ALL CATEGORY
Revolusi Akan Muncul Pada Saatnya
Kekuatan revolusi adalah bukan hanya mahasiswa tetapi lebih dominan oleh kaum buruh, pekerja, tani sebagai sokoguru kekuatan pokok revolusi. Sebagai pihak yang paling menderita selama ini. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih KALAU negara sudah menjadi anarchis - semua harus dibabad dulu - ganti yang baru (Plato). Terhadap kekuasaan yang telah berubah menjadi tirani dan otoriter tidak boleh ada kompromi dan tidak boleh ada jalan tengah. Rakyat bisa dihancurkan, tapi tidak bisa dikalahkan (Ernest Hemingway). A Prince whose character is thus marked by every act which may define a Tyrant, is unfit to be the ruler of a free people. (Seorang Pangeran yang karakternya ditandai oleh setiap tindakan yang dapat mendefinisikan seorang Tiran, tidak layak untuk menjadi penguasa rakyat bebas). Sinyal di atas sudah mulai muncul di Indonesia, sebagai pemantik munculnya people power atau revolusi. Munculnya revolusi itu tidak bisa dipercepat atau diperlambat. Kemunculan revolusinya tidak bisa dilepaskan dengan tahap perkembangan masyarakat dan hubungannya dengan sifat, sikap, kelola dan kebijakan penguasa. Pada kematangan nanti bahwa penguasa sudah full sebagai lawan masyarakat (rakyat) akibat penguasa tirani yang sewenang wenang dengan rakyat, embrio revolusi akan mulai terbentuk secara alami. Kawan dan lawan mulai terpetakan, rakyat sudah memposisikan diri sebagai lawan penguasa karena sikap penguasa yang selalu otoriter, tidak lagi mau mendengarkan suara rakyat. Tanda-tanda munculnya revolusi sudah dekat. Revolusi rakyat pada hakekatnya bukan hanya kemauan rakyat tetapi juga kelompok elit penguasapun mulai pecah dan gelisah, ini termasuk angkatan bersenjata mulai risau pada saat yang tepat pasti akan menyatu dengan rakyat, sebagai pemilik kedaulatan negara yang sah. Ketika rakyat diperlulakan sebagai budak, dihisap, dikekang kebebasannya, dan begitu mudah rakyat ditangkap hanya karena kritik atau beda pendapat dengan penguasa. Pada saat yang bersamaan akan muncul aturan, penguasa melahirkan UU tentang resiko penghinaan kepada penguasa sebagai alat atau legitimasi menangkap dan memenjarakan siapapun yang dikehendaki oleh penguasa. Musyawarah dengan penguasa tertutup, maka saat itulah muncul pilihan diam disiksa atau melawan keluar dari penindasan. Hidup atau mati akan menggema sebagai slogan perlawanan. Gelombang revolusi pasti berupa kekuatan rakyat akan menjebol penguasa tirani, maka resikonya huru-hara, dan sangat besar kemungkinan jatuhnya korban yang mati. Revolusi tidak akan lahir tanpa munculnya pimpinan atau tokoh besar sebagai magnet pergerakan, negarawan, berpandangan jauh ke depan, dan memiliki kemampuan memimpin Revolusi sampai tuntas. Kekuatan revolusi adalah bukan hanya mahasiswa tetapi lebih dominan oleh kaum buruh, pekerja, tani sebagai sokoguru kekuatan pokok revolusi. Sebagai pihak yang paling menderita selama ini. Jadi, selama civil society terus dilemahkan, masyarakat dibelah, organisasi rakyat dibeli, mahasiswa dan akademisi dibungkam, spirit demokrasi dikerdilkan dengan cara memanipulasi kesadaran dan membunuh keberanian rakyat, di saat itulah revolusi akan menemukan momentumnya. Terlihat gejala reformasi yang akan muncul di Indonesia adalah tuntutan negara kembali ke rel konstitusi UUD 1945 asli dan Pancasila, setelah sekian dekade UUD ‘45 asli diubah oleh proses amandemen yang ugal-ugalan atas pesanan kekuatan luar yang sangat besar. Prof. Kaelan UGM mengatakan bahwa “elite penguasa telah memurtadkan bangsa ini dari Pancasila”. Adalah hak rakyat untuk mengubah atau menghentikan pemerintahan tirani, dan mengganti dengan pemerintahan sesuai dengan cita-cita kemerdekaan. Karena, karakter pemimpin tirani tidak bisa diterima untuk memimpin bangsa yang merdeka. (*)
Selamat Datang Bapak dan Ibu Haji
Oleh M. Rizal Fadillah Pemerhati Politik dan Kebangsaan Jamaah haji berangsur-angsur mulai kembali ke tanah air setelah berjuang keras melaksanakan ibadah memenuhi rukun Islam kelima di tanah suci. Do\'a sambutannya adalah semoga makbul dan mabrur. Dikabul segala permohonan kepada Allah SWT dan hajinya bermakna bagi kebaikan hidup di dunia dan akherat. Surga balasan-Nya. Haji sebagai tahapan peningkatan keimanan dan kemusliman seseorang tentu harus mampu memperbaiki kekurangan dalam hal akidah dan ibadah kepada Allah. Akhlakul karimah. Perbuatan atau kebiasaan buruk yang dikerjakan sebelum berhaji kini hilang atau berubah. Bukti dari dosa-dosa yang telah diampuni. Amal shaleh yang mungkin minim pada awalnya sepulang haji tentu lebih banyak dan lebih bermutu. Umat bahagia atas kehadiran haji-haji baru yang memberi manfaat pada tetangga dan lingkungan masyarakat. Bapak dan ibu haji yang bersiap menjadi pahlawan lingkungan serta gemar berkorban demi kemashlahatan. Di samping hal di atas ada catatan penting yang dapat menjadi perhatian para \"alumni\" Tanah Suci sebagaimana yang tertuang dalam ayat Qur\'an Surat At Taubah 19 : \"Apakah yang memberi minum orang berhaji dan memakmurkan Masjidil Haram kamu samakan dengan orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir serta berjihad di jalan Allah ? Mereka tidak sama di sisi Allah. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim\". Amal memberi bantuan pada yang berhaji dan mengurus atau memakmurkan Masjidil Haram ternyata tidak cukup jika tidak dikaitkan dengan amal besar lain di sisi Allah yaitu Iman kepada Allah dan hari akhir serta jihad di jalan Allah. Keimanan tinggi kepada Allah dan meyakini bahwa hidup hakiki adalah nanti. Dengan segala ketetapan dan penghakiman-Nya. Jihad adalah tuntutan amal tinggi bagi yang telah berhaji. Jihad di jalan Allah dalam segala bentuknya. Mengembangksn sungguh-sungguh agama, membela atas serangan dan penistaan, serta membangun barisan perjuangan yang kokoh. Mendamaikan perselisihan dan menjalin persaudaraan. Persaudaraan adalah tonggak kekuatan. Haji yang berjihad siap membantu gerakan untuk menangkal Islamophobia. Islamophobia sebagai kebodohan, kezaliman, kemunafikan dan kekufuran. Islam yang rahmatan lil \'alamin difitnah negatif dan dibuat sebagai hantu yang menakutkan. Khas skenario jahat musuh-musuh Islam. Di masa penjajahan dahulu sepulang ibadah, para haji bergabung dalam kelompok-kelompok perjuangan kemerdekaan. Mereka mendirikan organisasi keagamaan, pendidikan, dan politik. Muncul kesadaran akan perlunya membuktikan kembabruran haji melalui amal nyata dan mendesak yang sangat dibutuhkan rakyat dan bangsa. Ayo para haji yang telah Allah beri kemampuan rizki, tenaga, dan kesempatan untuk segera berlomba-lomba berbuat baik di tanah air. Bangsa dan negara membutuhkan partisipasi dan kontribusi para haji untuk membangun dan membereskan negeri. Negeri yang nyatanya sedang dikuasai oleh kaum tirani dan oligarki. Selamat datang kembali bapa dan ibu haji di tanah air. Makbul dan mabrur. Semoga Allah SWT memberkahi ibadah haji bapa dan ibu. Mabruk. Aamiin Yaa Mujibas Sailiin. Bandung, 17 Juli 2022
Antara Sri Mulyani dan Sri Lanka Hanya Perlu Satu Langkah
KONDISI ekonomi Indonesia sebenarnya tidak jauh berbeda dengan Sri Lanka. Apalagi Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sudah memberi sinyal terkait dengan keadaan ekonomi Indonesia. Atas krisis ekonomi dan politik berkepanjangan, akhirnya Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa mengundurkan diri, kemudian Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe dilantik sebagai Plt Presiden atau pelaksana tugas presiden pada Jumat (15/7/2022). Wickremesinghe menggantikan Gotabaya Rajapaksa, Presiden Sri Lanka yang melarikan diri ke Maladewa kemudian Singapura. Sama seperti Gotabaya, Ranil Wickremesinghe juga didesak mundur oleh massa atas krisis Sri Lanka bangkrut. Akankah krisis Sri Lanka itu bisa merembet ke Indonesia? Wartawan senior FNN Hersubeno Arief membahasnya bersama pengamat politik Rocky Gerung dalam Kanal Rocky Gerung Official, Sabtu (16/7/2022). Petikannya: Dalam konten sebelumnya Anda membahas soal bahwa secara semantik Sri Mulyani dan Sri Lanka itu berdekatan. Tetapi, saya kira meskipun Anda bercanda, saya perhatikan Anda ini candanya nggak sekedar bercanda, ini ada soal yang serius saya kira. Iya, kan dalam sejarah ada yang disebut continous effect atau efek rumah kartu. Ya, betul dalam sejarah perubahan politik selalu disebut efek domino atau efek rumah kartu atau continous effect bahwa kesulitan di satu wilayah itu selalu berbekas pada ingatan publik di wilayah yang dekat. Sehingga, sebetulnya walaupun Indonesia mengatakan bahwa kami lebih bagus dari Sri Lanka, iya tapi kondisi-kondisi yang lain itu memang mirip dengan Sri Langka. Rajapaksa itu kan stabil betul politiknya karena dukungan