ALL CATEGORY
Ketua DPD RI Minta Tak Ada Lagi Kekerasan Terhadap Warga Wadas
Makkah, FNN – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, meminta agar tak terjadi lagi kekerasan yang menimpa warga Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. LaNyalla berharap dilakukan pendekatan humanis yang saling menguntungkan, terutama kepada warga. “Hindarkan kekerasan. Tak boleh lagi ada tindakan represif kepada warga Wadas dalam pelaksanaan inventarisasi dan identifikasi tanah Wadas tahap dua,” kata LaNyalla, Rabu (13/7/2022). Senator asal Jawa Timur itu melanjutkan, warga Wadas sangat defensif terhadap petugas karena trauma pengalaman sebelumnya. Oleh karenanya, LaNyalla meminta agar pendekatan tak boleh dilakukan dengan kekerasan, meski negosiasi menemui titik buntu. “Meski terjadi ketidaksepakatan dan penolakan warga, tetap harus diupayakan jalan keluar terbaik, tak boleh ada pemaksaan,” ujar LaNyalla. Menolak, dikatakan LaNyalla, merupakan hak masyarakat yang memiliki lahan. Ketika pemerintah memerlukan lahanuntuk kepentingan PSN, maka pemerintah harus bijaksana dalam mengambil tindakan dan bersikap adil. “Apalagi warga Wadas terbelah, ada sebagian yang telah menerima ganti rugi dan ada sebagian warga yang menolak. Di sinilah diperlukan kebijaksanaan dan kedewasaan para eksekutor agar terdapat win win solution dan tetap mengedepankan permufakatan,” saran LaNyalla. Meski pemerintah telah melakukan pembayaran beberapa lokasi tanah warga di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah untuk tambang batuan andesit, penolakan masih terjadi. Hal ini terlihat dari rencana aksi yang direncanakan digelar warga Wadas, Selasa, 12 Juli 2022. Warga Wadas melakukan aksi penolakan terhadap inventarisasi dan identifikasi tanah tahap kedua yang direncanakan dilakukan BPN/ATR pada 12-15 Juli 2022. Gerakan aksi Wadas dalam kegiatan tersebut diunggah di akun Santri Nahdliyin @FNKSDA, singkatan dari Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam, pada 11 Juli 2022. (Ida/LC)
Gibran Akan Tindak Oknum Jual Beli Tanah Bong Mojo
Solo, FNN - Pemerintah Kota Surakarta akan menindak oknum yang terlibat dalam kasus dugaan jual beli tanah eks pemakaman Bong Mojo di Kelurahan Jebres, Jebres, Solo.\"Saya sudah dapat dua nama yang menjualbelikan tanah di situ,\" kata Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka di Solo, Rabu.Ditekankan pula bahwa tindakan tegas perlu dilakukan karena ada proses jual beli yang dilakukan oleh oknum tanpa sertifikat resmi dari pemerintah.Bahkan, kata Gibran, saat ini di lokasi tersebut sudah berdiri beberapa bangunan permanen meski tidak ada sertifikat tanahnya. Padahal, lahan eks Bong Mojo merupakan milik pemerintah kota (pemkot) setempat yang rencananya untuk pembangunan pasar mebel.\"Ada lebih dari 10 bangunan permanen. Mengko tak uruse (nanti saya urus), tenang saja,\" katanya.Berdasarkan informasi yang diperolehnya, warga ada yang beli tanah di eks Bong Mojo dengan harga Rp8 juta.Terkait dengan hal itu, camat dan lurah setempat, termasuk instansi terkait (Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman serta Pertanahan Kota Surakarta) sudah memberikan imbauan kepada keluarga yang sudah telanjur membeli tanah dan mendirikan bangunan agar memahami kondisi yang sebenarnya. \"Nanti segera kami ambil keputusan,\" katanya.Menyinggung soal pelaporan oleh Pemkot Surakarta kepada pihak kepolisian terkait dengan dugaan jual beli aset milik pemerintah tersebut, dia mengatakan bahwa pihaknya sedang mengumpulkan kuitansi pembelian.