ALL CATEGORY
Penataran Pancasila Ke-5: Ideologi Pancasila Terurai Pada UUD 1945
Dengan uraian di atas marilah kita bersama-sama mempunyai kesadaran berbangsa dan bernegara, mempunyai rasa tangungjawab dan keinsyafan untuk mengembalikan tatanan mula NKRI sesuai dengan UUD 1945 yang asli. Oleh: Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila “BESAR artinja telah dapat ditundjukkan tadi, bahwa Undang-undang Dasar 1945 sebenarnya merupakan pendjelmaan dari Pembukaan dan bagaimana pendjelmaan itu. Dapat dikatakan, bahwa hal ini kebanjakan masih belum diperhatikan, sampai sepertinya dapat ada pendapat, bahwa asas kerohanian Negara (Pantjasila) adalah kosong. Menurut pendjelasan resmi daripada Undang-Undang Dasar 1945, termuat dalam Berita Republik Indonesia tahun II No. 7, Pembukaan adalah “suasana kebatinannja (geistlichen Hintergrund) dari Undang-undang Dasar …. (jang) tidak dapat dipahamkan, kalau hanja dibatja teksnja sadja”, dan bahwa “pokok-pokok pikiran (dalam Pembukaan) …. mewujudkan tjita-tjita Hukum (rechsidee) jang menguasai Hukum Dasar Negara, baik jang tertulis (Undang-undang Dasar) maupun Hukum jang tidak tertulis. Undang-Undang Dasar mentjiptakan pokok-pokok pikiran jang terkandung dalam pembukaan dalam pasal-pasalnja”. Jadi jelas, Amandemen UUD 1945 merupakan tindakan yang menghilangkan penjelasan UUD 1945 merupakan tidakan kudeta agar generasi penerus tidak bisa mengerti tentang pokok-pokok pikiran yang ada dalam Pembukaan UUD 1945, menghilangkan suasana kebahtinan dari UUD 1945 sehingga dengan dihilangkan nya pokok-pokok pikiran pembukaan UUD 1945 hilanglah cita-cita hukum yang menguasai hukum dasar. Dengan demikian ada hubungan hierarchis dan organis antara Undang-Undang Dasar 1945 dengan Pembukaan, ialah mempunjai kedudukan di bawah dan di dalam lingkungan Pembukaan. Dengan lain perkataan Undang-Undang Dasar itu merupakan isi daripada asas kerohanian Negara, asal politik Negara dan tudjuan Negara. Pantjasila tidak tinggal tjita-tjita dalam abstraktonja, tidak tinggal tjita-tjita dalam angan-angan, akan tetapi telah mempunjai bentuk dan isi jang formil dan materiil untuk mendjadi pedoman bagi hidup kenegaraan dan hukum Indonesia dalam konkretnja. Maka dari itu Undang-undang Dasar 1945 dengan Pembukaan merupakan kesatuan, jang berarti bahwa: Tafsir Undang-Undang Dasar 1945 harus dilihat dari sudut Pembukaan; Pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 dalam undang-undang harus mengingat dasar-dasar jang tertjantum dalam Pembukaan. Adapun interpretasi dan pelaksanaan undang-undang dasar seharusnja dalam arti jang selengkapnya, ialah meliputi pula seluruh perundang-undangan di bawah undang-undang dasar dan putusan-putusan administratif dari semua tingkat penguasa Negara, mulai dari Pemerintah Pusat sampai alat-alat perlengkapan Negara di daerah, Angkatan Perang, Pamong Pradja dan Polisi dan alat-alat perlengkapan Pemerintah Daerah, alat perlengkapannja. Semuanja harus dilihat dari sudut dasar-dasar jang terkandung dalam Pembukaan undang undang dasar. Dengan demikian seluruh hidup kenegaraan dan (tata) tertib hukum Indonesia didasarkan atas, ditudjukan kepada dan diliputi oleh asas kerohanian, asas politik dan tudjuan Negara jang tertjantum dalam Pembukaan. Tidak ada jang diketjualikan, djuga dalam hal menentukan kebidjaksanaan haluan Negara, kebidjaksanaan hukum dan perundang-undangan, kebidjaksanaan pemerintahan, kebidjaksanaan kesedjahteraan, kebudajaan, kesusilaan dan keagamaan, kebidjaksanaan politik dalam dan luar negeri, kebidjaksanaan keselamatan, pertahanan dan keamanan Negara. Barang sekiranya di sinilah letaknja batas, bentuk dan isi daripada pengertian “nasional’, jang kita inginkan bersama sebagai sifat mutlak bagi kehidupan bangsa, Negara, hukum dan kebudayaan kita. Hal ini tidak boleh dilupakan pula bagi kehidupan politik (kepartaian) kita, baik dalam bidang dalam negeri maupun luar negeri. Bab IV tentang kesedjahteraan social, perintjiannja terdapat pertama dalam pasal 33 tentang hal susunan perekonomian atas dasar kekeluargaan, tentang tjabang-tjabang produksi jang penting bagi Negara, dan menguasai hadjat hidup orang banjak dikuasai oleh Negara tentang bumi dan air dan kekajaan alam jang terkandung di dalamnja dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakjat; kedua dalam pasal 34 tentang fakir-miskin dan anak-anak jang terlantar dipelihara oleh Negara. Jadi jelas Ideologi Pancasila terurai di dalam pasal-pasal UUD 1945. Oleh sebab itu amandemen UUD 1945 yang memisahkan Pembukaan UUD 1945 dengan batang tubuh sama artinya menghilangkan Ideologi Pancasila. Para elit dan pengamandemen UUD 1945 rupanya tidak memahami bahwa pembukaan dan batang tubuh UUD 1945 mempunyai hubungan yang erat yang tidak bisa dipisahkan. Asas Politik Negara Indonesia Diamandemen Daripada asas politik Negara, bahwa Negara Indonesia “terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia jang berkedaulatan rakjat”, jang ditentukan dalam Pembukaan, udjud pelaksanaannja objektif terdapat dalam Undang-undang Dasar 1945 dalam pasal 1 ajat (1), bahwa Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, dan pasal 1 ajat (2), bahwa kedaulatan rakjat dilakukan sepenuhnja oleh Madjelis Permusjawaratan Rakjat. Diamandemennya pasal 1 ayat 2 Kedaulatan di