ALL CATEGORY
Mahkamah Konstitusi Dalam Kendali Oligarki
Atas putusan yang dibacakan Ketua MK Anwar Usman, Kamis (7/7/2022) pukul 11.09 WIB tersebut, LaNyalla menyatakan, hal itu adalah kemenangan sementara Oligarki Politik dan Oligarki Ekonomi yang telah menyandera dan mengatur negara ini. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih KETUA Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Bambang Soesatyo sudah memastikan bahwa lembaganya tidak akan melakukan amendemen Undang-Undang Dasar 1945 untuk menghidupkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dalam periode ini. Keputusan tersebut sesuai dengan hasil rapat pleno Badan Pengkajian MPR yang digelar di Hotel Aryaduta Karawaci, Tangerang, Rabu, 13 April 2022. Keputusan tersebut otomatis menutup spekulasi soal perpanjangan masa jabatan presiden dan atau masa tiga periode sudah tertutup. Pilihan politik Oligarki untuk menjaga, agar penguasa tetap dalam kendali cengkeramannya, MK harus kuat menahan tuntutan judicial review (JR) 0%. Jadi, berarapun pengajuan yang masuk harus terus ditolak. Wajar MK beralih fungsi sebagai penjaga Oligarki. Di halaman 74, dari putusan MK yang dibacakan Ketua MK Anwar Usman, Kamis (7/7/2022) sebanyak 77 halaman itu, tertulis salah satu pertimbangan majelis hakim terkait materi gugatan. Dikatakan: “Mahkamah menilai, argumentasi Pemohon II didasarkan pada anggapan munculnya berbagai ekses negatif (seperti oligarki dan polarisasi masyarakat) akibat berlakunya ketentuan Pasal 222 UU 7/2017. Terhadap hal tersebut, menurut Mahkamah, argumentasi Pemohon II yang demikian adalah tidak beralasan menurut hukum, karena tidak terdapat jaminan bahwa dengan dihapuskannya syarat ambang batas pencalonan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik maka berbagai ekses sebagaimana didalilkan oleh Pemohon II tidak akan terjadi lagi.” Dengan munculnya kalimat “(seperti oligarki dan polarisasi masyarakat)”, menjadi petunjuk yang jelas di dalam hakim MK ada momok kekuatan oligarki, tetapi tiada kuasa untuk menahan dan menolak perintahnya baik langsung atau tidak langsung. Pembiaran ada campur tangan oligarki dalam proses pengadilan di MK, sama saja MK dalam kendali dan cengkeraman oligarki. Kondisi seperti ini tidak boleh dibiarkannya dan yang bisa melawan keadaan seperti hanya kekuatan rakyat. Mahkamah Konstitusi (MK) tidak menerima gugatan DPD RI terkait Pasal 222 Undang-Undang Pemilu tentang ambang batas pencalonan atau presidential threshold (PT). Ironisnya dalam perkara Nomor 52/PUU-XX/2022. MK justru menilai DPD RI tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) dalam perkara tersebut. Dalam perkara yang sama, MK menerima kedudukan hukum Partai Bulan Bintang (PBB), namun dalam amar putusannya, MK menolak permohonan PBB untuk seluruhnya. Karena MK tetap pada pendapatnya bahwa Pasal 222 UU Pemilu Konstitusional dan mengenai angka ambang batas yang ditetapkan, merupakan open legal policy (kewenangan pembuat Undang-Undang). Atas putusan yang dibacakan Ketua MK Anwar Usman, Kamis (7/7/2022) pukul 11.09 WIB tersebut, LaNyalla menyatakan, hal itu adalah kemenangan sementara Oligarki Politik dan Oligarki Ekonomi yang telah menyandera dan mengatur negara ini. “Mengapa saya katakan kemenangan sementara? Karena saya akan memimpin gerakan mengembalikan kedaulatan negara ini ke tangan rakyat lagi, sebagai pemilik sah negara ini. Tidak boleh kita biarkan negara ini dikuasai oleh Oligarki,” tegas LaNyalla di Makkah, Saudi Arabia, Kamis (7/7/2022). Ditambahkan LaNyalla, kedaulatan rakyat sudah final dalam sistem yang dibentuk oleh para pendiri bangsa. Tinggal kita sempurnakan. Tetapi kita bongkar total dan porak-porandakan dengan Amandemen yang ugal-ugalan pada tahun 1999-2002 silam. “Kalau tidak, kita menjadi bangsa yang durhaka kepada para pendiri bangsa. Akibatnya tujuan negara ini bukan lagi memajukan kesejahteraan umum, tetapi memajukan kesejahteraan segelintir orang yang menjadi Oligarki Ekonomi dan Oligarki Politik,” tukasnya. Terkait pertimbangan hukum majelis hakim MK, LaNyalla mengaku heran ketika mejelis hakim MK yang menyatakan, Pasal 222 UU Pemilu disebut konstitusional. Padahal nyata-nyata tidak ada ambang batas pencalonan di Pasal 6A Konstitusi. “Dan yang paling inti adalah majelis Hakim MK tidak melihat dan menyerap perkembangan kebutuhan masyarakat. Padahal hukum ada untuk manusia. Bukan manusia untuk hukum. Hukum bukan skema final. Perkembangan kebutuhan masyarakat harus jadi faktor pengubah hukum. Itu inti dari keadilan,” tandas LaNyalla. Seperti diberitakan sebelumnya, saat menghadiri acara 25 tahun Mega-Bintang di Solo, Jawa Tengah, 5 Juni 2022 yang lalu, LaNyalla menyatakan MK layak dibubarkan jika membiarkan Oligarki Ekonomi menguasai negara melalui celah Presidential Threshold. “Karena Pasal 222 adalah pasal penyumbang terbesar ketidakadilan dan kemiskinan struktural di Indonesia. Melalui pasal ini Oligarki Ekonomi mengatur permainan untuk menentukan pimpinan nasional bangsa ini, sekaligus menyandera melalui kebijakan yang harus berpihak kepada mereka,” ujar Senator asal Jawa Timur itu. LaNyalla menjelaskan, Pasal 222 yang menyumbang besarnya biaya koalisi partai politik dan biaya pilpres, menjadi pintu bagi Oligarki Ekonomi untuk membiayai semua proses itu. Karena itulah, DPD RI menyalurkan aspirasi masyarakat melalui gugatan ke MK. (*)
RKUHP, Gelandangan Didenda Rp 1 Juta?
