ALL CATEGORY

Tak Kompak! Benny Mamoto dan Mahfud MD Beda Pandangan Soal Tewasnya Brigadir J

Jakarta, FNN – Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Irjen (Purn) Benny Mamoto, menepis kabar adanya kejanggalan dalam kasus tembak di rumah dinas Polri, Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, Jumat (8/7). Benny merespons hal tersebut, tidak ada kejanggalan dalam kasus penembakan di rumah Kadiv Propam tersebut. Ia mengatakan sudah turun ke lapangan meninjau TKP dan tidak melihat adanya kejanggalan. Soal beredarnya isu ada luka sayatan dan luka lebam, Benny menjelaskan bahwa jika melihat fotonya itu tidak ada luka sayatan, yang ada bekas luka akibat pecahan peluru. Terkait luka lebam, Benny menyebut tidak ada aksi pemukulan berdasarkan keterangan para saksi. Sementara itu, terkait dengan pertanyaan mengapa tiga hari kemudian baru disampaikan ke publik, Benny menyebut bahwa pada saat itu adalah Hari Raya Iduladha. “Kita semua tahu dan itu Hari Raya Iduladha dan kejadian sore, sehingga polisi yang fokus untuk olah TKP untuk mengumpulkan bukti dan tentunya semua orang sedang liburan atau sedang merayakan Iduladha,” katanya. Sementara itu, perbedaan pendapat terjadi di antara Ketua Harian Kompolnas Benny Mamoto dan Ketua Kompolnas Mahfud MD.  Mahfud MD yang juga Menteri Koodinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) menyebut ada kejanggalan dari tewasnya Brigadir J dan tidak bisa dibiarkan mengalir begitu saja. Lebih lanjut, Mahfud mengungkapkan banyak kejanggalan yang muncul dari proses penanganan, maupun penjelasan Polri yang tidak jelas hubungan antara sebab dan akibat setiap rantai peristiwanya. Mahfud menyebut kredibilitas Polri dan pemerintah menjadi taruhan dalam kasus penembakan yang terjadi di rumah dinas Polri, Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo. Maka itu, Mahfud lebih lanjut menilai apa yang dilakukan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit dengan membentuk tim investigasi untuk kasus ini sudah tepat yang terdiri orang-orang kredibel dipimpin oleh Wakapolri Komjen Gatot Eddy. “Itu sudah mewakili sikap dan langkah pemerintah sehingga Kemenkopolhukam akan mengawalnya,” ujar Mahfud yang juga Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam). Sebagai Ketua Kompolnas, dia sudah berpesan kepada Sekretaris Kompolnas Benny Mamoto untuk aktif menelisik kasus ini guna membantu Polri membuat perkara menjadi terang. Wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Off The Record FNN, Kamis (14/7) mengomentari kasus ini menjadi sorotan publik,  dan seperti di katakana oleh pak Mahfud MD kasus ini menjadi taruhan integritas dari  lembaga kepolisian dan pemerintan dan saya kira tim yang dibentuk pak Sigit tidak main-mainlah dalam menangani kasus ini, kalau penjelasannya nanti dinilai sama publik tidak masuk akal lagi inilah bakal menjadi taruhan integritas lembaga kepolisian. (Lia)

Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin Bongkar Fakta Kejanggalan Tewasnya Brigadir J

Jakarta, FNN – Kasus baku tembak sesama polisi di rumah dinas pejabat Polri, Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo yang terletak di komplek Polri Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/22) pukul 17.00 WIB, mendapat perhatian dari Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin yang merupakan anggota DPR RI dari PDIP. Sosok jenderal TNI bintang 2 ini menilai ada sejumlah kejanggalan dalam kasus baku tembak tersebut.  Inilah enam kejanggalan yang dipaparkan Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin : 1. Kejanggalan terselisik mulai dari pengiriman mayat Brigadir Nopryansah ke rumah keluarga secara diam-diam. “Kejanggalannya yang pertama, kenapa baru ada press release dua hari kemudian, setelah jenazah dibawa secara diam-diam ke kampung halaman kemudian diprotes keluarga,” kata Tubagus Hasanuddin.  2. Kemudian urusan pangkat ajudan dan sopir. Menurut Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan, Brigadir J sebagai sopir istri Kadiv Propam Polri ditembak ajudan Kadiv Propam, Bharada E. Menurut TB, pangkat sopir itu Bharada, sementara ajudan Brigadir. “Itu kan kebalik. Sopir seharusnya yang Bharada, sebaliknya, ajudan Brigadir pangkatnya,” kata Tugabus. 3. Tubagus meneruskan, kalau memang benar dari Divisi Humas Polri yang menyatakan Brigadir J masuk ke ruang istrinya Kadiv Propam, dalam rangka apa perbuatan itu dilakukan? 4. Apakah betul penjelasan bahwa Brigadir J masuk ke kamar kemudian melakukan pelecehan lalu menodongkan pistol. “Seharusnya, bukannya Brigadir J yang ditodong?” katanya. 5. Kejanggalan soal posisi ajudan Kadiv Propam, Bharada E. Menurut TB Hasanuddin, tak masuk akal ajudan itu tinggal di rumah sementara Kadiv Propam tidak di rumah. “Seharusnya kan ikut mengawal,” katanya. 6. Soal luka sayatan. Tubagus mengatakan jika ada yang mengatakan luka sayatan itu terserempet peluru, maka bukanlah luka sayatan yang seharusnya didapat. Tetapi luka bakar. “Peluru itu kan panas. Kalau menyerempet, ya lukanya luka bakar,” katanya. Tubagus mendesak agar Kapolri menurunkan tim khusus untuk melakukan investigasi, sebab ini menyangkut jiwa manusia. “Seharusnya lakukan saja (penyelidikan) terbuka. Termasuk jenazahnya divisum. Masak, kok orang meninggal langsung dikirim (ke rumah duka) saja,” ujar mantan Ajudan Presiden RI ke-3, Mayjen (Purn) TB Hasanuddin. Wartawan senior FNN Agi Betha dalam kanal YouTube Off The Record FNN, Kamis (14/7) mengatakan bahwa kejanggalan yang dipaparkan oleh Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin agak masuk akal, karena TB sendiri tentunya memahami soal persejentaan. (Lia)

