ALL CATEGORY
Tanggapi Peringatan Menlu China ke ASEAN, LaNyalla: Sebaiknya Instrospeksi Soal Laut China Selatan
Makkah, FNN - Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menanggapi pernyataan Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, yang memperingatkan negara-negara ASEAN agar tidak menjadi pion catur negara besar. Wang menyampaikan pernyataan itu saat berpidato di Sekretariat Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) di Jakarta, Senin (11/7/2022). Dikatakan LaNyalla, Indonesia justru minta China melakukan introspeksi atas klaim China terhadap kawasan Laut China Selatan yang disebut sebagai wilayahnya. Sehingga menimbulkan ketegangan di sejumlah negara di ASEAN. Karena sejumlah negara ASEAN menganggap bahwa klaim itu tidak sesuai dengan hukum internasional. “Silakan saja menyarankan agar negara-negara ASEAN tidak menjadi pion negara besar. Tentu artinya juga tidak menjadi pion China, dalam konteks geopolitik persaingan antara Amerika dan China di Asia, termasuk di Asia Tenggara, apalagi terkait kawasan Laut China Selatan,” tandas LaNyalla di Arab Saudi, Senin siang waktu setempat. Ditambahkan LaNyalla, kepentingan Satu China terkait Taiwan dan kepentingan perdagangan Amerika di kawasan Pasifik, silakan saja mereka bicarakan berdua. Yang pasti Indonesia sebagai negara berdaulat, memiliki national interest yang harus diutamakan di atas segalanya. Seperti diketahui, Asia Tenggara telah lama menjadi titik gesekan geopolitik antara negara-negara kekuatan besar atas kepentingan strategis. Negara-negara di kawasan itu kini tengah meningkatkan kewaspadaan agar tidak terjebak dalam persaingan China-Amerika Serikat (AS). Terkait Taiwan, AS melalui Menteri Luar Negeri Antony Blinken, menegaskan pihaknya tetap berkomitmen pada kebijakan Satu China. Artinya, Washington tidak mendorong kemerdekaan bagi Taiwan. Kendati demikian, AS memiliki kewajiban menyalurkan sarana untuk mempertahankan diri bagi Taiwan. Tindakan itu diatur dalam Undang-Undang Hubungan Taiwan-AS. (Sof/LC)
Pemerintah Diminta untuk Memastikan Perlindungan WNI di Sri Lanka
Jakarta, FNN - Anggota Komisi I DPR RI Christina Aryani meminta pemerintah memastikan perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) di Sri Lanka, terkait krisis politik yang sedang terjadi di negara tersebut.\"Pelindungan WNI sangat penting, utamanya untuk memastikan mereka tidak terkena imbas baik fisik seperti keselamatan pribadi akibat unjuk rasa maupun krisis karena kehilangan pekerjaan akibat gejolak ekonomi dan politik yang terjadi,\" kata Christina saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.Dia mengatakan, Komisi I DPR RI terus berkomunikasi dan mendorong Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI memastikan langkah-langkah perlindungan WNI yang saat ini ada di Sri Lanka.Menurut dia, catatan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kolombo, terdapat 340 WNI di Sri Lanka yang mayoritasnya adalah pekerja migran sektor pariwisata, konstruksi, serta WNI yang menikah dengan warga negara Sri Lanka.\"Kami mendorong Kemenlu dan Perwakilan untuk mematangkan rencana kontinjensi dalam penanganan situasi di Sri Lanka, mulai dari distribusi bantuan logistik sampai dengan evakuasi ketika diperlukan,\" ujarnya.Christina percaya KBRI Kolombo sanggup mengutamakan keselamatan dan perlindungan WNI selama krisis berlangsung, dan sama-sama berharap agar situasi krisis politik Sri Lanka bisa segera teratasi serta situasi kembali normal.Selain itu dia juga meminta WNI di Sri Lanka agar aktif membangun komunikasi dengan KBRI Kolombo untuk memonitor perkembangan, termasuk mematuhi arahan KBRI seperti menghindari tempat-tempat kerumunan massa, membatasi pergerakan kecuali untuk hal-hal esensial, serta tidak terlibat langsung/tidak langsung dalam aksi demonstrasi. (Sof/ANTARA)