Jakarta, FNN - Rancangan KUHP (RKUHP) telah menimbulkan kontroversi di masyarakat. Tak heran, sejumlah mahasiswa dan tokoh masyarakat menolak RKUHP. Selain pasal yang menghina Presiden, DPR, dan pejabat negara, publik juga mempersoalkan isi draf RUU yang memuat soal gelandangan. Pengaturan itu diatur dalam Pasal 429 RKUHP. \"Setiap orang yang bergelandangan di jalan atau di tempat umum yang mengganggu ketertiban umum dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori I. Adapun denda kategori I merujuk Pasal 79 RKUHP yaitu paling banyak Rp 1 juta.” Muatan pasal tersebut pun kini disorot publik, tak terkecuali wartawan senior FNN Agi Betha dalam kanal YouTube Off The Record FNN, Kamis (7/7/22). Agi memaparkan, sudah gelandangan akan didenda pula, lima ribu sampai sepuluh ribu saja dia belum tentu punya makanya dia menggelandang, makanpun dia tergantung siapa yang memberi, pekerjaan tidak ada. Menurutnya, sebagaimana konstitusi, fakir miskin justru wajib dipelihara negara. Artinya, kata dia, gelandangan wajib diberi tempat tinggal dan tempat penampungan oleh negara, ini sesuai isi Undang-Undang 1945 Pasal 34 ayat 1. Hal ini tentu bertolak belakang dengan pasal yang termuat dalam RUU KUHP yang kini sudah berada di meja Komisi III DPR RI. “Undang-Undang seperti ini seharusnya dengan mudah dibatalkan di Mahkamah Konstitusi, tetapi persoalannya apakah ada gelandangan yang mengajukan judicial review? Kita aja sering mengajukan judicial review selalu ditolak. Para wakil rakyat ini hanya dekat dengan rakyat ketika menjelang pemilu, tetapi ketika kembali ke senayan, mereka sebenarnya bukan lagi wakil rakyat tetapi wakil dari para oligarki,” ungkap wartawan senior FNN Hersubeno Arief. (Lia)
Halaman 74 Putusan MK
Nah… artinya oligarki itu ada dan nyata. Tetapi menurut MK, tidak ada jaminan mereka akan hilang dengan dihapusnya Pasal 222 itu. Oleh: AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, Ketua Dewan Perwakilan Daerah RI SAMBIL menunggu persiapan wukuf di Arafah, saya membaca kiriman file PDF Putusan MK Nomor 52/PUU-XX/2022. Yaitu putusan terkait judicial review atas Pasal 222 UU Pemilu yang diajukan DPD RI dan Partai Bulan Bintang (PBB). Ada yang menarik jika kita cermat membaca kalimat demi kalimat dalam putusan tersebut. Di halaman 74, dari putusan sebanyak 77 halaman itu, tertulis salah satu pertimbangan majelis hakim terkait materi gugatan. Dikatakan begini, saya copy paste sesuai aslinya. “Mahkamah menilai, argumentasi Pemohon II didasarkan pada anggapan munculnya berbagai ekses negatif (seperti oligarki dan polarisasi masyarakat) akibat berlakunya ketentuan Pasal 222 UU 7/2017. Terhadap hal tersebut, menurut Mahkamah, argumentasi Pemohon II yang demikian adalah tidak beralasan menurut hukum, karena tidak terdapat jaminan bahwa dengan dihapuskannya syarat ambang batas pencalonan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik maka berbagai ekses sebagaimana didalilkan oleh Pemohon II tidak akan terjadi lagi.” Nah… artinya oligarki itu ada dan nyata. Tetapi menurut MK, tidak ada jaminan mereka akan hilang dengan dihapusnya Pasal 222 itu. Jadi, artinya dibiarkan saja seperti ini; oligarki tetap ada dan polarisasi yang merugikan masyarakat tetap ada. Jadi upaya kita dan puluhan elemen masyarakat lain yang telah mengajukan judicial review atas Pasal 222 dengan semangat untuk meminimalisir kerugian rakyat yang timbul akibat Pasal tersebut, yang ditolak oleh MK, karena bagi MK tidak ada jaminan dengan dihapusnya Pasal 222 itu, lantas kerugian yang dialami rakyat – akibat adanya Oligarki dan Polarisasi – akan hilang. Dengan kata lain, apakah bisa dibuat dalam kalimat; “biar saja kerugian itu terus dirasakan rakyat.” Inilah yang disebut oleh banyak tokoh, termasuk Yusril Ihza Mahendra dalam tulisan terbarunya, bahwa MK bukan lagi menjadi the guardian of the constitution dan penjaga tegaknya demokrasi, tetapi telah berubah menjadi the guardian of oligarchy. Saya hanya mengingatkan kita semua. Terbentuknya negara ini memiliki tujuan. Dan tujuan itu dituangkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar negara kita. Dimana salah satunya adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Mencerdaskan kehidupan bangsa dan seterusnya. Hingga pada ujungnya adalah terciptanya tujuan hakiki dari lahirnya negara ini, yaitu untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut, dibuatlah Konstitusi dan Undang-Undang sebagai petunjuk dan pengikat bagi aparatur negara. Sekaligus sebagai pengikat semua elemen bangsa. Undang-undang dibuat oleh pembentuk: DPR dan Pemerintah. Nah, persoalannya, kita sebut apakah apabila ada Undang-Undang yang dibentuk, dan nyata-nyata menguntungkan kelompok tertentu dan merugikan masyarakat banyak, serta melenceng dari tujuan lahirnya negara ini? Inilah kejahatan kepada rakyat yang sesungguhnya. Inilah kejahatan kepada pemilik kedaulatan yang sah di negara ini. Inilah kejahatan yang dibiarkan tetap ada, karena dianggap upaya untuk me-review UU tersebut bukan jaminan kejahatan yang merugikan rakyat itu hilang. Waraskah kita sebagai bangsa? Mina, 8 Juli 2022. (*)
Letjen TNI Purn Djadja Suparman: “Ruislag-nya Tidak Ada, Koq Dituduh Korupsi?!”
