NASIONAL

ASPEK Desak Pemerintah Menjamin Kesetaraan Gaji Pekerja Lokal dan Asing

Jakarta, FNN -  Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) bereaksi keras atas terjadinya bentrokan berdarah antara tenaga kerja asing dengan tenaga kerja lokal di PT. Gunbuster Nickel Industry (GNI) di Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah, pada Sabtu (14/1/2023) malam sekitar pukul 21.00 WITA. Bentrokan ini terjadi akibat dari kebijakan Pemerintah Indonesia yang memberikan \"karpet merah\" kepada investasi asing, khususnya dari China. Demikian disampaikan oleh Mirah Sumirat, SE, Presiden ASPEK Indonesia dalam keterangan pers tertulis (17/01).  Mirah Sumirat menyampaikan duka cita yang mendalam atas meninggalnya dua pekerja lokal dan satu tenaga kerja asing (TKA) dalam bentrokan di PT. Gunbuster Nickel Industry (GNI).  ASPEK Indonesia juga menuntut Pemerintah Pusat untuk turun tangan langsung mengusut tuntas kasus bentrokan yang melibatkan tenaga kerja asing ini. Selain itu ASPEK Indonesia juga menuntut jaminan kesejahteraan yang setara antara tenaga kerja lokal dengan tenaga kerja asing di PT. Gunbuster Nickel Industry (GNI). Tidak boleh ada diskriminasi upah dan hak-hak bagi pekerja lokal, tegas Mirah Sumirat.  Mirah Sumirat juga mendesak ditegakkannya sanksi pidana terhadap semua tenaga kerja asing yang terlibat dalam bentrokan. Jangan sampai hanya karena alasan investasi, Pemerintah lemah dalam hal penegakkan hukum. (sof)

Bentrok TKA China dan Pribumi, Dampak Buruk Kebijakan Jokowi Impor Kuli Kasar

Jakarta, FNN - Akademisi yang juga pengamat politik Rocky Gerung menyebut kerusuhan antara Tenaga Kerja Asing (TKA) China dan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) PT Gunbuster Nickel Industri (GNI) bukan sekadar masalah etnis antara pekerja China dan pribumi. Hal yang paling mendasar adalah soal ketidakadilan. \"Jadi, di latar belakang Morowali itu ada ketegangan modal di situ, bukan sekadar kecemburuan etnis di situ. Bahwa ini China versus lokal, enggak. Di situ ada ketidakadilan yang dasarnya eksploitasi kapitalistik,\" ungkap  Rocky Gerung dalam perbincangan dengan wartawan senior FNN Hersubeno Arief di kanal YouTube Rocky Gerung Official, Senin (16/1/2023). Nara sumber tetap FNN itu bilang, bangsa ini sebenarnya bangsa yang toleran. Hal itu bisa dilihat di pasar-pasar, para penduduk lokal (pribumi) dan etnis China berdampingan menjajakan dagangannya. \"Jadi kita lihat bangsa ini sebetulnya toleran, hanya bila terjadi ketidakadilan yang menyangkut perut maka terjadi ketegangan,\" terangnya. Diketahui, kerusuhan yang terjadi pada Sabtu (14/1/2023) lalu itu berujung dengan tewasnya tiga pekerja, 1 TKA China dan 2 TKI. Lebih lanjut, Rocky menegaskan bahwa  kerusuhan yang terjadi di pabrik nikel di Morowali Utara tidak terjadi di pasar-pasar karena di sana tidak ada eksploitasi. Sementara, pada industri strategis, seperti pabrik nikel, TKA cenderung terlihat lebih mewah, hidupnya lebih makmur. Itulah yang menyebabkan ketegangan sosial. \"Jadi bukan karena etnisitas, tapi karena ketidakadilan yang disebabkan oleh favoritisme negara kepada modal China dalam hal ini,\" jelasnya. Ketegangan kata Rocky makin meruncing, melihat kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada rakyat. Presiden Jokowi misalnya, pada suatu kesempatan bilang pekerja Indonesia pemalas dan tidak bisa mengoperasikan teknologi. Namun, di sisi lain, malah mengimpor pekerja kasar. \"Kenapa Jokowi mengimpor memasukkan tenaga kerja yang juga bisa dilakukan oleh anak Indonesia lokal. Jadi sopir, jadi pengangkut material segala macam. Itu yang menimbulkan kesenjangan pendapatan dan sekaligus potensi kerusuhan sosial,\" pungkasnya. (sof).

Begitu Mahalnya Nilai Anies Baswedan Itu: Analisa Tipis-tipis Pertemuan Paloh dan LBP di London

