ALL CATEGORY
Pengangkatan Penjabat Kepala Daerah Melanggar Konstitusi, Bisa Kena Tindak Pidana Korupsi
Dalam hal ini, sudah ada niat jahat (mens rea). Yaitu, sudah tahu bahwa semua ini melanggar konstitusi, tapi tetap dijalankan. Dan sudah ada tindakan dan perbuatan (actus reus), yaitu penggunaan keuangan daerah. Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) TAHUN 2022 dan 2023 tidak ada pemilihan Kepala Daerah baik Gubernur, Bupati maupun Walikota. Kepala Daerah yang habis masa jabatannya pada tahun 2022 dan 2023 tersebut akan diganti dengan Penjabat Kepala Daerah yang dipilih atau ditunjuk oleh Kementerian Dalam Negeri. Jumlah Kepala Daerah yang habis masa Jabatannya pada 2022 berjumlah 101 Kepala Daerah, dan pada 2023 berjumlah 170 Kepala Daerah. Pengangkatan atau penunjukkan Kepala Daerah oleh Kementerian Dalam Negeri ini pada hakekatnya bertentangan dengan Konstitusi yang mewajibkan Kepala Daerah dipilih secara demokratis. Artinya, tidak boleh diangkat atau ditunjuk, oleh siapapun termasuk oleh presiden, sesuai perintah Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar (UUD) yang berbunyi: Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota “dipilih secara demokratis”. Bunyi Pasal 18 ayat (4) ini sangat jelas, tidak bisa ada interpretasi lain. Yaitu, dipilih secara demokratis, yang berarti pengangkatan atau penunjukkan Kepala Daerah, menurut konstitusi, tidak sah: alias melanggar konstitusi. Maka itu, sebagai konsekuensi, menurut konstitusi telah terjadi kekosongan pejabat Kepala Daerah, untuk daerah-daerah yang masa jabatan Kepala Daerahnya sudah habis pada 2022 ini. Karena, Penjabat Kepala Daerah yang diangkat atau ditunjuk tersebut, menurut konstitusi, tidak sah. Sehingga yang bersangkutan, menurut konstitusi, juga tidak sah bertindak atas nama pemerintah daerah. Artinya, semua tindakannya tidak sah, dan melanggar konstitusi dan hukum. Termasuk penggunaan keuangan daerah atau APBD juga tidak sah, sehingga bisa masuk kategori merugikan keuangan daerah (negara), yang mana masuk kategori tindak pidana korupsi. Dalam hal ini, sudah ada niat jahat (mens rea). Yaitu, sudah tahu bahwa semua ini melanggar konstitusi, tapi tetap dijalankan. Dan sudah ada tindakan dan perbuatan (actus reus), yaitu penggunaan keuangan daerah. Semoga semua tindakan yang bertentangan dengan konstitusi ini dapat segera dikoreksi. Semoga semua pihak dapat menghormati dan mentaati konstitusi. Bangsa yang tidak taat konstitusi, bangsa yang dengan sengaja melanggar konstitusi, akan menuju bangsa gagal. (*)
Survei di AS Menunjukkan Long COVID Lebih Berdampak pada Wanita Dibanding Pria
Jakarta, FNN - Lebih dari 17 persen wanita pernah mengalami Long COVID hingga taraf tertentu selama pandemi, dibandingkan dengan 11 persen pria, kata CNBC pada Senin (31/10), mengutip data dari Biro Sensus dan Pusat Statistik Kesehatan Nasional Amerika Serikat (AS) yang dipublikasikan pada Oktober.Long COVID didefinisikan sebagai mengalami sejumlah gejala selama tiga bulan atau lebih pascainfeksi. Data terbaru itu dihimpun melalui survei daring terhadap lebih dari 41.000 orang dewasa selama dua pekan yang berakhir pada 17 Oktober, menurut laporan tersebut.Wanita juga lebih berpotensi menderita Long COVID yang lebih parah, demikian temuan survei itu. Sekitar 2,4 persen wanita pernah mengalami gejala yang secara signifikan membatasi aktivitas normal mereka, dibandingkan dengan 1,3 persen pria, urai data tersebut.Secara keseluruhan, lebih dari 14 persen orang dewasa di AS pernah mengalami Long COVID hingga taraf tertentu selama pandemi, kata survei tersebut. Tujuh persen orang dewasa di AS saat ini mengalami Long COVID, menurut data itu.Jika angka-angka tersebut valid bagi populasi umum, sebanyak 36 juta orang dewasa kemungkinan pernah mengalami Long COVID hingga taraf tertentu selama pandemi, sementara 18 juta orang saat ini mungkin masih mengalaminya, papar laporan tersebut.(Ida/ANTARA)
Tahun Politik 2023 Peluang Memacu Industri Makanan-Minuman