Kadiv Propam Layak Diperiksa

Oleh M. Rizal Fadillah Pemerhati Politik dan Kebangsaan  MISTERI kasus \"tembak menembak\" di Rumah Dinas Kadiv Propam Mabes Polri seharusnya mudah terkuak. Jika ada niat serius membongkar fakta yang sebenarnya, maka dengan kualitas dan profesionalitas Polri kasus ini akan cepat terbongkar.  Masalahnya dalam kasus dengan dugaan penyiksaan dan penembakan ini adakah semangat hendak melindungi seseorang atau tidak? Jika ada maka tentu akan menjadi sulit sebab harus ada rangkaian cerita yang logis dan terarah dengan pemeriksaan by design. Bahkan kesulitan menjadi agenda itu sendiri. Sebaliknya jika tanpa beban selain fakta, maka kasus ini bukanlah peristiwa yang terlalu rumit.  Banyaknya kejanggalan yang menjadi sebab dari perlu adanya kemauan atau keputusan politik terlebih dahulu. Kejadian ini telah merusak citra dan kredibilitas aparat penegak hukum. Apa yang dikemukakan Menkopolhukam Mahfud MD harus menjadi perhatian. Mahfud MD menyatakan : \"Kasus itu memang tidak bisa dibiarkan begitu saja karena banyak kejanggalan yang muncul pada penanganan maupun penjelasan Polri sendiri yang tidak jelas hubungan antara sebab  dan akibat setiap rantai peristiwanya\" Keseriusan harus dibuktikan dengan langkah antara lain  : Pertama, memberi kesempatan dan keleluasaan Komnas HAM untuk bergerak secara independen dalam menguak masalah yang dihadapi.  Kedua, copot Irjen Fredy Sambo dari jabatan Kadiv Propam agar tidak ada otoritas jabatan yang menghambat atau mengganggu pemeriksaan. Non-job kan untuk sementara waktu. Bebaskan dari faktor psikologis pemeriksaan.  Ketiga, jadikan Irjen Fredy Sambo sebagai terperiksa utama, sebab penyiksaan diduga tidak mungkin dilakukan oleh Bharada E seorang diri atau sekurang-kurangnya, Bharada E melakukan pembunuhan dan penyiksaan adalah pengaruh atau perintah dari seseorang.  Keempat, istri Irjen Fredy Sambo jelas menjadi saksi kunci dari peristiwa. Ia yang dikaitkan dengan pelecehan dan ia pula yang tahu peristiwa pembunuhan. Pemeriksaan seksama atas yang bersangkutan akan bermakna untuk banyak keterangan.  Kelima, usut siapa aparat yang mengganti decoder CCTV di Pos Satpam sehari setelah kejadian yang menyebabkan CCTV mati. Orang tersebut dipastikan menjadi bagian dari pembantuan suatu kejahatan.  Semua akan menjadi mudah, kecuali kasus Duren 3 ini akan di-KM50-kan. Lama mentersangkakan, Bharada E akhirnya terpaksa menjadi tersangka, diproses pengadilan yang hanya sandiwara, dengan alasan membela diri akhirnya dinyatakan bersalah tetapi dimaafkan. Dilepaslah pak Bharada E ini. Happy Ending.  Viral pertemuan antara Kapolda Metro Irjen Fadil Imran dengan Irjen Fredy Sambo. Berpelukan bahkan pakai cium kening segala. Ada tangisan di sana. Entah nuansa apa yang terjadi. Sedih istrinya dilecehkan, ajudannya mati, ajudan lainnya terancam, atau khawatir merembet tuduhan kepada keterlibatan dirinya?  Atau, keduanya sedang bereuni mengingat kebersamaan dalam melindungi dua tersangka dalam kasus KM 50 yang berakhir \"happy ending\" di pengadilan dunia. Namun ditunggu untuk pengadilan akherat yang dipastikan sangat berat.  Tidak ada skenario di sana. Tidak ada.  Bandung, 15 Juli 2022

OBOR Versus OPOR

Oleh Ridwan Saidi Budayawan  ONE belt one road garis niaga yang mau dibentang China, dikenal dengan akronim OBOR, tampaknya tak berjaya di lapangan. China dikepung USA dan sekutu lebih setahun. Negara-negara yang menerima pinjaman China kini sulit menutup hutang dan berujung ganti rezim. Tidak suksesnya serbuan Rusia ke Ukraine berdampak pada China juga, setidaknya pada BRIC yang mereka bentuk. Dampak Ukraine War pada Rusia lebih tampak. Sistem dan kekuatan pertahanan Rusia terbaca.  Selain perang itu juga melemahkan ekonomi Russia. Akhirnya tercapai juga kesepakatan Russia-Ukraina dalam perundingan kedua negara yang ditengahi tuan rumah dan disaksikan utusan PBB pada tanggal 13/7/2022 di Turki.  Rusia sepakat memberi jalur laut yang aman bagi ekspor gandum Ukraina. Presiden Erdogan bekerja cukup lama untuk mewujudkan perundingan ini. Hasil ini menggoda saya untuk mengkaji asumsi: 1. Rusia tak sekuat seperti yang ia mau kesankan selama ini.  2. Rusia membuat perhitungan meleset ketika memutuskan mengagresi Ukraina. Benar permintaan Ukraina menjadi anggota NATO ditolak, tapi tidak tertutup jalan bagi Barat untuk memberi bantuan alat-alat perang, logistik, dan sukarelawan kepada Ukraina ketika Rusia benar-benar mengagresinya.  3. Kok Turki yang berhasil bujuk  Rusia dan Ukraina ke meja runding, bukan Indonesia? Politik, terutama politik Internasional menuntut profesionalisme yang tinggi. Bermain politik lokal pun sebenarnya tak boleh amatiran.  Setelah perundingan Turki, bipolarisasi kekuatan dunia tidak setajam sebelum agresi Rusia ke Ukraine. Saya tidak mengatakan kedua blok di dunia sudah akur-akuran. Tapi bipolarisasi era pemimpin dunia genre Bung Karno sudah berlalu,  dimana tatkala itu mencuat gagasan membangun Non-Blok. Proses persaingan yang berkelindan dengan confrontation antar blok berujung di Kiev. Kota di Ukraine ini yang dihajar Rusia berbulan-bulan gagal dikuasai Rusia. Adegan berikut rontoknya rezim-rezim gagal bayar hutang China dan munculnya sikap anti TKA China, yang terbaru di Solomon.  Melemahnya kekuatan dua anggota BRIC  secara dialektis mengkondisi AUKUS (Inggris, USA, Aussie) bisa menjelma menjadi OPOR, one power one road. OPOR memang asyik, tapi tak mudah diantisipasi negara yang ekonomi belum maju, politik masih amatiran.  Menkeu Mulyani pada 14/7/2022, berkata Indonesia terancam ikuti jejak Srilanka.  Kita saksikan bersama ekonomi dan politik Srilanka remuk redam.  Indonesia mencoba mainkan doktrin polugri bebas aktif tapi kondisi lapangan kian berubah dan menuntut kualitas berpolugri bebas dan kreatif. Kekuatan-kekuatan dunia tampaknya tidak lagi bipolar,  dunia mengarah ke monopolarism, wether U hate it or not. Realita arena begini, sedangkan politik soal realita. Ubah realita, jika mampu. Lawan realita, kalau kuat. Atau, bersesuaian dengan realita. Tak ada entri dalam ensiklopedi politik: lari dari realita. (RSaidi).

