ALL CATEGORY
Kapolda Lampung Terima Hoegeng Awards 2022
Bandarlampung, FNN - Kapolda Lampung Irjen Pol. Akhmad Wiyagus menerima penghargaan polisi teladan kategori Polisi Berintegrasi Hoegeng Awards 2022 dari Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo di Jakarta, Jumat (1/7).Selain Kapolda Lampung, kata Kabid Humas Polda Lampung Kombes Pol. Zahwani Pandra Arsyad di Bandarlampung, Sabtu, ada dua polisi lainnya yang memperoleh penghargaan Hoegeng Awards kategori Polisi Berdedikasi, yaitu Aipda Rohimah dan Brigjen Pol. Eko Rudi Sudarto.\"Irjen Pol. Akhmad Wiyagus baru 2 hari serah terima jabatan dari Kapolda Gorontalo menjadi Kapolda Lampung. Beliau merupakan mantan penggawa KPK,\" terang Pandra.Akhmad Wiyagus dikenal sosok polisi yang antisuap dan tidak bisa dinegosiasikan. Oleh karena itulah, Dewan Pakar akhirnya mendapuknya sebagai penerima Hoegeng Awards 2022 kategori Polisi Berintegritas.\"Akhmad Wiyagus merupakan mantan penggawa KPK. Beliau dikenal bawahan dan koleganya sebagai sosok polisi yang antisuap dan tidak bisa dinego,\" imbuh Pandra.Dewan Pakar mulai memproses pencarian polisi teladan sejak 14 Maret hingga 9 Mei 2022 dengan sejumlah kriteria, salah satunya adalah pengecekan rekam jejak di Posko Presisi Polri.Pada tahapan selanjutnya, kandidat yang lolos seleksi awal dibagi menjadi tiga kategori Polisi Berintegrasi, Polisi Inovatif, dan Polisi Berdedikasi. Dewan Pakar Hoegeng Awards 2022 akhirnya memilih tiga penerima penghargaan tersebut.Hoegeng Awards 2022 diberikan lewat proses diskusi panjang dengan libatkan berbagai pihak, mulai dari keluarga almarhum Jenderal Hoegeng, Divisi Humas Mabes Polri, Posko Presisi Polri, hingga Dewan Pakar Hoegeng Awards 2022.Dalam pemilihan tersebut yang menjadi dewan pakar Hoegeng Awards 2022 adalah Ketua Harian Kompolnas Irjen Pol. Purn. Benny Mamoto, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni, serta anggota Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Mohammad Choirul Anam.Untuk penerima Hoegeng Awards kategori Polisi Berdedikasi adalah Aipda Rohimah dianugerahi Hoegeng Awards 2022. Polwan yang akrab disapa dengan nama Mpok Imeh itu sebelumnya diusulkan oleh warga untuk dianugerahi Hoegeng Awards 2022.Untuk penerima Hoegeng Awards Kategori Polisi Inovatif adalah Brigjen Pol. Eko Rudi Sudarto. Dia telah berupaya memenangkan hati dan pikiran warga Papua agar warga tidak tertarik pada propaganda kelompok kriminal bersenjata (KKB). (sws, ant)
Mahalnya Biaya Politik Disebut LaNyalla Jadi Penyebab Tingginya Korupsi
Surabaya, FNN – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menyebut tingginya korupsi tidak selalu disebabkan mental korup. Tetapi juga dipicu tingginya biaya politik. “Dapat kita simpulkan jika biaya politik mahal ini menjadi penyebab tingginya praktik korupsi di negeri ini. Hal itu sejalan dengan temuan dari KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi),\" tutur LaNyalla di sela kunjungan kerjanya ke Surabaya, Sabtu (2/7/2022). Dikatakan LaNyalla, biaya politik yang mahal menimbulkan potensi sikap korup para pejabat yang terpilih. Biaya politik yang mahal juga tidak rasional dan tidak sebanding dengan penghasilan yang didapat. Selain potensi sikap yang korup, potensi kinerja pun rendah dan cenderung tidak memikirkan masyarakat pemilih. “Fakta banyaknya para pejabat yang terjerat dugaan kasus korupsi selama ini menunjukkan bahwa biaya politik ada hitungannya,” beber LaNyalla. Menurutnya, sudah saatnya masyarakat diberikan edukasi politik yang baik dan etis. Tidak lagi bersedia memilih jika diberi uang dan jika tidak diberi uang oleh si pemilih, maka tidak mau memilih. Perilaku money politic dilakukan oleh para politikus yang ingin serba instan ingin menjadi pejabat, namun dampaknya besar bagi masyarakat. Senator asal Jawa Timur itu melihat pentingnya menanamkan kesadaran politik agar para politikus dan calon pejabat beradu gagasan, perjuangan, etika serta berwawasan bahwa jabatan bukan satu-satunya target yang harus dicapai, sehingga menghalalkan berbagai cara. “Perlu segera dilansir berapa sesungguhnya biaya politik yang wajar dan rasional agar tidak masuk ke dalam jebakan politik transaksional,” tutur LaNyalla. Ditambahkannya, politik yang rasional dimulai dari rasionalitas undang-undangnya itu sendiri. “Jika aturan-aturan main sudah tidak rasional, semua mekanisme politik kita akan tidak rasional, termasuk biaya yang melangit, sedangkan gaji yang diterima sangat relatif,” ujar LaNyalla. Seperti diberitakan, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata mengungkapkan mahalnya biaya politik di Indonesia. Bahkan untuk kepala daerah tingkat II saja bisa mencapai puluhan miliar. “KPK sangat menyadari biaya politik di negeri ini mahal, menjadi anggota DPR, DPRD, kepala daerah tidak ada yang gratis. Kami telah melakukan survei, dana yang harus dimiliki para calon untuk menjadi kepala daerah tingkat II saja sebesar Rp20-30 miliar. Untuk gubernur, harus memiliki dana Rp100 miliar,” kata Alex. (mth/*)