LAMA tak terdengar kabarnya, mantan KSAD Letjen (Purn) Djadja Suparman rencananya akan dieksekusi untuk menjalani hukuman 4 tahun penjara atas putusan yang telah berkekuatan hukum tetap terkait kasus korupsi. Djadja mencium adanya sejumlah kejanggalan. “Saya siap masuk Lembaga Pemasyarakatan Militer Cimahi tanggal 16 Juli 2022. Mereka ingin saya mati di penjara!” ungkap Djaja dalam siaran persnya kepada wartawan, Selasa (5/7/2022).Kasus korupsi yang dijeratkan kepadanya adalah kasus pembebasan lahan untuk tol Waru-Juanda. Namun Djadja menilai hal itu akibat resiko jabatan sebagai Pangdam V/Brawijaya dan Pangdam Jaya 1997 - 1999. Vonis 4 tahun penjara itu telah berkekuatan hukum tetap pada 2016 tetapi baru akan dieksekusi bulan ini. “Kenapa baru sekarang? Ke mana saja selama 6 tahun ini?” ujar mantan Pangdam Brawijaya 1997-1998 itu.Djadja Suparman sudah meminta kepada Kepala Oditur Militer Tinggi pada 2016 agar dieksekusi. Tapi permintaan itu ditolak.“Akhirnya terjadi pembiaran selama 6 tahun. Siapa yang bertanggung jawab dan apa kompensasinya bila harus masuk penjara selama 4 tahun dan harus mati dalam penjara?” tegas Djadja. Djadja menilai, ia mengalami pembunuhan karakter selama 22 tahun terakhir. Tujuannya itu untuk menghambat dan menghancurkan karir dan eksistensi dalam kehidupan bermasyarakat setelah purna bhakti.“Sehingga tanpa disadari oleh pejabat terkait dalam perkaranya negara telah melakukan pelanggaran hukum dan HAM berat,” ujar Djadja, seperti dilansir Detiknews, Selasa (05 Jul 2022 09:47 WIB).Djadja juga menuliskan surat terbuka yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo. Dalam surat tersebut, Djadja menuliskan, dirinya menjadi korban pembunuhan karakter, padahal belakangan Irjenad TNI dan BPK mengatakan Djadja Suparman tidak terbukti melakukan korupsi di Kostrad.“Saya harus siap mati berdiri untuk memulihkan nama baik dan mati di penjara menanti keadilan dan kepastian hukum,” tegas Djadja. Sebelumnya diberitakan, mantan Pangdam V/Brawijaya ini divonis 4 tahun penjara, dan denda Rp 30 juta. Djaja terbukti melanggar dakwaan subsider, yang dinyatakan bersalah telah melakukan korupsi uang negara senilai Rp 13,3 miliar.Pembacaan vonis dengan 360 halaman yang dimulai, Kamis (26/9/2013) pukul 10.30 WIB hingga pukul 23.30 Wib, sempat diskors sebanyak tiga kali. Ketua Majelis Hakim dan dibantu dua anggota hakim Pengadilan Militer Tinggi II, Surabaya Jalan Raya Bandara Juanda Lama membaca dakwaan selama 13 jam.“Dalam amar putusannya, terdakwa terbukti melanggar Pasal 1 ayat 1 A jo Pasal 28 Undang-Undang No 3 Tahun 1971 dalam dakwaan primer serta Pasal 1 ayat 1 B Undang-Undang No 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” kata Ketua Majelis Hakim Letjen TNI (Titular) Hidayat Manao, Jumat (27/9/2013) dini hari.Putusan Vonis tersebut lebih berat dari tuntutan yang dibacakan Oditur Militer Letjen TNI (Titular) Sumartono, yakni 3 tahun dengan denda Rp 1 miliar. Perkara berawal dari kasus ruislag tanah di Waru, ketika Djaja menerima bantuan dana Rp 17,6 miliar dari PT Citra Marga Nusaphala Persada (CNMP) pada awal 1998 silam.Dari total uang tersebut digunakan untuk membeli tanah seluas 20 ha yang nilainya Rp 4,2 miliar di Pasrepan, Pasuruan. Dan, juga digunakan untuk merenovasi Markas Batalyon Kompi C yang ada di Tuban, serta mendirikan bangunan Kodam Brawijaya di Jakarta.“Sisanya yang tinggal Rp 13,3 miliar itu tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh terdakwa,” tuding Hidayat. Masa penantian Letjen TNI Purn Djadja Suparman untuk menghadapi persidangan tuduhan korupsi atas dirinya baru terjadi setelah 48 bulan lamanya. Menurut Djadja, tadinya kasus ini sebenarnya mau diangkat bersamaan dengan isu korupsi saat menjabat Pangkostrad. “Itu tidak jalan,” katanya. Pada 3 Januari 2005, Djadja kedatangan Direktur PT CMNP, pelaksana pembangunan yang baru. “Dirutnya Kolopaking, yang mengatakan, ini rada aneh. Ada dua Berita Acara. Penyerahan fisik dan penyerahan dana. Padahal, “Dalam daftar pembukuan di perusahaan tidak ada aliran dana ke pak djadja,” kata Kolopaking. (Konon Dirut ini kemudian dipecat karena menyelidiki kasus ini). “Memang saya tidak pernah menerima dana, terus saya bilang berita acara ini, ini palsu,” lanjut Djadja. Bagaimana sebenarnya kasus dugaan korupsi yang dituduhkan kepada Djadja Suparman? Apa benar ia menerima uang seperti yang dituduhkan Oditur Militer Letjen TNI (Titular) Sumartono itu? Berikut petikan wawancara dengan Djadja Suparman, usai persidangan di Surabaya: PT CMNP pada 2006 menggugat Kodam V Brawijaya secara perdata yang dimenangkan oleh CMNP? Gugatan itu sebenarnya tidak perlu terjadi, karena kalau saja pada tahun 1998 itu Dirjen Bina Marga mengajukan permohonan Hibah atas tanah Kodam di Waru Surabaya sesuai kebijakan Kasad, kepada Menkeu RI dan Pemilik SPH sesuai peraturan dan prosedur, pasti proses itu berjalan sesuai berita acara, karena tanah itu sudah matang dengan ukuran 100 x 882 m2. Tapi faktanya sampai 2005 PT CMNP kolaps dan baru mulai untuk melanjutkan kegiatan. Pada 2006 mereka ajukan Gugatan agar Kodam melakukan proses hibah kepada PT Bina Marga sesuai kesepakatan. Pada waktu itu saya sudah pensiun dan tidak dilibatkan atau diminta pendapat dalam persidangan dan mereka menang. Apa itu proses hibah? Proses Hibah dalam kasus ini adalah pengalihan hak atas tanah dari Kodam kepada Dirjen Bina Marga untuk jalan tol (antar institusi Negara), sesuai kebijakan dan persetujuan Kasad, dengan pertimbangan tanah tersebut sudah disiapkan untuk jalan tol sesuai persetujuan Menkeu RI pada 1987. Dalam proses hibah ini tidak ada ganti rugi dan harus diajukan permohonan oleh Dirjen Bina Marga kepada Menkeu RI dan Pemegang SPH sesuai kesepakatan. Jadi, selama Bina Marga belum mengajukan