Oleh Ady Amar - Kolumnis  PRESIDEN Jokowi utus Luhut Binsar Panjaitan (LBP) ke London, Inggris, untuk menemui Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh--atau bisa jadi itu memang inisiatif LBP untuk menemui Paloh. Begitu penting dan mendesaknya pertemuan itu, sampai tidak perlu menunggu Paloh balik ke tanah air. Mengapa sampai perlu menemui Paloh di tempat yang begitu jauh.  Penerbangan Jakarta-London, itu lebih kurang 17 jam. Bisa jadi pertemuan itu cuma 1-2 jam saja. Menemui Paloh, LBP perlu diantar Peter F. Gontha. Pertemuan berlangsung 13 Desember 2022, tapi baru dibocorkan sebulan kemudian oleh Gontha sendiri. Sepertinya perlu waktu yang pas untuk membocorkan pertemuan itu. Gontha memang sahabat Paloh dan juga LBP. Saat ini Gontha duduk sebagai Wakil Ketua Dewan Pakar NasDem. Mengapa mesti pertemuan dilakukan di London, tidak ada yang bisa memberi jawab pasti. Paloh kabarnya beberapa saat lalu memang tengah berobat ke Eropa. Karenanya, LBP perlu menemuinya. Setelah pertemuan itu dibocorkan, jubir LBP mengonfirmasi, bahwa kebetulan LBP sedang di London urusan tugas pemerintahan, dan akhirnya mereka pun punya kesempatan bertemu. Pun seperti setali tiga uang apa yang disampaikan  Sekjen NasDem Johnny G. Plate, pertemuan itu secara kebetulan saja. Mereka sama-sama berada di London, dan terjadilah pertemuan itu. Semua seperti serba kebetulan, yang tentu tidak demikian kejadian sebenarnya. Semua pastilah sudah diagendakan dengan rapi. Juga dibocorkannya pertemuan itu sebulan kemudian, itu pun sudah dihitung dengan tepat, sebagaimana yang diharap. Dalam politik tidak ada yang serba kebetulan, tapi memang bisa diskenariokan seolah (tampak) kebetulan. Analisa jalannya pertemuan itu bisa dibuat, meski mustahil bisa ditail diberikan. Tapi aroma politik dari pertemuan dua tokoh itu bisa tercium tajam. Dan, itu tentang menyelaraskan siapa yang akan menggantikan Jokowi dalam suksesi 2024. Jokowi--juga LBP dan siapa saja yang bersekutu di belakangnya--menghendaki penggantinya, itu Ganjar Pranowo. Soal ini umum sudah banyak tahu. Sedang NasDem jelas telah mendeklarasikan Capresnya, Anies Rasyid Baswedan.  LBP datang menemui Paloh untuk \"menawar\" agar NasDem mencabut pencapresan Anies itu. Paloh seperti menampik \"tawaran\" itu, dan tentu kompensasi yang mungkin diberikan. Meski juga \"ancaman\" akan direshuflenya 3 menteri NasDem dalam Kabinet Indonesia Maju, jika masih tetap mengusung Anies. Paloh tampak menampik \"tawaran\", dan \"ancaman\" sekaligus, muncul dalam pertemuan itu. Bisa terlihat dari ekspresi 2 foto yang dibagi Gontha. Wajah dan gesture baik Paloh maupun LBP tampak tegang, tidak tampak sedikit pun sungging senyum dari keduanya. Tidak tampak ekspresi bisa ditafsir lain, kecuali pertemuan itu tidak menghasilkan apa-apa. Ditambah muncul pernyataan Gontha, yang memuji-muji keduanya sebagai nasionalis sejati. Tapi diselipkan narasi tersirat yang bisa diambil simpulan, bahwa pertemuan itu tidak mencapai kata sepakat.  \"Pada tanggal 13 Desember 2022 yang lalu juga sudah ada pertemuan antara LBP dan SP di Eropa. Mereka dua-duanya adalah nasionalis sejati, meski mempunyai pandangan berbeda terhadap siapa yang harus menjadi penerus pemerintahan sesudah Presiden Joko Widodo.\" Narasi \"...meski mempunyai pandangan berbeda terhadap siapa yang harus menjadi penerus pemerintahan sesudah Presiden Joko Widodo\", itu jelas menunjukkan gambaran jalannya pertemuan antarkeduanya, yang tetap dengan pilihan masing-masing. Rezim Jokowi tetap \"memaksakan\" Ganjar sebagai penerusnya, sedang Paloh/NasDem tetap pada pendiriannya mencapreskan Anies. Ditambah lagi muncul pernyataan hampir pada waktu bersamaan dari Ketua NasDem A. Effendi Choirie, akrab dipanggil Gus Choi, bahwa pilihan capres Pak Jokowi itu Ganjar, dan NasDem memilih Anies. Pernyataan Gus Choi itu seolah mengabarkan, bahwa NasDem dalam soal Capres tetap konsisten pada pilihan semula. Satu bentuk konfirmasi, bahwa NasDem tidak bisa diintervensi. Mengapa sampai sebegitu ngototnya rezim Jokowi memaksakan kehendak, dan itu terang-terangan menamapkkan ketidaksukaan pada pencapresan Anies Baswedan. Segala cara dilakukan, bahkan dengan \"menekan\" Paloh untuk melepaskan Anies, meski tidak membuahkan hasil. Risiko yang dihadapi Paloh bisa jadi tidak sekadar reshuffel para menterinya dari kabinet, tapi ada hal lain yang akan diterimanya. Sebuah konsekuensi atas pilihan sikap politiknya. Inilah gambaran politik Indonesia hari-hari ini, yang bisa jadi akan terus memuncak tak terduga sampai 2024 nanti. Paloh yang mendukung pencapresan Jokowi 2 periode mesti mengalami kepahitan diujung-ujungnya. Lagi-lagi kisahnya menjadi pembenar adagium, bahwa tidak ada kawan abadi dalam politik, itu ditampakkan. Hanya ada kepentingan yang abadi, dan itu selamanya. Bahkan menghalalkan segala cara. Muncul kesan sebagai suatu kewajaran, begitu mahalnya nilai seorang Anies bagi negeri ini, bahkan bagi penentangnya, yang itu pantas dipertaruhkan NasDem bersama Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dalam Koalisi Perubahan Indonesia. Kejutan demi kejutan menuju 2024 akan terus dimunculkan, dan rakyat yang ingin adanya perubahan ke arah lebih baik, tak perlu pula ikut terkaget-kaget. Jalan menuju perubahan ini mesti terus diikhtiarkan dengan serius, dan  sungguh-sungguh. (*)

Jumhur Hidayat: Kerusuhan di Morowali Utara Akibat Pekerja Lokal Diperlakukan Tidak Adil