\"Kami kumpulkan kuitansi-kuitansinya, yo, tunggu wae (ditunggu saja). Intinya tanah ini \'kan tanah pemerintah, enggak bisa seenaknya membangun bangunan permanen di situ,\" katanya.Sementara itu, Lurah Jebres Lanang Aji Laksito mengatakan bahwa kawasan tersebut seharusnya untuk ruang terbuka hijau sesuai dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW).\"Kami sudah berkoordinasi dengan Satpol PP, \'kan sempat digaris polisi. Akan tetapi, kami juga tidak bisa selama 24 jam mengawasi Bong Mojo,\" katanya.Ia mengatakan bahwa hunian yang berdiri di lokasi tersebut ada yang sudah lama dan ada sebagian yang masih baru.\"Kemarin sudah dipasang MMT pengumuman bahwa ini lahan milik pemerintah, dilarang mendirikan bangunan,\" ujarnya.Selain itu, lanjut dia, juga akan ada pendataan atau pengukuran, misalnya, dahulu ada berapa hektare, sekarang berapa hektare.\"Dari Perkim (Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman serta Pertanahan Kota Surakarta) memang akan melakukan penataan. Akan tetapi, kapannya kami belum tahu,\" katanya. (Ida/ANTARA)
Celah Hukum UU Pemilu Perlu Dijawab Perbawaslu
Jakarta, FNN - Berbagai kekurangan dan celah hukum yang kosong ataupun multitafsir dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum diharapkan mampu dijawab dengan perbawaslu dalam menemukan titik progresivitas, kata anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty. Meski payung hukum (UU) tidak berubah, kata anggota Bawaslu Lolly Suhenty dalam keterangan di Jakarta, Rabu, dalam pelaksanaannya ada beberapa sendi yang bisa dikuatkan. Lolly menyampaikan itu merujuk pada kondisi saat ini soal aturan pemilu masih menggunakan regulasi yang sama, yakni UU No. 7/2017. Menurut dia, saat ini Bawaslu RI sedang merampungkan finalisasi revisi Peraturan Bawaslu (Perbawaslu) tentang Tata Kerja dan Pola Hubungan serta berbagai revisi perbawaslu lainnya untuk menguatkan kerja kelembagaan penyelenggara pemilu ini di seluruh sendi maupun pilar. \"Ini akan menuntut koordinasi dengan banyak irisan divisi yang bertujuan untuk mewujudkan kerja bagus dan terkonsolidasi,\" katanya lagi. Selain itu, jajaran bawaslu daerah dapat membuat strategi kerja yang apik dan terkonsolidasi dalam mengawal setiap tahapan Pemilu 2024. \"Perlu membuat langkah progresif dengan bekal pengalaman pengawasan Pemilu 2019 serta dilengkapi perbawaslu yang mendukung,\" kata Lolly Suhenty. Sebelumnya, Lolly mengatakan bahwa pihaknya tengah menyusun alat kerja bagi pemantau pemilu yang bertujuan agar masyarakat dapat mengetahui kontribusi kerja-kerja pemantauan pemilu. Alat kerja pemantau itu akan memudahkan pemantau pemilu. Lolly berpendapat bahwa konsentrasi kerja pemantau pemilu sangat berbeda-beda. Misalnya, ada pemantau yang khusus memantau dana pemilu, ada juga yang memantau rekapitulasi perhitungan surat suara. \"Nah, alat kerja ini harapannya bisa komprehensif dan mudah menginformasikannya sehingga publik jadi mudah membaca kerja hasil pemantauan,\" ujarnya. Ia memandang perlu menyusun kalender pengawasan bagi bawaslu dan juga pemantau pemilu sebagai upaya awal pemetaan masalah dalam hal pengawasan pemilu. (Ida/ANTARA)
Perlu Penguatan Sektor Digital Indonesia Atasi Krisis Global