Sidang Edy Mulyadi, Saksi Tidak Tahu Undang-Undang IKN

Jakarta, FNN - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan Kepala Bidang Pentaan dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Timur, Rudiansyah sebagai saksi dalam persidangan lanjutan ‘Jin Buang Anak’ di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (14/7). Hakim Ketua Adeng Abdul Kohar membuka pertanyaan terkait Undang-Undang yang ditetapkan untuk Ibu Kota Negara (IKN). “Apakah saudara mengetahui Ibu Kota Negara (IKN) ditetapkan dengan Undang-Undang apa?” tanya hakim. “Saya tidak tahu”, jawab saksi Jawaban saksi tentu membuat hakim menggelengkan kepala karena seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang ruang lingkup pekerjaannya berkaitan dengan lingkungan di IKN, tetapi yang bersangkutan justru tidak mengetahui peraturan dasar IKN. Lalu hakim melanjutkan pertanyaan, dalam video YouTube Bang Edhy Channel yang ditayangkan tersebut, pernyataan mana yang sesuai dengan tupoksi saksi. “Dari pernyataan Edy yang sesuai tupoksi saya yakni terkait lubang tambang dan limbah B3,” ujarnya. Ia menjelaskan bahwa aturan limbah B3 (Bahan Berbahaya Beracun) tertulis dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Rudiansyah mengaku pernah melaksanakan perjalanan dinas ke calon Ibu Kota Negara (IKN) dalam rangka pengawasan kegiatan pertambangan pada Januari 2022 lalu. Perusahaan pertambangan yang diketahuinya ada di wilayah IKN dan termasuk dalam pengawasannya adalah PT Singlurus Pratama dan PT Bukit Raya Coal Mining. Rudi hanya menyebutkan dua perusahaan itu karena perusahaan tersebut berada di lintas kabupaten dan provinsi.  “Jadi kalau perusahaan itu di kabupaten atau kota, itu bukan termasuk wewenang kami, kecuali berada di lintas kabupaten dan provinsi,” jelasnya  Pada saat di lokasi, Rudi mengatakan melihat kedua perusahaan tambang tersebut memang meninggalkan bekas lubang tambang maupun limbah B3 berupa limbah oli bekas, aki bekas, dan filter bekas. Ia menyampaikan bahwa PT Singlurus Pratama meninggalkan 17 lubang pasca tambang, 9 sudah ditangani, dan sisanya 8 belum ditangani pada bulan Januari lalu. Namun saat ini, menurutnya, sisanya sudah ditangani sesuai aturan yang berlaku.  Sayangnya  saat hakim menanyakan kembali apakah saksi telah melakukan perjalan dinas kembali ke lokasi untuk melihat lubang tambang itu, jawaban saksi berbelit-belit. “Saya belum ada kesana lagi,” ujar saksi Rudiansyah mengaku mengetahui informasi itu hanya dari data yang ada di kantornya. Hal lain yang disampaikan Rudiansyah adalah ia  mengaku sakit hati dengan pernyataan Edy Mulyadi yang menyebut lokasi Ibu Kota Negara (IKN) sebagai tempat jin buang anak. “Secara pribadi sebagai putra daerah Kalimantan, saya merasa sakit hati karena daerah kami dikatakan tempat jin buang anak,” katanya. Tapi sebagai pribadi ia berharap IKN tidak merusak lingkungan tanah kelahirannya.  \"Itu sebagai pribadi ya, sebagai ASN tentu saya harus mendukung program pemerintah,\" ungkapnya hati-hati. (Lia)

Presiden Bakal Tumbang?

Saat yang genting TNI pasti akan menyatu dengan kekuatan rakyat sebagai pemilik kedaulatan negara. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih KEJADIAN di Sri Lanka secara langsung atau tidak langsung akan memantik semangat perjuangan rakyat melawan pemerintah di Indonesia. Semua akan terjadi karena kesamaan sebab-akibat yang sama. Sementara ini ada pihak-pihak dari pemerintah sendiri mencoba menyewa para ilmuwan dan politisi untuk menyangkal bahwa kejadian di Sri Lanka tidak akan berpengaruh di Indonesia. Adalah rekayasa sia-sia dan hanya untuk bertahan sementara. Toh, kekuatan membangun kroni kekuasaan di Sri Lanka sangat kuat untuk mempertahankan kekuasaan akhirnya jebol dan porak-poranda. Gambaran sekilas bisa dilihat dan dikaji secara seksama. Semua jabatan penting dalam negara telah mereka kuasai mulai dari nama Mahendra Rajapaksa, Gotabaya Rajapaksa (adiknya), Yoshita Rajapaksa, Namal Rajapaksa (menteri, anak dari Mahendra), Sharsee Indra Rajapaksa (anak Gotabaya). Berikutnya, Chamal Rajapaksa (kakak Mahindra), Basil Rajapaksa, dan sederat kerabat Presiden Sri Lanka itu semua menduduki jabatan menteri. Keluarga Rajapaksa telah menguasai negara kepulauan itu selama 2 (dua) dekade terakhir. Betapa kuatnya pertahanan kabinet untuk menjaga kekuatan dan kekuasaan Gotabaya Rajapaksa agar tetap menguasai kekuasaannya. Sebelum menjabat presiden, Gotabaya telah memegang posisi senior di Kementerian Pertahanan dan dipuji oleh sebagian orang karena caranya menangani perang saudara. Basil (adik Chamal) memegang di Kementerian Keuangan dan Pembangunan Ekonomi. Mahinda Rajapaksa dan Gotabaya itu sama wataknya membuka jalan bagi keluarganya untuk menjarah kekayaan negara demi keuntungan finansial mereka sendiri tidak peduli dengan rakyatnya dalam penderitaan hidupnya. Kesamaan yang terjadi antara Sri Lanka dan Indonesia: Ketika negara mengalami krisis ekonomi, akibat ketidakbecusan memimpin dan mengelola ekonomi negara, korupsi merajalela dan hutang ke negara China yang tidak terkendali itu, resiko politik yang pasti akan meledak. Kesulitan ekonomi telah mendorong banyak kalangan yang tadinya memilih Gotabaya tapi kini membawa spanduk bertuliskan “Gota go home”. Kalimat itu bermakna ganda. “Gota pulanglah” barangkali plesetan dari ungkapan bahasa Inggris “Gota go home” serta Gota yang merujuk nama panggilan sang presiden. Itu juga sudah muncul di Indonesia. Anti klimaks kebencian rakyat kepada pemerintah di Sri Lanka telah merubah bentuknya rakyat menyerbu kediaman resmi PM Sri Lanka setelah kawanan pro-pemerintah pergi ke lokasi unjuk rasa damai di dekat situ dan menyerang para demonstran tersebut. Ini alamiah, semakin keras aparat keamanan melawan kekuatan rakyat akan semakin besar perlawanan rakyat kepada penguasa. Maka tak lama kemudian bentrokan menyebar ke seluruh negeri dan pengunjuk rasa yang marah lantas membakar beberapa properti milik keluarga Rajapaksa, termasuk juga rumah keluarga mereka di Hambantota. Para pengunjuk rasa juga menghancurkan makam orang tua Rajapaksa serta tugu peringatan yang didedikasikan untuk mereka. Sebagai presiden, Gotabaya dituduh menyalahgunakan dana negara untuk membangun tugu peringatan tersebut. Pada hari Jumat (6 Mei 2022), Gotabaya mengumumkan keadaan darurat untuk kedua kalinya dalam sebulan setelah pemogokan massal berbuntut penutupan toko-toko dan bisnis di seluruh negeri. Akhirnya Gotabaya harus melarikan diri. Presiden Joko Widodo kalah jauh dengan bangunan dinasti Rajapaksa, yang baru menempatkan anak dan menantunya sebagai Walikota. Memang, dia cukup cerdik berlindung di balik Oligargi dan mengira akan ada perindungnan jangka panjang, lupa kepentingan oligarki hanya kepentingan ekonomi dan politik menguasai sumber daya alam. Sifatnya rentan, begitu keterjang kekuatan rakyat pasti ambyar dan mereka akan kabur membawa kekayaannya. Kekuasaan Presiden Jokowi pada posisi yang sangat rentan ketika terjadi krisis ekonomi, korupsi di mana-mana dan rakyat telah men-stigma Presiden hanya memperkaya diri bersama kroni kroninya, tidak mungkin akan bisa berlindung dengan kekuatan apapun termasuk berlindung pada TNI. Sekalipun di internal TNI sedang ada gangguan tetapi TNI akan tetap pada posisinya sebagai alat pertahanan negara, berfungsi sebagai; penangkal atas setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa. Saat yang genting TNI pasti akan menyatu dengan kekuatan rakyat sebagai pemilik kedaulatan negara. Presiden sudah di ujung tebing, tidak hati-hati dan terus mengabaikan suara rakyat cepat atau lambat akan jatuh dan sangat mungkin akan berakhir tragis sama dengan presiden Sri Lanka. (*)

