ALL CATEGORY
Pesan Ahlak dan Politik Idealis Untuk Anies dari Ayahku
Boleh jadi saat ini Anies dalam kegamangan, mengikuti politik ideal atau politik realitas. Ikut permainan gila pseudo demokasi yang ansih kekuasaan. Atau kokoh menjunjung prinsip dan nilai-nilai etika serta moralitas. Mengikuti kehendak rakyat meski sulit, atau memilih keinginan oligarki meski bertentangan dengan jiwa dan batin. Oleh: Yusuf Blegur - Mantan Presidium GMNI AYAHKU seorang pesepakbola, pernah bermain di persija. Sejak kecil bakat turunan itu sudah menggelayuti saya. Seringkali sejak SD saya dipapas dengan kolega ayah saya seperti Om Oyong Lisa, Om Sinyo Aliandoe. Om Iswadi Idris dll. Oh iya, selaiin pegiat bola tendang, ayahku dekat dengan tokoh soksi sekaligus Golkar, seorang Oetoyo Usman. Salah satu Menteri di jaman orba ini, yang menikahkan, menjadi saksi sekaligus membiayai pernikahan ayah dan ibuku kisaran tahun 70-an. Usai itu, perjalanan hidupnya membawa ayahku menjadi kesayangan seluruh keluarga Bung Karno, terlebih Mas Tok panggilan saban hari Guntur Soekarno Putra, dan Taufik Qiemas serta Ali Sadikin yang begitu perhatian. Ayahku begitu luar biasa berkesan, ia begitu penuh kegembiraan dan kebahagiaan dalam hidupnya, bersama anak istrinya menikmati keterbatasan, kekurangan dan bahkan kemiskinan, mengabdi dan ikut bergaul pada orang-orang besar dan ternama sekalipun, termasuk Mr. Tong Djoe seorang taipan besar dan berpengaruh di jamannya sebelum istilah oligarki marak. Tak pernah sekalipun, terdengar keluhan ayahku pada pimpinan-pimpinan yang sudah seperti kerabat itu. Ayaku salah satu contoh seseorang yang begitu kuat memegang kejujuran walaupun suasana dan lingkungan bisa memengaruhi ayahku untuk menyimpang. Dia tidak peduli dengan keadaanya dan keluarganya secara sosial ekonomi. Dia mengabaikan hidupnya tanpa kelayakan harta dan materi lainnya. Ayahku hanya tahu bagaimana hidup bisa bermanfaat bagi orang lain, betapa sesusah-susahnya ia menjalani hidup bersama keluarganya. Entah karena kepolosan dan kebodohannya atau karena memang sudah menjadi karakternya. Ayahku pemilik nama Ismail Blegur yang merupakan anak dari Ibrahim Amu Blegur seorang Kapitan di P. Alor itu, membawa sikap jujur dan kesederhanaannya hingga di ujung nafasnya. Satu yang saya ingat sampai sekarang dari petuah Ayah saya, yang apa adanya aku sampaikan, ayahku yang hitam gelap tapi manis ini tidak setuju dan mendukung saya jadi pemain bola. Meski saya sempat ikut bergabung di pelatnas Ragunan dalam squad PSSI U-16 tahun pada 1989 silam dibawah asuhan Coach Maryoto dan Muhadi. Orang asli Timur berlatar kampung Alor-NTT yang jadi kekandungan orang tua saya itu membawa pesan impresif ke saya. Bahwasanya sebagai pemain sepakbola, tendangan pertama dalam permainan begitu sangat menentukan. Tendangan pertama sudah salah, maka tendangan berikutnya akan salah serta menghasilkan permainan dan akhir yang buruk. Bahkan benar salahnya tendangan pertama menjadi benar salahnya tendangan selamanya, ya selama pertandingan berlangsung. Duhai, si ayah pendahulu darah dagingku itu. Terkadang petuahmu yang sederhana dan kuno itu, Sesekali menjadi relevan di puluhan tahun saat berucap itu dan hampir delapan tahun ketiadaannya sekarang. Setelah lama kehilangan raga tapi tidak dengan jiwamu, Aku masih bersetia pada prinsip dan keyakinanmu menjalani hidup, ayahku tercinta. Aku bangga menjadi anakmu dan memegang warisan nama Blegur serta prinsip dan karakter di dalamnya, hingga diberikan pada anak-cucu di masa depan. Semoga tulisan ini sampai, setidaknya bisa terbaca atau terdengar oleh Anies pemimpin yang idealis di tengah atmosfir politik yang bengis. Biarlah Anies teguh dan istiqomah menggenggam ahlakul kharimahnya,terlepas menang kalahnya dalam pertandingan politik dan kontestasi capresnya. Yakinlah, kepemimpinan dan memikul amanat hajat hidup orang banyak juga merupakan hidayah dan anugerah ilahi. Terutama bagi yang sadar dan tercerahkan, dan keharusan bagi yang menggunakannya. \"In memoriam\" ayahku, dan mungkin ada sedikit petikan nilai buat Anies Baswedan. Munjul-Cibubur, 4 Juli 2022
Ukraina Bantah Zelensky Titip Pesan Ke Jokowi Untuk Putin, Siapa Yang Ngibul?
Jakarta, FNN – Perjalanan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Ukraina menjadi sorotan berbagai dunia. Presiden Jokowi mengatakan dirinya menyampaikan pesan dari Presiden Volodymir Zelensky untuk Presiden Rusia Vladimir Putin. Hal itu diungkapkan Jokowi melalui media sosialnya Jumat (1/7/22). “Saya telah menyampaikan pesan dari Presiden Zelenskyy untuk Presiden Putin dan menyatakan kesiapan saya untuk menjadi jembatan komunikasi antara dua pemimpin tersebut,” tulis Jokowi Namun, Ukraina membantah klaim Presiden RI Jokowi terkait Zelensky menitipkan pesan untuk Presiden Rusia Vladimir Putin. Respon tersebut disampaikan langsung oleh juru bicara Kantor Kepresidenan Ukraina, Serhii Nikiforov. “Kantor Presiden Ukraina telah mengatakan bahwa jika Presiden Volodymyr Zelensky ingin mengatakan sesuatu kepada Presiden Rusia Vladimir Putin, dia akan melakukannya secara terbuka, dalam pidato hariannya,” ujar Nikiforov Nikiforov mengatakan pertemuan Zelensky dan Jokowi beberapa hari lalu fokus membicarakan ancaman krisis pasokan pangan global seperti gandum dan pupuk Hal itu ramai diperbincangkan seolah Presiden Jokowi berbohong alias ngibul kepada publik tentang pesan Zelensky untuk Putin. Tetapi sedikit yang menyelematkan Presiden Jokowi adalah perkataan juru bicara Putin bahwa memang ada pesan tetapi tidak tertulis. “Masalahnya kalau yang disebut menitip pesan, kemudian tidak mengakui pernah menyampaikan pesan, jadi sebenarnya pesan apa yang disampaikan?” tanya wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Hersubeno Point, Ahad (3/7/22). “Jujur menurut saya ini sangat mengejutkan, akan membuat skandal internasional, bagaimana mungkin Presiden Jokowi itu menyampaikan sesuatu yang tidak pernah dia bicarakan, soal pesan Zelensky ke Putin, ternyata juga telah dikonfir jokowi di medsos, mana ini yang benar, beritanya ini saling bertolak belakang,” tutupnya. (Ida/Lia)
Di Luar Negeri Jokowi Diolok-olok, Apalagi di Dalam Negeri
