ALL CATEGORY

Kapan Reshuffle Presiden?

Sang presiden baru saja melakukan reshuffle kabinet, sebuah jurus usang menyalahkan kinerja menteri yang notabene sebagai pembantunya. Presiden seperti sedang memainkan lakon, seorang supir yang mabuk dan ugal-ugalan, kemudian menyalahkan kondektur karena kecelakaan pada bis yang dikemudikannya sendiri. Memang  kambing hitam, kambing putih ataupun kambing warna lainnya,  terbiasa untuk dipelihara, dijual dan dipotong untuk dimakan sendiri atau dikurbankan. Oleh: Yusuf Blegur Mantan Presidium GMNI Belum lama ini presiden melakukan pergantian menteri dan pengangkatan wakil menteri di tengah negara yang terus mengalami kemerosotan ekonomi dan politik. Sayangnya, pemilihan menteri baru itu tidak serta-merta menunjukan sosok yang penuh integritas dan dapat  membangun kepercayaan publik. Mengingkari janjinya sendiri, presiden masih mengakomodir representasi partai politik dan mengesankan  kebiasaan bagi-bagi kursi jabatan dan kompromi politik sebagai siasat menghadapi pemilu dan pilpres 2024. Presiden tidak hanya menelanjangi diri sendiri, ia juga membongkar aib dari kerumunan gerombolan politik yang berlindung di balik belenggu konstitusi dan  tirani kekuasaan. Presiden bahkan tidak mampu melihat realitas di depan mata dan sekelilingnya, mana yang bisa bekerja dan mana yang ngga becus meski sekedar menyandang gelar pejabat. Sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan, presideh seharusnya mampu membedakan mana orang jujur dan  baik serta mana orang jahat yang bersemayam dalam istana dan institusi negara lainnya. Mirisnya lagi  ketika reshuffle kabinet, menteri barunya selain tidak kompeten dan kapabel, juga dirundung kontoversi dan  polemik. Ada menteri yang masih tersandera kasus pidana korupsi, ada juga yang perwakilan partai politik yang elektabilitasnya 0%. Lucunya lagi banyak menteri lama yang masih bertengger di singgasana kabinet, padahal kinerjanya. buruk, disinyalir terseret kasus korupsi dan banyak melakukan distorsi kebijakan yang ikut memperburuk kondisi negara dan bangsa. Terlebih ada seorang menteri yang kekuasaanya melebihi presiden, menjadi menteri segala urusan dan menentukan semua persoalan rakyat. Menteri senior itu masih kuat bertahan dan  tak ada siapapun yang dapat mengusiknya. Pada akhirnya publik menilai, antara hubungan presiden dengan menterinya,  sangat sumir siapa sesungguhnya yang jadi presiden dan siapa yang jadi pembantunya. Ada seloroh sebagian besar masyarakat, bahwasanya ada menteri yang rasa presiden, ada presiden yang rasa pembantu. Bahkan secara ekstrim ada yang menyebut presiden sebagai boneka atau setidaknya jongos dari kekuatan yang lebih besar, semisal oligarki atau para pemilik modal besar. Dengan tidak adanya korelasi yang signifikan antara pergantian menteri dengan perbaikan kondisi negara dan bangsa, seperti pemulihan ekonomi dan politik, perbaikan kualitas demokrasi, disipin dan keteladanan para pemimpin, tanggap darurat terhadap kesengsaraan dan penderitaan hidup rakyat akibat pandemi serta krisis multi efek yang ditimbulkannya. Membuat rakyat semakin yakin pada satu konklusi terhadap apa yang menyebabkan dan siapa yang paling bertanggungjawab terhadap keterpurukan rakyat, negara dan bangsa selama hampir  dua periode ini. Bukan hanya kalangan oposisi, sebagian besar dari dalam lingkar kekuasaan dan irisannya. Belakangan meski tak bersuara nyaring juga sudah mulai gelisah, menjaga jarak dan saling menyalahkan. Ada keengganan untuk melakukan kritik oto kritik dari para menteri dan pejabat lainnya kepada pimpinannya dalam hal ini sang presiden. Entah karena takut tersingkir dan terlempat dari zona nyaman atau takut tak bisa ikut juga menikmati kue kekuasaan yang menggiurkan. Orang disekelilingnya dan para pendukungnya ramai-ramai berjamaah berlaku asal bapak  senang (abs) dan menjadi penjilat kekuasaan. Ikut secara sadar dan sukarela membenarkan kesalahan atau penyimpangan  yang dilakukan presiden. Kalau sudah seorang presiden yang menjadi sumber dan akar masalah pemerintahan, negara dan bangsa. Maka semua masalah yang sudah bertumpuk-tumpuk dan menggunung, akan menjadi krisis yang terstruktur, sistematik dan masif. Rakyat akam menanggung semua bebannnya dan negara bangsa telah berada diambang kehancuran. Tidak ada pilihan lain dan tak ada solusi kongkrit untuk menyelamatkan Indonesia dan generasi masa depannya, kecuali kemauan dan keberanian rakyatnya sendiri. Tentunya sambil melakukan refleksi dan evaluasi perjalanan  kebangsaan selamai ini. Seluruh  kompomen rakyat  selayaknya mulai menyadari dan mengingatkan  kapan berlangsungnya  reshuffle presiden? (*)