Misteri Kematian Brigpol Joshua di DT 46 Jakarta

Berarti ada pihak ketiga yang terlibat dalam penembakan Brigadir J. Adakah suatu “rahasia” yang selama ini tersimpan di benak Brigadir J, sehingga dia harus dibungkam selamanya terkait sepak terjang Ferdy Sambo? Oleh: Mochamad Toha, Wartawan Forum News Network (FNN) HINGGA tulisan ini dibuat, penyebab tewasnya Brigadir Nopryansah Joshua Hutabarat alias Brigadir J masih dipertanyakan banyak pihak. Karena ada beberapa kejanggalan keterangan yang disampaikan pihak Polri. Keterangan Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Senin (11/7/2022), menyebutkan, Brigadir J tewas setelah terjadi baku tembak dengan Bharada E di rumah dinas Kepala Divisi Propam Polri Irjen Ferdy Sambo di Jl. Duren Tiga 46 Jakarta. Peristiwa “tembak-tembakan” tersebut terjadi pada Jum’at (8/7/2022). Tapi, pihak Polri baru merilisnya, Senin (11/7/2022). Jasad Brigadir J dibawa ke Jambi, Sabtu (9/7/2022). Dan, baru dimakamkan, Senin (11/7/2022). Adapun baku tembak itu terjadi sekitar pukul 17.00 WIB. “(Penembakan) itu benar telah terjadi pada hari Jumat 8 Juli 2022. Kurang lebih jam 17.00 atau jam 5 sore,” kata Brigjen Ramadhan di Mabes Polri. Menurut Ramadhan, kejadian dipicu akibat pelecehan yang dilakukan Brigadir J kepada istri Kepala Divisi Propam Polri, Ny. Putri Chandrawati Ferdy Sambo. Brigadir J, katanya, melecehkan di dalam kamar dengan menodongkan senjata ke kepala Ny Putri. “Itu benar melakukan pelecehan dan menodongkan senjata dengan pistol ke kepala istri Kadiv Propam itu benar,” ujar Ramadhan. Konon, saat peristiwa terjadi, istri Irjen Ferdy sempat berteriak minta tolong. Kemudian, Brigadir J panik dan keluar dari kamar. Bharada E yang sedang berada di bagian rumah lantai atas mendengar teriakan tersebut. Lalu, ia sempat menanyakan soal teriakan itu kepada Brigadir J dari lantai atas. Namun, lanjutnya, pertanyaan Bharada E dibalas dengan tembakan oleh Brigadir J. “Setelah dengar teriakan, Bharada E itu dari atas, masih di atas itu bertanya, ‘Ada apa bang?’ Tapi, langsung disambut dengan tembakan yang dilakukan oleh Brigadir J,” ungkap Ramadhan. Masih versi Polri, atas tembakan itu, Bharada E pun membalas Brigadir J dengan tembakan. Kejadian baku tembak antara kedua polisi itu kemudian menewaskan Brigadir J. Ramadhan mengatakan, saat kejadian tersebut, Irjen Ferdy Sambo selaku pemilik rumah disebutkan sedang tidak berada di lokasi. Namun, istrinya sempat menelepon Ferdy. Kemudian Ferdy menelepon Polres Metro Jakarta Selatan terkait kejadian tersebut. Berdasarkan hasil olah tempat kejadian perkara (TKP), kepolisian menemukan sejumlah proyektil senjata. Saat kejadian itu, Brigadir J melakukan tujuh kali tembakan. Sedangkan Bharada E melakukan lima kali tembakan. Saat baku tembak terjadi, kata Ramadhan, Brigadir J berada di lantai bawah, sedangkan Bharada E berada di lantai atas. Ia menyebutkan, Bharada E tidak terkena tembakan yang dilayangkan oleh Brigadir J. “Tidak ada (terkena tembakan), kan posisi dia lebih tinggi dan dia posisinya dalam keadaan yang terlindung,” tuturnya. Masih menurut Ramadhan, kedua personel yang terlibat baku tembak adalah anggota Brimob yang ditugaskan di Divisi Propam Polri. Secara khusus, Brigadir J juga ditugaskan sebagai sopir dan juga orang yang melakukan pengamanan terhadap istri jenderal bintang dua itu. “Brigadir J itu sopir, jadi melakukan tugas mengamankan, tapi dia sopirlah begitu,” jelasnya. Sementara itu, Bharada E merupakan aide de camp (ADC) atau asisten atau pengawal pribadi Ferdy Sambo. “Kalau Bharada itu anggota Brimob yang di-BKO ke sana, tugasnya melakukan pengamanan dan pengawal terhadap Kadiv Propam,” ujar Ramadhan. Sementara itu, jenazah Brigadir J juga telah dipulangkan ke pihak keluarga di di Sungai Bahar Unit 1 Desa Suka Makmur, Perumahan SDN 074, Kabupaten Muarojambi, Jambi, Sabtu (9/7/2022). Indonesia Police Watch (IPW) sempat menyampaikan bahwa di tubuh jenazah Brigadir J ditemukan ada luka sayatan di badannya. Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso menilai, peristiwa ini cukup aneh. Keanehan lainnya, Sugeng juga menyoroti lokasi kejadian perkara di rumah Irjen Ferdy Sambo. Terkait kejadian ini, IPW juga mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta untuk mengusut kasus tewasnya Brigadir J setelah terlibat dalam baku tembak. Kepolisian menyebutkan, sayatan di tubuh jenazah Brigadir J terjadi akibat proyektil yang ditembakkan Bharada E. “Iya, itu sayatan itu akibat amunisi atau proyektil yang ditembakan Bharada E,” kata Ramadhan. Perlu dicatat, belakangan, inisial E diubah menjadi RE (dari nama Richard?). Narasi Janggal Keterangan Brigjen Ahmad Ramadhan yang disampaikan masih banyak yang perlu dipertanyakan. Jangan sampai kasus “DT 46” (untuk menyebut alamat dan nomor rumah dinas Kadiv Propam itu, Duren Tiga Nomor 46 Jakarta) itu seperti kasus KM 50. Fitnah keji, bengis, dan brutal. Hanya kali ini korbannya polisi sendiri. “Sebut saja kasus DT 46. Duren Tiga Nomor 46. Sebagai penanda kekejian itu yang menyerupai KM 50. Kejahatan yang akan terus berulang jika sifat bengis korps terus dibina. Mengalahkan sifat Bhayangkara, melayani rakyat,” ungkap seorang wartawan senior. Ada banyak kejanggalan soal penembakan Brigadir J tersebut. Apalagi kasus “tembak-menembak” antara Brigadir J dan Bharada E terjadinya di rumah seorang jenderal polisi. Kalau memang ada tembak-menembak, yang disebut-sebut J menembak 7 kali, sedangkan E 5 kali, berarti di sekitar TKP pasti ada dinding/plafon yang terluka kena proyektil yang meleset. Dan, kalau memang keduanya penembak jitu, dapat dipastikan, tembakan J ke arah E ada yang kena. Tapi, ini justru cuma J yang kena 4 peluru. Dari sini saja sudah ada kejanggalan. Pasti juga ada darah yang tercecer di dalamnya. Kalau ternyata tidak ada dinding atau plafon, apalagi genting yang ada “luka” tembaknya, patut diduga, “tembak-tembakan” itu terjadinya di luar rumah. Apalagi jika benar dan terbukti ada penyiksaan segala atas jasad Brigadir J. Jika narasi yang disampaikan Brigjen Ramadhan itu ada pelecehan terhadap Putri, bisa jadi, bukan Bharada E yang menyebabkan tewasnya Brigadir J, tapi justru Irjen Ferdy Sambo sendiri pelakunya, karena terbakar cemburu. Itu bisa dilihat dari banyaknya luka, selain luka tembak. Coba saja lihat luka yang ada di tubuh jasad Brigadir J. Kondisi wajah Brigadir J: Bibir dan bawah bibir dijahit; Hidung dijahit; Gigi tidak rata; Rahang bergeser; Mata dan pipi bekas hantaman dan luka; Muka lebam dan bengkak. Menurut kesaksian keluarga Brigadir J, gigi mendiang itu terkenal rapi sejak kecil. Tetapi, ketika jenazah dibuka dan diperiksa, mulut dan giginya maju-mundur tidak rata. Rahang juga bergeser. Jika melihat kondisi tersebut, tentu saja si pelaku sangat marah besar kepada Brigadir J. Apakah marah karena cemburu atau oleh sebab lain. Jika sekedar membela diri, Bharada E tidak mungkin melukai tubuh Brigadir J seperti itu. Perlu dicatat, Brigadir J ini sudah bekerja sebagai driver bersama Irjen Ferdy Sambo itu selama 2 tahun. Setahu saya, tidak ada yang namanya sopir istri pejabat Polri itu, yang ada justru sopir si pejabatnya. Selain sopir, biasanya pejabat itu akan didampingi oleh seorang ajudan (Adc). Jadi, pejabat seperti Irjen Ferdy Sambo itu pasti dapat jatah sopir plus Adc. Jika diperlukan oleh istrinya, sesekali sopir bisa diperbantukan. Ini baru masuk akal, kecuali istrinya punya sopir pribadi, bukan sopir dinas. Jadi, kalau ada narasi bahwa Brigadir J itu sopir Putri, rasanya koq janggal sekali. Karena yang pejabat itu suaminya, Ferdy Sambo. Jika benar terjadi pelecehan, dapat dipastikan, Ferdy Sambo marah besar atas perlakuan Brigadir J tersebut. Bisa jadi pula, sebenarnya diantara Brigadir J dengan Putri sudah lama “menjalin” asmara. Tapi apa benar? Seberani itukah Brigadir J sampai begitu bebasnya masuk ke kamar pribadi Irjen Ferdy Sambo yang saat itu istrinya sedang istirahat, sementara katanya saat itu suaminya sedang menjalani tes PCR di luar? Narasi Ferdy Sambo sedang tes PCR justru tambah janggal. Untuk keperluan apa sampai perlu tes PCR? Bukankah pada umumnya pejabat Polri itu banyak yang sudah divaksin Booster, sehingga sebenarnya tak perlu tes PCR untuk suatu perjalanan udara sekalipun. Dan, jika benar saat itu Ferdy Sambo ada di luar rumah, mengapa Bharada E tidak ikut, padahal dia itu seorang ajudan. Narasi Brigjen Ramadhon tambah janggal, bukan? Dan seharusnya, sebagai sopir dinas, Brigadir J hari itu juga bersama Ferdy Sambo.     Kalau Mabes Polri tetap bertahan dengan narasi terjadi pelecehan atas Putri, berarti Bharada E sengaja “dikorbankan” demi melindungi Ferdy Sambo. Kuat dugaan, yang nembak justru Ferdy sendiri. Ini diawali dengan cekcok antara Putri dengan Ferdy terkait skandal antara istrinya dengan Brigadir J, yang kemudian menyeretnya terlibat dalam pertengkaran itu. Jika ternyata ada banyak luka di tubuh Brigadir J dapat dipastikan Ferdy marah besar, yang kemudian langsung menembaknya. Entah berapa kali tembakannya. Sehingga, Brigadir J tidak mungkin bisa melawan. Setelah Brigadir J terbunuh, dapat dipastikan Ferdy panik dan menghubungi atasan dia untuk “minta petunjuk”. Itu yang menyebabkan bagaimana mereka menutup rapat kasus ini smpai 3 hari. Selama 3 hari itu, apapun bisa dilakukan Ferdy maupun tim Polri. Termasuk mengganti decoder CCTV di sana. Bisa jadi juga, dari sinilah mereka kemudian membuat rekayasa. Bharada E dikorbankan demi melindungi Ferdy Sambo. Skekario disusun. Keluarkan pernyataan Humas Polri sesuai arahan atasan mereka. Diduga kuat, penembakan ini dilakukan dari jarak “sangat dekat”. Hal ini bisa dilihat dari luka tembak yang ada di tubuh Brigadir J. Untuk itulah di sini perlu otopsi ulang atas jasad Brigadir J. Perlu diingat dan dicatat, meski sudah menjadi mayat, jasad itu masih bisa “bicara”. Karena dari luka tembak bisa diketahui, dia ditembak dari depan atau belakang. Termasuk jenis proyektilnya. Karena setiap peluru itu ada nomor registernya. Sehingga akan diketahui, siapa penembak sebenarnya. Apakah dari senjata Bharada E atau Irjen Ferdy Sambo? Atau, malah bukan dari keduanya? Jika ini yang terjadi, berarti eksekusi atas Brigadir J sudah terencana sebelumnya. Berarti ada pihak ketiga yang terlibat dalam penembakan Brigadir J. Adakah suatu “rahasia” yang selama ini tersimpan di benak Brigadir J, sehingga dia harus dibungkam selamanya terkait sepak terjang Ferdy Sambo? Ingat, Brigadir J adalah seorang sopir dinas yang juga wajib mengawal Ferdy Sambo ke mana-mana. Dia menjadi “saksi kunci” juga akhirnya. Sehingga, mau tidak mau, melibatkan institusi Polri. Buktinya, sehari setelah kejadian, sejumlah polisi sempat mengganti decoder CCTV yang berada di pos Satpam Kompleks Polri Duren Tiga. Ketua RT 5 RW 01 Kompleks Polri Duren Tiga, Irjen (Purn) Seno Sukarto juga angkat suara ihwal penggantian decoder CCTV usai insiden yang menewaskan Brigadir J di rumah Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo, Jumat (7/7/2022). Rekaman CCTV yang berada di pos satpam Kompleks Polri Duren Tiga itu merekam posisi persis di bagian luar rumah Ferdy Sambo. “Maksudnya itu bukan CCTV di rumah Pak Sambo, CCTV alatnya yang di pos. Hari Sabtu (diganti),” kata Seno kepada wartawan, Rabu (13/7/2022). (*)