Pencatutan Nama Anggota Parpol Titik Rawan Dalam Verifikasi
Jakarta, FNN - Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan bahwa pencatutan nama anggota ataupun pengurus partai politik (parpol) merupakan salah satu titik rawan dalam tahapan pendaftaran dan verifikasi partai politik.“Salah satu titik rawan dalam pendaftaran dan verifikasi partai politik peserta pemilu adalah pencatutan nama anggota ataupun pengurus untuk kepentingan pemenuhan persyaratan menjadi partai politik peserta pemilu (pemilihan umum),” kata Titi Anggraini ketika dihubungi oleh ANTARA dari Jakarta, Senin.Titi menjelaskan bahwa hal tersebut disebabkan oleh persyaratan menjadi partai politik peserta pemilu yang cukup berat.Sebuah partai politik harus memiliki kepengurusan di seluruh provinsi, 75 kabupaten/kota, dan 50 persen kecamatan, serta keanggotaan sebanyak seribu anggota atau 1 per 1000 di kabupaten/kota dari jumlah penduduk.“Pengalaman pemilu terdahulu, ada temuan soal pencomotan nama untuk memenuhi syarat kepengurusan dan keanggotaan yang dibutuhkan,” ucap Titi.Anggota Dewan Pembina Perludem ini berpandangan bahwa pencomotan nama sangat merugikan bagi orang yang dicomot namanya karena bisa berdampak jangka panjang apabila sampai berlarut-larut.Oleh karena itu, ia mengatakan bahwa sangat penting bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk cermat dan hati-hati dalam melakukan verifikasi atas keterpenuhan persyaratan yang disampaikan oleh partai politik.Pencomotan data ini merupakan indikasi dari praktik koruptif yang sangat berbahaya. Bila terbiarkan, praktik ini dapat terus berlanjut pada penyimpangan-penyimpangan lainnya saat mereka berkompetisi atau terpilih dalam pemilu.“Pencomotan identitas selain tidak memenuhi persyaratan administrasi juga merupakan tindak pidana pemalsuan atau penggunaan dokumen palsu yang mestinya bisa diproses pidana,” ucap Titi.Terkait dengan sanksi untuk partai politik, Titi mengatakan bahwa sejauh ini, Undang-Undang tentang Pemilu hanya memberikan sanksi administrasi berupa pencoretan dan juga penggantian sejumlah sekian kali lipat dari dokumen yang dibutuhkan.“Hanya saja mestinya tidak berhenti di sana, pencomotan dan pemalsuan dokumen juga harus diikuti oleh proses pidana agar bisa memberi efek jera kepada pelakunya,” kata Titi. (Sof/ANTARA)
Indonesia Bakal Lumpuh, Jumhur Kerahkan Aksi Sejuta Buruh
Jakarta, FNN - Ketua KSPSI, Muhamad Jumhur Hidayat berencana akan mengerahkan jutaan buruh secara serentak di Indonesia pada 10 Agustus 2022 di Jakarta dan beberapa kota lainnya. Tujuannya untuk mencabut secara total UU Omnibuslaw sektor Ketenagakerjaan. Penegasan itu disampaikan oleh Jumhur Hidayat dalam diskusi pada hari Senin, 11 Juli 2022 di gedung Joeang, Menteng Raya, Jakarta Pusat. Elemen buruh yang bakal tergabung dalam aliansi ini adalah dari KPBI (Konferensi Serikat Buruh Indonesia), Konferensi Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Konferensi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) dan aliansi buruh lainnya. Dalam diskusi ini para buruh mendesak pemerintah untuk mencabut Undang-undang Omnibus law atau Undang-Undsng Ciipta Kerja yang telah dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi. Jumhur yang juga Koordinator Aliansi Aksi Sejuta Buruh ini mengatakan muatan Undang-Undang Omnibus Law - Cipta Kerja