Jakarta, FNN – Hasrat untuk mendamaikan dua negara Ukraina dan Rusia yang bertikai cukup besar, namun tidak bisa mengukur dan merasa diri, akibatnya jadi bahan olok-olok dunia internasional. “Akhirnya pers internasional mengolok-olok beliau. Semua berita yang masuk menunjukkan bahwa Jokowi sebenarnya melakukan sesuatu yang percuma, dan akan dicatat oleh sejarah bahwa Indonesia gagal menjadi fasilitator. Dan kegagalan ini juga menjadi beban baru pada Pak Jokowi kan,” kata pengamat politik Rocky Gerung kepada wartawan senior FNN, Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Senin, 04 Juli 2022. Dobel beban mental yang diderita Jokowi menurut Rocky lantaran sebelumnya Jokowi juga diolok-olok oleh Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, saat menghadapnya di kantor DPP PDIP. Sang Ratu – sebutan untuk Megawati, sebetulnya mengolok-olok atau mempermalukan Presiden Jokwi dengan memviralkan video pendek itu. Menurut Rocky, tradisi semacam itu sangat buruk buat demokrasi. “Kalau ada problem antara partai dan kadernya, selesaikan di belakang layar, bukan dipamerkan. Jadi orang sekarang mulai berhitung apakah Pak Jokowi juga menyimpan dendam kepada Ibu Mega? Ya sangat mungkin karena sampai sekarang foto itu masih diviralkan. Video pendek itu masih viral. Nah, bagian ini sebetulnya yang kita merasa bagaimanapun dia presiden dan terbakarnya hati Pak Jokowi itu hendak dia padamkan dengan pergi ke luar negeri dengan misi perdamaian supaya batinnya lega. Ternyata enggak juga. Jadi kami ikut prihatin dengan kondisi psikis Pak Jokowi,” paparnya. Rocky meyakini adegan Jokowi menghadap Megawati dengan duduk di kursi kayu, sudah sipersiapkan sebelumnya. “Ya, kalau dilihat dari sudut pengambilan kamera, sangat-sangat mungkin Pramono yang mengambil gambar itu. Dan orang bertanya kenapa Pram mengambil gambar, ya mungkin dokumentasi. Kenapa itu bocor ke publik? Itu bukan urusan dokumentasi. Itu pasti ada semacam ketidaksengajaan atau bahkan ketidaksengajaan yang ingin disengaja,” tegasnya. Jadi menurut Rocky semua hal itu harus kita analisis secara masuk akal. Dan ruangan itu adalah ruangan inti PDIP, di mana yang ada di dalam situ adalah seluruh tokoh kunci PDIP. “Jadi sebetulnya akhirnya orang mulai menduga, ya lakukan semangat gestimation, antara gasing dan estimasi bahwa itu semacam desain untuk memang menjatuhkan moral Pak Jokowi, sekaligus menjatuhkan moral Ganjar. Jadi satu paket yang kelihatannya disiapkan dalam sebuah skenario,” katanya. Dan sangat mungkin, lanjut Rocky PDIP akan membantah bahwa itu hanya ketidaksengajaan, kegembiraan. Akan tetapi bagian analisis yang sudah memahami apa yang sedang terjadi dalam PDIP, ini yang disebut sebagai kremlinologi. “Kita sebut kremlinologi karena pengaturan siasat itu di belakang layar. Itu yang berupaya untuk ditampilkan melalui peristiwa kemarin itu. Jadi yang di belakang layar yang harusnya disembunyikan, memang sengaja ditaruh di depan layar. Untuk memancing reaksi balik supaya diatur lagi siasat. Itu yang namanya kremlinologi,” paparnya. (ida, sws)
Gagal Mendamaikan Ukraina-Rusia, Jokowi Gagal Pamer Keberhasilan ke Megawati
Jakarta, FNN – Presiden Joko Widodo akhirnya tuntas melakukan lawatan ke luar negeri. Misi perdamaian yang digembar-gemborkan, nyatanya tak membuahkan hasil. Indikatornya jelas bahwa ketika Pak Jokowi keluar dari Ukraina, Presiden Rusia Vladimir Putin langsung membombardir lagi Ukraina. Ini artinya kehadiran Jokowi tidak dianggap oleh Rusia. Jokowi juga gagal menaikkan peringkat di atas Megawati pasca pertemuan kursi kayu. “Ya, itu yang disebut dengan ironi Pak Jokowi. Dia pergi ke luar negeri untuk meningkatkan profil dia sebagai presiden dari sebuah negara yang cinta perdamaian dengan maksud agar supaya dua belah pihak itu paham apa yang dia ingin ucapkan di Eropa. Tetapi begitu dia keluar dari Eropa, tempat yang dikunjungi di Ukraina dibom lagi oleh Rusia. Sebetulnya itu juga penghinaan karena memang tidak ada persiapan,” kata pengamat politik Rocky Gerung kepada wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Senin, 04 Juli 2022. Lebih dari itu, Rocky menyebut Pak Jokowi hanya ingin dapat sensasi. Dia berupaya untuk mendamaikan, dan semua orang paham bahwa tidak ada kapasitas Pak Jokowi untuk mampu mendamaikan itu. “Bahkan, akhirnya pers internasional mengolok-olok beliau. Semua berita yang masuk menunjukkan bahwa Jokowi sebenarnya melakukan sesuatu yang percuma,” paparnya. Masyarakat, kata Rocky akhirnya menganggap Jokowi gagal di dalam negeri, gagal juga di luar negeri. Jadi bertambahlah beban psikis beliau. Apalagi yang sedang dia upayakan tiga periode, itu sudah menjadi angan-angan kosong. Lalu KIB yang dipersiapkan untuk penerus beliau, Ganjar dan Erick juga mulai berantakan. “Jadi, sebetulnya Presiden Jokowi secara efektif sudah tidak menguasai, baik di luar negeri - dia kehilangan profil - maupun di dalam negeri - dia kehilangan kewibawaan,” paparnya. “Kan seluruh kebingungan Pak Jokowi itu sudah dibatalkan oleh pidato Ibu Mega. Dan sampai sekarang orang masih ingat betapa pedihnya seseorang yang ia bukan sekedar dinasehati tapi juga dipamerkan kekuasaan Ibu Mega terhadap Pak Jokowi yang dulu saya sebut ‘Di Atas Raja ternyata Masih Ada Ratu,’” papar Rocky. Seandainya sejak awal seharusnya Jokowi sadar kalau kemudian gagal dalam misinya ke Ukraina, nggak perlu malu. Karena memang banyak kepala negara lain yang profil internationalnya jauh lebih tinggi daripada Jokowi, gagal meyakinkan Putin. Apalagi Putin dikenal sangat luar biasa sekali. Orangnya hight profile, keras kepala, sampai Presiden Polandia menyebutnya “ngomong sama Putin sama dengan ngomong sama Hitler”. “Jadi bisa bayangkan seperti itu. Yang kita bingung siapa sebenarnya yang memberi ide pada Pak Jokowi dan bicara soal perdamaian. Kalau Pak Jokowi datang ke Ukraina dan Rusia dengan misi yang jelas bahwa oke kita ada problem pangan di dalam negeri dan salah satu sumbernya itu di sana dan saya mau datang ke sana untuk meyakinkan mereka untuk membuka kran ekonomi dan membuka kran impornya kran ekspornya, kan sebenarnya itu jauh lebih masuk akal,” kata Rocky. Rocky menyarankan, kalau mau masuk akal mustinya Jokowi kirim tim dulu supaya ada persiapan. “Kan bisa filling team di situ. Oh ya, Putin arahnya cukup positif buat Indonesia. Ukaraina juga begitu. Lalu Pak Jokowi datang hanya untuk mukul gong. Kan itu tidak disiapkan. Jadi sebetulnya kita nggak tahu siapa? Nggak mungkin Deplu punya ide semacam ini. Kalau Deplu punya ide pasti dia perlu lakukan pembicaraan tingkat menteri, tingkat lobi di sana.Tetapi kita tahu Deplu itu tidak dianggap di Eropa,” paparnya. Menurut Rocky dalam kasus ini ia menduga ada calo diplomasi. “Jadi, mungkin ada sebut saja calo diplomasi yang sedang membaca kegalauan batin Pak Jokowi, lalu kasih ide Pak Jokowi ke Ukraina. Nanti juga disiapin headline kecil,” tegasnya. Sandiwara itu, kata Rocky dimulai dari Jerman yang menunjukkan masyarakat Indonesia berhenti bekerja di Jerman supaya bisa menyambut Pak Jokowi. Walaupun sebetulnya terlihat bahwa itu dibuat-buat saja. “Nggak ada yang disebut kejujuran. Jadi memang sangat mungkin Pak Jokowi menganggap bahwa dengan pergi keluar negeri, maka batinnya jadi lega karena dia membawa misi yang seolah-olah melampaui kekalutan politik yang disebabkan oleh viralnya teguran Ibu Mega pada Pak Jokowi. Dan dengan cara itu mungkin Pak Joko berpikir, saya akan naik di atas Ibu Mega kalau dia berhasil untuk dapat applause dari pengamat internasional. Ternyata tidak terjadi. Ini yang membebani pikiran Jokowi,” paparnya. Rocky membayangkan terjadi dialog antara Jokowi dengan Mega, pasca Jokowi gagal berakrobat di luar negeri. Berhubung Jokowi nggak bisa pamer apa-apa lagi pada Bu Mega, maka Mega akan bilang ‘Anda tidak pernah berhasil.’ Kira-kira begitu pertempuran psikis antara Pak Jokowi dengan Mega. “Jadi, kita tidak perlu tutup-tutupi bahwa Ibu Mega memang pada akhirnya kasih poin yang sangat telak pada Jokowi bahwa Anda itu cuma petugas partai. Dan kata-kata petugas partai nggak perlu dicabut dari Bu Mega. Jadi kata-kata itu selalu menghuni batin terdalam dari Pak Jokowi. Dia merasa kok saya terus disebut petugas partai. Padahal dia sudah berupaya untuk ikut mengangkat elektabilitas PDIP di mana-mana. Kita akhirnya jadi pengamat psikologi saja,” tegasnya. Saat ini, kata Rocky bangsa Indonesia sedang meraskan tekanan batin yang doalami Jokowi. “Kita semua terganggu dengan kegagalan itu dan menganggap Pak Jokowi diumpankan untuk hal yang buruk. Demikian juga di dalam negeri. Tapi begitu Pak Jokowi dikritik Ibu Mega, batin saya pro-pada Pak Jokowi karena itu tidak etis di dalam situasi yang sekarang orang lagi cari cara untuk mengeratkan bangsa dan kita perlu kepala negara, kemudian kepala negara kita dibuat seperti enggak ada kepala, karena kemudian efeknya akan panjang. Diolok-olok terus dan sampai sekarang tidak memberi semacam kelegaan baru untuk menyapa kembali batin yang terluka dari Pak Jokowi,” tegasnya. Rocky menegaskan bahwa apa yang ia sampaikan bukan kebencian apalagi dendam. “Dari dulu kita tidak pernah berupaya untuk masuk dalam hal-hal yang dendam. Kita cuma ingin kritik kebijakan Pak Jokowi, sekaligus kita ingin agar supaya kepala negara itu dihormati di luar negeri, juga di dalam negeri, di dalam tahapan kematangan politik,” tegasnya. Diluar itu, Rocky menilai Megawati juga tidak matang berpolitik karena mempertontonkan masalah internal partai ke luar. “Saya menilai waktu itu Ibu Mega kok tidak matang secara politik yang walaupun Pak Jokowi juga tidak matang dalam berpolitik. Tetapi, yang ditampilkan itu adalah panggung belakang dari sebuah keluarga setiap kelurga PDIP yang akhirnya terlihat di depan layar. Itu buruknya. Dan itu akan dicatat. Dan catatan yang paling miris tentu keluarga Pak Jokowi yang merasa segitunya politik itu harus dipamerkan. Jadi makin lama makin konkrit. Ini kita bahas makin lama orang makin ingin mengerti apa yang terjadi sebetulnya sampai Ibu Mega meledak. Dan sampai sekarang Ibu Mega tidak kasih tahu, mau apa sebetulnya, maunya nyalonin siapa?, pungkas Rocky. (ida, sws)
Wajah Kekuasaan Makin Bengis
Apa yang di gambarkan Toffler, koalisi rezim dan para bandit politik/kapitalis untuk mempertahankan kekuasaannya hanya akan bisa diatasi dengan cara bengis persis pola pemerintahan gaya komunis. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih MESIN kapitalis mutakhir telah menjelma menjadi media pemutus hubungan yang radikal dengan masa lalu, dengan presentasi, dan dengan representasi yang a-historis, cacat budaya, bengis, fragmentatif, hiperdramatis, namun nyata dan luar biasa mempesona. Interpretasi tersebut, menurut Toffler (2000) telah “mengubah media (massa) menjadi suatu sistem global”. Toffler bahkan menyimpulkan, bahwa yang berlangsung “bukanlah kekuasan media semata, melainkan perpaduan kekuasaan media”. Alvin Toffler adalah seorang penulis dan futurolog Amerika Serikat, yang telah dikenal karena karya-karyanya membahas mengenai revolusi digital, revolusi komunikasi, dan singularitas teknologi. Saat ini apapun yang akan dilakukan oleh Jokowi (baik atau buruk) tidak lagi akan bisa disembunyikan dengan cara atau rekayasa apapun. Rakyat akan melihat, merekam, dan akan bertindak sebagai respon pantulan atas sikap, tindakan, ucapan dan tindakannya. Dalam kegalauannya saat ini merasa banyak kritik mengarah kepada diri Presiden, itu konsekuensi dari alam yang sudah terbuka tanpa atap lagi. Tiba-tiba akan memunculkan perangkap RUU KUHP dengan pasal tentang resiko penghinaan para presiden dan wakil presiden. Itu rekayasa bodoh dan sia-sia. Sekalipun saat ini eskalasi politik untuk memakzulkan Jokowi makin nyata. Paska protokol Covid sudah tidak bisa digunakan lagi sebagai pengaman presiden. Rezim blingsatan harus mencari cara lain untuk mengamankan kekuasaan dengan cara akan menutup udara kritik dari masyarakat. Mereka, para bandit politik dan kapitalis sebenarnya mengetahui rekayasanya akan sia-sia tetapi tampaknya sudah menemui jalan buntu selain harus tetap melakukan rekayasa politik tolol dan sontoloyo. Siapa sebenarnya yang berkuasa di Indonesia saat ini. “Apakah Presiden Jokowi berkuasa? Tidak. Apakah Megawati berkuasa? Tidak. Apakah anak-anaknya Megawati berkuasa? Semakin tidak. Terus siapa yang sebenarnya berkuasa? Dia yang berkuasa tidak pernah muncul di media massa,” ungkap Kiai Mbeling Emha Ainun Najib alias Cak Nun. Kenapa Jokowi harus diamankan mati-matian, karena Jokowi bisa dijadikan boneka membantu rekayasa untuk melangsungkan kekuasaan pada bandit politik oligarki. Maka dimunculkan kembali rekayasa pasal penghinaan presiden yang saat ini dimuat dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Bunyi pasal tersebut (Pasal 218 Ayat 1 RKUH) sebagai berikut: Setiap Orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV. Pada tahun 2006 Mahkamah Konstitusi (MK) pernah membatalkan mengenai pasal penghinaan presiden. Hal ini dapat dilihat dalam putusan Nomor 031-022/PUU-IV/2006. Kemudian dimuat kembali dalam RKUHP dengan konsep yang sedikit berbeda. Perbedaan itu terlihat dari delik pasal tersebut. Dahulu, pasal penghinaan presiden dikategorikan sebagai delik biasa, sedangkan saat ini pasal itu dikategorikan sebagai delik aduan, dan dikecualikan terhadap kepentingan umum serta pembelaan diri. Masuknya kembali pasal penghinaan presiden dan wakil presiden dalam RUU KUHP bukan hanya bermakna kemunduran demokrasi. Tetapi itu sinyal rezim yang semakin bengis akan menciptakan dirinya menjadi rezim tirani dan otoriter. Fungsi negara sebagai pelayan, pelindung dan pengayom masyarakat, akan dimusnahkan. Negara akan menjadi negara ala pemerintahan komunis. Kekuasaan akan tampil dengan wajah beringas dan bengis, represif dan otoriter. Kemudian ekspresi masyarakat yang dianggap menghina kekuasan, dianggap sebagai sampah langsung dibakar. Dalam simulakrum diperlakukan bukan menjadi inti karya budaya fisik yang lahir dari berbagai pertimbangan pikir, gagas, rasa, dan jiwa penciptanya; melainkan merupakan reproduksi tanda-tanda yang banal, dangkal, tanpa kedalaman makna, bersifat gimmick, dan semata-mata perayaan hasrat pemuasan nafsu. Apa yang di gambarkan Toffler, koalisi rezim dan para bandit politik/kapitalis untuk mempertahankan kekuasaannya hanya akan bisa diatasi dengan cara bengis persis pola pemerintahan gaya komunis. Keadaan ini akan memunculkan dua kemungkinan. Rakyat menjadi lemah dan terpuruk sehingga menerima nasibnya karena tidak lagi mampu melawan kekuasaan yang bengis. Kemungkinan lainnya, justru akan mempercepat lahirnya perlawanan rakyat dalam bentuk People Power yang menemukan momentumnya. Jangan sampai rezim Jokowi nantinya dikenang sebagai perusak negeri dan bengis terhadap anak bangsanya sendiri. “Rezim @jokowi akan dikenang bkn hanya sbg rezim perusak negerinya, tetapi juga rezim yg bengis,” tulis akun Twitter Institut Ecosoc Rights @ecosocrights (11:29 PM · Jan 20, 2020). (*)
Misi Jokowi ke Ukraina dan Rusia Tak Lebih Dari Urusan Mie Instan?