Jakarta, FNN - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) membidik peluang tahun politik pada 2023 untuk memacu pertumbuhan industri makanan dan minuman yang dinilai punya potensi untuk terus tumbuh meski sudah dihadang pandemi.\"Kita mulai tahun depan sudah masuk pesta demokrasi. Namanya juga pesta, pesta demokrasi itu akan banyak membutuhkan makanan minuman,\" kata Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu.Putu menjelaskan kepercayaan industri terhadap perkembangan ke depan cukup baik, yang ditandai kinerja industri pengolahan di mayoritas subsektor, termasuk subsektor makanan, minuman dan tembakau sebesar 54,60 persen.Industri makanan dan minuman juga disebutnya tetap tumbuh meski dihadang pandemi COVID-19. Pertumbuhannya mencapai 3,68 persen pada triwulan II 2022, naik dari periode yang sama tahun 2021 sebesar 2,95 persen. \"Dengan rebound ini, kami berharap kita masih tetap optimis ke depan masih tumbuh 5 persen,\" imbuhnya.Putu menjelaskan kontribusi industri makanan dan minuman terhadap PDB hingga triwulan II 2022 mencapai 38,38 persen, paling besar di antara produk manufaktur lainnya.Di sisi lain surplus perdagangan di sektor makanan dan minuman sepanjang Januari-September 2022 mencapai 23,23 miliar dolar AS.Ada pun investasi di sektor tersebut pada triwulan II 2022 mencapai Rp41,37 triliun, dengan Penanaman Modal (PMDN) mencapai Rp23,36 triliun, melampaui Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar 1,23 miliar dolar AS.Selain di industri makanan dan minuman, kata Putu, pemerintah akan pula mendorong penggunaan kertas dan percetakan dalam negeri untuk mendukung pesta demokrasi. \"Ini fondasi yang bagus bagaimana kita memanfaatkan untuk bisa menjaga industri kita jadi baseload (dasar) untuk menjaga ekspor kita ke depan, \" kata Putu.(Ida/ANTARA)
Bareskrim Mendalami Proses Produksi Obat Sirop PT Afi Farma
Jakarta, FNN - Penyidik Bareskrim Polri mendalami proses produksi obat sirop milik PT. Afi Farma Kediri dalam rangka mencari bukti materiil penyidikan kasus dugaan gagal ginjal akut. Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Pipit Rismanto, di Jakarta, Rabu, mengatakan penyidik telah berangkat ke Kediri untuk memeriksa pihak PT. Afi Farma. \"Semuanya (diperiksa). Kami harus betul-betul mendalami, kalau formil-nya kan sudah ada, ada undang-undang dan aturan yang dilanggar, tinggal pembuktian materiil nya,\" ucap Pipit. Ia menjelaskan, pembuktian materiil itu dilakukan dengan mengetahui bagaimana proses produksi obat sirop yang diproduksi PT. Afi Farma. PT. Afi Farman produsen obat sirop Paracetamol yang ditemukan tercemar senyawa perusak ginjal. \"Kami mendalami proses pra-produksi seperti apa. Kemudian selama proses produksi seperti apa. Itu yang harus kami cari tahu banyak, terus siapa nanti yang bertanggungjawab apabila ada kesalahan ini,\" ujar Pipit. Salah satu pihak yang diperiksa adalah Direktur PT. Afi Farma. Namun, saat ini penyidik yang sudah tiba di Kendiri belum dapat memeriksanya karena dipanggil oleh BPOM. \"Masalahnya dirut nya juga dipanggil sama BPOM, jadi kami bingung. Ya mau kami periksa malah BPOM yang panggil,\" ungkap Pipit. Sebelumnya, penyidik Bareskrim Polri telah meningkatkan status penanganan kasus gagal ginjal akut ke tahap penyidikan dengan perusahaan yang diduga melanggar pidana PT. Afi Farna. Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) menemukan produk Paracetamol yang diproduksi PT. Afi Pharma tercemar senyawa perusak ginjal. Temuan itu didapat BPOM berdasarkan hasil uji sampling terhadap 102 daftar produk obat sirop yang disampaikan oleh Kementerian Kesehatan RI untuk uji kelayakan kandungan bahan baku di laboratorium BPOM RI karena diduga terkait dengan kasus gangguan ginjal akut di Indonesia. Bahan cemaran perusak ginjal yang dimaksud adalah Propilen Glikol melebihi ambang batas keamanan sehingga memicu pencemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) pada produk. BPOM telah menyelesaikan pengujian terhadap seluruh daftar produk obat sirop yang dilaporkan Kemenkes. Dari total 102 produk, ditemukan tiga produsen farmasi swasta dengan hasil kandungan pencemaran EG dan DEG. Selain PT. Afi Farma, produsen lainnya adalah PT. Universal Pharmaceutical Industries di Tanjung Mulia, Medan, Sumatera Utara. Tim gabungan dari BPOM bersama Bareskrim Polri menyita ratusan ribu produk obat sirop bermerek dagang Unibebi untuk demam dan batuk yang diproduksi PT Universal.(Ida/ANTARA)
Kepada Orang Tua Brigadir J, Ricky Rizal Minta Maaf