Jakarta, FNN - Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar memandang perlu penguatan sektor digital di Indonesia sebagai upaya mengantisipasi dampak krisis ekonomi global.\"Sektor digital bisa menjadi pilar bagi Indonesia untuk memacu pertumbuhan ekonomi, seperti dikatakan Gubernur Bank Indonesia (BI), sektor digital menjadi penyelamat ekonomi selama pandemi COVID-19 berlangsung,\" kata Muhaimin dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.Menurut dia, Indonesia perlu mewaspadai bayang-bayang krisis ekonomi akibat inflasi dan kebijakan moneter global agar tidak terjebak dalam jurang resesi.Dikatakan pula bahwa digitalisasi harus dimaknai sebagai proses peningkatan efisiensi dan efektivitas dalam kegiatan, khususnya transaksi dan pengembangan sektor usaha dengan manfaatkan teknologi digital. Dengan demikian, mampu menopang pertumbuhan ekonomi.\"Pemerintah harus terus berupaya meningkatkan pembangunan dan pemerataan infrastruktur digital di seluruh wilayah Indonesia serta memberikan dukungan penuh melalui sisi kebijakan anggaran negara,\" ujarnya.Melalui cara itu, dia berharap sektor ekonomi digital Indonesia bisa terus berkembang dan seluruh masyarakat Indonesia merasakan manfaatnya.Di sisi lain, Muhaimin mendorong Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk berkomitmen dalam memberikan dukungan dengan memberikan kemudahan bagi para pelaku usaha, terutama usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), di seluruh daerah Indonesia dalam mengakses layanan keuangan digital dan melakukan digitalisasi usaha.\"OJK harus meningkatkan upaya sosialisasi tentang layanan keuangan digital dan digitalisasi usaha kepada para pelaku usaha dan UMKM di seluruh daerah Indonesia sehingga digitalisasi usaha makin luas,\" katanya.Ia juga meminta Pemerintah, Bank Indonesia (BI), dan OJK memberikan dukungan berupa kebijakan bagi masyarakat dalam melakukan transaksi berbasis digital.Hal itu, menurut dia, agar akses masyarakat terhadap penggunaan layanan keuangan digital makin mudah dan luas serta mendorong penerimaan negara seperti mengintegrasikan sistem pembayaran digital untuk membayar pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). (Ida/ANTARA)
Catatan Penyelenggaraan Ibadah Haji 2022 dari Komisi III
Jakarta, FNN - Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily memberikan catatan terkait penyelenggaraan ibadah haji tahun 2022 yang dilaksanakan Kementerian Agama (Kemenag) RI, karena masih ada kekurangan yang dirasakan para jamaah asal Indonesia.\"Dalam penyelenggaraan haji yang digelar setelah dua tahun pandemi COVID-19, kami mencatat masih ada kekurangan yang dirasakan para jamaah,\" kata Ace Hasan di Jakarta, Rabu.Catatan pertama menurut dia, pelayanan Armuzna masih belum sesuai dengan yang dijanjikan, karena biaya yang pada tahun-tahun sebelumnya sebesar pada kisaran 1.500 SAR, tahun ini mengalami kenaikan menjadi 5.500 SAR.Hal itu menurut dia tidak sebanding dengan pelayanan yang dirasakan para jamaah, karena pelayanan jamaah sama saja dengan tahun-tahun sebelumnya.Kedua menurut dia, jarak tenda di Mina dengan jamarah masih jauh yaitu hingga tujuh kilometer sehingga menguras stamina jamaah.\"Seharusnya dengan kapasitas terbatas, penempatan jamaah bisa diberikan pada jarak yang lebih dekat, tidak seperti kondisi haji sebelumnya. Banyak jamaah yang kena dehidrasi dan kelelahan,\" ujarnya.Dia menjelaskan, catatan ketiga, dari segi kesehatan, beberapa tempat layanan kesehatan ditemukan masih adanya rekam medis jamaah yang belum diperbaharui sehingga pelayanan tenaga kesehatan dalam melayani jamaah masih menggunakan rekam medis tahun 2020.Hal tersebut menurut dia berpengaruh terhadap layanan kesehatan jamaah namun secara umum pelayanan kesehatan sudah baik walaupun pengadaan obat harus diperbanyak sesuai dengan penyakit yang pada umumnya dirasakan jamaah seperti batuk, pilek dan sesak nafas.