Jakarta, FNN - Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jumhur Hidayat menyatakan kerusuhan di Morowali Utara akibat dari ketidakadilan yang dirasakan langsung oleh pekerja lokal. Akibatnya terjadi bentrok antara pekerja lokal dan tenaga kerja asing (TKA) di PT Gunbuster Nickel Industries (GNI) yang menyebabkan 3 pekerja tewas (2 orang pekerja Indonesia dan 1 orang TKA) Sabtu malam (14/01/23). \"Ini jelas sangat memprihatinkan. Kejadian ini jauh sebelumnya memang sudah dapat diduga karena kebijakan pemerintah tentang pembiaran derasnya TKA khususnya dari China memang sudah sangat keterlaluan. Kawasan industri yang terjadi di berbagai wilayah tanah air termasuk di Morowali Utara sudah seperti negara dalam negara,\" kata Jumhur dalam rilis yang diterima FNN, Ahad (15/01/23). Jumhur menegaskan di dalam kawasan-kawasan industri milik China itu, sudah menjadi pengetahuan umum bahwa upah TKA China besarnya berkali-kali lipat lebih banyak dari upah pekerja lokal untuk jenis pekerjaan yang sama. Belum lagi kata Jumhur fasilitas lebih bagus yang diberikan kepada TKA dengan alasan mereka orang asing.  Menurut Jumhur, beberapa aturan termasuk aturan ketenagakerjaan boleh dibedakan dengan aturan yang pada umumnya berlaku di wilayah Indonesia atau sengaja diubah demi investor dari China itu seperti aturan pajak dan aturan tidak boleh diskriminatif terhadap pekerja, aturan ekspor hasil tambang wajib dijual dengan harga murah ke smelter-smelter yang notabene sekitar 90% milik China.  Adapun yang dirasa menjadi penyebab ketegangan lanjut Jumhur adalah karena puluhan ribu pekerja asing (TKA) tidak berpendidikan layak atau pekerja kasar ternyata bisa menjadi pekerja di kawasan itu namun mereka eksklusif karena tidak bisa berbaur dengan pekerja lokal akibat tidak diwajibkan berbahasa Indonesia seperti aturan yang pernah berlaku selama puluhan tahun sebelumnya.   Jumhur menegaskan bahwa dengan melihat keadaan ini maka suatu hal yang sangat mendesak untuk dilakukan audit, baik regulasi maupun pelaksanaan regulasi terkait dengan investasi dari China ini. Hal ini penting karena sangat merugikan baik bagi pendapatan negara maupun dalam bidang ketenagakerjaan.   Jumhur mempertanyakan apa untungnya bagi rakyat Indonesia bila dalam investasi dari China tersebut, bahan-bahan pembangunan pabrik dan mesinnya langsung diimpor dari China, perusahaan mendapat bebas pajak atau tidak bayar pajak (tax holiday) bisa sampai 25 tahun, membawa TKA kasar yang upahnya berkali-kali lipat dibanding upah lokal, keuntungan usahanya sepenuhnya milik perusahaan China dan untuk Indonesia paling hanya kebagian sewa tanah dan penyerapan pekerja murah. Sementara itu lanjut Jumhur setelah mengeruk kekayaan luar biasa yang ditinggalkan adalah lingkungan hidup yang rusak. (sws)

Disingkirkan PDIP, Jokowi Tak Sekadar Bebek Lumpuh, Tapi Sudah Jadi Sitting Duck

Jakarta, FNN - Filsuf dari Universitas Indonesia yang juga pengamat politik Rocky Gerung menilai Presiden Jokowi sudah tidak lagi menjadi bebek lumpuh. Rocky menjelaskan bahwa istilah bebek lumpuh sendiri merujuk kepada seseorang yang memang sudah akan diganti jabatannya dan tinggal menunggu untuk diganti. Jokowi, kata Rocky saat \"ditelanjangi\" Megawati dalam peringatan HUT ke-50 PDIP,  sudah menjadi sitting duck. \"Kalau kasus Jokowi di depan ibu Mega, dia bukan lame duck (bebek lumpuh), dia itu sitting duck,\" ucap Rocky Gerung dalam perbincangan dengan wartawan senior FNN Hersubeno Arief di kanal YouTube Rocky Gerung Official Ahad (15/01/2023). Rocky menjelaskan arti sitting duck, yakni bebek yang ada di sasaran tembak dan sudah dikunci. Ia menilai Jokowi sudah berada di fase sitting duck meskipun jabatannya berakhir pada tahun 2024. \"Jokowi sebetulnya sitting duck, walaupun dia masih 1,5 tahun lagi tapi dia sudah sitting duck,\" papar Rocky Gerung. Kondisi ini, lanjut Rocky menunjukkan bahwa Jokowi sudah tidak ada yang melindunginya. Menurut Rocky satu-satunya protector Jokowi adalah PDI Perjuangan, namun kini partai berlambang kepala banteng itu disebut tak lagi melindungi sang presiden. \"Sekarang PDIP justru kayak, \'ini Jokowi udah ada di depan gua nih silahkan siapa yang mau tembak duluan\', itu namanya sitting duck,\" jelas Rocky. Rocky menggambarkan posisi Jokowi yang tidak lagi dilindungi oleh PDIP. \"Biasanya kalau orang berburu, itu belibis misalnya terhalang pohon-pohon. Nah ini bebeknya langsung kelihatan tuh,\" sambung Rocky memberi perumpamaan. Dengan kondisi seperti itu, Rocky menganggap Jokowi sesungguhnya sudah berada di fase sitting duck. Rocky menggambarkan Jokowi seperti bebek yang sudah bertengger, tidak bisa ke mana-mana lagi, dan tinggal menunggu untuk menjadi sasaran tembak. Lebih jauh Rocky menyebut istilah bebek lumpuh sudah tak cocok, sebab Jokowi dinilainya memang sudah lumpuh dan berupaya untuk mencari perlindungan. \"Perlindungan pertama dari PDIP, PDIP sebetulnya nggak ingin melindungi. Kalau melindungi kan enggak akan digituin oleh ibu Mega,\" jelasnya. Apabila PDIP masih menjadi pelindung Jokowi, lanjut Rocky maka Presiden RI ke-7 itu tidak akan jadi sasaran \'bully\' Megawati. \"Jadi kalau protector dari Jokowi adalah Ibu Mega, nggak mungkin Ibu Mega bully walaupun secara halus. Tapi orang ngerasa bully-nya terlalu kasar kan. Jadi dia bukan lame duck, tapi udah sitting duck,\" pungkasnya. (ida).