Jakarta, FNN - Terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Yoshua Hutabarat (Brigadir J), Ricky Rizal, meminta maaf kepada orang tua Brigadir J untuk tindak pidana yang dilakukannya.\"Saya juga berharap kepada Ibu Rosti Simajuntak dan Bapak Samuel Hutabarat serta keluarga besar almarhum Yosua untuk memberikan maaf atas kebodohan dan ketidaktahuan saya pada saat terjadi situasi saat ini,\" kata Ricky Rizal di hadapan orang tua Brigadir J dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu.Ricky juga berterima kasih karena dapat bertemu langsung dengan orang tua Brigadir J dan turut menyampaikan dukacita yang mendalam.Ia juga mengakui jika skenario tembak-menembak yang disampaikan kepada keluarga besar Brigadir J merupakan skenario Ferdy Sambo yang disampaikan di ruang provos.Dalam sidang lanjutan itu, JPU menghadirkan 12 saksi, di antaranya orang tua Brigadir J, sang ayah Samuel Hutabarat dan sang ibu Rosti Simanjuntak.Pada sidang sebelumnya, Selasa (1/11), terdakwa Ferdy Sambo dan istrinya Putri Candrawathi juga memohon maaf kepada orang tua Brigadir J.Sebelumnya, JPU mendakwa lima terdakwa tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Brigadir J dengan Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.Pasal 340 mengatur pidana terkait dengan pembunuhan berencana dengan ancaman pidana hukuman mati, pidana penjara seumur hidup, atau penjara 20 tahun.(Ida/ANTARA)
Tiga Pemimpin Dunia Akan Ditelepon Jokowi untuk Memastikan Kehadiran di KTT G20
Jakarta, FNN - Presiden RI Joko Widodo akan menghubungi tiga pemimpin anggota Group of Twenty (G20) untuk meminta konfirmasi kehadiran di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20, Bali, 15—16 November 2022.\"G20, tinggal tiga (pemimpin) yang belum (memberikan konfirmasi kehadiran), nanti akan saya telepon untuk mengonfirmasi kedatangan beliau-beliau,\" kata Presiden Jokowi di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Rabu.Namun, Jokowi tidak menyebut tiga pemimpin negara yang belum menyatakan kehadiran tersebut.Jokowi menilai tingkat kehadiran para pemimpin G20 pada KTT G20 mendatang terbilang cukup tinggi. Berdasarkan data sementara, tercatat 17 hingga 18 pemimpin anggota G20 yang memberikan konfirmasi kehadiran di pertemuan puncak rangkaian Presidensi G20 Indonesia itu.Menurut Jokowi, sebuah kehormatan bagi Indonesia ketika ada sekitar 17—18 pemimpin negara yang memastikan hadir pada pertemuan tersebut.\"Akan tetapi, 17—18 (pemimpin) sebuah angka yang banyak sekali, di dalam keadaan normal itu banyak sekali, artinya pada situasi sangat sulit sekali, beliau-beliau datang itu sebuah kehormatan bagi kita,\" kata Jokowi.Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan bahwa konfirmasi kehadiran para pemimpin negara dan kawasan anggota G20 sangat tinggi untuk pertemuan puncak Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20.\"Saat ini tingkat kehadiran para pemimpin sangat tinggi, beberapa masih ditunggu konfirmasinya karena situasi khusus,\" kata Menlu Retno, Senin (31/10).Terkait dengan beberapa negara yang belum memberikan konfirmasi, Retno menyebutkan hal tersebut karena situasi khusus. Misalnya, pemimpin Brasil belum memberikan konfirmasi kehadiran karena situasi pemilu di negara tersebut yang sudah memasuki tahap kedua. Presiden baru Brasil akan menjabat per 1 Januari 2023.Retno juga memastikan para pemimpin baru negara G20, seperti Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak dan Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni, sudah memberikan konfirmasi kehadiran.Sebagian besar pemimpin negara dan kawasan G20, kata Retno, akan tiba di Bali pada tanggal 14 November 2022.(Ida/ANTARA)
Menteri Akan Dievaluasi jika Terganggu oleh Deklarasi Capres
Jakarta, FNN - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan akan mengevaluasi kinerja menteri di pemerintahan jika terganggu oleh kegiatan terkait bursa calon presiden menjelang Pemilu 2024. “Tetapi kalau kita lihat nanti mengganggu ya akan dievaluasi, apakah harus cuti panjang banget atau tidak,\" kata Presiden Jokowi di Jiexpo Kemayoran, Jakarta, Rabu.Presiden mengatakan tugas sebagai menteri harus diutamakan meskipun menteri terkait akan berkontestasi dalam Pemilu 2024. \"Ya tugas sebagai menteri harus diutamakan,\" ujar Presiden.Pernyataan Presiden Jokowi tersebut menanggapi pertanyaan mengenai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan menteri atau pejabat setingkat menteri tidak perlu mengundurkan diri jika mencalonkan diri sebagai capres atau cawapres. Putusan tersebut tertuang dalam putusan perkara nomor 68/PUU-XX/2022.Dalam putusan itu, MK menerima sebagian permohonan gugatan yang diajukan Partai Garuda terkait Pasal 170 ayat 1 UU Pemilu.