ALL CATEGORY

Setan dalam Mitologi Betawi

Oleh Ridwan Saidi Budayawan  KATA lain setan dalam Betawi orang alus, dari kata halus  Penunggu dibedakan dengan setan. Penunggu jelmaan arwah yang selagi hidup dianggap sakti. Jenis-jenis setan dalam mitologi Betawi: 1. Kolong wewe, pengganggu anak kecil.  Suka sembunyikan anak-anak di balik buah dadanya yang super besat. Orang-orang mencari anak itu dengan ramai-ramai pukul tampah. 2. Setan yang suka berbuat crime, mengambil uang victim. 2.1. Setan kicik, sejenis tuyul. Ambil uang orang sekedar saja. Kalau cara manusis sekedar pas untuk ongkos becak. 2.2. Setan ngepet, tukang bobol. Disebut ngepet karena setan ini tiap buang hajat besar tak pernah bebersih. Justru ini punya daya hisap tinggi terhadap rupiah . 3. Setan longga-longga. Tinggi setinggi tiang listrik. Setan ini suka langkahi orang-orang yang tidur di jalan dalam rangka siskamling. Bahaya bila dilangkahi longga-longga victim bisa hernia. Penangkal: kalau tidur di jalan sebaiknya tengkurap.  4. Setan pale time. Kepala setan ini terbuat dari timah. Kalau lagi jalan dan papasan maka si Pale Time benturkan kepalanya ke victim. Victim terjatuh dan kelojotan. Penangkal: Kalau jalan malam-malam agar membungkuk.  5. Setan sekadar nakut-nakutin: 5.1. Setan kuncung, semacan pocong.  5.2. Ririwa, disebut juga si Jabrik, rambutnya awut-awutan. Dan ini setan suka udak-udak victim. Penangkal: Kalau jalan malam ketiak jangan dikasi wewangian karena setan jenis ini paling takut sama bau ketiak. Jangan kata setan, orang jugs takut sama aroma ketiak.  6. Kuntil Anak, CABE pernah mengulas. Ini setan jenis wanita.  7. Setan bekatul. Ia bermain di perut victim. Kalau kena setan bekatul victim makan nasi sebakul langsung ludas. Fungsi mitologi hanya ingatkan manusia agar berhati-hati menjalani dalam hidup. (RSaidi)