proses hibah itu, maka hibah itu tidak akan berjalan. Menurut saya putusan pengadilan melanggar UU. Di sisi lain, saya tidak tahu apakah sejak Juli 1998-2006, ada perubahan kebijakan Kasad dan UU? Karena saya sudah berganti jabatan sampai Pensiun. Jadi, selama ini sudah clear dong? Apanya yang clear, buktinya saya didakwa korupsi karena dituduh telah me-ruislag tanah itu dan ada kerugian Negara, dituduh telah menyerahkan tanah kepada PT CMNP dengan kompensasi sejumlah uang dan telah menyalahgunakan wewenang jabatan. Padahal, karena ada waktu vacuum selama 8 tahun dan ada kebijakan baru atau UU yang baru, sekarang pemanfaatan tanah tersebut sedang dibicarakan dalam bentuk kerjasama dengan PT CMNP. Menurut saya kalau ada perubahan kebijakan atau perubahan UU setelah tahun 1998, itu bukan ranah saya lagi. Dalam proses hibah ini tidak ada keterlibatan PT CMNP, sepenuhnya tanggung jawab Bina Marga dengan Kodam atas persetujuan Menkeu-Kasad secara hirarkis. Sidang kasus Anda ini koq baru dilakukan sekarang ini? Saya juga heran kok proses hukumnya sejak Maret 2009 tersedat-sedat, dampaknya merugikan nama baik saya dan keluarga, melanggar hak-hak saya sebagai manusia, untuk hidup, berusaha, bekerja, berkelompok, dan seterusnya. Opini ini sangat melekat dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai warga Negara yang tunduk kepada hukum saya juga minta keadilan, segera proses hukum sesuai dengan UU dan peraturan, jangan menunggu saya minta keadilan kepada Tuhan. Oleh karena itu pada Agustus 2012 saya memohon keadilan kepada Panglima TNI, supaya Kasus saya jangan digantung seperti ini sampai saya mati. Alhamdulilah pada 9 Oktober 2012 Kasad menyerahkan perkara kepada Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya. Menyangkut tuduhan Oditur, apa benar Anda melakukan korupsi? Ini sudah Substansi Perkara, saya tidak boleh mengatakan tidak, tapi faktanya saya tidak melakukan itu, seperti penjelasan Majelis Hakim dalam Putusan Sela atas eksepsi saya dan Oditur Militer yang menyatakan: Memang benar sampai saat ini terdakwa tidak pernah melakukan pelepasan hak atas tanah dengan cara jual beli,atau hibah maupun ruislag kepada PT CMNP, tapi sekarang di atas tanah itu sudah dibangun jalan tol dan terdakwa telah menerima uang kompensasi Rp 17,640 miliar. Silahkan tafsirkan sendiri dan nanti kita uji dalam persidangan. Sebenarnya prosesnya sejak kapan sih? Sejak ada atensi BPK RI pada Desember 2008, Maret – September 2009 saya diperiksa sebagai saksi sampai jadi tersangka dengan dugaan telah terjadi penyimpangan wewenang jabatan dalam Proses Hibah. Sejak Oktober 2009 hingga September 2012 proses Papera untuk mempelajari hasil penyidikan dan permintaan Berita Acara Pendapat dari Oditur, baru pada 9 Oktober 2012 perkara dilimpahkan kepada pengadilan, kemudian keputusan itu diperbaiki lagi karena ada kesalahan tempat kewenangan pengadilan…… lama banget …!!! Padahal saya juga pernah menjadi Papera, tidak lama lama banget, karena ada aturannya. … he-he-he. Kemudian pada 22 Maret 2013 mulai disidangkan he-he-he lama juga ya? Saya kurang jelas apa pada jaman reformasi ini sudah ada perubahan baru tentang batasan waktu dalam setiap tahapan proses hukum? Sehingga boleh melanggar hak azasi seseorang Prajurit? Apa ada aset TNI yang kemudian dipakai oleh swasta? Aset tanah Kodam itu milik Negara. Kalau Negara merencanakan untuk membangun jalan tol, maka Negara bisa menggunakan tanah itu, hanya tinggal mengalihkan hak pakainya saja kepada instansi pengguna dalam hal ini, Dirjen Bina Marga pada waktu itu, apalagi tanah itu sudah disiapkan sesuai RUTR Pemda Jatim pada 1986 dengan ukuran 100 x 882 m2. PT CMNP adalah Holding Perusahaan sebagai pelaksana pembangunan jalan tol dengan biaya sendiri (pada 1998) yang mendapat konsesi pengelolaan selama kurun waktu tertentu sampai mereka mendapat keuntungan dari dana yang dikeluarkan. Kemudian jalan tol itu kembali menjadi milik Negara dan bisa digunakan bebas oleh Rakyat. Kira-kira seperti itu pemahamannya ya! Cuma CMNP mengajukan gugatan perdata, karena tanahnya belum dihibahkan kepada Bina Marga. Dan BPK/TNI AD menilai, di atas tanah itu sekarang sudah jadi jalan Tol. Akhirnya sekarang saya berhadapan dengan Negara, bukan dengan PT CMNP, agak aneh juga, tapi kta ikuti saja proses sidang ya. Koq bisa keluar angka sebesar itu? Katanya mereka mau membantu Kodam dalam bentuk bantuan murni, soal besarannya saya pikir dia menghitung berapa pantasnya, itu bukan urusan saya. Pada waktu itu saya sampaikan kepada sdr Eko , ”Tolong sampaikan kepada ibu Tutut, tolong dibantu Kodam“. Angka sebesar itu sekarang menjadi bola liar, saya merasa tidak pernah menerima, sedangkan mereka katakan diserahkan kepada saya melalui seseorang yang mengaku kepercayaan Pangdam. Aneh bin ajaib kan, mereka tidak pakai aturan dengan mudah menyerahkan bantuan lewat orang. Kita buktikan di dalam sidang deh.. Apa yang Anda inginkan dari persidangan ini? Saya ingin keadilan tegak di Bumi Pertiwi ini tanpa melihat siapa orangnya, dan darimana asalnya, rakyat jelata sampai dengan presiden harus sama. Makanya, saya minta keadilan yang dilakukan melalui proses yang berdasarkan hukum juga, yaitu Undang-Undang dan peraturan lainnya. Seandainya dalam proses Hukum ini ada cara-cara yang dilakukan telah melanggar hukum, sebaiknya kita harus taat kepada hukum dan membatalkan persidangan ini demi hukum. Walaupun saya sudah dapat menduga arah dari keadilan ini, saya akan mengikuti proses ini secara bertanggung jawab, selama dasar dasar yang digunakan sesuai hukum yang berlaku dan bukan karena asumsi. Saya masih berharap, keadilan dapat tegak di Bumi Pertiwi ini melalui para Hakim dan Oditur, sesuai dengan sumpahnya. (*)
Hina Presiden dan Wapres Bisa Dipidana, Hati-Hati!