Soal Mafia Tanah, Eros Djarot Tantang Jokowi Adu Data bukan Adu Kuasa

Jakarta, FNN - Seniman yang juga Ketua Gerakan Bhinneka Nasional (GBN) Eros Djarot membesuk salah satu korban kriminalisasi kasus tanah, SK Budiarjo, di Rumah Tahanan Salemba, Jakarta Pusat, Kamis (12/1). SK Budiarjo atau yang dikenal dengan Budi merupakan Ketua Forum Korban Mafia Tanah (FKMTI). Eros meminta semua pihak yang dirugikan karena mafia tanah, termasuk Budi, untuk tidak takut dan akan membantu mengusut kasus ini. Ia mengajak semua korban untuk adu data dengan pihak-pihak terkait. \"Jadi enggak usah takut. Yang penting kita santun, sopan, enggak usah teriak-teriak. Kita tunjukkan aja, kita adu data. Pak Presiden, Pak Menkopolhukam Mahfud MD, Kejaksaan, Kapolri kalau memang mau ayo kita adu data, jangan adu fitnah dan jangan pakai adu kuasa,\" kata Eros dalam keterangannya, dikutip Jumat (13/1). Eros mengatakan, semua korban memiliki data-data. Sehingga bisa diadu untuk menentukan siapa sebetulnya yang harus ditahan di penjara. \"Kita minta sekali lagi Pak Jokowi, kami cinta sampeyan, Pak Mahfud, ayo kita bantu Pak Jokowi dan Pak Mahfud. Salah satu membantunya dengan meminta Pak Presiden, saya juga pendukung anda, ya, ayo kita adu data, kami siap. Mudah-mudahan semangat kita tidak gendor,\" ujar Eros di halaman penjara Salemba. \"Kita harus sadar bahwa negara ini diperuntukkan seluruh hasil bumi, kekayaan negeri ini untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya, bukan kemakmuran segelintir orang. Apalagi segelintir orang yang sukanya merampas tanah rakyat. Jadi mafia ini ada di mana-mana. Kali ini Mas Budi Ketua Forum Mafia Tanah, dia memperjuangkan haknya malah dipenjara. Ini, kan, enggak benar,\" tegasnya lagi. Pada kesempatan yang sama, putra Budi mengungkapkan kasus yang dihadapi ayahnya murni kriminalisasi. Ia menegaskan, tanah yang kini dipermasalahkan dibeli ayahnya dengan itikad baik. \"Karena bapak saya, kan, membeli, punya itikad baik, menggunakan juga tidak. Tanah kami yang di Cengkareng. Bapak saya beli [tahun] 2006 habis dari jual pabrik di China, bapak saya beli tanah itu,\" ungkap putra Budi. Ia kemudian menyebut ayahnya ditahan di penjara dua hari yang lalu. Tak hanya ayahnya, ibunya yang bernama Nurlaela juga ditahan namun terpisah di Polda Metro Jaya. \"Ibu sama. [Tahanan] dipisah. Kasus yang sama. [Kenapa] dipisahkan kurang tahu juga saya. Upaya hukum tetap jalan,\" ujarnya. Usai menjenguk Budi di Rutan Salemba, Eros dan rombongan pun menuju ke Komnas HAM untuk mengadukan kasus Budi. Eros dan rombongan diterima Komisioner Pengaduan Komnas HAM, Harry. Di sana, kedua anak Budi dan Wakil Sekjen FKMTI Edwin menceritakan kronologi kasus tanah hingga penahanan yang dilakukan. Mendengar itu, Komnas HAM berjanji akan segera mempelajari kasusnya. \"Harry berjanji akan mempelajari kasus itu. Sedang terkait kasus istri Ketua FKMTI ditahan, Komnas HAM berjanji segera menghubungi pihak terkait untuk bisa dibebaskan karena Ibu Nurlaela masih sakit dan baru menjalani operasi,\" pungkasnya. Latar Belakang Kasus Pengacara Budi, Yahya Rasyid, mengungkapkan kasus yang menimpa kliennya ini bermula dari 2006 silam. Awalnya, Budi membeli sebidang tanah di kawasan Cengkareng, Jakarta Barat. Tanah tersebut telah dibayar lunas oleh Budi. Dia pun telah mendapatkan girik sebagai tanda kepemilikan. \"Tiba-tiba dari pihak Agung Sedayu Grup itu dia merasa bahwa tanah itu masuk di sertifikatnya nomor 633 itu, sehingga berperkara lah dia dengan penjual. Bukan Pak Budi, dan penjualnya menang,\" ungkap Yahya. Bukannya menyerah karena telah kalah dalam gugatan, perusahaan itu malah melakukan penyerobotan lahan milik Budi. Bahkan, kontainer yang ditempatkannya di tanah itu dicuri dan Budi mendapat kekerasan fisik. Hal tersebut lantas dilaporkan Budi ke Polres Metro Jakarta Barat dan Polda Metro Jaya. Hanya saja, laporan itu tak kunjung ditindaklanjuti. \"Begitu dipukul, dia lapor polisi, ketika lapor polisi di Polres Jakbar, diproses penyelidikan dan penyidikan. Kemudian stuck dia punya laporan, karena alasannya hilang berkasnya. Kedua, penyerobotannya dan pencurian kontainernya, kan, itu dilapor di Polda, di Polda juga tidak jalan,\" jelas Yahya. \"Akhirnya diadukan di Bareskrim akhirnya digelar. Dinyatakan itu 10 penyidik dinyatakan melakukan pelanggaran kode etik tapi tidak ada tindak lanjutnya, tiba-tiba dikeluarkan SP3,\" sambung dia. Surat girik yang sempat dijadikan bukti dalam laporan itu pun dikembalikan polisi ke Budi. Dia pun lantas membuatkan sertifikat tanah miliknya itu. Usai sertifikat itu terbit, Budi malah dipolisikan oleh PT Agung Sedayu Grup dengan tuduhan pemalsuan dokumen pada sekitar 2016 silam. \"Pak Budi ini sama sekali tidak ada berurusan dengan pemalsuan menggunakan surat palsu, ya, sesuai Pasal 266, 263, itu, kan, tidak ada. Jadi unsur deliknya itu sama sekali tidak ada. Justru dia yang korban dan ini sudah beberapa kali dijembatani, ya, dimediasi. Dan surat-suratnya pak Budi sudah digelar di Menkopolhukam, ternyata terdaftar, sah, bener semua surat-suratnya,\" tutur Yahya. Atas laporan itu, Budi langsung ditetapkan sebagai tersangka. Dia pun langsung menempuh jalur praperadilan. Hanya saja, Budi malah dijemput paksa lantaran dinilai tak menghadiri penyerahan tersangka dan barang bukti ke kejaksaan atau tahap dua. \"Ada panggilan tahap 2 tapi enggak kita hadiri, karena, kan, dilakukan upaya hukum tidak perlu untuk tahap 2. Kita praperadilan, kan, Polda dipanggil, Kejati dipanggil tidak menghargai peradilan. Melecehkan peradilan, tidak hadir, malah dia jemput paksa,\" katanya. Hingga saat ini, Budi masih mendekam di Rutan Salemba atas perkara tersebut. Pihaknya pun telah mencoba mengadukan hal tersebut ke Menkopolhukam, namun belum mendapat tindak lanjut. \"Kita minta ke Menkopolhukam itu untuk meminta bantuan hukum supaya dilakukan penangguhan penahanan, tapi sampai sekarang belum ada tindaklanjutnya,\" tutup dia. (sof).