\"Menyatakan frase \'pejabat negara\' dalam pasal 170 ayat (1) UU Nomor 7/2017 tentang pemilu ... bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat,\" kata Ketua MK, Anwar Usman, dalam sidang daring, Senin (31/10).Dalam putusannya, MK menambahkan jabatan yang dikecualikan yaitu memasukkan menteri sebagai pejabat negara tidak perlu mundur saat mencalonkan diri sebagai capres atau cawapres. \"Termasuk menteri dan pejabat setingkat menteri sepanjang menteri dan pejabat setingkat menteri mendapatkan persetujuan dan izin cuti dari presiden,\" kata dia.MK menyatakan ada delapan kategori pejabat setingkat menteri yang tetap harus mengundurkan diri saat mencalonkan diri sebagai presiden ataupun wakil presiden.Para pejabat itu adalah Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Agung Mahkamah Agung; Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim pada semua badan peradilan, kecuali hakim ad hoc; serta Ketua, Wakil Ketua, dan anggota MK.(Ida/ANTARA)
Menyoal Sindiran Menkopolhukam: Sistem Pemerintahan Khilafah Berhadapan dengan Demokrasi dan Pancasila
Jejaknya Masih Jelas. Bukankah, kita juga pernah dibantu khilafah ketika kita melawan penjajah Belanda? Apakah kita akan melupakan begitu saja jejak kekhalifahan di negeri ini? Itu tidak fair! Itu a-history! Oleh: Pierre Suteki, Dosen Universitas Online (Uniol) 4.0 Diponorogo OKEZONE.com dan berapa media online tanggal 30 Oktober 2022 mewartakan bahwa Menko Polhukam RI Mahfud MD menyindir semua pihak yang ingin mengganti Demokrasi dan ideologi Pancasila di Bumi Tanah Air. Hal itu diungkapkan Mahfud ketika menghadiri acara Kongres Forum Rektor PTN se-Indonesia yang berlangsung di Universitas Airlangga, Surabaya, Ahad Minggu (30/10/2022). Mahfud MD mengatakan: “Ada yang bilang kayak gini \'pak ini negara Pancasilanya sudah gagal pak harus diganti ideologinya\', lalu saya tanya ganti dengan apa, lalu dia bilang \'karena ideologi Pancasila sudah gagal, maka kita ganti saja menjadi khilafah\', memangnya kalau khilafah sudah pasti bagus? Ndak, jawab dia”. Kemudian ia mengajak audience untuk berpikir rasional dengan memperbaiki demokrasi. Pertanyaannya, apakah khilafah itu ideologi yang disejajarkan dengan Pancasila? Apakah betul dalam sistem pemerintahan khilafah tidak ada kejahatan? Apakah betul jika kita memilih sistem pemerintahan kekhalifahan itu tidak rasional dan bertentangan dengan Pancasila? Sebagai umat yang meyakini Tuhan Alloh sebagai Sang Khaliq dan menyadari diri manusia sebagai mahluk ciptaannya, tentu kita harus kembali kepada fitrah manusia yakni: (1) tunduk kepada penciptanya dengan cara mengakui keberadaannya (bertauhid); (2) mewujudkan ketundukan kepada sang Khaliq dengan cara menyembahnya (beribadah); dan yang ke (3) menjalankan hukum-hukum Alloh di muka bumi (bersyariat). Di samping itu manusia dilengkapi dengan kefitrahan yang lain yaitu: akal sehat. Maka, dengan kedua fitrah itu kita bersama dapat bertanya kepada diri kita: layakkah kita mengkriminalkan ajaran Islam khilafah yang nota bene datang dari petunjuk Alloh dan rasul-Nya serta kebebasan berpendapat yang mendasar dan hal itu merupakan HAM yang dijamin oleh Konstitusi UUD NRI 1945? Saya menyadari betul bahwa tidak ada kebebasan tanpa batas, tetapi ketika kebebasan itu terus ditakuti dan diintimidasi, masih adakah kebebasan itu? Untuk menentukan suatu ajaran itu terlarang atau tidak perlu dilakukan pengujian oleh: (1) Lembaga keagamaan yang menaunginya, kalau tentang khilafah, maka MUI berwenang mengujinya. (2) Putusan Pengadilan atau ketentuan UU yang secara tegas menyebutkan untuk itu. Selama ini belum ada fatwa MUI dan Putusan Pengadilan atau Ketentuan UU yang menyatakan bahwa Khilafah itu sebagai ajaran Islam (bidang fikih) yang terlarang dan bertentangan dengan Pancasila. Perlu dicatat, Khilafah itu bukan ideologi, melainkan ajaran Islam tentang sistem pemerintahan ideal menurut tuntutan Alloh, Rasul, dan para sahabat. Khilafah bukan ideologi yang disejajarkan dengan komunisme, kapitalisme, juga radikalisme. Karena sebagai bagian dari ajaran Islam maka khilafah boleh didakwahkan. Tujuannya agar umat tahu tentang sistem pemerintahan ini sehingga tidak “plonga-plongo” ketika suatu saat sistem ini Tegak di Muka Bumi sebagaimana Janji Rasululloh dalam hadist yang Shohih. Jadi, tidak ada salahnya jika siapapun orang, lembaga, ormas Islam Mendakwahkan Khilafah selama tidak ada unsur kekerasan, pemaksaan, dan apalagi makar. Persekusi terhadap Pendakwah Khilafah Sebagai Ajaran Islam Apa itu persekusi (persecution)? Secara umum, arti persekusi adalah suatu perlakuan buruk