NASIONAL
Indonesia Terima 300 Konsentrator, 100 MT Oksigen Medis dari India
Jakarta, FNN - Indonesia pada Sabtu (24/7) telah menerima dukungan Pemerintah India untuk penanganan pandemi COVID-19, yakni berupa 300 unit konsentrator oksigen dan 100 metrik ton (MT) oksigen cair medis. Seluruh bantuan yang tiba di Pelabuhan Tanjung Priok tersebut telah diserahterimakan oleh Dubes India untuk Indonesia Manoj Kumar Bharti kepada Kementerian Kesehatan yang diwakili oleh Kepala Pusat Krisis, Eka Jusup Singka. Pemerintah Indonesia menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada pemerintah India atas bantuan yang telah disampaikan, yang akan sangat berguna dalam penanganan COVID-19 di Indonesia, demikian disampaikan dalam keterangan tertulis Kementerian Luar Negeri RI yang diterima di Jakarta, Minggu. Dalam sambutannya, Dubes India untuk Indonesia menyampaikan komitmen dan harapan India untuk terus bekerja sama dengan Indonesia dalam penanganan pandemi, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Konsentrator dan oksigen medis yang diterima langsung disalurkan melalui Kementerian Kesehatan kepada berbagai pihak yang membutuhkan. Pada kesempatan sebelumnya, Indonesia juga pernah mengirimkan bantuan serupa kepada India, saat negara tersebut mengalami lonjakan kasus COVID-19 yang luar biasa pada Mei lalu. India merupakan negara mitra komprehensif strategis bagi Indonesia di kawasan, dan kedua negara terus mengembangkan kerja sama di berbagai bidang, baik melalui forum bilateral, regional, maupun multilateral. (mth)
Presiden Main Sandiwara
By M RIzal Fadillah Bandung, FNN - Tiba-tiba di group wa muncul video Presiden datang ke apotik pinggir jalan di Bogor lalu menanyakan obat anti virus dengan nama yang ditulis di kertas. Penjaga toko obat menjawab obat tidak ada baik yang generik maupun paten. Presiden bertanya mencarinya di mana, jawabnya tidak tahu. Cukup sekian. Mungkin misi atau pesannya adalah bahwa obat penting itu kini tidak ada di toko obat atau apotik. Jadi distributor atau mungkin industri farmasi tidak memasok di pasaran. Presiden Jokowi mengingatkan fakta kelangkaan tersebut. Bagus-bagus saja. Meski jadi aneh juga permainan yang dishoot kamera termasuk para bapak polisi tersebut. Sidak? Tidak juga tampaknya. Dari gaya pelayan toko obat itu melayani mudah dibaca sebagai settingan. Apalagi dia tahu itu direkam dari depan dan belakang. Hebat-hebatnya Presiden Jokowi membeli obat di apotik pinggir jalan. Kesimpulannya adegan itu boong-boongan. Pencitraan Presiden yang sedang bermain sandiwara. Mengerikan dan menyedihkan sekali, di tengah serius-seriusnya penanganan pandemi covid 19 yang telah banyak membawa korban meninggal ini, masih sempat Presiden bermain sandiwara beli-belian obat. Pesan drama tersebut pasti tidak akan sampai pada sasaran. Lalu kepada siapa Presiden sedang mengarahkan pesan? Kepada Menteri atau industri farmasi, penimbun atau apotik? Atau mungkin kepada rakyat semesta? Seharusnya Presiden tak perlu drama seperti itu, jika ada informasi tentang kelangkaan obat, tinggal perintahkan jajaran kementrian dan aparat untuk bergerak. Mencari akar masalah dan mengatasi dengan sebaik-baiknya. Sandiwara satu babak ini sia-sia dan hanya membuktikan bahwa Presiden memang tidak profesional atau amatiran dalam mengelola negara. Pemuji akan mengacungkan jempol bahwa Presiden sidak, tetapi pengeritik melihat ini hanya sidak-sidakan. Artinya ini adalah drama kontroversi. Dan sungguh tidak bagus mendidik publik dengan pola akting yang multipersepsi. Sejak malam-malam mendatangi warga bagi-bagi obat dan sembako kemudian kini akting obat apotik tampaknya Presiden ingin mengulangi sukses kampanye saat Pilpres. Sayangnya ini bukan momen kampanye yang lebih banyak imajinasi daripada realisasi. Saat ini adalah waktu untuk mengambil keputusan yang konsisten, bijak, dan tulus. Melayani masyarakat keseluruhan dengan maksimal. Jauh dari kepura-puraan. Rakyat sudah muak dengan perilaku bermain-main di tengah ancaman serius yang dapat membawa angka kematian yang semakin tinggi. *) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Polisi Pastikan Video Demo Rusuh Hoaks
