ALL CATEGORY

Temuan Bukti CCTV di TKP Rumah Ferdy Sambo Diklarifikasi Polri

Jakarta, FNN - Pejabat di Mabes Polri menegaskan bukti rekaman televisi sirkuit tertutup atau CCTV yang ditemukan penyidik dalam kasus tewasnya Brigadir J bukanlah CCTV yang ada di tempat kejadian perkara (TKP) rumah Irjen Pol Ferdy Sambo.“Saya perlu luruskan juga masih beredar di beberapa media bahwa CCTV rusak kemudian ditemukan CCTV yang lain,” kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo usai kegiatan prarekonstruksi di TKP rumah Irjen Pol. Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan, Sabtu.Jenderal bintang dua itu menjelaskan, bahwa CCTV yang sudah diamankan oleh penyidik adalah CCTV yang ditemukan di sekitar atau di luar TKP. Dalam kasus ini TKP adalah rumah Kadiv Propam non-aktif Irjen Pol. Ferdy Sambo.CCTV yang ditemukan tersebut, kata Dedi, terdapat di sepanjang jalur sekitar TKP, termasuk juga CCTV di sepanjang jalan dari Magelang hingga menuju TKP di Duren Tiga, Jakarta Selatan.“CCTV yang rusak sesuai yang disampaikan Kapolres Jakarta Selatan (non-aktif) CCTV di TKP. Tapi CCTV yang disampaikan sepanjang jalur sekitar TKP ini sudah ditemukan oleh penyidik. Demikian juga CCTV sepanjang jalan dari Magelang sampai TKP itu juga sudah ditemukan penyidik,” ujar Dedi.Dedi menyebutkan, saat ini rekaman CCTV tersebut sedang dalam proses di Laboratorium Forensik (Labfor) untuk dilakukan kalibrasi pencocokan waktu agar rekaman yang tersimpan di dalamnya sesuai dengan waktu yang sebenarnya saat peristiwa terjadi.“Sekarang masih proses Labfor untuk mencocok kalibrasi waktunya karena waktu CCTV dengan real time harus sama. Itu saya minta rekan-rekan tolong diluruskan jangan sampai abuse (salah) informasi,” kata Dedi.Dalam kesempatan itu, Dedi juga menyampaikan, Polri berkomitmen untuk mengungkap kasus Brigadir J dengan objektif, transparan dan akuntabel sebagaimana yang diamanatkan oleh Presiden Joko Widodo.Menurut dia, pembentukan tim khusus oleh Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo untuk mengungkap kasus baku tembak antaranggota polisi itu adalah bentuk komitmen Polri untuk mengungkap kasus tersebut terang benderang kepada publik.“Tentunya ada kaidah-kaidah menurut KUHP tidak bisa diungkap secara detail karena itu masuk materi penyidik,” kata Dedi.Dedi menegaskan, Polri berkomitmen mengungkap kasus tersebut di mana proses pembuktiannya harus dibuktikan secara ilmiah (scientific crime investigation).Menurut dia pembuktian secara ilmiah ini memiliki dua konsekuensi yang dihadapi oleh penyidik, yakni konsekuensi secara yuridis di mana bukti materil, formil harus terpenuhi sesuai Pasal 184 KUHAP.Konsekuensi kedua pembuktiannya harus secara ilmiah dari sisi keilmuan, peralatan yang digunakan, sehingga hasilnya dapat dibuktikan secara ilmiah.“Ini yang dilakukan tim olah TKP dan penyidik pada hari ini semua, akan dibuat secara terang benderang,” kata Dedi.Polri melaksanakan prarekonstruksi kasus Brigadir J di TKP rumah Kadiv Propam (non-aktif) Irjen Pol. Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan. Kegiatan ini diikuti penyidik gabungan dari penyidik Polda Metro Jaya, penyidik Dittipidum Bareskrim Polri, Inafis, Kedokteran Forensik dan Labfor.Prarekonstruksi di TKP untuk mencocokkan keterangan dari saksi-saksi serta temuan-temuan yang diperoleh oleh Labfor, Inafis dan Kedokteran Forensik, serta prarekonstruksi awal yang digelar di Polda Metro Jaya, Jumat (22/7) malam. Prarekonstruksi ini diperagakan oleh penyidik sebagai peran pengganti. (Ida/ANTARA)