Jakarta, FNN – Wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam Kanal Hersubeno Point, Sabtu (2/7/2022) bertanya-tanya, apa sesungguhnya misi atau target besar dari Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan ke Kyiv, Ukraina dan Moskow, Rusia? Perjalanan itu bukan tanpa resiko, boleh dikatakan relatif berbahaya karena Ukraina saat ini tengah dilanda perang dan diinvasi oleh Rusia. Pertanyaan itu sangat wajar muncul mengingat profil Presiden Jokowi di dunia International itu sangat lemah. Menurut Hersubeno, beda sekali dengan para pendahulunya. Sebut saja, Presiden Soeharto, Presiden BJ Habibie, Presiden Abdurrahman Wahid, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Apalagi jika kita bandingkan dengan Presiden Soekarno. “Saya sengaja tidak menyebut masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri yang pendek, tapi mengapa saya tetap menyebut BJ Habibie walaupun lebih pendek dari Ibu Megawati, namun profil Internasionalnya dari Pak Habibie ini memang sangat kuat,” ungkap Hersubeno. Ada kesan yang sangat kuat selama periode pertama pemerintahannya Jokowi sangat menghindari forum-forum internasional khususnya PBB. Dalam lima tahun pertama kekuasaannya Jokowi selalu absen dalam sidang umum PBB dan selalu melimpahkan tugas tersebut kepada wakilnya Wapres Jusuf Kalla. Jokowi baru hadir “Dan menyampaikan sambutannya pada sidang umum PBB pada hari pertama periode ke-2 pemerintahannya, dan itupun karena alasan pandemi maka Sidang Umum digelar secara virtual”. Jadi, lanjutnya, Presiden Jokowi cukup menyampaikan sambutannya yang sudah direkam sebelumnya tanpa harus terbang jauh-jauh ke New York dan hadir di sidang umum PBB. Jadi, secara fisik walaupun ia sudah pernah menyampaikan pidato di PBB. Jokowi itu belum pernah sekalipun hadir dalam forum internasional terbesar di PBB itu, alasannya dikemukakan oleh staf Jokowi pada waktu itu seperti dikatakan KSP, presiden lebih fokus menangani persoalan di dalam negeri karena itu bolehlah kita sebut Jokowi ini adalah seorang presiden yang inward looking. Kalau kita sekarang tiba-tiba menyaksikan Jokowi menempuh perjalanan yang sangat bersejarah ke Kyiv menemui presiden Ukraina Zelenskyy dan kemudian melanjutkan perjalanannya ke Moskow menemui Presiden Rusia Putin. Wajar kalau kita kemudian menjadi bertanya-tanya ada apa kok tiba-tiba Jokowi seorang presiden yang secara Internasiomal introvert, inword looking tersebut berubah menjadi seorang presiden yang secara aktif ingin menjadi penengah dua negara Eropa Timur yang tengah bersengketa. “Ingin mencoba mendamaikan dua negara tetangga yang berseteru akibat Rusia melancarkan invasinya ke Ukraina?” tanya Hersubeno. Ini bukan misi main-main sejumlah kepala negara saja telah mencobanya tetapi juga tidak berhasil. Presiden Perancis Emmanuel Macron dan kanselir Jerman Olaf Scholz adalah dua pemimpin Eropa yang telah beberapa kali berbicara dengan Putin, ini perlu dicatat ya Jerman dan Perancis adalah dua negara Uni Eropa yang secara ekonomi terkuat dan mau tidak mau ini harus diperhitungkan oleh Rusia. Scholz telah bicara via telepon dengan Putin, sementara Macron itu pada awal Februari lalu malah langsung menemui Putin di Moskow. Walaupun banyak ditentang, Scholz dan Macron tetap mencoba mencairkan kebekuan dan membangun komunikasi dengan Putin, namun keduanya gagal membujuk Putin untuk menghentikan agresinya ke Ukraina, walaupun Putin pada waktu bertemu dengan Macron mengakui bahwa proposal yang diajukan oleh Macron banyak yang masuk akal dan patut dipertimbangkan dan untuk itu Putin mengucapkan terima kasih. Tidak berlebihan bila presiden Polandia Andrzej Duda itu mengatakan bahwa bicara dengan Putin itu sama saja dengan mencoba bicara atau mencoba menenangkan Adolf Hitler pemimpin Nazi Jerman. Bisa dibayangkan bila dua pemimpin negara yang sangat kuat di Eropa saja gagal membujuk Putin apalagi Jokowi? Benar sekarang ini Presiden Jokowi tengah menjadi presidency negara-negara G20. Ini kelompok negara-negara dengan ekonomi terkuat di dunia dan Rusia bersama-sama dengan negara Eropa maju yang bergabung dalam G7 dan Indonesia itu menjadi anggotanya di G20 ini. Tetapi perlu status presidency negara-negara G20 itu bukan menunjukkan posisi Jokowi yang Superior, ini hanya semacam posisi yang digilirkan, dipergilirkan diantara anggota G20 berdasarkan alfabet yang ini hanya ya semacam arisan Mak-mak. Posisi ini harus kita pahami jangan sampai kita terjebak dalam glorifikasi yang dibangun oleh para buzer bahwa Jokowi ini sekarang adalah salah satu pemimpin terkuat di dunia karena dia menjadi presidensi dari G20. “Tapi, okelah bagaimanapun lepas adanya perbedaan pandangan politik di dalam negeri secara domestik namun misi Pak Jokowi ke Ukraina dan Rusia ini bagaimanapun juga adalah representasi Indonesia dimata dunia,” ungkap Hersubeno. Wajah Jokowi bagi dunia adalah wajah 270 juta rakyat Indonesia, negara yang nggak peduli bahwa ada pembelahan yang terjadi di dalam Indonesia saat ini. Pokoknya mau diterima itu adalah Jokowi representasi dari Indonesia. Tapi kita berharap Presiden Jokowi berhasil dengan misinya, jangan sampai membuat malu bangsa Indonesia saja. Soal ini penting kita tekankan karena dengan profil yang sangat kuat itu Putin itu bisa saja lo jumawa dan memperlakukan Presiden Jokowi dengan kurang hormat. Ada cerita yang menarik nih saat kunjungan Macron ke Moskow beberapa bulan lalu keduanya itu duduk berjauhan dan juga memberikan keterangan Pers itu posisinya juga jauh enggak dekat seperti yang biasa gitu. Rupanya ini ada ceritanya dibalik posisi yang berjauhan ini. Macrom itu menolak untuk menjalani tes PCR sebagai syarat dia bisa berjabat tangan dan bicara secara akrab dan dekat dengan Putin dan belakangan juga terungkap alasan Macrom kenapa tidak mau dia tes PCR, karena dia tidak mau Moskow bisa ambil sampel DNA miliknya. Itu beberapa detil yang sebenarnya tak boleh luput dari perhatian dan bagian dari kehormatan Presiden Jokowi, sebagai kepala negara dari negara berdaulat seperti Indonesia jangan sampai Presiden Jokowi nanti diplonco oleh Putin dan ini betul-betul tidak boleh terjadi. Pertanyaannya, apakah Presiden Jokowi bisa bersikap seperti Macron kalau diharuskan menjalani tes PCR? Mudah-mudahan kerumitan diplomatik dan protokoler semacam itu tidak muncul mengingat pandemi Covid sekarang ini sudah mereda. Catatan lain Indonesia ini kan berbeda dari Perancis yang berada dalam posisi sekutu Amerika Serikat, negara