EKONOMI
Ibu Tak Mau Menyusui Bisa Timbulkan Dampak Ekonomi
Jakarta, FNN - Koordinator Substansi Pengelolaan Konsumsi Gizi Direktorat Gizi Masyarakat, Kementerian Kesehatan, Mahmud Fauzi menyebutkan sejumlah kerugian bila ibu tak mau menyusui bayinya, termasuk dari sisi ekonomi. "Kalau banyak di Indonesia ibu yang tidak menyusui, akan mengalami kerugian secara ekonomi. Otomatis dia akan membeli makanan pendamping ASI dan ini mengeluarkan biaya," kata dia dalam konferensi pers daring Perayaan Pekan Menyusui Sedunia yang digelar AIMI, Rabu. Masalah lainnya yakni kelangsungan hidup anak akan sangat berpengaruh. Merujuk studi dalam jurnal The Lancet pada tahun 2016, praktik menyusui bisa menyelamatkan sekitar 820.000 nyawa bayi setiap tahun sekaligus menurunkan angka kematian anak di bawah usia 3 bulan akibat infeksi. "Karena rentannya seorang bayi pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan, maka perlindungan menjadi penting dan kita harus mewaspadai perihal penggunaan pengganti ASI yang tidak layak sehingga bagaimana pemasaran produk harus betul-betul dijaga agar tidak memberikan informasi salah pada masyarakat," tutur Mahmud. Oleh karena itu, dia mengatakan, edukasi mengenai pentingnya menyusui perlu terus dilakukan baik melalui konseling atau telekonseling seperti yang ditempuh AIMI. Di sisi lain, pemerintah sudah berkomitmen melindungi ibu menyusui di Indonesia antara lain melalui UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, Permenkes No.15 tahun 2012 tentang tata cara penyediaan fasilitas khusus menyusui dan atau memerah ASI dan Permenkes No.15 tahun 2014 tentang tata cara sanksi administratif bagi tenaga kesehatan, penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan, penyelenggara satuan pendidikan kesehatan serta produsen dan distributor susu formula bayi atau produk bayi lainnya yang dapat menghambat keberhasilkan program pemberian ASI eksklusif. Di masa pandemi COVID-19 saat ini, pemerintah tetap melanjutkan komitmennya yakni dengan memprioritaskan program dan layanan menyusui, mengakhiri promosi produk pengganti ASI, inisiatif Rumah Sakit Sayang Bayi dan mengimbau semua pemangku kepentingan untuk mempromosikan serta meningkatkan akses ke layanan yang mendukung ibu agar melanjutkan praktik menyusui. Terkait situasi praktik menyusui di Indonesia saat ini, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 dan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017 memperlihatkan baru separuh atau 52 persen bayi berusia di bawah 6 bulan yang mendapatkan ASI eksklusif. Median lama pemberian ASI eksklusif hanya 3 bulan. Mahmud menambahkan, keberhasilan ibu bisa menyusui memerlukan dukungan semua pihak sedari ibu hamil sampai menyusui dan perlunya pengoptimalan implementasi kebijakan serta evaluasi terkait menyusui. (mth)
Wapres Sayangkan Indonesia Masih Impor Produk Makanan Halal
Jakarta, FNN - Wakil Presiden Ma’ruf Amin menyayangkan Indonesia masih harus mengimpor produk makanan halal untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Muslim di dalam negeri. "Jangankan sebagai produsen dan menjadi pemain global, untuk memenuhi kebutuhan makanan halal domestik saja kita masih harus impor," kata Wapres di acara Konferensi Konferensi Ekonomi, Bisnis dan Keuangan Islam Nusantara, di Universitas Islam Nahdlatul Ulama (Unisnu) Jepara secara daring, Rabu, 28 Juli 2021. Sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia masih cukup besar membelanjakan produk halal. Angkanya mencapai 173 miliar dolar AS atau 12,6 persen dari pangsa pasar produk makanan halal dunia. "Indonesia justru menjadi konsumen produk halal terbesar di dunia, menjadi konsumen terbesar dibandingkan dengan negara mayoritas Muslim lainnya," ujarnya, sebagaimana dikutip dari Kantor Berita Antara. Indonesia bahkan juga belum mampu mengoptimalkan potensi yang ada untuk meningkatkan industri produk halal di dalam negeri. "Indonesia