Jenderal Dagang Narkoba, Catatan Delapan Tahun Revolusi Mental Jokowi

 Saatnya kini Kapolri mendekatkan diri jajarannya pada ulama, Pendeta, pusat-pusat ibadah dlsb, untuk mengasah akhlak. Mengasah akhlak akan menjauhkan manusia dari serakah maupun kebendaan belaka. Oleh: Dr. Syahganda Nainggolan, Sabang Merauke Circle JENDERAL polisi bintang dua dan baru saja ditunjuk menjabat Kapolda Jawa Timur, jabatan prestisius, Teddy Minahasa, menjadi pedagang narkoba, yang berhasil dibongkar pihak kepolisian di Jakarta. Ini berita terheboh sepanjang sepekan ini, disamping soal isu ijazah palsu Joko Widodo alias Jokowi, yang menjadi perbincangan publik. Bersamaan dengan munculnya berita Teddy Minahasa, beberapa perwira polisi yang diundang Jokowi ke Istana Negara, ditemukan 8 Kapolda sedang positif mengkonsumsi narkoba. Situasi ini berbarengan dengan laporan media bahwa terjadi peningkatan peredaran narkoba saat ini. Bahkan, setelah rezim Jokowi mengumandangkan \"War on Drugs\". Luar biasa hancurnya moral polisi kita. Harapan atas keberadaan polisi semakin mengecil. Presiden, anggota DPR dan masyarakat ramai-ramai mengecam polisi selama beberapa bulan belakangan ini. Setidaknya sejak kasus Ferdy Sambo, sebagaimana merujuk CNN Indonesia dalam berita \"Ramai Kritik Kasus Polri: Sambo, Kanjuruhan Hingga Teddy Terseret Sabu\", (15/10/2022), baik anggota DPR oposisi (Demokrat) maupun pendukung pemerintah (PDIP) melihat polisi seperti tiada harapan lagi bagi perbaikan bangsa. Dalam berita ini bahkan presiden pun sepertinya sudah putus harapan. Bagi Jokowi tentu saja lebih mengerikan. Sebab, reputasi Jokowi sebagai pemimpin sebuah negara yang akan menggelar perhelatan G20, yang bulan depan akan dilangsungkan di Indonesia, dapat pula dipertanyakan dunia. Bagaimana mungkin mengamankan sebuah event raksasa jika pengamanan dilakukan oleh polisi yang kini justru perlu diamankan? Revolusi Mental Yang Gagal Dalam tulisan saya dua bulan lalu berjudul \"Rektor Koruptor dan Gagalnya Revolusi Mental\", saya telah membahas kegagalan revolusi mental ini. Kembali pada kesempatan ini saya mengutip makna revolusi mental yang dimaksud Jokowi, yakni \"suatu gerakan untuk menggembleng manusia Indonesia baru, yang berhati putih, berkemauan baja, bersemangat elang rajawali, berjiwa api yang menyala-nyala\" (sumber situs Keminfo) dan \"Revolusi mental Jokowi” ditandai dengan prinsip integritas, etos kerja dan gotong royong. (situs Kemendikbud). Melihat pengertian di atas sudah sepantasnya Jokowi bercermin bahwa revolusi mental itu sudah jauh dari harapan. Keinginan Jokowi yang disampaikan pada polisi di Istana kemarin, yakni jangan bermewah-mewah diantara penderitaan rakyat saat ini, seperti pepatah mendulang air ke muka sendiri. Sebab, dengan besarnya kekuasaan polisi dalam naungan Jokowi, tentu artinya itu cermin diri Jokowi sendiri, sebagai sebuah kesatuan. Persoalan Ferdy Sambo, pembantaian Kanjuruhan dan terakhir kasus Teddy Minahasa, menunjukkan bahwa spektrum kerusakan mental yang luas pada kepolisian kita. Sehingga selama 8 tahun pemerintahan Jokowi, baik ketika polisi memakai istilah Promoter lalu kini, Presisi, sebagai acuan (budaya) kerja mental mereka semakin terpuruk. Tentu saja kita mengapresiasi masih adanya elit-elit polisi yang tetap berani melakukan perbaikan, seperti dalam kasus Sambo, di mana diberitakan ada jenderal berbintang 3 mengancam mundur jika Sambo tidak di penjara (lihat: \"Diminta Buka Sosok Jenderal Bintang 3 yang Ancam Mundur di Kasus Sambo, Mahfud: Saya Tidak Bisa Dipaksa\", Kompas, (22/8/2022). Atau keberanian Polda Metro Jaya membongkar jaringan penjual narkoba yang melibatkan Jenderal Teddy, dan juga tentu Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang mendukung reformasi kepolisiank (misalnya juga ketika langkah cepat Kapolri mencopot Kapolda Jatim Irjen Nico Afinta terkait dengan kasus Kanjuruhan). Namun, segelintir elit polisi yang ingin perubahan ini pastinya menghadapi hambatan yang sangat besar, baik karena kerusakan mental tadi maupun tantangan eksternal dari pihak-pihak yang berhasrat menjadikan kepolisian hanya sebagai alat, baik para bandar, cukong-cukong dan juga para politisi. Revolusi Akhlak Bila Jokowi sudah menyaksikan sendiri kemerosotan mental polisi, khususnya terkait statemen-statemennya ketika menerima kedatangan seluruh perwira polisi kemarin di Istana, maka sesungguhnya perlu dicari jalan keluar yang tepat. Pembenahan struktur polisi agar berorientasi pada pelayanan masyarakat bisa dilakukan oleh Jokowi dan Kapolri secara sistematis. Namun, itu tidak akan berhasil jika perombakan kultural tidak dilakukan. Perombakan kultural ini hanya bisa dimulai dengan sebuah tobat besar-besaran dan dilanjutkan dengan memperbaiki moral atau akhlak polisi. Sebagai penegak hukum polisi harus masuk pada pepatah \"membersihkan yang kotor tidak mungkin dengan sapu yang kotor\". Polisi harus mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa. Mereka harus jadi teladan. Mereka harus bersyukur atas apa yang mereka peroleh sebagai rezekinya. Nasihat Jokowi untuk tidak silau dengan kemewahan, dalam situasi yang serba memuja benda saat ini, hanya bisa dilakukan dengan mendekatkan diri pada ajaran agama. Polisi harus dekat dengan ulama, kyai, Masjid, Pendeta, Gereja dan lain-lain sesuai dengan agamanya. Apabila moralitas polisi sebagai penegak hukum mendapatkan kepercayaan rakyat, melalui perbaikan akhlak, maka cita-cita Jokowi dalam Nawacita, menciptakan Indonesia yang aman dan nyaman tentu dapat terjadi. Penutup Kepolisian kita diambang kehancuran moral dan mental. Jokowi telah mengundang seluruh perwira polisi ke Istana kemarin lalu dan memberi petuah agar jajaran polisi tidak silau kemewahan, bekerja jangan terlalu menjelimet seperti yang digambarkan Presisi, dan kembali menjadikan polisi untuk kepentingan rakyat. Semua kejadian terakhir, Sambo, Kanjuruhan, dan kasus Teddy Minahasa, menunjukkan Revolusi Mental Jokowi telah gagal. Jokowi dan Kapolri harus bekerja keras untuk mereformasi kepolisian agar kembali pada fungsinya, mengayomi rakyat. Namun, Jokowi dan Kapolri hanya bisa menyelesaikan masalah struktur, seperti memperbaiki renumerasi, jenjang karir atau lainnya, namun tanpa perbaikan kultural, yakni akhlak dan moral, langkah ini tidak akan merubah banyak. Saatnya kini Kapolri mendekatkan diri jajarannya pada ulama, Pendeta, pusat-pusat ibadah dlsb, untuk mengasah akhlak. Mengasah akhlak akan menjauhkan manusia dari serakah maupun kebendaan belaka. Jajaran elit di sekitar Kapolri maupun para penasehatnya harus mengalami perombakan, ke arah perbaikan akhlak tadi. Langkah jajaran Polresta Malang yang melakukan Sujud memohon ampun beberapa hari lalu, paska Tragedi Kanjuruhan, perlu dijadikan contoh awal yang perlu diapresiasi. Semoga perbaikan institusi Kepolisian dapat berlangsung sukses. (*)