Dibongkar, Peredaran Tiket Palsu Laga PSIS vs RANS FC

Semarang, FNN - Petugas gabungan Panitia Pelaksana Pertandingan PSIS Semarang bersama kepolisian membongkar praktik penjualan tiket palsu pertandingan Liga 1 Indonesia 2022/2023 antara PSIS yang menjamu RANS Nusantara FC di Stadion Jatidiri Semarang, Sabtu.Ketua Panitia Pelaksana Pertandingan PSIS Semarang Danur Rispriyanto mengatakan petugas mengamankan dua orang yang diduga sebagai penjual tiket palsu tersebut. \"Karena masuk ranah hukum selanjutnya kami serahkan ke Polsek Gajahmungkur,\" katanya.Ia menjelaskan pengungkapan penjualan tiket palsu tersebut bermula dari informasi yang diterima oleh panitia pelaksana pertandingan. \"Selanjutnya kami menyisir ke titik yang diduga menjual tiket palsu,\" tambahnya.Dari barang bukti yang diperoleh, lanjut dia, diketahui adanya kemiripan bentuk maupun warna dari tiket palsu tersebut. Menurut dia, yang membedakan antara tiket asli dan palsu tersebut yakni jenis kertas bahan bakunya. \"Hampir mirip. Kalau tidak teliti akan tidak ketahuan,\" katanya.Panitia pelaksana pertandingan PSIS Semarang, lanjut dia, berkomitmen untuk memberi kenyamanan kepada masyarakat yang menyaksikan pertandingan di Stadion Jatidiri.Ia menyebut bentuk keseriusan atas komitmen tersebut yakni pergantian seluruh portir penjaga pintu masuk stadion pada laga awal Liga 1 tersebut.Terhadap kasus penemuan penjual tiket palsu ini, ia mengharapkan kepada kepolisian untuk mengusut tuntas hingga tempat asal pencetakannya. (Ida/ANTARA)

Jumlah Inovasi Daerah Naik Signifikan

Jakarta, FNN - Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyebutkan, jumlah inovasi daerah naik signifikan dalam dua tahun terakhir.Kepala BSKDN Kemendagri Eko Prasetyanto dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu mengatakan pada tahun 2018, jumlah inovasi daerah masih berjumlah 3.718 inovasi, sedangkan pada 2021 jumlahnya berhasil mencapai angka 25.124 inovasi.\"Peningkatan itu berdasarkan data Indeks Inovasi Daerah yang dibangun Kemendagri,\" ujarnya.Dia menegaskan BSKDN Kemendagri terus berupaya mendorong daerah meningkatkan inovasinya. Hal itu dapat dilakukan dengan saling bekerja sama antar-pemerintah daerah. Dengan demikian, jumlah inovasi akan semakin meningkat dan kebijakan yang dikeluarkan daerah dapat berjalan lebih efisien dan efektif.Hal itu juga disampaikan Eko saat memberi arahan dalam kegiatan sosialisasi penilaian Indeks Inovasi Daerah dan Pemberian Penghargaan Innovative Goverment Award (IGA) 2022 di Jakarta.\"Mari kita bersama-sama saling membagikan inovasi yang sudah kita lakukan dan kemudian kita mereplikasinya untuk kemajuan kabupaten, kota, provinsi yang kita cintai,\" ajaknya.Lebih lanjut Eko menjelaskan bahwa inovasi daerah tak hanya terbatas pada inovasi berbasis digital. Namun, berbagai langkah evaluasi terhadap kebijakan dikeluarkan serta koordinasi penyelesaian masalah juga merupakan bagian dari inovasi. Oleh karena itu, mestinya inovasi tak hanya dianggap sebagai suatu kewajiban, tapi menjadi budaya yang perlu diterapkan pemerintah daerah.Untuk memahami pelaksanaan inovasi daerah, Eko juga mengimbau agar Pemda berpegang pada berbagai regulasi yang mengatur inovasi daerah. Regulasi itu mulai dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Regulasi lainnya yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2017 tentang Inovasi Daerah, serta Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 104 Tahun 2018 tentang Pengukuran, Penilaian dan Pemberian Penghargaan dan Insentif Inovasi Daerah.\"Perlu dipahami semua pihak, artinya antara materi hukum, pelaksanaan, budaya, ini harus berjalan secara simultan,\" imbuhnya. (Ida/ANTARA)

Penyelenggara Pemilu Harus Memiliki Pemahaman Kepemiluan yang Sama

Jakarta, FNN - Mantan Ketua Badan Pengawas Pemilu, Abhan, menilai para penyelenggara pemilu harus memiliki kesamaan pemahaman secara komprehensif tentang kepemiluan guna mencegah beragam permasalahan terjadi dalam tahapan pemungutan ataupun penghitungan suara.“Adanya permasalahan di pemungutan dan penghitungan suara, saya kira ini sebagai tantangan. Jadi, pemahaman penyelenggara (tentang kepemiluan) itu harus komprehensif dan harus sama,” kata Abhan, saat menjadi pembicara dalam diskusi secara hibrida bertajuk Mewujudkan SDM yang berintegritas dalam Penyelenggaraan Pemilu 2024, sebagaimana dipantau melalui kanal YouTube Bawaslu DIY, di Jakarta, Sabtu.Contohnya, lanjut dia, setiap penyelenggara pemilu harus memiliki pemahaman yang sama mengenai penentuan sah atau tidaknya suatu surat suara untuk menghindari timbulnya persoalan dalam tahapan penghitungan suara.Dalam kesempatan yang sama, anggota Badan Pengawas Pemilu, Herwyn Malonda, berharap ada pelatihan bersama antara badan itu dan KPU.Pelatihan itu, kata dia, dapat digunakan sebagai wadah bagi KPU dan Badan Pengawas Pemilu untuk saling mengetahui serta memahami wewenang masing-masing, mengingatkan apabila ada penyelewengan tugas, dan memunculkan sinkronisasi antara kedua lembaga dalam menjalankan tugasnya.“Minimal, kita dapat saling mengerti tugas dan wewenang masing-masing. Pada satu sisi secara intens Badan Pengawas Pemilu mengetahui teknis penyelenggaraan pemilu dan di sisi lain KPU mengetahui teknis pengawasan pemilu. Dengan demikian, kita bisa saling mengingatkan jika ada yang melenceng dan membuat lembaga kita sebagai lembaga yang benar-benar sinkron dalam bertugas,” kata dia.Menanggapi hal itu, menurut Abhan, pelatihan bersama antara KPU dan Badan Pengawas Pemilu juga merupakan salah satu langkah untuk mencegah adanya pemahaman yang berbeda dari para pihak penyelenggara di tingkat teknis pelaksanaan pemilu.Hal senada disampaikan pula oleh anggota KPU, Parsadaan Harahap, yang menilai pelatihan bersama antara KPU dan Badan Pengawas Pemilu memang perlu dilakukan agar berbagai permasalahan pada tahapan pemungutan dan penghitungan suara tidak terjadi. (Ida/ANTARA)