seharusnya dapat memanfaatkan potensi tersebut di industri produk halal seperti Malaysia," kata Ma'ruf Amin. "Kita belum mampu memanfaatkan potensi secara optimal seperti Malaysia, bahkan Brasil dengan Muslim minoritas, utamanya dalam menjadikan dirinya sebagai produsen makanan halal terbesar di dunia," ujarnya. Merujuk pada Global Islamic Report Tahun 2019, Brasil tercatat memiliki nilai ekspor produk makanan dan minuman halal terbesar di dunia, yakni mencapai 5,5 miliar dolar AS. Negara dengan minoritas Muslim lain yang mengekspor produk makanan dan minuman halal terbesar kedua di dunia adalah Australia, dengan nilai ekspor 2,4 miliar dolar AS. Dengan kondisi demikian, ia berharap seluruh pihak terkait untuk dapat memanfaatkan semua potensi dan meningkatkan ekspor produk halal. Dengan demikian, Indonesia diharapkan dapat menjadi produsen halal terbesar di dunia. "Oleh karena itu, pemerintah akan terus berupaya mendorong pengembangan ekonomi dan keuangan syariah, termasuk kegiatan usaha syariah baik skala besar maupun kecil," ujarnya. (MD).
Triwulan II 2021 Laba Bank Jabar BantenTumbuh 14,4 Persen
Bandung, FNN - Raihan laba bersih Bank BJB pada Triwulan II 2021 tumbuh 14,4 persen menjadi Rp 924 miliar . Capaian tersebut menjadi cerminan bahwa Bank BJB mencatatkan kinerja yang positif di tengah situasi pandemi Covid-19 yang masih berlangsung hingga saat ini. Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi dalam siaran persnya, Selasa, mengatakan pertumbuhan tersebut juga diikuti oleh peningkatan nilai aset perseroan yang tumbuh sebesar 20,0 persen year on year (YoY) atau mencapai 150,4 triliun rupiah. Yuddy mengatakan, sektor kredit yang merupakan ujung tombak utama perseroan dalam mendongkrak pendapatan mampu tumbuh secara nett sebesar 6,7 persen year on year menjadi Rp 91,6 triliun rupiah. Kualitas kredit yang disalurkan pun terjaga dengan baik dengan tingkat NPL atau kredit macet hanya sebesar 1,34 persen. Angka tersebut, terpaut cukup jauh di bawah rata-rata industri perbankan nasional pada posisi Mei 2021 yang mencapai 3,35 persen. Selain itu, kinerja cemerlang perusahaan juga terlihat dari pertumbuhan dana pihak ketiga. Kepercayaan besar masyarakat menyimpan uang di Bank BJB mendorong pertumbuhan DPK sebesar 20,9 persen year on year hingga mencapai Rp 116,1 triliun rupiah. Menurut dia, di tengah terbatasnya aktifitas masyarakat, layanan digital Bank BJB mencatatkan pertumbuhan kinerja di masa pandemi. Aplikasi mobile banking Bank BJB, yakni bjb DiGi, berhasil tumbuh signifikan pada periode Desember 2020 - Juni 2021. Dalam kurun waktu tersebut, pertumbuhan user bjb DiGi tercatat mencapai 121,2 persen. Pertumbuhan tersebut diprediksi akan terus melesat seiring dengan peningkatan fitur layanan digital banking Bank BJB. Yuddy mengatakan, pencapaian kinerja positif pada triwulan II 2021 tersebut mencerminkan kekuatan kinerja perusahaan di tengah masa pandemi. Hal tersebut dapat terwujud berdasarkan perencanaan yang matang serta eksekusi strategi bisnis yang efektif. "Langkah-langkah untuk menopang laju pertumbuhan bisnis dirancang supaya dapat adaptif pada berbagai situasi. Seluruh aktivitas bisnis yang kami jalani senantiasa selaras dengan semangat peningkatan kualitas pelayanan. Hal tersebut dilakukan guna mengoptimalisasi potensi pertumbuhan usaha disamping juga mewujudkan percepatan pemulihan ekonomi pasca Covid-19,” kata Yuddy sebagaimana dikutip dari Kantor Berita Antara. Oleh karena prestasi tersebut, Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi berhasil meraih predikat “Indonesia Best CEO Award 2021” dalam Regional Development Bank Category atau Kategori Bank Pembangunan Daerah. Penghargaan tersebut diberikan oleh Iconomics Research and Consulting. Salah satunya diberikan atas dasar penilaian tim riset terhadap keberhasilan kinerja CEO dalam memimpin perusahaan di tengah pandemi COVID-19. (MD).
