negara memiliki kewajiban untuk melindungi nyawa atau jiwa sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, dimana salah satu tujuan bernegara itu adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. \"Harusya ada konsen yang besar dari negara terhadap nyawa anak-anak, nyawa harapan, nyawa masa depan. Ini menjadi keprihatinan kita bersama seperti mempersoalkan nyawa hampir 1.000 petugas pemilu di masa lalu. Kemudian nyawa korban tragedi Kanjuruhan yang membuat kita pilu, dianggap berlalu begitu saja, tanpa ada satu keseriusan untuk melihat ini, ada problem yang sangat fatal. Menurut saya, agak aneh kalau kita lihat responnya, itu bukan cara kerja negara yang benar, korbannya anak-anak akibat sirup yang sudah dikonsumsi lama,\" kata Fahri Hamzah saat memberikan pengantar diskusi Gelora Talk bertajuk \'Gagal Ginjal Akut Mengkhawatirkan Negeri, Bisakah Dihentikan?\', Rabu (26/10/2022) sore. Menurut Fahri, langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan memanggil para pelaku, pengawas, polisi dan jaksanya beberapa waktu lalu ke Istana Negara, setelah itu keluar perintah, pemain obat-obatan akan dikenai delik pidana, tidak menyelesaikan masalah yang sedang terjadi. \"Bukan begitu cara bekerja negara, negara harus menghargai _separation of job_ , pembagian tugas. BPOM itu tidak boleh dilepaskan dari tanggungjawab, karena negara sudah mengimplan sistem pengawasan obat dan makanan,\" tegasnya. Sehingga ketika dikemudian hari ada yang salah seperti ada yang keracunan dan ada yang meninggal, maka kata Wakil Ketua DPR Periode 2004-2009 ini, negara harus menyalahkan dirinya dulu, dan tidak boleh menyalahkan orang lain. \"Itulah cara bekerjanya sistem, tapi yang terjadi negara selalu menyalahkan rakyat, menyalahkan pengusaha, pemain. Harusnya negara menyalahkan diri dulu, dan memeriksa apakah ada kebobolan sistem dalam dirinya terhadap konsumsi obat terlarang atau beracun yang menyebabkan kematian pada anak-anak saat ini,\" ujarnya. Fahri menegaskan, upaya Partai Gelora dalam menyikapi kasus gangguan gagal ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) pada anak ini adalah dalam sistem pada sektor kesehatan Indonesia agar pemerintah selalu siap dalam menghadapi krisis kesehatan yang terjadi. \"Nah, saya kira, Partai Gelora Indonesia akan selalu concern dengan perbaikan sistem untuk penataan sistem kesehatan kita. Negara harus punya kesiapan apa pun yang masuk ke dalam negeri kita,\" pungkasnya. Pemerintah Dinilai Abai Namun, Ketua Bidang Kesehatan DPN Partai Gelora Rina Adeline menilai pemerintah abai terhadap upaya pencegahan dalam mengantisipasi meningkatnya kasus gangguan gagal ginjal akut pada anak, padahal kasus tersebut sudah terjadi terlebih dahulu di India dan Gambia, Afrika Barat. \"Jadi yang perlu saya garis bawahi di sini adalah tentang pengawasan kita yang seperti ketinggalan alarm, sehingga kemudian muncul kondisi-kondisi seperti di India dan Gambia. Ini sangat mengejutkan, memakan korban jiwa anak-anak generasi mudah kita di bawah 5 tahun, cukup tinggi,\" kata Rina. Seharusnya pemerintah, terutama BPOM dapat mengantisipasi dengan melakukan pengawasan terhadap obat Sirop yang mengandung zat etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) yang menjadi penyebab kematian  pada anak-anak yang terjadi di Gambia pada Juni 2022 lalu, agar tidak terjadi di Indonesia. \"Harusnya pada bulan Agustus atau September sudah ada alarm terhadap pengawasan obat-obatan yang dijual bebas, ingredients atau kandungan aditif yang diperbolehkan, tapi semua sepertinya lewat dan lolos dari pengawasan. Jangan baru jatuh korban jiwa anak-anak yang tinggi, baru melakukan pengawasan,\" katanya. Rina berharap masyarakat terus diberikan edukasi secara terus menerus mengenai pentingnya kesadaran pada sektor kesehatan agar ketika terjadi krisis kesehatan di Indonesia bisa melakukan pencegahan diri sendiri. \"Terakhir yang perlu ditingkatkan lagi, adalah penelitian kedepan perlu cakupan yang lebih luas lagi agar kita tidak tertinggal. Karena Femopizole, obat gagal ginjal yang didatangkan dari Singapura itu hanya sekedar antidot atau penawar zat racun etilen glikol, tidak menyembuhkan gagal ginjal akut itu sendiri,\" katanya. Penyebab Gagal Ginjak Akut Sementara itu, Mantan Menteri Kesehatan (Menkes) dr. Siti Fadilah Supari mengatakan, penyebab gangguan ginjal akut pada anak sebetulnya bukan hanya, karena zat kimia etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG). Adapun, EG dan DEG merupakan zat kimia pelarut tambahan dalam sirop obat. Menurut Siti Fadilah, jika diduga penyebabnya tercemar EG dan DEG biasanya bayi terkena karena minum obat sirop. Sebab, yang terjadi di Gambia, Afrika Barat, bayi meninggal setelah tiga hari minum obat sirop tersebut. \"Yang saya tahu, pemerintah mengumumkan sejak ada pasien di RSCM. Kemudian kematiannya meningkat sampai 5-6 kali menunjukkan satu KLB. Tetapi tidak diumumkan berapa banyak korban yang benar-benar dari sirop yang diminum,\" kata Siti Fadilah. Siti Fadilah menyebutkan, munculnya gangguan ginjal akut awalnya dari Gambia, Afrika Barat. Diketahui, ada 66 bayi meninggal terkena gangguan ginjal akut karena tercemar zat kimia EG dan DEG. Hal tersebut disampaikan oleh WHO. Kemudian di Indonesia, juga mengalami hal serupa, terjadi peningkatan gangguan ginjal akut pada anak sejak Oktober 2022. Siti Fadilah menuturkan, pemerintah yang menginformasikan jika penyebab karena tercemar EG dan DEG merupakan hal yang kurang tepat. Seharusnya pemerintah mengumpulkan para ahli untuk mencari penyebab tersebut. \"Jadi belum tentu karena itu (EG dan DEG) saja dan tidak diumumkan berapa persen pasien yang minum obat sirop dan beberapa persen karena yang lain,\" paparnya. Dikatakan Siti Fadilah, ada empat hal menyebabkan seseorang bisa terkena gagal ginjal akut di antaranya; Pertama, tercemar EG dan DEG. Kedua, umumnya karena infeksi biasa atau infeksi luar biasa, misalnya bakteri virus dan lainnya. Penyebab infeksi ini juga ada angka