dan sewenang-wenang yang dilakukan secara sistematis oleh individu atau kelompok tertentu terhadap individu atau golongan lain dengan cara memburu, mempersusah, dan menganiaya, karena perbedaan suku, agama, atau pandangan politik. Ada juga yang mengatakan bahwa pengertian persekusi adalah suatu sikap/ tindakan permusuhan, pemburuan, dan penganiayaan terhadap seseorang atau golongan tertentu, terutama karena ras, agama, dan keyakinan politik. Berdasar definisi tersebut peristiwa penggrudukan kyai, ustadz yang pernah dilakukan oleh ormas atau oleh orang atau pun kelompok orang tertentu dapat diklasifikasikan sebagai Persekusi dengan bukti di lapangan telah ada: (1) Tindakan kekerasan (secara psikis): bentakan, paksaan pengakuan, cercaan, perintah memaksa membuat surat pernyataan, ancaman). (2) Tindakan permusuhan terhadap kelompok karena perbedaan keyakinan agama dan politik (khilafah), anggota kelompok jelas dpt dideteksi dari ucapan-ucapan pelaku dan suasana \"perburuan\" oleh kelompok sangat jelas sekali. Kalau pelakunya ormas, maka konsekuensi hukumnya kembali kepada UU Ormas karena yang melakukan persekusi itu statusnya sebagai Ormas. Jadi, anggota, bahkan Ketua ormas seharusnya patut diduga telah melakukan persekusi dan tindakan hukum yang memenuhi larangan Ormas sesuai dengan Pasal 59 ayat 3: a. Melakukan tindakan permusuhan terhadap agama (ajaran agama), dan kelompok (golongan, HTI), lihat penjelasan ayat ini. b. Melakukan penistaan agama, penodaan agama dengan pernyataan tentang khilafah sebagai ideologi terlarang – sementara khilafah bukan ideologi, melainkan sistem pemerintahan – dan dengan demikian dianggap bukan bagian ajaran Islam. Ini pelecehan dan penodaan agama (Ps 156a KUHP). c. Melakukan tindakan kekerasan secara verbal dan psikis terhadap Ustadz, Kyai, mengganggu ketentraman umum dengan cara gerudukan dan teriakan permusuhan. d. Melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum dengan cara membatasi kebebasan bergerak, melakukan kekerasan psikis dan verbal, menginterogasi dugaan pelanggaran hukum, upaya pemaksaan membuat pernyataan atau perjanjian. Sanksinya dapat berupa: (1) Sanksi Administratif. Pencabutan Badan Hukum atau SKT Ormas sekigus pembubaran ormas oleh Menkum HAM. (2) Sanksi Pidana. Anggota/Pengurus dapat dijatuhi pidana penjara mulai dari 6 bulan hingga 1 tahun (Ps 59 c dan d) atau seumur hidup atau minimal 5 tahun dan maksimal 20 tahun (Ps 59 a dan b). Menurut saya tidak fair bila kita mengharamkan sistem pemerintahan khilafah dan memusuhi orang yang mempelajari dan mendakwahkan khilafah, apalagi hendak disusun Proposal tentang Protokol Kampus, Masjid dan Pesantren Anti Khilafah. Itu tidak fair! Mengapa, karena dalam sejarah selama 1300 tahun umat Islam memang dalam kepemimpinan dengan sistem kekhilafahan, apapun bentuk dan variasinya. Bahkan, bukankah beberapa wilayah Indonesia sempat menjadi bagian atau wakil kekhalifahan Ustmani, misalnya Demak, DI Yogyakarta? Jejaknya Masih Jelas. Bukankah, kita juga pernah dibantu khilafah ketika kita melawan penjajah Belanda? Apakah kita akan melupakan begitu saja jejak kekhalifahan di negeri ini? Itu tidak fair! Itu a-history! Khilafah itu jelas terbukti merupakan bagian dari fikih siyasah, sehingga khilafah adalah ajaran Islam, bukan ajaran terlarang. Oleh karena itu mendakwahkannya bukanlah tindakan kriminal dan bukan terpapar radikalisme. Bahkan, persekusi pada pendakwah khilafah baik oleh perorangan maupun organisasi merupakan perbuatan pidana yang dapat dijerat denagan KUHP (Pasal 156a) dan UU ITE serta UU Ormas 2017. Kalau demikian, maka kriminalisasi khilafah dan dakwahnya sebenarnya merupakan tindakan yang bertentangan dengan Pancasila dan Islam itu sendiri. Tabik...!!! Semarang, Selasa: 1 November 2022. (*)
Meraih Kemenangan Itu Dengan Gerakan, Bukan Oleh Dogma Teori Statis