Pertumbuhan Ekonomi Syariah Lebih Baik Dari Nasional
Jakarta, FNN - Bank Indonesia menyampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi syariah pada 2020 dan awal 2021 lebih baik dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional. "Di 2020 dapat dikatakan baik dari ekonomi nasional. Pertumbuhan sektor ekonomi unggulan syariah mengalami kontraksi minus 1,72 persen atau lebih baik dibandingkan pertumbuhan nasional yang minus 2,07 persen,” kata Deputi Gubernur Bank Indonesia Doni Primanto Joewono dalam acara pembukaan secara daring FESyar 2021 KTI, Selasa, 27 Juli 2021. Kinerja ekonomi dan keuangan syariah pada kuartal pertama 2021, lanjutnya, juga menunjukkan perbaikan. BI mencatat adanya pertumbuhan positif 1 persen dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Kinerja positif tersebut ditopang oleh sektor andalan ekonomi syariah, yakni pertanian, makanan halal, fesyen muslim dan pariwisata ramah muslim. “Oleh karena itu kita konsisten menjalankan blueprint pengembangan ekonomi syariah Indonesia yang menjadi referensi bagi masterplan ekonomi syariah Indonesia,” ujar Doni. Ia menyebutkan tiga blueprint pengembangan ekonomi syariah adalah industri halal, keuangan syariah, dan peningkatan literasi ekonomi dan keuangan syariah. BI mencatat makanan halal sebagai sektor unggulan ekonomi syariah Indonesia, mempunyai potensi pangsa pasar global sebanyak 13 persen. Global Islamic Economic Indicator juga mencatat, industri makanan halal Indonesia berada di peringkat ke-4 dunia. “Ini merupakan suatu peluang buat kita, diversifikasi tujuan produk kalau bisa diperluas ke depan. Sebab, ekspor makanan halal di Indonesia di triwulan pertama 2021 sudah mencapai 10,34 miliar dolar AS,” ujarnya. Doni menyampaikan, BI juga fokus mendorong keunggulan sumber daya regional agar lebih berkontribusi dalam pemulihan ekonomi nasional. Dalam hal ini, BI memiliki tujuan untuk menciptakan high quality Indonesia product, sembari mendukung perbaikan struktur neraca pembayaran Indonesia dengan peningkatan ekspor serta mendorong pertumbuhan yang inklusif. Festival Ekonomi Syariah Kawasan Timur Indonesia 2021 pun menjadi salah satu upaya BI dalam menggali dan mengembangkan potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah. “Masa pandemi cenderung menghambat aktivitas global supply chain. Akan tetapi, justru menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk menghidupkan pasar lokal dan aktivitas produksi nasional,” tuturnya. (MD).