Piagam Jakarta adalah Kompromi Bangsa

Oleh M. Rizal Fadillah Pemerhati Politik dan Kebangsaan  TERJADI perdebatan gagasan mengenai dasar negara dalam Sidang BPUPKI 29 Mei hingga 1 Juni 1945. Kutub besarnya adalah antara konsepsi dasar negara Islam dengan konsepsi netral atau kebangsaan. Sebutan mudahnya antara kubu agamis dengan kubu kebangsaan. Solusi BPUPKI adalah membentuk panitia kecil untuk merumuskan dasar negara yang belum final dan menjadikan dokumen itu sebagai teks proklamasi. 1 Juni adalah hari lahirnya panitia kecil. Sidang BPUPKI ditutup untuk mempersilahkan panitia kecil bekerja.  Komposisi panitia kecil berjumlah 9 (sembilan) orang itu dari kubu agamis (Islam) 4 orang yaitu Prof. A Kahar Muzakir, SH, Abikusno Tjokrosujoso, KH Wahid Hasyim, dan H Agus Salim. Sedangkan kubu kebangsaan juga 4 orang yaitu Ir. Soekarno, Drs Moh Hatta, Mr. Ahmad Soebardjo, dan Mr Moh Yamin. Satu orang Kristen yaitu Mr. A.A Maramis. Pada tanggal 22 Juni 1945 panitia kecil yang dikenal sebagai Panitia Sembilan tuntas menunaikan tugasnya.  Hasil konsensus dengan prosedur yang manis ini menghasilkan apa yang disebut dengan Piagam Jakarta. Dasar negara adalah sebagaimana rumusan Pancasila saat ini. Hanya sila pertama berbunyi \"Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari\'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya\". Prof Soepomo menyebut konsensus itu sebagai \"Perjanjian Luhur\" sedangkan Dr. Sukiman menyebutnya sebagai \"Gentlemen Agreement\". Rumusan Piagam Jakarta inilah yang diamanatkan sebagai teks proklamasi yang harus dibacakan saat kemerdekaan.  Meskipun ada AA Maramis yang beragama Kristen rumusan sila pertama yang ditetapkan 22 Juni 1945 itu tidak dirasakan sebagai masalah. Moh Hatta menulis dalam \"Mohammad Hatta : Memoir\" bahwa \"Mr Maramis.. tidak merasakan bahwa penetapan itu adalah diskriminasi\". Akhirnya dalam Sidang PPKI 18 Agustus 1945 sebagaimana diketahui \"tujuh kata\" sila pertama Pancasila itu dihapus. Dengan proses penghapusan yang  juga alot dan dramatis bahkan mungkin kontroversial. Namun kubu Islam akhirnya memahami dan dapat menerima \"Ketuhanan Yang Maha Esa\".  Pancasila adalah hadiah dari umat Islam.  Rumusan Pancasila 18 Agustus 1945 telah dinyatakan final sebagai \"konsensus kedua\" setelah 22 Juni 1945. Bangsa Indonesia berpedoman pada rumusan akhir ini.  Masalahnya adalah adapula yang mencoba menarik ke area beda pandangan atau konflik masa lalu yaitu dengan adanya penetapan 1Juni sebagai \"hari lahir Pancasila\" bahkan melalui Keputusan Presiden segala. Hal ini bertautan dengan upaya melemahkan makna Pancasila 18 Agustus 1945 khususnya dalam kaitan dengan sejarah dan peran umat Islam.  Adalah \"bid\'ah politik\" mengangkat 1 Juni dengan melupakan 22 Juni. Hari lahir Pancasila tanggal 1 Juni 1945 masih pro dan kontra. Jika kubu \"kebangsaan\" mendeklarasikan 1Juni 1945  sebagai hari lahir Pancasila, maka kubu \"Islam\" wajib untuk mendeklarasikan 22 Juni 1945 sehagai hari lahirnya Pancasila. Piagam Jakarta adalah kompromi bangsa.  Umat Islam sudah dapat menerima untuk menyelesaikan konflik pandangan dengan menyepakati hari lahir Pancasila adalah 18 Agustus 1945. Akan tetapi jika tetap dipaksakan bahwa lahir dan makna dinisbahkan pada Pancasila 1 Juni 1945, maka umat Islam wajar untuk kembali pada lahir dan makna Pancasila 22 Juni 1945.  Dekrit Presiden Ir. Soekarno 5 Juli 1959 menyatakan :  \"Bahwa kami berkeyakinan bahwa Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai Undang-Undang Dasar 1945 dan adalah merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan konstitusi tersebut\" Remember Piagam Jakarta 22 Juni 1945 Bandung, 22 Juni 2022