Runtuhnya Negara Demokrasi Konstitusional Melalui Perppu Cipta Kerja (Bag-1)

  PADA tanggal 25 September 2021 Mahkamah Konstitusi telah memutuskan bahwa Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 Tentang Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak diperbaiki selama dua tahun. Akibatnya, undang-undang tersebut tidak menjadi tidak sah secara keseluruhan. Tidak sah, baik secara formil maupun materilnya, sepanjang tidak diperbaiki selama kurun waktu yang ditentukan oleh Mahkamah Konstitusi.   Sederhananya, UU Ciptaker itu ditangguhkan masa berlakunya sebelum ada perbaikan. Aturan-aturan turunan yang berdasarkan undang-undang tersebut juga tidak dapat dilaksanakan. Bahkan tidak boleh dibuat sebelum ada perbaikan. Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa pengujian undang-undang Ciptaker di Mahkamah Konstitusi itu menyangkut tata cara pembuatan undang-undang yang tidak sesuai dengan prosedur pembuatan, sehingga cacat secara formil. Konsekuensi cacat formil itu membuat seluruh undang-undang, mulai dari pertimbangan hukum, batang tubuh hingga penjelasan undang-undang itu menjadi inkonstitusional. Tidak berlaku. Cacat formil pembentukan undang-undang itu memang menimbulkan tidak-pastian hukum dalam banyak hal. Tetapi bukan berarti ada kekosongan hukum. Penyebabnya undang-undang yang dirangkum secara keseluruhan dalam “kitab omnibuslaw” Ciptaker itu masih dapat berlaku sepanjang undang-undang yang dibatalkan oleh MK itu belum diperbaiki dan disahkan oleh pemerintah dan DPR. Alasan kekosongan hukum dan ketidakpastian hukum itu ternyata digunakan Presiden sebagai dalil untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu). Alasan yang cukup mengejutkan bagi banyak orang. Sebab MK sudah menyatakan undang-undang itu cacat formil, sehingga harus diperbaiki oleh DPR dan Pemerintah. Bukan dengan mengeluarkan Perppu. Setelah keluar Perppu Nomor 2 Tahun 2022, beberapa ahli hukum telah menyatakan kalau Presiden telah melakukan pelanggaran hokum. Alasannya Presiden tidak menghargai putusan Mahkamah Konstitusi. Prof Dr. Jimly Asshidiqie menyebut Presiden telah mengabaikan Peran MK dan DPR, dengan menyebut bahwa Perppu Ciptaker itu adalah rule by law yang kasar dan sombong. Lebih jauh lagi, secara konstitusional, tindakan Presiden mengeluarkan Perppu Ciptaker itu berakibat Presiden dapat dimakzulkan. Persoalan Presiden dimakzulkan atau tidak, ini masuk dalam ruang politik. Untuk ruang politik ini kekuatan politiklah yang menentukan apakah Presiden dapat dimakzulkan atau tidak. Secara normatif dan akademis, keluarnya Perppu Ciptaker ini jauh syarat-syarat objektif keluarnya sebuah Perppu. Terlihat kalau Presiden memang melakukan tindakan yang cukup untuk disebut sebagai tindakan otoriter. Presiden disebut sebagai otoriter karena melawan ketentuan konstitusinal yang berlaku. Sebenarnya persoalan sederhana. Harusnya setelah keluarnya putusan MK tanggal 25 September 2021 itu, Presiden mulai bergerak bersama-sama dengan DPR memperbaiki proses pembentukan sebuah undang-undang sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Jalan untuk memperbaiki prosedur pembentukan undang-undang yang dibatalkan oleh MK itu tersedia waktu dua tahun. Waktu yang sangat cukup Presiden dan DPR untuk membahasnya. Namun perintah MK ini tidak dilakukan sama sekali oleh Presiden dan DPR. Presiden tidak mau mengambil langkah sesuai dengan prosedur yang berlaku. Presiden justru menjawab keputusan MK dengan membuat Perppu. Sejauh mengenai persoalan cacat formil, dalam pertimbangan hukum putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, ditekankan pentingnya partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Artinya memberikan Kesempatan kerpada masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembentukan undang-undang. Partisipasi masyarakat tersebut merupakan pemenuhan amanat konstitusi yang menempatkan prinsip kedaulatan rakyat sebagai salah satu pilar utama bernegara, sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945. Partisipasi masyarakat juga dijamin sebagai hak-hak konstitusional berdasarkan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28C ayat (2) UUD 1945. Pembuat undang-undang diharuskan memberikan kesempatan kepada warga negara untuk turut serta dalam pemerintahan dan membangun masyarakat, bangsa, dan negara. Apabila pembentukan undang- undang melalui Perppu, maka proses dan mekanisme tersebut justru menutup atau menjauhkan keterlibatan partisipasi masyarakat untuk turut serta mendiskusikan dan memperdebatkan isi dari Perppu. Pembentukan undang-undang melalui Perppu tersebut melanggar prinsip kedaulatan rakyat (people sovereignty). Menurut Mahkamah Konstitusi ada tujuh hal pentingnya partisipasi masyarakat. Secara doktriner tujuh alasan tersebut. Pertama, menciptakan kecerdasan kolektif yang kuat (strong collective intelligence) yang dapat memberikan analisis lebih baik terhadap timbulnya dampak potensial dan pertimbangan yang lebih luas dalam proses legislasi untuk kualitas hasil yang lebih tinggi secara keseluruhan. Kedua, menurut Mahkamah Konstitusi membangun lembaga legislatif yang lebih inklusif dan representatif (inclusive and representative) dalam pengambilan keputusan. Ketiga, meningkatnya kepercayaan dan keyakinan (trust and confidence) warga negara terhadap lembaga legislative. Keempat, memperkuat legitimasi dan tanggung jawab (legitimacy and responsibility) bersama untuk setiap keputusan dan tindakan. Kelima, meningkatkan pemahaman (improved understanding) tentang peran parlemen dan anggota parlemen oleh warga negara.   Keenam, memberikan kesempatan bagi warga negara (opportunities for citizens) untuk mengomunikasikan kepentingan-kepentingan mereka. Ketujuh, menciptakan parlemen yang lebih akuntabel dan transparan (accountable and transparent). Bersambung.     