tangan rakyat dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) diamandemen menjadi: Pasal 1 ayat 2 Kedaulatan di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Akibat diamandemennya pasal 1 ayat 2 adalah mengamandemen asas politik negara, susunan Negara Republik Indonesia tidak lagi wujud dari kedaulatan rakyat. Adapun tudjuan Negara misi, tertjantum dalam Pembukaan, jang nasional (“melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah serta memadjukan kesedjahteraan umum dan mentjerdaskan kehidupan bangsa”), pendjelmaannya objektif adalah sebagai di bawah ini. Pertama-tama terkandung djuga dalam pendjelmaan daripada asas kerohanian dan asas politik Negara sebagaimana dimaksudkan di atas, karena kedua asas Negara itu memang dikehendaki untuk mewujudkan atau mentjapai tudjuan Negara. Lain daripada itu terutama untuk tudjuan Negara jang negatif, jaitu keselamatan bangsa dan Negara atau perdamaian, pendjelmaannja objektif terdapat dalam Undang-undang Dasar 1945 dalam Bab IX tentang kekuasaan kehakiman (pasal 24 dan 25) dan Bab XII tentang Pertahanan Negara (pasal 30) serta kekuasaan Presiden dalam pasal 14 untuk memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi, dalam pasal 10 atas Angkatan Perag, dalam pasal 11 untuk menjatakan perang, membuat perdamaian dan perdjandjian dengan Negara lain, dan dalam pasal 12 untuk menjatakan keadaan bahaja. Besar artinja telah dapat ditundjukkan tadi, bahwa Undang-undang Dasar 1945 sebenarnya merupakan pendjelamaan dari Pembukaan dan bagaimana pendjelmaan itu. Dapat dikatakan, bahwa hal ini kebanjakan masih belum diperhatikan, sampai sepertinya dapat ada pendapat, bahwa asas kerohanian Negara (Pantjasila) adalah kosong. Menurut pendjelasan resmi daripada Undang-undang Dasar 1945, termuat dalam Berita Republik Indonesia tahun II No. 7, Pembukaan adalah “suasana kebatinannja (geistlichen Hintergrund) dari Undang-undang Dasar ………… (jang) tidak dapat dipahamkan, kalau hanja dibatja teksnja sadja”, dan bahwa “pokok-pokok pikiran (dalam Pembukaan) …. mewujudkan tjita-tjita Hukum (rechsidee) jang menguasai Hukum Dasar Negara, baik jang tertulis (Undang-undang Dasar) maupun Hukum jang tidak tertulis. Undang-undang Dasar mentjiptakan pokok-pokok pikiran jang terkandung dalam pembukaan dalam pasal-pasalnja”. Maka dari itu Undang-undang Dasar 1945 dengan Pembukaan merupakan kesatuan, jang berarti bahwa: Tafsir Undang-Undang Dasar 1945 harus dilihat dari sudut Pembukaan; Pelaksanaan Undang-undang Dasar 1945 dalam undang-undang harus mengingat dasar-dasar jang tertjantum dalam Pembukaan. Adapun interpretasi dan pelaksanaan undang-undang seharusnja dalam arti jang selengkapnya, ialah meliputi pula seluruh perundang-undangan di bawah undang-undang dasar dan putusan-putusan administratif dari semua tingkat penguasa Negara, mulai dari Pemerintah Pusat sampai alat-alat perlengkapan Negara di daerah, Angkatan Perang, Pamong Pradja dan Polisi dan alat-alat perlengkapan Pemerintah Daerah, alat perlengkapannja. Semuanja harus dilihat dari sudut dasar-dasar jang terkandung dalam Pembukaan. Dengan demikian seluruh hidup kenegaraan dan (tata) tertib hukum Indonesia didasarkan atas, ditudjukan kepada dan diliputi oleh asas kerohanian, asas politik dan tudjuan Negara jang tertjantum dalam Pembukaan. Tidak ada jang diketjualikan, djuga dalam hal menentukan kebidjaksanaan haluan Negara, kebidjaksanaan hukum dan perundang-undangan, kebidjaksanaan pemerintahan, kebidjaksanaan kesedjahteraan, kebudajaan, kesusilaan dan keagamaan, kebidjaksanaan politik dalam dan luar negeri, kebidjaksanaan keselamatan, pertahanan dan keamanan Negara. Barang sekiranya disinilah letaknja batas, bentuk dan isi daripada pengertian “nasional’, jang kita inginkan bersama sebagai sifat mutlak bagi kehidupan bangsa, Negara, hukum dan kebudayaan kita. Hal ini tidak boleh dilupakan pula bagi kehidupan politik (kepartaian) kita, baik dalam bidang dalam negeri maupun luar negeri. Sebagai bawaan daripada dasar kerakjatan dan dasar perikemanusiaan terdjelma dalam hak asaasi manusia sebagai individu dan machluk sosial kedua-duanya, maka kepartaian kita dan pemerintahan kita didasarkan atas dan diliputi oleh aliran agama dan aliran hidup, jang mempunjai djuga sifat universil dan atau internasional. Akan tetapi di dalam segala matjam kebidjaksanaan tersebut di atas sifat universil dan internasional itu seharusnja direalisasi dalam bentuk jang “nasional” itu agar supaja kehidupan bangsa, Negara, hukum dan kebudajaan kita adalah merupakan realisasi jang tjotjok dengan pribadi bangsa kita. Kesimpulan ini adalah timbul dengan djelas dan dengan sendirinja dari perdjalanan pikiran seperti berturut-turut diadjukan di atas. Dapat masih diterangkan lagi atas dasar prinsip ilmiah, ialah bahwa tjita-tjita, dan ideologi adalah tjita-tjita, untuk realisasinja dalan kenjataan membutuhkan suatu bentuk tertentu. Dalam pada itu halnja tidak demikian, bahwa suatu tjita-tjita hanja mempunjai satu bentuk realisasi tertentu atau tjita-tjita jang berlainan djuga bentuk realisasinja, akan tetapi suatu tjita-tjita mempunjai banyak kemungkinan bentuk untuk diwudjudkan dalam kenjataan, sedangkan tjita-tjita jang berlainan mungkin pula sama dalam bentuk realitasinja. Bagaimana dapat terdjadi, itu adalah bawaan