Jakarta, FNN – Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menyerahkan naskah Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPRK) pada hari Rabu (6/7). Dalam RKUHP ini terdapat ketentuan mengenai aturan tindak pidana terhadap martabat Presiden dan Wakil Presiden. Draft Final Revisi Kitab Hukum Undang-Undang Pidana (RKUHP) menjadi pro dan kontra di masyarakat. Apalagi, pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden yang kontroversial ternyata masih dimasukkan. Menurut wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Off The Record FNN, Kamis (7/7/22) ia mengatakan mau teriak bagaimanapun, kalau pemerintah punya mau itu akan jalan terus, inilah salah satu keburukan yang terjadi jika pemerintah tidak punya kontrol, jadi mau tidak mau kalau masyarakat mau ngomong apa saja, mahasiswa sudah turun ke jalan, namun pemerintah akan terus berjalan Pasal yang dimaksud dalam draft RKUHP tersebut adalah Pasal 217,218, Pasal 219, dan Pasal 220. Pasal ini tentu membuat khawatir banyak orang, khususnya mereka yang terbiasa memberikan kritik terhadap kebijakan pemerintah. Pada Pasa1 217 diatur tentang Penyerangan terhadap Presiden dan Wakil Presiden. Setiap orang yang menyerang Kepala Negara dan wakilnya terancam pidana penjara paling lama lima tahun. Sedangkan Pasal 218 mengatur tentang perbuatan yang menyerang kehormatan atau martabat presiden dan wakil presiden. Barang siapa yang menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden dan wakilnya akan dipidana maksimal tiga tahun enam bulan penjara. Hal-hal yang termasuk kritik yang tidak bisa dipidana dalam RKUHP tersebut yakni, menyampaikan pendapat terhadap kebijakan presiden dan wakil presiden yang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk kebijakan tersebut; kritik bersifat konstruktif dan sedapat mungkin memberikan suatu alternatif maupun solusi dan/atau dilakukan dengan cara yang objektif. Selanjutnya, kritik mengandung ketidaksetujuan terhadap perbuatan kebijakan, atau tindakan presiden dan wakil presiden lainnya. Lalu, kritik juga dapat berupa membuka kesalahan atau kekurangan yang terlihat pada presidan dan wakil presiden atau menganjurkan pergantian presiden dan wakil presiden dengan cara yang konstitusional; serta kritik yang tidak dilakukan dengan niat jahat untuk merendahkan atau menyerang harkat dan martabat dan/atau menyinggung karakter atau kehidupan pribadi presiden dan wakil presiden. Sementara itu, pada Pasal 220 ayat (1), disebutkan kalau pasal penghinaan ini sifatnya delik aduan. Jadi, kamu bakal bisa mengalami masalah hukum kalau presiden atau wakil presiden sendiri yang melaporkan tindakan penghinaan yang kamu lakukan. “Ini rumusan hukum atau makalah, ini kelihatan sekali yang bikin orang kampus,” ujar Hersubeno. (Lia)
Internal Perlu Dibersihkan, Tetapi ACT Jangan Dimatikan
Jakarta, FNN – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan transaksi keuangan dari karyawan yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) kepada seseorang yang diduga terkait dengan organisasi teroris Al Qaeda. Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan PPATK masih mempelajari apakah transaksi terhadap pihak yang diduga terkait Al Qaeda tersebut adalah sebuah kebetulan. Sementara itu Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol Ahmad Nurwahid mengatakan ACT belum masuk dalam Daftar Terduga Terorisme atau Organisasi Terorisme (DTTOT) sehingga membutuhkan pendalaman dan koordinasi dengan instansi terkait dalam menentukan konstruksi hukumnya. Kementerian Sosial telah mencabut izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) yang telah diberikan kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Tahun 2022. Namun dengan dicabutnya izin ACT oleh Kemensos, orang-orang sudah langsung me-suspend act, dan menggiring opini ke mana-mana. “Saya perihatin melihat hal ini, karena melihat info di media, mana informasi yang benar dan salah, mana informasi yang sudah dikeluarkan pemerintah, mana informasi yang dikeluarkan para bazzer dan mana yang dikeluarkan kalangan lain, jadi kita harus berhati-hati membaca ini,” ujar wartawan senior FNN Agi Betha dalam kanal YouTube Off The Record FNN, Kamis (7/7/22). Agi mengatakan kasus ini lebih dahulu diketahui oleh media, ketimbang oleh aparat hukum, bagaimana mungkin kasus yang sangat besar seperti ini, setiap tahun mengumpulkan dana miliyaran, secara akumulasi dari tahun ke tahun sudah sampai triliyun, tentunya sangat diperlukan pengawasan yang lebih khusus. Melihat kondisi saat ini menuju pemilu 2024, kasus ini kian melebar kemana-mana seperti bola yang bergerak, Islamfobia makin ramai dan mengaitkan dengan capres di pemilu 2024. Seharusnya kita menuggu hasil investigasi dari PPATK, BNPT, Densus 88 terlebih dahulu, apakah betul ini di donasiin untuk aktivitas terlarang. Wartawan senior FNN Hersubeno Arief berpandangan yang perlu dilakukan di ACT adalah evaluasi bersama, baik pengelolanya dan masyarakat mengawasi, baik juga regulator pemerintah perlu untuk