PADA tanggal 25 September 2021 Mahkamah Konstitusi telah memutuskan bahwa Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 Tentang Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak diperbaiki selama dua tahun. Akibatnya, undang-undang tersebut tidak menjadi tidak sah secara keseluruhan. Tidak sah, baik secara formil maupun materilnya, sepanjang tidak diperbaiki selama kurun waktu yang ditentukan oleh Mahkamah Konstitusi. Sederhananya, UU Ciptaker itu ditangguhkan masa berlakunya sebelum ada perbaikan. Aturan-aturan turunan yang berdasarkan undang-undang tersebut juga tidak dapat dilaksanakan. Bahkan tidak boleh dibuat sebelum ada perbaikan. Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa pengujian undang-undang Ciptaker di Mahkamah Konstitusi itu menyangkut tata cara pembuatan undang-undang yang tidak sesuai dengan prosedur pembuatan, sehingga cacat secara formil. Konsekuensi cacat formil itu membuat seluruh undang-undang, mulai dari pertimbangan hukum, batang tubuh hingga penjelasan undang-undang itu menjadi inkonstitusional. Tidak berlaku. Cacat formil pembentukan undang-undang itu memang menimbulkan tidak-pastian hukum dalam banyak hal. Tetapi bukan berarti ada kekosongan hukum. Penyebabnya undang-undang yang dirangkum secara keseluruhan dalam “kitab omnibuslaw” Ciptaker itu masih dapat berlaku sepanjang undang-undang yang dibatalkan oleh MK itu belum diperbaiki dan disahkan oleh pemerintah dan DPR. Alasan kekosongan hukum dan ketidakpastian hukum itu ternyata digunakan Presiden sebagai dalil untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu). Alasan yang cukup mengejutkan bagi banyak orang. Sebab MK sudah menyatakan undang-undang itu cacat formil, sehingga harus diperbaiki oleh DPR dan Pemerintah. Bukan dengan mengeluarkan Perppu. Setelah keluar Perppu Nomor 2 Tahun 2022, beberapa ahli hukum telah menyatakan kalau Presiden telah melakukan pelanggaran hokum. Alasannya Presiden tidak menghargai putusan Mahkamah Konstitusi. Prof Dr. Jimly Asshidiqie menyebut Presiden telah mengabaikan Peran MK dan DPR, dengan menyebut bahwa Perppu Ciptaker itu adalah rule by law yang kasar dan sombong. Lebih jauh lagi, secara konstitusional, tindakan Presiden mengeluarkan Perppu Ciptaker itu berakibat Presiden dapat dimakzulkan. Persoalan Presiden dimakzulkan atau tidak, ini masuk dalam ruang politik. Untuk ruang politik ini kekuatan politiklah yang menentukan apakah Presiden dapat dimakzulkan atau tidak. Secara normatif dan akademis, keluarnya Perppu Ciptaker ini jauh syarat-syarat objektif keluarnya sebuah Perppu. Terlihat kalau Presiden memang melakukan tindakan yang cukup untuk disebut sebagai tindakan otoriter. Presiden disebut sebagai otoriter karena melawan ketentuan konstitusinal yang berlaku. Sebenarnya persoalan sederhana. Harusnya setelah keluarnya putusan MK tanggal 25 September 2021 itu, Presiden mulai bergerak bersama-sama dengan DPR memperbaiki proses pembentukan sebuah undang-undang sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Jalan untuk memperbaiki prosedur pembentukan undang-undang yang dibatalkan oleh MK itu tersedia waktu dua tahun. Waktu yang sangat cukup Presiden dan DPR untuk membahasnya. Namun perintah MK ini tidak dilakukan sama sekali oleh Presiden dan DPR. Presiden tidak mau mengambil langkah sesuai dengan prosedur yang berlaku. Presiden justru menjawab keputusan MK dengan membuat Perppu. Sejauh mengenai persoalan cacat formil, dalam pertimbangan hukum putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, ditekankan pentingnya partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Artinya memberikan Kesempatan kerpada masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembentukan undang-undang. Partisipasi masyarakat tersebut merupakan pemenuhan amanat konstitusi yang menempatkan prinsip kedaulatan rakyat sebagai salah satu pilar utama bernegara, sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945. Partisipasi masyarakat juga dijamin sebagai hak-hak konstitusional berdasarkan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28C ayat (2) UUD 1945. Pembuat undang-undang diharuskan memberikan kesempatan kepada warga negara untuk turut serta dalam pemerintahan dan membangun masyarakat, bangsa, dan negara. Apabila pembentukan undang- undang melalui Perppu, maka proses dan mekanisme tersebut justru menutup atau menjauhkan keterlibatan partisipasi masyarakat untuk turut serta mendiskusikan dan memperdebatkan isi dari Perppu. Pembentukan undang-undang melalui Perppu tersebut melanggar prinsip kedaulatan rakyat (people sovereignty). Menurut Mahkamah Konstitusi ada tujuh hal pentingnya partisipasi masyarakat. Secara doktriner tujuh alasan tersebut. Pertama, menciptakan kecerdasan kolektif yang kuat (strong collective intelligence) yang dapat memberikan analisis lebih baik terhadap timbulnya dampak potensial dan pertimbangan yang lebih luas dalam proses legislasi untuk kualitas hasil yang lebih tinggi secara keseluruhan. Kedua, menurut Mahkamah Konstitusi membangun lembaga legislatif yang lebih inklusif dan representatif (inclusive and representative) dalam pengambilan keputusan. Ketiga, meningkatnya kepercayaan dan keyakinan (trust and confidence) warga negara terhadap lembaga legislative. Keempat, memperkuat legitimasi dan tanggung jawab (legitimacy and responsibility) bersama untuk setiap keputusan dan tindakan. Kelima, meningkatkan pemahaman (improved understanding) tentang peran parlemen dan anggota parlemen oleh warga negara.   Keenam, memberikan kesempatan bagi warga negara (opportunities for citizens) untuk mengomunikasikan kepentingan-kepentingan mereka. Ketujuh, menciptakan parlemen yang lebih akuntabel dan transparan (accountable and transparent). Bersambung.