Gagasan, Narasi, dan Karya, Prinsip Anies Baswedan (1)

Oleh I. Sandyawan Sumardi - Pekerja Kemanusiaan  Bapak-Ibu dan saudara-saudara yang saya hormati. Terus terang saya tidak tahu persis, mengapa saya diminta untuk memberikan tanggapan melalui diskusi ini, buku \"Anies Baswedan Gagasan, Narasi dan Karya, Menjawab Tantangan Masa Depan Bangsa\", yang ditulis Habib Abdurrahman Syebubakar dan Habib Smith Alhadar, dua sahabat yang saya kenal sejak awal dibentuknya WAG \"Institute for Democracy Education (IDe) - Human Development\" yang didirikan  oleh sahabat saya, almarhum Ivan Hadar, seorang sosiolog yang saya kenal baik, sejak pertengahan tahun 1990-an. Independen Bisa jadi saya diminta ikut bicara dalam diskusi ini justru karena saya bukan politikus.  Saya seorang  pekerja kemanusiaan  biasa, yang independen, yang dalam pergaulan sehari-hari bersikap non sektarian, non-partisan, dalam 20 tahun terakhir banyak mendampingi komunitas-komunitas warga sederhana di kampung kota DKI Jakarta ini.  Saya ingin tetap jadi manusia merdeka, yang dalam Pilkada 2017, saya ekspresikan dengan menjadi seorang Golput.. Maka izinkanlah pada kesempatan ini saya ingin bicara tentang Anies Baswedan lebih sebagai manusia biasa yang sedang berproses dalam kepenuhannya sebagai manusia Indonesia yang berakal, bernurani, beriman,  ketimbang sebagai makhluk politik belaka. Bukankah Anies Baswedan sebagai calon presiden  akhir-akhir ini sedang banyak dibicarakan kesiagaannya untuk bertarung dalam Pemilu 2024 yang masih jauh itu?  Sehingga tanpa sadar kita cenderung memandang/menuntutnya untuk menjadi sosok manusia yang sempurna, mudah bagi kita untuk menyematkan gambaran dirinya yang serba superlatif, atau sebaliknya serba negatif secara total dalam objek buli-bulian.. Saya pun tetap merasa bebas pada awal kepemimpinannya, saya bersama \"Forum Akademisi dan Praktisi Pecinta Kampung Kota\" di mana saya menjadi fasilitator komunikatornya, pernah mengingatkan dan mengkritik Gubernur Anies Baswedan dan Wakil Gubernur Sandiaga Uno. Forum Kampung Kota Mengingatkan Anies-Sandi Akan Janjinya, 15 November 2017 (https://rujak.org/forum-kampung-kota-mengingatkan-anies-sandi-akan-janjinya/). Juga bersama 32 kawan saya terlibat dalam Gugatan Pencemaran Udara terhadap Gubernur DKI, Gubernur Jawa Barat, Walikota Banten dan Presiden RI. (https://www.vice.com/id/article/pkb5xv/pn-jakarta-pusat-menangkan-gugatan-warga-sebut-presiden-jokowi-dan-gubernur-anies-melawan-hukum-soal-kebijakan-polusi-udara) Saya lebih ingin membahas nilai-nilai kehidupan yang diperjuangkan Anies Baswedan. Manusia Anies Baswedan  Saya mengenal Mas Anies Baswedan di tahun 2007 di kantor Kang Mohammad Sobary, ketika saya sedang mencari bantuan untuk menyelenggarakan Festival Budaya Anak Pinggiran (3000-an) Jabodetabek 2007. Waktu itu Mas Anies Baswedan baru diangkat sebagai  rektor Paramadina.  Tenang, ramah murah senyum, tak banyak bicara, suka mendengar, terbuka,  kalau bicara yang perlu dan efektif saja, respek pada lawan bicara, meski baru dikenal, dan memang percaya diri dan cerdas. Orang Jawa bilang penampilannya \"nyatrio\", seperti satriya Jawa, dari kalangan bangsawan.. Baru dalam Pilkada Jakarta 2017, setelah komunitas warga Bukit Duri yang saya dampingi proses pemberdayaannya selama 17 tahun itu  digusur-paksa pada tanggal 28 September 2016 oleh gubernur DKI petahana Basuki Tjahaya Purnama waktu itu,  Mas Anies sebagai calon gubernur datang ke kampung kami, memberi simpati kepada warga korban gusuran,  sekaligus berkampanye dalam Pilkada 2017. Meski pendekatannya simpatik, tapi waktu itu saya tidak terlalu antusias. Kan semua ini dalam rangka kampanye juga.  Kami masih trauma pada pengalaman kampanye Pilgub 2012, di mana cagub dan cawagub bahkan datang ke Sanggar Ciliwung di kampung kami Bukit Duri 2-3X, minta dukungan Paguyuban Warga Anti Penggusuran (PAWANG). Tapi kemudian ketika gugatan warga Bukit Duri, baik gugatan class action di PN Jakarta Pusat maupun gugatan di PTUN dinyatakan menang, persis sesudah sebulan Anis-Sandi dinyatakan sebagai gubernur dan wakil gubernur terpilih,  Gubernur Anies Baswedan mempersilakan kami, warga Bukit Duri korban gusuran, untuk datang ke balaikota.  Bahkan  Gubernur Anies saat itu berjanji kepada kami dan di depan publik, bahwa gubernur DKI, akan menerima putusan itu, dan tidak akan banding. Bahkan Gubernur Anies Baswedan kemudian  bertemu Presiden dan Menteri PU-PR untuk mohon agar pemerintah pusat juga tidak usah melakukan banding terhadap putusan menang warga Bukit Duri.  