\"Keempat, perlu ditingkatkan pelayanan manasik haji para jamaah. Banyak jamaah yang tidak tergabung dalam kelompok bersama Ibadah Haji (KBIH) tidak memiliki pengetahuan yang cukup dalam menjalankan manasiknya. Hal ini perlu difasilitasi Kementerian Agama,\" katanya.Ace mengatakan, persoalan teknis seperti koper jamaah yang disediakan maskapai penerbangan yang cepat sobek dan rusak, perlu perhatian pihak yang berwenang.Dia juga menilai, masalah-masalah lain yang harus diselesaikan, antara lain terkait sengkarut Haji Furoda, walaupun kewenangan pemerintah Arab Saudi, namun menyangkut dengan jamaah haji Indonesia. Karena itu menurut dia harus dipastikan bahwa tidak ada calon jamaah haji Indonesia yang dirugikan akibat adanya pungutan visa haji Furoda tanpa kepastian keberangkatan.\"Selain itu, soal perlu adanya standar pelayanan minimal yang diterapkan untuk penyelenggara haji khusus atau ONH plus. Hasil pengawasan kami, satu pihak dengan yang lainnya berbeda-beda, ada yang layanannya sangat baik, ada juga yang sama sekali jauh dari standar pelayanan,\" ujarnya.Dia berharap agar persiapan penyelenggaraan haji harus dilakukan lebih baik lagi dengan waktu yang lebih jauh panjang.Menurut dia, pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Agama harus segera melakukan pembahasan dengan pihak Arab Saudi untuk memastikan jumlah kuota, penjajakan kontrak akomodasi dan konsumsi lebih awal dan lain-lain.Di sisi lain dia menilai, penyelenggaraan ibadah haji tahun 2022 secara umum telah berjalan dengan lancar, karena Indonesia telah mengirimkan jamaah haji dalam jumlah yang cukup besar dan merupakan negara Muslim terbesar dunia yang mengirimkan jamaahnya.Menurut dia secara umum, aspek layanan penginapan jamaah, konsumsi jemaah selama di Mekkah, Arafah, Mina, Mudzdalifah (Armuzna) dan Madinah disediakan dengan baik, transportasi, berjalan sesuai tahapannya.Ace mengatakan, Komisi VIII DPR RI akan menggelar Rapat Kerja dengan Kemenag untuk mengevaluasi secara keseluruhan terhadap pelaksanaan haji tahun 2022, setelah seluruh jamaah haji Indonesia kembali dari tanah suci. (Ida/ANTARA)
Draft RKUHP: Ngaku Dukun Bisa Dipenjara 1,5 Tahun
Jakarta, FNN - Salah satu ketentuan yang tercantum dalam draft Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) adalah mengenai seseorang yang mengaku sebagai dukun atau mengklaim dirinya mempunyai kekuatan gaib akan dihukum selama 1 tahun 6 bulan. Berdasarkan draft RKUHP yang diserahkan Kemenkumham ke DPR rumusan itu tertuang dalam pasal 252, yang mengatur tentang pidana soal praktik ilmu magis alias dukun santet. Diketahuinya dalam Pasal 252 disebutkan bahwa: (1) Setiap Orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik seseorang dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV. (2) Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga). Sementara dalam pasal 252 ayat 1 dijelaskan: Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah praktik main hakim sendiri yang dilakukan oleh warga masyarakat terhadap seseorang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib dan mampu melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan penderitaan bagi orang lain. Menurut wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Off The Record FNN, Rabu (13/7) ini adalah persoalan yang serius, RKUHP ini semua orang bisa kena, termasuk di media, karena ini akan berdampak secara keseluruhan pada sektor kehidupan kita, bahkan termasuk orang yang mengaku-ngaku punya kemampuan gaib. (Lia)
Bubarkan Mahkamah Konstitusi!