Partai Gelora Soroti Kurangnya Perhatian Pemerintah terhadap Kebudayaan Indonesia

Jakarta, FNN – Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia menyoroti permasalahan kurangnya perhatian pemerintah terhadap kebudayaan bangsa dalam Gelora Talks Edisi ke-77 yang diselenggarakan secara daring pada Sabtu (07/01/23).  Fahri Hamzah, selaku Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gelora Indonesia, mengatakan bahwa topik mengenai seni budaya sangat jarang dan unik dibahas oleh partai politik.  \"Sebenarnya kesadaran atau awareness kita tentang betapa pentingnya orang-orang politik berbicara kesenian dan kebudayaan ini memang harus dibangkitkan,\" katanya dalam menyampaikan pengantar.  Fahri juga menambahkan bahwa bangsa Indonesia kekurangan politisi yang memiliki ide atau gagasan di luar bidang politik sehingga tema \"Kreasi Seni Budaya dalam Membangun Peradaban Bangsa\" diangkat dan menjadi salah satu perhatian Partai Gelora untuk menciptakan diplomasi masa depan Indonesia.  \"Fakta bahwa kesenian kita ini luar biasa karena keberagaman kita yang luar biasa ini kita paket. Itulah amunisi bagi pertarungan masa depan Indonesia yang disebut diplomasi masa depan Indonesia,\" ucapnya.  Ketua Bidang Seni Budaya DPN Partai Gelora Indonesia, Deddy Mizwar mengaitkan dengan produk budaya kesenian yang dapat digunakan sebagai diplomasi kebudayaan ke dunia.  Keberagaman budaya Indonesia menimbulkan potensi ekonomi yang besar pula. Sehingga salah satu penghalangnya adalah belum adanya kemauan politik (political will) dari pemerintah untuk menunjang hal tersebut.  \"Materinya ada, elemen untuk mencapai itu ada. Cuma kita belum menggunakan seoptimal mungkin di bidang kebudayaan ini. Kenapa? Salah satunya adalah political will yang belum ada dari pemerintah kita saat ini,\" jelas Deddy.  Menanggapi hal tersebut, Dedi Miing Gumelar sebagai Wakil Sekretaris Jenderal DPN Partai Gelora Indonesia mengibaratkan pemahaman pemerintah terhadap kebudayaan sebagai kerupuk dalam hidangan pokok. Artinya, kurangpahamnya pemerintah terhadap esensi kebudayaan.  \"Bagaimana kebudayaan bisa maju kalau kebudayaan dianggap kerupuk di dalam main course. Sementara ada yang mengatakan bahwa tidak ada satupun negara di dunia yang maju yang kebudayaan tidak maju. Pasti. Kalau negaranya itu maju, pasti kebudayaan maju,\" tegasnya.  Miing juga menjelaskan bahwa ketiadaan anggaran tersebut disebabkan karena pemerintah tidak mempunyai visi yang berkaitan dengan kebudayaan.  \"Karena mereka (pemerintah) tidak pernah menganggarkan. Karena mereka tidak punya visi dan tidak paham bahwa kita membutuhkan duta-duta kesenian di luar negeri. Itu namanya diplomasi kebudayaan,\" tambah Miing.  Gelora Talks edisi kali ini juga menghadirkan Franki Raden dan Jarwo Kwat sebagai narasumber. Dalam pemaparannya, Franki memberi tips untuk Partai Gelora agar dapat membawa konsep etnografis dalam kampanye dalam meningkatkan perhatian pemerintah terhadap kebudayaan.(oct)