dan pengaruh daripada perbedaan dan perubaha segala sesuatu di dunia, sepertinja keadaan ⁰ orang-perseorangan maupun bersama, jang tergolong-golong dengan mempunjai keagamaan, kebudajaan, kebutuhan dan kepentingan jang berlainan. Tidak dengan sendirinja bentuk realisasi jang brlainan dari tjita-tjita satu atau serupa menimbulkan pertentangan, akan tetapi dapat berdampingan dalam harmoni keaneka-ragaman jang memperkaja. Inilah jang terutama mendjelma dalam hidup perseorangan. Sebaliknya kesamaan bentuk realitasi tjita-tjita jang berlainan tidak djarang terudjud, dan terutama dalam hidup bersama, dan djustru inilah jang memungkinkan terdjadinja golongan-golongan, terdjadinja masjarakat. Dapat pula masih dikemukakan suatu kenjataan dalam sedjarah bangsa Indonesia, jang menundjukkan pertemuan dan hidup berdampingan dalam keaneka-tunggalan pelbagai tjita-tjita jang berlainan, jang asli dan jang datang dari luar, dalam lapangan hidup jang pokok-pokok, kerohanian dan kedjasmanian, sepertinja dalam hal keagamaan, kedjiwaan, kebudajaan, kesusasteraan, kesenian, mata pentjaharian hidup. Telah terbukti dalam sedjarahnja itu, bahwa bangsa Indonesia memiliki kemampuan sintetis. Begitulah tjita-tjita kenegaraan dan hukum daripada Pembukaan dan bentuk realisasinja jang setjara ilmiah dapat digambarkan di tas, dapat didjelaskan dan dikuatkan atas dasar suatu prinsip ilmiah, jang sungguh terdjelma dalam hidup kemanusiaan, dan djuga oleh bukti sedjarah bangsa Indonesia sendiri dengan kemampuannja sintetis itu. Dengan segala sesuatu itu sebagai dasar dan pedoman, maka ada sjarat-sjarat mutlak keharusan, agar supaja perbedaan ideologi dalam hidup kepartaian kita dengan pengaruhnja dalam pemerintahan, sama saling menjesuaikan diri dalam pertemuan bentuk realisasi jang “nasional” itu, sebagaimana terdjelma dalam tjita-tjita kenegaraan jang telah tetap terkandung dalam Pembukaan itu, dengan realisasinja jang dinamis. Dari uraian di atas harusnya bangsa dan elit ini sadar, Negara Republik Indonesia yang diproklamasikan 17 Agustus 1945 telah dikudeta dengan diamandemen, sehingga tatanan kenegaraan tidak lagi mencerminkan perjanjian luhur bangsa Indonesia yang dituangkan pada pembukaan UUD 1945 sekarang bisa disaksikan kebingungan – kebingungan terhadap ketatanegaraan. Bagaimana Presiden mengangkat dirinya sendiri, di akhir masa jabatannya tidak perlu mempertangungjawabkan apa yang sudah dilakukan bahkan pembangunan tidak lagi dirancang oleh MPR dan seluruh anak bangsa yang tertuang di dalam GBHN. Tetapi disandarkan pada negara China dengan proyek OBOR, apakah itu kepentingan negara bangsa? Apakah pindah Ibukota kepentingan Bangsa dan Negara? Begitu juga dengan puluhan UU yang dilahirkan untuk kepentingan Investor asing, Aseng. Dengan uraian di atas marilah kita bersama-sama mempunyai kesadaran berbangsa dan bernegara, mempunyai rasa tangungjawab dan keinsyafan untuk mengembalikan tatanan mula NKRI sesuai dengan UUD 1945 yang asli. Jika tidak bangsa dan negara ini akan musnah, sebab hari ini NKRI bukan lagi yang di-Proklamasikan 17 Agustus 1945 yang mempunyai asas kedaulatan di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR. Sudah diganti dengan dasar Liberal Kapitalisme kekuasaan diperebutkan banyak-banyakan suara. Dosa kolegtif bangsa ini bukan hanya pada pendiri bangsa tetapi dosa terbesar adalah pada masa depan anak cucu kita, bisa jadi perbuatan kita hari ini adalah dalam rangka membuat anak cucu kita sebagai jongos di negerinya sendiri kelak. (*)
Bahaya! Petani Indonesia Nekat Jual Sawit ke Malaysia
Jakarta, FNN - Harga tandan buah segar (TBS) sawit sampai saat ini terus mengalami penurunan di dalam negeri. Beberapa pekan terakhir ini memaksa petani sawit untuk menjual hasil panennya lewat darat maupun sungai ke Malaysia, mesikpun itu illegal tidak ada suratnya. “Keluhan petani sawit ini secara spontan membuat kita miris melihatnya, bahwa kelapa sawit itu anjlok hanya Rp 400-500 per kg dibeberapa tempat,” ungkap wartawan senior FNN Agi Betha dalam kanal YouTube Off The Record FNN, Selasa (5/7/22). Beberapa petani kelapa sawit menjual hasil tandan buah segar (TBS) mereka ke produsen Malaysia karena harga yang lebih tinggi. Harga TBS di Malaysia itu Rp 3.500-4.500 per kg. Mereka tidak mau menjual ke produsen Indonesia karena harga sudah turun dan mereka merugi. Hal ini telah dilakukan oleh petani di Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, dan Kalimantan Barat karena mereka berbatasan langsung dengan Malaysia. “Aksi petani tersebut berbahaya dan bisa terancam hukum, karena kalau sampai tertangkap imigrasi di sana sangat ketat, dan ini juga mengancam nyawa,” lanjut Agi Menteri perdagangan Zulkifli Hasan menilai wajar aksi petani menjual tandan buah segar (TBS) sawit ke Malaysia. “Wajar dong, di sana (Malaysia) mahal Rp4.500 per kg, kita (Indonesia) cuma Rp1.000 per kg,\" kata Zulkifli di Kementerian Perdagangan, Senin (4/7/22). Agi menyayangkan pernyataan menteri perdagangan tersebut, karena sebagai seorang menteri pak Zulkifli perlu berhati-hati, jangan sesuatu itu ditangkap seolah-olah sikap pemerintah. “Ini tidak wajar, sesuatu yang illegal itu tidak wajar,” tegas wartawan senior FNN Agi. (Lia)
Kendala Bahasa, Selain dengan Zelensky, Jokowi Juga Miskomunikasi dengan PM Italia.