Kalau negara makin zalim dan tirani, Perubahan dengan revolusi mungkin mengejutkan, namun menyegarkan bahkan menggairahkan. Negara harus dikembalikan dengan kita bertindak dan bergerak cepat sesuai dinamikanya. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih KEBIJAKAN saya adalah tidak mempunyai kebijakan (Abraham Lincoln). Kemenangan seseorang dalam sebuah peperangan tidak dapat diulang – semua kemenangan merupakan jawaban atas berbagai keadaan yang selalu berubah (Sun-Yzu). Bahwa kelemahan untuk menang dan kekalahan dalam setiap perjuangan perlawanan kita selalu menyimpang sejak awal, karena tidak selaras dengan momen sekarang, tidak peka terhadap keadaan. Reaksinya selalu berubah terhadap hal-hal yang pernah terjadi di masa lalu. Teori dan ide yang dicerna dianggap sebagai pamungkas padahal tidak ada hubungan dengan masa kondisi kita sekarang. Semakin banyak buku, teori dan pemikiran hanyalah memperparah masalahnya. Para pahlawan pejuang kita saat itu, menjadi ahli strategi yang paling kreatif bukan karena mempunyai pengetahuan lebih banyak, melainkan mereka sanggup (apabila perlu) menyingkirkan anggapan sebelumnya dan hanya fokus pada momen/keadaan sekarang (saat itu). Pengetahuan, pengalaman, dan teori mempunyai keterbatasannya sendiri. Menghadapi kekacauan kehidupan adalah keadaan saat ini. Carl von Clause (filsuf besar perang): menyebut itu sebagai fiksi yaitu perbedaan antara cara pandang kita yang berbeda dengan apa yang sebenarnya terjadi. Para pejuang pahlawan kita saat itu adalah kesanggupan menyesuaikan pemikiran dengan keadaan yang berubah-ubah, sehingga responnya menjadi sangat realistis. Kalau hanya mendasarkan pada teori-teori yang pernah dicerna dengan pengalaman masa lalu responnya akan sangat lamban, mengecewakan dan pasti akan gagal. Ahli strategi yang sesungguhnya, pikirannya seperti sebuah sungai, semakin cepat mengalir akan semakin baik mengikuti perkembangan dan menanggapi perubahan. Menyegarkan dirinya dan energi akan semaki besar. Ahli teori seperti lumpur dalam sungai akan menetap dan mengeras di sana, menghambat alirannya. Kebutuhan untuk memerangi dan memenangkan sebuah perjuangan adalah memulihkan aliran pikiran alami. Menurut Napoleon Bonaparte, prinsip perang apa yang ia ikuti, dia menjawab tidak mengikuti prinsip perang manapun. Kejeniusan adalah kemampuan menanggapi keadaan, memanfaatkan keadaan yang ada dengan sebaik-baiknya – ia seorang oportunis sejati. Demikian pula Jenderal Sudirman atau strategi Pangeran Diponegoro dan lainnya. Meyakini teori secara kaku mempunyai hukum yang sulit dijelaskan atau aturan abadi yang sama dengan mengambil posisi kaku, statis, yang akan menjatuhkan kita sendiri. Teori akan memperluas visi, tetapi tidak boleh menjadi dogma. Pada situasi yang baru lebih baik berprinsip tidak tahu apa-apa. Dan harus siap belajar dari awal yang akan melahirkan teori sendiri yang lebih canggih daripada mengandalkan teori dari buku orang lain. Vo Nguyen Giap mengatakan operasi militer yang sukses adalah kemampuan menelaah setiap situasi yang sama sekali baru. Strategi yang mutahir dan unggulan memandang segala sesuatu apa adanya sangat peka terhadap bahaya dan kesempatan. Mereka melupakan masa lalu – kondisi aktual sekarang terlalu menarik bagi mereka. Pasukan Pangeran Diponegoro tidak pernah mengulang strateginya – strategi terus mengikuti kerumitan dan kekacauan dengan mengambil kemungkinan baru untuk mengatasi keadaan. Perluasan hakiki dari evolusi tersebut adalah perang gerilya yang memandang kekacauan dengan menjadikan ketidak teraturan tidak mudah diramalkan sebagai strategi. Pasukan gerilya tidak akan pernah mengulang taktik yang sama. Jangan pernah menerapkan taktik dan teori manapun secara kaku, jangan biarkan menetap pada posisi statis, mempertahankan ide tertentu mengulang manuver yang sama yang tidak hidup. Aristoteles mendefinisikan bahwa kehidupan oleh gerakan, maka yang tidak bergerak sudah mati. Jangan menyia-nyiakan waktu untuk hal-hal yang sia- sia. Pastikan kita terus bergerak untuk negara ini kembali kepada kiblat perjuangannya. Kalau negara makin zalim dan tirani, Perubahan dengan revolusi mungkin mengejutkan, namun menyegarkan bahkan menggairahkan. Negara harus dikembalikan dengan kita bertindak dan bergerak cepat sesuai dinamikanya. Orang yang berperang menurut aturan yang sama pasti gagal. Sebab perang itu progresif (Ulysses). Sama halnya kita melawan kekuasaan yang zalim harus digulingkan atau dihentikan dengan dengan gerakan yang menyesuaikan keadaan saat ini. (*)
Nestapa UUD 1945