Menteri Investasi Ungkap Dampak Banyak Warga Asing Keluar dari RI
Jakarta, FNN - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan dampak banyaknya warga asing yang keluar dari Indonesia seiring lonjakan kasus COVID-19 yang terjadi di Indonesia. Menurut dia, hengkangnya warga negara asing yang umumnya tenaga ahli di perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia tentu akan berdampak pada percepatan pekerjaan atau kinerja perusahaan. "Harus diakui setiap perusahaan yang sedang jalankan operasinya ketika sebagian tenaga ahlinya pulang, pasti ada dinamika di dalam percepatan pekerjaan itu. Nah dinamika ini harus kita mediasi (agar) bisa diselesaikan," kata Menteri Investasi Bahlil Lahadalia dalam paparan realisasi investasi triwulan II/Semester I 2021 secara daring, Selasa. Bahlil Lahadalia mengaku tak bisa memastikan pengaruh keluarnya tenaga asing itu terhadap jalannya investasi perusahaan asing di Tanah Air. "Apakah ada dampaknya di kuartal III? Saya belum bisa jawab sekarang, harus tanyakan ke mereka apa masalah dan solusi apa yang akan kami buat. Tolong kasih kami kesempatan sedikit untuk mendeteksi perusahaan mana saja yang tenaga ahlinya balik dan bagaimana agar cepat mereka datang," ujar Bahlil Lahadalia. Sepanjang Semester I 2021 realisasi investasi mencapai Rp442,8 triliun atau sebesar 49,2 persen dari target yang ditetapkan Presiden Jokowi sebesar Rp900 triliun. Capaian tersebut terdiri atas realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) mencapai Rp228,5 triliun (51,6 persen) dan realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) mencapai Rp214,3 triliun (48,4 persen). "Capaian Rp442,8 triliun itu dipersentasekan dari Rp900 triliun itu sudah mencapai 49,2 persen. Memang harus kami akui di kuartal ketiga ini pekerjaannya ekstra ketat karena kita kena PPKM ini di Juli-Agustus," kata Bahlil Lahadalia. Mantan Ketua Umum Hipmi itu menambahkan, tantangan yang dihadapi di triwulan III 2021 pun berat karena pada periode tersebut Indonesia mengalami kenaikan kasus COVID-19 tinggi. Namun, Bahlil mengaku hingga saat ini belum ada rencana untuk merevisi target. "Kalau ditanya apakah mau revisi target? Sampai sekarang saya belum terpikir, tapi kalau ditanya apa strateginya agar target tercapai, inii lagi dijalankan. Kasih kami waktu bekerja, kami bekerja siang dan malam untuk bagaimana bisa mendorong agar realisasi bisa tetap mencapai target," ujar Bahlil Lahadalia. (mth)
OJK Akan Siapkan Satgas Percepat Implementasi Keuangan Berkelanjutan
Jakarta, FNN - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menyiapkan satuan tugas atau task force untuk mempercepat implementasi inisiatif keuangan berkelanjutan di Tanah Air untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat di Indonesia lintas generasi. "OJK akan menyiapkan Task Force Keuangan Berkelanjutan dan bekerja sama dengan industri untuk menanggapi diskusi tentang keuangan berkelanjutan di forum nasional, regional dan global," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam gelaran ESG Capital Market Summit 2021 di Jakarta, Selasa. Wimboh optimistis melalui koordinasi yang baik dalam penyusunan kebijakan dan regulasi, serta kerja sama dan komitmen yang tinggi dari seluruh pihak yang terkait, maka keuangan berkelanjutan di Indonesia akan dapat diterapkan dengan optimal untuk mencapai tujuan global yang telah ditetapkan dalam Paris Agreement dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs). Dalam rangka mendukung komitmen pemerintah di Paris Agreement dan mencapai SDGs, lanjut Wimboh, OJK telah membuat Roadmap Keuangan Berkelanjutan Tahap I (2015-2019) dan Tahap II (2021-2025). Salah satu bentuk implementasi