Jakarta, FNN – Indonesia memegang kepresidenan bergilir G20 2022 di Bali, pada November mendatang yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Perdana Menteri (PM) Italia Mario Draghi mengatakan, bahwa ketua G20 2022 Joko Widodo telah ‘mengesampingkan’ kehadiran Presiden Rusia Vladimir Putin di KTT tersebut, hal ini diungkapkan Draghi pada Selasa (28/6/22). “Presiden Widodo mengesampingkannya. Dia (Putin) tidak akan datang, Apa yang mungkin terjadi adalah partisipasi jarak jauh (oleh Putin), kita lihat saja nanti,” tegas Draghi kepada wartawan di akhir KTT G7 dua hari di Jerman, di mana Jokowi diundang sebagai tamu. Yusi Osakov penasihat Putin langsung menanggapi pernyataan Draghi tersebut, ia menegaskan bahwa Putin menerima undangan dan akan hadir dalam pertemuan itu. “Draghi bukanlah yang memutuskan itu, kami menerima undangan dan merespons dengan baik, Ia (Draghi) pasti sudah lupa kalau bukan lagi penyelenggara G20, bahwa ia sudah melakukannya tahun lalu” kata Ushakov, Rabu (29/6/22). Indonesia, seperti kebanyakan negara berkembang utama, telah mencoba untuk mempertahankan posisi netral. Namun, menurut wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Off The Record FNN, Selasa (5/7/22), ia mengatakan ada miskomunikasi antara pak Jokowi dan PM Italia karena kendala bahasa. “Saya perhatikan setiap pak Jokowi kunjungan ke luar negeri terlihat sekali pak Jokowi terkesan menggunakan bahasa Inggris, yang walaupun bahasa Inggrisnya sangat terbatas, padahal telah tertulis di dalam Undang-undangnya mewajibkan bahwa seorang kepala negara, wakil presiden, maupun pejabat tinggi negara dalam forum-forum resmi untuk menggunakan bahasa Indonesia,” ujar Hersu panggilan akrab Hersubeno Arief. Menurut Hersu hal ini dilakukan untuk menghindarkan miskomunikasi yang akan terjadi, contohnya kesalahpahaman dari terjemahan Jokowi yang diklaim oleh Zelensky kemarin. Sama sepertinya dengan kasus PM Italia Mario Draghi ini juga akibat kesalahan terjemahan. “Saya rasa dugaan kita sama, mereka berbicara kemudian salah terjemahkan atau apa, karena grammar atau urutan dalam bahasa Inggrisnya berbeda, sehingga terjemahannya berbeda,” ungkap wartawan senior Agi Betha. Hersu mengungkapkan hal ini akan berbahaya kedepannya kalau terjadi lost translation, bisa terjadi perang dunia gara-gara kesalahan terjemahan ini, ini yang penting kita kasih masukan meskinya pak Jokowi janganlah dibiarkan seperti itu, tidak mengurangi kehormatan pak Jokowi kalau beliau berbicara dengan penerjemah, Putin saja selalu didampingin penerjemah walaupun dia menguasi banyak bahasa. “Menurut saya pentingnya penerjemah itu, pertama untuk mengontrol kemungkinan terjadi kesalahan yang dilakukan oleh presiden, kedua agar pak Jokowi tidak terjun bebas sendiri,” tutup Hersubeno. (Lia)
Peringatan 50 tahun Paguyuban WO Bharata Berkiprah di Jakarta
Jakarta, FNN – Sebuah malam bersejarah yang sangat membahagiakan karena berkesempatan untuk ikut merayakan usia emas (50 tahun) Wayang Orang Bharata dalam pertunjukan wayang orang dengan lakon ‘Gatutkaca’ yang bertajuk ‘Langgengmu adalah Harapanku, Lestarimu adalah Tanggung Jawabku’. “Kami menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada semua yang telah merawat selama 50 tahun ini. Kita berterima kasih atas 9 generasi yang telah dihasilkan di Wayang Orang Bharata,” ungkap Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. “Jadi walau Wayang Orang Bharata ini sudah berusia 50 tahun, tapi tidak pernah mengalami penuaan, karena terus-menerus muncul generasi baru,” lanjut Anies usai menyaksikan pertunjukan Wayang Orang Bitu, Selasa malam (5/7/2022).Menurutnya, melalui perayaan 50 tahun ini, sekaligus juga kita menyiapkan untuk berbagai langkah ke depan agar Wayang Orang Bharata terus makin berkembang dan terus menjadi sebuah tempat di mana warga datang menyaksikan tontonan yang penuh dengan tuntunan.Pemprov DKI mengapresiasi sekaligus mendukung segala aktivitas WO Bharata dalam memainkan seni wayang orang, sehingga menjadi daya tarik tersendiri dari sisi keanekaragaman budaya di Jakarta. “Untuk menjaga keberlangsungan fasilitas pertunjukan kesenian, Pemprov DKI Jakarta akan merenovasi Gedung WO Bharata,” kata Gubernur Anies Baswedan.Semua lapisan masyarakat yang mencintai seni wayang patut berbangga, karena telah menyaksikan momen bersejarah perjalanan 50 tahun Paguyuban WO Bharata berkiprah di Jakarta. Insya’ Allah dapat terus berkiprah dalam waktu panjang.“Sekali lagi, selamat dan terima kasih kepada semua yang sudah terlibat,” ujar Anies Baswedan. (mth)
Demokrasi dan Keadilan Sosial: Tantangan Menuju Kepemimpinan Baru 2024