mengabaikan azas keterbukaan. Atas hal itu, lanjut dia, kaum buruh merasa ketidakadilan dan kehilangan perlindungan dari negara dalam masa bekerja. \"Karena status kerja yang tidak ada kepastian akibat kerja kontrak, alih daya (outsourcing), dan ancaman PHK yang setiap saat menghantui serta aturan yang menurunjan standar kesejahteraan,\" ujar Jumhur. \"Tentu saja hal ini akan menyebabkan terganggunya keseimbangan, keserasian dan keselarasan serta produktivitas dalam hubungan industrial,\" sambungnya. Jumhur memaparkan, demonstrasi harus ditempuh sebagai respons atas abainya pemerintah dan DPR atas berbagai aksi dan dialog. Dalam hal ini, aksi dan dialog sebelum dan sesudah disahkannya Undang-Undang Omnibus Law - Cipta Kerja. Hal ini bisa menjadi alat untuk melegitimasi UU Omnibus Law Cipta Kerja yang telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK menjadi konsititusional dan berlaku di Indonesia,\" papar Jumhur. Jumhur mengatakan, Undang-Undang Omnibus Law - Cipta Kerja telah bermasalah sejak awal pembentukan. Hal itu tergambar jelas dari reaksi yang timbul dari berbagai komponen masyarakat. Pemerintah dan DPR, lanjut Jumhur, telah melakukan penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power dalam membentuk undang-undang tersebut. Hal itu tergambar dari proses revisi Undang-Undang PPP yang begitu instan. \"Bila kita menyimak putusan MK, akan terlihat bahwa tidak mungkin UU ini menjadi konstitusional,\" kata dia. Atas hal itu, Aliansi Aksi Sejuta Buruh menuntut agar pemerintah dan DPR segera mencabut Undang-Undang Omnibus Law - Cipta Kerja. Apabila tuntutan itu bisa direspons, maka aliansi akan siap berdialog secara konstruktif untuk ikut serta menyempurnakan kebijakan nasional tentang ketenagakerjaan. \"Baik yang diatur dalam sebuah UU maupun aturan-aturan turuannnya,\" pungkasnya. (anw)
Jokowi Kembali Minta Masyarakat Pakai Masker di Luar Ruangan
Jakarta, FNN – Pertengahan bulan Mei lalu Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan kebijakan pelonggaran penggunaan masker di luar ruangan. Namun, untuk menyikapi pandemi covid-19, Jokowi kembali meminta masyarakat memakai masker, baik di dalam maupun di luar ruangan. Hal ini dikatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di akun YouTube Sekretariat Presiden, Minggu (10/7/22). “Saya juga ingin mengingatkan kepada kita semuanya bahwa Covid-19 masih ada. Oleh sebab itu, baik di dalam ruangan maupun di luar ruangan, memakai masker adalah masih sebuah keharusan,\" kata Jokowi Wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Off The Record FNN, Senin (11/7/22) mengomentari bahwa ini seperti ada pakem bahwa menafsirkan pernyataan pak Jokowi itu harus terbalik, jadi kalo pak Jokowi meminta untuk melepas masker berarti itu tetap memakai masker. Selain itu kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Pemda), Jokowi meminta untuk terus memperkuat pengawasan, salah satunya mengawasi interaksi masyarakatnya. Tidak hanya itu, Presiden Jokowi juga menekankan, bahwa vaksinasi booster harus segera dilakukan. \"Karena emang faktanya Covid-19 itu masih ada, utamanya yang varian BA.4 dan BA.5 di semua negara. Alhamdulillah kita masih berada pada angka-angka yang masih terkendali, negara-negara lain ada yang masih di atas 100 ribu kasus hariannya,\" katanya. “Jadi ambilah langkah yang bijak, sejak awal saya sudah mengingatkan jangan buka masker terlebih dahulu, karena covid-19 masih belum menentu, dan kita tau kebijakan di Indonesia itukan diambil kadang-kadang itu ‘tiba masa tiba akal’,” ujar Hersubeno. (Lia)