Jakarta, FNN - Kepolisian Republik Indonesia (Polri) memastikan video dengan narasi demonstrasi serentak yang berlangsung Sabtu, 24 Juli 2021, berujung rusuh, sebagai kabar bohong atau hoaks. "Itu video hoaks," kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Argo Yuwono, di Jakarta, Sabtu. Argo menjelaskan, fakta sebenarnya video demonstrasi berakhir rusuh yang beredar di media sosial merupakan peristiwa demonstrasi menolak omnibus law Cipta Kerja setahun yang lalu. "Faktanya adalah demonstrasi itu merupakan peristiwa lama saat demo menolak omnibus law Ciptaker di Jakarta, pada 8 Oktober 2020," ujar Argo sebagaimana dikutip dari Kantor Berita Antara. Argo mengimbau masyarakat agar tidak mudah percaya dengan informasi palsu yang dibuat oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. "Masyarakat jangan mudah termakan hoaks. Saring sebelum sharing," ujar Argo. Menurut Argo, sampai dengan saat ini, situasi keamanan dan ketertiban masyarakat (sitkamtibmas) berjalan aman, damai dan kondusif. Ia memastikan tidak ada demonstrasi yang berlangsung sepanjang Sabtu, 24 Juli 2021, termasuk di Jakarta. "Situasi aman dan kondusif. Tidak ada gangguan yang berarti," kata Argo. Selain itu, Polri juga telah menyematkan label hoaks terhadap video yang beredar di media sosial melalui akun Instagram @divisihumaspolri. (MD).
Wakil Ketua DPR Heran Obat Terapi Covid 19 Hilang di Pasaran
Jakarta, FNN - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Sufmi Dasco Ahmad mengaku heran dengan hilangnya peredaran obat terapi Covid-19 saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) sidak ke salah satu apotek di Bogor, Jawa Barat. Dasco dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (23 Juli 2021) menjelaskan, obat-obatan untuk terapi Covid-19 yang dicari oleh presiden tersebut sebagian besar adalah produk BUMN Farmasi seperti Oseltamivir produksi Indofarma, Favipiravir, dan Azithromycin produksi Kimia Farma. Dasco yang juga Ketua Satgas Lawan Ccovid-19 DPR RI mengatakan, dalam rapat antara Komisi VI DPR dengan para direktur utama BUMN Farmasi beberapa waktu lalu memastikan obat-obatan untuk terapi Covid-19 tersebut telah diproduksi melebihi kapasitas produksinya dalam memenuhi pasokan obat selama pandemi ini. "Saya heran kenapa obat-obatan terapi Covid-19 itu saat ini seolah-olah hilang di pasaran. Padahal, para direktur utama BUMN Farmasi dalam rapat bersama Komisi VI memastikan bahwa mereka telah memproduksi lebih dari jumlah kapasitas produksinya dalam memenuhi pasokan di pasaran selama pandemi ini," katanya. Oleh karena itu, Ketua Harian DPP Partai Gerindra itu meminta kepada aparatur pemerintah serta pihak kepolisian agar menyelidiki hilangnya obat-obatan tersebut Sebab, kata dia, jangan sampai dugaan buruk terjadi, yakni adanya penimbunan obat-obatan untuk terapi COVID-19 tersebut oleh sebagian pihak. "Saya meminta pemerintah serta aparat kepolisian supaya menyelidiki hilangnya obat-obatan ini. Jangan sampai ada dugaan penimbunan obat terapi Covid-19 karena kepanikan masyarakat terhadap pandemi sekarang," ucap Dasco sebagaimana dikutip dari Kantor Berita Antara. Sebelumnya pada Jumat (23/7), Presiden Jokowi mengecek langsung ketersediaan obat terapi Covid-19 di sebuah apotik, di Bogor. Namun, apoteker menjawab stok Oseltamivir kosong. Presiden menanyakan kembali di mana ia harus mencari obat tersebut. Apoteker mengatakan, pihaknya sudah lama tidak menerima pasokan Oseltamivir. Terakhir, stok Oseltamivir yang sempat tersisa adalah merek Fluvir. "Tetapi, sekarang juga sudah kosong," kata apoteker wanita tersebut. Presiden kemudian menanyakan lagi ketersediaan obat jenis Favipiravir. Apoteker juga menjawab tidak punya stoknya, begitu juga dengan vitamin D3. Apotek tersebut hanya memiliki vitamin D3 1000, sedangkan D3 5000 sudah habis. Kepada Jokowi, apoteker menyampaikan, pihaknya sudah memesan lagi produk vitamin tersebut, namun tidak dapat. Hingga akhirnya Presiden menelepon Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin untuk memberitahu bahwa obat-obatan yang ia cari untuk terapi Covid-19 kosong di pasaran. (MD).