mayoritas. Dia bahkan lebih mayoritas dari Jokowi. Toh, di ujungnya seluruh rakyat itu akhirnya minta dia turun dan bukan cuma dia yang diminta turun, orang yang harusnya menggantikannya pun diminta untuk turun. Jadi, satu paket politik itu ganti seluruh rezim. Itu sebetulnya yang saya membayangkan menteri-menteri apa nggak merasa bakal di-Sri Lanka-kan. Demikian juga Pak Jokowi. Sangat mungkin itu Rajapaksa itu ketemu dengan Pak Jokowi (di) Singapura. Bisa jadi kan? Jadi hal-hal yang semacam ini tetap kita bayangkan hal yang paling buruk, karena ada bara sosial yang betul-betul ditahan-tahan dalam masyarakat kita. Bayangkan misalnya seluruh kebijakan Jokowi itu berantakan. Apa yang disebut sebagai proyek harapan itu enggak ada. Indeks demokrasi memburuk, nanti ada disebut bahwa “saya baca pada kepemimpinan Pak Jokowi orang miskin berkurang”. Oh iya, pasti orang miskin berkurang. Tetapi disparitasnya tinggi. Itu intinya kan? Apalagi dianggap bahwa Bapak Jokowi berhasil turunkan orang miskin. Kan musti dibikin perbandingan dengan presiden sebelumnya. SBY mengurangi orang miskin 20%; Jokowi mengurangi orang miskin 20%; Itu bagaimana logikanya? Jadi tetap kemiskinan itu ada dan bukan sekedar di dalam perbandingan tapi secara riil, disparitas itu yang lebih penting untuk dihitung. Bukan sekadar jumlah orang miskin. Jumlah orang miskin banyak juga orang miskin yang hanya dipelihara oleh keluarganya. Tetapi disparitas naik terus. Jadi, ini yang sebetulnya paralel dengan apa yang terjadi di Sri Lanka. Kenaikan harga-harga, hutang yang akhirnya tidak bisa dibayar. Itu penyebab utamanya. Tapi, bagi rakyat Sri Lanka, yang dilihat adalah kebusukan politik. Dan kebusukan politik itu juga sama dengan yang di kita. Soal minyak goreng itu kebusukan politik. Soal macam-macam yang kita sering bahas bahwa kita punya kelebihan uang tapi nggak mau dibagi pada rakyat. Padahal, itu hasil dari bumi Indonesia, dari bumi kita yang diekspor. Tapi itu nggak kembali ke kita kan, ke rakyat. Jadi, paralel memang keadaan Sri Lanka dan keadaan di Sri Mulyani. Eh, sorry. Mungkin ini perlu saya update ya mengapa kita bicarakan ini, karena situasi pemburukan itu ternyata tidak hanya terjadi di kawasan Asia, karena kalau Sri Lanka ini kan Asia Selatan, kita Asia Tenggara berdekatan gitu. Tapi kan kita membaca krisis-krisis politik pemerintahan di nun jauh sana di Amerika, di Benua Amerika ya. Maksud saya ada Argentina yang menteri keuangannya mundur, kemudian kemarin Boris Johnson yang ledek-ledekan dengan Putin soal G20, ternyata dia lebih duluan mundur sehingga dipastikan dia tidak akan muncul di G20. Kemudian Mario Draghi dari Italia yang kemarin bilang bahwa dia dapat info dari Pak Jokowi bahwa Pak Putin tidak akan datang. Eh ternyata sekarang malah Mario Draghi sendiri tidak akan datang karena pemerintahannya juga jatuh. Nah, sekarang Rajapaksa itu kenapa menjadi semakin mendekat ke Indonesia karena dia terbang lari ke Singapura, mencari suaka di Singapura. Katanya begitu. Jadi ini menurut saya memang semacam warning saja bagi pemerintahan karena efek domino yang sudah semacam hukum besi dalam sejarah. Iya betul. Dan, yang lebih bahaya, ada psikologi publik. Jadi publik justru menunggu hal yang paralel itu terjadi di Indonesia. Lain kalau betul-betul pemerintah punya selain social safety net, juga ada semacam psychological safety net. Jadi, daya tahan psikoligis kita hilang sehingga seperti kasus polisi tembak polisi tiba-tiba menjadi viral dan semua orang menganggap bahwa ini masih ditransparankan. Nah, hal yang sama juga bisa pindah pada soal ekonomi itu. Semuanya musti transparan. Mana yang disebut sebagai oligarki? Mana janji Pak Jokowi? Dia akan memimpin sendiri upaya untuk menjaga stabilitas ekonomi, terutama pangan dan energi. Itu nggak terjadi itu. Jadi, sebetulnya kalau kita melihat statistik makronya itu, ya di atas kertas masih rezim ini mengatakan, ya kami nggak seburuk Sri Lanka. Ya memang, tapi psikologinya sebetulnya sudah ketakutan. Tidak seburuk, artinya memang buruk juga tuh. Tinggal dua tiga langkah yang ngaco itu bisa jadi lebih buruk dari Sri Lanka. Jadi benar, continous effect itu, efek yang menular itu, terutama akan terjadi karena psikologi. Peristiwa ‘98 tersebut sebetulnya juga karena psikologi kan? Hal yang memang sebetulnya masih bisa diatasi, tapi karena publik sudah merasa wah Indonesia bahaya ini, ini bangsa yang berbahaya, pemerintah nggak bisa lagi dipercaya. Demikian juga 2008 itu, itu yang selalu disebut banjir psikologi manusia itu mendahului realitasnya. Jadi, kalau dibilang ekonomi memburuk itu secara psikologis manusia atau rakyat itu berupaya untuk memahami. Tapi pemahaman dia artinya nggak ada lagi harapan. Jadi sekali lagi, kalau sinyal harapan itu nggak ada maka pemburukan ekonomi itu justru akan lebih cepat dari perkiraan para ekonom, karena ini soal psikologi sosial. Saya kira ini Bu Sri Mulyani harus masuk ke wilayah itu, tidak lagi bicara soal angka-angka. Karena angka-angka itu sebenarnya kemudian bisa jadi kalau dari psikologi publik sudah berbeda menangkapnya itu yang ditangkap juga berbeda maksudnya. Jangan-jangan publik sekarang sudah memakai ilmu memahami Pak Jokowi untuk memahami Ibu Sri Mulyani. Jadi kalau Bu Sri Mulyani menyatakan aman, berarti itu tidak aman. Saya kira semuanya ini kesulitan untuk menerangkan keadaan, terutama dia musti membayangkan kebijakan Washington, World Bank, dan segala macam itu tetap diperlukan untuk menjadi sinyal kebijakan yang akan diambil. Kan enggak pernah Indonesia itu keluar dari semacam sinyal World Bank, IMF, ya itu kesulitannya. Tetapi, sinyal Sri Mulyani justru menerangkan bahwa kita memang sudah buruk, bersiap-siap untuk inflasi, bersiap-siap untuk menghadapi hal yang mungkin terjadi seperti diserang. Dan itu sudah diucapkan Sri Mulyani. Dan kejujuran Sri Mulyani itu tidak diimbangi dengan kematangan etisnya. Kalau dia secara etis merasa bahwa kita harus menghadapi seperti Sri Lanka itu artinya dia gagal untuk mempertahankan kebijakan fiskal yang masuk akal. Dia justru musti ikuti perdana menteri Inggris, PM Italia, atau rekannya di Argentina yang mengundurkan diri. Jadi, Ibu Sri Mulyani sebaiknya mengundurkan diri supaya orang merasa oke Sri Mulyani itu tahu keadaan. Karena itu dia perlihatkan pada publik bahwa memang Indonesia ada dalam kerapuhan, supaya adat semangat baru untuk memperbaiki kebijakan. Kenapa takut untuk mengatakan saya gagal, selesai kan? Dan Pak Jokowi juga mungkin merasa bahwa dia perlu sinyal jujur dari Sri Mulyani. Tetapi, sinyal jujur itu nggak bisa terungkap karena saya membayangkan bagaimana Sri Mulyani berdiskusi dengan Pak Jokowi tentang keadaan. Pak Jokowi nggak punya perasaan bahwa ada krisis karena dianggap bahwa nanti (bakalan) ada bigdata yang menyelamatkan dia. Nanti ada relawan yang masih akan mendukung dia. Nanti koalisi di DPR yang mendukung dia masih kuat, masih 80%. Ya itu sebetulnya palsu. Karena itu soal politik. Padahal di dasar politik terjadi kesulitan ekonomi. Kesulitan ekonomi selalu akan mendikte politik. Itu rumusnya di mana-mana. (Ida/mth)
Membunuh Kebenaran
Oleh: Yusuf Blegur - Mantan Presidium GMNI Kehidupan dunia memang tak memberi kemewahan pada yang menjaga kebenaran. Rasionalitas kerapkali menjadi alasan untuk memburu dan menikmati kesenangan. Persfektif hidup, melulu dilakukan berorientasi materi demi menjadi milik dan aset yang membanggakan.* *Bukan hanya ketidakadilan, bahkan dalam berpikir saja sudah menghadirkan keonaran, membiarkan kejahatan menyembelih kebenaran. Kadang banyak yang lupa bahwasanya disebut manusia jika hidupnya memberi manfaat. Kata-kata dan perilaku menjadi begitu terhormat dalam pandangan khalayak, meski memiliki jiwa yang tersesat. Bangga pada status sosial dan harga diri yang berujung dipenjara oleh ambisi yang melekat. Harta, wanita dan jabatan terlalu kesohor meskipun kegilaan padanya rentan membawa mudharat. Orang suci terlalu terhina karena hidup compang-camping dan miskin. Orang kaya begitu dimuliakan karena terbiasa mampu membeli semua, penuh percaya diri dan begitu yakin. Rakyat jelata memang hanya bisa pasrah, meskipun kata sehat dan selamat hanya bisa diperoleh dari vaksin. Layaknya perang yang berkobar, menimbulkan kontroversi dan polemik internasional hanya karena kebijakan seorang Putin. Kekuasaan memang tak akan pernah diwariskan pada kaum yang lemah dan tak berdaya. Rakyat hanya diciptakan Tuhan sebatas memelihara asa. Pancasila, UUD 1945 dan NKRI seakan fana bahkan cenderung lebih terasa sebagai maksiat bagi bangsa. Begitu mudahnya dimanfaatkan secara terstruktur, sistematik, dan masif sebagai alat efektif bagi rezim untuk membunuh kebenaran di Indonesia. Munjul-Cibubur 17 Juli 2022.