Waktu itu saya membaca di media dan mendengar sendiri dari Gubernur Anies bahwa sebenarnya Presiden juga sudah menyetujui untuk tidak banding, \"Masa kita mau melawan warga kita sendiri\". Tapi pada kenyataannya, ternyata pemerintah pusat, melalui Kementerian PU-PR tetap melakukan banding sampai di MA, bahkan sampai detik ini, belum ada putusan, terkatung-katung. Legacy Tapi rupanya Gubernur Anies tidak tergantung pada hasil putusan pengadilan. Gubernur Anies memang benar-benar  ingin membantu warga korban gusuran, bukan hanya di Bukit Duri, tapi Kampung Akuarium, Kunir, dlsb.  Gubenur ingin bekerja sama dengan warga korban gusuran, untuk membangun \"Pilot Project\" (proyek percontohan)  pemukiman warga miskin urban di beberapa lokasi di DKI Jakarta,  dengan konsep \"Kampung Susun\", mungkin  sebagai solusi alternatif proyek DP Nol Persen yang kesulitan. Begitulah selanjutnya, kami komunitas warga pinggiran ini ternyata diajak secara pro-aktif  bekerja sama oleh Pemprov DKI, dengan  konsep CAP,  \"Community Action Plan\", yang berprinsipkan partisipasi dan kolaborasi, yang pada dasarnya adalah proses penyadaran dan pemberdayaan, baik untuk komunitas warga sederhana, maupun untuk jajaran Pemprov DKI, karena bagaimanapun ini hal dan pengalaman baru bagi kita semua. Kalau pendekatannya hanya legalitas hukum saja, tak ada terobosan \"kemanusiaan yang adil dan beradab\", tak ada \"political will\" yang kuat dari gubernur dan jajarannya, tak bakal \"Kampung Susun Produktif Tumbuh Cakung bagi warga eks gusuran Bukit Duri\"  itu bakal terwujud. Dan Insya Allah, pembangunan Kampung Susun Produktif Tumbuh Cakung itu sebulan dua bulan lagi bakal rampung. Saya tahu, pembangunan hunian warga sederhana Kampung Susun hanyalah salah satu masterpiece kerja Pemprov DKI 2017-2022. Saya tahu masih ada karya besar  yang besar-besar yang sudah selesai/akan selesai:  - Jakarta International Stadium (JIS), - Formula E/Sirkuit Formula E-Prix Ancol Jakarta, - Tebet Eco Park,  - Flyover Tapal Kuda Lenteng Agung,  - Jalur Sepeda Sudirman Bunderan HI, - Revitalisasi Taman Ismail Marzuki.. Memang harus diakui, dalam praktik, seorang pemimpin demokratis, yang menggerakkan warganya dengan prinsip partisipatif dan kolaboratif secara konsisten dan konsekuen, itu jauh lebih sulit, terkesan lambat, rumit menghadapi barrier dan bagaimana mengatur  birokrasi, mencari dan mengatur sistem pendanaannya, pendayagunaan anggaran  itu dengan manajemen sebaik, seselektif serta  seefektif mungkin sehingga tidak bocor dan betapa  njelimetnya  menyusun aturan-aturan hukum untuk mendukung dan  mengawal proyek-proyek pembangunan itu sampai ke masa depan. Begitulah Mas Anies Baswedan sebagai pemimpin adalah pribadi yang reflektif, berani melakukan diskresi, berani mengambil keputusan berdasarkan  pertimbangan yang komprehensif dan matang. Maka benarlah prinsip yang jadi judul buku ini \"Gagasan, Narasi dan Karya\". Setiap karya di belakangnya ada narasi. Sebelum narasi harus ada gagasan. Tidak ada karya tanpa gagasan. Tidak ada kebijakan tanpa gagasan.. Dan prinsip ini kami saksikan, kami alami  sendiri dalam praksis kerjasama komunitas warga miskin urban, dengan Pemprov DKI dan para \"stake holder\" (para pemangku kepentingan) lainnya.  Saya ingat, 10 tahun lalu, saya mengunjungi Taman Bunga Keukenhof di Belanda yang dikenal di seluruh dunia sebagai salah satu taman bunga terbesar dan terindah di planet ini, yang dibangun pada tahun 1949 oleh calon wali kota Lisse. Lisse  merupakan kota kecil di dekat Amsterdam.  Pada awalnya, calon walikota Lisse itu mengusulkan diselenggarakannya  sebuah pameran bunga agar penanam bunga dari penjuru Belanda dan Eropa, dengan harapan pameran akbar ini akan membantu Belanda, untuk mengembangkan diri  sebagai eksportir bunga terbesar di dunia.  Maka melalui riset profesional  mendalam, dirancangbangunlah Taman Bunga  Keukenhof, di sekitar Kastil Teylingen, Lisse.  Karena prestasi dan legacy ini, ia terpilih sebagai Walikota Lisse. Dan kita tahu, dalam  waktu 50 tahun Keukenhof telah menjadi sebuah taman bunga terbesar dan terindah di dunia.! Dan sejak 2017 sampai sekarang 2022, saya pun menyaksikan seorang gubernur, dengan tekun dan konsisten, sedang bekerja dalam team-work Pemprov DKI bekerjasama dengan DPRD, komunitas-komunitas warga, sebagian besar warga DKI Jakarta, mengarungi segala tantangan dan kesulitan, akhirnya pelan tapi pasti, ternyata melahirkan berbagai \"legacy\" (warisan) yang berkualitas.. Ya sah-sah saja kalau seorang calon walikota, calon gubernur, atau calon gubernur mencalonkan diri/dicalonkan untuk menjadi walikota, gubernur atau Presiden, bermodalkan prestasi/legacy nyata seperti itu. Jadi bukan karena hasil survei-surveian saja, kongkalikong politik demi kekuasaan semata, guyuran  \"money politic\" dari para oligarki, dlsb. (*)