kematian. Sementara kematian gangguan ginjal saat ini meningkat 5 kali lipat. \"Ini jangan dilupakan begitu saja,\" ujarnya. Ketiga, Multisystem Inflammatory Syndrome in Children (MIS-C). MIS-C berkepanjangan akibat long Covid-19. Keempat, ada hubungannya dengan vaksin Covid-19 atau booster yang diberikan. Dikatakan Siti Fadilah, secara tidak langsung ibu dari balita yang sudah mendapat booster Covid-19 bisa menjadi perantara untuk menularkan gangguan ginjal akut pada bayinya. Menurut Siti Fadilah, ada beberapa kejanggalan terkait gangguan ginjal akut ini. Dalam hal ini, ia menyoroti keputusan pemerintah langsung menyebutkan penyebabnya adalah tercemar EG dan DEG, tanpa melakukan penelitian terlebih dahulu. Menurutnya, seharusnya pemerintah mengumumkan jumlah orang yang terkena gangguan ginjal akibat minum obat sirop. Selain mengumumkan jumlah, lanjut Siti Fadilah, pemerintah juga harus menyampaikan secara rinci jenis sirop apa saja yang diminum pasien tersebut. Selanjutnya, Siti Fadilah juga menyoroti pernyataan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) yang menyampaikan tidak pernah memeriksa kadar EG dan DEG. Padahal, sirop disebut tercemar jika kadar EG maupun DEG lebih dari 0,1%. Hal tersebut tertuang dalam kompendium informasi obat (farmakope) Amerika Serikat maupun Indonesia. \"Kalau satu kemasan obat, kemudian kita tidak tahu EG dan DEG berapa, kita tidak bisa menyalahkan dia dong. Kemudian semua obat sirop distop. Padahal yang tidak boleh yang ada kandungannya EG dan DEG melebihi 0,1%,\" ucapnya. Selanjutnya, Siti Fadilah menyayangkan kelanjutan dari kasus gangguan ginjal diduga akibat kandungan EG dan DEG pada obat sirop sehingga ada menjadi tersangka. Menurutnya, seharusnya tidak seperti itu. Sebab, hal terjadi saat ini merupakan kelalaian karena tata kelola. Pada kesempatan ini, ia membandingkan ketika eranya menjadi Menkes. \"Zaman saya dulu masih andai, masih nurut dengan UU 1945 yang asli, belum kapitalistis, belum liberalistis, belum banget walaupun sudah mulai,\" ucapnya. Dikatakan Siti Fadilah, ketika ia menjadi Menkes ada perubahan yang sangat luar biasa pada BPOM, bahwa dengan liberalisasi, dengan masuknya kesehatan ke pasar bebas, maka peran BPOM hanya untuk registrasi. \"BPOM harus nurut saja pada yang tertera dari pabrik-pabrik obat yang meregister, baru kalau ada masalah baru diteliti,\" ucapnya. \"Ini kan masuknya kebobolan, kebobolan bukan salahnya BPOM, bukan salahnya Menkes, tetapi kesalahan sistem, barangkali itu,\" pungkasnya. Pemerintah Bergerak Cepat Menanggapi hal ini, Kepala Biro Komunikasi Publik Kemenerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengatakan, Kemenkes sejak mengetahui terjadi peningkatan kasus gangguan ginjal akut pada anak pada bulan Agustus 2022 telah bergerak cepat untuk mencegah peningkatan kasus tersebut. Nadia menuturkan, Kemenkes mendeteksi gangguan ginjal akut dengan cepat mulai bulan Agustus 2022. Pasalnya, terjadi peningkatan kasus yang signifikan dari bulan sebelumnya. Tercatat, pada bulan Agustus ada 36 kasus, sedangkan sebelumnya peningkatan hanya satu atau dua kasus. Untuk memastikan peningkatan kasus tersebut, Nadia menuturkan, Kemenkes mengklarifikasi dan mencocokan informasi data tersebut dengan Ikatan Dokter anak Indonesia (IDAI). \"Dari pembahasan-pembahasan ini disampaikan dan IDAI setuju ini adalah gagal ginjal berbeda,\" kata Nadia. Nadia menuturkan, kondisi klinis gangguan ginjal akut yang dihadapi pasien saat ini tentu berbeda dengan gejala klinis sebelumnya, yakni tidak bisa buang air kecil secara tiba-tiba. Namun, situasi gangguan ginjal tersebut cepat terjadi perburukan pada pasien. Kemenkes, kata Nadia, melakukan pemeriksaan virus/bakteri dan jamur dari spesimen darah dan urine. Namun, tidak ditemukan penyebab konsisten. Apalagi, gagal ginjal yang biasa memiliki kesempatan sembuh 90% saat cuci darah, namun khusus untuk penyakit gagal ginjal sejak Agustus hingga Oktober 2022, proses cuci darah tidak tidak memberikan hasilnya yang signifikan. \"Hanya 30% dari awal-awal bulan Agustus-September itu yang bisa sembuh dengan sempurna,\" ucap Nadia. Menurut Nadia, Kemenkes mendapat titik cerah penyebab gangguan ginjal tersebut, karena WHO mengeluarkan surat edaran pada 5 Oktober 2022 tentang kasus gangguan ginjal pada anak di Gambia, Afrika Barat. Adapun penyebabnya adalah pelarut obat-obatan yang mengandung etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG). EG dan DEG merupakan zat kimia pelarut tambahan dalam sirop obat. Namun sebelumnya, Kemenkes, kata Nadia, telah melakukan berbagai langkah pencegahan kenaikan kasus seperti mengimbau melalui surat edaran terkait menghentikan sementara penggunaan dari pada sirup obat pada fasilitas pelayanan kesehatan, dan tenaga kesehatan. \"Ini tentunya untuk melindungi masyarakat kita. Padahal waktu itu, sebenarnya terus mencari penyebabnya tetapi secara cepat kita putuskan dulu untuk menghentikan obat dalam bentuk cairan maupun sirop,\" paparnya. Nadia menuturkan, belajar dari Gambia, Kemenkes juga melakukan intervensi lanjutan karena ada dugaan kemungkinan gangguan ginjal akibat dampak obat-obatan. Adapun intervensinya seperti meningkatkan kewaspadaan kepada tenaga kesehatan mengenai gejala-gejala gangguan ginjal pada anak, hingga mengeluarkan surat edaran terkait standarisasi tata laksana termasuk pemeriksaan laboratoriumnya untuk mencari penyebabnya menghentikan penggunaan virus. Sebab, kasus gangguan gagal ginjal di Indonesia ada indikasi mengarah ke intoksikasi akibat adanya zat toksik cemaran dari pelarut yang selama ini digunakan untuk melarutkan atau menstabilkan cairan obat dalam bentuk sirop. Lantas, pemerintah memberikan obat antidotum Femopizole injeksi untuk pengobatan pasien gangguan gagal ginjal akut yang didatangkan dari Singapura, diberikan gratis kepada seluruh pasien. Obat tersebut, kemudian diuji coba kepada 11 pasien gangguan gagal ginjal di RSCM. Hasil uji coba itu memperlihatkan kondisisiu pasien yang membaik dan stabil. (*)