Partai Gelora Jadi Parpol Pertama yang Diverifikasi Faktual oleh KPU RI

Jakarta, FNN  - Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia menjadi partai politik (parpol) pertama yang diverifikasi faktual oleh Komisi Pemilihan Umum (Umum) RI usai lolos proses verifikasi administrasi (vermin). Sebanyak 18 parpol dinyatakan lolos vermin, terdiri dari 9 partai parlemen, serta 9 partai baru dan partai non parlemen. Sembilan partai parlemen otomatis dinyatakan lolos sebagai peserta Pemilu 2024. Namun, 9 partai baru dan non parlemen wajib mengikuti verfak parpol sebagai syarat untuk menjadi peserta Pemilu 2014. Verfak diikuti 9 parpol, yakni 4 partai baru dan 5 partai lama.  Ketua KPU RI Hasyim Asyari didampingi Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Rachmat Bagja, Sabtu (15/10/2022) langsung datang ke kantor Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Partai Gelora di bilangan Manggarai, Jakarta Selatan menggunakan motor untuk melakukan verfak. Hasyim Asyari datang dibonceng motor Patwal kepolisian, sedangkan Rachmat Bagja dibonceng motor pegawai Bawaslu RI. Mereka berdua dikawal petugas keamanan KPU RI. Dua Komisioner KPU RI Betty Epsilon Idroos dan Yulianto Sudrajat datang terlebih dahulu bersama Tim Verfak KPU. Betty dan Yulianto adalah penanggungjawab untuk verfak Partai Gelora. Saat verfak Partai Gelora juga terlihat Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPU RI Bernad Darmawan Sutrisno dan Deputi Bidang Dukung Teknis Bawaslu RI La Bayoni. Sementara dari Partai Gelora yang hadir saat verfak ini, adalah Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta, Sekjen Mahfuz Sidik dan Bendahara Umum Achmad Rilyadi.  Sedangkan Wakil Ketua Umum Fahri Hamzah mengikuti verfak melalui zoom meeting, karena ada kegiatan partai di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat pada saat bersamaan. Tampak hadir Ketua Bidang Seni Budaya dan Ekonomi Kreatif DPN Partai Gelora Deddy Mizwar, Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Komunikasi Organisasi Dedi Miing Gumelar, serta para pengurus DPN Partai Gelora lainnya. Ketua KPU Hasyim Asyari mengatakan, verfak dilakukan untuk mencocokkan data memenuhi syarat (MS) yang ada di KPU sesuai dengan kenyataan dan faktanya, terkait keberadaan kantor dan kepengurusan partai di pusat. \"Saya kira semua, semua sudah tahu, kalau kita sekarang berada di kantornya DPN Partai Gelora. Kita sudah bertemu dengan ketua umum, sekjen, bendahara umum, dan pengurus DPN lainnya,\" kata Hasyim Asyari, Sabtu (15/10/2022). Hasyim Asyari berharap Partai Gelora lolos menjadi peserta Pemilu 2024. Sebab, keberadaan partai, termasuk Partai Gelora menjadi satu aktor penting pengembangan demokrasi ke depan. \"Tetapi,  hasilnya nanti kita plenokan usai KPU melakukan semua verifikasi faktual kepada 9 partai politik,\" katanya. Ketua Bawaslu RI Rachmat Bagja memberikan apresiasi kepada Partai Gelora yang telah menerimanya dengan baik dan diterima dengan suasana penuh kekeluargaan. \"Kami diterima dengan baik. Proses verifikasi faktual sedang berjalan, ada yang hadir langsung dan ada yang tidak bisa hadir bisa melalui video call dengan bantuan teknologi. Semua sudah kita saksikan,\" kata Rachmat Bagja. Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta mengatakan, proses verfak Partai Gelora berjalan sesuai dengan rencana dan lancar.  Partai Gelora, kata Anis Matta, menjadi partai pertama yang dilakukan verfak. \"Alhamdulillah semua prosesnya berjalan lancar, kita bersyukur menjadi partai pertama yang diverifikasi faktual oleh KPU,\" kata Anis Matta. \"Tetapi yang lebh bersyukur lagi, yang datang ini kelas berat. Tadinya kami pikir cuma dua dari komisioner saja, tetapi ada Ketua KPU, Ketua Bawaslu, Sekjen KPU dan Deputi Bawaslu. Ini luar biasa dan menurut saya menjadi pertanda baik buat Partai Gelora,\" imbuhnya. \"Saya ucapkan terima kasih kepada Mas Hasyim dan pasukannya, juga Mas Rachmat Bagja. Mudah-mudahan  kita tidak hanya ketemu di sini,  tetapi juga akan ketemu lagi pada tanggal 14 Desember mendatang. Dan Insya Allah Partai Gelora menjadi peserta Pemilu 2024, serta memenuhi syarat threshold,\" tegasnya. Ketua Bidang Politik dan Pemerintahan DPN Partai Gelora Sutriyono mengatakan, dalam proses verfak ini, selain melihat keberadaan kantor Partai Gelora, KPU juga melakukan verfikasi mengenai susunan kepengurusan, yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Anggota (KTA) dan Kartu Tanda Penduduk. \"Pengurus DPN awalnya 47 orang, tetapi ada satu yang yang dipanggil (meninggal, red) oleh Allah SWT dan tiga orang yang mengundurkan diri, sehingga tinggal 43 orang. Itu kita jelaskan ke KPU,\" kata Sutriyono. Ke-43 pengurus DPN tersebut, lanjut Sutriyono, hadir dan terverikasi semua, baik yang hadir langsung maupun hadir melalui zoom. \"Semua sudah hadir, semua sudah terverifikasi. Memang ada pengurus yang posisinya ada di luar kota seperti Bang Fahri Hamzah dan ada juga pengurus yang sedang umroh, semua kita fasilitasi dan alhamdulillah terverifikasi semua,\" katanya. Sutriyono yang juga LO (liaison officer/penghubung) Partai Gelora ke KPU ini menegaskan, verfak parpol mengenai keberadaan kantor dan kepengurusan di DPN sudah memenuhi syarat (MS). \"Berita acara sudah ditandangani oleh Komisioner KPU Ibu Betty Epsilon Idroos dan Pak Yulianto Sudrajat. Dan dari Partai Gelora ditandatangani Pak Sekjen Mahfuz Sidik secara administratif dan tertulis,\" katanya. Dalam berita acara yang diteken, lanjutnya, semua dokumen kelengkapan Partai Gelora telah memenuhi syarat, sehingga bisa dilanjutkan ke proses verfak di Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) dan Dewan Pimpinan Daerah (DPD). \"Tetapi keputusan resminya akan diputuskan KPU dalam rapat pleno malam ini. Tapi prinsipnya, dokumen kelengkapan kita memenuhi syarat,\" pungkasnya. Seperti diketahui, KPU sendiri menjadwalkan proses verfak untuk kepengurusan pusat dan provinsi pada 15-17 Oktober 2022. Sementara untuk kabupaten/kota pada 15 Oktober hingga 4 November 2024. Pada 9 November 2022 akan dilakukan penyampaian hasil verfak 9 parpol. Setelah itu, dilakukan proses perbaikan verfak selama 14 hari, sebelum pada akhirnya ditetapkan sebagai peserta Pemilu 2024 pada 14 Desember 2022, menyusul 9 partai parlemen yang sudah lolos otomatis terlebih dahulu sebagai peserta Pemilu 2024, (*)