dari Roadmap tahap I yaitu OJK telah mewajibkan lembaga jasa keuangan untuk menyusun Rencana Aksi Keuangan Berkelanjutan (RAKB) dan menyampaikan Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report) bagi lembaga jasa keuangan, emiten dan perusahaan publik. OJK juga telah menerbitkan beberapa ketentuan untuk mendukung implementasi keuangan berkelanjutan antara lain POJK Nomor 51 Tahun 2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan bagi Lembaga Jasa Keuangan (LJK), Emiten dan Perusahaan Publik, POJK Nomor 60 Tahun 2017 tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Bersifat Utang Berwawasan Lingkungan (Green Bond), Keputusan Dewan Komisioner Nomor 24 Tahun 2018 tentang Insentif Pengurangan Biaya Pungutan sebesar 25 persen dari Biaya Pendaftaran dan Pernyataan Pendaftaran Green Bond, dan pada 2020 OJK juga telah mengeluarkan insentif untuk mendukung Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBL BB) melalui pengecualian BMPK dalam proyek produksi KBL BB, serta keringanan penghitungan ATMR dan penilaian kualitas kredit dalam pembelian KBL BB oleh konsumen. Para pemangku kepentingan juga telah merespon kebijakan-kebijakan OJK dalam bidang keuangan berkelanjutan dimaksud, melalui terbentuknya Inisiatif Keuangan Berkelanjutan Indonesia yang saat ini terdiri dari 13 bank dan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) yang telah siap mendukung implementasi keuangan berkelanjutan, dan penyaluran kredit/pembiayaan kepada sektor-sektor ekonomi berorientasi hijau sebesar lebih dari Rp800 triliun yang diharapkan akan terus berkembang setelah adanya taksonomi hijau yang sedang disusun. Selanjutnya ada penerbitan green bonds di Bursa Efek Indonesia (BEI) oleh SMI sebesar Rp500 miliar dengan target Rp3 trilliun, penerbitan Global Sustainability/Green Bond sekitar 1,9 miliar dolar AS atau setara Rp27,4 riliun di Singapore Exchange oleh Bank Rakyat Indonesia, Bank Mandiri, serta PT Barito Pacific Tbk. Selain itu OCBC NISP juga menerbitkan green bond dan gender bond dengan nilai sebesar Rp60 triliun yang dilakukan melalui mekanisme private placement dengan IFC. Selain indeks SRI – Kehati yang saat ini terdiri dari 25 emiten bursa, BEI juga meluncurkan ESG Leaders Index untuk mewadahi permintaan yang tinggi atas reksadana dan Exchange Traded Fund (ETF) bertema ESG. "Setelah mengimplementasikan Roadmap Keuangan Berkelanjutan Tahap I yang lebih berfokus pada peningkatan pemahaman, keterbukaan, dan komitmen industri keuangan, selanjutnya OJK mempunyai inisiatif keuangan berkelanjutan," ujar Wimboh. Inisiatif keuangan berkelanjutan tersebut berfokus pada penyelesaian Taksonomi Hijau, sebagai pedoman dalam pengembangan produk-produk inovatif dan/atau keuangan berkelanjutan serta sustainable financial disclosure. Inisiatif tersebut juga sejalan dengan pengembangan regulasi mengenai pelaporan industri jasa keuangan ke OJK. Dalam mengembangkan Taksonomi Hijau, OJK secara aktif ikut serta dalam Financial Stability Board (FSB), khususnya terkait sustainable financial disclosure untuk Lembaga Jasa Keuangan dalam FSB - Workstream on Climate Disclosures/WSCD dan ASEAN Taxonomy Board. OJK juga fokus mengembangkan kerangka manajemen risiko untuk industri jasa keuangan dan pedoman pengawasan berbasis risiko untuk pengawas dalam rangka menerapkan risiko keuangan terkait iklim. Dalam mengembangkan kerangka manajemen risiko dimaksud, OJK secara aktif ikut serta dalam di FSB - Working Group on Climate Risk/WGCR. Selain itu, OJK mengembangkan skema pembiayaan atau pendanaan proyek yang inovatif dan layak serta meningkatkan awareness dan capacity building untuk seluruh pemangku kepentingan. (mth)