Buntut Putusan MK, Poltik Indonesia Kian Nepotis dan Oligarkis

Jakarta, FNN – Pengamat politik Muslim Arbi menilai Indonesia makin terlihat berada dalam penguasaan nepotisme dan oligarki pasca putusan Mahkamah Konstitusi menolak seluruh usul uji materi (judicial review) atas ketentuan Presidential Threshold (ambang batas pemilihan Presiden). Muslim beranggapan, hal itu berbahaya bagi perkembangan demokrasi yang berpihak pada rakyat. “Berbagai analisa dan teori bisa dibuat dan sayangnya tidak ada yang positif bagi kinerja MK,” katanya. “Terlalu ngotot menolak terus tanpa mempertimbangkan argumentasi para penggugat,” lanjutnya, Rabu, 13 Juli 2022. Sebagaimana diketahui, setelah bersidang berbulan-bulan, MK pada akhirnya menolak seluruh uji materi yang disampaikan oleh 38 kelompok masyarakat terhadap pasal 222 UU Nomor 7 tahun 2017. Pasal tersebut pada dasarnya menyebutkan untuk menjadi calon Presiden seseorang harus mendapat dukungan dari partai atau gabungan partai yang mempunyai kursi 20 persen di DPR RI. Sikap kaku MK itu dikecam oleh penggiat demokrasi sebagai langkah mundur dalam merekrut calon pemimpin terbaik.  Penolakan MK itu, menurut Muslim Arbi, sangat merisaukan jika dikaitkan dengan kondisi partai di Indonesia sekarang ini. Muslim beranggapan saat ini sebagian besar berlaku nepotis dengan lebih mendahulukan kepentingan keluarga dan orang-orang dekat dari pada kepentingan rakyat.  “Nepotisme partai sudah sangat akut dan membahayakan kepentingan masyarakat. Sekarang kita tidak bisa lagi membedakan apakah keputusan yang diambil partai itu untuk rakyat atau untuk keluarga. Ini kondisi yang sangat berbahaya,” kata Direktur Gerakan Perubahan Indonesia ini.  Di satu sisi Muslim Arbi melihat biaya politik Indonesia sangat mahal. Untuk menjadi seorang anggota DPR RI, misalnya, di samping harus dekat dengan elit partai juga harus mempunyai modal besar. Akibat biaya mahal, para calon mencari modal di luar dirinya sedang pemilik modal tidak mau duitnya keluar percuma. Menurutnya, ujungnya adalah adanya kesepakatan antara pemodal dengan para calon bahwa mereka akan melaksanakan apa yang dimaui pemilik modal jika nanti meeka terpilih. “Itulah praktek politik di Indonesia sekarang. Nepotisme dan oligarkisme. Ini mengerikan dan mencederai masa depan politik Indonesia. Praktik politik menjadi penuh dengan transaksi politik dan ekonomi,” kata Muslim. Uji materi terhadap pasal itu, kata Muslim, dimaksudkan untuk memotong mata rantai agar praktek buruk itu bisa dicegah. “Sayang, upaya kita, para pemimpin yag sadar atas bahaya Nepotisme dan Oligarki itu kandas di tangan sikap kaku dan konservatif MK,” keluhnya. (mth/*)