Waspada Krisis Global dan Sri Lanka Menjalar ke Indonesia
Kalau penarikan utang semakin besar, krisis valuta dan devisa sulit dihindarkan lagi. Apalagi kalau harga komoditas anjlok, yang cepat atau lambat pasti akan terjadi, yang mana akan mempercepat krisis valuta. Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) FUNDAMENTAL ekonomi Sri Lanka sudah lama kurang baik, transaksi berjalan mengalami defisit berkepanjangan. Artinya, Ekonomi hanya bertahan dan berfungsi dengan mengandalkan utang luar negeri dan penanaman modal asing, sebagai kompensasi atas defisit transaksi berjalan. Ketika ada pemicu (dalam hal ini pandemi dan inflasi global) yang membuat ekonomi terguncang, pendapatan devisa dari sektor pariwisata anjlok, maka mengakibatkan aliran masuk utang luar negeri dan penanaman modal asing terhenti, bahkan terjadi arus balik dolar keluar, memicu krisis cadangan devisa: tidak cukup untuk impor bahan pangan dan energi, mengakibatkan krisis energi dan krisis pangan, ekonomi terpuruk. Kondisi Indonesia juga tidak sedang baik-baik saja. Neraca transaksi berjalan mengalami defisit terus-menerus sejak 04/2011 hingga 2019. Tetapi, ekonomi Indonesia diselamatkan oleh kenaikan harga komoditas, membuat defisit transaksi berjalan mengecil bahkan surplus. Meskipun demikian, cadangan devisa Indonesia tetap mendapat tekanan dan berkurang, membuat kurs rupiah juga tertekan hingga mencapai Rp 15.000 per dolar AS. Cadangan devisa sudah berkurang sekitar 12 miliar dolar AS sejak September 2021, dan terus berkurang dalam 4 bulan terakhir ini. Melihat perkembangan ekonomi global saat ini, aliran dolar ke luar negeri masih akan terus terjadi, kecuali Bank Indonesia menaikkan suku bunga, cadangan devisa masih akan tertekan, dan kurs rupiah masih bisa terdepresiasi lebih dalam. Kalau penarikan utang semakin besar, krisis valuta dan devisa sulit dihindarkan lagi. Apalagi kalau harga komoditas anjlok, yang cepat atau lambat pasti akan terjadi, yang mana akan mempercepat krisis valuta. Ingat, pada tahun 1996, ekonomi Indonesia ketika itu masih sangat baik. Pertumbuhan ekonomi masih sangat tinggi, sekitar 8% lebih. Tapi pertengahan 1997 terjadi krisis valuta dan krisis cadangan devisa. (*)
Presiden Srilanka Kabur Hindari Diamuk Massa! Hobi KKN dan Ngutang ke Cina
Jakarta, FNN – Gotabaya Rajapaksa, Presiden Sri Lanka melarikan diri dari kediaman resminya, Jumat (8/7), satu hari sebelum kediaman resmi presiden itu digeruduk oleh ribuan pengunjuk rasa. Mereka berhasil masuk ke istana presiden, ratusan orang terlihat berjalan menyusuri istana, beberapa orang melakukan siaran langsung di media sosial yang menunjukkan suasana di kompleks istana dan juga ada yang tampak riuh melompat ke kolam kompleks, lalu menikmati kemewahan yang disediakan untuk Presiden dan keluarganya di tempat itu, seperti di rumah sendiri. Sebelum massa memasuki kediaman, dilaporkan Rajapaksa telah melarikan diri dengan bantuan para pengawal yang melepaskan tembakan ke udara untuk menahan massa. Pemimpin Sri Lanka itu dikabarkan telah naik kapal angkatan laut di pelabuhan Kolombo dan dibawa ke perairan selatan pulau itu, di mana dia memberi tahu bahwa dia akhirnya tunduk pada seruan berbulan-bulan untuk pengunduran dirinya. Massa menyerbu kediaman sang presiden karena tak kuasa menahan emosi. Mereka mengaku muak dengan pemerintah yang dianggap sudah gagal menarik Sri Lanka keluar dari krisis yang mencekik masyarkat dan menyebabkan kebangkrutan. Itu adalah hari yang paling kacau di negara itu selama berbulan-bulan kekacauan politik dan krisis di Sri Lanka. Presiden dan perdana menteri