FTSE 100 Jatuh Karena Pelemahan Saham Energi dan Perbankan
Jakarta, FNN - Saham perbankan dan energi menyeret Indeks FTSE 100 London lebih rendah pada awal perdagangan hari Senin, dengan kekhawatiran tentang kenaikan inflasi dan lonjakan infeksi COVID-19 lokal semakin melemahkan sentimen. Indeks acuan FTSE 100 turun 0,4 persen, dengan saham bank dan energi jatuh paling besar. HSBC Holdings dan Barclays termasuk di antara pecundang teratas. Mereka mengikuti penurunan imbal hasil obligasi acuan, yang jatuh ke level terendah sejak Februari. Indeks saham kapitalisasi menengah FTSE 250 yang fokus domestik turun 0,3 persen. Saham Ryanair yang terdaftar di London melonjak 2,6 persen setelah mendorong perkiraan untuk lalu lintas setahun penuh pada pemesanan musim panas yang kuat. Tetapi juga mengatakan tarif tetap jauh di bawah tingkat pra-pandemi sambil melaporkan kerugian setelah pajak sebesar 273 juta euro (321,5 juta juta dolar AS). Perusahaan pembiayaan Coast Capital menuntut pengunduran diri kepala eksekutif perusahaan transportasi FirstGroup dan dua anggota dewan lainnya, menarik saham perusahaan itu turun 0,9 persen setelah penjualan aset yang kontroversial, memperdalam keretakan antara perusahaan transportasi Inggris itu dengan pemegang saham terbesarnya. (mth)
Erick Thohir: Bank BUMN Jadi Kontributor Terbesar Penyaluran KUR
Jakarta, FNN - Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir mengungkapkan bahwa bank-bank BUMN menjadi penyalur terbesar kredit usaha rakyat (KUR). "Dari kuota KUR 2021 dari Himbara (Himpunan Bank Milik Negara) yang targetnya Rp253 triliun, kami memang menjadi kontributor terbesar yaitu 92 persen lebih," kata Erick Thohir dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Senin, seusai menghadiri rapat terbatas mengenai Pinjaman Kredit Usaha Rakyat Pertanian yang dipimpin Presiden Joko Widodo. Penyaluran KUR selama Januari sampai 25 Juni secara keseluruhan meningkat Rp143,14 triliun atau 56,58 persen dari target Rp253 triliun pada 2021. "Ini sesuai dengan penugasan yang kami terima. Bank BRI, Mandiri, BNI mendukung program KUR ini terutama di pertanian kami sudah siapkan 8 klaster yaitu klaster padi, jagung, sawit, tebu, jeruk, tanaman hias, kopi, dan klaster porang sehingga nanti bisa bersinergi dengan program-program yang ada di Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan," ungkap Erick. Erick juga menyebutkan bank BUMN sudah memberikan pinjaman kepada 6.150 penggilingan padi (rice mill). "Dari total pinjaman ke 6.150 'rice mill' nilainya Rp2,7 triliun, kami tentu terbuka dan bisa mengembangkan juga siap mendampingi, seperti yang kami sudah lakukan di 'rice mill unit' di Ciamis dan Kebumen di mana hal itu menjadi kerja sama yang baik antara gapoktan (gabungan kelompok tani) dan Kementerian BUMN," jelas Erick. Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan Presiden Jokowi memberi arahan agar dilakukan korporatisasi pertanian atau melalui koperasi. "Sebagai contoh untuk pengembangan 'rice milling unit' yang investasi Rp5 miliar bisa dilakukan dengan skema KUR di mana tingkat suku bunganya rendah 3 persen untuk 5-7 tahun bisa diperuntukkan kepada kelompok petani misalnya 10 petani berkumpul maka dari 10 KUR bisa mencapai Rp5 miliar, itu sebagai contoh," kata Airlangga. Presiden Jokowi, menurut Airlangga, juga meminta pengucuran KUR dipermudah dan tidak ada regulasi yang menghambat. "Kami sampaikan khusus untuk sektor pertanian secara umum perkebunan kelapa sawit relatif mendapat sekitar Rp9,5 triliun, padi Rp7,8 triliun, tanaman lainnya Rp5,5 triliun, hortikultura sebesar Rp5,2 triliun, budi daya sapi Rp3,9 triliun, budi daya domba dan kambing Rp3,5 triliun, pertanian palawija Rp2,7 triliun, mix farming Rp2,6 triliun, pembibitan Rp1,1 triliun jadi secara keseluruhan KUR pangan Rp26,8 triliun, KUR hortikultura Rp7,84 triliun, perkebunan Rp20,3 triliun dan peternakan Rp15,1 triliun," ungkap Airlangga. (mth)