Lembaga Survei Itu Salah Satu Pelaku Kemaksiatan Demokrasi
Jakarta, FNN - Pengamat politik Rocky Gerung turut mengomentari lembaga survei sebagai salah satu pelaku kemaksiatan demokrasi saat ini. “Lembaga survei ini adalah salah satu pelaku kemaksiatan demokrasi karena menyembunyikan penyandang dana, lalu bermain di dalam margin of error. Sekarang istilah moral tiba-tiba diajukan sebagai penentu bermutu tidaknya percakapan di media sosial,” kata Rocky Gerung kepada wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Jumat (1/7/22). Semua lembaga survei berupaya untuk membatalkan moral demokrasi. Ada hal yang memang tidak boleh disurvei dan ada hal yang harus justru diperlihatkan supaya dibaca oleh publik dengan kritisisme. Rocky menyayangkan dua hal kemaksiatan dalam demokrasi kita. Pertama, lembaga survei mengumpulkan opini publik seolah-olah itu netral, seolah-olah itu tidak ada problem moral. Kedua, kedunguan lembaga survei diberitakan oleh media, lebih dungu lagi jurnalis. Jadi tidak ada filter sebetulnya. “Saya beri contoh, bermoral nggak menanyakan kepada publik ‘tiga periode bagus apa tidak’? Ya nggak boleh ditanya itu. Ngapain ditanya,” ujarnya. Rocky mengatakan mereka ini datang dari komunitas yang sama, dari awal hanya ada satu lembaga, yaitu lembaga yang dibiayai oleh PBB untuk memungkinkan Indonesia masuk di dalam era demokrasi. Namanya Lembaga Survei Indonesia (LSI). “Sebetulnya dia nonbisnis, kemudian beranak pinak pecah dan sangat memungkinkan juga respondennya itu-itu juga atau pengumpul data di daerah itu-itu juga jadinya saling nitip pertanyaan segala macam,” ujar filsuf jebolan Universitas Indonesia itu. Rocky mengingatkan sudah sewajarnya lembaga survei musti kasih moral clarity supaya publik sama-sama paham bahwa lembaga ini sebetulnya adalah binaan lembaga itu, surveyor ini sebetulnya adalah asisten dari surveyor yang sana, penelitian ini sebetulnya digaji oleh peneliti “Publik jangan terlalu percaya pada hasil survei yang dipublikasikan untuk menggiring opini,” ungkap wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam wawancara di kanal YouTube Rocky Gerung Official, Jumat (1/7/22). (Ida, Lia)
Ah, Amburadul Semua
Di negeri para bedebah, negeri ketika para bajingan menguasai pemerintahan. Maka kedzoliman menjadi menu sehari-hari. Hanya ada santapan buat tuan-tuan borjuis yang diolah dari keringat, airmata dan darah rakyat. Unjuk kekuasaan menjadi atraksi saban hari, dimana yang kuat menindas dan membunuh yang lemah. Kebenaran menjadi sesuatu hal yang tabu dan begitu menakutkan. Karena kedaulatan rakyat semakin tergerus oleh intimidasi, teror dan ancaman maut dari manusia-manusia durjana. Para penjahat pemilik kekuasaan yang digaji oleh negara dan berasal dari uang rakyat sendiri. Oleh: Yusuf Blegur Pemerhati Politik dan Kebangsaan KALAU bangsa ini selalu bangga pada slogan-slogan moralitas dan spiritualitas. Begitu kuat menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan warisan kebaikan nenek moyang. Terkesan sangat tekun mempelajari sejarah dan menghargai jasa para pahlawan serta berlimpah kecintaannya pada tanah air. Kemudian begitu gencar mengagungkan Pancasila, UUD 1945 dan NKRI. Lalu mengapa saat ini, negara sedang tidak baik-baik saja?, kenapa negara semakin dalam terpuruk?. Mengapa keberadaban semakin hilang di negeri ini?. Bagaimana mungkin pula republik ini terus-menerus melahirkan para pejabat dan pemimpin yang tuna susila?. Sumber daya alam semakin menipis dikuras bangsa asing, kekayaan negara terus digerogoti oleh segelintir bangsanya sendiri. Atas nama konstitusi dan demokrasi, pemerintah berhasil memperkosa kedaulatan rakyat. Rezim kekuasaan leluasa berkali-kali merampas kesadaran dan harapan