Radikalisme Negara

Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan  MEMBERI warning atas kemungkinan terjadi sesuatu itu bagus dalam rangka membangun kesadaran atau meningkatkan kewaspadaan. Akan tetapi warning berlebihan yang berbau ancaman justru dapat menjadi teror. Baik teror fisik maupun psikologis. Teror tersebut dapat dilakukan oleh anggota atau elemen masyarakat dan dapat pula oleh negara.  Moeldoko yang membuat sinyalemen terjadinya peningkatan radikalisme pada tahun politik 2023 dan 2024 adalah berlebihan, tidak mendidik dan membuat resah masyarakat. Moeldoko menakut-nakuti dan menciptakan teror. Moeldoko itu teroristeroris atau radikalis. BNPT langsung merespon dengan siap melakukan mitigasi. Radikalisme dan politik identitas menjadi hantu politik yang dikembangkan oleh negara.  Menjadi pertanyaan besar adakah peristiwa aneh perempuan nyasar ke Istana Negara menodongkan pistol FN ke arah Paspampres menjadi paket hemat dari pernyataan Moeldoko soal radikalisme? Paket hemat karena modalnya cuma pakaian muslimah dan cadar. Soal senjata FN kan bisa diambil kembali, entah siapa yang meminjamkan.  Ketakutan rakyat yang diciptakan oleh negara namanya teror negara. DR Steve Hewitt Senior Lecturer in American and Canadian Studies menyatakan bahwa terorisme negara adalah agen negara yang melaksanakan kekerasan.  \"What is state terrorism? It is similar to non state terrorism in that it involves palitically or ideologically or religiously inspired act of violence against individuals or groups outside of armed conflict. The key difference is that agents of the state are carrying out the violence\". Sangat besar kemungkinan bahwa pembunuhan  aktivis Munir, 6 laskar FPI, dr Sunardi, serta tragedi Kanjuruhan yang melibatkan state actor termasuk dalam state terrorism. Sedangkan pembubaran HTI dan FPI serta kriminalisasi ulama dan tokoh serta aktivis kebangsaan dan keagamaan itu adalah state radicalism.  Demikian juga dengan pernyataan Moeldoko yang menakut-nakuti masyarakat dengan isu peningkatan radikalisme jika bukan terorisme negara, sekurang-kurangnya adalah radikalisme negara. Sayangnya BNPT sering menempatkan diri sebagai agen negara untuk membuat marak atau menciptakan rdikalisme itu sendiri.  Nah peristiwa perempuan FN di depan Istana Negara jangan-jangan menjadi upaya pembenaran dari radikalisme yang tak lain diduga menjadi salah satu bentuk radikalisme negara. Umat Islam yang dijadikan fitnah dari gerakan radikalisme tersebut. Terorisme, radikalisme, intoleransi, bahkan moderasi menjadikan target dan sasaran pelumpuhannya adalah umat Islam.  Non State Radicalism dan  State Radicalism sama-sama harus diwaspadai. Berlakulah adil dan jujur demi bangsa dan negara Republik Indonesia.  Bandung, 27 Oktober  2022.