Hotel Bebas Inlander

Oleh Ridwan Saidi Budayawan  Litho di atas Der Nederlander Hotel di Rijswijk yang selesai dibangun 1898/9. Lokasi sejalan dengan Istana Merdeka.  Seperti halnya Hotel Des Indes, Der Nederlander juga tak terima tamu pribumi dan Atab.  Ada seorang Arab kaya bin Abdat tahun 1920-an ditolak bermalam di Des Indes. Kesalnya dilampiaskan dengan bikin Hotel Des Galeries di Jl Hayam Wuruk seberang Des Indes yang di Jl Gajah Mada (narsum: Hussein Bajerei). Ketidak-adilan dalam penerimaan tamu2 oleh beberapa hotel milik Belanda memang sejalan dengan ketentuan gemeenteraad van Nederlands Indie tentang peringkat kewargaan; 1. Hollander en Europeaner 2. Vreemde Oosterlingen: Chinezen, Japon, n Arabieren 3. Inlander Jaman Orde Lama mérek dagang harus diIndonesiakan. Der Nederlander jadi Dharma Nirmala. Dharma bekerja. Nirmala nir + mala, nir zonder, mala bencana. Zonder bencana. Untung bukan Dharma Nirlaba, hotel  zonder untung. Jaman Orba Dharma Nirmala dirombak jadi Bina Graha, office Presiden.  Jaman Orla berdiri Hotel Indonesia. Hotel ini jadi icon Jakarta. Berdirinya HI dengan biaya pampas an perang Jepang. Tak ada khobar skandal penggunaan pampasan. Proyek yang dirancang dibiayai pampasan semua terwujud, tak ada yang mangkrak. Hotel Des Indes sejak awal Orba sudah dirontokan tak bersisa.  Bersamanya ikut rontok bukti sejarah kezaliman rasialisme penjajah Belanda terhadap native Indonesia. (RSaidi)

Edy Mulyadi Tolak Semua Keterangan Saksi Pelapor Pada Sidang Jin Buang Anak’

Jakarta, FNN -  Terdakwa kasus ‘jin buang anak’, Edy Mulyadi menolak semua keterangan saksi pelapor yang menyebutkan ucapannya berpotensi menimbulkan  keonaran. Saksi pelapor adalah Bintang Wahyu Saputra,  Ketua Umum Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (SEMMI). Ia melaporkan Edy Mulyadi karena dianggap melakukan tindakan diskriminatif yang bisa mengarah pada perpecahan negara. Bintang mengaku pertama kali melihat keterangan itu dari media online sehingga ia langsung membuka Channel Youtube Edy Mulyadi untuk menontonnya. Kemudian ia mendapatkan desakan dari SEMMI Kalimantan Timur supaya  mengencam pernyataan Edy Mulyadi itu. SEMMI Kalimantan Timur merasa tersinggung karena daerah mereka disebut tempat ‘jin buang anak’. Motivasi Ketum SEMMI  melaporkan Edy Mulyadi karena dalam usaha membela kesatuan negara terutama saudara di Kalimantan. Bintang melaporkan Edy dengan alat bukti flashdisk yang berisi 3 video. Dalam persidangan ke-6 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa, 21 Juni 2022,  Hakim Ketua, Adeng Abdul Kohar menanyakan kepada Bintang, di bagian mana laporannya yang berpotensi menimbulkan keonaran dan memecah belah persatuan bangsa. Bintang menjawab,  pada bagian Edy  menyebutkan kalimat ‘Kalimantan Tempat Jin Buang Anak dan Tempat Tinggal Gendoruwo’. Hakim Ketua Adeng Abdul Kohar menanyakan, apakah Bintang paham tentang ‘tempat jin buang anak’. “Setahu saya tempat jin buang anak itu hanya hutan belantara yang tidak berpenduduk yang dihuni makhluk halus,” ujar Bintang. Sebelumnya, Bintang mengaku mengetahui Edy Mulyadi sejak lama, karena dia aktivis senior, wartawan senior, dan juga caleg PKS pada 2019 lalu. Edy Mulyadi  didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas kontennya yang berjudul ‘Tolak Pemindahan Ibu Kota Negara: Proyek Oligarki Merampok Uang Rakyat’. Dari konten tersebut dapat diketahui ada pernyataan Edy ‘tempat jin buang anak’. Dalam pengakuan saksi pelapor, statement ‘tempat jin buang anak’ itu bukan sebagai pengertian yang esensial. Oleh karena itu, seharusnya saksi  tidak melaporkan hal tersebut kepada kepolisian. “Saya menolak semua statement dari saksi pelapor. Terlebih saksi mengakui bahwa ‘tempat jin buang anak’ merupakan sebuah frasa,” ujar Terdakwa Edy Mulyadi. (SKA/Job).       

Pidato Megawati Hanya Basa Basi Politik’