rakyat untuk hidup layak. Tak peduli rakyat kecil, orang dewasa atau manula, lelaki atau perempuan dan anak-anak atau balita. Rakyat yang lemah dan tak berdaya itu, berangsur-angsur secara masif telah menjadi korban kejahatan negara yang terstruktur dan sistematik. Kebijakan pemerintahan yang berorientasi memuaskan nafsu syahwat para oligarki korporasi, partai politik dan birokrasi. Hanya menghasilkan semakin suburnya kelompok marginal dan meningkatnya angka kemiskinan. Situasi dan kondisi yang demikian menjadi cermin dari penderitaan hidup rakyat karena kehilangan pekerjaan, terancam kelaparan dan bahkan memicu kematian. Kecenderungan hal tersebut semakin terlihat dari banyak indikator, termasuk beberapa realitas terkait kebijakan ekonomi, politik dan hukum yang meniadi denyut nadi kehidupan rakyat. Rakyat sebagai pemiliki kedaulatan harus menerima dampak dari praktek-praktek distorsi kepemimpinan dan kesewenang-wenangan penyelenggaraan negara. Dalam krisis ekonomi baik yang disebabkan oleh pandemi maupun bobroknya mental aparatur pemerintahan. Para hipokrat dan penghianat negara itu secara terbuka dan angkuh memamerkan kejahatannya kepada rakyat. Mereka memperkaya diri dengan semakin menumpuk harta dan aset yang sejatinya milik rakyat. Seiring itu, rakyat terus dihimpit kesulitan bahkan hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya. Harga sembako dan bahan pangan melambung tinggi, diikuti pelbagai kenaikan sektor fundamen kehidupan rakyat seperti naiknya pajak, tarif listri, harga bbm, biaya pulsa dsb. Utang negara yang ugal-ugalan dan serampangan hanya jadi ajang proyek rente dan tak bermanfaat, tak bisa dinikmati namun menjadi beban berat rakyat. Kenyataan itu bukan saja mengakibatkan kemampuan daya beli rakyat semakin menurun, melainkan juga rakyat terancam gagal memenuhi kebutuhan untuk melangsungkan hidupnya secara umum. Sepertinya ada upaya memiskinkan rakyat dengan cara menghapus subsidi untuk membayar utang dan membiayai gaya hidup mewah para pejabat, sembari terus memeras rakyat melalui upeti dengan cara-cara membajak konstitusi dan berkedok demokrasi. Sementara korupsi tetap terus mewabah di semua sektor dan institusi pemerintahan. Jadilah rakyat harus menerima kenyataan pahit, negara telah mempertontonkan yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin. Para pejabat dan pucuk pimpinan pengambil keputusan, tanpa rasa malu dan bersalah hidup mewah serta tak sungkan lagi mencuri dan merampok uang rakyat secara telanjang. Untuk menutupi dan melindungi rantai kejahatannya, penguasa memanfaatkan negara dan aparaturnya menghukum rakyat yang kritis dan sadar untuk peduli dan menyelamatkan hari ini, esok dan masa depan Indonesia. Negara hanya hanya menjadi kumpulan populasi manusia antara predator dan rantai makanan, ada penguasa yang buas dan rakyat yang siap menjadi mangsa. Entahlah, apakah kejahatan yang begitu terorganisir tak mampu dikalahkan oleh semangat menegakkan kebenaran yang belum terkonsolidasi?. Mungkinkah riak-riak gerakan perubahan di dalam negeri yang sakit dan dikuassi rezim yang dzolim akan sia-sia?. Bisa ya bisa tidak, selain upaya yang seadanya, rakyat Indonesia tak cukup hanya menumpahkan keringat, darah dan nyawa melawan penguasa. Terkadang butuh sejarah dan takdir yang akan bicara dan menuliskan guratannya. Tapi setidaknya, untuk saat ini dan mungkin beberapa tahun ke depan. Bagi rakyat, negara dan bangsa Indonesia, tak perlu berpikir keras dan menganalisa dengan tajam. Betapa situasi dan kondisi sekarang, begitu kroditnya hingga layak disebut \"ah amburadul semua\". Masihkah rakyat membutuhkan kehadiran negara?. Masihkah rakyat perlu keberadaan pemerintah?. Apakah Pancasila, UUD 1945 dan NKRI masih penting untuk diharapkan?. Sampai kapan agama dijadikan komoditas?, hingga bisa tetap dipakai untuk dinista sekaligus dimanfaatkan?. Haruskah negeri ini menunggu amuk massa, menunggu momen yang tepat munculnya pemberontakan?. Akankah republik ini akan melahirkan revolusinya sendiri?. Tak ada yang tahu, coba kita tanyakan pada hutan yang ditebang, koruptor yang menghilang dan para pemimpin yang keahliannya hanya bisa jual tampang dan bergaya tanpa isi kepala. \"Ah amburadul semua, semuanya memang amburadul?\" (*)
Effendi Simbolon Omong Besar