Perbankan Sudah Menyalurkan Rp 1.150 Triliun Kredit UMKM
Jakarta, FNN - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyebutkan sektor perbankan telah menyalurkan kredit sebesar Rp1.150 triliun kepada usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). "UMKM adalah salah satu pilar untuk mendorong perekonomian Indonesia, termasuk di dalam pemulihan ekonomi dari Covid 19," ujar Perry dalam diskusi daring di Jakarta, Minggu, 24 Juli 2021. Ia menjelaskan, jumlah kredit yang disalurkan perbankan kepada UMKM tersebut kurang lebih merupakan 20,5 persen dari keseluruhan kredit perbankan, maka dari itu UMKM berhasil menjadi salah satu penyokong perbankan untuk menyalurkan pembiayaan. "Tentu saja jumlah ini masih perlu kita tingkatkan lebih lanjut," kata dia. Perry mengatakan, UMKM memegang peran penting dalam perekonomian domestik, dengan share terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 57,1 persen atau sekitar Rp7.304 triliun. Jumlah UMKM saat ini tercatat 65,5 juta dan berhasil menyerap tenaga kerja sebanyak 120 juta atau 96,6 persen. Ia melanjutkan, produksi UMKM selama ini juga berhasil menyumbang kinerja ekspor non migas dengan pangsa 15,7 persen atau kurang lebih sekitar 339,2 miliar dolar AS per tahunnya. Oleh karena itu, potensi UMKM dalam mengungkit perekonomian harus terus ditingkatkan, terutama melalui digitalisasi yang masif mengingat COVID-19 menyebabkan pembatasan mobilisasi. (MD).
Bisnis Penjaminan Syariah Laju di Tengah Pandemi
Jakarta, FNN - Meski pandemi COVID-19 nyaris melumpuhkan seluruh sendi-sendi kehidupan termasuk perekonomian, namun faktanya bisnis penjaminan syariah justru bisa terus melaju. Ini menjadi bukti bahwa sejatinya sektor riil khususnya UMKM sangat memerlukan dukungan dan keberpihakan yang memudahkan usaha mereka agar kemudian mampu bangkit di tengah pandemi COVID-19. Pemerintah pun sejak awal memberikan sinyal untuk membangkitkan kembali aktivitas ekonomi, salah satunya dengan mendorong penyaluran kredit. Tidak hanya dengan menggelontorkan penempatan uang negara, penjaminan kredit modal kerja pun diberikan agar pelaku usaha mampu bangkit kembali. Awalnya, sektor UMKM menjadi fokus pemerintah dalam memberikan penjaminan kredit modal kerja (KMK). Pada pertengahan tahun lalu, sektor korporasi padat karya juga mendapatkan fasilitas yang sama. Cakupan usaha menyebabkan kebutuhan dana tambahan dan bentuk penjaminan kredit yang diberikan untuk menggerakkan kembali usaha pada dua sektor tersebut jauh berbeda. Namun secara kinerja, perusahaan penjaminan kredit mengalami laju pertumbuhan yang baik meski perekonomian mengalami kelesuan dalam berbagai segi. Jika melihat kinerja keuangan salah satu perusahaan penjaminan PT Jamkrindo Syariah (JamSyar) pada tahun 2020 (audited oleh PwC) misalnya menunjukkan kinerja yang amat baik menunjukkan bahwa ada sektor yang sebenarnya sedang bertumbuh dan mampu menopang perekonomian. Anak perusahaan pelat merah itu nyatanya terbukti mampu mendongkrak pertumbuhan aset secara signifikan berdasarkan laporan keuangan 2020 yakni sejumlah Rp1,573 triliun atau bertumbuh sebesar 32,86 persen dari tahun 2019 sebesar Rp1,184 triliun. Selain itu, total laba yang berhasil dibukukan pada 2020 adalah sejumlah Rp45,14 miliar atau bertumbuh sebesar 162,36 persen apabila dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp17,2 miliar. Pertumbuhan ini menunjukkan bahwa selain ada sektor-sektor yang mulai