Selain urusan minyak goreng, kesejahteraan buruh juga semakin buruk saat ini, khususnya ketika UU Omnibus Law diberlakukan dan upah buruh hanya mengalami kenaikan 0,85% saja (2022). Oleh: Dr. Syahganda Nainggolan, Sabang Merauke Circle. MAKALAH ini saya sampaikan dalam seminar kebangsaan Syarikat Islam (SI), “Demokrasi dan Keadilan Sosial”, di Jakarta, Ahad (3/7/22). Menurut saya, demokrasi dan keadilan sosial dalam diskursus sosial sering membingungkan. Pertama, apakah demokrasi itu hanya sebuah “tools” untuk mewujudkan keadilan sosial. Kedua, apakah demokrasi itu, seperti juga keadilan sosial adalah keduanya merupakan tujuan. Ketiga, apakah sesungguhnya keduanya mempunyai korelasi? Ketiga isu di atas penting kita pikirkan saat ini, sebab indeks demokrasi di Indonesia mengalami penurunan drastis selama pemerintahan Presiden Joko Widodo 8 tahun terakhir ini. Begitu juga kemiskinan terus memburuk dan ketimpangan sosial semakin menganga. Padahal Jokowi awalnya hadir itu sebagai sosok pemimpin sederhana yang menawarkan diri untuk memberantas kemiskinan dan menegakkan keadilan sosial melalui berbagai jargon dan platform perjuangannya, seperti “Revolusi Mental”, Trisakti, dan Nawacita. Jika indeks demokrasi memburuk, namun menghasilkan kesejahteraan yang tinggi dan merata, maka orang mampu membayangkan bahwa pengurangan demokrasi akan berkorelasi terhadap pemberantasan kemiskinan. Artinya, tingkatan demokrasi itu sekedar alat saja. Indeks demokrasi kita (Source: A new low for global democracy|The Economist) menurut EIU (European Inteligent Unit), dengan mengambil 5 kluster besar indikator, yakni, “electoral process and pluralism, the functioning of government, political participation, democratic political culture and civil liberties”, menempatkan Indonesia pada ranking 52 dari 167 negara, dengan skore 6,71. EIU mengklasifikasikan 4 tingkatan dari negara otoriter, hybrid, flaw democracy dan full democracy. Dengan skore yang ada Indonesia saat ini selalu berada pada “Flaw Democracy” atau demokrasi yang cacat. Demokrasi yang cacat disebutkan karena indikator yang dipenuhi hanya sebagian, seperti “fair election dan basic liberties”. Cacat dikarenakan partisipasi publik yang lebih besar tidak terjadi, media tidak bebas dan pemerintah tidak ingin dikontrol. Indeks demokrasi selama pemerintahan Jokowi dapat dilihat dari trend grafik di bawah ini, di mana awal-awalnya indeks tersebut naik melampaui skor 7, namun kemudian menurun drastis. Secara kualitatif, Amnesty Internasional Indonesia (AII), pada seminar tentang demokrasi di Jakarta tahun ini, seperti dikutip pada suara.com (20/5/2022), mengatakan bahwa selama 14 tahun terakhir, tahun inilah tahun demokrasi yang paling buruk. Menurut Ketua AII, kemunduran ini akibat pemerintah ingin mengembalikan kekuasaan menjadi sentralistik, otoriter, dan melemahkan institusi reformasi seperti KPK dan MK. Sejalan dengan EIU dan AII di atas, berbagai Indonesianis, khususnya yang berbasis di Australia melihat Indonesia dalam sitasi “illiberal democracy” atau “Jokowi’s Turn-Back Authoritarian”. Mereka menggambarkan bahwa demokrasi yang dijalankan Jokowi melanggar prinsip-prinsip demokrasi yang benar, seperti melakukan langkah otoritarian dalam membubarkan ”ormas radikal”, padahal belum ada suatu pembuktian pengadilan atas kesalahan ormas tersebut. Secara kualitatif, sebenarnya kita sendiri mengetahui buruknya demokrasi di era Jokowi melebihi apa yang dilukiskan beberapa lembaga di atas. Pembungkaman demokrasi, kebebasan sipil, pembungkaman media sosial dan spying, serta pemenjaraan aktifis politik kembali terjadi secara massif dalam era Jokowi. Jika AII belum meyakini setuasi demokrasi kita kembali ke sama dengan pada masa orde baru, maka apa yang kita semua saksikan saat ini sebenarnya sudah terjadi. Rezim intelijen di masa orde baru kembali muncul dengan massif lagi pada masa Jokowi ini. Dalam kaitan tema diskusi kita saat ini, kita kembali bertanya, apakah kemakmuran rakyat dan keadilan sosial meningkat di masa Jokowi? Untuk mengukur kemakmuran dan keadilan sosial, kita harus melihatnya dalam dua dimensi. Pertama, dimensi statistik yang memotret angka-angka indikator seperti angka kemiskinan, angka pengangguran, koefisien gini, indeks konsumen, nilai tukar petani, upah buruh, inlasi, dll. Kedua, kita harus melihat persoalan kemiskinan secara strutural, yakni dikaitkan dengan faktor penguasaan asset produktif, akses dan fakta terkait pembiayaan, dan dukungan negara. Angka kemiskinan BPS 2021, menunjukkan kemiskinan di Indonesia berada pada level di atas 10%. Angka itu juga pernah diklaim pemerintah turun di bawah 10% pada Maret 2019. Ini dicatat pada angka garis kemiskinan Rp 425.000. Namun, statistik penurunan kemiskian selama 10 tahun terakhir (2011-2021), menurut Elan Satria, ketua Tim Penanggulangan kemiskinan Indonesia, hanya rerata 0,5% pertahun. Keberhasilan menurunkan sebesar 1% cuma terjadi pada tahun 2011-2012 (mediaindonesia.com, 