Pidato Megawati ada benarnya tetapi dari substansi dan praktek kenyataan dalam pemerintahan saat ini – pidato tersebut hanya basa-basi politik. Karena PDI-P dengan Koalisi gemuknya telah mempertontonkan praktek kenegaraan yang keliru dalam sistem presidensial. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih KETUA Umum PDI Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri mengatakan, tidak ada sebutan koalisi di Indonesia. Hal ini mengingat sistem tata negara menganut sistem presidensial dan bukan parlementer.  Megawati menilai, cocok penyebutan kerja sama politik dibandingkan koalisi. Hal ini disampaikan di hadapan Presiden Joko Widodo yang menghadiri acara Rakernas PDI-P, Selasa (21/6/2022). “Kalau kerja sama, yes,” kata Megawati dalam Rakernas PDI-P di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Kalau hanya dari definisi bahasa apa bedanya koalisi dengan kerja sama? Koalisi adalah sebuah atau sekelompok persekutuan, gabungan atau aliansi beberapa unsur, yang dalam kerjasamanya, yang masing-masing memiliki kepentingan sendiri-sendiri. Aliansi seperti ini mungkin bersifat sementara atau berasas manfaat. Hanya dalam praktik yang umum ditemui, pembentukan koalisi dalam sistem pemerintahan presidensial sejatinya merupakan praktik yang salah kaprah. Pembentukan koalisi dan oposisi partai politik (parpol) hanya ada dalam sistem parlementer. Koalisi tersebut memiliki peran yang substansial dan berbeda dalam sistem pemerintahan parlementer, bukan hanya bertujuan untuk memenangkan Pemilihan Umum. Sampai di sini pidato Megawati tersebut ada benarnya, tapi tidak menyentuh substansi dan realitas yang terjadi selama ini.   Untuk apa kalau hanya soal nama (koalisi dan kerjasama) tetapi mengabaikan prakteknya PDI-P sebagai pemenang pemilu lalu sekaligus tampak menempati posisi sebagai leader koalisi gemuk di kabinet selama ini. Kondisi tersebut membuat check and balances dalam sistem pemerintahan presidensial tidak bisa berjalan dengan maksimal bahkan ditengarai lumpuh total, bahkan banyak netizen memberi stigma legislatif hanya sebagai stempel pemerintah. Mengapa tidak masuk pada substansinya bahwa terjadinya koalisi gemuk di kabinet akan merusak tatanan, khususnya peran chek and balance macet total, dan PDI-P via Ibu Megawati harusnya disampaikan dengan jelas dan PDI-P menolak adanya koalisi gemuk dalam kabinet saat ini. Terjadinya kemandulan fungsi pengawasan dari legislatif terhadap eksekutif mestinya disadari oleh PDIP. Karena dalam sistem presidensial, presiden dan anggota parlemen terpilih secara terpisah dalam dua pemilu (legislatif-eksekutif) yang berakibat daulat kuasa antara keduanya relatif sama secara langsung lahir dari rakyat. Oleh karena presiden berposisi cukup kuat, serta dipilih langsung oleh rakyat, tidak ada kewajiban membangun koalisi dalam membentuk pemerintahan. Karenanya, koalisi dalam membentuk pemerintahan nyaris tidak perlu. Jadi urusan koalisi atau kerjasama bukan hanya dibahas menjelang akhir masa jabatan Presiden dan hanya menjelang Pilpres 2024. Sejak awal pemerintahan Jokowi semua partai termasuk PDI-P selalu berebut jabatan menteri. Artinya sebenarnya sangat jelas, tidak ada kebutuhan yang mendasar bagi Presiden sendiri untuk membangun koalisi dalam membentuk pemerintahan, membagi rata jabatan menteri asal asalan dari wakil partai. Tanpa terasa, logika seperti itu sebenarnya merusak kepercayaan publik atas pemerintahan, terlebih atas janji-janji yang selama ini dibahasakan Presiden dengan keinginan membangun kabinet yang zaken. Dan, rongrongan partai untuk meminta jabatan menteri sebenarnya adalah gangguan atas prerogatif itu sendiri. Rasanya penting menjadi perhatian khusus Ibu Megawati bahwa prerogatif Presiden dalam menunjuk menteri-menteri kabinet tidaklah perlu dikaitkan dengan dukungan pada pemilu. Ini sebabnya, mengapa sedari awal sebenarnya kita harus menolak model threshold yang mengada-ada ala presidential threshold. Ibu Megawati harus mengingatkan Ketua DPR RI Puan Maharani yang nota bene putrinya (otomatis kader PDI-P) yang membuat pernyataan meminta semua pihak menghormati aturan ihwal ambang batas presidential threshold. Ia menegaskan PT sudah final dan tidak dapat diubah. “Di DPR revisi undang-undang sudah final tidak akan dibahas lagi, itu sesuai dengan kesepakatan yang ada,” kata Puan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (16/12/2021). Sama sekali tidak ada perlawanan dari anggota dewan semua diam dengan tenang dalam koalisi partai gemuk, partai partai dengan istana. Kalaulah tanpa nama koalisi tedtapi memakai nama kerja sama seperti saat  ambang batas bagi partai atau gabungan partai untuk mengajukan capres atau cawapres atau presidential threshold dipakai dengan seakan-akan menyamakan kepentingan koalisi dalam membentuk pemerintahan dan menjalankan pemerintahan, semua terjebak dalam basa-basa politik belaka. Jebakan logika ini sangat terlihat, sehingga bahkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.53/PUU-XV/2017 dalam perkara pengujian presidential threshold pun mengikuti tabuhan genderang kepentingan politik ini. Sehingga menyamakan pengajuan syarat menjadi capres dengan cita-cita sistem presidensial. Logika tersebut adalah logika sesat. Hal ini bahkan dibahas secara sangat baik dalam dissenting opinion pada putusan itu. Hakim Saldi Isra dan Suhartoyo mengatakan bahwa rezim ambang batas itu dalam pencalonan yang menggunakan hasil pemilu legislatif sesungguhnya tidak relevan, dan logika mempertahankan dukungan besar pada presiden malah bisa menjadi perangkap menjadi pemerintahan otoriter. Pidato Megawati ada benarnya tetapi dari substansi dan praktek kenyataan dalam pemerintahan saat ini – pidato tersebut hanya basa-basi politik. Karena PDI-P dengan Koalisi gemuknya telah mempertontonkan praktek kenegaraan yang keliru dalam sistem presidensial. Dikutip dari Jurnal Comparative Political Studies, pembentukan koalisi (koalisi partai politik) dalam Pemilihan Umum menyebabkan polarisasi dalam sistem pemerintahan presidensial. Kondisi tersebut membuat check and balances di dalam sistem pemerintahan presidensial tidak bisa berjalan dengan maksimal atau sesungguhnya terjadi kemacetan yang fatal dalam sistem Presidensial. (*)