Jokowi Game Over?
by Tarmidzi Yusuf Bandung FNN - Seperti dalam tulisan penulis sebelumnya. Sejarah jatuhnya Presiden Indonesia tidak pernah berdiri sendiri. Keterlibatan asing aseng, oposisi dan pembusukan dari dalam internal rezim sendir sangat kuat, bahkan menjadi penentu utama kejatuhan suatu rezim. Kejatuhan Soekarno, Soeharto dan Abdurrahman Wahid adalah contohnya. BJ. Habibie dan Megawati, Presiden yang hanya di tengah jalan. Hanya melanjutkan sisa jabatan dari presiden sebelumnya, Soeharto dan Abdurrahman Wahid. Dari enam presiden, satu-satunya Presiden Indonesia yang selamat sampai akhir masa jabatan, hanyalah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Presiden keenam RI. Jokowi saat ini sedang menghadapi ujian besar. Pandemi Covid-19, korupsi besar-besaran, sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di ambang kebangkrutan dan hancur-hancuran. BUMN punya utang gila-gilaan, akibat dikelola denan cara yang tidak profesional. Semua itu buntut dari bagi-bagi kue kekuasaan kepada tim sukses. Jokowi dianggap gagal dalam menyelesaikan persoalan pandemi Covid-19. Publik mulai mencium aroma tak sedap. Bukan pandemic, tetapi plandemi. Gonta-ganti istilah penanganan Covid-19 tidak menyentuh substansi persoalan. Menjadi tertawaan dan cemoohan publik. Covid-19 makin menjadi-jadi. Parahnya lagi, kabinet Jokowi mulai pecah. Terjadi rivalitas yang sangat tajam antar kekuatan politik pendukung Jokowi. Contoh terbaru adalah, soal rangkap jabatan Ari Kuncoro yang melanggar Statuta Universitas Indonesia (UI). Setelah PP direvisi tentang bolehnya rangkap jabatan di statuta UI, tiba-tiba Ari Kuncoro mundur sebagai Wakil Komisaris Utama BRI. Kode pembusukan dari internal kabinet? Gonjang-ganjing memanasnya situasi politik nasional pasca PPKM darurat. Situasi ini kalau meminjam candaan ekonom senior Faisal Basri, PPKM rasa ayam geprek. PPKM level 3 dan 4. Tidak terlepas dari rivalitas internal kabinet Jokowi. Puan Maharani misalnya, mulai bersuara keras terhadap Presiden Jokowi. Pua memberi sinyal terkait posisi Kepala BIN mau diusik, dari Budi Gunawan, orang kepercayaan Ketua Umum PDIP Megawatti Soekarnoputri. Kabarnya Kepala BIN akan diberikan kepada Perwira TNI bintang empat atau bintang tiga. Begitu pula dengan perlawanan terhadap Luhut Binsar Panjaitan (LBP) oleh beberapa menteri dan kepala daerah mulai tampak. Kabarnya, terjadi rivalitas yang sengit dalam perebutan posisi Panglima TNI, Kepala BIN dan Menko Polhukam. Panglima TNI yang sekarang Marsekal TNI Hadi Tjahjanto sebentar lagi pensiun. Posisi Panglima TNI kabarnya diperebutkan oleh dua matra, Angkatan Darat dan Angkatan Laut. Kabar yang terdengar di publik, Persiden Jokowi menjanjikan angin syurga kepada Kapala Staf Angkatan Darat dan Laut untuk menjabat Panglima TNI. Ini sama dengan TNI diadu domda. Kepala BIN, Budi Gunawan mulai digoyang. Konon, Andika Perkasa bakal diplot menjadi Kepala BIN menggantikan Budi Gunawan bila gagal menjadi Panglima TNI. Budi Gunawan digeser menjadi Menko Polhukam. Menariknya, PDIP menolak pergeseran posisi Budi Gunawan dari Kepala BIN. PDIP kabarnya meradang ingin tetap mempertahankan posisi Kepala BIN untuk Budi Gunawan. Serunya lagi, Panglima TNI yang sekarang, kabarnya sudah dikavling untuk menggantikan posisi Menko Polhukam yang akan ditinggalkan Mahfud MD. Rumor yang berkembang, Jokowi sendiri ingin Hadi Tjahjanto, Panglima TNI sekarang sebagai Menko Polhukam. Tak selesai disitu. Sekarang di internal kabinet Jokowi, berhembus kencang agar Jokowi mencopot LBP. LBP dianggal gagal sebagai Koordinator PPKM darurat. Suara-suara