Panglima TNI Siap Bantu dan Awasi Autopsi Ulang Brigadir Yosua

Jakarta, FNN - Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa menyatakan siap ntuk membantu dan mengawasi objektifitas autopsi ulang terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Sebelumnya, pihak kuasa hukum keluarga, Kamaruddin Simanjuntak meminta autopsi ulang Brigadir Yosua dengan melibatkan dokter forensik dari rumah sakit tiga matra TNI. “Pihaknya akan mengawasi secara langsung objektivitas proses tersebut, baik dari pemilihan rumah sakit maupun tim dokter yang akan dilibatkan untuk membantu. Dia menegaskan akan memastikan proses tersebut tidak diintervensi oleh siapa pun,” kata mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (Kasad) itu. Andika menyebut rumah sakit yang bakal dilibatkan dalam proses autopsi ulang jenazah Brigadir Yosua bakal dipastikan. Tim dokter yang ditunjuk pun bakal dipilih berdasarkan senioritas agar hasilnya maksimal. Sejak awal pihak keluarga menolak hasil autopsi yang pertama. Sebab, keluarga menilai kematian Brigadir Yosua penuh kejanggalan. Kesediaan TNI untuk membantu autopsi Brigadir Yosua sebelumnya juga telah disampaikan oleh TNI AL hingga TNI AU. Pihaknya merespons permintaan keluarga Brigadir Yosua. Ketiga matra hanya menunggu  izin dari Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa. Wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Hersubeno Point, Sabtu (23/7/22) di Jakarta, menilai autopsi ini akan membuat terang bagaimana proses kematian Brigadir Yosua ini dan kapan dia meninggal dunianya. (Lia)