Ketua Komisi III DPR: Tewasnya Ajudan Istri Jenderal, Janggalnya Ampun-Ampun

KETUA Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto meminta polisi memberikan penjelasan yang transparan, tewasnya Brigadir Noviansyah Joshua Hutabarat ajudan sekaligus perangkat sopir istri Kepala Divisi Propam Mabes Polri Irjen Polisi Ferdy Sambo, Ny. Putri Chandrawati. Dalam penilaian Bambang Wuryanto ini atau yang sering dipanggil dengan nama Bambang Pacul, kasus ini penuh kejanggalan. “Saya sepakat kasus ini banyak kejanggalan mana ada polisi saling menembak, ini janggalnya ampun-ampun,” tegas Bambang Pacul. Kendati begitu Bambang Pacul meminta publik memberi kesempatan kepada internal Polri untuk bekerja, sehingga bisa memberikan penjelasan yang lebih rinci dan transparan “Saya berharap dapat keterangan yang lebih rinci atau dalam bahasa kawan-kawan media lebih terang benderang itu,” kata Bambang Pacul dalam jumpa pers di gedung DPR hari Selasa, 12 Juli 2022. Komisi III, kata Bambang Pacul, akan memanggil Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mendapat penjelasan yang lebih rinci. Bambang mengaku, dia memang perlu segera memberi penjelasan kepada media karena banyak sekali pertanyaan yang masuk ke dia, mulai wa sampai telepon. Bambang Pacul meminta publik untuk sementara menerima dulu penjelasan dari divisi humas Mabes Polri sampai kemudian ada penjelasan yang lebih bagus lagi. Menarik ini istilah penjelasan yang lebih bagus lagi. Dalam Hersubeno Point, Kamis (14/7/2022), wartawan senior FNN Hersubeno Arief mengatakan, sejauh ini kita sudah menyimak dua penjelasan, yakni dari Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Ahmad Ramadan itu sebanyak dua kali. Teman-teman saya akan menyampaikan informasi terkait adanya penembakan telah terjadi pada hari Jumat 2022 kurang lebih dong diduga sampai 05.00 peristiwa singkatnya seperti ini. Saat itu saudara Brigadir J berada atau memasuki rumah-rumah salah satu pejabat Polri di Perumahan Dinas Duren Tiga. Kemudian ada anggota lain atas nama Bharada E (belakangan berubah inisialnya jadi RE) menegur. Dan saat itu yang bersangkutan mengacungkan senjata, kemudian melakukan penembakan dan Bharada E menghindar dan membalas tembakan terhadap Brigadir J. Akibat penembakan yang dilakukan oleh Bharada E itu mengakibatkan Brigadir J meninggal dunia. Dan ini kasus sedang didalami, sedang ditelusuri lebih jauh oleh Propam Mabes dan Polres Jakarta Selatan. Jenazah Brigadir J sudah dibawa ke keluarganya di Jambi dan Bharada E telah diamankan untuk diproses, dilanjut. Nanti perkembangan atau update-nya akan disampaikan kembali. “Tapi itu benar ajudan di propom yah Pak?” ujar wartawan. Siapa itu? Ajudan atau siapa tapi yang jelas itu tadinya personil dari bareskrim kemudian membantu tugas di propam belum tahu apakah itu ajudan atau apa tapi yang jelas dia ditempatkan di Propam. “Langkah-langkah yang dilakukan oleh Polri apalagi setelah ditangani oleh mabes polri polres jaksel apa langkah-langkahnya pak?” tanya wartawan lagi. Tentu langkah-langkahnya akan menelusuri dan mendalami sebab-sebab motif modus yang dilakukan tapi sepintas bahwa kasus itu ya juga akan didalami sebab mengapa Brigadir J memasuki rumah. Tentunya Bharada E melakukan pembelaan terhadap serangan yang dilakukan oleh Brigadir J. Sekali lagi kita tunggu aja penyidikan yang telah lakukan oleh Polres Jakarta Timur. TKP diperumahan salah satu pejabat di rumah beliau di Duren Tiga ya. “Tapi pejabat Mabes Polri?” tanya wartawan. Ya, saya belum bisa memastikan berapa tembakan yang jelas dilakukan penembakan benar nanti berapa jumlah yang ditanyakan? Kita tanyakan kembali. Yang jelas Brigadir J meninggal dunia benar. Bharada, diamankan tentu sesuai dengan prosedur bila prosedur dan bukti yang cukup akan diproses lebih lanjut. Itu penjelasan yang pertama ya Ramadhan hanya menjelaskan bahwa tadi itu Brigadir J, dia menyebutnya mencoba masuk ke rumah dinas seorang perwira tinggi dari kepolisian dan kemudian ditegur dan ketika dia ditegur dia malah melepaskan tembakan. Ramadan tidak menyebutkan siapa perwira tinggi Polri itu dan dia tadi juga cuma menyingkat the Brigadir J dan kemudian yang berbaku tembak itu tadi dengan Bharada E. Ini yang satu Sersan yang satu ini Tamtama. Barulah pada penjelasan yang kedua itu Brigjen Ramadan memberikan penjelasan secara lebih rinci, “Terkait kasus penembakan yang terjadi di Duren Tiga pada tanggal 8 Juli 2022 seperti yang dijelaskan tadi peristiwa itu terjadi ketika Brigadir J masuk di kamar pribadi dari propam.” “Dimana saat itu istri dari propam sedang istirahat. Kemudian Brigadir J melakukan tindakan pelecehan dan juga menodongkan dengan menggunakan senjata pistol ke kepala istri dari propam. Sontak seketika ibu dari propam berteriak dan minta tolong. Akibat teriakan tersebut Brigadir J panik dan keluar dari kamar.” “Kemudian mendengar teriakan dari ibu Bharada E yang saat itu berada di lantai atas menghampirinya. Dari atas tangga yang jaraknya dengan Brigadir J kurang lebih 10 merer bertanya, ada apa? Namun direspon dengan tembakan yang dilakukan oleh Brigadir J.” “Akibat tembakan tersebut terjadilah saling tembak dan berakibat Brigadir J meninggal dunia.” “Dari hasil olah TKP dan pemeriksaan keterangan saksi dan alat bukti di TKP ada tujuh proyektil yang dikeluarkan dari Brigadir J dan 5 proyektil yang dikeluarkan dari Bharada E.” “Kami sampaikan bahwa saat ini Brigadir J sudah dibawa kembali ke keluarganya dan tentu proses lanjut untuk mengetahui proses ini terus ditangani oleh Polres Jakarta Selatan.” “Perlu kami sampaikan bahwa tindakan yang dilakukan oleh Bharada E adalah tindakan untuk melindungi diri dan untuk melindungi diri karena ancaman daripada Brigadir J itu sendiri.” “Kemudian yang perlu kami sampaikan setelah kejadian saat itu tadi telepon tidak berada di rumah juga ditopang menelepon kemudian setelah beberapa saat pak Kabid datang dan menghubungi Kapolres Jakarta Selatan dan selanjutnya dilakukan olah TKP.” “Akhirnya kalau dari Brigadir J sendiri