di luar pemerintahan pun santer terdengar, agar Jokowi berani mencopot LBP. Walaupun rasanya tidak mungkin Jokowi mencopot LBP. Jangan-jangan malah LBP yang mencopot Jokowi. Pecah kongsi kabinet Jokowi, kabarnya dimanfaatkan oleh salah satu faksi di kabinet Jokowi. Sehari setelah Idul Adha. Tiba-tiba ribuan massa turun ke jalan-jalan di kota Bandung. Anehnya, polisi tidak turun tangan membubarkan massa aksi. Kebanyakan dari komunitas ojek online. Isunya lagi, aksi massa serupa akan menjalar ke beberapa kota di Indonesia sebagai upaya menekan Jokowi. Tagar Jangan Tunggu 2024 trending topic di media sosial. Konflik kabinet Jokowi dan pengkondisian simpul-simpul massa, maupun komunitas masyarakat akan membuat Jokowi benar-benar game over. Tagar Jangan Tunggu 2024 yang sedang trending topic kemungkinan saja akan terbukti. Jokowi dijerumuskan oleh orang terdekatnya. Momen PPKM Darurat rasa ayam geprek. Pedasnya bisa membuat Jokowi su'ul khatimah sebagai orang nomor satu di Indonesia sebelum genap 7 tahun menjadi presiden. Pelan-pelan kan meledak sebelum 2024? Wallahua'lam bish-shawab. Penulis adalah Pegiat Da’wah dan Sosial.
UI Dibungkam: Runtuh atau Bangkit
Oleh Ahmad Dayan Lubis Medan, FNN - Sejarah yang membentang panjang menunjukkan bahwa UI dan seluruh elemennya hingga hari ini memiliki kontribusi yang besar bagi bangsa ini. Sebagai salah satu kampus terkemuka di Indonesia, suaranya selalu mampu mewakili puluhan kampus lainnya di Indonesia. Pengaruh UI, Suara Kritis dan Pembungkaman Dari sisi gagasan-gagasannya, daya tekannya, dan bahkan kekuatan gelombang protesnya lebih kuat. Karena itu bagi penguasa mematikan atau membungkam UI menjadi sangat penting ketika ingin suara-suara kritis hilang. Ketika suara kritis hilang kekuatan oligarki dan kawan-kawannya semakin leluasa berbuat sesukanya. Apalagi jika sudah tidak ada kritik yang memiliki power di tengah dominannya relasi kuasa antara oligarki ekonomi dan oligarki politik. Sebagai seorang aktivis yang berasal dari UIN Jakarta saya melihat, merasakan dan mengakui power UI di hampir setiap episode gerakan. Misalnya ketika tahun 1997 hingga tahun 1998. Kampus kampus lain sudah bergerak berbulan-bulan dari kampus ke kampus tetapi ketika UI belum bergerak memang berbeda daya pengaruhnya. Tetapi ketika UI sudah bergerak pengaruhnya begitu terasa. Kendati pun gagasannya sama atau bahkan lebih brilliant akan berbeda jika itu muncul dari UI (sebenarnya ada juga beberapa kampus lain, tetapi konteks tulisan ini adalah UI, maka itu yang saya sebut). Itulah sebabnya, teman-teman yang mengerti peta gerakan dan jujur tak jarang merekamkan pikiran dan gagasannya ke UI, lalu suara itu datang dari the yellow jaket. Atau ada juga yang lebih lihai, biarkan UI ikut menyuarakan di babak akhir. Sebab anak UI, jika kemudian jadi tokoh biasanya memang karena kapasitasnya dan integritas, bukan karena mulutnya yang besar dan selalu menyebut nyebut dirinya aktivis. Lihat saja tokoh mahasiswa 98. Yang sibuk ngaku-ngaku dan minta diakui dengan mulut besarnya siapa? Padahal dia berkhianat kepada cita-cita reformasi. Mungkin ini ciri calon mahasiswa yang tersingkir dari testing masuk Perguruan tinggi ternama. Kembali ke UI, karena itu mematikan suara kritis dari UI itu semacam 'plandemi' yang sesungguhnya satu paket dengan mutilasi pilar reformasi. Asal tahu saja, ini pos-pos terakhir yang tersisa. Skenarionya. Naiklah jadi petinggi UI orang yang lemah tetapi kuat syarat akademiknya sehingga memenuhi syarat. Kemudian buat ia menjatuhkan dirinya sendiri karena kelemahannya. Lalu tsunami bullying meraksasa dan