8/18/21). Sebaliknya, CNBC, pernah melaporkan sepanjang 5 tahun pertama dalam kepemimpinan Jokowi hanya berhasil menurunkan kemiskinan di atas 1% saja. Atau jauh lebih kecil. Menurut CNBC (15/1/20), di era Jokowi hanya terjadi penurunan kemiskinan sebesar 1,04 %, sebaliknya di era 2009-2014 tingkat kemiskinan berhasil turun sampai 3,19 persen poin dan pada 2004-2009, tingkat kemiskinan juga turun l2,51 persen poin serta 1999-2004 turunnya lebih besar, yakni 6,83 persen. Seandainya sumber resmi pemerintah kita rujuk, penurunan dengan angka 0,5% pertahun, Indonesia akan terjebak dalam situasi yang bolak-balik begitu saja, artinya hanya seperti mengutak atik angka-angka statistik, namun tidak merubah substansi untuk pengentasan kemiskinan. Jika kita lihat lebih dalam di daerah, angkanya lebih memperihatinkan, misalnya, Sumatera Selatan yang hanya menurunkan kemiskinan sebesar 0,19 dan NTT 0,22% pada tahun 2020-2021. Padahal, seperti Sumsel, saat yang sama kekayaannya, batubara, kayu, minyak goreng, migas dll, diekspor dengan jumlah besar-besaran. Angka kemiskinan dengan penurunan yang kecil merupakan angka kutukan jika kita ingin melihat harapan ke depan. Dari pendekatan kemiskinan struktural, harapan semakin pupus karena transformasi penguasaan asset, baik properti/land maupun keuangan/ pembiayaan semakin memihak orang-orang kaya. Pada 2019, beritasatu.com (28/8/2019), memberitakan struktur kepemilikan uang di rekening bank sebagai berikut, dari Rp 5.900 triliun pada Juli 2019, dari total kepemilikan rekening 291 juta, mayoritas rekening (98%) dimiliki nasabah dengan simpanan di bawah Rp 100 juta. Dari jumlah total uang bank, itu hanya sebesar 1% saja. Sebakliknya, pemilik uang 2-5 miyar berjumlah 0,5% dengan porsi kepemilikan 1%, selanjutnya pemilik di atas Rp 5 miliar mempunyai rekening sebanyak 98.947 rekening dengan porsi kepemilikan 47% atau sebesar Rp 2.768,62 triliun. Bagaimana kondisi terbaru ketika pandemi? Ketika rakyat miskin terseok-seok mengantri bantuan sosial? Riset IDEAS, sebuah lembaga di bawah yayasan Dompet Dhuafa, dalam berita Kompas (19/12/21), menjelaskan “sejak pandemi, terlihat pola yang konsisten, rasio tabungan kelas atas meningkat tajam dan rasio tabungan kelas bawah semakin terpuruk. Pangsa simpanan masyarakat di perbankan dengan tier nominal lebih dari Rp 5 miliar meningkat dari 46,2 persen pada Desember 2019 menjadi 50,7 persen pada September 2021.” Catatan tentang reformasi aset atau “Landreform” dalam Nawacita Jokowi itu tidak mempunyai jejak nyata. Jokowi hanya berhasil memperkuat program hutan sosial yang sudah ada sejak dulu. Sedangkan Landreform, seperti yang dibayangkan Soekarno ketika menjalankan sosialisme ekonomi, tidak terjadi. Berbagai catatan menyebutkan tanah-tanah produktif di Indonesia dengan skala puluhan juta hektar hanya dikuasai segelitir orang saja. Strutkur kepemilikan asset, baik tanah maupun uang, seperti digambarkan di atas jika dikaitkan dengan Material Power Indeks (MPI), sebagaimana yang dikonsepkan Jeffry Winters dalam Oligarcy in The United States, sebagai ukuran kekayaan oligarki dibanding rerata rakyat, di mana Indonesia sebesar 548.000, jauh lebih besar dari Malaysia 152.000 dan Singapore 46.000. Atau konsep Thomas Piketty tentang return to capital/growth yang selalu membesar, maka dapat dipastikan kemiskinan dan ketidakadilan di Indonesia akan terus menganga. Dan negara tidak lagi mempunyai arti yang penting sebagai faktor keadilan sosial. Kita sudah memperlihatkan demokrasi dan isu kesejahteraan di atas, yang keduanya memburuk begitu dahsyat di era Jokowi. Mungkin Jokowi dapat berkelit bahwa sebagiannya karena faktor eksternal, seperti pandemi covid-19 maupun perang Ukraina dan Rusia saat ini. Namun, dalam dimensi struktural, baik era pandemi maupun di luar pandemi, situasi kemiskinan dan ketimpangan kepemilikan aset tetap menjadi persoalan besar, bahkan jika dikaitkan dengan kasus minyak goreng beberapa waktu lalu, tampak Jokowi gagal memerankan fungsi negara sebagai instrumen keadilan. Selain urusan minyak goreng, kesejahteraan buruh juga semakin buruk saat ini, khususnya ketika UU Omnibus Law diberlakukan dan upah buruh hanya mengalami kenaikan 0,85% saja (2022). Lalu apakah buruknya demorasi mempunyai korelasi terhadap pengurangan kemiskinan dan sekaligus memperbaiki keadilan sosial? Hubungan ini perlu diselidiki lebih jauh. Namun, pada era pemerintahan sebelum Jokowi, ketika demokrasi berjalan, 2000-2014, tingkat pengentasan kemiskinan berjalan jauh lebih baik. Oleh karenanya kita harus meyakini bahwa peningkatan indeks demokrasi secara tajam perlu dilakukan. Begitu pula, desain negara ke depan, khususnya dalam kepemimpinan baru, harus mengahsilakn langkah struktural yang kuat di bidang kemakmuran rakyat. (*)
Kok Menag Yaqut, Iedul Adha 9 Juli?