Jika Mahkamah Konstitusi Penjaga Tirani Kekuasaan: Layakkah Dibubarkan?
Namun sebaik-baik mekanisme yang dibuat, jika demokrasi adalah sistem pemerintahan yang menaungi, maka menjadi peluang bagi siapa pun yang berkuasa, termasuk hakim MK, untuk bertindak SSK (suka-suka kami). Oleh: Pierre Suteki dan Puspita Satyawati, Dosen Universitas Online (Uniol) 4.0 Diponorogo I. PENGANTAR Tagar #WajibBubarkanMK menjadi trending topic di Twitter setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak belasan permohonan judicial review (JR) atau uji materi soal presidential threshold (PT) alias ambang batas pencalonan presiden 20% menjadi 0%. Sejumlah warganet dan tokoh menyoroti hal tersebut. Menurut Helmi Felis (pegiat media sosial), tagar ini merupakan strong message rakyat, wujud penegasan bahwa rakyat menghendaki MK dibubarkan. Bahkan masyarakat tak lagi memohon tapi memerintahkan rezim agar MK dibubarkan (wartaekonomi.co.id, 13/7/2022). Kekeuh-nya MK meski telah digugat belasan kali memicu kecurigaan sebagian kalangan bahwa rezim saat ini diduga dikendalikan oleh oligarki. Ketua DPD RI, A.A. LaNyalla Mahmud Mattalitti menilai, penolakan MK atas gugatan atas Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang PT 20% berarti MK sengaja memberi ruang kepada oligarki ekonomi untuk menyandera dan mengendalikan negara ini berpihak dan memihak kepentingan mereka. Sehingga sudah sepantasnya MK dibubarkan karena tak lagi menjaga negara dari kerusakan akibat produk perundangan yang merugikan rakyat dan menyebabkan kemiskinan struktural di negeri ini (pontas.id, 5/6/2022) Sebelumnya, Mantan Menteri Keuangan Rizal Ramli menyebut pembubaran MK perlu dipertimbangkan setelah masa jabatan Presiden Joko Widodo berakhir. Pasalnya, MK tak lagi mampu menegakkan konstitusi. Bahkan justru menjadi penjaga tirani kekuasaan (fajar.co.id, 13/5/2022). Jika MK tak lagi sebagai penjaga konstitusi (constitution guardian) tetapi telah berubah menjadi penjaga rezim dan lingkarannya, dus kemudian untuk apa dipertahankan? MK yang sebelumnya digadang-gadang sebagai pengawal konsep demokrasi pun realitasnya justru terbelenggu oleh oligarki. Pernyataan Peneliti MK, Nallom Kurniawan bahwa Indonesia adalah negeri demokrasi terbesar di dunia (detik.com, 10/10/2019) nampaknya tak relevan lagi. Tak dipungkiri, oligarki menjadi gaya rezim memerintah saat ini. Tepat bila Jefrey Winters menegaskan bahwa demokrasi di Indonesia telah dikuasai oleh kelompok oligarki. Akibatnya sistem demokrasi di Indonesia semakin jauh dari cita-cita serta tujuan untuk menyejahterakan masyarakatnya. Jadi sejatinya, hari ini negeri ini menganut demokrasi atau oligarki? Sampai kapan bangsa ini bertahan mengatakan bahwa demokrasi adalah harga mati? II. PERMASALAHAN Untuk menyelisik di balik seruan bubarkan MK, penulis mengajukan rumusan permasalahan sebagai berikut: 1. Mengapa pegiat HAM dan demokrasi merasa kecewa atas beberapa putusan MK terkait PT 20%? 2. Bagaimana dampak putusan MK yang dinilai menyimpangi tugas utamanya sebagai constitution guardian (penjaga konstitusi) terhadap marwah hakim dan kelembagaan MK? 3. Bagaimana solusi untuk menjaga marwah hakim dan kelembagaan MK sehingga tidak kehilangan orientasi dalam menjaga konstitusi? III. PEMBAHASAN A. Tak Lagi Penjaga Konstitusi, MK Menjadi Penjaga Rezim dan Oligarki Kini, para pegiat demokrasi dan HAM di negeri ini menggaungkan narasi bubarkan MK. Mereka melihat MK bukan lagi sebagai penjaga konstitusi tetapi telah berubah menjadi penjaga rezim dan oligarkinya. Mereka kecewa atas puluhan putusan MK yang menolak tuntutan pembatalan Pasal 222 UU Pemilu terkait PT 20%. Putusan MK sangat klasik, konvensional, dan cenderung menggunakan mantra hukum modern dengan dalil black letter law. Putusannya berputar dari tiga opsi: (1) NO (Niet Ontvankelijke Verklaard yang merupakan putusan yang menyatakan bahwa gugatan tidak dapat diterima karena mengandung cacat formil), (2) tidak punya legal standing, (3) alasan open legal policy. Atas ketidakpuasan terhadap putusan yang berulang kali sama tersebut, para pencari keadilan akhirnya tidak percaya kepada majelis hakim MK bahkan menuntut agar MK dibubarkan. Rakyat masih ingat atas sikap MK yang menolak permohonan judicial review Perppu Ormas, disusul kekecewaan rakyat terhadap putusan MK tentang UU Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat, dan kini putusan MK menolak tuntutan atas pembatalan Pasal 222 UU Pemilu terkait PT 20%. Kita perlu prihatin karena terkesan MK telah kehilangan marwah, karena para hakim MK bertindak seperti hakim biasa yang tidak mau bahkan takut melakukan terobosan hukum bahkan terkungkung oleh bunyi-bunyi mantra peraturan yang jika diterapkan tidak akan menghadirkan keadilan kepada masyarakat (bringing justice to the people). Hukum sering menjadi sebuah mantra ajaib dapat dipakai oleh penguasa sebagai sarana melanggengkan kekuasaannya (status quo). Mantra ini bisa mengoyak siapa pun penghalang yang menghadang kekuasaan. Dengan dalih atas nama hukum, semua mulut yang terbuka bisa dibungkam, tangan yang membentang bisa diringkus, dan langkah kaki pun bisa dihentikan. Hukum dipakai sebagai tameng kekuasaan yang biasa disebut alat legitimasi kekuasaan. Oleh Brian Z. Tamanaha disebut sebagai the thinnest rule of law (ROL). Mantra ROL paling tipis ini akan lebih dahsyat ketika diilhami oleh ideologi yang diklaim sebagai sosok mulia laksana berhala yang hendak disembah-sembah lantaran dianggap sebagai kalimah suci yang dianggap mampu mendatangkan kebaikan dan keburukan. Ideologi suci dan mantra ROL telah berkolaborasi menikam jantung misi negara hukum itu sendiri. Akhirnya, misi negara hukum menjelma sebatas mengagungkan tameng kekuasaan bernama black letter law. Bukan pada penghormatan (to respect), pemenuhan (fulfill), dan perlindungan (protect) yang dirangkum dalam human right dignity. Lompatan raksasa dari misi ROL yang tertinggi adalah tidak hanya sekadar berorientasi pada legitimacy dan human right dignity tetapi mewujudkan social welfare. Ini yang disebut sebagai the thickest rol. Hal ini tidak mungkin dicapai ketika jalan menuju negara hukum justru secara paksa dibelokkan (bifurkasi) ke arah negara kekuasaan. Jurang tengah menanti jatuhnya negara hukum saat pilar-pilar negara hukum mulai dirobohkan oleh penguasa yang hendak melanggengkan tampuk kepemimpinannya. Inilah kalau hukum itu bersifat represif, bukan responsif apalagi progresif. MK yang seharusnya bisa membaca hukum dengan moral (moral reading) ternyata sama dengan peradilan lainnya. Membaca hukum dengan kaca mata kuda. Mengagungkan cara berpikir secara automat mechanistic, yaitu mengandalkan bunyi UU sehingga hakim seolah hanya menjadi corong atau mulut UU (la bouche de la loi). Padahal sesuai UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 5 ayat 1 disebutkan bahwa: hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan dalam masyarakat. Ditambah aspek transendental dalam irah-irahan putusan hakim yang berbunyi: demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa. Hal ini bermakna bahwa hakim dalam memutus perkara tidak boleh hanya berdasarkan bunyi-bunyi pasal UU, melainkan diberi hak