yang menjadi musuh bebuyutan Rusia. Indonesia tidak dalam posisi sebagai negara yang bersaing maupun perebutan pengaruh dengan Rusia seperti halnya Perancis. Pertanyaan-pertanyaan lain semacam itu penting kita diskusikan karena Presiden Jokowi bagaimanapun juga sekarang ini dengan kunjungannya ini dia berada dalam sorotan Dunia. Para analis dan media massa internasional pasti akan dengan sangat tajam mengamati kunjungan Presiden Jokowi dan apa hasilnya? Tidak bisa lagi para pendukung Jokowi apalagi buzer itu men-spin dan atau melakukan glorifikasi kunjungan ke Jokowi ini kendati nanti hasilnya berbeda. “Seperti sudah saya duga sebelumnya itu banyak analisis dunia yang mulai menyorotinya, salah satunya saya ingin mengajak Anda untuk mencermati analis dari negara tetangga kita Australia,” kata Hersubeno. Australia ini pasti sangat berkepentingan dan mengamati dengan seksama langkah-langkah dari Presiden Jokowi bukan hanya karena posisi Australia yang menjadi negara tetangga, tetapi ini tentu saja adalah posisi Australia sebagai sekutu dan proxy dari Amerika Serikat yang sejak awal menentang mati-matian invasi Rusia ke Ukraina. Salah satu analisis yang dimaksud yang kini tengah beredar luas di media sosial itu adalah tulisan dari data Dr David Angel, jangan-jangan Anda juga sempat membacanya yakni seorang mantan diplomat senior yang kini bergabung dalam sebuah lembaga think-tank Hai yang bernama osteoporosis strategic Institut atau Apsi. Dia menulis sebuah artikel dengan judul “Widodo’s Mission To Moscow: seeking peace and an end Putin blocked of Ukraine\'s Wheat” atau misi Presiden Jokowi ke Moskow untuk mencari perdamaian dan sekaligus mengakhiri blokade Putin terhadap ekspor gandum Ukraina. Dari judulnya saja kita sudah bisa mencium ke mana arah artikel ini,. Anda bisa membacanya sendiri artikel utuhnya tinggal Anda Googling dan itu bakal ketemu, namun Hersubeno mencoba membuat beberapa kesimpulan pointilis dari artikel tersebut. Pertama David Angel ini mencoba menyebut langkah Jokowi sebagai upaya untuk menghidupkan kembali peran Indonesia yang dulu digariskan oleh salah satu proklamator kita Bung Hatta yakni negara kita sebagai bebas aktif. Kalau dulu Bung Karno itu sangat aktif ya menyebut Indonesia sebagai negara non-blok ya tidak memilih blok Barat maupun blok Timur. Namun dalam kasus ini Angel memberi catatan bahwa sejak awal posisi yang diambil oleh Pemerintah Jokowi itu sangat terkesan bermurah hati terhadap Rusia yang telah melakukan invasi secara brutal ya… Indonesia tidak mau mengutuk serangan itu. Jokowi dalam misinya itu, menurut Angel, terkesan mengejar resolusi damai dan memperlakukan secara setara, seolah kedua negara itu, Ukraina-Rusia, sama-sama punya niat perang, padahal sebenarnya faktanya adalah Rusia yang melakukan invasi. Dalam artikel yang di-publish pada 29 Juni 2022 atau pada hari yang sama saat kunjungan Jokowi ke Kyiv itu, kemudian juga Jokowi akan mendesak Zelenskyy dan Putin untuk melakukan gencatan senjata. Kedua, Angel melihat misi Jokowi sebagai upaya untuk mendapat pujian baik dari dalam dan luar negeri. Lepas dari upaya berhasil atau tidak, setidaknya dia sudah berupaya ini. Kalau di Indonesia mungkin yang sering kita sebut sebagai pencitraan. Ketiga mengutip analis di dalam negeri seorang pengamat di Indonesia, dia menyatakan bahwa upaya Jokowi mendesak Rusia dan Ukraina mengakhiri konflik bersenjata itu bakal sulit terwujud, kenapa? Karena Indonesia ini kan kekurangan sumber daya dan secara pengaruh kehadiran juga tidak signifikan di kawasan itu. Namun langkah Presiden Jokowi itu sangat mungkin membantu Rusia untuk menyelamatkan muka dan bagi Ukraina sendiri bisa menghindari tragedi kemanusiaan lebih lanjut akibat perang yang terus berlarut. Bagaimanapun juga berlarutnya perang di Ukraina ini dipastikan menyedot sumber daya manusia dan ekonomi yang sangat besar bagi Rusia, belum lagi Rusia sekarang ini juga mendapat embargo dan blokade ekonomi dari negara-negara barat mungkin tadi yang dimaksud Angel, Putin ini bisa memanfaatkan kehadiran Jokowi sebagai momentum dia menarik pasukannya dari Ukraina tanpa harus kehilangan muka. Tapi, mengutip pengamat lain Angel menyebut ini merupakan upaya semacam pemuasan diri Jokowi dan sebisa disebut sebagai omong kosong yang paling buruk. Keempat Angel menduga Zelenskyy ini mungkin ada diantara mereka yang skeptis dengan kunjungan Jokowi ini betapapun sopan sambutannya, dia menyambut Jokowi dengan sangat ramah di Istana Kepresidenan walaupun tampangnya sangat lelah. Bagi Zelenski sekarang ini yang paling penting itu adalah bantuan pertahanan untuk menyelamatkan warganya dari serangan Rusia daripada sekadar basa-basi politik perdamaian Zelenskyy yang dalam analisa Angel ini dia tampaknya mencoba memahami apa maksud dari kunjungan Jokowi? Jokowi itu mewakili bagaimanapun sebuah negara yang telah menolak untuk menjatuhkan saksi terhadap Rusia dan komentar dari Presiden Jokowi secara publik itu seperti dilaporkan kedutaan besar Ukraina di Jakarta itu cenderung dianggap menelan kebohongan atau mempercayai propaganda Rusia, akibat Perang ini diakibatkan oleh provokasi Ukraina dan NATO. Kelima Angle menulis penilaian paling baik dari kunjungan presiden Jokowi ke Kyiv adalah kunjungan itu naif dan tidak adil, jika memang dia benar-benar berpikir dia bisa menengahi bahkan kemudian melakukan genjatan senjata apalagi itu dialog. Keenam, kunjungan Jokowi ini juga akan dimanfaatkan sepenuhnya oleh Putin, dalam bahasa sinis Angel menyatakan, bersiaplah untuk melihat foto-foto Putin dan Jokowi bersalaman dengan wajah berseri-seri. “Saya kira kalau yang ini bukan hanya Putin yang akan mendapat poinnya. Presiden Jokowi juga akan mendapat poin, kita bersiap-siap juga nanti untuk foto-foto presiden Jokowi bersama Putin itu akan digoreng oleh para buzer,” ujar Hersubeno. Ketujuh, penjelasan yang lebih meyakinkan untuk misi Jokowi ini mengejar perdamaian itu adalah kepentingan pribadi dari Jokowi dan tentu saja juga kepentingan Indonesia. Jokowi misalnya ingin agar pertemuan G20 di Bali sukses di tengah ancaman boikot negara-negara barat bila Putin tetap hadir. Sejauh ini tekanan negara Barat akan kehadiran Putin sudah mulai sedikit mengendor karena seperti dikatakan oleh kanselir Jerman mereka tidak akan mentorpedo pertemuan G20. Tetapi tetap saja Presiden Jokowi itu menyimpan kekhawatiran dan ingin mengamankan dan dengan menghilangkan risiko sekecil apapun yang bisa