Oleh M. Rizal Fadillah Pemerhati Politik dan Kebangsaan PERNYATAAN politisi PDIP Effendi Simbolon yang menyerang LaNyalla Mattalitti dapat menyeret peperangan antara DPR lawan DPD. Meski masih personal tetapi serangan sudah mengarah institusi. Effendi Simbolon adalah kader PDIP vokal. Partai dengan suara terbanyak di DPR RI. LaNyalla Mattalitti adalah Ketua DPD RI. La Nyalla Mattalitti bersemangat untuk memperkuat posisi DPD sebagai penyambung aspirasi daerah dan orang daerah yang artinya juga rakyat di daerah. Berdasarkan aspirasi yang diterima tentu disampaikan ke instansi yang kompeten. Sebagai anggota yang dipilih langsung oleh seluruh rakyat, maka kewenangan DPD semestinya jauh ebih besar daripada yang di atur saat ini. Effendi Simbolon mempermasalahkan Ketua DPD yang berkeliling daerah dan meminta bantuan Kapolri untuk menegur. Sebaiknya Simbolon introspeksi pada kerja DPR dan orang-orang DPR dalam melaksanakan tugas sebagai wakil-wakil rakyat, sejauh mana serius atau benar-benar berjuang demi rakyat ? Demikian juga perlu pemeriksaan keuangan atas penggunaan dana APBN yang bernuansa penghambur-hamburan uang rakyat oleh anggota DPR. Banyak kegiatan yang bersifat seremonial, dibuat-buat atau tidak bermanfaat. Belum lagi gaya hidup hedonis yang menyakitkan hati rakyat. Tidak empati pada kesulitan hidup rakyat akibat berbagai kebijakan yang sangat memberatkan. LaNyalla sering menyatakan akan mengawal pemerintahan hingga akhir meskipun banyak aspirasi pemakzulan dalam forum pertemuan di daerah maupun yang beraudiensi ke DPD. Rupanya Effendi Simbolon justru ketakutan sendiri, mungkin karena dukungan atas Jokowi tiga periode yang bakal terganggu. Effendi gelagapan saat ditanya soal dukungan Capres. Sebagai kader sulit untuk tidak menyebut Puan, sementara simpati pada perjalanan Jokowi ke Rusia dan Ukraina membuatnya semangat untuk mendorong agar Jokowi dapat menjabat tiga periode. Pujian berlebihan pada langkah \"piknik\" Jokowi. Warga tertawa sendiri karena pasca bertemu Putin, Putin \"memotong telinga\" sang kurir dengan cara membombardir lebih dahsyat Ukraina. Pujian Effendi atas langkah Jokowi hanya tontonan kebodohan dan omong besar. Serangan Simbolon kepada DPD yang menggugat PT 20 % bukti omong besar dan tidak berdasar. Alasan ribuan calon akan muncul jika PT 0 % diberlakukan adalah ocehan hiperbolis. Partai politik peserta Pemilu saja tidak mungkin ada seribu. Gugatan DPD justru membantu suara aspirasi rakyat yang faktanya terus dibantai oleh MK dengan kekalahan gugatan. MK adalah penyambung lidah kekuasaan bukan penegak suara keadilan. Simbolon harus faham akan hal ini. Jika beradu kualitas demokrasi, DPD tentu lebih demokratis. Anggotanya dipilih langsung oleh rakyat sedangkan anggota DPR harus melalui pilihan partai. Anggota DPD lebih leluasa menyuarakan secara personal sedangkan Anggota DPR \"terkungkung\" oleh kebijakan Fraksi. Tuntutan ke depan sebaiknya Pemilu untuk keanggotaan DPR dilakukan dengan sistem distrik. Nah Simbolon tidak perlu meminta Kapolri untuk menegur LaNyalla karena itu tidak relevan dan bukti hanya omong besar tanpa dasar pengetahuan hukum, justru sebaiknya Puan Maharani yang harus menegur anggotanya yang bernama Effendi Simbolon. Dua hal yang mendasarinya, pertama karena Simbolon telah mendorong Jokowi menjabat untuk tiga periode, p uupsstttadahal Puan adalah kandidat Capres 2024. Kedua, ujaran Effendi dapat menyeret perang DPR lawan DPD bagai memindahkan perang Rusia-Ukraina. DPD yang membuktikan kesolidannya akan menyerang balik DPR dengan membongkar berbagai perkeliruan DPR baik produk perundang-undangan maupun perilaku anggota dalam berbagai konspirasinya. Rakyat akan lebih percaya pada DPD jika masuk ke ruang pilihan. Belum ada suara yang meminta DPD dibubarkan akan tetapi untuk DPR suara itu sudah banyak. Terlalu banyak. Bandung, 2 Juli 2022
PWI Tolak Usulan Agar Wartawan Menerima Tunjangan dari Pemerintah