dengan Bharada E itu kasusnya apa sih di situ Pak?” tanya wartawaan. Dua-duanya merupakan staf atau bagian dari Dispropam homeschooling. Itu katanya. “Supir pribadi, supir pribadinya tuh siapa? Supir pribadinya ibu atau supir pribadi Brigadir J?” tanya wartawan. Brigadir J driver-nya Ibu. Sedangkan Bharada E merupakan adc dari pak Kabid. “Tapi selain dari ibu dan juga Bharada E di situ ada yang lain juga, gak Pak saat kejadian, ada orang lain juga gak?” tanya wartawan lagi. Saksi lain nanti kita tapi saat itu langsung di situ adalah Bharada E, Brigadir J, dan ibu. “Apakah ada yang berpangkat Bharada itu sebagai saksi?” tanya wartawan. Ya, dia ditugaskan untuk mengamankan. Jadi Bharada bekerja melakukan pengamanan terhadap keluarga. Jadi, ini bukan serangan tapi pembelaan ya, jadi Bharada E itu melakukan pembelaan ketika mendapat ancaman ya dengan dari tembakan ini bukan menodong, tapi sudah melakukan penembakan terhadap Bharada E sehingga Bharada E untuk melakukan pembelaan, dia melakukan tembakan balasan. Kita belum lihat tetapi penjelasan dari penyidik bahwa yang baru keliatan itu adalah karena gesekan proyektil yang ditembakkan. Pasti ada nanti kita tanyakan. Jadi walaupun 5 tembakan ada satu tembakan yang mengenai misalnya tangan, kemudian tembus kena dada jadi kalau dibilang ada tujuh lubang tapi 5 tembakan itu ada satu tembakan yang mengenai dua bagian tubuh termasuk sayatan itu. Jadi, misalnya ketika tangannya begini ada arah tembakan masuk ke tangan tembus dia ke dada jadi satu tembakan dia kena 2. Jadi hasil keterangan maupun olah TKP penembakan yang dilakukan oleh Bharada E itu nanti teknisnya bisa besok mungkin ada Kapolres tiba di sana. Dari penjelasan Ramadhan inilah kemudian muncul nama tadi. Nama Kepala Divisi Propam Mabes Polri yang kita ketahui Irjenpol Ferdy Sambo dan tetapi dari penjelasan itu justru kemudian memancing dan memunculkan beberapa pertanyaan, termasuk dari keluarga Brigadir Joshua Hutabarat sendiri karena ternyata jenazah dari Brigadir Joshua Hutabarat atau seperti Brigadir J itu sudah dikirim kepada keluarganya di Jambi. Semula keluarga Brigadir Joshua mendapat pesan dari Mabes Polri untuk tidak membuka peti jenazah itu tetapi kemudian karena mereka penasaran orang tuanya, terutama penasaran dan kemudian dibuka. Ketika mereka membuka peti jenazah itulah kemudian mereka melihat luka dalam tubuh Brigadir Joshua itu ditemukan tidaknya luka karena tembakan tetapi ada juga yang luka yang disebut seperti luka sayatan, luka ada peluru benda tumpul dan juga ada jarinya yang putus. Selain itu sebagaimana disampaikan oleh Samuel Hutabarat, ayah Brigadir Joshua. Dia jujur, dia terus-terang meragukan penjelasan dari Mabes Polri bahwa anaknya yang menembak lebih dulu apalagi ada tujuh tembakan dan semuanya meleset. Sebaliknya itu Bharada E yang melepaskan tembakan dan empat diantaranya itu mengenai tubuh dari Brigadir Joshua sementara satu itu meleset tapi kemudian pemantul ya atau istilahnya disebutnya 0 rekoloset. Nah peluru yang memantul inilah yang kemudian datanya menyebabkan ada semacam luka sayatan di tubuh dari Brigadir Joshua. Sebagai anggota Brimob, kata ayah dari Brigadir Joshua, “Dia terlatih menembak dan dibandingkan dengan Bharada E tentu saja dia lebih senior. Artinya dia menyimpulkan dia lebih terlatih. Jadi agak aneh ketika dia melepaskan lebih banyak tembakan tapi tidak ada satupun yang kena sementara juniornya ini dia menembakkan 4 5 diantaranya mengenai tubuh Brigadir Joshua dan menyebabkan kematian ini.” Nah soal adanya kejanggalan ini juga diakui oleh Bambang Pacul. Dia sepakat dengan pertanyaan publik mengapa peristiwa yang terjadi pada hari Jumat sore itu kok baru dibuka ke publik pada hari Senin. Ini salah satu kejanggalan yang diduga dipertanyakan oleh Bambang Pacul. Lambatnya pengungkapan ini ke publik itu yang paling banyak sejauh ini memang mengundang pertanyaan apalagi Humas Polri pada awalnya terkesan menutupi identitas siapa perwira tinggi yang ajudan dan pengawalnya terlibat baku-tembak, kemudian salah satunya kemudian tewas. Kejanggalan lain adalah pernyataan polisi terjadi tembak-menembak sejauh ini seorang Tamtama itu tidak mungkin dibekali dengan senjata laras pendek itu. Mereka biasanya dibekali dengan senjata laras panjang, itupun ketika sedang berdinas dan misalnya menjaga Kesatrian tapi kemudian ini dijelaskan Mabes Polri, oleh Bridjen Ramadhan, “Karena mereka ini mengawal pejabat tinggi jadi mereka kemudian dibenarkan untuk menggunakan senjata laras pendek.” Ini penjelasan dari polisi. Apakah ini kemudian menyalahi prosedur, menyalahi protap. Nah itu saya kira yang juga perlu dijelaskan. Kejanggalan lain adalah ketika keluarga Joshua itu minta agar CCTV di rumah Irjen Pol Ferdy Sambo itu dibuka untuk melihat apakah betul terjadi tembak-menembak? Benarkah kemudian Joshua melepaskan tembakan sampai tujuh kali? Tetapi ternyata kemudian mereka mendapat penjelasan bahwa CCTV di rumah Irjenpol Ferdy Sambo ini mati karena tersambar petir. Kejanggalan lain terkait dengan tuduhan bahwa Joshua melakukan kejahatan seksual yang pakar psikologi forensik Reza Indragiri Apriel mengaku hal itu juga sebagai sesuatu yang janggal. Kejahatan seksual itu dan menurut Reza Indragiri itu biasanya dilakukan di tempat-tempat privat di tempat yang berada dalam kekuasaan pelaku sehingga agak aneh ketika ini kejahatan seksual dilakukan justru di rumah Kepala Divisi Propam tempat dia selama ini menjadi sopir dan sekaligus pengawal dari istri Irjen Pol Ferdy Sambo. Jadi, banyak sekali memang kejanggalan-kejanggalan yang harus dijelaskan oleh Polri kepada publik sehingga tidak muncul spekulasi dan praduga yang bermacam-macam soal ini yang diakui Bambang Pacul itu menjadi konsen dia juga sebagai Mitra dari Mabes Polri. Karena itu dia mendorong agar Mabes Polri lebih terbuka lebih transparan dan tentu saja Bambang Pacul juga menyatakan sebagai Komisi 3 akan mengawal kasus ini dan dia menjamin kasus ini akan dibuka akan disampaikan pada publik secara transparan. (Ida/mth)