Bunyi pasal tersebut sangat jelas sehingga tidak mungkin bisa ada interpretasi lain: konstitusi itu tidak mencantumkan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold). Terang-terangan, bertentangan dengan konstitusi. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih KEJADIAN dungu terulang kembali saat Mahkamah Konstitusi (MK) berkilah/ berdalil bahwa Presidential Threshold (PT) 20%, untuk memperkuat sistem Presidensial. Memperkuat sistem pemerintahan Presidensial itu dengan: Menciptakan pemisahan kekuasaan antara lembaga Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif pada porsi, posisi dan perannya masing masing. Menciptakan sistem pengawasan (checks and balances) sehingga ada sistem kontrol, pengawasan dan penyeimbangan kekuasaan antara ketiga lembaga tersebut. Memberikan hak veto kepada Presiden dan kepada lembaga Legislatif hak veto dengan kewenangan masing masing. Bukan dengan Presidential Threshold 20%. Dungunya MK berubah menjadi lembaga suka ngarang-ngarang hukum karena ada tekanan, pesanan pihak luar yang ingin menguasai negara ini. Terlacak dengan jelas bahwa MK itu hanya kedok, pesan politik terselubung untuk melindungi kepentingan Pimpinan Partai Politik yang sudah terikat kongkalikong dengan oligarki untuk mengendalikan dan menguasai Pilpres 2024. MK bukan lagi penegak konstitusi. Tetapi menjelma menjadi lembaga yang melanggengkan pelanggaran konstitusi dan penjaga kepentingan oligarki. Alasan MK menolak Judicial Review (JR) PT 0% itu sangat mengada-ada, tidak profesional, sewenang-wenang alias tirani, hanya untuk mempertahankan UU yang merampas kedaulatan rakyat dan demokrasi, bertentangan dengan kepentingan publik dan konstitusi. Konstitusi Pasal 6A ayat (2) mengatakan “pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum”. Bunyi pasal tersebut sangat jelas sehingga tidak mungkin bisa ada interpretasi lain: konstitusi itu tidak mencantumkan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold). Terang-terangan, bertentangan dengan konstitusi. MK pasti paham bahwa DPR tidak mempunyai wewenang konstitusional sama sekali untuk mengubah konstitusi, termasuk melalui open legal policy. Maka, MK layak dibubarkan, dan bertanggung jawab penuh atas perbuatan melawan hukum yang dilakukannya. Berbahaya .... rakyat bisa saja datang ke MK dan membubarkan MK, dengan caranya sendiri – kalau pemerintah tetap bersikukuh mempertahankan MK dan tidak segera membubarkan MK. Tokoh-tokoh yang berpotensi menjadi pemimpin nasional akan sulit mengikuti kontestasi Pilpres 2024 selama ambang batas alias PT belum Nol persen atau masih tetap 20%. Jangan harap bisa lepas dari cengkeraman oligarki ekonomi dan oligarki politik. Siapapun Capres dan Cawapres yang bakal diajukan oleh partai politik, jangan harap mereka “bebas” dari oligarki. Karena mereka tak akan pernah bisa lepas dari oligarki. Satu-satunya lembaga yang bisa memotong oligarki secara yuridis ya MK. Tapi sayangnya, dari beberapa gugatan PT yang diproses tidak ada satupun yang dikabulkan MK. Maka, tidak salah jika ada tuntutan agar MK dibubakan saja. Karena, lembaga yang tadinya diharapkan bisa menjaga Konstitusi, ternyata justru sebaliknya. (*)
Kejanggalan Tewasnya Ajudan Sang Jendral, Benarkah Ada Motif Asmara?