Teroris Absurd di Depan Istana, Rocky Gerung: Indonesia Memang Rapuh, Siapapun Bisa Masuk ke Wilayah Strategis

SEORANG wanita berhijab dan bercadar berinisial SE tiba-tiba melintas di depan Istana Negara, Selasa (25/10/2022). Ia kemudian “menodongkan” senjata pistol jenis FN ke arah Paspampres yang tengah berjaga. Dengan sigapnya, salah seorang anggota Paspampres langsung membekuknya. Kemudian, seorang Paspampres lainnya tampak memanggil anggota Polantas yang sedang bertugas di depan Istana. Tampaknya video singkat ini diambil dari CCTV Istana. Rekaman video singkat tersebut seolah menjawab rekaman video yang viral di media sosial yang menggambarkan SE ditangkap oleh beberapa Polantas yang sedang bertugas di depan Istana. Video itu pun direkam melalui handphone. Direktur Pencegahan BNPT A. Nurwakhid dalam keterangan tertulisnya pada Selasa (25/10/2022), langsung menyimpulkan wanita yang berusaha masuk istana dengan senjata pistol itu diklaim memiliki pemahaman radikal serta diketahui sebagai pendukung ormas radikal, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), yang telah dibubarkan pemerintah pada 19 Juli 2017 lalu. Aneh! Meski belum ada hasil pemeriksaan polisi, BNPT sudah mengedarkan spekulasi bahkan fitnah keji terhadap HTI. Padahal, belum ada hasil BAP dari si wanita yang diklaim radikal tersebut, oleh pihak kepolisian. Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran malah meminta semua pihak untuk bersabar dan tidak menimbulkan spekulasi terkait peristiwa penodongan pistol yang dilakukan oleh seorang perempuan di depan Istana Negara itu. Irjen Fadil mengatakan bahwa kasus tersebut belum tentu ada kaitannya dengan terorisme yang biasanya terjadi. ”Masih banyak kemungkinan yang bisa terjadi. Belum tentu teror,” katanya, Selasa (25/10/2022). Peristiwa ini sulit dilepaskan dari pernyataan KSP Moeldoko perihal radikal. Sebelumnya, sekitar sepekan lalu, Moeldoko menyebut radikalisme akan meningkat menjelang penyelenggaraan Pemilu Serentak 2024. Ia mengutip data dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebagai dasar pernyataannya. “Survei BNPT pada tahun 2020 potensi radikalisme 14 persen. Itu data dalam kondisi anomali saat pandemi. Tahun politik 2023-2024 ada kecenderungan meningkat,” kata Moeldoko di Istana Jakarta, Kamis (20/10/2022). Bagaimana pengamat politik Rocky Gerung melihat peristiwa tersebut? Ikuti dialog wartawan senior FNN Hersubeno Arief dengan Rocky Gerung di Kanal Rocky Gerung Official, Rabu (26/10/2022). Halo halo, apa kabar Anda semua. Semoga selalu dalam keadaan sehat walafiat. Tetap semangat, seperti kami berdua dengan Bung Rocky Gerung selalu semangat. Setiap kali mau mengupdate informasi dan bertemu dengan Anda semua ya Bung Rocky. Ya, kita semangat untuk analisis hal-hal yang absurd sebetulnya. Soal 0%, soal macam-macam tuh. Orang Jawa harus jadi Presiden kemarin. Dan juga Erick Thohir pastikan itu. Ya macam-macamlah. Yang lebih absurd penangkapan seorang perempuan yang kita nggak tahu itu apa sebetulnya dia di depan Istana itu, mau ngapain. Nunggu ojek atau apa. Nah, kita fokus itu saja ya. Nanti soal orang Jawa dan sebagainya itu kita bahas di konten berikutnya ya. Ini menarik saya kira, bukan menarik karena peristiwanya, tetapi mengapa ada kejadian absurd semacam itu. Jujur ini membingungkan. Kalau mau diframing bahwa ini teroris, masa ada teroris yang datang sendirian ke depan Istana dan sebagainya gitu. Dan senjatanya pun enggak jelas. Apalagi penjelasan Pak Moeldoko itu enggak ada peluru tajamnya itu di dalam pistolnya. Jadi, ya ini apakah kemudian mengacungkan pistol, menodong atau menunjukkan pistol itu kan dua hal yang berbeda itu. Kalau Pak Moedoko yang bereaksi pertama, saya ingat juga Pak Moeldoko seminggu lalu mengatakan akan ada kekerasan, akan ada teror, akan ada ancaman ini, bersamaan dengan politik identitas waktu itu. Kalau kita mau lihat ilmu framing ya musti dibuktikan bahwa ada potensi itu maka datanglah seorang perempuan ke Istana sendirian lenggang kangkung. Jadi, kita melihat ini adalah wacana istana untuk menutupi hal yang sudah dia ucapkan ternyata salah atau memang ada upaya baru untuk membuat berita yang sebetulnya juga sulit diverifikasi kan. Tapi dari segi absurd, karena orang perempuan datang di situ pas di depan pintu istana itu. Itu artinya CCTV mati dong semua dari awal. Logikanya begitu kan? Mungkin saja dia melintas di situ segala macam, tapi nggak mungkin ada seorang perempuan di wilayah bahkan ring setengah itu, tidak terpantau oleh CCTV. Intel di situ kan macam-macam. Tapi, ini sinyal bahwa siapa yang mau klaim itu. Tiba-tiba polisi bilang tangkap, itu agak aneh juga. Polisi lalu lintas menangkap itu. Itu artinya penjaga istana itu lalai sehingga polisi lalu lintas yang justru menemui. Kan logikanya begitu. Ya, kita percaya saja bahwa itu sudah diterangkan oleh Komandan Paspampres bahwa tidak ada upaya untuk menerobos istana. Itu lebih masuk akal sebetulnya. Jadi, kan itu juga kalau sampai lolos 20 meter dari istana, Paspampres mestinya dipecat dong, nggak bisa