berinovasi dalam menyelesaikan perkara. Di sini tampak relasi antara negara dan agama dalam penegakan hukum di Indonesia. Demikianlah bila hakim (MK) tak memiliki karakter braveness (berani) dan vigilante (jiwa pejuang), maka impossible akan melakukan terobosan. Ia akan cenderung mengutamakan zona nyaman dan menjalankan hukum sebagaimana bunyi teks UU. Jangan harap ia berani membaca konstitusi dengan menggunakan moral. Hingga di tangan hakim seperti ini, hukum justru tunduk di bawah kekuasaan. B. Dampak Putusan MK yang Menyimpang dari Tugas Penjaga Konstitusi terhadap Marwah Hakim dan Kelembagaan MK Saat Ketua MK Anwar Usman menyatakan diri di awal persidangan sengketa hasil Pilpres, bahwa beliau hanya takut kepada Allah, besar sekali harapan agar beliau lebih mengutamakan rasa keadilan daripada kepastian hukum (dalam state law). Mungkin sekarang beliau tetap merasa keputusannya telah on the track, merasa menghadirkan keadilan di tengah masyarakat karena fokus pada hasil perolehan suara Pilpres dengan menyatakan berkali-kali bahwa dalil pemohon tidak beralasan, tidak dapat dipertanggungjawabkan, tidak dapat dibuktikan menurut hukum. Kalimat hanya takut kepada Allah seharusnya dimaknai bahwa seorang hakim harus punya braveness dan vigilante. Braveness untuk menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan dalam masyarakat (Pasal 5 ayat 1 UU Kekuasaan Kehakiman) ketikadihadapkan dilema dalam conflict of interest. Vigilante adalah karakter untuk menjadi mujahid yang mengutamakan pada pembelaan terhadap kebenaran, kejujuran dan keadilan, apa pun taruhannya. Lalu hendak dikemanakan kalimat hanya takut kepada Allah, sementara realitasnya takut pada sesama manusia yang berkuasa dan kekuasaannya manusia. Masihkah kita berharap para hakim ‘berjihad’ untuk menegakkan moralitas, khususnya keadilan dan kebenaran dalam berhukum? Mungkin putusannya itu memenuhi aspek legalitas, tetapi sebenarnya tidak legitimate karena patut diduga ‘cacat secara moral’. Putusan MK yang menyimpang dari tugasnya sebagai penjaga konstitusi, tentu akan berdampak terhadap marwah hakim dan kelembagaan MK. Dampak tersebut antara lain: 1. Marwah (kehormatan) lembaga dan hakim MK runtuh di mata publik. Ketika MK dipercaya sebagai penjaga konstitusi yang menjadi sarana pengaturan kepentingan dan pencapaian kesejahteraan rakyat tidak mampu memelihara independensinya, hingga justru memihak kepentingan rezim dan oligarki, maka sejatinya MK telah meruntuhkan marwahnya sendiri di hadapan publik. 2. Trust (kepercayaan) publik terhadap lembaga dan hakim MK kian ‘ndlosor.’ Fungsi MK adalah menjamin tidak ada produk hukum yang keluar dari koridor konstitusi agar hak konstitusional warga terjaga dan konstitusi juga terkawal. Jika UU atau salah satu bagiannya terbukti tak selaras dengan konstitusi (UUD ’45), maka produk hukum tersebut akan dibatalkan MK. Namun realitasnya, MK tetap menolak gugatan JR produk hukum yang isinya bertentangan dengan konstitusi seperti soal dana pandemi atas JR Pasal 27 UU No. 2 Tahun 2020, juga soal omnibus law UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Bila fungsi tak berjalan, mungkinkah trust didapatkan? 3. Seruan pembubaran MK oleh rakyat. Sepertinya saat ini telah terjadi akumulasi distrust pada sebagian kalangan masyarakat. Sehingga mereka tak segan berteriak agar MK dibubarkan. MK dinilai bagian dari rezim. Penolakan gugatan JR PT 20% menjadi buktinya. Bukan satu dua gugatan, tapi belasan gugatan ditolak MK. Sementara PT 20% diduga sebagai cara politik licik rezim untuk terus berkuasa. UU kepentingan rezim lainnya juga sulit digoyahkan. Wajar jika publik khawatir cengkeraman kekuasaan terhadap MK. Apalagi Ketua MK sekarang menjadi adik ipar presiden. Meski berkilah akan tetap profesional, siapa yang percaya? Dulu saat teriak hanya takut kepada Allah saja, aroma kecurangan sangat terasa. Akibat pernikahan politis ini diduga kuat akan muncul conflict of interest. Jika rakyat kian sulit mempercayai independensinya, salahlah jika mereka menyerukan MK bubar? Demikianlah dampak putusan MK yang menyimpang dari tugas penjaga konstitusi terhadap marwah hakim dan kelembagaan MK. Tentu kita prihatin, lembaga peradilan seistimewa MK saja tak mampu independen dalam menjalankan fungsinya. Justru menjadi penjaga tirani kekuasaan dan seolah memfasilitasi terjadinya kejahatan politik melalui hukum yang berlaku di negeri ini. C. Solusi Menjaga Marwah Hakim dan Kelembagaan MK agar Tidak Kehilangan Orientasi Menjaga Konstitusi Untuk merealisasikan misinya mengawal tegaknya konstitusi melalui peradilan konstitusi yang independen, imparsial, dan adil, MK membutuhkan orang-orang yang memiliki integritas dan kualitas keilmuan yang tinggi. Selain itu, seluruh elemen yang ada di internal MK terutama para hakimnya harus mampu menjaga marwah dan kemuliaan lembaga ini agar dapat melahirkan putusan-putusan yang mencerminkan keadilan dan menjunjung kebenaran. Sekalipun secara hierarki kelembagaan, MK setara dengan lembaga-lembaga tinggi negara lainnya, tetapi jika dilihat dari tugas dan fungsinya sebagai pengawal konstitusi, maka menjaga marwah dan kewibawaan lembaga ini urgensinya melebihi dari lembaga-lembaga lainnya. Solusi menjaga marwah hakim dan kelembagaan MK agar tidak kehilangan orientasinya menjaga konstitusi antara lain: 1. Secara mendasar memahami bahwa seorang hakim adalah penegak keadilan. Tak hanya adil di mata publik, namun memiliki pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT atas apa yang diputuskannya. Allah SWT berfirman dalam QS. An Nisa’: 135, “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” 2. Memahami kembali bahwa posisi hakim MK haruslah seorang negarawan (Pasal 24C ayat 5 UUD 1945). Ini sesuatu yang tidak dipersyaratkan untuk jabatan publik lainnya, kecuali hanya untuk hakim MK. Persyaratan ini tentu bukan sesuatu yang berlebihan, mengingat tanggung jawab hakim MK dalam melakukan penafsiran konstitusi yang bukan sekadar secara gramatikal/tekstual, tetapi juga menggali nilai-nilai moral yang terkandung dalam konstitusi itu sendiri. Hal ini hanya bisa dilakukan oleh mereka yang memiliki keahlian, keluasan ilmu, dan kematangan jiwa. Bagi hakim negarawan, jabatan dipandang sebagai amanah dan alat untuk memperjuangkan kepentingan rakyat. Maka ia tidak akan melakukan segala cara apalagi menghalalkan segala cara demi meraih jabatan-jabatan tertentu. 3. Sistem seleksi harus menjadi perhatian serius. Proses seleksi hakim MK merupakan pintu masuk utama untuk menjaring calon-calon yang berkualitas. Apabila di level ini terjadi penyimpangan dan intervensi politik, maka sulit mengharapkan calon hakim MK terpilih adalah seorang negarawan. 