Jakarta, FNN – Keluarga Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat yang tewas ditembak oleh Bharada E menyebut menemukan banyak kejanggalan dalam kasus ini. Khususnya berkaitan dengan kronologi peristiwa hingga luka mencurigakan yang dialami korban. Ayah Brigadir Yosua, Samuel kini hanya menginginkan kebenaran atas tewasnya anaknya, ia sangat ingin bisa melihat rekaman CCTV baku tembak di tempat kejadian perkara. Dia menyebut di rumah perwira tinggi seharusnya memiliki CCTV dan pengawasan yang ketat. Keluarga Brigadir Yosua juga mengklaim bahwa anaknya seorang sniper khusus yang biasanya ditempatkan di titik rawan, otomatis anaknya jago menembak. Tentunya keluarga merasa aneh dengan penembakan tersebut. Polisi menyebut Brigadir Yosua tewas dalam baku tembak itu, tetapi pada saat Brigadir Yosua Hutabarat melepaskan 7 kali tembakan, dan tidak sekalipun mengenai Bharada E, atau akurasi 0 persen. Dengan latar belakang Brigadir Yosua sebagai sniper, Samuel pun menganggap tidak mungkin tembakan anaknya sama sekali tidak mengenai Barada E. Namun saat ini beredar lagi kabar terbaru, insiden baku tembak itu disebut-sebut terkait motif asmara. Brigadir Yosua dikabarkan memendam hubungan spesial dengan istri Kadiv Propam, Putri Candrawati. Bahkan, desas-desus tersebut mengarah ke hal sensitif yang tidak bisa dijawab secara cepat oleh kepolisian. Sebab, informasi itu dinilai masih bersifat itu yang belum dapat dipastikan kebenarannya. “Tentunya isu itu (dugaan selingkuh) masuk dalam materi penyidikan yang tidak dapat kami ungkap ke publik,” kata Kapolres Metro Jaksel Kombes Budhi Herdi Susianto kepada wartawan Budhi mengaku tidak mau berasumsi. Terlebih, masalah tersebut dinilai menyangkut kehidupan pribadi. Wartawan senior FNN Agi Betha dalam kanal YouTube Off The Record FNN, Rabu (13/7) mengomentari seharusnya pihak kepolisian bisa mendeteksi dari awal kasus ini, kalau seandainya kematiannya wajar tetapi dalam kondisi tidak wajar, maksudnya wajar dalam arti memang kejadiannya seperti itu. Nah kalau seperti sekarang ini kan, orang kemudian berspekulasi lagi kenapa seolah-olah ada intimidasi. “Ini sekarang satu kepada polisi tentunya muncul ketidak percayaan dari publik terhadap versi yang resmi dari polisi, kemudian kan media banyak mewawancarai narasumber yang kemudian makin meneguhkan ketidak percayaan publik terhadap informasi yang diberikan kepolisian, saya kira ini tantangan serius bagi kepolisian,” lanjut Hersubeno Arief, wartawan senior FNN. Hersubeno juga mengingatkan juga kepada publik jangan segera begitu mendapat informasi dari WhatsApp Group langsung percaya, tetapi tidak melakukan klarifikasi. (Lia)
Kebaikan Sistem Pilpres Perwakilan Musyawarah di MPR Ala UUD 1945