antisipasi. Tapi sekali lagi, kekacauan-kekacauan atau absurditas semacam ini akan jadi berita. Ya kalau netizen bilang ini pengalihan isu iya. Pengalihan isu untuk semua isu yang enggak bisa dialihkan lagi kan. Isu bersiliweran kok, apa yang mau dialihkan tuh. Saya membayangkan ada dua dilema setidaknya tuh. Kalau mau digunakan untuk menjastifikasi wacana yang disampaikan oleh pemerintah meningkatnya kekerasan karena politik identitas gitu, karena identitasnya jelas nih pakai jilbab dan pakai cadar, kan kita tahu itu identitas ke mana. Ini kan di satu sisi sudah kelihatan sudah mulai digoreng-goreng juga oleh-oleh buzer walaupun mereka agak ragu-ragu soal itu karena di luar itu kan harus diingat bahwa Indonesia ini mau jadi tuan rumah G20. Kalau ada teroris yang mau ngamprokin istana itu kan bisa batal pertemuan G20 itu. Ya, kalau dari segi itu, kita bisa bahkan buat imajinasi bahwa itu sangat mungkin juga agen asing yang diselundupkan untuk menguji Indonesia mampu nggak. Kan G20 tinggal 2 minggu. Itu artinya, KGB mungkin sudah tambah 3 kali lipat agen Putin di Indonesia. Mungkin juga agen CIA pasti juga sudah beroperasi di Indonesia. Karena nggak mungkin peristiwa sebesar G20 dalam keadaan dunia lagi tegang, dalam keadaan ekonomi lagi buruk, dalam keadaan Indonesia lagi berantakan, nggak ada operasi intelijen asing, itu pasti itu. Ini mungkin juga kita bisa bikin prokes di BIN bahwa ini semacam agen yang dibina oleh agen-agen luar, untuk menguji security alertness dari Indonesia. Dan kira-kira itu sebetulnya. Kan kita bisa membayangkan spay. Ini makin serem. Cuma kita tahu bahwa keadaan Indonesia memang rapuh dan siapapun bisa masuk ke wilayah-wilayah strategis. Dan itu bukan cuma istana. Kalau istana mungkin jauh sekali itu, jauh sekali dari kemungkinan diintervensi karena pasti ada detektor langkah di Merdeka Utara pasti dipasang sensor mobil, sensor langkah orang, metal detektor pasti, kira-kira 20 meter dari Monas sudah dipasang. Itu mudah sekali kan kita juga tahu soal-soal semacam itu. Tetapi, yang lebih berbahaya adalah daya tahan bangsa ini yang terpecah karena tadi sinyal politik identitas muncul lagi. Itu justru yang membahayakan. Jadi, hal-hal yang sifatnya primordial dieksploitasi terus. Pakai cadar, segala macam, jilbab, seorang perempuan lagi. Itu standar operasi intelijen sebetulnya. Seorang perempuan nanti dianggap ya itu suruhan atau sakit jiwa segala macam. Tapi, di atas keterangan-keterangan itu, kita harus pastikan faktanya kita dengan mudah tersulut oleh isu-isu politik identitas. Itu bahayanya. Dan ini ada kecenderungan karena sering sekali pemerintah memainkan isu itu. Jadi begitu ada isu semacam itu, publik terutama yang ini, langsung waspada juga, ada apa ini. Kan gitu. Langsung ya. Itu yang paling bagus, publik akhirnya belajar dari pass event, peristiwa-peristiwa sebelumnya yang menganggap apa sebetulnya. Orang mulai diingatkan lagi. Pak Wiranto dulu kasusnya apa yang ditusuk. Terus yang menyerbu kantor polisi itu perempuan atau apa. Jadi banyak black number yang kemudian disamarkan, lalu kita diingatkan lagi. Jadi ini semacam kalau dalam teori Nazi itu, propaganda yang disiapkan untuk menguji kesiapsiagaan. Dan, propaganda itu pasti didesain. Itu kan teknik-teknik begini kan kita ngerti. Itu yang jago adalah ketika Perang Dunia ke-2, semua intelijen bikin mockup untuk menghidupkan kecemasan publik. Itu intinya. Tetapi kan gini. Yang selalu kita bahas itu ya, seringkali kita ulang-ulang, bahkan mungkin orang sampai bosan, soal public disthrust yang meluas. Bahkan misalnya begini. Kan harusnya, ini idealnya, sekecil apapun ancaman terhadap istana, kalau dalam sebuah negara yang serius, tetap saja mesti dianggap sebagai sebuah alert. Tapi, yang di kita justru itu jusrtu jadi perdebatan gitu. Ada yang membesar-besarkan, tapi satu sisi ada yang malah menertawakan gitu. Yang menertawan lebih banyak, karena nggak ada satupun orang Indonesia yang berpikir membunuh Presiden Jokowi. Kan Presiden Jokowi wajahnya wajah nelangsa, wajah yang kadang kala wajah semacam itu menurut saya apa, itu nggak ada sikap otoriter dari Presiden Jokowi, tetapi sebaliknya orang anggap dalam wajah Pak Jokowi itu ada kepemimpinan otoriter. Karena mengendalikan partai politik, memaksakan kebijakan. Jadi semacam ada soft otoritersm di dalam istana. Tetapi, orang bikin kalkulasi apa gunanya itu misalnya ada seorang perempuan di situ. Terus ngapain? Kan dia mesti ada skenario besar. Kalau individu yang nggak. Itu masuk istana kan panjang sekali jalannya. Menteri-menteri saja mesti disuruh tes urine dulu, apakah si teroris ini mau dites urine dulu tuh supaya bisa masuk istana. Jadi, hal-hal yang absurd, buat sementara kita anggap saja karena menerangkan itu saja sudah banyak versi. Ini polisi nangkap, polisi mencurigai dari jauh, terus Paspampres rampas senjatanya atau petugas Polantas yang rampas. Dan, kalau di video kita lihat rampasnya itu ya biasa saja gitu. Kan bukan teroris yang dikepung segala macam. Jadi, mungkin saja itu juga senjata air. (ida/sws)