Angkasa Pura II Tersingkir dari Halim oleh Oligarki Lewat Modus Yayasan

Oleh Djony Edward, Jurnalis Senior FNN Ada kabar kurang sedap di bandara Halim Perdanakusuma. PT Angkasa Pura II, BUMN bidang pengelolaan bandara udara, yang mengelola bandara Halim Perdanakusuma sejak 1920, mulai 20 Juli 2022, pengelolaan bandara seluas 21 hektare itu sudah diserahterimakan ke PT Angkasa Transportindo Selaras (ATS), anak perusahaan Lion Group. Kabar ini sungguh kurang menggembirakan, oleh karena bandara Halim yang sedang menjalani renovasi senilai Rp6 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) itu ke depan akan dikelola oleh swasta, yakni ATS. BUMN Angkasa Pura yang telah mengelola bandara itu selama 38 tahun itu harus gigit jari. Bagaimana mungkin aset negara yang selama ini dikelola BUMN, artinya kas masuk kantung negara lagi, kini harus dikelola oleh swasta? Artinya aliran dana pindah ke swasta, ada apa dengan Halim? Apa latar belakangnya, tetiba swasta yang ‘mengangkangi’ bandara bersejarah itu? Selanjutnya Angkasa Pura II sebagai pihak yang selama ini melaksanakan pengelolaan operasional bandara Halim Perdanakusuma, akan keluar dari kawasan bandara Halim Perdanakusuma. Kesepakatan tersebut juga sudah melalui proses beberapa kali rapat, antara pihak AP II, TNI AU dan PT ATS, terakhir pada rapat 20 Juli 2022. Setelah berita pengelolaan bandara Halim Perdanakusuma ini ramai di media, para pihak terkait pun gelagepan memberi konfirmasi. Yang pertama memberi konfirmasi adalah Kepala Dinas Penerangan TNI AU Marsma TNI Indan Gilang Buldansyah. Ia mengatakan pengalihan pengelolaan bandara Halim itu berdasarkan putusan peninjauan kembali Mahkamah Agung (MA) Nomor 527/PK/Pdt/2015, TNI AU memiliki kewajiban menyerahkan lahan seluas 21 Ha dan apa saja yang berdiri di atasnya ke ATS. Direktur Perumusan Kebijakan Kekayaan Negara Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan Encep Sudarwan menimpali. Ia menyatakan alih kelola Bandara Halim Perdanakusuma kepada pihak swasta harus memerlukan izin dan persetujuan dari Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan. Karena lahan 21 hektare di Halim itu adalah barang milik negara (BMN), sehingga peralihan pengelolaan harus mendapat persetujuan Kementerian Keuangan. Tentu saja fenomena yang selangkah lagi merugikan BUMN, sekaligus merugikan negara itu, atas persetujuan para pihak. Mantan Sekretaris BUMN Muhammad Said Didu menyangkan ‘penyingkiran’ BUMN profesional sekelas Angkasa Pura II oleh perusahaan swasta PT ATS sungguh sangat disayangkan. Seolah Kementerian Keuangan dan TNI AU lebih merestui pihak swasta menguasai bandara sendiri, seolah membenarkan oligarki menguasai aset negara. “Penyerahan Bandara Halim ke Lion Grup bukti nyata kerja Oligarki. Setelah direnovasi dg habiskan uang Negara APBN sktr Rp 6 trilyun - langsung diserahkan ke swasta. Kurang enak apalagi?” demikian cuitan Said Didu lewat akun Twitternya @msaid_didu pada Sabtu (23/7). Said Didu pun merinci, kontrak pengelolaan asset negara seperti Bandara Halim melalui alur-alurnya sebagai berikut. Pertama, proses di pengguna Asset (TNI-AU). Kedua, usulan pengguna asset (TNI/TNI-AU) ke Kementerian Keuangan. Ketiga, persetujuan penggunaan oleh Kemenkeu. “Jadi berpindahnya pengelolaan Bandara Halim dari BUMN AP II ke Lion Grup silakan tanya ke lembaga tersebut,” lanjutnya. Said Didu mengisahkan bagaimana Angkasa Pura II tersingkir dari bandara Halim Perdanakusuma sehingga kini jatuh ke tangan swasta milik Rusdi Kirana tersebut. Dia menjelaskan banda Halim adalah aset TNI AU yang awalnya dikelola Angkasa Pura II, tapi penguasa Halim bekerjasama dengan yayasan dan yayasan tersebut membuat kontrak dengan ATS. Hingga akhirnya Angkasa Pura sebagai BUMN yang seharusnya mendapat kue bisnis dari negara, malah disingkirkan. “Ceritanya \"panjang dan berliku\", ringkasnya : Bandara Halim adlh asset TNI yg awalnya dikelola oleh API II, tapi penguasa halim \"kerjasamakan\" dg Yayasan dan Yayasan tsb buat kontrak dg swasta akhirnya AP II \"tersingkir\". Hal seperti ini yg bisa jelaskan adlh Kemenkeu dan TNI,” demikian cuitan Said Didu lainnya. Penguasaan pengelolaan aset negara saja bisa dikadali dengan modus yayasan, bagaimana dengan nasib aset-aset negara lainnya nanti? Yayasan seperti apa? Pihak Lion Group sempat membantah bahwa ATS sudah tidak lagi menjadi bagian dari Lion Group. ATS, menurut Corporate Communications Strategic of Lion Air Group Danang Mandala Prihantoro, tidak lagi menjadi bagian dari Lion Air Group sejak Desember 2020. Menurut Danang, atas fakta tersebut maka Lion Air sama sekali tidak terkait dengan status kepengelolaan Bandara Halim Perdanakusuma. ATS merupakan anak perusahan dari PT Whitesky Airport Asia milik Whitesky Group. Perusahaan tersebut bergerak di bidang operator maskapai penerbangan tidak berjadwal berbasis helikopter di Indonesia. Lepas dari bantahan yang ada, penjelasan yang diberikan, fakta menunjukkan keberpihakan Kementerian Keuangan, Mahkamah Agung, dan TNI AU justru diberikan kepada swasta. Seperti ada gerakan melemahkan BUMN, melemahkan NKRI, bahkan melemahkan kekuatan negara lewat praktik-praktik seperti ini. Semoga ada kekuatan besar, tangan kuat yang meluruskan kembali cara kita mengelola negara agar sebesar-besarnya manfaat untuk NKRI, untuk BUMN dan untuk bangsa ini.