Strategi Antitesis Versus Membebek, Sah dan Bagus

Oleh: Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) PEMILIHAN Presiden (pilpres) 2024 masih lama. Tapi temperatur pilpres sudah memanas. Beberapa nama bakal calon presiden sudah disebut. Ada nama Prabowo Subianto, ketua umum Partai Gerindra, yang dinobatkan capres 2024 oleh Gerindra dan PKB. Kedua partai ini sudah memenuhi kuota presidential threshold 20 persen. Penunjukan capres dari Gerindra dan PKB ini biasa-biasa saja, tidak mengundang heboh. Memang seharusnya seperti itu, karena pilpres adalah peristiwa normal yang berulang setiap lima tahun. Kemudian NasDem membuat kejutan, menunjuk Anies Baswedan sebagai Capres 2024, tanpa koalisi dengan partai lain, sehingga belum memenuhi kuota presidential threshold 20 persen. Pencapresan Anies langsung menjadi sorotan publik, menjadi magnet berita. Mungkin karena Anies dianggap sebagai simbol di luar kekuasaan. Bahkan sepertinya dimusuhi. Itu persepsi publik. Meminjam bahasa Zulfan Lindan, Anies dapat dikatakan sebagai antitesis Jokowi. Ungkapan yang sangat tepat, jujur dan mengandung kebenaran yang sulit dibantah.  Tapi kejujuran dan kebenaran tersebut malah “dikriminalisasi”. Beredar surat dari pengurus NasDem bahwa Zulfan Lindan dinon-aktifkan dari kepengurusan partai. Dengan kata lain dipecat. Padahal, menurut Zulfan Lindan, yang bersangkutan sudah mengundurkan diri dari susunan pengurus partai sejak April 2020. Pilpres 2024 merupakan kontestasi anak bangsa untuk memajukan Indonesia, dan pasti terjadi setiap lima tahun sekali. Kontestasi pilpres 2024 ini tidak ada hubungan dengan Jokowi, karena Jokowi sudah tidak bisa lagi menjadi calon presiden 2024. Artinya, masa Jokowi sudah berakhir. Histori. Seperti juga SBY. Ini fakta yang harus disadari dan diterima oleh semua orang. Untuk memenangkan pilpres 2024, calon presiden dan partai pengusung bebas memilih strategi, bagaimana membawa Indonesia menjadi lebih baik di masa depan. Mereka bisa memilih melanjutkan program pembangunan ekonomi, sosial dan politik ala Jokowi. Atau mereka bisa memilih jalan yang sangat berbeda dengan yang sekarang dilaksanakan Jokowi. Artinya, antitesis Jokowi. Atau, capres lain mungkin mau kombinasikan jalan baru dan jalan lama. Semua bebas memilih strategi. Setiap pergantian pemerintahan umumnya juga diikuti dengan pergantian kebijakan, agar dapat lebih memajukan bangsa dan negara. Apakah mau memilih strategi antitesis, atau strategi “membebek”, itu pilihan masing-masing capres dan partai pengusung, dan akhirnya rakyat yang akan menentukan. Selamat berkontestasi pemilihan presiden 2024. Selamat merayakan pesta demokrasi, kalau masih ada. (*)

Pengamat Politik Eep Saifulloh Sebut Tingkat Kecerdasan Politik Anies Baswedan Di Atas Rata-Rata