Bahwa, kita telah kehilangan norma-norma dasar negara. Ini berbahaya karena kita kehilangan pedoman. Jika setiap generasi boleh mengganti kesepakatan awal pendirian negara. Oleh: Muhammad Chirzin, Guru Besar Tafsir Al-Quran UIN Sunan Kalijaga, Jogjakarta PASCA Reformasi 1998, UUD 1945 mengalami empat kali amandemen, yakni 1999, 2000, 2001, dan 2002. UUD 1945 hasil amandemen dinamai UUD NRI 1945. Para aktivis peduli konstitusi dan masalah negara yang tergabung dalam sebuah grup WhatsApp dengan 296 peserta menolak amandemen UUD 1945 dan berjuang untuk kembali ke UUD 1945. Mereka menyebut UUD 1945 hasil amandemen sebagai UUD 2002. Efek fatal amandemen tersebut adalah hapusnya kedudukan MPR sebagai pemberi mandat Presiden. Akibatnya, Presiden memiliki kedudukan yang setara dengan MPR. Karena itu tidak ada lembaga negara yang bisa meminta pertanggungjawaban Presiden. Jika Presiden bertanggung jawab langsung kepada Rakyat, apakah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bertaji untuk mengontrol kebijakan dan sepak terjang Presiden, sedangkan mayoritas anggota DPR adalah pendukung Penguasa? Anthony Budiawan menulis bahwa keputusan amandemen UUD 1945 tidak lepas dari pengaruh “Washington Consensus”, yakni kebijakan ekonomi yang dijalankan oleh “Washington(-based) Instutitions”, yaitu IMF dan World Bank. Program Kebijakan Ekonomi tersebut wajib diikuti negara penerima bantuan IMF seperti Indonesia pada 1997/1998, sebagai persyaratan bantuan. Masih menurut Anthony Budiawan, untuk menjalankan program kebijakan ekonomi tersebut agar lancar, maka UU, bahkan UUD, yang bertentangan dengan program kebijakan ekonomi, wajib diubah. Program IMF tersebut dinamakan Structural Adjustment Programs (SAP), yang isinya Liberalisasi, Privatisasi, dan Globalisasi (LPG). Maka itu, tidak heran banyak sekali UU yang diubah secara mendasar pada periode Indonesia di bawah cengkeraman IMF, termasuk Perubahan UUD. Hasilnya, ekonomi Indonesia sangat terbuka untuk asing, Indonesia menjadi pasar perusahaan global (Globalisasi), BUMN, termasuk BUMN strategis diprivatisasi, dan tidak ada batasan PMA (Liberalisasi). UUD (amandemen) 2002 merampas kedaulatan daerah. Utusan daerah dan utusan golongan dikeluarkan dari MPR yang juga sudah tidak berdaulat lagi. Pilpres langsung membuat daerah tidak berdaya. Terjadi perampasan kekayaan Daerah ke Pusat bersama kroni oligarki. Pihak status quo berupaya keras mempertahankan UUD 2002, karena bisa berkuasa mutlak. Mereka menuduh pihak yang ingin kembali ke UUD asli sebagai antek Orba. Padahal UUD asli tidak ada hubungannya dengan Orba. Justru yang menghidupkan kembali UUD asli adalah Soekarno melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Penggantian UUD 1945 itu adalah sebuah penghianatan. Upaya kembali ke UUD 1945 Asli itu juga harus ekstra hati-hati dan tidak tergesa-gesa. Bukan tidak mungkin itu juga akan dimanfaatkan oleh rezim saat ini beserta para oligarki di belakangnya untuk menjadikan kekuasaan Presiden sekarang 3 periode, atau bahkan presiden seumur hidup. Maka pembatasan 2 periode jabatan presiden tetap perlu dipertahankan. Kembali ke UUD 1945 dengan adendum. Aktivis yang lain berpendapat bahwa kembali ke UUD 1945 asli adalah wajib, tapi tidak di era Jokowi; tunggu presiden baru, karena masih ada orang-orang yang berusaha 3 periode lewat amandemen UUD 2002 atau dekrit kembali ke UUD 1945 asli dengan menekan Ketua Umum partai untuk mendukung amandemen terbatas UUD 2002. Para pendiri negara ini sudah memikirkan segala kemungkinan, kalau batang tubuh kurang jelas, misal tentang pembatasan masa jabatan Presiden, bisa ditulis dalam penjelasan. Kalau ada aturan yang perlu ditambahkan, misalnya pasal 33, bumi air dan \"udara\", bisa masuk pada aturan tambahan. Kalau ada pasal yang perlu direvisi bisa masuk dalam aturan peralihan. Begitu kembali ke UUD 1945 Presiden adalah Mandataris MPR. Sewaktu-waktu MPR bisa menurunkannya. Tidak harus melalui MK, karena MK sudah bubar, dan masuk menjadi kamar MA. Perjuangan itu memerlukan persatuan dan pengorbanan. Apalagi perjuangan untuk melakukan perubahan secara total dan \'radikal\'. Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, adalah refleksi persatuan pemuda dari berbagai wilayah di Indonesia. Mereka telah berhasil membuat sejarah perjuangan bangsa. Jika kita memang menghendaki perubahan, maka harus berani berkorban dan menggalang persatuan. Sayangnya, di antara kita belum bersatu, bahkan ada mencurigai dan menghujat dengan penuh kebencian terhadap orang-orang yang sebenarnya satu barisan dalam gerakan perubahan. Pasal 7 UUD 1945 sudah disalahtafsirkan sedemikian rupa, sehingga Suharto berkali-kali dipilih kembali, dan tak seorang pun berani menolak interpretasi tersebut, hingga tiba masa reformasi. Sayangnya, Reformasi akhirnya juga telah disimpangkan demikian rupa, hingga membuahkan UUD 2002 yang membawa nestapa pada Bangsa. Kembali ke UUD 45 Asli adalah sebuah keharusan, kalau masih ingin