menggagalkan pertemuan G20 di Bali. Karena itu dia menegaskan undangannya kembali agar Zelenskyy hadir di Bali. Ini keliatannya untuk semacam memberikan kongsesi kepada negara-negara Eropa karena Ukraina bukan anggota dari G20. Kedelapan kesimpulan dari Angle ini bisa tercermin dari judul tulisannya tadi “Tidak ada yang lebih mendapat manfaat dari kunjungan ini selain presiden Jokowi dan Indonesia, Indonesia saat ini adalah pengimpor gandum terbesar di dunia dan itu berdasarkan nilai dolar dan memperoleh 25% impornya dari Ukraina itu pada tahun 2020.” “Ukraina adalah pemasok gandum terbesar bagi Indonesia pada tahun 2020. Gandum itu digunakan oleh Indonesia untuk membuat mie instan yang telah menjadi makanan pokok yang populer dan relatif murah bagi jutaan orang di Indonesia, tetapi kekurangan gandum dan tepung terigu yang sekarang terjadi akibat perang Rusia Ukraina ini telah merugikan konsumen dan produsen dan secara signifikan mengurangi produksi bahan makanan berbasis gandum dan memicu inflasi.” Pemerintah Presiden Jokowi saat ini tengah menghadapi protes yang luas atas kelonjakan harga serupa dalam hal harga minyak goreng akibat kelangkaan komoditas tersebut. Kemudian yang mendorong larangan ekspor minyak sawit Indonesia yang lebih berumur pendek dan disusul dengan pemecatan menteri perdagangan Indonesia Muhammad Lutfi. Semakin lama perang dan gangguan yang dihasilkan dalam ekspor gandum dan minyak bunga matahari dari Ukraina begitu terus berlangsung tersebut semakin tinggi tinggi risikonya bagi lonjakan harga pangan di Indonesia dan itu secara historis, kata Angle, bisa memicu kerusuhan politik di dalam negeri. Dengan perjalanan ke Ukraina dan Rusia Jokowi setidaknya itu dia dapat memberitahu kepada rakyatnya bahwa dia telah melakukan segala daya untuk meringankan beban hidup rakyat, jadi walaupun seolah kunjungan itu seakan menghidupkan idealisme yang dibangun oleh Bung Hatta yakni tentang politik Indonesia yang bebas aktif tapi bagi pihak yang lain ketika mengakhiri tulisannya “Kunjungan ini setidaknya hanya tentang mie instan”. Supaya fair benarkah kunjungan Jokowi itu motif utamanya hanya sekedar ya untuk mendapatkan nama baik dari Presiden Jokowi muncul di media-media internasional dan kemudian paling penting itu adalah produksi mie instan Indonesia itu bisa pulih kembali sehingga dengan begitu bisa mengurangi tekanan politik terhadap pemerintah karena ketersediaan langkanya bahan pangan dan juga harga-harga bahan pokok. Hersubeno mengajak kita untuk menyimak penjelasan Presiden Jokowi saat bertemu dengan Presiden Zelenskyy, “Saya sampaikan ke Presiden Zelenskyy bahwa kunjungan ini saya lakukan sebagai manivestasi kepedulian Indonesia terhadap situasi di Ukraina dari pertemuan bilateral tadi saya ingin menyampaikan beberapa hal, Yang pertama saya sampaikan kembali undangan saya kepada presiden Zelenskyy secara langsung untuk berpartisipasi dalam KTT G20 yang akan diselenggarakan bulan November tahun ini di Bali, kemudian. Yang kedua saya tegaskan posisi prinsip Indonesia mengenai pentingnya penghormatan terhadap kedaulatan dan integritas wilayah. Yang ketiga walaupun masih sangat sulit dicapai saya tetap sampaikan pentingnya penyelesaian damai dan spirit perdamaian tidak boleh pernah luntur dalam kaitan ini saya menawarkan diri untuk membawa pesan dari Presiden Zelenskyy untuk Presiden Putin yang akan saya temui segera. Yang keempat saya sampaikan empati dan kepedulian saya terhadap dampak perang bagi kemanusiaan dengan kemampuan yang ada rakyat dan pemerintah Indonesia berusaha memberikan kontribusi bantuan termasuk obat-obatan dan komitmen rekontruksi salah satu rumah sakit di sekitar Kyiv. Yang kelima saya sampaikan pentingnya Ukraina bagi rantai pasok pangan dunia, semua usaha harus dilakukan agar Ukraina dapat kembali melakukan ekspor bahan pangan penting bagi semua pihak untuk memberikan jaminan keamanan bagi kelancaran ekspor pangan Ukraina termasuk melalui pelabuhan laut saya mendukung upaya PBB dalam hal ini. Yang keenam on bilateral not tahun ini adalah 30 tahun hubungan diplomatik Indonesia dan Ukraina saya menyampaikan komitmen Indonesia untuk terus memperkuat kerjasama dengan Ukraina, Terima kasih,” ujar Jokowi. Nah tadi sudah sama-sama kita simak ya ada enam misi kunjungan Jokowi ke Kyiv soal impor pangan itu tadi ditempatkan oleh Presiden Jokowi pada poin kelima silakan ada simpulkan sendiri benarkah analisis David Angel ini karena apa? Penting kita catat, David Angel ini adalah seorang diplomat senior ya dia lebih dari tiga puluh tahun berkutat di dunia diplomatik dan dia pernah menjadi duta besar di beberapa negara Amerika Tengah dan Karebia dia juga pernah bertugas di kedutaan besar Australia di Indonesia dan juga dia pernah bertugas lama di Kementerian Luar Negeri Australia. Ngomong-ngomong ketika terjadi serangan dari Rusia ke Ukraina itu David Angel juga pernah membuat sebuah artikel yang menyoroti komentar dari Presiden Jokowi kalau gak salah ini artikel dibuat pada tanggal 1 Maret, tapi yang jelas di situ media menyebutnya, dia juga pernah membuat artikel yang menyebut Jokowi itu sebagai bodoh karena komentarnya tentang konflik di Ukraina. Sekali lagi tentu saja kepentingan Australia dan Indonesia sangat berbeda dalam melihat konflik Rusia dan Ukraina namun tulisan David Angel ini bisa membantu kita memahami bagaimana negara-negara barat dan sekutunya memandang kunjungan Presiden Jokowi ke Ukraina dan Rusia. (mth/sws)
Rocky Gerung Meminta Indonesia Belajar dari Bahaya Islamofobia di India