Jakarta, FNN - Tingkat kecerdasan politik Anies Baswedan berada di atas rata-rata. Oleh karena itu, wajar jika banyak yang berharap kepada Gubernur DKI Jakarta itu. Para penggemarnya diminta jangan pernah menjadi suporter, tetapi jadilah voter atau pemilih bagi Anies dalam Pilpres 2024. Hal tersebut dikatakan pengamat politik, Eep Saefulloh Fatah dalam acara bedah buku, \"Anies, Gagasan, Narasi dan Karya, di Masjid Baturrahman, Jalan Dr. Sahardjo, Menteng, Jakarta Pusat, Jumaf, 14 Oktober 2022 malam. Acara tersebut diselenģgarakan Forum Umat Islam (FUI). Menurur Eep, tingkat kecerdasan politik mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud)  itu tidak  diragukan lagii. Dia mengatakan, kecerdasan politik itu bermain pada tiga wilayah. Pertama,  kecerdasan politik dalam membangun kesadaran. Kedua, membangun kekuatan. Ketiga, kemampuan dalam  mendistribusikan kesempatan. Tiga wilayah tersebut dimiliki Anies Baswedan yang menjadi bakal Calon Presiden (Capres) 2024 Partai Nasdem.  Apalagi, Anies mempunyai pengetahun, punya empati dan punya kemampuan mengaktivasi dirinya. \"Saya lihat sejak awal Anies punya itu. Apalagi ia seorang cucu tokoh nasional yang menjadi salah satu good father dalam sejarah pembangunan nasional. Interaksi  intens yang dilakukan Anies  menghasilkan banyak hal, termaksud kesadaran empati dan dorongan untuk aktif.  Itulah yang dipelihara terus sampai kemudian dia menjadi aktivis,\" kata Eep, pendiri lembaga survei, PollMark Indonesia itu. Eep berpendapat, banyak hal yang sudah terbangun dari Anies ketika masih mahasiswa dan bahkan sejak SMP dan SMA.   Prinsip yang disampaikannya, tanggung jawab bagi perbaikan masa depan Indonesia tidak terletak pada sekelompok kecil orang yang menyebut sebagai pemimpin, tetapi tersebar pada setiap warga negara yang terpanggil. (Anw).  

Ketua DPD RI Apresiasi Kapolri yang Tegas ke Dalam

Jakarta, FNN – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, memberikan apresiasi kepada Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo, yang melakukan pembenahan serius dalam institusi Polri. LaNyalla menilai Jenderal Sigit tegas ke dalam, demi mengembalikan marwah dan citra kepolisian yang menurun di mata masyarakat. “Apresiasi harus diberikan kepada Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang serius membenahi institusi Polri. Ia bahkan bergerak cepat dalam pembenahan itu,” kata LaNyalla, Sabtu (15/10/2022). Senator asal Jawa Timur itu mengatakan, Kapolri tidak segan mencopot dan memecat anggota Polri yang merugikan institusinya. “Polri harus bersih dari orang-orang yang menyalahgunakan jabatan dan wewenang. Karena, Polri bertugas mengayomi dan melindungi masyarakat. Kepercayaan masyarakat harus dijaga,” tandasnya. Dengan alasan tersebut, LaNyalla memberikan dukungan atas pembenahan yang dilakukan Jenderal Listyo Sigit Prabowo. LaNyalla juga berpesan agar Polri tidak tebang pilih dalam mengusut perkara. Karena salah satu sorotan masyarakat adalah adanya perbedaan perlakuan terhadap laporan-laporan yang diajukan masyarakat. “Jenderal Sigit jangan ragu. Lurus saja. Kita pasti mendukung pembenahan yang dilakukan, agar Polri menjadi lebih baik,” katanya. LaNyalla pun berharap tidak ada lagi kasus-kasus yang dilakukan atau melibatkan anggota Polri. Belakangan ini, sorotan tajam memang sedang diterima Polri menyusul berbagai aksi yang melibatkan anggotanya. Kasus pertama adalah pembunuhan terhadap Brigadir J yang melibatkan atasannya, Irjen Ferdy Sambo. Belum selesai kasus ini, muncul Tragedi Kanjuruhan yang melibatkan sejumlah anggota polisi akibat melepaskan tembakan gas air mata ke tribun. Terbaru, Kapolda Jawa Timur Irjen Teddy Minahasa, yang baru beberapa hari dipilih menggantikan Irjen Nico Afinta, terjerat kasus narkoba. Padahal, Irjen Teddy belum dilantik menjadi Kapolda Jawa Timur. (mth/*)