Taruma Nagara, di Manakah Paduka?

Oleh Ridwan Saidi Budayawan  1. Tak satu prasasti yang menyebut nama di atas. Baris 3 prasasti Ciaruteun medio XIII berbunyi: Srimatah Purnawarmanah TaruN-a-naga. Baginda Purnawarman (Raja Khmer) TaruNa naga. Sejarawan lokal koor ini Kerajaan Hindu TaruMa Nagara IV M. Time line dari mana, tak jelas. Bila itu  dari kata Citarum, OK-kan dulu. Di Bekasi ada Citarum, di Banten ada Ciwahanten, artinya sama: sungai untuk larungkan kepala hewan korban. Sama dengan sungai Nil. Orang India waktu itu tinggal di Bekasi? Tidak. Periksa toponim di Bekasi kebanyakan bahasa native. Terkecuali: 1. Pondok Gede. Awal hunian Parsi. Mereka sebut diri orang Pasargede, ibukota kerajaan Parsi. 2. Jati Raden. Raden bahasa Armen: pemuka agama. 3. Jatiranggon. Ranggon kota di Burma. 4. Sri Amur. Amur bahasa Armen tangguh. 5. Tambelang. TambeRang bahasa native pemarah. Indianya mana?  Kedatangan India muslim dari Malabar pada XI M. Mereka berdiam di zona ekonomi. Misal Fatimah binti Maimun XI M di Gresik, mereka disebut orang Koja. Tidak ada bukti dan jejak kedatangan orang Gujarat di sini pada XIII M untuk menyebarkan Islam. Islam sudah menyebar di sini sejak VII M. India non-muslim masuk Indonesia tahun 1873 via Medan. Sehingga tak ada jejak India di sini baik dalam toponim mau pun linguistik. Prasasti lain yang jadi tumpuan buat keberadaan so called kerajaan Taruma Nagara prasasti Batu Tumbuh, Priuk. Arkaeolog bilang prasasti Tugu. Prasasti ini diterjemahkan oleh Purbotjaroko yang oleh fans-nya disebut maha sejarahwan. Purbo menerjemahkan Purnawarman menggali parit dari sungai Chandrabagha ke sungei Gomati sepanjang 20 km lewat depan rumah mertua Purnawarman. Setelah itu pesta dengan menyembelih 1000 ekor lembu.  Tak ada sungai bernama Chandrabagha atau Gomati di Bekasi.  Chandr a Baghr artinya sinar bulan yang jatuh ke taman. Gomati bahasa Swahili untuk gadis jelita. Pada medio XIII M Khmer Kingdom yang dipimpin Raja Purnawarman diserang  Siam. Purnawarman tewas. Orang-orang Khner migrasi a.l ke Indonesia. Lima prasasti beraksara Venggi dan berbahasa Khmer dengan resapan India tersebar 1 di Jakarta 1 di Banten dan 3 di Bogor dibuat migran Khmer untuk Purnawarman raja yang mereka cintai. (RSaidi).

Dinilai Cerdas, Berwibawa, Bersih dan Santun: Masyarakat Sumbar Siap Menangkan Anies Baswedan

Jakarta, (FNN) - Relawan Aliansi Nasional Indonesia Sejahtera (Anies) menagetkan perolehan suara Anies Rasyid Baswedan dalam Pilpres 2024 mendatang mencapai 90 persen. Apalagi, syarat-syarat kepemimpinan ada pada diri Anies, yakni, cerdas, berwibawa, bersih, dan santun.   Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Anies Kabupaten Payakumbuh, Armi Talim menegaskan hal itu dalam kata sambutannya pada acara Deklarasi dan Pengukuhan pengurus DPD (Dewan Pimpinan Daerah) Anies Payakumbuh dan DPD 50 Kota, Sumatera Barat (Sumbar).  Dia menyampaikan, target itu sama dengan perolehan suara Pilpres (Pemilihan Presiden) 2019 lalu,  perolehan suara Capres (Calon Presiden) yang didukung masyarakat Payakumbuh dan 50 Kota, khususnya dan Sumbar umumnya memperoleh  lebih dari 80 persen. \"Saat ini hati masyarakat Sumbar umumnya untuk Mas Anies. Sehingga in syaa Allah suaranya akan mencapai 90 persen,\"  katanya dalam deklarasi yang diselenggarakan, Rabu, 26 Oktober 2022, di Tanjung Pati, Kabupaten 50 Kota, Sumatera Barat. Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Anies Sumbar, Boy Despina Salam mengamini target yang disampaikan Ketua DPD Payakumbuh tersebut. Menurutnya, syarat-syarat kepemimpinan yang dianut masyarakat Sumbar ada pada diri Anies, yakni, cerdas, berwibawa, bersih, dan santun. \"Jadi, wajar jika masyarakat Sumbar jatuh hati pada Mas Anies. Sehingga suara Anies dalam Pilpres 2024 mendatang in syaa Allah lebih dari capaian capres yang didukung masyarakat Sumbar di 2024,\" ucapnya melalui siaran pers yang FNN, di Jakarta. Dalam kesempatan yang sama, Ketua DPP (Dewan Pimpinan Pusat) Anies, La Ode Basir menegaskan, target tersebut sangat besar. Karena butuh kerja ekstra keras dari para relawan Anies untuk mengenalkan Mas Anies pada masyarakat. \"Itu target yang tidak main-main. Harus kerja ekstra keras. Setelah ini jangan diam harus mulai kerja keras, kerja cerdas, dan kerja tuntas. Dengan begitu target warga Sumbar in syaa Allah akan tercapai,\" tegas Basir. (Anw).  