Oleh M. Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan SUDAH pasti Saudi Arabia melaksanakan shalat hari raya Iedul Adha pada tanggal 10 Dzulhijah 1443 H bertepatan dengan 9 Juli 2022. Menteri Agama Yaqut sebagai Amirul Hajj Indonesia telah tiba di Saudi Arabia dan bersiap melaksanakan ibadah haji dengan Wukuf di Arafah hari Jum\'at tanggal 9 Dzulhijah 1443 H atau 8 Juli 2022. Pak Menteri melontar Jumrah Aqabah tanggal 10 Dzulhijjah 1443 H atau 9 Juli 2022 M dan itu adalah hari raya Iedul Adha. Terlepas dari pak Yaqut melaksanakan shalat atau tidak, tetapi ia dipastikan merayakan hari Iedul Adha pada tanggal 9 Juli 2022. Lucu dan prihatin juga, sebagai Menteri Agama yang baru saja menetapkan Iedul Adha tanggal 10 Juli 2022 harus merayakan Iedul Adha tanggal 9 Juli 2022. Kriteria yang dipakai adalah \"kesepakatan Menteri-Menteri Agama\" Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura itu untuk tinggi hilal 3 derajat elongasi 6,4 derajat. Mengubah kriteria tahun lalu dan sebelumnya untuk tinggi hilal 2 derajat dan elongasi 3 derajat. Maka berbedalah kini dengan hari Ied para Jama\'ah Haji. Andai kriteria tidak diubah mungkin tidak akan terjadi perbedaan. Iedul Adha akan jatuh pada hari sabtu tanggal 9 Juli 2022. Australia menetapkan hari raya Iedul Adha tanggal 9 Juli 2022, begitu juga Amerika yang lebih jauh, Iedul Adha nya tanggal 9 Juli pula. Agak nyeleneh jika Iedul Adha jatuh tanggal 10 Juli 2022, tetapi tidak apa-apa untuk atas nama perbedaan. Masing-masing saja, walau perlu perhatian semua bahwa shaum di hari raya Ied atau hari tasyrik itu adalah haram. Kembali ke Bapak Menteri yang akan ber-Iedul Adha tanggal 9 Juli 2022, maka netizen teriak \"Setelah menyuruh orang untuk Iedul Adha tanggal 10 Juli eh, dianya Iedul Adha tanggal 9 Juli\". Tentu ia akan mesam-mesem beralasan mejawab \"kan, saya haji\". Andai para Menteri Agama negara Brunei, Malaysia, dan Singapura ternyata semua melaksanakan haji, maka \"wes ewes bablas angine\". Entah apa yang akan mereka katakan bersama atas kesepakatan menetapkan Iedul Adha 10 Juli 2022. Pasti tidak akan menyatakan \"gue tipu rakyat gue\". Ah tidak, dalilnya tentu ijtihad berbasis \"imkanur rukyat\". Bahwa perbedaan metode hisab atau wujudul hilal, rukyat, dan imkanur rukyat dapat difahami. Tetapi pak Menteri yang ketuk palu untuk seluruh bangsa Indonesia dengan metode imkanur rukyat eh tiba tiba melaksanakannya di tempat yang bermetode rukyatul hilal, ya aneh dan plin plan juga. Ketuk palu lalu lari. Sebagai pemimpin yang konsisten dan bertanggung jawab semestinya Menag Yaqut melepaskan jabatan sebagai Amirul Hajj serahkan pada yang lain. Pak Menteri tidak perlu melaksanakan haji. Ini agar Menteri Yaqut melaksanakan Iedul Adha bersama-sama dengan umat yang telah diputuskan oleh dirinya sendiri yaitu tanggal 10 Juli 2022. Di Indonesia. Amirul Hajj itu tidak harus Menteri Agama, bukankah ada Dirjen atau pejabat lainnya? Setelah Presiden Jokowi membuat kontroversi dalam lawatan ke Rusia dan Ukraina, kini Menteri Agama membuat kontroversi pula dengan ber-Iedul Adha di Saudi Arabia. Tanggal 9 Juli dua ribu dua puluh dua. 9 Juli 2022. Bandung, 6 Juli 2022
Pyramid, Kamang, dan Tiwaniku Masamba
Oleh Ridwan Saidi Budayawan PADA suatu hari yang cerah di zaman SBY adalah seorang pria yang pernah menjadi aktivis pergerakan berujar, Gunung Padang di Cianjur itu sesungguhnya pyramid terurug. Cepat sekali direspons arkaeolog UI dan geolog ITB. Benar, kata arkaeolog, itu pyramid umurnya lebih dari 40.000 tahun. Nah, perlu riset. Pemerintah mungkin bantu-bantu usaha bongkar misteri gunung berpyramid, atau pyramid bergunung ini, bahkan Presiden SBY sempat meninjau lokasi. Dari lapangan saya menerima informasi seorang diplomat negara Anerika Latin sempat juga ke lokasi, tapi tak memberi komentar apa-apa. Cukup lama juga mereka risetnya. Akhirnya pria eks aktivis bertutur, pyramid belum ditemukan, tapi tekstur gunung Padang laksana pyramid. Sebenarnya tekstur kukusan juga seperti pyramid. Sayang tidak diriset. Pyramid itu nama Maya, kemudian Egypt. Dalam ukuran lebih kecil tinggi 7 meter dan luas dasar 20 meter kubik di Tapanuli ada pyramid yang disebut Kamang, di Sumbar Kamang, di Jakarta Kemang, di Luwu Tiwaniku Masamba. Fungsinya sama: tempat penyimpanan mayat. Kalau kita amati penggalian makam tua di sekitar kompleks Unur Batujaya, Karawang, banyak ditemukan kerangka dalam rupa-rupa posisi. Kalau bejana Batujaya diduga dari IV M, maka pada abad itu kita sudah kenal tradisi penguburan. Belum ada lagi temuan pemakaman yang lebih tua dari Batujaya. Kapan kita mulai menggunakan Kamang atau Tiwaniku Masamba? Kamang tradisi penyimpanan mayat Maya. Sudah sering ditulis CABE orang Maya ke Indonesia 3050 tahun lalu (re: Prof Kern, 1951). Kata orang Maya, aku tahu Tuhan atau Ahu Aviki, tapi ada juga Ahura Mazda, pandangan teologi monotheisme Zoroaster. Orang-orang Gedé (Persia) juga ke Indonesia. Ada Pondok Gedé dan ada pula Bojong Gede. Tapi tak juga ditemukan bukti cara penyelenggaraan jenazah sebelum Maya. Sering ditemukan kerangka purba tapi tanpa penjelasan. Perlu riset donk. (RSaidi)
Main HP, Saksi Kasus 'Jin Buang Anak' Ditegur Hakim