4. Standar etik para hakim MK harus menjadi perhatian utama. Hakim konstitusi bukanlah rakyat biasa yang bisa bertemu dengan semua orang. Mereka harus dijaga bersih dari tekanan dan berbagai tawaran curang dalam tugasnya. Dewan Etik MK harus bekerja lebih keras agar para hakim MK tidak bermain mata. Demikianlah beberapa solusi praktis untuk menjaga marwah hakim dan kelembagaan MK agar tidak kehilangan orientasinya menjaga konstitusi. Namun sebaik-baik mekanisme yang dibuat, jika demokrasi adalah sistem pemerintahan yang menaungi, maka menjadi peluang bagi siapa pun yang berkuasa, termasuk hakim MK, untuk bertindak SSK (suka-suka kami). Sebagai aturan yang bersumber dari manusia yang penuh kelemahan, demokrasi memiliki cacat bawaan. Tak berdasar prinsip halal-haram, tapi mengadopsi paham kebebasan, manfaat, dan keuntungan materiil. Bila menghendaki terwujudnya sistem hukum berikut lembaga peradilan dan hakim yang berpihak pada kemaslahatan rakyat, hal itu akan terwujud nyata dalam sistem Islam yang menerapkan aturan Allah SWT secara kaffah. Individu yang terbina iman takwanya, masyarakat yang gemar beramar makruf nahi mungkar, serta keberadaan negara yang menerapkan hukum Islam, inilah pilar-pilar yang membawa manusia pada cita-cita kesejahteraan dan kebahagiaan, dunia dan akhirat. IV. PENUTUP Berdasarkan pembahasan di atas, penulis mengajukan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Pegiat demokrasi dan HAM di negeri ini menggaungkan narasi bubarkan MK karena kecewa atas puluhan putusan MK yang menolak gugatan judicial review Pasal 222 UU Pemilu terkait presidential threshold 20%. Pun rakyat masih ingat atas sikap MK yang menolak permohonan JR Perppu Ormas, disusul kekecewaan terhadap putusan MK tentang UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Kita prihatin MK terkesan kehilangan marwah, karena para hakim MK bertindak seperti hakim biasa yang takut melakukan terobosan hukum dan terkungkung bunyi-bunyi mantra peraturan yang jika diterapkan tidak menghadirkan keadilan. Bila hakim (MK) tak memiliki karakter braveness (berani) dan vigilante (jiwa pejuang), maka impossible melakukan terobosan. Ia cenderung mengutamakan zona nyaman dan menjalankan hukum sebagaimana bunyi teks UU. Tidak berani membaca konstitusi dengan menggunakan moral, hingga di tangan hakim seperti ini, hukum justru tunduk di bawah kekuasaan. 2. Dampak putusan MK yang menyimpang dari tugas penjaga konstitusi terhadap marwah hakim dan kelembagaan MK antara lain: marwah (kehormatan) lembaga dan hakim MK runtuh di mata publik, trust (kepercayaan) publik terhadap lembaga dan hakim MK kian ‘ndlosor’, serta seruan pembubaran MK oleh rakyat. Tentu kita prihatin, lembaga peradilan seistimewa MK saja tak mampu independen dalam menjalankan fungsinya. Justru menjadi penjaga tirani kekuasaan dan seolah memfasilitasi terjadinya kejahatan politik melalui hukum yang berlaku di negeri ini. 3. Solusi menjaga marwah hakim dan kelembagaan MK agar tidak kehilangan orientasi menjaga konstitusi yaitu: secara mendasar memahami bahwa seorang hakim adalah penegak keadilan, memahami kembali bahwa posisi hakim MK haruslah seorang negarawan (Pasal 24C ayat 5 UUD 1945), sistem seleksi harus menjadi perhatian serius, serta standar etik para hakim MK harus menjadi perhatian utama. Namun sebaik-baik mekanisme yang dibuat, jika demokrasi adalah sistem pemerintahan yang menaungi, maka menjadi peluang bagi siapa pun yang berkuasa, termasuk hakim MK, untuk bertindak SSK (suka-suka kami). Sebagai aturan yang bersumber dari manusia yang penuh kelemahan, demokrasi memiliki cacat bawaan. Bila menghendaki terwujudnya sistem hukum berikut lembaga peradilan dan hakim yang berpihak pada kemaslahatan rakyat, hal itu akan terwujud nyata dalam sistem Islam yang menerapkan aturan Allah SWT secara kaffah. (*)
Memaknai Haji Mabrur dalam Hidup
Oleh: Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation HARI-hari ini jamaah haji non resident (selain yang memang tinggal di Saudi) bersiap-siap untuk kembali ke negara asal masing-masing. Seluruh rangkaian ibadah haji telah selesai. Sebagian kembali langsung dari Mekah via Jeddah. Sebagian lainnya memenuhi sunnah Rasul mengunjungi masjid Nabawi dan maqam beliau di Madinah. Pada momen-momen seperti inilah ada perasaan haru, bahkan sedih karena akan meninggalkan tanah haram. Tapi, juga ada rasa senang dan bahagia karena telah menunaikan sebuah ibadah besar, kewajiban bahkan rukun Islam yang kelima. Namun pada saat yang sama jamaah yang sadar tentunya tidak hanyut dalam kesenangan yang berlebihan. Tapi juga merasakan dua kemungkinan; bahwa harapan hajinya telah diterima? Atau sebaliknya, jangan-jangan justeru hajinya tertolak. Dalam bahasa agama haji yang tertolak dikenal dengan istilah “haj marduud”. Sementara haji yang baik dan diterima oleh Allah SWT dikenal dengan istilah “haj mabrur”. Sebuah ibadah yang pahalanya dijanjikan syurga oleh Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda: “Al-hajju Al-mabrur laesa lahu jazaa illa Al-Jannah” (haji mabrur itu tiada balasan baginya kecuali syurga).” Pertanyaan yang kemudian timbul adalah apakah haji mabrur itu? Adakah defenisi yang diberikan oleh para ulama kita? Saya mencoba menelusuri beberapa Kitab rujukan, mencari pendapat pada Ulama. Saya pun menemukan beberapa penjelasan yang disampaikan oleh para Ulama kita. Satu di antaranya adalah Imam an-Nawawi misalnya berkata: “ganjaran haji mabrur itu bukan sekedar menghapuskan dosa. Pemahaman paling benar adalah bahwa Haji mabrur itu adalah Haji yang tidak dicampuri dengan dosa. Kata ini diambil dari “Al-birr” yang artinya kebaikan”. (Jalaluddin As-Suyuthi, syarha Sunan An-Nasa’i). Pernyataan An-Nawawi maupun pernyataan para Ulama lainnya sekedar menyampaikan penekanan tentang pahala Haji mabrur. Tetapi tidak memberikan defenisi khusus tentang haji mabrur itu. Mereka menekankan bahwa haji mabrur adalah Haji yang telah dilaksanakan secara sempurna sesuai tuntunan Al-Kitab dan as-Sunnah. Saya lebih tertarik sebenarnya untuk menyampaikan dua hadits yang justeru lebih mu’tabar (menjadi rujukan) sebagai rujukan untuk mendefenisikan haji mabrur ini. Pertama, diriwayatkan oleh Al-Hakim, bahwa Rasulullah SAW menjawab pertanyaan seorang sahabat: “apa haji mabrur itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab: اطعام الطعام وطيب الكلام (memberi makan dan berbicara yang baik).” Kedua, habits Imam Ahmad dalam musnadnya: “para sahabat bertanya: apa haji mabrur wahai Rasulullah? Beliau menjawab: اطعام الطعام وافشاء السلام (memberi makan dan menyebarkan salam). Dari dua hadits di atas, Rasulullah seolah mendefenisikan tentang Haji mabrur dengan tiga hal: 1) memberikan makan. 