Kohesi Anies dan Partai Politik

Di Indonesia, kehadiran partai politik tidak bisa dilihat dan dimaknai secara hitam putih. Sebagai kekuatan politik yang mampu membentuk konstitusi, melahirkan para pemimpin nasional dan sistem yang secara masif menggerakan serta  menentukan proses penyelenggaraan negara dan bangsa. Partai politik tak ubahnya seperti sebuah keniscayaan. Kehadirannya menjadi kebutuhan dan begitu digandrungi oleh banyak kalangan, namun tak sedikit yang skeptis dan apriori melihat sikap dan tindak-tanduknya. Oleh: Yusuf Blegur Mantan Presidium GMNI  Rakyat terus mengalami pasang surut hubungannya dengan partai politik. Dari jaman ke jaman, dari pemilu ke pemilu dan dari satu partai politik ke partai politik yang lain. Rakyat seakan abadi menunggu dan menggantungkan nasibnya dengan kebijakan partai politik. Melalui kaki-kaki dan perpanjangan tangannya, nasib rakyat sangat ditentukan oleh kekuatan badan legislatif, eksekutif dan yudikatif yang selamanya menyusui pada partai politik. Rakyat seakan kekal mengalami fase \"trial and error\" dari partai politik yang sejatinya berorientasi kekuasaan. Ada aksioma yang kuat terjadi dalam iklim sosial  masyarakat kontemporer, politik itu untuk merebut kekuasaan, bukan untuk  mengurus kemakmuran dan keadilan rakyat.   Pun demikian, rakyat seakan menikmati konser dari panggung politik yang dihelat partai politik saat menyajikan harapan, impian dan bahkan uthopia dari upaya mewujudkan negara kesejahteraan. Berjuta kampanye, agitasi dan propaganda termasuk kontrak politik dengan partai politik, menjadi sajian menu simalakama yang tak bisa dihindari rakyat. Rakyat seperti lapar namun kenyang karena menelan mentah-mentah pepesan kosong dari janji-janji politik. Begitupun sebaliknya, rakyat merasa kenyang dengan perasaan dan jiwa yang penuh sesak dijejali  asupan manipulasi dan kamuflase politik, tak urung  kerapkali merasakan penghianatan dari penguasa yang memenangkan hati rakyat.   Memang ada sedikit pengecualian, meski menjadi minoritas, kaum pinggiran dan terseok-seok. Partai politik terkadang ikut membantu persalinan  kebijakan dan beberapa pemimpin yang mampu menghilangkan dahaga rakyat akan capaian kelayakan hidup. Kalaupun itu terjadi dan muncul di permukaan, maka bisa dipastikan akan ada pengawasan dan kontrol yang kuat dan mengikat, bahwasanya tidak ada personifikasi dan insitusional yang tidak dalam pengaruh dan kehendak partai politik. Pada fase ini banyak tokoh dan pemimpin partai politik tidak bisa  menjadi dirinya sendiri dan tergadai oleh mekanisme partainya.   Pendiri dan  kader termasuk petugas partai politik, seperti  mengalami nasib yang sama dengan rakyat saat bersentuhan sekaligus  menjalankan roda  pemerintahan dan program-program pro rakyat. Ada pseudo demokrasi dan oligarki yang mencengkeram dan  membelenggu aspirasi rakyat. Ada parade hawa nafsu yang menjelma menjadi sistem yang menyuburkan kerakusan dan keserakahan pada harta dan jabatan. Rangkaian sistem yang kuno dan klasik yang menamai dirinya dengan  kapitalisme dan komunisme global,  semakin digdaya pada modernitas  dan mampu membonsai Pancasila, UUD 1945 dan NKRI. Bukan ideal Tapi Mampu Merangkul Sebagai seorang figur pemimpin yang terus bertumbuh dengan prestasi dan apresiasi publik. Anies kian kemari terus menuai harapan sekaligus dukungan sebagian besar rakyat. Keinginan dan kehendak rakyat, seolah ingin menasbihkan  Anies sebagai presiden dalam perhelatan pilpres 2024. Sebuah dinamika demokrasi yang patut mendapatkan respek dari semua pihak, karena mau menempuh mekanisme formal dan normatif. Terbersit, dari pilihan mengikuti konstestasi ajang transisi kekuasaan itu, menegaskan Anies sebagai pemimpin yang taat konstitusi termasuk tunduk pada aturan UU pemilu. Anies pada tahap awal sudah dapat melewati aspek fundamental dalam proses pencapresannya. Ia secara eskalatif dan akumulatif terus menuai dukungan rakyat. Setidaknya basis dukungan pemilihnya sudah bisa dihitung dan menghidupkan