Jakarta, FNN – Indonesia dianjurkan berkaca pada kasus Islamofobia yang kini menggerogoti negara India, soal pemenggalan kepala seorang penjahit beragama Hindu di Udaipur karena mendukung politikus partai berkuasa, Bharatiya Janata (BJP), yang menghina Nabi Muhammad. Berbagai bentuk ujaran kebencian dan kebijakan pemerintah, termasuk di negara-negara bagian, kini India dilabeli dengan negara yang membenci Islam atau Islamofobia. Pengamat politik, Rocky Gerung, mengatakan hal yang sama juga berpotensi terjadi di Indonesia mengingat Indonesia dan India sama-sama negara demokrasi. “Banyak hal yang membuat kita berpikir ulang bahwa dunia memang sedang mengalami frustrasi, karena kesulitan ekonomi, disparitas antara kaya miskin itu lalu datang mereka yang masih berupaya untuk mengambil keuntungan dari keadaan itu dengan sinyal-sinyal yang justru memperparah berpecah terutama di dalam negeri kita karena ada isu Agama,” kata Rocky Gerung dalam wawancara dengan wartawan senior FNN Hersubeno Arief di kanal YouTube Rocky Gerung Offcial, Sabtu (2/7/22). Melihat kemarin Indonesia juga digemparkan dengan penghinaan bukan hanya Nabi Muhammad tetapi Bunda Maria juga di dalam Promo dari Hollywings, namun untungnya kita cepat menangani itu meskipun pada awalnya mau digoreng-goreng ini berkaitan dengan langkah Anies Baswedan menutup 12 cabang outlet Hollywings di Jakarta. India sering disebut sebagai negara demokrasi nomor satu, nomor dua dan segala macam tetapi di dalam berkehidupan kebudayaan yang disebut sebagai communities could tidak mungkin kita hilangkan yang disebut politik identitas dan demokrasi. Rocky mengingatkan bahwa kasus Islamofobia di India yang disebabkan pergolakan demokrasi juga bisa terjadi di Indonesia karena pemburukan demokrasi yang terjadi di Indonesia. Selain itu, menurutnya demokrasi Indonesia juga dihalangi, di mana kemampuan kita untuk mengevaluasi diri itu justru dihalangi oleh mereka yang tidak menginginkan terciptanya semacam percakapan public, kalau percakapan publik macet maka terjadi percakapan komunitas itu yang disebut kasak-kusuk, diskusi yang saling kirim untuk saling ngomporin. “Nah ini sebetulnya intinya yang seringkali dalam teori kita sebut sebagai politik identitas tapi sebetulnya di belakang itu ada permainan kartel bisnislah atau agama, yang mencari cara untuk menimbulkan sebut aja ketidak legaan berwarganegara di Indonesia itu makin terasa,” ujar filsuf jebolan Universitas Indonesia itu. (ida/lia)
Republik Oligarki
Justru elit politik di negeri ini menjadi penyambung lidah para Nekolim, para oligarki untuk menguasai negeri ini. Oleh: Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila ARTI Oligarki adalah bentuk pemerintahan yang kekuasaan politiknya secara efektif dipegang oleh kelompok elit kecil dari masyarakat, baik itu dibedakan menurut kekayaan, keluarga, atau militer. Istilah ini berasal dari kata dalam bahasa Yunani untuk “sedikit” dan “memerintah”. Digantinya UUD 1945 dengan UUD Reformasi 2002 itu bukan hanya secara fundamental negara berubah dari negara yang berdasarkan Pancasila menjadi negara super Kapitalis, super Liberal, dan dikuasai oleh segelintir orang. Secara fundamental negara yang di-Proklamasikan 17 Agustus 1945 dengan UUD 1945 sebagai arah, philisophy, tujuan, hakekat, cita cita, merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur, berdasarkan Pancasila sudah diporak-porandakan. Tatanan nilai dan jati diri sebagai bangsa kita sudah terkoyak-koyak. Bangsa ini sudah banyak kehilangan kedaulatan, bahkan sudah di titik nadir, hanya sebagai permainan bangsa lain atas nama demokrasi liberal dan segala sesuatu apa kata Oligarki. Sumber rusaknya ketatanegaraan adalah partai politik yang menjadi oligarki politik, dimana tidak ada kontrol dalam kehidupan berbangsa dan bernegara lagi. Eksekutif, Legeslatif, Yudikatif, dan Pengusaha menjadi satu oligarki yang dikendalikan oleh partai politik. Sementara oligarki ekonomi sendiri dikuasai oleh segelintir Konglemerat yang mengeruk kekayaan ibu Pertiwi dengan dukungan DPR dengan membuat UU, misal UU Minerba, UU Omnibuslaw, tidak mikir lagi, yang penting wani Piro. Sudah sevulgar itu yang terjadi! Jika saja Soekarno, Hatta dan para pendiri negeri ini melihat negara bangsa itu seperti ini pasti kecewa, sebab apa yang pernah dinasehatkan itu akan menjadi kenyataan. Bung Karno pernah mengatakan, “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah, namun perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri”. Bung Hatta juga pernah mengatakan di dalam pembelaannya yang berjudul Indonesia Merdeka, Hatta mengatakan, “Biarlah Indonesia tenggelam ke dasar lautan kalau tetap dikuasai penjajah”. Rupanya pernyataan Bung Karno dan Bung Hatta ini akan menjadi kenyataan jika rakyat tidak sadar dan berjuang untuk kembali ke UUD 1945 Asli. Hanya dengan kembali ke UUD 1945 itulah yang bisa menghabisi oligarki. Jika kembali ke UUD 1945 maka semua UU, peraturan yang bertentangan dengan UUD 1945 harus dihapuskan. Pasal 33 ayat 1-2-3 harus ditegakkan. Semua tanah yang dikuasai kelompok oligarki harus dikembalikan pada negara, tambang-tambang harus kembali pada negara, “Bumi air dan kekayaan yang ada di dalamnya dikuasai negara sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Bukan dikuasai oligarki untuk kemakmuran oligarki. Bagaimana tidak semakin menjadi jurang antara si kaya dan si miskin jika 0,10 % minoritas warga keturunan Tionghoa menguasai 70% lahan di Indonesia? Bagaimana bisa adil kalau 0,10% minoritas warga keturunan Tionghoa mengauasai 50% kekayaan Indonesia. Tentu saja semua ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap pasal 33 UUD 1945, “Bumi dan air serta kekayaan yang ada didalam nya dikuasai Negara sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Mana mungkin rakyat bisa makmur kalau negara telah berlaku tidak jujur membiarkan minoritas menguasai kekayaan di negeri ini. Para elit, Pemerintah dan para pengamandemen UUD 1945 telah mengkhianati ajaran Pancasila sebagai prinsip berbangsa dan bernegara. Apakah negara Indonesia itu? “Negara, jang – begitoe boenjinja – negara jang melindoengi mengungkapkan bangsa Indonesia dan seloeroeh toempa darah Indonesia dengan berdasar persatoean, dengan mewoedjoedkan keadilan bagi seloeroeh rakjat Indonesia. Ini terkandoeng dalam pemboekaan. Tadi soedah katakan, oleh karena kita menolak bentoekan negara jang berdasar individualisme dan djoega kita menolak bentoekan negara sebagai klasse-staat, sebagai negara jang hanja mengoetamakan satoe klasses, satoe golongan, oempamanja sadja, negara menoeroet sistem sovjet, jang ada sekarang, ada mengoetamakan klasse pekerdja, proletariaat, klasse pekerdja dan tani, – itoe jang dioetamakan, maka itoe poen kita tolak dengan menerimanja pemboekaan ini, sebab dalam pemboekaan ini kita menerima aliran, pengertian negara persatoean, negara jang melindoengi dan melipoeti menyatakan bangsa seloeroehnja.” Inilah negara yang dikehendaki pendiri bangsa, bukan untuk kemakmuran segelintir orang yang membentuk oligarki ekonomi yang bertemali dengan oligarki kekuasaan. Bung Karno, Proklamator dan Presiden Pertama Republik Indonesia, pernah memperingatkan bahaya bentuk penjajahan model baru. Yaitu apa yang beliau sebut dengan neo kolonialisme dan imperialisme (nekolim). Penjajahan tidak lagi dalam bentuk koloni (menguasai wilayah bangsa lain), tetapi dalam bentuk