Jakarta, FNN --- Pengurus Persatuan Wartawan Indonesia ( PWI ) Pusat menolak usulan agar wartawan yang telah dinyatakan kompeten mendapat gaji atau tunjangan dari pemerintah. Penegasan itu disampaikan Ketua Umum PWI Pusat Atal S Depari dan Ketua Dewan Kehormatan Ilham Bintang seusai mengadakan rapat di Kantor PWI Pusat Jumat ( 1/7/ 2022) siang. Tanggapan PWI Pusat terkait wacana dan usulan pemberian tunjangan bagi wartawan menurut Ilham Bintang, perlu segera disampaikan agar usulan keliru tersebut tidak berkembang menjadi isu liar di dalam masyarakat. \" UU Pers No 40/1999 \" jelas jelas menyebutkan fungsi pers dan wartawan melakukan kontrol sosial. Kode Etik Jurnalistik pun tegas- tegas melarang wartawan menerima sesuatu apapun dari sumber berita. Jadi wartawan yang menerima tunjangan pemerintah merupakan pelanggaran berat dalam KEJ. Bagaimana fungsi kontrol bisa jalan kalau wartawan menerima gaji atau tunjangan dari pihak yang mau dikontrolnya?,\" tegas Ilham Bintang. Wartawan Sesat Pikir Rapat DK -PWI menilai usulan wartawan yang telah lulus ujian kompetensi mendapat tunjangan pemerintah terlontar dari segelintir wartawan yang sesat pikir. Usulan itu jelas bertentangan dengan tuntutan dasar profesi wartawan yang harus bersikap independen. Namun Atal S Depari mengatakan bantuan pemerintah baik di Pusat maupun di daerah dapat terus dilanjutkan dalam upaya pengembangan institusi Pers secara keseluruhan. Tapi bantuan itu hendaknya diwujudkan dalam bentuk program seperti uji kompetensi wartawan, pendidikan wartawan dan sebagainya. \"Jadi yang dibantu institusi bukan personal wartawan\", tegasnya. Dalam rapat tersebut memang terungkap beban berat lembaga Pers akhir akhir ini terutama akibat pandemi Covid 19 lebih dua tahun terakhir. Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 memang menegaskan Pers juga lembaga ekonomi yang harus mampu menghidupi dan menjaga kesejahteraan wartawan. Namun dalam pelaksanaan fungsi ekonomi itu, fungsi Pers yang pada hakikatnya merupakan salah satu instrumen demokrasi harus terus dijaga independensinya. Ruh profesi ada disana. Bantuan kepada Pers bisa dalam bentuk pengurangan pajak atau program kemitraan lain. Terkait dengan usulan gaji atau tunjangan bagi wartawan kompeten, Tri Agung Kristanto yang juga anggota Dewan Pers menyatakan sikap pihaknya pada posisi menolak terhadap semua hal yang berpotensi mengurangi independensi profesi wartawan. Meskipun tugas pengembangan lembaga Pers tetap harus dilakukan bersama oleh seluruh komponen bangsa. Rapat yang dihadiri Sekretaris DK Sasongko Tedjo, anggota Tri Agung Kristanto yang juga anggota Dewan Pers, Asro Kamal Rokan, Rajapane dan Nasihin itu juga menyoroti program program internal organisasi PWI yang belum terlaksana karena kendala pandemi seperti sosialisasi PD PRT, Kode Etik Jurnalistik dan Kode Perilaku Wartawan. Dalam rapat Atal menjanjikan memprioritaskan sosialisasi seluruh produk kongres PWI Solo 2018 segera dilaksanakan tahun ini, termasuk Rapat Kerja Nasional ( Rakernas PWI). \" Kalau ada hal yang perlu diperbaiki atau direvisi nanti dibahas pada Kongres PWI tahun 2023,\" kata Atal. Hari itu rapat juga memutuskan mengangkat wartawan senior Dimam Abror sebagai anggota Dewan Kehormatan PWI Pusat menggantikan posisi Suryopratomo yang mengundurkan diri karena mendapatkan tugas negara sebagai Duta Besar RI untuk Singapura beberapa waktu lalu. (TG)
Edisi Ultah Babe Ridwan 2 Juli 2022, dari Mana Penulisan Sejarah Dimulai?
Oleh Ridwan Saidi Budayawan SEJAK terjadi komunikasi dan pertukaran peradaban dan bahasa. Kapan sejarah \"modern\" bermula? Sejak dipakainya alat pembayaran. Kapan terbentuknya konsep dasar kebangsaan? Sejak dikenalnya identitas kebangsaan. Bermula dari nama kenegerian, lalu ikatan-ikatan persatuan. Masa Sebelum Sejarah: Periode cave live, lanjut ngadeglang/klendér (keluar gua) lalu masuk dalam kehidupan river basin society, dan terbentuknya komunitas adat, bahasa dan music s/d kedatangan bangsa-bangsa luar. Adapun kedatangan bangsa-bangsa luar s/d digunakannya alat pembayaran, dan persebaran paham ketuhanan dan agama, ini sudah masa sejarah. Sejarah dibagi tiga bagian: 1. Digunakannya alat pembayaran, calender system, seni arsitektur dan terbentuknya zona econ, lanjut dengan pembentukan power system. Yang terakhir tak senantiasa, karena tidak banyak zona econ yang berubah format jadi kerajaan. 2. Pembentukan dasar-dasar hukum dan bahasa yang dimengerti bersama antara komunitas penduduk. 3. Terbentuknya kesatuan kuasa, regionalisme, sepanjang diperlukan pada saat itu. Sejarah Indonesia ditulis dengan focus mayor power system, sedangkan mayor power system di Indonesia terbentuk rata2 pada XIII/XIV M. Penulisan ulang sejarah Indonesia diperlukan, karena sejarah salah satu elemen yang berpengaruh pada pembentukan karakter bangsa. (RSaidi)
Bukan LaNyalla, Justru Simbolon yang Pernah Minta Jokowi Mundur!