kompetisi dan rivalitas di antara kandidat capres. Realitas dan kemunculan progesif Anies dalam pilpres 2024 mendatang, tentu saja menimbulkan resonansi dan geliat tersendiri, baik baik dari kalangan partai politik yang mengusung capresnya sendiri maupun partai politik yang berlanggam \'wait and see\' dan masih melakukan penjajakan. Selain hasil survei ada partai politik yang tentunya ingin membangun kompromi dan kesepakatan pada capres tertentu. Fenomena Partai politik dalam menentukan pilihan capres serta upaya memoles dan menjualnya. Harus tetap dilihat sebagai proses politik yang tidak parsial. Selain tingkat elektabilitas  dan akseptabilitas,  partai politik juga tidak berdiri sendiri mengurus capresnya,  terutama terkait pembiayaan kontestasinya baik untuk capresnya  maupun kepentingan partai politik itu sendiri.  Sebagai contoh, partai politik akan mensyaratkan daya dukung capres terkait dana kampanye atau khususnya pembiayaan saksi saat pilpres berlangsung. Juga akan banyak dibebani kebutuhan lain dalam hajatan politik lima tahunan  berbiaya maha besar. Atmosfer capres dan partai politik yang seperti itu, semakin mengokohkan betapa demokrasi di Indonesia terutama pemilu pada umumnya dan pilpres  khususnya, tak bisa dilepaskan dari dominasi dan hegemoni aspek kapitalistik dan transaksional. Wajar saja jika desain, proses pelaksanaan dan hasil dari pemilu maupun pilpres beraroma kental peran para pemilik modal atau yang populer disebut oligarki. Dalam hal ini eksistensi partai politik tak bisa mengelak dari intervensi para borjuasi korporasi dan borjuasi birokrasi. Secara umum publik telah menilai, partai politik cenderung terpolarisasi dan menjadi subkoordinat kelompok \'the have\' pemilik kekuasaan informal tapi signifikan menentukan hajat hidup rakyat. Bagi Anies sebagai capres paling potensial yang jejak rekamnya relatif bersih ketimbang capres lainnya, ditambah dukungan rakyat yang tak terkendali mengidolakannya. Selayaknya Anies mampu membangun komunikasi politik dan meyakinkan kepercayaan publik yang ada pada dirinya kepada partai politik. Betapapun kalau mau jujur menelusuri esensi dan substansinya, partai politik sekarang sedang memasuki masa gamang dan absurd. Partai politik  benar-benar sedang mengalami pergulatan pemikiran dan batin terutama yang menghinggapi para ketua umumnya dan pembisik tingkat dewa di sekelilingnya. Anies yang memiliki harga diri tinggi dan tidak bermental pengemis apalagi hanya untuk kehormatan berlabel status dan jabatan, tentunya akan memiliki tantangan tersendiri jika berhadapan dengan partai politik. Menjadi keharusan dan tak terbantahkan, partai politik menjadi penentu nasib Anies pada capres dalam pilpres 2024, bahkan pada saat bisa atau tidaknya sekedar dalam pencalonan. Baik bagi Anies maupun partai politik, keduanya berhadapan dengan pilihan yang sulit antara mengedepankan  politik realitas atau politik ideal. Mana yang lebih penting dan mendesak untuk diperjuangkan, memenangkan pilpres kemudian mengambil kekuasaan terleb8h dahulu atau teguh memegang prinsip-prinsip demokrasi yang memulakan nilai-nilai, norma dan etika. Menjungjung tinggi kebenaran dan keadilan serta menjaga keberadaban. Atau tak peduli mekipun menjadi pengikut Machiavellis. Sebagai pemimpin yang mungkin saja belum menenuhi kriteria ideal. Anies terbilang mumpuni sebagai pemimpin yang mampu merangkul keberagaman bangsa. Hanya Anies dan partai politik utamanya para ketua umum dan sedikit sinyal dari para pemilik modal yang mampu memainkan domain dan irisan pilpres ke depan. Jika saja tidak terjadi kohesi antara Anies dan partai politik, setidaknya Anies memiliki modal mulia dan terhormat berupa kejujuran d an kerja kerasnya mengangkat harkat hidup orang banyak. Setidaknya, walau tak lolos partai politik Anies menjadi pemimpin yang tinggal menunggu waktu mendapat  legalitas dan legitimasi dari rakyat Indonesia serta yang terpenting menerima mandat dari pemilik kekuasaan yang  hakiki. Wallahu a\'lam bishawab.