Sri Lanka akhirnya setuju untuk mundur tak lama setelahnya pada hari Sabtu, ketika pengunjuk rasa menyerbu rumah kedua pejabat dan membakar salah satu bangunan dalam kemarahan atas krisis ekonomi negara yang parah. Wartawan senior FNN Agi Betha dalam kanal YouTube Off The Record FNN, Senin (11/7/22) mengatakan persoalan kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) menjadi salah satu pemicu situasi Sri Lanka yang saat ini di ambang bangkrut. Ia menjelaskan sebelumnya yang menjadi Perdana Menteri Sri Lanka dari tahun 2005 sampai dua kali terpilih adalah kakak Presiden Gotabaya Rajapaksa, yakni Mahinda Rajapaksa. Selama Mahinda menjadi presiden, ia mengangkat Gotabaya menjadi menteri pertahanan, namu kemudian karena Mahinda koruptif, KKN dan sebagainya, kemudian tidak terpilih lagi, tetapi ketika terjadi pengeboman 2019 yang menewaskan 250 nyawa lebih, maka terpilihlah Gotabaya menjadi presiden. Namun Gotabaya juga kelakuannya hampir sama seperti kakanya, menumpuk utang, utang ke China yang cukup besar, meminta untuk membangun bandara dan pelabuhan di kampung halamannya, jadi tidak berdasarkan keperluan, tetapi ambisi mereka masing-masing. “Ya ini adalah merupakan salah satu contoh yang disebut jebakan utang China yang langsung di depan mata kita, bayangkan ada bandara yang jaraknya 250 km dari ibukota Srilanka, dan sama China itu dibangun saja, kemudian itu menjadi tidak terpakai, menjadi bandara mati, lalu mereka menjadi utang sama China karena disita China,” ujar wartawan senior FNN Hersubo Arief. (Lia)
Mahasiswa Diajak Menggunakan Medsos untuk Menggelorakan Nilai Kebangsaan
Jakarta, FNN - Kepala Bagian Pemberitaan dan Hubungan Antarlembaga Sekretariat Jenderal MPR RI Budi Muliawan mengajak para mahasiswa untuk memanfaatkan media sosial (medsos) sebagai aktivitas yang memberikan nilai tambah, salah satunya untuk menggelorakan kembali semangat dan nilai-nilai kebangsaan.\"Mari kita gunakan media sosial untuk menggelorakan nilai-nilai kebangsaan, seperti persatuan, gotong royong, dan pengamalan nilai-nilai Pancasila,\" kata Budi Muliawan dalam keterangannya di Jakarta, Senin.Hal itu dikatakannya dalam acara Sarasehan Kehumasan MPR bertajuk \"Menyapa Sahabat Kebangsaan, Peran Mahasiswa dalam Mengisi Kemerdekaan\" di Auditorium Fakultas Humaniora dan Budaya, Gedung K.H. Oesman Mansoer, Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim (UIN Maliki), Kota Malang, Jawa Timur.Muliawan mengatakan para mahasiswa harus bisa menjadikan media sosial, seperti Facebook, Twitter, Instagram, Tiktok, Youtube, dan platform lain, untuk menyebarkan nilai-nilai luhur bangsa. Hal itu, menurutnya, karena mahasiswa merupakan agen perubahan yang memiliki tantangan sesuai dengan zamannya.Dia menilai peran mahasiswa dalam sejarah bangsa terjadi sejak 1908, tepatnya pada 20 Mei, dengan berdirinya organisasi pemuda Budi Utomo yang didirikan mahasiswa School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) sebagai awal dari kebangkitan nasional.\"Perjuangan yang awalnya mengandalkan perlawanan fisik, kemudian melibatkan politik diplomasi, semangat dari pemuda dan mahasiswa pada 1908, berlanjut pada 28 Oktober 1928 saat Kongres Pemuda II yang melahirkan Sumpah Pemuda. Organisasi-organisasi pemuda dari berbagai suku dan agama berikrar bertumpah darah, berbahasa, dan berbangsa yang satu Indonesia,\" jelasnya.Dalam sejarah perjalan bangsa, lanjutnya, mahasiswa memiliki banyak peran yakni tidak hanya meletakkan pondasi persatuan bangsa, namun juga peran lain di tengah masyarakat sebagai kekuatan moral, kontrol sosial, agen perubahan, dan penjaga nilai. Dari lima peran tersebut, mahasiswa merupakan calon penerus bangsa yang tetap bisa menyuarakan hal yang benar di masyarakat.Dia menambahkan di tengah kemajuan teknologi informasi saat ini, mahasiswa harus ikut ambil peran untuk menjawab tantangan era digital.