Jadi, tudingan Simbolon itu terlalu berlebihan dan mengada-ada. Jika melihat jejak digital, justru Simbolon pernah meminta Jokowi mundur dari jabatannya pada periode pertama pemerintahan Jokowi. Oleh: Mochamad Toha, Wartawan Forum News Network (FNN) TIDAK ada angin, tidak ada hujan, tiba-tiba politisi PDIP DR Effendi Simbolon menyoroti langkah Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti yang selama ini dianggapnya banyak menggunakan fasilitas, bahlan institusi DPD untuk memperjuangkan kepentingan politiknya. “Kemana-mana bicara politik atas nama DPD RI itu tidak boleh. Misalnya, gugat president threshold (PT) ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar dihapus menjadi nol persen. Itu kan untuk kepentingan pribadinya agar bisa nyapres 2024. Itu tidak boleh,” tegas anggota Komisi I DPR RI itu pada wartawan di Gedung DPR RI, Senayan Jakarta, Kamis (30/6/2022). Menurutnya, PT 20 persen itu agar para capres itu terseleksi dengan baik. Sehingga tidak semua orang dengan bebas bisa nyapres. “Kalau nol persen, yang mau nyapres bisa ribuan orang. Itu mau pilpres atau Sipenmaru?” tanya Effendi Simbolon. Kalau memang mau nyapres lanjut Simbolon, ya bikin partai. Apakah nanti partainya dipilih atau tidak oleh rakyat? “Kalau dipilih dan dapat suaranya berapa, itulah kau jadikan mandat amanat rakyat itu untuk maju nyapres. Jangan pakai lembaga DPD RI untuk gugat PT untuk nyapres,” ungkapnya. Apalagi, kata Simbolon, sampai mengumpulkan para aktivis dan tokoh di DPD RI dengan alasan diskusi Kebangsaan, namun isinya debat untuk pemakzulan Presiden demi kepentingan politik pribadinya dan itu dilakukan di Gedung DPD RI, pakai Anggaran DPD RI, dan dibiarkan oleh Sekjen DPD RI dan anggota DPD RI lainnya, ditambah lagi berikut anggaran DPD RI. “Untuk itu saya minta kepada Kapolri agar menegur LaNyalla dan meminta kepada Mensegneg agar memberikan pemahaman fungsi DPD RI kepada Sekjen DPD,” ucapnya. “Mau jadi apa republik ini kalau mau-maunya sendiri. Saya anggota DPR RI dari FPDI-P terikat dengan 9 fraksi DPR RI yang lain. Kalau keluar gedung ini tidak bisa saya membawa-bawa DPR RI,” tambahnya. Ia menilai kesibukan politik LaNyalla tersebut luar biasa. “Pagi ini di sini, siang di situ, sore di sana, dan malam di luar sana. Tulis itu. Lalu, anggota DPD RI yang lain pada kemana? Tidak ada yang berani mengkritisi?” ujarnya. Sebaiknya Effendi Simbolon membaca kembali apa Tuposi DPD tersebut. DPD adalah lembaga negara yang diakui secara konstitusional. DPD itu dibentuk untuk “mewakili aspirasi daerah”. Aspirasi di tingkat daerah akan mempengaruhi pembentukan kebijakan atau pengambilan keputusan politik di tingkat pusat. DPD merupakan wakil DPD yang dipilih melalui pemilu di tiap provinsi di Indonesia. DPD merupakan salah satu lembaga negara yang lahir setelah Amandemen UUD 1945. DPD mengemban tugas dan wewenang yang diatur dalam UUD 1945 dan UU. Kewenangan DPD diatur dalam pasal 22D UUD 1945, yaitu: Berwenang dalam pengajuan Rancangan Undang-undang atau RUU tertentu. Berwenang untuk ikut membahas bersama DPR dan pemerintah atas penyusunan RUU tertentu. Berwenang memberikan pandangan dan pendapat terhadap RUU tertentu; Berwenang memberikan pertimbangan terhadap RUU tentang APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama, serta pengawasan atas pelaksanaan Undang-undang atau UU tertentu. Jika mengacu pada Tupoksi dan kewenangan DPD seperti yang diatur dalam pasal 22D UUD 1945, semua yang dilakukan LaNyalla selama ini tidak ada yang menyimpang dan melanggar UU. Perlu ditegaskan kembali, DPD itu dibentuk untuk “mewakili aspirasi daerah”. Tidak salah jika sejak dilantik menjadi anggota DPD dan terpilih sebagai Ketua DPD, LaNyalla mengaku sudah berkeliling ke 34 provinsi dan lebih dari 300 Kabupaten/Kota. “Saya bertemu langsung dengan stakeholder yang ada di daerah. Mulai dari pejabat pemerintah daerah, hingga elemen masyarakat. Baik itu akademisi, agamawan, pegiat sosial dan kerajaan nusantara,” ungkapnya dalam setiap pidatonya yang pernah saya ikuti beberapa kali melalui Zoom Meeting. Menurut LaNyalla, ia menemukan satu persoalan yang hampir sama di semua daerah. “Yaitu Ketidakadilan yang dirasakan masyarakat, dan Kemiskinan struktural yang sulit untuk dientaskan,” tegasnya. “Inilah yang menurut saya persoalan fundamental bangsa ini. Karena tidak pernah bisa diselesaikan dengan pendekatan yang kuratif dan