Momen Bergabungnya Kesultanan Buton ke Republik Indonesia

Berita Foto, FNN -  Presiden Republik Indonesia Soekarno sedang melobi Sultan Buton Sultan La Ode Muh.Falihi untuk bergabung ke RI. Kesultanan Buton baru bergabung dgn RI tahun 1959/1960. Kesultanan Buton tidak pernah dijajah Belanda, Sultan Buton sangat berjasa atas kembalinya Papua ke pangkuan RI ikut Menandatangani Suatu Perjanjian Rahasia antara HB IX dengan Sekjen Sekutu waktu itu Mayor Jenderal Ershwot Bunker dan Ratu Wilhelmina tentang Irian Barat. Tanda tangan berlangsung di Selat Buton di atas Kapal Perang Karel Dorman. Jadi Irian Barat itu sebelumnya di bawah jajahan sekutu Amerika Serikat, Inggeris dan Belanda. (Ida)

Forum Silaturahmi Ormas Islam Jawa Barat Pertanyakan Alokasi Dana Rp 1 T Kepada NU

Bandung, FNN - Pernyataan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil tentang alokasi dana sebesar Rp. 1 triliyun kepada Nahdlatul Ulama (NU) direspon keras oleh sejumlah Ormas Islam yang tergabung dalam Forum Silaturahmi Ormas Islam (FSOI) Jawa Barat.  Ketua FSOI Jabar, Abdullah Syu\'aib menilai, klarifikasi mengenai alokasi dana hibah APBD Rp 1 Trilyun, tidak cukup diberikan kepada PWNU semata.  \"Klarifikasi juga harus disampaikan kepada elemen lain di Jawa Barat termasuk organisasi keagamaan, organisasi kebudayaan, organisasi profesi atau kelompok masyarakat lainnya, karena APBD merupakan dana rakyat yang pengalokasiannya harus transparan, akuntabel dan obyektif,\" ungkap Abdullah melalui pernyataan tertulis, Selasa, 3 Januari 2023. Abdullah menegaskan, penyaluran dana APBD tidak boleh bersifat subyektif. Menurutnya, gubernur harus memiliki sandaran dan parameter berbasis perundang-undangan dan kelayakan berdasarkan hak dan keadilan. Hal senada juga disampaikan Sekretaris FSOI Jawa Barat, Harry Maksum. Harry Maksum yang juga Ketua Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi) Jawa Barat itu menegaskan, pihaknya perlu untuk mendapatkan informasi atau klarifikasi dari Gubernur Ridwan Kamil, atas pengalokasian dana hibah APBD sebesar Rp 1 Trilyun kepada NU Jawa Barat.  “Selain itu, kami juga perlu mendapatkan informasi pola pengalokasian baku bagi organisasi-organisasi kemasyarakatan lainnya di Jawa Barat,” ungkap Harry Maksum. Hibah yang disampaikan kepada masyarakat, lanjut Harry Maksum, harus didasari sikap adil. Menurut dia, penyaluran hibah jangan sampai timpang antara satu ormas dengan ormas lainnya, terlebih lagi jika besarannya sangat mencolok. \"Kalau mau, alokasinya proporsional saja. Biar terasa adil. Karena ini menyangkut rasa keadilan,\" tegasnya.  Pernyataan Sikap Sementara itu, melalui pernyataan sikapnya, FSOI Jawa Barat menyatakan mendukung PWNU Jawa Barat untuk mendapatkan informasi dan klarifikasi atas ungkapan Gubernur Ridwan Kamil mengenai pengalokasian daba Hibah APBD kepada NU Jawa Barat. Mereka juga meminta agar Gubernur Ridwan Kamil memberi penjelasan pula kepada Organisasi lain di Jawa Barat termasuk kepada Ormas Kemasyarakatan Islam yang tergabung dalam Forum Silaturahmi Organisasi Islam (FSOI) Jawa Barat. Selain itu, FSOI Jabar juga mendesak DPRD Jawa Barat untuk memanggil Gubernur Ridwan Kamil agar menjelaskan kepada Dewan mengenai pola dan dasar pengalokasian Hibah APBD selama ini, termasuk alokasi dana hibah 1 Trilyun rupiah kepada NU Jawa Barat. Mereka juga meminta agar lembaga-lembaga negara yang berwenang seperti BPK, Ombudsman dan KPK untuk turut mencermati, mengawasi dan atau memeriksa pengalokasian dana Hibah APBD Jawa Barat di masa kepemimpinan Gubernur Ridwan Kamil. FSOI Jabar juga mengajak seluruh elemen Organisasi dan Warga Jawa Barat untuk ikut berpartisipasi aktif mengawasi jalannya Pemerintahan Jawa Barat khususnya yang menyangkut tata kelola keuangan termasuk pola pengalokasian dana Hibah APBD Jawa Barat kepada Organisasi Kemasyarakatan. (*)