Tragis! Bocah Tasik Depresi Hingga Meninggal Usai Dibully

Jakarta, FNN - Tragis! Kasus perundungan yang menimpa anak SD Tasikmalaya hingga depresi dan meninggal dunia mendapat sorotan dari berbagai pihak.  Hersubeno Arief dan Agi Betha wartawan senior FNN dalam kanal YouTube Off The Record FNN, Jumat (22/7/22) di Jakarta, juga menyoroti kasus tragis ini. Bocah berinisial F ini menghembuskan nafas terakhirnya di RSUD SMC Tasikmalaya. Mulanya, bocah berusia 11 tahun ini dipaksa oleh teman-temannya untuk menyetubuhi kucing. Karena terlalu sering di bully, F pun menuruti perkataan temannya. Mirisnya, saat F menyetubuhi kucing itu direkam dan videonya disebarluaskan oleh teman-temannya. Video rekaman korban menyetubuhi kucing itu dilakukan pada akhir bulan Juni lalu. Hal ini membuat korban mengalami depresi berat, bahkan kedua orang tua korban juga sama-sama mengalami penurunan kondisi psikis. Ibu korban, Ti (39) mengatakan anaknya sakit keras seminggu sebelum meninggal. Anaknya mengeluh sakit tenggorokan yang membuatnya enggan makan dan minum. Korban lebih banyak melamun dan murung. “Seorang dewasa saja yang cukup matang seandainya mengalami bully seperti ini pasti akan hancur hidupnya, apalagi seorang anak kecil yang kemudian merasa tidak mau kemana-mana, tidak mau makan, tubuhnya melemah, dan kemudian meninggal dunia,” ungkap Agi  Menurutnya, seorang dewasa saja seandainya mendapat bantuan dokter maupun psikiater belum tentu bisa selamat, dengan rasa malu itu tubuh itu menolak segala sesuatu. “Ini kan pelakunya anak-anak juga, polisi harus hati-hati menangani kasus ini,” tutup Hersubeno (Lia)

Ferdy Sambo Minta Perlindungan LPSK, Keluarga Yosua ke TNI

Jakarta, FNN - Hingga saat ini insiden kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat masih menjadi tanda tanya pihak keluarga. Dalam kanal YouTube Off The Record FNN, Jumat (22/7/22) di Jakarta, wartawan senior FNN Hersubeno Arief dan Agi Betha membahas terkait Kadiv Propam Nonaktif Polri Irjen Ferdy Sambo yang meminta perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Merespons upaya tersebut, kuasa hukum keluarga Brigadir Yosua, Kamaruddin Simanjuntak menyatakan niatannya juga untuk meminta perlindungan kepada TNI AD, TNI AL, dan TNI AU. Kamaruddin mengatakan dirinya heran dengan kabar  Kadiv Propam Polri nonaktif Irjen Ferdy Sambo beserta istrinya meminta perlindungan kepada LPSK. Menurut Kamaruddin, ini adalah hal yang sangat menjanggal, seorang jenderal polisi bintang dua meminta perlindungan kepada LPSK. Sebab, LPSK dilindungi oleh Polri. Hal inilah yang membuat Kamaruddin merasa heran. Ia pun menjelaskan secara kelembagaan, LPSK merupakan institusi yang berada di bawah Polri. Agi Betha juga menilai bagaimana mungkin seorang Jenderal pejabat tinggi yang kemudian minta perlindungan kepada kepolisian, bukankah selama ini ia menjadi saksipun dalam kasus ini sudah mendapat perlindungan dari kepolisian, kenapa sekarang minta perlindungan LPSK , ini unik sekali ya, dia hanya dinonaktifkan, tetapi hak-haknya sampat saat ini masih tetap ada seperti ajudannya. Atas dasar itulah, Kamaruddin kemudian berniat meminta perlindungan kepada TNI Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL) dan Angkatan Udara (AU). Menurut dia, upaya tersebut semata-mata dilakukannya hanya untuk mengungkap yang sebenarnya terkait kejadian tewasnya Brigadir Yosua. (Lia)