Presiden Terpilih tidak punya hutang budi kepada Taipan atau Konglomerat, yang menjadi sebab Presiden tersandera, sehingga kebijakannya akan selalu pro konglomerat dan lupa pada rakyat. Oleh: M. Hatta Taliwang, Mantan Anggota DPR NASIB dan Hari Depan Indonesia tidak semata-mata ditentukan oleh Partai yang sudah kita ketahui keburukannya, tapi juga terlibat Utusan Daerah dan Utusan Golongan, ada Utusan Intelektual/Akademisi dalam penentuan siapa yang layak jadi Presiden Indonesia. Dengan demikian sudah lengkap representasi Rakyat untuk menentukan siapa yang layak menjadi Presiden, ada unsur keterpilihan (Partai) ada unsur keterwakilan (UG, UD, UI). Tinggal melaksanakan musyawarah dan memilih Presiden. Dijamin tidak lahir capres kelas tukang tambal ban. Karena dengan sistem Pilpres Perwakilan Musyawarah ala UUD 1945 Asli ini, dijamin tidak akan ada calon yang tidak berkualitas, karena Panglima TNI, Kapolri, Ketum NU, Ketum Muhammadiyah, para Sultan dll sebagai utusan Golongan/Utusan Daerah akan malu mengajukan capres di bawah standar kualitas mereka. Mata seluruh rakyat fokus ke gedung MPR Senayan. Kontrol rakyat lebih mudah jika ada penyimpangan. Tidak mudah melakukan penyuapan karena: Ada utusan Golongan misalnya Panglima TNI, Ketum Muhammadiyah yang jadi filter atau kontrol moral; Ada CCTV di semua sudut ruangan gedung; Bila perlu semua HP dipantau oleh KPK. KPK punya alat canggih itu; Isolasi anggota MPR seminggu sebelum Pilpres atau saat Sidang Umum sedang berlangsung; Pasti ada tokoh bangsa yang dicalonkan. Pendukungnya pasti memantau semua gerak gerik anggota MPR dan mengawasi seluruh proses Pilpres. Mereka bisa mengepung gedung MPR RI. Ormas, LSM, Mahasiswa dll tertuju matanya ke Gedung MPR ikut mengawasi jalannya Pilpres; Dan, Tidak semua anggota MPR bisa disuap. Pasti banyak juga yang punya nurani. Hampir semua parpol dan ormas melakukan pemilihan Ketumnya lewat proses perwakilan/musyawarah. Mengapa ketika memilih Presiden mesti Pilpres langsung? Padahal mereka tak pernah mengundang semua pemegang kartu anggotanya datang mencoblos saat memilih Ketumnya? Why mempertanyakan sistem Musyawarah ini yang sudah mengakar sebagai budaya bangsa dalam memilih pemimpin? Output sistem Perwakilan Musyawarah pada umumnya melahirkan Pemimpin berkualitas, kecuali yang musyawarah pakai duit ala preman. Dalam contoh Muhammadiyah dan PKS, mereka membuktikan prestasi organisasinya membaik dengan menggunakan sistem musyawarah yang fair dalam memilih pemimpinnya. Dari pembiayaan negara dan pembiayaan pribadi capres boleh dibilang minim dibanding Pilpres Langsung. Presiden Terpilih tidak punya hutang budi kepada Taipan atau Konglomerat, yang menjadi sebab Presiden tersandera, sehingga kebijakannya akan selalu pro konglomerat dan lupa pada rakyat. Tidak sampai terjadi pembelahan yang mengarah pada perpecahan rakyat seperti dampak Pilpres Langsung. Sehingga Persatuan tetap terjaga dan terpelihara. Aparat keamanan lebih bisa konsenterasi ke hal-hal yang lebih produktif bukan hanya mengawasi rakyat untuk ditangkap. Ini adalah cara memilih Presiden yang bijak dan arif warisan pemikiran pendiri bangsa kita, tapi kita lempar ke tong sampah, dan kita telah durhaka sehingga bangsa ini menjadi rusak parah oleh lahirnya pemimpin bangsa yang lahir dari cara yang bertentangan dengan budaya bangsa kita. Silakan kita renungkan bersama, mau teruskan Pilpres Langsung ala kaum individualistik liberalistik ini? (*)
Katak dalam Tempurung