Gaduh dari Duren 3 ke Kanjuruhan hingga Ijazah dan Narkoba

Kekuasaan diperebutkan dengan menghalalkan segala cara. Merusak sistem negara yang berdasar Pancasila. Oleh: Ferry Is Mirza DM, Wartawan Utama, Sekertaris Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jatim SILIH berganti terjadi kegaduhan di NKRI ini. Diawali bulan Juli peristiwa Duren 3 pembunuhan Brigadir Joshua yang ditembak oleh Irjen Pol Ferdy Sambo dan Bharada Elizer. Lalu, disusul 1 Oktober, tragedi Stadion Kanjuruhan 132 Aremania-Aremanita nyawanya terenggut akibat gas air mata yang ditembakan aparat Brimob Polda Jawa Timur. Lalu, mencuat gugatan ijazah milik Joko Widodo yang menurut pelapornya, Bambang Tri, diduga kuat aspal. Karuan saja beritanya membuat gonjang-ganjing kendati masih dalam proses di meja hijau. Belakangan, Bambang Tri pun ditangkap aparat polisi. Dan, kegaduhan yang seru terjadi Jumat kemarin (14/10/2022). Beberapa media online mainstream menurunkan berita tanda tanya berjudul Irjen Tedi Minahasa Ditangkap? Diduga terkait Narkoba. Karuan saja heboh lah... Pasalnya pada waktu bersamaan – Jumat siang itu –  semua pejabat jajaran Polri dari Mabes, Mapolda hingga Mapolres dipanggil Presiden Jokowi ke Istana Negara. Kasus Duren 3 yang populer dengan istilah Sambo itu berujung pemecatan Ferdy Sambo dan dicopot dari jabatan prestisius Kadivpropam Mabes Polri. Selain Sambo, ikut dipecat dengan tidak hormat dari Polri dua Brigjen dan beberapa Pamen ikut terseret dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. Sedangkan, dalam tragedi stadion Kanjuruhan pasca laga Liga 1 Arema vs Persebaya yang mana korbannya masuk dalam rekor dunia karena 132 orang pria wanita tua muda yang tewas. Yang tak kalah heboh dan bikin gaduh, soal gugatan Bambang Tri atas keabsahan ijazah Jokowi yang sedang diproses meja hijau di PN Jakarta Pusat. Jika terbukti ijazahnya palsu, tentu ini bukan sekedar heboh, tapi gempa dahsyat negeri ini. Negeri ini memang banyak tetuanya. Tidak bisa sembrono berbuat nista sebab para pepunden negeri ini tidak akan mengijinkan bagi mereka yang berbuat menimbulkan aib. Kasus di tubuh Polri yang tidak ada jedahnya, mulai kasus Sambo sampai terungkap adanya Satgassus Merah Putih. Disusul ada polisi melakukan perbutan tidak senonoh. Kemudian kasus Kanjuruhan yang memakan korban ratusan manusia. Semua tidak kunjung terang seakan mbulet mencari selamat. Teranyar disusul dengan kasus Irjen Pol Tedy Minahasa yang pada tanggal 10 Oktober lalu atas Skep Kapolri ditetapkan jadi Kapolda Jatim, diduga menjadi bandar Narkoba. Tentu ini bukan bikin gaduh tapi mengerikan. Beruntung Tedy batal menjabat Kapolda Jatim, kini menghuni tempat khusus di Jl. Trunojoyo Jaksel, Mabes Polri. Pejabat yang diberi amanah bangsa ini kebanyakan memang tidak pernah jujur dan tidak mau bertanggungjawab terhadap apa yang diperbuatnya. Kegaduhan mulai Duren 3 yang drakor itu, semula Sambo ngotot istrinya diperkaos oleh alm Bigadir J. Ternyata semua yang diucapkan Sambo hoax. Begitupun soal tragedi stadion Kanjuruhan, meski masih berjalan investigasi siapa yang menjadi sebab akibat, nampaknya berliku. Juga soal dugaan ijazah palsu Jokowi menjadi perhatian yang sangat luas di negeri ini. Tentu kita tidak ingin hal ini benar terjadi. Jika benar ini aspal, tentu akan menjadi tsunami bagi negeri ini. Akan merembet ke segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Pelajaran yang sangat mahal bagi bangsa ini jika pemalsuan ijazah Jokowi itu terbukti. Digantinya UUD 1945 dengan UUD 2002 ternyata berakibat “kerusakan” yang dialami NKRI begitu dahsyat. Sistem liberal dan kapitalis benar-benar mampu merusak moral bangsa ini. Kekuasaan diperebutkan dengan menghalalkan segala cara. Merusak sistem negara yang berdasar Pancasila. Pemilihan presiden (Pilpres) dengan banyak-banyakan suara, kalah-menang. Pertarungan kuat-kuatan jelas bertentangan dengan UUD\'45, Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika. (*)