Menparekraf Yakin Desa Wisata Kian Digandrungi Setelah Pandemi

Jakarta, FNN - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno meyakini desa wisata semakin digandrungi setelah pandemi usai, seiring dengan perubahan tren preferensi berwisata di tengah COVID-19.\"Kami meyakini bahwa Desa Wisata akan menjadi \'pandemic winner\' dari sektor pariwisata,\" kata Sandiaga dikutip dari siaran resmi diterima di Jakarta, Selasa.Ia menuturkan wisatawan pascapandemi COVID-19 lebih berorientasi pada daya tarik wisata yang lebih personalize, customize, localize, dan smaller in size. Sandiaga mencatat ada adanya kenaikan kunjungan di desa-desa wisata selama tahun 2021.Menurut Sandiaga, pengembangan desa wisata didukung juga dari aspek akomodasi lokal alias homestay yang berperan memberikan pengalaman menyenangkan untuk wisatawan. Faktor kebersihan dan kenyamanan pun menjadi sebuah prioritas yang harus disediakan oleh pemilik homestay yang didominasi oleh penduduk lokal.Peran serta semua pihak dibutuhkan, termasuk juga masyarakat di daerah setempat dengan cara turut menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan di desa wisata.Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif berkolaborasi dengan Kao Indonesia dalam Kemitraan Pentahelix sebagai upaya untuk mewujudkan Desa Wisata yang Bersih, Sehat, Aman, dan Lestari.Sandiaga turut menyaksikan penandatanganan Joint Statement antara Masahide Nishida selaku President Director PT Kao Indonesia dengan Henky Hotma Parlindungan Manurung selaku Deputi Bidang Industri dan Investasi Kemenparekraf yang dilakukan bertepatan dengan acara Asian Venture Philanthropy Network (AVPN) Conference 2022.\"Kami sangat menghargai upaya Kao Indonesia melalui Kolaborasi Sinergis ini dengan mendukung pengembangan Desa Wisata dari sisi kesehatan dan kebersihan lingkungan yang tentunya sesuai dengan situasi serta kebutuhan yang dibutuhkan oleh desa-desa wisata sehingga sektor pariwisata dapat kembali bangkit dan bertumbuh.”Kao Indonesia menyediakan 10.000 paket produk sebagai fasilitas penunjang untuk homestay yang berada di Desa Wisata sehingga dapat meningkatkan minat wisatawan untuk menginap di homestay dan mengembangkan potensi Desa Wisata sebagai destinasi tujuan utama wisata dalam negeri.Deputi Bidang Industri dan Investasi Kemenparekraf Henky Hotma Parlindungan Manurung mengapresiasi upaya perusahaan yang bekerjasama dengan Kemenparekraf dalam berpartisipasi mewujudkan Desa Wisata yang Bersih, Sehat, Aman, dan Lestari.Kolaborasi ini diharap Henky dapat membantu meningkatkan faktor kebersihan di setiap homestay dan menjadi standard baru sehingga homestay lebih bersih dan nyaman.\"Desa wisatanya berkembang dan tentu saja akan diikuti oleh potensi peningkatan pendapatan ekonomi bagi penduduk lokal pemilik homestay serta masyarakat luas di desa wisata tersebut,\" kata Henky.Vice President Director PT Kao Indonesia Jeniagusliono S. S, mengatakan implementasi kolaborasi ini akan berlangsung sepanjang 2022 hingga 2023.\"Kami berharap semoga kerjasama sinergis yang berlangsung saat ini dapat memberikan dampak nyata dan berkelanjutan terutama di Desa Wisata Prioritas yang menjadi sasaran kegiatan ini,\" kata Jeniagusliono. (mth/Antara)

Megawati: Siapa yang Berbuat Manuver, Silakan Keluar!

Jakarta, FNN - Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri memberikan peringatan keras kepada seluruh kader partai yang melakukan manuver politik untuk pencalonan presiden pada Pemilu 2024.\"Kalian, siapa yang berbuat manuver, keluar,\" tegas Megawati dengan suara tinggi saat memberikan sambutan dalam pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) II PDI Perjuangan Tahun 2021 di Sekolah Partai DPP PDI Perjuangan, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Selasa.Dia menegaskan PDI Perjuangan tidak menginginkan kader yang suka bermain politik dengan mengedepankan oportunisme.\"Tidak ada di dalam PDI Perjuangan, yang namanya main dua kaki, main tiga kaki, melakukan manuver,\" tambahnya.Dia pun meminta semua kader untuk bersabar menunggu keputusannya dalam menentukan siapa sosok yang akan menjadi bakal calon presiden (capres) atau calon wakil presiden (cawapres) dalam Pemilu 2024, termasuk partai koalisi yang akan digandeng.Dia juga mengingatkan kepada seluruh kader bahwa dia memiliki hak prerogatif untuk menentukan dua pilihan tersebut, sosok capres-cawapres dan keputusan koalisi. Amanat tersebut menjadi haknya setelah seluruh kader secara mufakat memilihnya sebagai Ketua Umum.Dia juga meminta seluruh kader PDI Perjuangan tidak mendahului untuk berkomunikasi terkait urusan koalisi. Seluruh kader partai banteng moncong putih tersebut diminta untuk patuh dan tunduk sambil menunggu mandat pencalonan presiden dari Megawati.\"Ingat lho! Lebih baik keluar deh, daripada saya pecat lho kamu, saya pecat-pecati lho,\" tambahnya.Dia mengatakan seluruh kader PDI Perjuangan harus taat dan patuh terhadap aturan partai. Kader yang hanya ingin tampil tidak dibutuhkan di PDI Perjuangan, katanya.\"Inilah organisasi dari sebuah partai yang namanya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, yang mengikuti aturan partainya, dan solid bersama dengan rakyat. Lha kalau hanya mau mejeng-mejeng aja, duh, enggak deh,\" ujar Megawati. (mth/Antara)