dia mundur. Anda tahu apa yang terjadi? Pilar-pilarnya rontok seketika. Memakai jaket kuning itu memalukan, aktivisnya bahkan tidak kritik petingginya tetapi yang lain. Pesannya, kritik mereka tentang the king of lip itu hanyalah banjir kecil yang coba menghantam tembok raksasa. Ya keok, airnya balik ke Depok. Suara itu tidak perlu didengar dan tidak berpengaruh. Anak UI yang kritis, malu, jaket kuning mulai pudar, akhirnya lemah dan pos-pos terakhir sudah di ambang sore yang gelap. Masukkan kepalanya ke dalam comberan, maka jasnya akan kotor dan bau sebagai tetesan dari air got. Baunya semakin menyengat ke segala penjuru. Bangkitlah UI Bersama Darah Juang Rakyat Maka, anak UI dan seluruh jiwa pejuang yang ada di dalamnya harus segera bangkit sebelum lonceng kematian benar benar berbunyi. Belum terlambat. Nama besarmu takkan bisa dengan mudah pudar. Sejarah tidak akan pernah mengingkari itu. Kamu kebanggaan rakyat Indonesia. Darahmu merah dengan jiwa pejuang. Kepadamu ratusan juta rakyat berharap dan masih percaya. Bangunlah jiwamu, majulah serentak, bangsa ini menantimu. Terhadap semua bully-an, anggaplah itu tamparan keras yang membangkitkan gairahmu. Tak perlu kau ingkari. Aku menanti gerakanmu yang spektakuler, cerdas, dan melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia. Mereka bermain. Namun permainan mereka dibongkar, dipatahkan, dicuci. Horas laeku di UI. Izinkan aku sapa engkau lae, itu panggilan sayang kami yang di dalamnya tersimpan kepercayaan dan harapan. Jangan banyak kali lagi melamun, menyesal, apalagi air mata lemah. Bangun jiwamu. Kami pecinta merah putih bersamamu. Merah putih bendera kita, bintangnya jauh di atas malam hari. Tidak dekat. Bangkitlah jiwamu! Penulis, Pemerhati Kampus Perjuangan.
Sebanyak1.020 Anak Menerima Remisi
Jakarta, FNN - Sebanyak 1.020 anak berhadapan dengan hukum menerima remisi anak nasional dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI pada peringatan Hari Anak Nasional 2021. "Bagaimanapun mereka adalah masa depan bangsa yang harus dilindungi," kata Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham Reynhard Silitonga di Jakarta, Jumat, 23 Juli 2021. Dari jumlah tersebut, kata Reynhard, sebanyak 1.001 anak mendapatkan remisi anak nasional Kategori I dan 19 anak mendapatkan remisi anak nasional II atau langsung bebas. Dari 1.001 anak penerima remisi I, sebanyak 751 anak mendapatkan remisi 1 bulan, sebanyak 129 anak mendapat remisi 2 bulan, 116 anak menerima remisi 3 bulan, dan lima anak memperoleh remisi 5 bulan. Sementara itu, dari 19 anak penerima remisi anak nasional II, sebanyak 16 anak di antaranya mendapatkan remisi 1 bulan dan tiga anak mendapat remisi 3 bulan. Penerima remisi tersebut tersebar di seluruh wilayah di Indonesia. Pada tahun ini, Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenkumham Sumatera Selatan dan Jawa Barat menyumbang penerima remisi anak terbanyak, yakni 70 anak per wilayah. Kemudian Kanwil Kemenkumham Riau dan Jawa Timur masing-masing sebanyak 66 anak serta Kanwil Kemenkumham Lampung 65 anak. "Kami berharap pemberian remisi ini dapat memotivasi anak untuk terus berusaha menjadi pribadi yang lebih baik," ujarnya sebagaimana dikutip dari Kantor Berita Antara. Meskipun kemerdekaan anak-anak tersebut terbatas karena harus mengikuti pembinaan di dalam Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), namun mereka tetap mendapatkan hak sebagai seorang anak. Pemberian remisi tersebut sekaligus dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional yang mengusung tema "Anak Terlindungi, Indonesia Maju". Ia menegaskan, remisi juga merupakan bentuk apresiasi serta wujud nyata kehadiran negara dalam mengedepankan masa depan anak. Pemberian remisi adalah upaya pemerintah melalui Kemenkumham mempercepat proses integrasi anak dan mengurangi beban psikologi selama hidup di LPKA. "Yang langsung bebas tetap semangat meraih cita-cita dan menjadi manusia mandiri setelah kembali ke masyarakat," ujarnya. Ia menyebutkan saat ini terdapat 1.864 anak yang tersebar di berbagai LPKA, lembaga pemasyarakatan, dan rumah tahanan negara di seluruh Indonesia. (MD)