Etika Politik Santun Anies, dan Spekulasi Pilihan Capres NasDem

Oleh Ady Amar - Kolumnis  PILIHAN Surya Paloh, dan itu pilihan Partai NasDem, pada Anies Baswedan sebagai Capres yang diusungnya-- di samping prestasi yang dibuat selaku Gubernur DKI Jakarta, dan juga elektabilitas Anies yang terus menapak tinggi. Tapi agaknya ada juga pertimbangan lain, itu sepertinya jadi aspek yang tidak bisa ditawar-tawar, etika politik santun Anies. Tidak banyak politisi negeri ini yang mengedepankan etika santun dalam aksi politiknya. Hal biasa yang justru sering ditemui, adu \"pantun\" saling menyerang antarpolitisi. Publik disuguhi sikap politisi yang tidak saling menghargai satu dengan yang lain. Itu yang hari-hari ini kita temui. Anies muncul sebagai poltisi antitesa dari kebanyakan politisi yang ada. Anies tidak dibuat sempit sebagai antitesa dari Presiden Jokowi--sebagaimana politisi NasDem Zulfan Lindan menyebutnya, yang karenanya mendapat \"kartu kuning\" dari partainya. Surya Paloh, Ketua Umum Partai NasDem,  juga dikenal sebagai politisi yang memegang etika politik. Ia sadar bahwa NasDem yang dipimpinnya, masih bagian dari koalisi kaninet Presiden Jokowi. Jadi memperhadapkan Anies dengan Jokowi, itu offside. NasDem memang telah resmi mencalonkan Anies Baswedan sebagai Capres 2024, (3 Oktober 2022). Dan itu sah-sah saja. Seperti juga pilihan NasDem membersamai Presiden Jokowi sampai akhir masa jabatan, (2024), itu pun sah-sah saja. Langkah NasDem itu tetap bisa disebut etika politik selayaknya. Meski telah mencalonkan Anies sebagai capres 2024, itu sama sekali tidak menelikung komitmen membersamai Presiden Jokowi sampai jabatannya berakhir. Artinya, mencalonkan Anies itu rencana masa depan NasDem, sebuah langkah persiapan untuk menggantikan Presiden Jokowi. Karenanya, NasDem jauh hari perlu menegaskan, Anies Baswedan adalah capres pengganti Jokowi. Sekali lagi, sah-sah saja pilihan NasDem itu. Sebagaimana juga sebelumnya Partai Gerindra sudah memutuskan mengusung Ketua Umumnya Prabowo Subianto, sebagai capres. Melihat pilihan politik NasDem, semestinya sama dengan apa yang dilakukan Gerindra. Tapi tidak demikian yang muncul. Setelah deklarasi capres NasDem, muncul reaksi perlawanan dari politisi lain, yang juga dari partai koalisi pendukung Presiden Jokowi. Meminta NasDem, meski tersirat, untuk meninggalkan kabinet. Itu yang santer didengungkan. Tentu itu etika politik di luar kelaziman. Etika politik santun juga dimainkan Surya Paloh,  yang memang bukan politisi yang terbiasa menyerang lawan politiknya. Etika politik yang dipunya Paloh, itu mirip Anies yang tidak terbiasa saling serang dengan mereka yang memberitakan dengan tidak sebenarnya. Membiarkan saja serangan itu, meski sampai tingkat fitnah sekalipun. Anies menjawabnya dengan kerja yang terukur. Hasil kerjanya bisa dilihat, dan itu yang mendongkrak elektabilitasnya, yang tanpa perlu rekayasa segala. Maka, pilihan NasDem pada Anies Baswedan, itu tentu dengan pertimbangan matang. Semua aspek yang bisa menuju pada kemenangan capres yang diusungnya dilihat seksama. Melihat Anies dengan obyektif, yang tampak memang paket komplit. Dilihat dari aspek manapun: intelektualitas, kepribadian dan spiritualitasnya--di atas rata-rata. Ini yang menjadikan NasDem kepincut dan jatuh hati. Langkah NasDem mencalonkan Anies Baswedan, itu langkah strategis yang dipilihnya, tentu dengan kalkulasi politik yang tidak bisa diintervensi kekuatan lain. Sebagaimana jika muncul pilihan partai lain pada kandidat capresnya, itu pun pilihan politik yang mesti dihormati. Mengapa pilihan NasDem pada Anies Baswedan sebagai capresnya, itu buat partai lain gerah dan \"memaksa\" Presiden Jokowi mengusir \"partai biru\" itu dari kabinet. Padahal tidak satu pun komitmen yang dilanggar, bahwa NasDem jelas akan membersamai Presiden Jokowi sampai masa jabatannya berakhir. Mari sama-sama melihat \"kedewasaan\" sikap macam apa yang akan diambil Presiden Jokowi, memperlakukan NasDem pasca deklarasi capresnya. Mengusir NasDem atau tetap mempertahankannya dalam barisan koalisi. Memang menjadi aneh jika NasDem mesti \"diusir\" dari barisan koalisi--itu karena pilihan capres pada Anies Baswedan--yang itu tidak dilakukan yang sama pada Gerindra. Spekulasi pun muncul menemui bentuknya, bahwa persoalan itu lebih pada capres yang diusung NasDem, itu tidak dikehendaki \"pengendali\" istana. Muncul perlakuan istana yang tidak sama antara  NasDem dan Gerindra. Kita lihat saja dalam hitungan pekan atau bulan ke depan, akankah penggusuran NasDem dalam barisan koalisi benar-benar terjadi. Tapi satu hal, bahwa etika politik itu memang antitesa dari politik menghalalkan segala cara. Itu pasti. (*)