Rumah Indonesia Paris Gelar Acara Promosi Produk dan Budaya

Jakarta, FNN - Rumah Indonesia Paris (La Maison de l\'Indonésie) menggelar dua acara promosi produk, seni, budaya, kuliner dan pariwisata Indonesia untuk menyambut musim panas di Paris.Dua acara tersebut adalah Pesta Musik (Fête de la Musique) pada 21 Juni 2022 dan Hari Warisan Indonesia (Journée de Patrimoine) pada 23 Juni 2022.Animo masyarakat setempat terhadap Indonesia sangat tinggi, kata kelompok diaspora tersebut dalam siaran pers yang diterima pada Selasa, terbukti dari banyaknya kunjungan ke Rumah Indonesia.Mereka mendapat banyak kunjungan dari pelanggan yang mayoritas adalah orang-orang Prancis yang suka membeli produk-produk Indonesia, seperti kopi, cokelat, teh, bumbu rempah-rempah, dan juga produk dekorasi.Oleh karena itu, dua acara itu digelar untuk memperkenalkan Indonesia lebih gencar lagi kepada masyarakat Prancis.Pesta Musik dirayakan oleh masyarakat Prancis setiap tanggal 21 Juni. Untuk memeriahkan perayaan itu, Rumah Indonesia Paris mengundang masyarakat setempat untuk bermain musik dan bernyanyi. Acara itu juga akan dimeriahkan dengan makan tempe gratis dan sajian kuliner Indonesia, seperti nasi goreng, sate ayam dan sate tempe.Acara lainnya adalah kegiatan promosi Indonesia, seperti demo jamu, demo pijat ala Bali, pertunjukan tari-tarian Sumatra Barat dan Kalimantan, dan presentasi dalam Bahasa Indonesia.Ada juga pemutaran film pendek dokumenter karya sutradara Prancis Alexandre Szuren tentang petani garam di Bali, pencak silat, tradisi Galungan dan Kuningan, dan tentang operasi pembersihan sampah plastik di Indonesia. (Sof/ANTARA)

Kremlin Mengaku Tak Tahu Lokasi "Tentara Bayaran" AS yang Tertangkap

Moskow, FNN - Kremlin mengatakan pada Selasa bahwa pihaknya tidak mengetahui lokasi dua orang Amerika yang ditangkap saat berperang di Ukraina timur.Namun, Kremlin mengatakan bahwa mereka adalah tentara bayaran dan dapat dijatuhi hukuman mati di wilayah-wilayah yang memisahkan diri yang didukung Rusia.Warga Amerika Alexander Drueke, 39, dan Andy Huynh, 27, hilang bulan ini saat berperang di dekat Kharkiv.Media pemerintah Rusia kemudian menunjukkan wawancara video dengan kedua orang itu dan mengatakan mereka telah ditangkap oleh pasukan yang didukung Rusia.Mengutip sumber yang tidak disebutkan namanya, kantor berita Interfax melaporkan bahwa orang-orang itu berada di Republik Rakyat Donetsk (DPR) yang memproklamasikan kemerdekaan di Ukraina timur.Warga Inggris Shaun Pinner dan Aiden Aslin dan warga negara Maroko Brahim Saadoun dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan DPR bulan ini setelah ditangkap saat sedang berperang bersama tentara Ukraina.Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan dalam panggilan telepon dengan wartawan bahwa Moskow tidak dapat mengesampingkan bahwa dua orang yang ditangkap itu, keduanya dari Alabama, juga akan dijatuhi hukuman mati jika diadili di wilayah separatis.Meskipun Rusia tidak memberlakukan hukuman mati, Republik Rakyat Donetsk dan Luhansk (LPR), yang kemerdekaannya hanya diakui oleh Moskow, menjalankan hukuman mati berdasarkan undang-undang mereka.\"Kami bicara tentang tentara bayaran yang mengancam nyawa personel kami. Dan bukan hanya kami, tapi juga personel DPR dan LPR.\"Ditanya apakah orang Amerika dapat diadili di DPR dan dijatuhi hukuman mati, Peskov mengatakan: \"Kami tidak dapat mengecualikan apa pun karena ini adalah keputusan pengadilan. Kami tidak pernah mengomentari keputusan-keputusan itu dan tidak berhak mencampuri keputusan pengadilan.Reuters tidak dapat segera memverifikasi laporan Interfax tentang lokasi warga Amerika itu.Juru bicara DPR langsung menolak berkomentar.Kremlin mengatakan bahwa sebagai \"tentara bayaran\", orang-orang itu tidak dilindungi oleh Konvensi Jenewa, yang menguraikan bagaimana tawanan perang harus diperlakukan.Kerabat warga Amerika yang ditangkap mengatakan mereka bukan tentara bayaran. Mereka melakukan perjalanan ke Ukraina sebagai sukarelawan pada April untuk membantu mengusir pasukan Rusia.Lois, ibu Alexander Drueke, berkata: \"Alex tidak pergi dalam kapasitas sebagai militer. Dia pergi sebagai warga sipil dengan pelatihan militer.\"Huynh dan Drueke terakhir berbicara dengan kerabat mereka pada 8 Juni. Mereka mengabarkan sedang pergi bertugas dan tak bisa dihubungi selama satu atau dua hari. Mereka dikhawatirkan ditangkap setelah tidak kembali ke markas.Anggota keluarga mengatakan mereka kemudian mengetahui bahwa kedua pria itu berada di wilayah Kharkiv, yang berbatasan dengan wilayah Donetsk di utara. (Sof/ANTARA/ Reuters)