penguasaaan ekonomi dan ideologi. Makanya Bung Karno dulu mencanangkan gerakan BERDIKARI (berdiri di atas kaki sendiri). Berduyun-duyunnya kedatangan TKA China dengan berbagai alasan apapun merupakan bahaya bagi bangsa ini, dan anehnya DPR sudah mandul dalam pengawasannya, logika akal sehat teramputasi dengan datangnya TKA China di musim pandemi begitu bebas tanpa ada yang mengontrol. Penjajahan nekolim oligarki ini sifatnya laten, nyaris tidak tampak secara fisik. Mengejawantah dalam bentuk berbagai ketergantungan negara pada oligarki. Penguasaan negara oleh oligarki terutama akan kekayaan sumber daya alam – modus operandinya pun sangat sistematis, dan seakan-akan, sangat logis. Sehingga tanpa disadari sebuah negara Indonesia semakin terkungkung dalam ketergantungan terhadap negara China, alih-alih mampu mandiri. Demokrasi liberal yang dipraktikkan di Indonesia tak lebih dari usaha-usaha asing untuk pecah-belah terhadap bangsa Indonesia. Para elit sekarang ini bukan lagi penyambung lidah rakyat Indonesia. Seperti Bung Karno yang sangat memahami dan mengerti amanat penderitaan rakyat. Justru elit politik di negeri ini menjadi penyambung lidah para Nekolim, para oligarki untuk menguasai negeri ini. Maka tidak ada kamus pada otak elit politik untuk memandirikan bangsanya. Apalagi berdikari. Justru mereka menjadi agen asing untuk mempermulus Nekolim China Oligarki. (*)
Jumhur Hidayat: Demokrasi Bisa Ideal Jika Penghasilan Pekerja Rp 8 Juta per Orang per Bulan
Jakarta, FNN – Ketua KSPSI, Muh Jumhur Hidayat dalam kesempatannya sampaikan tentang esensi kemerdekaan dalam acara Sarasehan Nasional yang digelar oleh Syarekat Islam pada Ahad, 3 Juli 2022 di Sekretariat Syarekat Islam yang baru (samping SI lama), kawasan taman Amir Hamzah, Jakarta Pusat, yang bertajuk Thema Demokrasi dan Keadilan Sosial. Berdasarkan sejarah, menurut Jumhur, bahwa bangsa kita, India, Pakistan, Brunei, dll sama-sama pernah mengalami dijajah, namun kemerdekaannya masing-masing berbeda. Kemerdekaan bangsa kita menurut Jumhur tidak lepas dari intervensi Allah SWT. Hal itu dapat dilihat salah satunya dari Konstitusi dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ketiga yang berbunyi “Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.” Menurut Jumhur, fakta sejarahnya antara lain peran raja-raja nusantara saat itu banyak memberikan sumbangan, kontribusi seperti wilayah, sumber alam serta dukungan personilnya untuk mencapai kemerdekaan, sehingga akhirnya terbentuklah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Disamping itu, ada beberapa hal yang sulit ditolak bahwa kemerdekaan kita merupakan kehendak Allah SWT selain perjuangan para pahlawan terdahulu. Hal itu, kata Jumhur, bahwa kemerdekaan itu seperti istilah umum, yaitu “Satu untuk semua dan semua untuk satu”. Namun dalam pelaksanaannya perwujudan itu masih jauh dari cita-cita, yang fakta satu untuk bangsa Eropa dll, bukan satu untuk rakyat. “Oleh karenanya terkait kualitas demokrasi kita saat ini masih jauh panggang dari panggang, seperti dibuatnya UU Omnibuslaw,” tegas Jumhur. Menurutnya, demokrasi bisa ideal jika pendapatan buruh pekerja/masyarakat kita Rp 8.000.000 per orang per bulannya. Artinya, jika sekeluarga yang bekerja Suami Istrinya masing-masing @Rp 8 juta, maka ia bisa hidup dengan baik dengan keluarganya. Lebih lanjut Jumhur membandingkan keadaan saat ini bagi buruh pekerja di ibukota (UMR), misalnya ia sebagai kepala rumah tangga dengan penghasilan sekitar Rp 4,7 juta, jika istirahat dan anak-anaknya tidak bekerja, maka penghasilan Rp 4,7 juta harus bisa cukup untuk kebutuhan keluarganya selama sebulan, sementara harga-harga alami banyak kenaikan. Dalam sarasehat itu, narasumber lain yang hadir dalam acara ini antara lain, Prof. Siti Zuhro, Rocky Gerung, Jumhur Hidayat, Dr. Hamdan Zoelva, Dr. Ferry Juliantono (Moderator). (mth)
Syahganda: Demokrasi Buruk, Feodalisme Berusaha Wariskan Kekuasaan
Jakarta, FNN – Sarasehan Nasional yang digelar oleh Organisasi Islam tertua di Indonesia yakni Syarekat Islam (SI) pada Ahad, 3 Juli 2022 di Sekretariat Syarekat Islam yang baru (samping SI lama), kawasan taman Amir Hamzah, Jakarta Pusat, mengangkat tema “Demokrasi dan Keadilan Sosial”. Dalam paparannya Dr. Syahganda Nainggolan dari Sabang Merauke Circle menyinggung berbagai hal terkait tema, bahwa menurutnya hal itu terjadi karena adanya struktur feodalisme. Aktivis yang juga akademisi itu menjelaskan, dalam struktur feodalisme itu berfikir bagaimana berupaya mewariskan kekuasaannya, kepada anak-anaknya, seperti yang dilakukan Joko Widodo, Susilo Bambang Yudhoyono, juga Megawati Soekarnoputri. “Sehingga kita terkunci tidak saja oleh oligarki semata, tapi juga oleh oligarki primordial,” kata Syahganda. Syahganda menyampaikan bahwa di jamannya Ir. Soekarno pernah alami problem yang sama terkait penindasan serta feodalisme yang dilakukan oleh oligarki, yakni kolonial Belanda dan bangsa Eropa. Soekarno saat hadir dalam persidangan Belanda di Bandung ia menuntut kepada Belanda atas kebebasan merdeka yang diberikan kepada Pekerja di Negeri Belanda berbeda dengan di Indonesia, yang mana nasib bangsa kita ditindas. Selanjutnya Syahganda menuturkan bahwa menurut suatu buku yang ditulis oleh pengamat Oligarki, Jefry Winters, bahwa praktek oligarki yang pernah terjadi di masa sebelum Indonesia merdeka kembali marak lagi saat masa pemerintahan Soeharto dengan membentuk raja-raja kecil/konglomerat yang kemudian kini mereka berubah menjadi oligarki. D isisi lain Syahganda mengungkap indeks demokrasi selama pemerintahan Presiden Jokowi menurun drastis. Secara kualitatif, Syahganda mengutip pernyataan dari Amnesty Internasional Indonesia (AII), pada seminar tentang demokrasi di Jakarta tahun ini, bahwa selama 14 tahun terakhir, tahun inilah tahun demokrasi yang paling buruk. Kemunduran ini akibat pemerintah ingin mengembalikan kekuasaan menjadi sentralistik, otoriter, dan melemahkan institusi reformasi seperti KPK dan MK. Pembungkaman demokrasi, kebebasan sipil, pembungkaman media sosial dan spying, serta pemenjaraan aktivis politik kembali terjadi secara massif dalam era Jokowi. “Rezim intelijen di masa orde baru kembali muncul dengan massif lagi di masa Jokowi ini,” ungkap Syahganda. Narasumber lain yang hadir dalam acara ini antara lain, Prof. Siti Zuhro, Rocky Gerung, Jumhur Hidayat (Ketum KSPSI), Dr. Hamdan Zoelva (Keynote speaker dari Presiden SI) dan moderator Dr. Ferry Juliantono (Sekjend SI). (mth)