Dua Isu: PKI dan Ijazah Palsu

Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan  Sangat memprihatinkan sorang Presiden di negeri Republik Indonesia diterpa isu dahsyat soal keturunan PKI dan ijazah palsu. Kedua isu dipicu oleh orang bernama Bambang Tri Mulyono. Publik sudah terlanjur bertanya-tanya tentang kebenarannya. Sayang Presiden sendiri yang menjadi obyek tuduhan sama sekali tidak melakukan klarifikasi. Persoalan seperti ini dibiarkan untuk menjadi gunjingan publik. Diperlukan pernyataan hukum dari Presiden sendiri. Alangkah bagusnya jika sekali-ksli Jokowi berpidato menyinggung G 30 S PKI apa bahayanya dan pentingnya rakyat untuk tetap waspada terhadap kemungkinan bangkitnya gerakan komunisme. Menjelaskan makna Tap. MPRS No XXV/MPRS/1966 Jo Tap No I/MPR/2003 Jo KUHP Pasal 107. Seluruhnya terkait PKI dan larangan menyebarkan faham Komunisme/Marxisme-Leninisme.  Untuk kasus asal-usul keluarga tentang apakah ibunda Presiden itu Sudjiatmi atau Sulasmi atau Yap Mei Hwa, sebaiknya dikeluarkan pernyataan sendiri bahwa Jokowi siap membuktikan bahwa ibundanya adalah Sudjiatmi. Pernyataan hukumnya yaitu kesiapan untuk test DNA atau saat membuat Surat Keterangan Waris siap menyatakan dan bersumpah dihadapan Hakim Pengadilan Agama.  Tidak cukup dengan menepis bahwa apa yang dituangkan dalam buku \"Jokowi Under Cover\" itu adalah hoax, tidak berdasar bukti, atau pernyataan penolakan lainnya. Harus ada pembuktian ilmiah misalnya hasil test DNA atau sumpah decisoir. Sebagai muslim model \"mubahalah\" juga bisa dilakukan untuk meyakinkan seluruh rakyat Indonesia. Begitu juga dengan status ayah Jokowi yang bukan aktivis PKI.  Untuk kasus dugaan ijazah palsu SD, SMP, dan SMA yang dituduhkan dan digugat secara perdata, tidak cukup dijawab dengan Konperensi Pers Rektor UGM dan Dekan. Pernyataan atau pembuktian hukum Jokowi adalah dengan menunjukkan kepada publik semua ijazah SD, SMP, SMA dan UGM yang diyakini aslinya. Apa susahnya ?  Atau diajukan saja semua bukti keaslian ijazah tersebut di muka persidangan perdata PN Jakarta Pusat. Hal ini sebagai wujud dari pertanggungjawaban hukum untuk menuntaskan gonjang-ganjing publik. Diawali dengan pernyataan politik tentang kesiapan untuk mengajukan bukti-bukti ijazah asli yang dimilikinya itu di muka persidangan. Melalui Kuasa Hukum saja nanti diajukannya.  Penangkapan dan penahanan Bambang Tri bukan solusi. Apalagi dengan tuduhan  ujaran kebencian dan penistaan agama yang dinilai mengada-ada. Unsur menimbulkan keonaran juga tidak berdasar. Masalah yang memerlukan pembuktian adalah palsu atau tidaknya ijazah yang dimiliki dan digunakan oleh Jokowi itu. Hal ini yang serius menjadi ujian Presiden Republik Indonesia.  Memang seperti yang dipidatokan Pak Jokowi sendiri situasi itu ruwet ruwet ruwet. Masalah asal usul keturunan dan ijazah saja terpaksa menjadi isu politik yang membuat bangsa ini semakin terpuruk. Rakyat terus menerus diterpa kegaduhan.  Ternyata pemimpin yang cerdas, jujur dan transparan itu memang sangat dibutuhkan untuk memimpin bangsa dan negeri yang besar ini.  Ayo sudahi isu PKI dan ijazah palsu dengan sikap yang elegan. Buktikan berdasar fakta bukan dengan bermain kata-kata atau tindakan sok kuasa. Bukan pula membungkam dan memaksa orang masuk penjara.  Bukankah kita ini adalah negara merdeka yang menghormati hak-hak asasi manusia? Bandung, 15 Oktober 2022

Pharao Paroan Separoq

Oleh Ridwan Saidi Budayawan  EGYPT kerajaan yang diklaim sudah berdiri sebelum masehi memang punya dasar. Egypt telah mencetak mata uang abad II SM. Tapi kalah dengan Italia yang telah mengeluarkan mata uang Hatra pada abad III SM. Nomenklatur raja Egypt disebut Pharao yang artinya paro atau bagian-bagian. Separo artinya sebagian. Paroan artinya bagi dua. Pharao berkuasa dalam bagian/,periode waktu tertentu. Tak boleh tiga periode, apalagi seumur TN hidup . Penentu ini semua Dewan Pandita, semacam MPR, yang kekuasaannya lebih tinggi dari eksekutif karena punya hak dan berhentikan pharao. Kata paro  di jaman Pujangga Baru dibagus-bagusin jadi paruh yang artinya patuk . Migran Egypt bersebar ke penjuru dunia sejak Alexender de Great menaklukan mereka pada IV M. Sebelumnya mereka sudah datang Abdunisi di Barus untuk mencari rempah-rempah pembalsem mayat. Mereka bukan migran. Orang Egypt suka berkumpul untuk bernyanyi hymn (tanpa e). Hymn lagu yang dinyanyikan dengan mengerang. Mengerang bukan menangis karena kesakitan. Mengerang artinya bersenandung pilu. Tempat senandung pilu disebut TANGERANG. Kata dasar erang, awalan Ta, seperti juga Pa, pembentuk kata benda. Salak artinya perak, Gunung Salak warnanya keperakan di waktu pagi. Buah salak berwarna perak, salak yang manis gurih salak masir (Mesir). Maestro gambang kromong Masnah berseloka: Tinggilah tinggi si mateyari Panas melekek sampe ke bumilah tinggi si mateyari Panas melekek sampe ke bumi Mateyari bahasa Egypt untuk matahari. Kunti jenis neceh-neceh yang bertugas menghadang arwah jahat ke sorga. Ini mitologi Egypt. Kunti di Jakarta jadi Kuntil Anak yang ber-ayun-ayun di dahan pohon sembari ketawa kik kik kik. Menakut-nakuti orang pulang malam. Begitu cerita seorang tukang begadang. (RSaidi)