2) berkata yang baik. 3) dan menebarkan perdamaian. Saya menyimpulkan dari dua jawaban Rasul itu sebagai berikut: “haji mabrur itu adalah haji yang menjadikan pelakunya semakin dermawan, berakhlak mulia dan mampu menciptakan kedamaian dalam kehidupan manusia.” Jika saya ekspresikan dalam bahasa yang lebih sederhana maka saya dapat mendefiniskan haji mabrur sebagai “haji yang telah dilaksanakan sesuai aturan syariah dan memberikan dampak positif dalam hidup pelakunya baik secara vertikal maupun horizontal”. Dari defenisi sederhana ini kita simpulkan bahwa esensi yang paling mendasar dari haji mabrur adalah “terjadinya perubahan positif” dalam kehidupan seorang haji. Baik pada aspek ubudiyah (ritual) maupun pada aspek mu’amalat (sosial). Defenisi ini sejalan dengan jawaban Abu Bakar ketika ditanya oleh seorang sahabat di musim haji pertama dalam sejarah Islam di tahun ke 8 Hijriyah. “Apa haji mabrur itu wahai Abu Bakar?” Jawaban beliau: “haji mabrur akan kamu lihat sekembali kamu ke Madinah”. Jawaban Abu Bakar ini seolah mengatakan bahwa haji mabrur itu akan nampak setelah sang haji kembali ke kampung halaman masing-masing. Di sana akan nampak makna Ihram sebagai komitmen kefitrahan dan ketaatan (labbaik allahumma labbai). Di sanalah akan nampak makna thawaf di Maka Ka’bah (kebenaran) akan selalu menjadi pusat pusaran hidupnya. Di sana juga akan nampak Sa’i atau usaha dan kerja kerasnya untuk membangun dunia ini sebagai bagian dari tanggung jawab khilafahnya. Tentu tidak kalah pentingnya di sana akan nampak komitmen melempar jumrah sebagai bukti komitmen “amar ma’ruf dan nahi mungkar”. Semua itu akan dilakukan oleh sang haji hingga masanya melakukan thawaf wada’ sebagai simbol komitmen “Jangan kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim”. Seperti yang dipesankan oleh Rasulullah SAW: “barang siapa yang di akhir hayatnya mengucapkan Laa ilaaha illa Allah” maka dia masuk syurga”. Kita doakan semoga jamaah haji mendapatkan haji mabrur. Tidak saja bahwa hajinya telah diterima sebagai amalan ibadah yang utama dalam Islam dan membawa pengampunan. Tapi tidak kalah pentingnya adalah bahwa pesan-pesan moral haji mereka telah membawa perubahan positif dalam hidup mereka. Lebih khusus lagi dalam hal kebaikan (kindness) dan kedermawanan (generosity), akhlakul karimah (karakter) yang semakin baik, dan memiliki komitmen untuk membangun kedamaian (peace). Pesantren Nusantara Madani, 16 Juli 2022. (*)
Doni Monardo Minta BUMN Tambang Transparan Kelola CSR
TERNATE, FNN – Sultan Tidore Sultan, H. Husain Alting Sjah, SE, MM menyampaikan sikap terbuka di hadapan Komisaris Utama MIND ID, Letjen TNI Purn Dr HC Doni Monardo. “Pak Doni itu sahabat saya. Beliau dulu Pangdam XVI/Pattimura. Programnya Emas Biru, Emas Hijau dirasakan masyarakat. Kami tahu betul beliau jenderal yang peduli lingkungan,” ujarnya, saat berbicara di malam ramah tamah Komut MIND ID dengan Forkopimda Maluku Utara, Sabtu (16/7) di Red Star Resto & Function Hall, Kota Ternate. Karenanya, kehadiran Doni Monardo sebagai Komisaris MIND ID yang merupakan konsorsium BUMN-BUMN Tambang itu, disambut positif. “Saya di sini tidak hanya berbicara sebagai Sultan, tetapi juga sebagai anggota DPD mewakili Maluku Utara dan juga sebagai hamba Allah SWT, yang harus mempertanggungjawabkan amanah di harapan Sang Khalik. Saya tidak mau dihujat anak keturunan, dan dimintai pertanggungjawaban Tuhan manakala mewariskan lingkungan yang rusak,” ujar sultan berusia 58 tahun itu. Karenanya, ia berharap, kehadiran sejumlah perusahaan tambang di wilayah Maluku Utara, membawa dampak positif bagi rakyatnya. Adanya demonstrasi atau penolakan dari masyarakat, pasti bukan tanpa sebab. “Saya harap, pak Doni dengan kredibilitasnya, mampu mengawasi para perusahaan tambang agar benar-benar menjalankan fungsinya dengan tidak meninggalkan kewajibannya yakni mensejahterakan masyarakat,” tambahnya. Info CSR Buka ke Publik Berbicara setelah Sultan Tidore, Doni Monardo langsung tanggap dan menyampaikan respons positif. “Saya minta, semua perusahaan tambang di bawah MIND ID transparan dalam mengelola dana CSR. Khusus perusahaan tambang yang ada di Maluku Utara, juga demikian. Masyarakat harus tahu peruntukan CSR. Buka ke publik kemana saja dan untuk apa saja dana CSR itu. Pengelolaan dana CSR harus benar-benar untuk kesejahteraan masyarakat,” ujar Pangdam Pattimura 2015 – 2017 itu. Doni menambahkan bahwa ke depan perusahaan tambang wajib memikirkan langkah langkah demi kesejahteraan yang berkelanjutan. \"Mineral, baik itu emas, nikel, dll suatu saat akan habis. Jangan sampai saat habis, tambang selesai, rakyat tidak sejahtera, apalagi meninggalkan kerusakan lingkungan,\" tegas Kepala BNPB 2019-2021 itu. Adanya pemberitaan yang cenderung mewartakan sentiment negative terhadap aspek transparansi CSR di PT Antam baru-baru ini, hendaknya dijadikan pelajaran penting. “Itulah pentingnya transparansi,\" kata Doni. Pernyataan itu Selaras dengan Undang Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Malam itu, hadir jajaran direksi BUMN Tambang di bawah MIND ID, yang memiliki area tambang di wilayah Maluku Utara. Di antaranya Ir Basar Simanjuntak, Direktur SDM PT Antam, Ir Toto Nugroho Pranantyasto, M.Sc, Direktur Utama Indonesia Battery Corporation (IBC), Ananto Hendra Setiawan, ST, Direktur Utama FENI Halmahera Timur. Doni yang didampingi Komisaris MIND ID Irjen Pol Purn Martuani Sormin, minta dana CSR benar-benar diperuntukkan untuk kemakmuran. Sejumlah ide dilontarkan Doni Monardo. Salah satunya, kolaborasi CSR perusahaan-perusahaan tambang tersebut, dengan misalnya membagikan secara gratis 1.000 bibit pohon jabon/samama (Anthocephalus macrophyllus) atau tanaman keras lain kepada setiap kelompok atau keluarga. Pohon jabon adalah bahan baku pabrik plywood. “Saat pohon berusia tujuh tahun, sudah bisa dipanen. Saat itu, satu keluarga bisa mendapatkan penghasilan sekitar satu miliar rupiah kalau ada 1000 pohon (asumsi harga per pohon usia 7 tahun adalah 1 jt rupiah, red). Off takernya pun sudah ada, yakni industri pabrik plywood,” kata Doni, yang juga Ketua PPAD (Persatuan Purnawirawan TNI Angkatan Darat) itu. Jenis usaha lain yang bisa dikembangkan. Misalnya ayam potong, atau ayam petelur. Sebab selama ini, pasokan telur dan daging ayam di Maluku Utara, banyak dipasok dari daerah lain, bahkan ada yang didatangkan dari Jawa. Juga pengembangan bisnis laundry pakaian para karyawan perusahaan tambang yang jumlahnya puluhan ribu. \"Bikin pelatihan, kasi ke pemuda pemudi, koperasi emak emak, agar bisnis laundry langsung dikelola dan dirasakan masyarakat sekitar tambang,\" kata Doni. Kepada Sultan Tidore maupun Gubernur Maluku Utara, dalam hal ini diwakili oleh Staf Ahli Gubernur Bidang Hukum, Politik & Pemerintahan Bapak Ir. Hj. Abukhari Hamzah, Doni Monardo mengatakan, saat ketiga perusahaan BUMN Tambang di wilayah Maluku Utara nanti beroperasi penuh, maka tak kurang dari 70.000 tenaga kerja akan terserap. Seperti yang sebelumnya diuraikan Ir Toto Nugroho Pranantyasto, M.Sc, Direktur Utama Indonesia Battery Corporation (IBC). IBC lahir atas keprihatinan Presiden Joko Widodo tentang adanya ancaman krisis energi. Karena itu, proses alih teknologi dari bahan bakar fosil ke bahan bakar terbarukan, harus dilakukan. Ke depan, industri otomotif akan beralih ke teknologi battery. Baru-baru ini, perusahaan otomotif berbasis tenaga battery seperti Tesla, BMW, dan yang lain-lain, telah datang ke Indonesia untuk melihat dari dekat potensi bahan nikel. “Tapi yang mereka utamakan bukan seberapa besar cadangan nikel yang kita punya, melainkan seberapa baik proses penambangan nikel yang diukur dari seberapa baik perusahaan dalam mengelola lingkungan. Alam harus dijaga. Ini sejalan dengan fenomena eco-green yang sudah mendunia,” tegas Toto. Karena itu, arahan Komut MIND ID, Doni Monardo menjadi sangat relevan. “PT IBC ke depan, akan memperhatikan ekosistem. Tentu saja, akan banyak tenaga kerja yang bisa terserap. Di perusahaan kami saja, paling tidak bisa menyerap antara 10.000 sampai 20.000 tenaga kerja. Sebagian besar kami utamakan dari Maluku Utara,” kata Toto. (TG)
Jakowi Panik!