Oleh Syafril Sjofyan - Pemerhati Kebijakan Publik, Sekjen FKP2B, Aktivis Pergerakan 77-78 Elit pemerintahan dungu, yang melihat trend remaja Citayam yang nampil fashionable di Jakarta, sebagai ukuran keberhasilan ekonomi. Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau dengan 270 juta penduduk dimana kehidupan mereka mayoritas miskin dan sangat miskin yang hanya bertahan hidup sehari. Tahun 2018 dalam keadaan normal jumlah rakyat miskin 150,2 juta orang, dengan pendapatan di bawah Rp30.517 per hari per orang. Apalagi dalam keadaan dihantam pandemi covid, semakin rakyat miskin banyak kehilangan mata pencarian, di PHK atau usaha mereka bankrut selama pandemi. Dalam kondisi tersebut diperparah ancaman global, perang Ukraina - Rusia, pemerintah Jokowi salah kelola Ekonomi, membangun infrastruktur secara ugal-ugalan tanpa kajian dan prioritas hanya bermodalan kepada hutang secara luar biasa, tanpa ingat kesulitan Pemerintah mendatang atau kesusahan bagi anak cucu membayar hutang. Dalam kondisi krisis Ekonomi memaksa membangun banyak menara gading seperti Kereta Cepat, IKN sama sekali tidak produktif, tidak menguntungkan dalam waktu dekat malah merugi dalam jangka panjang. Hanya menjadi beban APBN. Elit kekuasaan terlalu sombong dan angkuh menyatakan dalam setiap kesempatan, serta di goreng oleh buzzer sewaan, mengesankan seolah rakyat Indonesia dalam keadaan baik-baik saja. Style yang ditampilkan sekelompok remaja Citayam secara fashionable di jalanan SCBD Jakarta dijadikan ukuran keberhasilan Ekonomi rakyat. Oleh para petinggi Pemerintah. Picik dan dangkal. Hal tersebut bukan sesuatu yang baru, atau fenomenal. Bisa saja mereka tidak lagi mampu nampil dijalanan karena \"tidak mampu\" mengeluarkan uang jajan di Mall yang sudah serba mahal. Sementara berbagai kalangan dari dulu termasuk generasi Z sekarang \"menampilkan diri\" tersebut untuk eksistensi, pengakuan tentang keberadaan mereka. Setidak-tidaknya pengakuan dapat diterima di komunitas mereka sendiri. Di beberapa daerah budaya masyarakat yang senang nampil gaya itu sudah sejak dulu ada. Disamping unjuk diri menambah kepercayaan diri dan pengakuan. Dengan bergaya dengan barang bermerk berseliweran di Mall-Mall, kadang bukan berbelanja. Walau kehidupan ekonomi, keluarga sebagian mereka payah. Tidak sedikit kasus anak “memaksa” orang tuanya untuk menyediakan kebutuhan mereka untuk tampil menarik. Bahkan ada yang menjual diri untuk mendapatkan barang kemewahan, seperti gadget dan lainnya. Sangat naif jika trend anak muda nampil dijadikan kebanggaan oleh sementara elit untuk menutup kegagalan Pemerintah mengelola Ekonomi, dan mensejahterakan rakyat. Apalagi dicitrakan oleh para elit pemerintah, sewaktu tampil dalam diskusi public di tv. Mereka berbohong, karena hanya melihat dunia dalam tempurung. Meminjam istilah Rocky Gerung. Elit kekuasaan mempertontonkan dan memelihara “kedunguan”. Sama sekali tidak emphaty terhadap beban/ derita rakyat Kasus tumbangnya Pemerintah Srilanka, bukan lagi pelajaran, tapi sangat mungkin terjadi di Indonesia. Karena rakyat sudah bosan dengan janji zonk. Ibu-ibu sudah sangat menderita dengan semua harga-harga naik. Sementara para Pejabat dan anaknya asyik masyuk ber KKN. Eling. Bandung, 13 Juni 2022