Perhatikan Apa atau Siapa yang Berkata

Maka, ungkapan yang konon dari Ali bin Abi Thalib yang tampak objektif dan benar, “Perhatikan apa yang diucapkan, bukan siapa yang mengucapkan” mengalami degradasi legitimasi. Oleh: Muhammad Chirzin, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga, Jogjakarta SALAH satu ungkapan yang akhir-akhir ini mengemuka di media sosial dari kalangan aktivis kritis, “Indonesia tidak sedang baik-baik saja.” Di sisi lain muncul kontra narasi membantah pernyataan tersebut. Sebagian, kalau bukan seluruhnya, berasal dari para pendukung penguasa, atau sekurang-kurangnya sebagian dari kebijakan-kebijakan yang telah diambil oleh pemegang kekuasaan di negeri ini. Kedua, pernyataan yang bertolak belakang tersebut tak ayal menimbulkan pertanyaan di kalangan masyarakat awam, “Sebenarnya Indonesia sedang bagaimana?” Pertanyaan tersebut wajar juga muncul bila seseorang memperhatikan sepintas lalu perkembangan situasi dan kondisi mutakhir di negeri ini. Harga kebutuhan-kebutuan pokok naik, tarif dasar listrik juga akan naik, minyak goreng langka, polisi menembak polisi, Habib Rizieq Syihab (HRS) bebas bersyarat, pandemi meningkat lagi, dan lain-lain. Salah seorang aktivis mengungkapkan pemikiran sekaligus kegelisahannya demikian. “Dugaan Cara Instrumen Mukidi Mengalihkan issu.” “Ketika tekanan Politik terhadap MUKIDI menguat (akibat kenaikan harga komoditas misalnya), maka  instrumen ini bekerja diatur oleh dirigennya kira-kira begini; Muncul si Nganu yang memainkan Jurus Covid, instansi X memainkan Jurus Teroris, Lembaga Y memainkan Jurus bahaya PKI, dan Kelompok anti Khilafah memainkan Jurus bahaya Khilafah. Yang unik itu kelompok yang ingin perubahan ada sebagian yang ikut menari di gendang tsb. Makanya perubahan gak muncul-muncul. Kira-kira benarkah analisis warung kopi ini, Prof Chirzin?” Saya pun menanggapinya dengan menyajikan data. Pertama, Tribun Banten mengunggah berita bertajuk, “Lagi, Mahfud MD Ingatkan Bahaya Radikalisme di Indonesia: Sudah Menyusup ke Berbagai Sektor!” (Tribunnews/Irwan Rismawan 2022/07/19 19:28). Saya respons, “Mahfud MD Radikal!!!” Kedua, Kompas.com mengunggah laporan, Menteri Bahlil: IKN Harga Mati, Harus Jalan Terus. Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menegaskan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara adalah harga mati dan harus terus berjalan. Ia pun menegaskan sudah banyak negara yang menyampaikan minat untuk berinvestasi di proyek IKN Nusantara. Pernyataannya ini sekaligus menepis  pihak yang menyebut proyek IKN sepi investor. “Saya ingin mengatakan bahwa investasi yang akan masuk ke IKN, negara-negaranya itu sudah ada. Tapi kami kan tidak mungkin ngomong setiap hari terus negara ini, negara ini (mau investasi),” ujar Bahlil dikutip dari Antara, Kamis (21/07/2022). “Sudah kayak omong kosong, gitu. Sudah, percaya. Investasi di IKN sudah ada, contoh UEA, Korea, Taiwan, China, banyak,” katanya lagi. (Kompas.com -21/07/2022, 00:06 WIB) Salah seorang pakar ekonomi senior pun komentar, “harga mati” itu nekat, nggak mau dengar aspirasi Rakyat, ya pemerintahan diktatuur.” Saya pun menanggapinya, “Membangun Ibu Kota Negara dengan Utang dari Luar Negeri, marwahnya di mana???” Yang lain pun menimpali, “Investasi asing Pak. Dikira membangun Ibu Kota tuh proyek real estate biasa.” Ketiga, unggahan teman demikian. Ketua KPK = Polisi; Ka BIN = Polisi; Mendagri = Polisi; Ka BNPT = Polisi; Dir Pindad = Polisi; Ka Pramuka = Polisi; Ketum PSSI = Polisi. Kesimpulan kecil saya: Semua Polisi! Kembali ke judul catatan, salah seorang petinggi negeri ini pernah berkata, “Stop impor beras, stop impor gandum, stop impor garam...”, “Ini bukan negeri peraturan...”, “Saya kangen didemo Mahasiswa.” Faktanya bertolak belakang dengan katanya. Maka, ungkapan yang konon dari Ali bin Abi Thalib yang tampak objektif dan benar, “Perhatikan apa yang diucapkan, bukan siapa yang mengucapkan” mengalami degradasi legitimasi. Bahkan salah seorang Guru Besar tafsir Al-Quran senior, ketika berpesan kepada doktor baru bimbingannya mengingatkan, “Kita tidak cukup mengandalkan validitas sesuatu pada apa yang diucapkan, tetapi juga harus memperhatikan siapa yang mengucapkannya.” Kisahnya, pada suatu hari Umar bin Khathab marah besar, dan hampir menghajar seorang sahabat Nabi Muhammad saw yang berujar di depannya, “Saya suka shalat tanpa wudhu; saya suka fitnah; dan saya punya apa yang Allah swt tidak punya.” Ali bin Abi Thalib pun menenangkan Umar, dan membenarkan kata-katanya, karena dia adalah salah seorang sahabat Nabi saw yang terpercaya. Ali pun memintanya bertabayun tentang maksud ucapan yang telah memerahkan telinga Umar. “Aku bershalawat atas Nabi Muhammad tanpa wudhu; harta dan anak adalah fitnah; aku punya istri dan anak, sedangkan Allah swt tidak punya...” (*)