Survei Kepercayaan Publik: TNI Nomor 1, Polri 3 Terbawah

Jakarta, FNN – TNI berada di peringkat pertama, kemudian disusul Basarnas di peringkat kedua dan BNPB di peringkat ketiga. Sementara, Polri terpuruk di posisi 3 (tiga) terbawah bersama partai politik dan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Itu adalah hasil survei yang dilakukan oleh Indonesian Political Opinion (IPO) untuk mengukur tingkat kepercayaan publik pada lembaga non Kementerian. Menurut Direktur Eksekutif IPO Dedi Kurnia Syah Putra, alasan kepercayaan publik kepada Polri menurun adalah karena dalam 5 bulan terakhir kondisi penegakan hukum di Indonesia berada dalam situasi yang tidak baik-baik saja. Ia menunjukkan hasil survei IPO pada Rabu (26/20/2022) di Jakarta Selatan. “KPK banyak mendapat kritik, kemudian Kejaksaan juga sedang ada ujian besar. Mulai dari kasus korupsi besar, misalnya Duta Palma dll. Termasuk juga ramainya terkait dengan bebasnya Jaksa Pinangki misalnya, termasuk Polisi juga menghadapi banyak kasus,” ungkap Dedi. Ini terlihat dari hasil survei mengenai penegakan hukum. Hanya ada 36% suara yang mengatakan baik dan 1% sangat baik. Sementara itu terdapat 53% suara mengatakan buruk dan 6% sangat buruk. Polri mendapatkan kesan buruk dari masyarakat. Ada 76% yang mengikuti pemberitaan Polri dan 83% suara yang mengetahui kasus penembakan Brigadir Yosua. Kesan buruk juga bisa didapat melalui pengalaman yang berurusan dengan kepolisian. Terdapat 74% suara mengatakan pernah berurusan dengan kepolisian dan 71% dari suara tersebut mengatakan tidak puas dengan layanan kepolisian. Survei ini mengambil representasi sampel sejumlah 1.200 responden yang tersebar secara nasional. Metode atau teknik pengambilan sampel menggunakan MRS (Multi Random Sampling) atau pengambilan sampel bertingkat. Tingkat pengukuran kesalahan (margin of errror) 2,90 persen, atau dengan tingkat akurasi data 95% hingga maksimalnya 97%. (Fer)

Hasil Survei IPO: Pemilu Selesai 1 Putaran Jika Anies Dipasangkan dengan Ganjar

Jakarta, FNN – Dalam hasil survei yang dilakukan oleh Indonesian Political Opinion (IPO) menunjukkan jika Anies Baswedan dipasangkan dengan Ganjar Pranowo, maka akan ada potensi pemilu akan selesai dalam 1 putaran. Direktur Eksekutif IPO, Dedi Kurnia Syah Putra memaparkan hasil survei di acara Rilis Survei Nasional dan Soft Launching Ipolink di Resto Balakenam Dapoer Rakjat, Jakarta Selatan, pada Rabu (26/10/2022). IPO membuat 8 skema Capres potensial. Di antara semua skema, pemasangan Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo memperoleh suara tertinggi dengan total 41,5%. “Kalau Anies Baswedan bertemu dengan Ganjar Pranowo lalu melawan Prabowo Subianto-Erick Tohir dengan Puan Maharani-Muhaimin Iskandar, maka jaraknya cukup jauh. Anies-Ganjar di posisi 41,5%, ini punya potensi 1 putaran kalau bisa begitu,” jelas Dedi. Selain itu, Anies terlihat 2 kali menempati posisi pertama jika dipasangkan dengan tokoh berbeda. Pasangan Anies-Sandiaga mendapatkan perolehan 32,4% disusul oleh pasangan Airlangga-Ganjar 24,9% dan Puan-Erick 13,6%. Pemasangan Anies-Erick Tohir juga berhasil memperoleh banyak suara dengan 34,2%. Dedi mencatat ada tokoh-tokoh yang punya potensi untuk meningkatkan daya pilih seperti Prabowo Subianto, Muhaimin Iskandar, AHY, Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo. Selain itu, ia juga menambahkan nama-nama tokoh yang akan menurunkan perolehan suara. “Tapi ada nama-nama yang justru akan menjadi beban. Yang pertama paling terlihat adalah Puan Maharani, yang kedua ada Erick Tohir, kemudian Salim Segaf,” Dedi menambahkan. Seperti yang diketahui, IPO sendiri merupakan lembaga riset sosial dan opini publik berbasis kajian akademik. Sejak tahun 2013, IPO telah melakukan penelitian politik, demokrasi, masalah sosial dan isu gender. (Fer)

Kasus Gagal Ginjal Akut di Indonesia Merupakan Kebobolan Sistem Pertahanan Kesehatan

Jakarta, FNN - Indonesia menjadi salah satu negara yang banyak mengalami kasus gagal ginjal akut pada anak-anak. Kasus kematian anak akibat  gagal ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) di Indonesia sudah mencapai 130-an kasus. Siti Nadia Tarmizi, Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian Kesehatan RI menuturkan, pemerintah telah melakukan antisipasi sejak awal. Hanya saja, kasus gagal ginjal akut ini berbeda kasus dengan sebelumnya. “Kasus pada anak ketika dilakukan bersih darah, langsung turun 30% perbaikanya. Nah sekarang, meski dilakukan hal yang sama tidak banyak pengaruhnya. Tidak ada gejala khas, kita terus lakukan penelitian,” ujar Siti dalam Gelora Talks  bertajuk : Gagal Ginjal Akut Mengkhawatirkan Negeri, Bisakah Dihentikan? Secara daring di Jakarta, Rabu (26/10/22). Sementara, menurut Siti Fadilah Supari, Menteri Kesehatan Republik Indonesia (2004- 2009), masuknya kasus gagal ginjal akut ini merupakan kebobolan sebuah sistem pertahanan kesehatan. Siti mengatakan sistem perlindungan kesehatan terlihat rapuh. BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) juga sebelumnya cukup berdaya dengan didukung laboratorium yang baik dan sekarang malah ditarik ke Kemenkes. “Perkembangan sekarang makin liberal, bagaimana ini sistem ketatanegaraan,” tuturnya. Siti menyebut kasus gagal ginjal akut bisa disebabkan berbagai faktor. Pertama, memang kasus tercemar zat ED dan DEG sebagai campuran pelarut obat sirup. Bisa juga, kedua, akibat infeksi dari bakteri atau virus. Hal ketiga, terkait kasus long Covid-19 perpanjangan. Selain itu, bisa jadi keempat, terkait hubungan dengan vaksin Covid 19 atau booster yang telah disuntik massal. Selain itu, Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia (Gelora) Fahri Hamzah mengatakan negara ini memerlukan sistem yang kuat untuk menangkal datangnya penyakit guna melindungi segenap bangsa. Fahri memaparkan tujuan bernegara yakni melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. “Negara ini responya aneh, tiba-tiba Presiden panggil pengawas, polisi dan produsen, terus menyatakan delik pidana. Nah, negara itu harus tahu pembagian tugas dan wewenangnya. BPOM tak boleh lepas tangan,” tegas Fahri. Menurutnya, pemerintah harus intropeksi diri dari 1.000-an kematian para petugas KPPU, 135 orang dari tragedi Kanjuruhan, serta sekarang ini baru hangatnya peristiwa gagal ginjal akut merebak dan sudah sekitar 130-an anak yang meninggal. (Lia)