Tiba waktunya rezim Jokowi mulai khawatir dan panik rakyat Indonesia akan mengimpor pola perubahan di Sri Lanka untuk diterapkan di Indonesia. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih RAPBN Tahun Anggaran 2022, alokasi belanja subsidi direncanakan sebesar Rp 206.96 triliun, terdiri atas subsidi energi sebesar Rp 134,03 triliun dan subsidi nonenergi sebesar Rp 72,94 triliun. Jumlah alokasi tersebut lebih rendah 16,7 persen apabila dibandingkan dengan outlook APBN Tahun 2021 sebesar Rp 248,56 triliun. Harga minyak melompat ke angka 120 dolar AS per barel. Nilai tukar rupiah sudah bergerak pada angka Rp. 15.000/dolar Amerika Serikat (AS). Ini bukan hanya mengubah angka-angka yang ditetapkan dalam APBN, tetapi akan berdampak rakyat yang sudah sulit akan makin terjepit. Pertahanan membela diri gaya jadul selalu menyampaikan bahwa data per hari ini secara ekonomi justru Indonesia jauh lebih bagus dibanding banyak negara lainnya, adalah cara membela diri yang sudah lapuk dalam kondisi negara berpotensi terjadi krisis ekonomi. Dengan realitas pemerintah tidak mungkin mengurangi belanja rutin, bahkan pasti makin besar. Di sisi lain ugal-ugalan belanja IKN dan infrastruktur berbasis “besar pasak daripada tiang”, diingatkan tetap bandel. Ini jelas akan mempercepat kondisi ekonomi mencari carut marut. Ini sangat berbahaya. Fakta data APBN kita mencatat adanya kenaikan utang Indonesia pada 2022 yang menembus angka Rp 7.000 triliun. Hingga 28 Februari 2022, utang Indonesia tercatat telah mencapai Rp 7.014,58 triliun. Naik signifikan jika dibandingkan dengan utang Indonesia per Januari 2022, yakni Rp 6.919,15 triliun. Kenaikan utang tersebut cukup signifikan dengan penambahan Rp 95,43 triliun per bulan. Bahkan kenaikan utang Indonesia menjadi rekor baru lantaran tembus di atas Rp 7.000 triliun. Tahun 2022 ini Pemerintah harus memenuhi pembayaran bunga utang dalam APBN 2022 sebesar Rp 405,9 triliun dengan total utang pemerintah dan BUMN kalau ditotal jumlahnya mencapai hampir Rp 9.000 triliun. Beban utang itu pasti akan berdampak pada keseimbangan ekonomi makro. Angka kemiskinan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata garis kemiskinan Indonesia pada Maret 2022 sebesar Rp 505.469 per kapita per bulan. Patokan angka tersebut artinya jika pengeluaran per bulan di bawah angka tersebut, masuk kategori miskin. Apa yang bisa dibeli dengan uang Rp 505.469 untuk belanja sebulan. Angka BPS mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2022 mencapai 26,16 juta orang. Hitungan dalam angka jumlah kemiskinan tentu akan naik dua kali lipat jika standar miskin pendapatanya dibuat Rp 1 juta perbulan. Data BPS menunjukkan, jumlah pengangguran di Indonesia pada Februari 2022 adalah sebesar 8,40 juta penduduk. Inipun masih perlu dikritisi karena realitanya di lapangan bisa jauh lebih besar dari itu. Belum lama terdengar, Bloomberg bernyanyi indah dengan merilis 15 negara yang berpotensi masuk jurang resesi, adalah Indonesia. Banyak masalah yang melanda negeri ini di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo, akibat mengelola negara asal asalan. Dari soal utang, harga harga kebutuhan hidup meroket, korupsi kian parah, ketidakadilan, resesi ekonomi, hukum yang pincang dan masih banyak lagi. Tiba waktunya rezim Jokowi mulai khawatir dan panik rakyat Indonesia akan mengimpor pola perubahan di Sri Lanka untuk diterapkan di Indonesia. Ketakutan pemerintah bukan dengan cara-cara rasional kembali akan menipu, dengan cara akan rentalan jasa para ahli ekonomi dan akftivis pergerakan untuk menjelaskan bahwa Indonesia masih dalam kondisi normal, sekalipun kondisi riil sudah babak belur dibidang ekonomi. Untuk mengendalikan agar rakyat tidak marah dan terinspirasi gerakan perlawanan di Sri Lanka. Tapi, meski keadaan makin kacau dalam kondisi sulit seperti ini rezim tetap dikendalikan dipengaruhi dan dikuasai oleh kapitalis banci yang merupakan persekongkolan, antara lain seperti (conspiracy) para taipan, korporatokrasi (penghancur lingkungan alam dan sosial), 9 (sembilan) barongsai, oligarki, gorilla betina merah, dan neo colonialism. Mereka bersekongkol untuk berkuasa secara absolut, bagi kehancuran bangsa dan NKRI. Lebih parah lagi ketika tekanan politik terhadap Presiden Jokowi semakin menguat akibat resesi ekonomi, kenaikan harga komoditas dll, Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan atas perintah Presiden malah ngawur memainkan jurus covid, polisi pun tidak mau ketinggalan: memainkan jurus teroris, jurus PKI, Islamophobia, dan jurus Khilafah. (*)
Polisi Tembak Polisi: Ketika Sensasi Mendahului Substansi
PERISTIWA penembakan Brigadir Nopryansah Joshua Hutabarat (Brigadir J) masih menyisakan tanda tanya. Karena ada beberapa kejanggalan keterangan yang disampaikan Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Senin (11/7/2022). Dalam keterangannya menyebutkan, Brigadir J tewas setelah terjadi baku tembak dengan Bharada E di rumah dinas Kepala Divisi Propam Polri Irjen Ferdy Sambo di Jl. Duren Tiga 46 Jakarta. Peristiwa tersebut terjadi pada Jum’at (8/7/2022). Tapi, pihak Polri baru merilisnya, Senin (11/7/2022). Jasad Brigadir J dibawa ke Jambi, Sabtu (9/7/2022). Dan, baru dimakamkan, Senin (11/7/2022). Adapun baku tembak itu terjadi sekitar pukul 17.00 WIB. “(Penembakan) itu benar telah terjadi pada hari Jumat 8 Juli 2022. Kurang lebih jam 17.00 atau jam 5 sore,” kata Brigjen Ramadhan di Mabes Polri. Menurut Ramadhan, kejadian dipicu akibat pelecehan yang dilakukan Brigadir J kepada istri Kepala Divisi Propam Polri, Ny. Putri Chandrawati Ferdy Sambo. Brigadir J, katanya, melecehkan di dalam kamar dengan menodongkan senjata ke kepala Ny Putri. “Itu benar melakukan pelecehan dan menodongkan senjata dengan pistol ke kepala istri Kadiv Propam itu benar,” ujar Ramadhan. Belakangan muncul desakan agar Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo segera mencopot Irjen Ferdy Sambo dari jabatannya. Menko Polhukam Mahfud MD pun turut bicara. Video momen Ferdy Sambo dipeluk Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran sembari terisak pun beredar liar di media sosial. Bagaimana pengamat politik Rocky Gerung melihat peristiwa ini, wartawan senior FNN Hersubeno Arief membahasnya dalam Kanal Rocky Gerung Official, Jum\'at(15/7/2022). Berikut petikannya. Bung Rocky Gerung, ini perkembangan penembakan atau tewasnya Brigadir Joshua makin menarik. Saya kira positioning kita, positioning Rocky Gerung, jelas dalam soal ini. Kita juga baca pernyataan Anda yang banyak dikutip media yang menyatakan, hak istri dari Fery Sambo juga harus dihormati. Orang jadi bertanya-tanya, bagaimana kalau gitu dengan hak dari Joshua karena sampai sekarang juga dia kan terkesan difitnah, sedangkan dia sudah meninggal sehingga tidak bisa membela diri. Ya, kemarin saya diwawancara memang, dan saya pisahkan dua hal. Di dalam wawancara itu saya sebut bahwa: yang pertama fakta pertama terbunuh dan itu hak keluarga. Karena itu, saya dorong keluarga supaya tuntut saja terus. Di situ saya terangkan, saya bisa membayangkan bagaimana kemarahan keluarga, kesedihan yang bercampur dengan ketidakpercayaan. Karena keluarga minta supaya jenazahnya masih bisa dilihat. Dan itu adalah hal yang betul-betul kita berduka cita betul karena seolah-olah, tiba-tiba sebuah keluarga kehilangan harapan. Putra mereka yang mereka banggakan itu tewas. Dan bagi kita atau bagi saya itu apapun yang terjadi pada tubuh keluarga Joshua, itu memang musti yang biasa disebut sebagai habies corpus........... Jadi tubuhnya harus diperlihatkan di depan hukum. Itu prinsipnya. Jadi kita, saya, FNN, berdukacita. Sekaligus menganggap bahwa perangai dari atau emosi yang ditimbulkan oleh peristiwa itu betul-betul mengguncang keluarga. Jadi, sambil kita menuntut supaya pemeriksaan jenazah itu diperlihatkan apa penyebab sebenarnya. Itu yang saya sebut janji polisi untuk membuktikan secara saintifik betul-betul harus diurai. Dan harus diurai makin lama harus makin terbuka, karena diintip terus oleh kuriositas publik. Itu hal pertama. Yang kedua, di dalam hukum hak asasi manusia ada prinsip proteksi pertama terhadap korban pelecehan seksual. Dalam kategori apapun, dugaan atau bahkan sensasi, dia musti diproteksi dulu. Karena perempuan selalu dalam posisi lemah di dalam peradaban kita, sering disebut fam fata, ada perempuan yang akhirnya