mengawasi supaya apa yang sudah berjalan di masyarakat dapat berjalan dengan baik dan ke depannya tidak terjadi lagi penyimpangan Menurutnya, lembaga seperti ACT ini sangat bermanfaat untuk membantu pemerintah, sebaiknya petugas kepolisian baik dari Densus 88 maupun BNPT, harus berhati-hati memilah, kalau memang benar ini kasus terorisme berarti clear perorangan, jangan kemudian lembaganya yang disalahkan, karena yang rugi nanti pemerintah sendiri, seperti Kemensos yang selama ini menjadi partner ACT. “Untuk para Anda-anda yang bekerja di filantropi ini memang rawan, kaki Anda satu di surga satu di neraka, kalau ada tiga kaki, satunya di penjara. Karena kalau Anda benar akan masuk surga, kalau Anda salah akan masuk neraka, sementara urusan di dunianya kalau Anda memang benar menyelewengkan dananya akan masuk penjara,” ujar Hersubeno. (Lia)
Haji Itu Mengikut Sunnah-Thawaf
Oleh: Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation SALAH satu rukun haji itu adalah Tawaf. Tawaf artinya keliling. Yaitu mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali dengan niat ibadah karena Allah SWT. Hal ini diperintahkan dalam Al-Quran: “Dan hendaklah mereka mengelilingi rumah tua (Ka’bah) itu”. Walaupun cara melakukannya sama semua, sebenarnya ada beberapa macam tawaf. Perbedaannya ada pada niat pelaksanaannya. Ada yang disebut Tawaf Qudum atau Tawaf Selamat datang bagi yang melakukan haji Ifrad. Tawaf yang dilakukan pertama kali memasuki masjidil haram. Bukan untuk tujuan umrah. Bukan pula untuk haji. Tapi sekedar Tawaf Selamat datang ke tanah haram. Ada Tawaf-Tawaf sunnah biasa. Perlu diketahui bahwa masjidil haram itu memiliki beberapa pengecualian. Salah satu di antaranya adalah di masjid-masjid lain jika masuk ke dalamnya disunnahkan sholat tahiyatul masjid (penghormatan kepada masjid). Tapi di masjidil haram bukan sholat. Tapi melakukan Tawaf sebagai pengganti tahiyatul masjid. Tawaf-Tawaf sunnah juga bisa dilakukan kapan saja jika memungkinkan dan ada waktu untuk itu. Setelah sholat-sholat wajib misalnya. Daripada diam dan tidak melakukan ibadah, diganti dengan tawaf sunnah. Intinya Tawaf sunnah itu kapan saja jika ada di masjidil haram dan ingin melakukannya untuk mendapatkan pahala Allah SWT. Thawaf rukun umrah adalah tawaf yang dilakukan dalam rangkaian ibadah umrah di saat melakukan ibadah umrah. Sementara tawaf haji yang dikenal dengan sebutan “Tawaf Ifadhoh” adalah satu dari rukun penting ibadah haji. Tawaf ifadhoh sebagai salah satu rukun haji umumnya dilakukan setelah selesai melempar Jumrah Aqabah. Dan yang terakhir adalah Tawaf Wada’. Tawaf yang dilakukan sebagai ungkapan Selamat tinggal ini dilakukan di saat akan meninggalkan tanah haram kembali ke kampung masing-masing. Untuk sahnya Tawaf, orang yang Tawaf harus dalam keadaan wudhu. Karena sesungguhnya Tawaf itu sama statusnya dengan sholat. Hanya saja ketika Tawaf boleh berbicara (yang baik-baik). Sementara ketika sholat tidak diperkenankan berbicara. Tujuh Putaran Tadi disebutkan bahwa semua macam tawaf tadi dilakukan dengan cara yang sama. Bedanya ada pada niat masing-masing. Tawaf dimulai dari sudut Ka’bah di mana Hajar Aswad tertempel. Umumnya sudut ini dikenal sebagai sudut pertama. Tawaf dimulai dengan mencium Hajar Aswad (jika memungkinkan). Atau sekedar angkat tangan ke arah Hajar Aswad dan cium tangan sebagai gantinya. Mulailah berjalan sambil membaca doa, dzikir, baca Al-Quran, tasbih, dan lain-lain. Diperbolehkan berbicara tentunya yang baik-baik saja. Demikian putaran dilakukan hingga sampai ke sudut keempat, yang dikenal dengan nama “Rukun Yamani”. Antara sudut ini dan sudut pertama (Hajar Aswad) doa yang disunnahkan adalah: “Rabbana atina fiddunya Hasanah wa fil Akhirati hasanah wa qinaa adzabannar”. Putaran demi putaran terus dilakukan hingga berakhir pada putaran ketujuh. Satu yang saya ingin koreksi dari jamaah haji atau umrah adalah ketika Tawaf biasanya berteriak-teriak membaca doa dalam bahasa Arab. Hal ini kadang jadi masalah dan lucu sekaligus. Pertama, khususnya yang non Arab, seringkali bacaannya tidak benar. Maka ketika yang mendengar itu paham bahasa Arab pasti akan terasa geli. Kedua, tanpa disadari membaca doa atau dzikir dengan suara keras itu mengganggu ibadah orang lain. Karenanya bagi saya, lebih baik membaca doa dengan suara kecil, bahkan dalam hati saja dan dihayati. Jika hafal doa dalam bahasa Arab bagus. Tapi jika tidak, doa itu dalam bahasa apa saja boleh. Toh semua bahasa adalah ciptaan Allah SWT. Setelah selesai putaran ketujuh orang yang Tawaf disunnahkan sholat sunnah di belakang Maqam Ibrahim AS. Maqam itu artinya tempat berdiri ketika Ibrahim meninggikan Ka’bah. Bukan kuburannya. Pada rakaat pertama dibaca Al-Fatihah dan Al-Kafirun. Dan pada rakaat Kedua dibaca Al-Fatihah dan Al-Ikhlas. Setelah sholat dilanjutkan dengan membaca doa, yang disunnahkan di Multazam. Doa di Multazam ini tidak ditolak, sabda Rasulullah SAW. Multazam itu adalah tempat di antara pintu Ka’bah dan Hajar Aswad. Tapi untuk kembali ke sana berdoa hampir tidak Mungkin saking ramaianya, khususnya di musim haji. Maka doa cukup dilakukan saja di tempat di mana sholat sunnah tawaf dilakukan. Biasanya Tawaf itu diakhiri dengan meminum air Zamzam. Selain memang pasti cukup kehausan karena melakukan Tawaf yang melelahkan, khususnya di musim haji. Juga minum air zamzam merupakan sunnah, syifa (obat), bahkan tujuannya tergantung keinginan yang meminumnya. Rasulullah SAW bersabda: “air zamzam itu manfaatnya untuk tujuan apa saja bagi yang meminumnya (limaa syuriba lahu)”. New York, 6 Juli 2022. (*)