Hubungan Prinsipil Undang-Undang Dasar dan Negara Republik Indonesia

Oleh: Anthony Budiawan – Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) NEGARA Indonesia sangat unik. Sebelum 17 Agustus 1945, tidak ada negara Indonesia. Yang ada adalah sebuah kawasan yang dinamakan Indos Nesos, (East) Indian Archipelago, atau Kepulauan India. Pemerintah kolonial Belanda menamakannya Hindia Belanda, menunjukkan sebuah teritori di bawah kekuasaan Kerajaan Belanda. Indonesia berdiri pada 17 Agustus 1945 atas kesepakatan para pemuda dan tokoh perwakilan daerah Indos Nesos, yang terbentang dari Sumatra hingga Maluku dan Irian Barat. Kesepakatan menjelang kemerdekaan ini dituangkan di dalam Undang-Undang Dasar Indonesia, yang mengikat serta wajib dipatuhi oleh semua pihak perwakilan daerah seluruh Indos Nesos. Butir-butir kesepakatan yang dituangkan di dalam pembukaan UUD sangat prinsipiil, dan menjadi dasar terbentuknya Negara Republik Indonesia, sehingga tidak dapat dihilangkan. Dengan kata lain, kalau butir-butir kesepakatan yang sangat prinsipiil tersebut dihilangkan dari UUD, maka dengan sendirinya esensi dan eksistensi Negara Republik Indonesia juga hilang. Butir-butir kesepakatan yang dimaksud adalah sebagai berikut: - Negara Republik Indonesia disusun berdasarkan kedaulatan rakyat. Artinya, rakyat mempunyai kekuasaan penuh dalam membentuk pemerintah. - Kedaulatan rakyat dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), harus dimaknai untuk tugas dan wewenang yang diberikan oleh UUD. Yaitu, memilih dan mengangkat presiden dan wakil presiden, serta menetapkan garis-garis besar haluan negara atau GBHN yang wajib dilaksanakan sepenuhnya oleh presiden mandataris. - Dengan demikian, kalimat \"dilakukan sepenuhnya oleh MPR” bukan berarti MPR menjadi pemilik akhir dari kedaulatan rakyat. Pembukaan UUD yang dengan jelas mengatakan “Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat” mempunyai makna bahwa rakyat adalah pemegang kekuasaan penuh dalam membentuk pemerintah Negara Indonesia. - MPR wajib terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan. Artinya, utusan daerah dan utusan golongan pada prinsipnya wajib ada di dalam struktur MPR sebagai perwakilan daerah dan golongan rakyat Indos Nesos, yang telah menyerahkan kedaulatan daerah mereka untuk mendirikan Negara Republik Indonesia. Tanpa ada utusan daerah dan utusan golongan, negara Republik Indonesia pada prinsipnya juga tidak ada. - Karena, utusan daerah dan utusan golongan, sebagai perwakilan rakyat dari ddaerah Indos Nesos, dirancang di dalam struktur MPR agar daerah mempunyai suara yang cukup penting dalam menentukan presiden dan wakil presiden Negara Indonesia. Sedangkan dengan pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung melalui sistem one-man-one-vote, ditambah calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik, ditambah dengan presidential threshold 20 persen, maka praktis daerah mengalami kemunduran ke era penjajahan kembali, karena tidak berdaya dan tidak berdaulat dalam menentukan calon pemimpin nasional. Hal ini berakibat fatal, membuat daerah menjadi tempat eksploitasi, di mana terjadi “perampasan” sumber daya alam pertambangan maupun perkebunan milik daerah, dilakukan oleh segelintir orang yang difasilitasi oleh pemerintah pusat dan kroni-kroninya, tidak beda halnya ketika jaman penjajahan.  - Sistem one-man-one-vote membuat daerah mayoritas berkuasa atas daerah minoritas, bertentangan dengan prinsip musyawarah dan mufakat yang disepakati di dalam UUD, menjelang kemerdekaan Negara Indonesia, ketika daerah menyerahkan kedaulatannya kepada Negara Republik Indonesia. - Sedangkan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), sebagai akal-akalan untuk mengganti utusan daerah dan utusan golongan, pada hakekatnya tidak sama dengan utusan daerah dan utusan golongan. DPD tidak mempunyai peran sama sekali sebagai perwakilan daerah, tidak mempunyai suara dalam mencalonkan dan memilih presiden dan wakil presiden. Anggota DPD yang dipilih oleh rakyat pada hakekatnya lebih banyak persamaan dengan anggota DPR yang juga dipilih rakyat. Selain itu, banyak anggota DPD juga berasal dari partai politik. Selain itu, DPD tidak mempunyai hak seperti DPR, antara lain, hak membuat UU, hak anggaran, hak mengawasi pemerintah, dan lainnya. Dengan demikian, amandemen UUD yang dilakukan sebanyak empat kali selama periode 1999-2002, yang menghilangkan peran daerah dalam pemilihan dan penetapan presiden, pada prinsipnya melanggar kesepakatan antar daerah yang dimuat di dalam UUD menjelang didirikannya Negara Republik Indonesia pada tahun 1945. Karena amandemen UUD tersebut menghilangkan kedaulatan daerah.  Maka itu, untuk mempertahankan Negara Republik Indonesia, butir-butir kesepakatan yang sangat prinsipiil di dalam UUD asli harus dipertahankan. Apabila tidak, maka Negara Republik Indonesia dengan sendirinya juga terancam hilang. (*)