\"Mahasiswa harus mampu beradaptasi dengan perubahan dan tidak terseret arus perkembangan zaman, melakukan inovasi yang bermanfaat, memberikan edukasi dan ajakan positif melalui sosial media, dan melawan berita bohong atau hoaks,\" katanya.Selanjutnya, di era disrupsi telah terjadi inovasi dan perubahan secara masif yang bersifat fundamental, seperti mengubah berbagai sistem dan tatanan ke cara yang baru.Ciri-ciri era disrupsi ditandai dengan perubahan cepat dengan pola yang sulit ditebak, sehingga menyebabkan ketidakpastian, kompleksitas hubungan antarfaktor penyebab perubahan, dan kurang jelasnya arah perubahan sehingga menyebabkan ambiguitas.Turut hadir dalam acara sarasehan tersebut antara lain Plt. Deputi Administrasi Setjen MPR Siti Fauziah,Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Maliki Marno, serta Kasubag Humas, Dokumentasi, dan Publikasi UIN Maliki Fathul Ulum. (Sof/ANTARA)
Pemerintah Diminta Sosialisasikan 14 Pasal Krusial RKUHP
Jakarta, FNN - Anggota Komisi III DPR RI Didik Mukrianto meminta pemerintah khususnya Kementerian Hukum dan HAM lebih masif menyosialisasikan terkait 14 pasal krusial dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang masih menjadi perdebatan publik.\"Sosialisasi yang dilakukan pemerintah harus lebih masif terkait 14 pasal yang menjadi sorotan publik. Ini sebagai bentuk edukasi kepada masyarakat,\" kata Didik di Jakarta, Senin.Dia menjelaskan RUU KUHP merupakan carry over dari keputusan DPR RI 2014-2019, yang pembahasannya tinggal dilanjutkan dalam pembahasan di Tingkat II yaitu persetujuan di Rapat Paripurna DPR.Menurut dia, RUU KUHP adalah usul dari pemerintah dan sudah ditetapkan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022, dan berdasarkan keputusan Tingkat I, pemerintah maupun DPR RI sudah setuju untuk dilanjutkan ke pembahasan Tingkat II di Rapat Paripurna.\"Secara substansi RUU KUHP sudah tuntas dibahas, dan berdasar keputusan carry over (operan) DPR RI 2014-2019, Pemerintah diminta untuk menyosialisasikan kembali kepada masyarakat atas belum terangnya masyarakat dalam memahami secara utuh akan substansi perubahan yang telah disetujui pemerintah dan DPR di pembahasan Tingkat I,\" ujarnya.Didik menjelaskan, Komisi III DPR pada 7 Juli 2022 melaksanakan Rapat Kerja (Raker) bersama Wakil Menkumham yang menyerahkan penjelasan 14 poin krusial sebagai bagian dari penyempurnaan dari RUU KUHP. (Sof/ANTARA)
Anis Matta: Partai Gelora Segera Ajukan Kembali Gugatan Pemisahan Pileg dan Pilpres ke MK
JAKARTA, FNN - Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah menyayangkan sikap Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan Partai Gelora terkait aturan keserentakan pemilihan umum dalam Undang-Undang (UU) No.17 Tahun 2017 tentang Pemilu. Padahal legal standing dan dasar pengajuannya diterima, tetapi Majelis Hakim menolak melanjutkan sidang dan berhenti pada pemeriksaan permohonan saja. Sehingga kesimpulan yang dihasilkan Mahkamah bersifat premature, karena para ahli dan saksi yang diajukan Partai Gelora belum pernah diperiksa. Apabila ahli dan saksi diperiksa, Fahri yakin pendirian Mahkamah mengenai isu pokok dengan frasa serentak sehingga norma Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) UU 7/2017 akan bergeser secara fundamental, terkait alasan