karitatif. Tidak pernah bisa diselesaikan dengan pendekatan parsial dan sektoral,” lanjutnya. Mengapa? Karena, menurut LaNyalla, penyebabnya itu ada di hulu. Bukan di hilir. Yaitu negara ini yang semakin menjadi negara yang sekuler, liberal, dan kapitalistik. Karena itu, LaNyalla mengaku harus memutuskan untuk segera bertindak dan berpijak sebagai Negarawan. “Sehingga saya tidak melihat persoalan ini dalam perspektif sektoral,” tegasnya. Sehingga bagi saya, persoalan konstitusi ini tidak boleh hanya direduksi terbatas kepada penguatan peran kelembagaan DPD RI saja. Tetapi harus lebih fundamental dari itu. Dan, yang perlu dicatat oleh Simbolon, sampai sejauh ini LaNyalla tak pernah melontarkan pernyataan seperti yang dituduhkannya: “debat untuk pemakzulan Presiden”. Yang lebih aneh lagi, apa urgensinya Simbolon minta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo agar menegur LaNyalla? Soal sederhana hirarki seperti ini saja Simbolon tidak paham. Tidak ada kewenangan Kapolri menegur LaNyalla. Rakyatlah yang berhak menegur LaNyalla dan anggota DPD lainnya. Sebab, mereka ini mendapat amanah langsung dari rakyat. Makanya, ketika DPR “mandul” aspirasi, berbagai elemen masyarakat mengadunya ke DPD RI. Makanya, jujur saja, hingga detik ini saya tidak tahu, mengapa Simbolon punya pikiran LaNyalla melakukan “debat untuk pemakzulan Presiden” itu. Mengucap kata “pemakzulan” saja seingat saya, tidak pernah. LaNyalla sudah berkali-kali menyatakan akan mengawal pemerintahan Jokowi hingga akhir masa jabatannya, 2024. Benar kata Koordinator Kajian Politik Merah Putih, Sutoyo Abadi, “Effendi Simbolon, diduga kuat setiap ada info hanya dibaca judulnya, sehingga berakibat fatal ketika melepas komentarnya ke publik melalui media.” Jika LaNyalla punya niat memakzulkan Presiden, tak mungkn sampai mantan Panglima ABRI dan Wapres Try Sutrisno sampai memberikan semacam Wasiat dan menitipkan kepada LaNyalla untuk menyelamatkan Indonesia. Beruntung LaNyalla bukan seorang Panglima TNI seperti Jenderal TNI Andika Perkasa. Kalau dia menjabat Panglima TNI, dapat dipastikan, LaNyalla akan menyatakan “Siap, Laksanakan!” Dan, entah apa yang terjadi setelah itu. Jadi, tudingan Simbolon itu terlalu berlebihan dan mengada-ada. Jika melihat jejak digital, justru Simbolon pernah meminta Jokowi mundur dari jabatannya pada periode pertama pemerintahan Jokowi. Judul berita yang tayang di Merdeka.com (Rabu, 2015/09/02 12:34 in Politik, Warta): “Effendi Simbolon: Sebaiknya Jokowi Mundur Saja”. Desakan mundur itu terjadi karena Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla tak bisa mengatasi kondisi ekonomi yang saat itu mengalami perlambatan dan nilai tukar rupiah anjlok terhadap dolar (USD). Diberitakan, di tengah persoalan itu, Presiden Jokowi juga menghapus syarat tenaga kerja asing bisa berbahasa Indonesia. Hal ini sontak menuai reaksi dari berbagai kalangan. Menariknya, Effendi Simbolon yang notabene kader PDIP, partai pengusung dan pendukung Jokowi-JK, justru melancarkan kritik keras kepada Jokowi. Tak tanggung-tanggung, anggota Komisi I DPR itu bahkan meminta Jokowi mundur dari jabatan Presiden karena tak bisa mengatasi masalah ekonomi dan menghapuskan syarat bisa bahasa Indonesia bagi tenaga kerja asing. “Lebih baik Jokowi turun tahta karena tidak bisa menyelesaikan masalah ekonomi. Presiden seharusnya mampu menyelesaikannya bukan menterinya,” kata Effendi Simbolon di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (1/8/2015). Jadi, dari jejak digital itu sudah jelas, justru Simbolon yang punya keinginan untuk “menjatuhkan” Presiden Jokowi. (*)
Resmikan Gedung Yayasan DHMS Lamongan, LaNyalla Sebut Negara Krisis Akhlak dan Adab
Lamongan, FNN - Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, mengatakan negara kekurangan orang beretika dan bermoral. Oleh sebab itu, ia menekankan pentingnya Lembaga Pendidikan mencetak generasi yang berakhlak dan beradab. Bukan sekedar mencetak siswa atau santri yang cerdas saja. \"Negara ini krisis orang-orang yang memiliki etika, moral dan adab,\" kata LaNyalla saat meresmikan Gedung Yayasan DHMS Lamongan, Jawa Timur, Jumat (1/7/2022). Ditegaskannya, esensi dari tujuan Pendidikan Nasional adalah menghasilkan kaum terdidik atau intelektual yang beretika, yang bermoral dan berbudi pekerti luhur seperti para pendiri bangsa. \"Makanya saat memberi kata pengantar buku 1 Abad Tamansiswa, saya