Tanjung Priuk: U-turn
Oleh Ridwan Saidi Budayawan PRIUK artinya U-turn, putar balik. Priuk bukan periuk, bukan pula priok. Toponim di Priuk itu Melayu: Bendungan Melayu, Rorotan Malaka, Pasar Selésa bukan (hari) selasa. Itu sebutan lain pasar Koja. Selésa artinya nyaman. Tirem dan Bambu itu sungei sebutannya, bukan kali. Kali Baru itu baru. Pengaruh Melanesia kuat pada bahasa Melayu yang digunakan di wilayah yang dalam peta Panembong XVI M disebut Nusa Kalapa berbatas barat kali Sedane (lurus) dan di timur kali Citarum (pengorbanan hewan). Di Priuk ada toponim Sampur (akses) Le Guha atau Legoa itu Goa. Marunda terrazering, Kramat Tunggak monument stone. Rorotan Malaka keturunan Malaka, Warakas sakti. Le partikel. Le Nong pertunjulan, Le Deng bukan dari leding. Deng julukan ketua adat. Le Deng ada di Jakarta Pusat dan ada pula di Tangerang. Kalau di Petojo Che Deng, dibaca cideng, ada juga cidéng. Kalau dilihat dari segi linguistik jelas pengaruh Melani kuat, india yang katanya dari abad IV dalam linguistik tak ada pengaruhnya. Kata-kata Nehi Mohabbat, tidak kasihku, dipungut dari Bollywood, bukan mugran India yang baru kesini tahun 1873. Keindahan Priuk sudah meredup. Pantai Sampur tinggal kenangan. Belanda claim sampur dari zandvoort. Tidak ada hubungannya, di Tangerang disebut Sampora. (RSaidi).
MK Mahkamah Pengawal Oligarki
Oleh M. Rizal Fadillah Pemerhati Politik dan Kebangsaan Mahkamah Konstitusi jumawa dan sukses menggagalkan upaya untuk mengubah Presidential Threshold 20 %. Belasan gugatan dikalahkan dengan narasi berbeda tetapi substansi sama yaitu pihak tidak kompeten atau tidak memiliki legal standing. Menurut MK yang berhak menggugat hanya partai politik atau gabungan partai politik. Dugaan MK tidak independen dan menjadi pelayan kekuasaan telah terbaca sejak MK berhasil memenangkan Jokowi dalam gugatan Pilpres 2019. Kemudian MK putuskan UU Covid 19 UU No 2 tahun 2020 untuk diberi kesempatan 2 tahun. Begitu juga dengan UU Cipta Kerja yang sudah jelas bertentangan dengan Konstitusi ternyata masih diberi waktu hingga 2 tahun juga. MK menjadi Majelis Kompromistis. Semua gugatan Presidential Threshold dibabat habis. Meskipun demikian gugatan terhadap Pasal 222 UU No 7 tahun 2017 terus berlanjut. Setelah terakhir gugatan DPD RI tidak diterima dengan alasan tidak memiliki legal standing, maka berikut adalah kegagalan dari PBB. Padahal Ketum PBB Yusril Ihza Mahendra dikenal sebagai ahli hukum tatanegara yang biasa memenangkan perkara. Kini masuk gugatan lagi dari partai politik PKS. Ketika masuk pada substansi persoalan ketidakadilan PT 20 % yang banyak pihak dirugikan hak konstitusionalnya serta hanya menguntungkan segelintir kelompok politik, maka MK betul-betul diuji akan obyektivitas pemeriksaannya. Rakyat melakukan penilaian apakah MK memang sebuah lembaga Peradilan atau lembaga politik. Jika MK tidak lain adalah lembaga politik yang berbaju hukum maka perlu evaluasi tentang keberadaannya. MK patut didesak untuk segera dibubarkan. Jika saja gugatan PKS diterima dan dikabulkan baik seutuhnya atau sebagian, maka MK tidak lagi klise memutuskan. Bisa tiga kemungkinan, yaitu : Pertama, mengabulkan gugatan PT menjadi 0 % ini artinya MK kalah atau mengalah. Menyadari perasaan keadilan masyarakat yang sulit untuk dibendung. Apalagi Ketua MK kini mesti diganti berdasarkan Putusan MK pula. Kedua, seperti biasa MK yang ambigu dan tidak bisa lepas dari kendali kekuasaan oligarki, maka keterpaksaan menerima PT 0 % akan diikuti dengan syarat ditunda keberlakuan PT 0 % tersebut untuk Pemilu 2029. Alasannya adalah waktu Pilpres 2024 yang sebentar lagi. Ketiga, bisa terjadi pengurangan dari PT 20 % menjadi 10 % atau lebih kecil. Ini bila ada itikad baik untuk \"win win solution\" sebagai bentuk kepedulian pada kuatnya aspirasi yang menggugat PT 20 %. Bila putusan ini yang diambil, maka akan terjadi perubahan pada konfigurasi dari koalisi partai politik saat ini. Gagalnya PBB membuat Yusril berang, ia menyebut penolakan MK atas gugatan PT 20 % sebagai tragedi demokrasi, menurutnya MK bukan pengawal dari konstitusi tetapi \"the guardian of oligarchy\". Jadi teringat dulu saat Yusril berada di belakang MK saat memenangkan Jokowi. Ini kan rezim nya Jokowi yang oligarki itu, pak. Syukurlah kalau kini pak Yusril sudah sadar dan tobat. Kita rindu ucapan Pak Yusril \"Presiden itu..orangnya goblok, tetapi segoblok-gobloknya dia, dia itu Presiden\". Setuju pernyataan Yusril Ihza bahwa MK itu bukan pengawal konstitusi tetapi \"the guardian of oligarchy\" pengawal oligarki. Dan oligarki itu tidak lain adalah rezimnya Jokowi. Hebat juga ungkapan Ketua DPD LaNyalla Mattalitti dari Mekkah. \"Itu karena saya bakal memimpin sebuah gerakan untuk mengembalikan kedaulatan rakyat atas negara ini. Karena negeri ini harus kembali di tangan rakyat sebagai pemilik negara yang sah. Dan kita tidak boleh dibiarkan oligarki menguasai negeri\". Lawan oligarki.. Merdeka! Bandung, 8 Juli 2022