hukumnya. Mahkamah diyakini akan menggeser pendiriannya untuk mempertahankan norma haruslah tetap dinyatakan konstitusional, menjadi tidak konstitusional atau inkonstitusional seperti pandangan Partai Gelora. \"Itulah yang kami sayangkan setelah dua aspek ini dipertimbangkan oleh Majelis Hakim MK, yaitu aspek legal standing dan dasar pengajuan diterima justru majelis hakim menolak untuk meneruskan sidang dan hanya berhenti pada pemeriksaan dokumen permohonan,\" kata Fahri dalam keterangannya, Senin (11/7/2022). Fahri pun berharap, jika suatu saat nanti Gelora kembali mengajukan permohonan serupa, Majelis Hakim dapat membuka ruang debat di persidangan untuk mengetahui lebih dalam duduk perkara permohonan gugatan. \"Karena sekali lagi, legal standing Partai Gelora diterima, alasan permohonan dianggap baru dan belum pernah dipakai, artinya diterima, tapi sidang tidak diteruskan karena para hakim MK anggap belum perlu berubah sikap. Maka Bagaimana membuktikan kalau saksi belum diperiksa?\" ujar Fahri. Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Anis Matta mengatakan, Partai Gelora tengah mempelajari kemungkinan untuk segera mengajukan kembali gugatan pemisahan pemilihan legislatif (Pileg) dan pemilihan presiden (Pilpres) ke MK dalam waktu dekat. \"Kami sedang mempelajari kemungkinan mengajukan gugatan kembali,\" kata Anis Matta. Anis Matta menegaskan, gugatan Partai Gelora ini juga bisa menjadi alternatif atas gugatan presidential threshold 0%, yang kerap ditolak MK karena lantaran tidak memiliki legal standing dan lain-lain. \"Pada prinsipnya Partai Gelora ingin memastikan presiden yang dicalonkan berdasarkan pada suara rakyat yang mewakili pikiran dan perasaan hari ini, bukan yang kedaluwarsa,\" katanya. Partai Gelora juga bertujuan memberi peluang bagi lahirnya pemimpin baru di tengah krisis berlarut saat ini. \"Ini sangat merugikan kami sebagai partai politik dan rakyat sebagai pemilik suara. Penolakan MK atas gugatan tersebut prematur dan membingungkan,\" tegas Anis Matta. Seperti diketahui, MK menolak permohonan judicial review nomor perkara: 35/PUU-XX/2022 yang diajukan Partai Gelora yang diwakili oleh Muhammad Anis Matta, Mahfuz Sidik. \"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,\" bunyi amar putusan yang dibacakan Ketua MK Anwar Usman, Kamis (7/7/2022). Dalam putusannya, MK menolak gugatan Partai Gelora yang menguji Pasal 167 Ayat (3) dan Pasal 347 Ayat (1) UU Pemilu. MK menilai permohonan tersebut tidak beralasan menurut hukum. Adapun Pasal 167 Ayat (3) UU Pemilu berbunyi, \"pemungutan suara dilaksanakan secara serentak pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional\". Sedangkan Pasal 347 Ayat 1 UU Pemilu menyatakan, \"pemungutan suara Pemilu diselenggarakan secara serentak\". Menurut MK, Partai Gelora mempersoalkan frasa \"serentak\" dan memohon waktu penyelenggaraan Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD dengan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tidak dilaksanakan pada hari yang sama tetapi pada tahun yang sama. Namun, MK berpandangan, permohonan itu sama saja mengembalikan model penyelenggaraan Pemilu 2004, 2009, dan 2014 yang telah tegas dinilai dan dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah. \"Oleh karena itu, belum terdapat alasan hukum dan kondisi yang secara fundamental berbeda bagi Mahkamah untuk menggeser pendiriannya terhadap isu pokok yang berkaitan dengan frasa \'serentak\', sehingga norma Pasal 167 Ayat (3) dan Pasal 347 Ayat (1) UU 7/2017 haruslah tetap dinyatakan konstitusional,\" tulis putusan tersebut. (sws)