musti disudutkan, dipojokkan. Jadi, karena saya paham itu saya mengajar teori feminisme, saya minta agar supaya publik, terutama jurnalis, lindungi privasi dari perempuan ini yang adalah istri dari Pak Sambo. Jadi karena dia perempuan, bukan karena dia istri dari Pak Sambo. Jadi karena dia perempuan, bukan karena dia istri Pak Sambo. Prinsipnya siapa pun musti melakukan itu. Di Amerika bahkan ada prinsip yang lebih radikal lagi, apapun mau bohong atau nggak bohong, begitu ada perempuan yang mengalami korban pelecehan, perempuan itu musti dianggap benar dulu. Nanti kemudian ada pembuktian. Jadi, itu yang namanya affirmative action sebetulnya. Jadi, dalam semua teori pelecehan, perempuan ada dalam keadaan rentan. Karena itu dia diproteksi. Itu poinnya. Lalu kita mulai melihat bagaimana masalah ini berkembang mengikuti kecurigaan publik. Satu hal ada kecurigaan; kedua ada kuriositas. Jadi berdempet di situ: curiga dan kuriositi itu. Jadi penting untuk mendudukkan masalah agar kita betul-betul pada akhirnya paham profesionalitas penyidik itu tidak terhalang oleh sensasi yang digemparkan oleh media massa. Tetapi juga hak publik untuk menikmati sensasi ini. Kita nggak bisa cegah itu. Ini yang disebut sebagai cause celebrate. Jadi, satu peristiwa yang kemudian jadi selebrasi karena kemudian orang akan menduga bermacam problemnya. Tapi bagi saya, soal-soal itu silakan, tetapi tetap dua hal saya tekankan: hak keluarga untuk meminta keadilan terhadap tubuh yang tewas, yaitu Joshua; dan hak dari perempuan yang diduga dilecehkan itu untuk mendapatkan proteksi privacy. Itu intinya. Ya, saya teringat ini, karena Anda juga melakukan hal yang sama ketika terjadi tragedi KM 50. Pada waktu itu kan posisioning Anda sama seperti ketika Anda memposisikan Joshua ini. Iya betul. Demikian juga soal KM 50. Tetap hak publik untuk tahu dan hak keluarga dari enam korban itu untuk dapat keterangan selengkap-lengkapnya. Karena ini akan menyangkut Citra keluarga-keluarga ini di masa depan. Apakah teroris? Apakah betul? Jadi, soal-soal semacam ini yang bagi saya itu demi keadilan, masih terang-benderang. Nah, orang akhirnya mulai mengaitkan-kaitkan ketidakjelasan di KM 50, sama dengan ketidakjelasan di tempatnya Irjen Sambo ini. Jadi kalau dia menyebut bercampur maka makin susah kita ingin melihat kerja profesional dari kalangan kepolisian. Itu yang saya pisahkan sebetulnya. Demi kejernihan berpikir saja dan demi kepentingan pertanggungjawaban pidana, sekaligus penghormatan terhadap tubuh yang diduga dilecehkan dan terutama tubuh yang memang sudah tewas, yang adalah hak batin terutama, dari keluarga Joshua. Jadi, sekali lagi dua kali kita ucapkan, kami ucapkan, saya khususnya bersimpati sekali pada keluarga Joshua, dan meminta juga pada saat yang sama menghormati otonomi tubuh dari istri. Kalau kita sebut sebagai istri memang faktanya itu, tapi dari sisi perempuan yang diduga dilecehkan. Itu prinsip pertama. Jadi kalau kita bisa pisahkan, kita bisa lihat konsumsi hukumnya lebih secara lebih patut pada akhirnya. Iya. Sebenarnya kasus ini sederhana banget, karena lokasinya jelas, ada saksi- saksinya, apalagi kemudian dibantu dengan teknologi sekarang ini. Kan orang dengan mudah dari handphone yang namanya CDR itu, kita sebenarnya tau aktivitas kita di mana pada saat itu. Jadi, sebenarnya bahkan ada seorang teman senior saya, polisi yang sudah pensiun, ini sebenarnya kalau kalau mau 1 X 24 jam sudah bisa diselesaikan. Tidak perlu sampai bentuk tim khusus segala macam karena ini kasus yang sederhana sebenarnya. Ya, itu masalahnya. Jadi publik mulai masuk pada duga-menduga. Kenapa musti ada tim khusus? Apakah ini betul-betul kasus yang serius secara penyidikan. Apakah teknik saintific methode itu harus memerlukan tim khusus itu. Jadi berlapis-lapis kecurigaan publik dan lama-lama makin dikaitkan lagi, lalu ada berita macam-macam, itu kita baca. Ini terkait dengan seseorang atau punya hubungan yang lebih rumit dari sekedar tembak-menembak di situ. Jadi, semua itu akhirnya jadi abu-abu itu. Di dalam keabu-abuan itu, dua hal musti kita proteksi dulu, yaitu hak keluarga korban tadi dan hak si perempuan ini yang adalah istri dari Irjen Sambo. Bagian ini tetap harus kita dorong untuk dipatuhi dulu dan dihormati. Baru kita mulai mengurai hal-hal yang secara sensasional diinginkan publik. Tetapi, bukan karena keinginan sensasi itu maka penyidikan dilakukan, tetap sensasi itu saya kemarin terangkan bahwa keingintahuan itu telah melampaui proses pembuktian. Itu masalahnya. Karena itu harus dipercepat proses ini, supaya terduduklah masalahnya. Kalau dia sudah weelseted, semua hal yang kita duga itu atau diduga publik itu diperlihatkan dengan cepat oleh kepolisian, entah itu bantahan, entah itu afirmasi, maka itu lebih masuk akal untuk memahami peristiwa ini. Nah sekarang ini, kemarin kita melihat ada video Pak Fadil Imran memeluk Ferdy Sambo, kemudian ada statement dari Pak Mahfud MD yang menyatakan bahwa dia sudah menyampaikan kepada Pak Listyo Sigit untuk dinonaktifkan dulu Ferdy Sambo dan sebagainya. Dan ini sekarang saya kira sudah mulai masuk ke wilayah-wilayah politik karena memang desakan-desakannya sangat keras. Ya itu masalahnya. Tiba-tiba video pelukan penenang dari Pak Fadil Imran itu interpretasi macem-macem. Dan kenapa juga video itu musti beredar kan? Itu soalnya. Mungkin suatu hal yang manusiawi, tapi menimbulkan pertanyaan banyak. Lalu Pak Mahfud melontarkan sesuatu yang sebetulnya dia juga dianggap melontarkan hal yang tidak perlu dilontarkan. Dia bilang saja saya atas nama negara menghormati proses itu, silakan diteruskan. Jadi jangan ditambah-tambahin predikat atau keterangan yang macem-macem sehingga orang akhirnya menganggap kalau begitu Pak Mahfud tahu banyak hal dong. Datang saja dan jadi pemberian fakta. Jadi kedudukan Pak Mahfud MD itu adalah Menko, dan itu enggak boleh dilakukan, kecuali dia pakar kriminal, boleh dia menduga itu dalam konteks pembentukan tim ini. Jadi beliau bisa aja masuk dalam tim itu sebagai pemberi keterangan. Bukan datang di depan publik lalu mulai memperlihatkan semacam sinyal ini-itu. (Ida/mth)
Dewan Pers Imbau Media Muat Sumber Resmi Kasus Penembakan Brigadir J.
Jakarta, FNN - Kuasa hukum istri Kadiv Propam Polri Irjan Ferdy Sambo, Arman Hanis mendatangi kantor Dewan Pers, di Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Jumat (15/7). Tujuannya yakni berkonsultasi dengan Dewan Pers soal perkembangan pemberitaan kasus polisi tembak polisi yang terjadi di rumah dinas Kadiv Propam tersebut. Berita-berita yang semakin hari semakin dilihat berkembang isunya dan semakin berkembang opininya. Arman meminta arahan atau berkonsultasi menangani hal-hal tersebut ke Dewan Pers sehingga tetap pada jalur koridor kode etik jurnalistik. Aman berharap adanya empati media terkait kasus polisi tembak polisi di rumah Ferdy Sambo, terlebih insiden itu masih dalam proses penyelidikan oleh tim khusus yang dibentuk Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Dia menjelaskan keluarga Ferdy Sambo menerima dampak yang luar biasa terkait pemberitaan insiden itu, terlebih anaknya yang masih muda. Dia juga menjelaskan mengatakan kedatangan tim hukum ke Dewan Pers bukan melayangkan protes, melainkan untuk konsultasi soal isu liar yang berkembang seusai insiden yang menewaskan Brigadir J. Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Yadi Hendriana dalam wawancara bersama Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Hersubeno Point, Sabtu (16/7) menilai isu liar yang berkembang masih bersifat spekulasi. \"Dalam konteks ini, kami melihat media sifatnya spekulasi, kemudian yang kedua bersumber dari sumber tidak resmi dan yang ketiga peradilan di luar, itu yang harus dihindari. Karena dampak yang berita itu berbahaya sekali. Saya melihat kita harus berpedoman pada kode etik jurnalistik,\" kata Yadi Yadi meminta jurnalis dan media mengutip keterangan dan sumber resmi pihak kepolisian terkait kasus penembakan yang terjadi di rumah Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo. Imbauan ini untuk mengantisipasi melebarnya dugaan dan spekulasi di kasus penembakan tersebut. Wartawan senior FNN Hersubeno Arief juga menilai langkah yang dilakukan keluarga Ferdy Sambo ini positif. Karena ketika ada persoalan-persoalan dengan produk jurnalistik harus di kedepankan mediasi dengan Dewan Pers. (Lia)