Jakarta, FNN – Jaksa penuntun umum (JPU) menghadirkan seorang pegawai negeri sipil (PNS) pada Kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Helena, sebagai saksi di sidang kasus ‘jin buang anak’ Edy Mulyadi Selasa (5/7) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Helena langsung mendapat peringatan dari Hakim Ketua Adeng Abdul Kohar di awal sidang. Awalnya, Helena ditegur oleh hakim ketua karena pada saat penayangan kembali video YouTube Bang Edy Channel berjudul \'Tolak Pemindahan Ibukota Negara Proyek Oligarki Merampok Uang Rakyat\' dia tidak memperhatikan tayangan tersebut tapi hanya sibuk melihat ke hpnya. “Saya perhatikan saudara dari tadi tidak melihat video tersebut, tetapi saudara hanya melihat handphone saudara,” tegur hakim “Saya tidak mau melihat video tersebut karena apabila saya melihat kembali maka saya akan marah,” jawab Helena dengan lantang. Kemudian hakim langsung memberikan pertanyaan kepada Helena terkait kalimat mana yang didengar dari video tersebut yang membuat dirinya marah. “Kalimat yang menyatakan lokasi IKN itu menjadi ‘tempat jin buang anak’, kuntilanak, seolah-olah kampung halaman kami ini terkutuk, Edy juga berusaha menghasut masyarakat Indonesia menolak IKN ke daerah kami dari bahasa yang di sampaikan, maka dari itu saya marah, saya tidak terima,” ujar saksi Helena dengan suara yang tetap tinggi. Hakim ketua pun lagi-lagi memperingatkan saksi untuk tidak perlu marah-marah. “Ini negara hukum, ya diikutin, untuk menegakan hukum itu, tugas ibu disini menjadi saksi ya berikan kesaksian, bukan hanya teriak marah dan tersinggung, itu tidak menyelesaikan masalah,” tegur hakim dengan tegas Sayangnya Helena terus menggunakan nada tinggi saat menjawab pertanyaan jaksa dan penasehat hukum terdakwa, hakim pun dibuat heran karenanya. \"Masyarakat sekitar IKN terus berdoa agar kasus ini ditindak lanjuti,\" ujar Helena dengan nada yang tinggi lagi “Kita belum berdoa bu!\" tegas hakim yang lagi-lagi memperingati saksi bahwa tugasnya hanya menjawab apa yang ditanya sedang tugas hakim mengatur persidangan. Helena sendiri seperti saksi-saksi sebelumnya tidak menganggap istilah \'Jin Buang Anak\' sebagai peribahasa, tapi menyebutnya itu kalimat yang konkret (sesungguhnya). Tapi saat ditanya apakah jin itu bentuknya konkret atau tidak, Helena menjawab tidak konkret. Edy sendiri menolak semua pernyataan saksi karena jelas-jelas di persidangan Helena mengaku tidak menonton utuh tayangan tersebut. (Lia)
Kajati Jatim Mendapatkan Penghargaan dari Kapolda Jatim
Surabaya, FNN – Dr. Mia Amiati mendapat piagam penghargaan sinergitas dari Kapolda Jatim Irjen Pol Nico Afinta sebagai wujud bentuk kerjasama yang terjalin baik selama ini. Penghargaan tersebut diberikan saat menghadiri Upacara HUT Bhayangkara ke-76 yang berlangsung di Polda Jawa Timur, Selasa (5/7/2022). Pelaksanaan Upacara Hari Bhayangkara Ke-76 Tahun 2022 Polda Jatim yang dilaksanakan secara serentak dengan Inspektur Upacara Presiden RI Joko Widodo dari Akademi Kepolisian Semarang secara virtual. Dalam sambutannya menyampaikan, atas nama rakyat, bangsa, dan negara diucapkan Selamat Hari Bhayangkara ke-76 dan memberikan penghargaan atas kerja keras Polri dalam melayani rakyat dan dalam membela bangsa dan negara. Seluruh rakyat Indonesia menaruh harapan besar kepada Polri, oleh karena itu Polri dituntut bekerja dengan Presisi. Pandemi Covid-19 masih perlu penanganan yang serius, diharapkan Polri selalu siaga dalam penanggulangan Covid-19 dan waspada terhadap krisis energi, krisis pangan dan krisis keuangan. “Polri harus mampu memastikan kamtibmas agar kita lebih kokoh dalam menghadapi tantangan ini serta harus semakin siap dalam menghadapi ancaman kejahatan berbasis teknologi terbaru,” kata Presiden Jokowi. Usai upacara kegiatan dilanjutkan dengan menyaksikan puncak acara HUT Bhayangkara ke 76 di Gedung Mahameru Polda Jatim, dimana dalam acara tersebut Kapolda Jatim Irjen Pol Nico Afinta memberikan Piagam Penghargaan Sinergitas kepada pihak-pihak yang telah membangun kerjasama dengan Polri. (mth)
Kapolri: Tak Boleh Ada Polarisasi di Masyarakat pada Pemilu 2024
Semarang, FNN - Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo menegaskan polarisasi di kalangan masyarakat tidak boleh lagi terjadi pada Pemilu 2024.\"Polarisasi tidak boleh lagi terjadi pada Pilpres, Pileg, dan Pilkada Serentak 2024,\" kata Kapolri Listyo Sigit Prabowo saat Peringatan HUT Ke-76 Bhayangkara di Akademi Kepolisian Semarang, Selasa.Menurut dia, Pemilu 2019 menyisakan masalah yang masih dirasakan hingga saat ini, yakni polarisasi atau pecah belah antarmasyarakat.\"Hal ini sangat berbahaya bagi keberagaman dan kemajuan Indonesia,\" katanya.Ia menegaskan polarisasi tak boleh lagi terjadi pada Pemilu 2024 karena konflik sosial dan perpecahan akan menjadi kemunduran bagi Bangsa Indonesia.Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengatakan Polri masih harus menghadapi banyak agenda nasional yang membutuhkan dukungan pengamanan ke depannya.Ia mengatakan Polri harus mengawal pelaksanaan Pemilu 2024.\"Harus antisipasi dengan baik. Beri dukungan kamtibmas secara maksimal agar pesta demokrasi ini berjalan baik,\" katanya.Peringatan HUT Ke-76 Bhayangkara di Akpol Semarang ini sendiri mengambil tema \"Polri yang Presisi Mendukung Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Struktural untuk Mewujudkan Indonesia Tangguh-Tangguh-Indonesia Tumbuh\". (mth/Antara)