mempertahankan Negara Republik Indonesia yang terdiri atas daerah-daerah yang sebelumnya di bawah kekuasaan kerajaan, kesultanan atau bangsawan yang berdaulat, sebelum mereka sepakat menyerahkan kedaulatannya dengan mendirikan Negara baru, Negara Republik Indonesia, pada 17 Agustus 1945. UUD 2002 hasil empat kali amandemen sudah merampas Kedaulatan Daerah, dengan menghapus Utusan Daerah, sehingga Daerah tidak mempunyai suara lagi untuk menentukan Presiden dan Wakil Presiden, dan hanya menjadi (suku) bangsa inferior di Negara Republik Indonesia yang dikuasai sekelompok kecil elit politik dan oligarki pengusaha. Mereka merampas kekayaan Daerah, seperti batubara, mineral, hutan dan perkebunan, untuk memperkaya kelompok mereka sendiri dengan cara membuat UU untuk kepentingan mereka, agar perampasan kekayaan sumber daya alam tersebut dapat dilakukan seolah-olah legal. Sedangkan rakyat Daerah pemilik kekayaan alam tersebut dibiarkan miskin, bahkan diusir dari lahan pertambangan, perkebunan atau kawasan proyek real-estate untuk oligarki. Mereka bahkan diintimidasi kalau melawan. Kasus Wadas adalah contoh yang masih segar dalam ingatan kita. Hanya dalam waktu 20 tahun cengkeraman kekuasaan Pusat terhadap Daerah semakin memburuk dan sudah pada tahap tidak bisa ditoleransi lagi. Eksploitasi kekayaan alam Daerah semakin tidak terkendali. Di lain sisi, kerusakan alam semakin buruk dan mengakibatkan bencana alam yang tak terperi. Kalau kondisi ini tidak segera diperbaiki maka tinggal tunggu waktu Daerah akan memisahkan diri dari Negara. Efek amandemen UUD 1945 lainnya adalah pemilihan Presiden langsung oleh semua Rakyat Indonesia. Hal ini bertentangan dengan sila keempat Pancasila bahwa: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Efek domino perubahan mekanisme pemilihan presiden dan wakil presiden ialah lahirnya Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, terutama pasal 222 tentang Presidential Threshold 20%. Dampak Pilpres langsung adalah pembelahan anak bangsa serius. Menurut Anthony Budiawan, pada era ini publik sengaja dipecah-belah oleh rezim melalui buzzeRp dan survei. Bahkan, Mesin buzzeRp langsung bekerja siap menghancurkan dan mematikan pendapat yang tidak diinginkan, sekaligus membentuk opini menyesatkan: memproduksi masyarakat akal sehat versus akal bulus. Pada 8 Oktober 2022 Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Lintas Provinsi membuat pernyataan sikap antara lain sebagai berikut. Bahwa, UUD 2002 telah membuka bagi kesalahan tata kelola kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga para Bandar dan Bandit politik leluasa melakukan apa saja. Bahwa, peran DPR, MK, KPU, KPK hingga POLRI kini hanya menjadi badut politik yang dengan sukarela menjadi alat kekuasaan para Bandit dan Bandar politik. Bahwa, praktik politik tidak bisa menjadi alasan mengganti UUD45 diganti dengan UUD2002. Jika UUD bisa diganti oleh MPR hasil Pemilu, maka kesesatan praktik politik akan selalu memperoleh pembenaran UUD melalui penggantian tersebut. Bahwa, kita telah kehilangan norma-norma dasar negara. Ini berbahaya karena kita kehilangan pedoman. Jika setiap generasi boleh mengganti kesepakatan awal pendirian negara. Bahwa, UUD 1945 bukan sekadar dokumen akademik, tapi dokumen sejarah yang menjadi fondasi negara ini. Atas kesimpulan telaah dan kajian tersebut, KAMI Lintas Provinsi, bersikap bahwa: 1. Saatnya rakyat meminta dan mewajibkan Negara secepatnya mengagendakan Dekrit Presiden untuk kembali ke UUD 1945 asli versi Dekrit Presiden Soekarno 1959. 2. Untuk mengantisipasi tuntutan adaptasi dengan lanskap global strategis yang berkembang, perubahan atas UUD 1945 dimungkinkan dengan metode adendum, tanpa mengubah Pembukaan, batang tubuh, dan penjelasannya. 3. Memfungsikan dan mereposisi MPR RI kembali sebagai lembaga tertinggi negara. Kedaulatan harus dikembalikan ke tangan rakyat, bukan ke partai politik. 4. Presiden dipilih oleh MPR sebagai mandataris MPR untuk menjalankan GBHN sebagai amanah rakyat, bukan petugas partai, apalagi menjadi badut politik kaki tangan para taipan. 5. Kembali ke UUD45 adalah pertobatan bangsa ini. Paska mengganti menjadi UU 2002 semua kehidupan berbangsa dan bernegara yang tercengkeram Bandar dan Badut politik saat ini adalah ekspresi para penguasa yang terkutuk. Ya Allah satukan hati dan langkah kami untuk melakukan perubahan ke arah kebaikan. Bimbinglah dan berikan petunjuk yang benar, serta ridhai perjuangan ini, amin. (*)