Sorban dan Kejujuran
By M Rizal Fadillah Bandung, FNN - Ketika bicara sorban terbayang pembantu Presiden yaitu Staf Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan Mochtar Ali Ngabalin yang selalu mengenakan sorban di kepalanya. Sebagai orang dekat Presiden kita selalu dengar akan puja puji kepada Jokowi yang kadang dinilai berlebihan. Tapi begitulah tipenya yang unik. Agar tidak mengganggu dan nyaman berada di ruang istana mungkin sorbannya dijaga untuk tetap wangi. Kini kita berbicara tentang hal yang tidak berkaitan dengan Ali Mochtar Ngabalin, melainkan hanya terkait dengan sorban yang berfungsi sebagai alat uji kejujuran dan kebohongan. Sorban yang dicitrakan magis dan dapat menentukan kehidupan masa depan. Adalah kisah Khalifah Harun Ar Rasyid dengan Abunawas. Khalifah meminta tolong kepada Abunawas yang cerdik tapi lucu untuk memberi masukan kepadanya tentang cara menguji kejujuran dan keculasan para menterinya. Lima orang yang akan diuji. Abunawas pening menerima tugas berat ini. Sekembalinya ke rumah Abunawas berfikir keras namun gelisah juga. TItik terang muncul yang berubah menjadi kegembiraan saat Abunawas menemukan sorban yang sudah usang, berbau apek, dan sudah lama tidak pernah dicuci. Segera ia kembali ke istana dan menemui Khalifah merancang agenda pengujian para menteri tersebut. Khalifah memanggil kelima menterinya menjelaskan bahwa ia menerima hadiah sebuah sorban karomah yang dapat melihat masa depan kerajaan. Kelima menteri diminta untuk mencium sorban ini dan jika ternyata sorban ini wangi maka artinya kekuasaan akan langgeng dan gemilang di masa depan. Sebaliknya jika sorban tersebut bau, maka kekhalifahan akan suram dan hancur. Satu persatu dari kelima menteri mencium sorban tersebut. Menteri kesatu, kedua, dan ketiga memberi pandangan bahwa sorban tersebut sangat wangi. Artinya kekhalifahan akan gemilang. Berharap Khalifah senang menerima pandangan ini. Sedangkan menteri keempat dan kelima dengan gundah dan agak gemetar menyatakan bahwa sorban itu berbau apek. Kini Khalifah mengetahui mana menteri pembohong dan penjilat, mana menteri yang jujur dan setia. Menteri kesatu, kedua, dan ketiga masuk penjara sementara menteri jujur keempat dan kelima mendapat hadiah. Begitu juga tentunya dengan Abunawas. Si cerdik lucu ini pulang dengan bahagia. Para pemuja puji Istana menjadi biasa keberadaannya. Mereka adalah pembohong dan penjilat berbahaya. Penghancur negara. Bisa menteri, tukang dengung (buzzer) atau pencari kekuasaan lainnya. Mereka berlomba mendekat dan membisiki dusta tentang kehebatan raja. Puja puji bahwa Pemerintah tidak pernah kalah. Lawan dan rakyat yang mudah untuk ditipu dan dibohongi. Nah pak Jokowi, belajar dari kisah ini, cobalah bapak pakai sorban usang dan berbau apek, lalu tanyakan kepada para pembantu di sekitar apakah bapak ganteng, wangi, dan berwibawa ? Lihatlah dan akan terbukti bahwa sebagian besar pembantu di dalam Istana adalah para pembohong dan penjilat. Bau apek itu akan membuat semaput para penjilat. Tapi saking baunya bapak juga akan semaput pula. Tidak percaya ? Bisa juga dicoba. Selamat dan sukses dalam kehidupan Istana yang penuh dengan kebohongan. *) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Virus Komunis Lebih Berbahaya Dari Covid-19