menggeliat untuk bangkit seiring dengan perusahaan yang berhasil mengembangkan bisnisnya secara berkelanjutan dengan hasil baik. Dari sisi bisnis penjaminan, Direktur Utama JamSyar Gatot Suprabowo mengatakan meskipun di tengah pandemi COVID-19 total volume penjaminan, yang dijamin oleh perusahaan selama 2020 adalah sejumlah Rp32,40 triliun atau tetap tumbuh sebesar 12,56 persen dari tahun 2019 sebesar Rp28,78 triliun. Selanjutnya IJK Cash Basis pada tahun 2020 adalah sejumlah Rp500,29 miliar atau tumbuh sebesar 50,92 persen dari tahun sebelumnya sebesar Rp331,50 miliar. Dan total jumlah terjamin selama kurun waktu 2020 adalah sebanyak 726.131 terjamin atau tumbuh sebesar 129,96 persen dari tahun 2019 sebanyak 315.761 terjamin. Selain dari sisi keuangan dan bisnis penjaminan, perusahaan ini juga dapat menjaga kualitas penjaminan dengan baik, hal ini dibuktikan dengan indikator rasio klaim selama tahun 2020 sebesar 29,15 persen. Kinerja bisnis penjaminan yang baik itu pun pada tahun 2020 terus berlanjut hingga akhir semester I tahun 2021, dimana perusahaan dengan total aset yang berhasil dibukukan adalah sejumlah Rp1,77 triliun dan pencapaian laba sejumlah Rp57,49 miliar. Hingga akhir Semester I tahun 2021, selain sisi keuangan, pada sisi bisnis penjaminan meskipun di tengah pandemi COVID-19 hingga akhir semester I tahun 2021, perusahaan juga menunjukan pencapaian yang baik dengan membukukan pencapaian total volume penjaminan sejumlah Rp 21,70 triliun, pencapaian IJK Cash Basis berhasil dicapai Rp 393,90 miliar sedangkan pencapaian IJK Accrual tercatat sejumlah Rp 286,73 miliar. Dari indikator-indikator pencapaian selama kurun waktu Januari tahun 2021 hingga akhir semester I tahun 2021 tersebut, memberikan keyakinan dan rasa optimisme bahwa perekonomian di tanah air sebenarnya sedang mulai memulihkan diri dan bangkit. Pemulihan Ekonomi Kunci sukses bisnis penjaminan sebenarnya terletak pada kemampuannya untuk beradaptasi dan berinovasi. Perusahaan idealnya turut serta mendukung program pemerintah dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Beberapa perusahaan penjaminan memang terlibat turut mendukung berbagai program Pemerintah dalam peningkatan perekonomian nasional dengan memberikan penjaminan kepada pelaku usaha yang terdampak pandemi melalui produk penjaminan pembiayaan modal kerja pemulihan ekonomi nasional (PEN). Umumnya mereka bekerja sama dengan mitra-mitra bank yang ditunjuk oleh Pemerintah dalam mendukung program pemulihan ekonomi nasional. Peluang itu sejatinya makin besar mengingat tahun ini program PEN terus digulirkan bahkan misalnya Kementerian Koperasi dan UKM terus menyalurkan Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM) tahap dua yang hingga akhir Juli 2021 ditargetkan tersalur kepada 1,5 juta pelaku usaha mikro. Di samping tahun ini memang harus diakui bahwa bisnis penjaminan kredit secara umum semakin prospektif meski di tengah keseluan ekonomi karena pandemi. Faktanya tercatat outstanding penjaminan naik seiring dengan pertambahan penjaminan kredit usaha rakyat (KUR). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan, nilai outstanding industri penjaminan meningkat 11,51 persen year on year (yoy) menjadi Rp261,85 triliun hingga Maret 2021. Nilai itu berhasil terkumpul dari 20 perusahaan penjaminan BUMN, daerah maupun swasta. Jika dirinci outstanding tersebut berasal dari dua penjaminan yakni usaha produktif Rp165,61 triliun dan nonproduktif Rp96,24 triliun. Dengan jumlah debitur terjamin menyentuh 16,27 juta orang. Semua berharap bisnis penjaminan bisa menjadi solusi bagi pelaku usaha untuk bangkit dan pulih kembali setelah usahanya terhantam badai pandemi COVID-19. (mth)