Arafah dan Kesadaran Hidup Manusia

Oleh: Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation DALAM sebuah haditsnya Rasulullah SAW menekankan bahwa semua esensi amalan ibadah haji ada pada wukuf di Arafah. Beliau ingin menggambarkan urgensi mendasar dari rukun haji ini. Bahwasanya semua amalan haji dapat tersimpulkan dalam wukuf Arafah. Sabda beliau: ”Al-hajju Arafah” (haji itu adalah Arafah). Wukuf itu berasal dari kata ”waqafa-yaqifu-waqfun wa wuquufun”. Yang berarti berdiri atau berhenti. Maka wukuf di Arafah dapat dipahami sebagai berhenti atau berada di padang Arafah pada waktu tertentu (9 Dzulhijjah antara Zhuhur dan Magrib) dengan niat sebagai ibadah kepada Allah SWT. Wukuf di Arafah formalnya dimulai ketika waktu sholat zhuhur telah tiba. Dimulai dengan sholat Zhuhur dan Asar (Jama’ Qasr) lalu diikuti dengan khutbah Arafah oleh Khatib. Dilanjutkan kemudian dengan doa, boleh bersama-sama atau sendiri-sendiri. Satu hal harus menjadi catatan penting bagi jamaah haji adalah bahwa ketika matahari telah tergelincir atau masuk waktu zhuhur maka mereka tidak diperbolehkan lagi untuk keluar dari daerah Arafah, walau sejengkal. Berada di dalam daerah wukuf merupakan kewajiban hingga terbenam matahari. Kalau sampai keluar dari Arafah walau satu jengkal saja maka sebuah wajib haji dilanggar. Itu berarti yang bersangkutan harus membayar DAM atau menyembelih kambling atau domba. Orang yang wukuf di Arafah tidak harus dalam keadaan wudhu. Walaupun pastinya harus memulai dalam keadaan wudhu karena wukuf dimulai dengan sholat zhuhur. Namun setelah itu jika wudhu’nya batal, yang bersangkutan tidak diharuskan berwudhu. Namun para ulama sangat menganjurkan agar jamaah yang sedang wukuf sebisa mungkin dalam keadaan wudhu. Hal itu karena wukuf adalah ibadah penting dan setiap ibadah utamanya dilakukan dalam keadaan wudhu. Selama wukuf di Arafah jamaah haji sangat dianjurkan untuk memperbanyak doa, dzikir, tasbih, tahmid, atau beristigfar sebanyak mungkin. Atau juga membaca Ayat-ayat suci Al-Quran. Atau melanjutkan talbiyah yang dibaca sejak awal ihramnya. Dzikir yang paling afdhol dibaca selama wukuf adalah: ”laa ilaaha illallah wahdahu laa syariika lahu lahul mulku walhul hamdu wa huwa alaa kulli syaein Qadiir”. Jamaah yang sedang wukuf juga diperbolehkan untuk berbicara (yang baik-baik). Bahkan juga tidak dilarang tidur jika memang kelelahan. Demikian seterusnya hingga menjelang terbenam matahari, para jamaah sangat dianjurkan untuk keluar dari tenda-tendanya untuk berdoa di bawah langit yang terbuka. Rasulullah SAW melakukan itu, bahkan mengangkat tangannya tinggi ke arah langit. Jika matahari telah terbenam (masuk waktu magrib) maka para jamaah itu diperbolehkan untuk meninggalkan Arafah. Mereka tidak melakukan sholat Magrib di Arafah. Tapi melakukan sholat Magrib dan Isya dengan jama’ qashar di Muzdalifah. ​Kesimpulannya adalah Wukuf di Arafah itu merupakan salah satu dari rukun haji yang terpenting. Bahkan orang yang sakit keras pun jika sudah dalam keadaan ihram, wajib dibawa atau dihadirkan di Arafah walau dengan waktu yang sangat singkat. Arafah sesungguhnya menjadi sangat esensial dalam haji karena seperti yang pernah disampaikan bahwa haji adalah gambaran atau miniatur perjalanan (hidup). Wukuf jadi penentu haji sebagaimana kesadaran menentukan kehidupan seseorang. Hidup tanpa kesadaran berarti mengalami situasi lupa atau “nisyaan”. Dan bentuk kelupaan terbesar seseorang adalah lupa akan fitrahnya. Lupa fitrah itu berarti lupa Allah yang sejak awal penciptaan manusia komitmen untuk menjadikanNya sebagai Rabb. Ketika Allah terlupakan maka manusia akan lupa hakikat dirinya bahkan hakikat dan tujuan hidupnya. Realita ini digambarkan dalam Al-Quran: “mereka lupa Allah maka Allah menjadikan mereka lupa diri mereka sendiri”. Ketika seseorang lupa diri maka di situlah awal kehancurannya. Manusia sering tidak sadar tentang dirinya sebagai manusia yang spesial. Yang diciptakan dengan berbagai kelebihan dan kemuliaan (ahsanu taqwiim). Yang seharusnya menjadikannya mulia dan melakukan hal-hal yang mulia. Karena lupa itu manusia menjatuhkan dirinya ke dalam kehinaan (asfala safiliin). Dan melakukan hal-hal yang tidak saja tidak mulia. Justeru seringkali melakukan hal-hal yang lebih hina dari hewan. Al-Quran menggambarkan: “mereka bagaikan hewan. Bahkan lebih jahat dari hewan”. Di Arafah itulah direnungi kembali keaslian fitrah manusia. Maka hal yang sering menjadi hijab antara manusia dan fitrahnya (dunia) ditanggalkan Sementara. Di Arafalah komitmen kefitrahan itu dikukuhkan dengan Ikrar “Tauhid” tadi:  (Laa ilaaha illalLah wahdahu Laa syarika lahu, lahul mulku walahul hamdu wa Huwa alaa kulli syaein qadiir). Wukuf di Arafah juga sekaligus mengingatkan akan hakikat hidup sebagai “wukuf” tempat singgah sejenak. Yang Sebentar lagi akan berakhir untuk kita kembali ke asal hidup sejati (Allah). Intinya wukuf Arafah menjadi ritual terpenting karena hanya dengan kesadaran tentang siapa Allah, siapa kita sebagai manusia, apa dan akan kemana hidup ini manusia memiliki nilai dalam hidupnya. Dan untuk hidup bermakna (valuable) inilah Islam dihadirkan sebagai petunjuk kehidupan. Semoga jamaah yang haji diterima dan mendapatkan haji mabrur. Amin! Subway station, 12 Juli 2022. (*)