by Tarmidzi Yusuf Bandung FNN - Selain dilanda wabah covid-19, saat ini bangsa kita juga sedang berjuang melawan wabah yang jauh lebih berbahaya dari virus covid-19, yaitu virus komunis. Ratusan ulama dan aktivis dakwah meninggal karena wabah covid-19. Jutaan ummat Islam saling curiga, saling hujat, bahkan perselisihan semakin tajam akibat ganasnya virus komunis. Orang yang meninggal karena virus covid-19, dua kemungkinan. Surga atau neraka. Sedangkan bagi yang mati karena virus komunis, tidak ada kemungkinan. Pastinya satu, neraka jahannam. Bagi seorang muslim, meninggal karena covid-19 mati syahid. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, الشُّهَدَاءُ خَمْسَةٌ الْمَطْعُونُ وَالْمَبْطُونُ وَالْغَرِقُ وَصَاحِبُ الْهَدْمِ وَالشَّهِيدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ “Orang yang mati syahid ada lima, yakni orang yang mati karena ath-tha’un (wabah), orang yang mati karena menderita sakit perut, orang yang mati tenggelam, orang yang mati karena tertimpa reruntuhan dan orang yang mati syahid di jalan Allah”. (HR. Bukhari, no. 2829 dan Muslim, no. 1914) Sedangkan bagi yang meninggal karena wabah virus komunis, tempatnya neraka jahannam. إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ مِنْ أَهْلِ ٱلْكِتَٰبِ وَٱلْمُشْرِكِينَ فِى نَارِ جَهَنَّمَ خَٰلِدِينَ فِيهَآ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ هُمْ شَرُّ ٱلْبَرِيَّةِ "Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk,” (QS. Ll-Bayyinah: 6). Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman al-Asyqar dalam Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah mengatakan : . أُو۟لٰٓئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ (Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk). Yakni makhluk yang paling buruk keadaannya, sebab mereka meninggalkan kebenaran karena sifat hasad dan sesat, karena itulah mereka akan kembali ke tempat yang merupakan seburuk-buruk tempat. Pada masa covid-19 yang gonta-ganti istilah. PSBB, PPKM dan PPKM darurat. Per hari ini, namanya berubah menjadi PPKM level 4. Substansinya sama. Ummat Islam tidak boleh beribadah di masjid. Kalaupun masjid diperbolehkan menyelenggarakan shalat berjamaah, di masjid harus mengikuti standar 'mazhab WHO'. Menurut 'mazhab WHO', shaf shalat berjamaah di masjid renggang. Dikavling sajadah dan keramik. Tidak boleh lurus sebagaimana disunnahkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. سَوُّوا صُفُوفَكُمْ , فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصَّفِّ مِنْ تَمَامِ الصَّلاةِ “Luruskan shaf-shaf kalian, karena lurusnya shaf adalah kesempurnaan shalat” (HR. Bukhari no.690, Muslim no.433). Patokan lurus shaf adalah pundak bagian atas badan dan kedua mata kaki. Dari Abu Mas’ud radhiallahu’anhu, ia berkata: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْسَحُ مَنَاكِبَنَا فِي الصَّلاةِ وَيَقُولُ : ( اسْتَوُوا , وَلا تَخْتَلِفُوا فَتَخْتَلِفَ قُلُوبُكُمْ “Dahulu Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam memegang pundak-pundak kami sebelum shalat, dan beliau bersabda: luruskan (shaf) dan jangan bengkok, sehingga hati-hati kalian nantinya akan bengkok (berselisih) pula” (HR. Muslim, no. 432). Hikmah shaf lurus adalah sebab terikatnya hati orang-orang yang shalat. Bengkoknya shaf bisa menyebabkan berselisihnya hati mereka. Perselisihan diantara kaum muslimin hari ini, salah satunya disebabkan karena bengkoknya shaf