sampaikan pentingnya membumikan kembali semboyan yang digagas Ki Hajar Dewantoro. Yaitu Ing ngarso sung tulodo; Ing madyo mangun karso, Tut wuri handayani. Karena menurut saya itulah etika. Itulah moral. Itulah budi pekerti atau akhlak. Yang seharusnya menjadi esensi dari tujuan Pendidikan Nasional bangsa ini,\" paparnya. Menurut LaNyalla, mereka yang bermoral, beretika dan memiliki akhlak inilah, yang harus menjadi para pemimpin bangsa. Mereka inilah para hikmat yang memiliki kebijaksanaan. Mereka inilah yang harus ditimbang pendapatnya dalam musyawarah untuk menentukan arah perjalanan bangsa. Bukan mereka yang lahir dari pencitraan dan survei-survei yang dibuat untuk mempengaruhi persepsi publik. Karena popularitas sama sekali tidak ada hubungannya dengan etika, moral dan akhlak,\" kata dia lagi. Menurut LaNyalla, akhlak dan adab adalah fondasi dari generasi bangsa. Tanpa akhlak dan adab, generasi bangsa ini tidak akan memiliki karakter dan ketahanan di tengah kondisi negara Indonesia yang semakin sekuler, liberal dan kapitalistik. Karena terus terang saja, negara ini telah meninggalkan Pancasila sebagai grondslag bangsa ini. Dimana kedaulatan rakyat di dalam sistem demokrasi perwakilan yang didesain oleh para pendiri bangsa sudah terkikis dan hilang. Puncaknya dari semua itu adalah saat dilakukannya Amandemen Konstitusi pada tahun 1999 hingga 2002 silam dengan cara yang ugal-ugalan dan tidak menganut pola addendum. Sehingga kita menjadi ‘bangsa’ yang lain dan tercerabut dari akar sejarahnya. \"Karena itulah dengan menghasilkan generasi bangsa yang berakhlak dan beradab, Insya Allah kita akan dapat mengembalikan Indonesia kepada Pancasila sebagai negara yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Kembali kepada demokrasi asli bangsa ini yang pendekatannya konsensus. Bukan dengan pendekatan mayoritas,\" tukasnya. \"Semoga para siswa dan santri yang dididik di Yayasan DHMS ini menjadi salah satu dari generasi yang berakhlak dan beradab tersebut. Sehingga perjuangan untuk mengembalikan Indonesia kepada nilai-nilai luhur yang digagas oleh para pendiri bangsa semakin cepat terwujud. Sehingga Indonesia ke depan akan menjadi bangsa yang berdaulat, berdikari dan mandiri,\" tutupnya. Hadir dalam acara tersebut Ketua PWNU Jawa Timur, KH Marzuki Mustamar, Ketua Dewan Pembina Yayasan DHMS, H Makruf Syah, Ketua Pengurus Yayasan DHMS, Ahmad Anas Faqih, Para Tokoh Masyarakat, Para Ustadz, Wali Santri dan para Santri. (mth/*)
Kunci Sukses PT JNE, Berbisnis Melibatkan Tuhan
Jakarta, FNN - PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) menjadi salah satu perusahaan logistik ternama di Tanah Air. Presiden Direktur (Presdir) JNE, Mohamad Feriadi mengatakan salah satu kunci kesuksesan JNE hingga berusia 32 tahun adalah melibatkan Tuhan dalam bisnisnya. Hal itu diungkapkan Feriadi saat bersilaturahmi dengan Jurnalis Filantropi Indonesia (Jufi) di kantor pusat JNE di bilangan Tomang, Jakarta Barat, Jumat (1/7/2022). \"Kami meyakini saat melibatkan Tuhan, dengan Allah, maka kemudahan itu akan datang. Rizki itu tidak pernah putus dan kami sangat percaya itu,\" kata Feriadi. Feriadi kemudian mengutip surat Al Baqarah ayat 261, di mana setiap kebaikan akan dibalas 700 kali. Surat Al Baqarah ayat 261 ini kemudian menjadi spirit dalam menjalankan bisnis perusahaan. \"Dalam berbagai kesempatan, kami melibatkan anak yatim, tuna netra, dhuafa, dan sebagainya, karena hakikatnya bukan kita yang menolong anak yatim, tetapi kita yang butuh mereka,\" ujarnya. Ia menambahkan, JNE juga kerap membantu kegiatan-kegiatan sosial. \"Kami membantu kegiatan sosial lintas agama dan lintas wilayah tanpa melihat latar belakang penerima bantuan,\" ujarnya. Selain itu, Feriadi juga mementingkan aspek spiritual para karyawannya. Bagi karyawan yang sudah mengabdi 12 tahun, mereka diberi penghargaan berupa perjalanan religi ke beberapa negara. \"Bagi yang muslim kita berangkatkan umrah, bagi yang Nasrani ke Yerussalem, begitupun Hindu, dan lainnya. Tujuannya ketika spiritual bagus, maka mereka akan amanah dan tidak korupsi dalam bekerja,\" tutur Feriadi. Perhatian JNE kepada karyawan juga terbukti saat pandemi Covid-19 melanda Indonesia. PT JNE merupakan salah satu perusahaan yang tidak melakukan PHK kepada karyawannya. \"Bahkan kesejahteraan karyawan kami tingkatkan, karena mereka yang menjadi ujung tombak dan wajah perusahaan,\" katanya. (TG)