Aura Perjuangan Mattalitti
Tanpa ada perlawanan dari rakyat sebagai pemilik kedaulatan pada tahun 2034 Indonesia benar-benar akan tamat sebagaimana digambarkan dalam novel technothiller karya PW Singer berjudul “Ghost Fleet”. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih PROFESOR Dr. Yusril Ihza Mahendra, SH, MSc adalah seorang advokat, akademisi di bidang hukum tata negara, mengatakan, dengan ditolaknya permohonan PBB dan para anggota DPD ini, serta juga permohonan yang lain yang akan diajukan, maka demokrasi kita kini semakin terancam dengan munculnya oligarki kekuasaan. “MK bukan lagi sebagai “the guardian of the constitution” dan penjaga tegaknya demokrasi, tetapi telah berubah menjadi “the guardian of oligarchy. Ini adalah sebuah tragedi dalam sejarah konstitusi dan perjalanan politik bangsa kita,” katanya. Pada waktu yang bersamaan AA LaNyalla Mahmud Mattalitti (Ketua DPD RI) mengatakan, atas putusan yang dibacakan Ketua MK Anwar Usman, Kamis (7/7/2022) pukul 11.09 WIB tersebut, hal itu adalah kemenangan sementara Oligarki Politik dan Oligarki Ekonomi yang menyandera dan mengatur negara ini. “Mengapa saya katakan kemenangan sementara? Karena saya akan memimpin gerakan mengembalikan kedaulatan negara ini ke tangan rakyat, sebagai pemilik sah negara ini,” tegas LaNyalla. Di balik kegaduhan MK yang sudah bisa ditebak itu berapapun mengajukan Pasal 222 UU Pemilu pasti akan ditolak MK. Di balik itu semua sedang dan terus akan terjadi keadaaan yang mengerikan. MK hanya salah satu pintu Oligarki akan mencengkeram negara ini. Di balik itulah semua ada rencana besar pada periode 2019-2024 telah terjadi migrasi besar-besaran rakyat China ke Indonesia, minimal 25-50 juta, bahkan diprediksi untuk waktu mendatang bisa sampai 100 juta. Pada Pilpres 2024, boneka mereka kembali di-setting agar kembali berkuasa untuk periode keduanya (seperti Joko Widodo). Selama pemerintahan boneka periode kedua ini jumlah manusia China di Indonesia diprediksi bisa mencapai 200 juta lebih. Melalui pilpres 2024 akan dimunculkan boneka baru guna melanjutkan semua “grand strategy China” untuk menguasa Indonesia manjadi bagian dari RRC Raya. Semua dalam kendali para Kapitalis Oligargi, itu mudah karena semua kebijakan mereka yang mengatur. Bila sampai tahapan Pilpres tahun 2034 mereka sudah memiliki setting jangka panjang berkat UU yang sudah diamandemen (presiden tidak harus orang asli pribumi), maka tampillah capres yang full secara fisik dan mental (jiwa raga) adalah ras China. MK adalah hanya salah satu instrumen yang penting untuk memuluskan semua operasi taktis oligarki, jadi benar yang dikatakan Prof. Yusril Ihza Mahendra bahwa MK telah menjadi “the guardian of oligarchy”. Dalam kurun sampai 2034 itu, dirancang seluruh aspek kehidupan dalam Ekopolsosbudhankam akan dikendalikan oleh RRC. Secara spesifik, ideologi Pancasila akan dihapus, komunisme dikembangkan, umat Islam (target utama) akan ditindas habis-habisan. Indonesia akan menjadi Uighur/Xinjiang (Turkistan Timur) yang dijajah total. Semua simbol dan ritual yang berbau Islam akan ditindas dan dihabisi. Pada saat yang sama akan dibangun kamp-kamp indoktrinasi bagi anak-anak untuk dididik menjadi komunis sejati. Tanpa ada perlawanan dari rakyat sebagai pemilik kedaulatan pada tahun 2034 Indonesia benar-benar akan tamat sebagaimana digambarkan dalam novel technothiller karya PW Singer berjudul “Ghost Fleet”. Saat inilah rakyat harus berjuang kembali memperjuangkan kedaulatan dan melepaskan diri dari belenggu penjajahan gaya baru yang lebih dahsyat. Ingat, cengkeraman mereka sudah cukup kuat dengan jebakan hutang infrastruktur yang gila-gilaan. Ternyata mereka secara fisik sudah berada di sini, pada saatnya jumlah mereka akan lebih banyak melebihi jumlah TNI maupun Polri, yang terakhir ini bahkan sekarang sudah menjadi bagian dari proyek penjajahan China, pengkhianat sejati yang gak mikir soal kedaulatan negara dalam bahaya. Aura dari tekad dan semangat Bung LaNyala Mattalitti dan kawan kawan, adalah sangat serius dan harus mendapatkan apresiasi untuk melangkah berjuang bersama mempertahankan kedaulatan negara dan mengembalikan bahwa kedaulatan negara harus dikembalikan ke tangan rakyat. Perjuangan ini bukan main-main dalam perjuangan mempertahankan kedaulatan negara. Gagal dalam perjuangan saat ini keadaan akan menjadi sangat mengerikan, negara akan hancur dan lenyap dari peta dunia dan kembali akan menjadi negara jajahan yang tidak akan bisa bangkit kembali. (*)