shalat. Bermula dari hati yang bengkok. Masuknya 'mazhab WHO' dan virus komunis ke masjid makin membuat kaum muslimin tercerai berai. Sebelum ada 'mazhab WHO', Imam shalat ketika akan memulai shalat, menyerukan luruskan dan rapatkan shaf. Setelah ada 'mazhab WHO', seruan imam menyesuaikan. Luruskan tapi renggang. Hati-hati ummat Islam pun renggang. Tidak berani bersalaman. Apalagi cipika cipiki dan cipiku. Virus komunis sedang menyerang tempat ibadah ummat Islam. Shalat berjamaah di masjid yang paling lama hanya 15 menit ditiadakan. Masjid tutup. Tidak boleh shalat berjamaah. Shalat tarawih di rumah. Shalat idul fitri dan idul adha ditiadakan. Anehnya kerumunan di bank dibolehkan. Kerumunam di pasar tidak dibubarkan. Kerumunan di super market dibiarkan. Kerumunan apel siaga satgas pengamanan covid-19 diperintahkan. Kerumunan vaksin sangat dianjurkan. Katanya sih dalam rangka penyekatan, nyatanya hanya pengalihan arus. Pembatasan kegiatan ibadah, nyatanya penutupan tempat semua ibadah. PPKM darurat, nyatanya hanya ramai di TV dan media sosial. Ikhtiar maksimal menghindari wabah covid-19 sangat dianjurkan. Lebih sangat dianjurkan lagi, ikhtiar super maksimal untuk melawan virus komunis yang setiap saat bisa membahayakan aqidah kaum muslimin. Awas, komunis gaya baru ini, bisa menghalalkan segala cara. Penulis adalah Pegiat Da’wah dan Sosial.
Komnas HAM Sosialisasikan Standar Norma Pengaturan Hak Atas Kesehatan
Jakarta, FNN - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI menyosialisasikan standar norma dan pengaturan (SNP) tentang hak atas kesehatan. "SNP hak atas kesehatan ini merupakan respons Komnas HAM atas mendesak dan perlunya penghormatan, perlindungan serta pemenuhan hak atas kesehatan karena tingginya pelanggaran hak atas kesehatan," kata Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM Sandrayati Moniaga di Jakarta, Kamis. Ia mengatakan SNP tentang hak atas kesehatan merupakan pemaknaan penilaian dan petunjuk atas kaidah-kaidah dan peristiwa HAM yang terjadi di tengah masyarakat. SNP adalah dokumen yang mendudukkan prinsip dan aturan HAM internasional yang kemudian disandingkan dengan praktik dan kondisi di Indonesia. "Dokumen ini merupakan penjabaran norma HAM yang berlaku internasional di tingkat nasional tanpa menghilangkan prinsip dan karakter Indonesia," ujar dia. SNP dibutuhkan karena pemahaman masyarakat bahkan negara dalam masalah HAM masih terbatas pada pembuatan peraturan tetapi terbata-bata dalam pelaksanaan. Hal itu bisa terjadi karena tidak semua prinsip HAM mudah untuk langsung dipahami dan diterapkan. Oleh karena itu dibutuhkan penafsiran yang tepat. "Dan Komnas HAM memiliki kewenangan untuk melakukannya," ujarnya. Dalam konteks pembangunan hukum nasional dan kebijakan, SNP akan memudahkan semua pihak mendapatkan kepastian tentang HAM. Secara umum, lanjut dia, berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 tentang HAM, Komnas HAM memiliki wewenang untuk menyusun SNP tentang hak atas kesehatan tersebut. Sesuai pasal 75 Undang-Undang tentang HAM, SNP dibentuk untuk mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan HAM sesuai Pancasila, UUD 1945, Piagam PBB serta Deklarasi Universal HAM. Kemudian, berdasarkan Pasal 76 ayat 1 Jo. Pasal 89 Undang-Undang HAM, Komnas HAM memiliki kewenangan melakukan pengkajian dan penelitian termasuk melakukan pembahasan berbagai masalah yang berkaitan dengan perlindungan dan penegakan serta pemajuan HAM. Sejak 2018 Komnas HAM sudah menyusun lima SNP termasuk salah satunya SNP tentang pengaturan hak atas kesehatan yang diselesaikan pada 2020. (mth)