OPINI

Bukannya Waspada Malah Nuduh Sakit Jiwa

Oleh M. Rizal Fadillah Pemerhati Politik dan Kebangsaan  Adalah Luhut Panjaitan yang menuduh sakit jiwa  orang yang mengaitkan gerakan perlawanan rakyat Sri Lanka dengan keadaan Indonesia. Ia menepis dengan dalih bahwa keadaan tidak sama. Seharusnya Luhut menghargai siapapun yang meminta pemimpin Indonesia untuk waspada agar tidak bernasib sama. Luhut terlalu berlebihan menganggap pengelolaan negara sudah baik dan tidak mungkin seperti Sri Lanka.  Masalah yang dihadapi rakyat Sri Lanka relatif sama dengan rakyat Indonesia. Harga bahan pokok naik dan naik, enerji seperti BBM melesat setiap saat, pinjaman luar negeri gede pisan, investasi infrastruktur juga berbasis hutang. Debt trap China. Korupsi, kolusi dan nepotisme merajalela, perilaku dan gaya hidup pejabat yang kontradiksi dengan keadaan rakyatnya. Dominasi kekuasaan Presiden dan oligarki.  Megawati Soekarnoputri Ketum PDIP mengingatkan kekhawatiran Indonesia dapat seperti Sri Lanka, karenanya perlu antisipasi atas krisis pangan dan resesi akibat inflasi dunia. Peringatan yang wajar dalam merespon perkembangan global termasuk dinamika politik akibat kondisi ekonomi di Sri Lanka. Rakyat marah kepada Pemerintah atas beratnya beban kehidupan.  Pakar Kebijakan Publik  Achmad Nur Hidayat minta agar Pemerintah adil dan fair dalam menyikapi perkembangan Sri Lanka. Indonesia dan Sri Lanka memiliki trajektori yang sama. Perkembangan tax ratio terhadap PDB yang turun terus menerus. Debt Service Ratio (DSR) Sri Lanka itu 39,3 persen dan Indonesia 36,7 persen. Ini yang harus diwaspadai.  Tuduhan sompral Luhut soal sakit jiwa tentu tidak pantas. Sebagai Menteri semestinya introspeksi dan korektif atas pandangan kritis. Terlalu percaya diri bahwa Indonesia baik-baik saja membuat sikap arogan. Apalagi nantang-nantang segala. Indonesia ini sedang mengalami krisis kepercayaan pada pemimpin. Akibat pemimpin yang tidak amanah dan salah urus dalam mengelola negara.  Negara pimpinan Pak Jokowi dan Pak Luhut ini kini sedang tidak baik baik saja. Investasi ambrol, hutang luar negeri ambyar, penegakkan hukum amburadul, demokrasi awut-awutan, moralitas dekaden, kesenjangan menganga, dan KKN merajalela. Para menteri jalan sendiri-sendiri. Presiden sendirian berjalan. Di pinggir rel, di sawah, di hutan dan di lokasi bencana.  Pak Luhut yang percaya diri, dulu Soekarno merasa kuat dan keadaan baik-baik saja. Ia mampu membubarkan Masyumi dan memenjarakan pengkritiknya. Tangan kiri menggenggam PKI tangan kanan memegang TNI. Politik keseimbangan mampu ia mainkan. Soekarno dan kabinetnya jumawa. Nah jatuh juga pak. Kepercayaan berlebihan pada PKI justru merontokkannya. Rakyat muak pada penguasa otoriter.  Pak Luhut yang percaya diri, dulu Soeharto juga sedang berjaya dan baru medapatkan kursi Presiden untuk ke sekian kali. Golkar di tangan kiri TNI di tangan kanan. MPR dan DPR dikuasai. Ekonomi tidak buruk sekali. Indonesia tidak bangkrut. Tapi jatuh juga, pak. Rakyat sudah tidak percaya lagi.  Soeharto dan Soekarno itu tokoh kuat. Berbeda dengan Pak Jokowi yang tidak sekuat keduanya.  Lebih mudah jatuh. Nah pak Luhut, jangan abaikan perkembangan global apakah Rusia Ukraina, China Amerika atau lainnya. Juga Sri Lanka yang terjebak oleh China. Makanya waspadai China, pak.  Meski tidak perlu membalas bahwa Pak Luhut sakit jiwa, tetapi menuduh mereka yang mengingatkan kewaspadaan akan peristiwa Sri Lanka sebagai orang sakit jiwa adalah kesombongan. Luhut Panjaitan itu Menteri saat ini, tapi esok bukan siapa-siapa.  Rajapaksa itu Presiden dan Wickremesinghe adalah Perdana Menteri, tetapi setelah rakyat marah maka Rajapaksa dipaksa kabur dan Wickremesinghe dibakar rumahnya. Keduanya menjadi bukan siapa-siapa.  Jokowi dan Luhut kini berkuasa, besok juga bukan siapa-siapa. Salah-salah turun dari singgasana dengan terhina. Sri Lanka memberi peringatan. Mengabaikan sama dengan sakit jiwa.  Bandung, 20 Juli 2022

Liberalisasi Perdagangan Hancurkan Pertanian Rakyat

Jakarta, FNN ---Peneliti Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS), Meli Triana menilai liberalisasi perdagangan ditengah kemampuan sektor pertanian domestik dan daya saing yang lemah di pasar global, telah meruntuhkan banyak usaha pertanian rakyat serta menciptakan ketergantungan pada impor yang tinggi dan permanen. “Liberalisasi pasar pangan telah mendorong impor pangan secara berlebihan, termasuk melalui jalur ilegal, sehingga secara jelas merugikan, bahkan menghancurkan pertanian rakyat,” kata Meli dalam keterangan tertulisnya, Selasa (19/07/2022).   Meli mencontohkan pasca krisis 1997, liberalisasi pasar kedelai dilakukan atas dorongan Dana Moneter Internasional (IMF).  Sepanjang 1998 – 2001, impor kedelai melonjak hampir dua kali lipat, dari sebelumnya di kisaran 800 ribu ton, menembus 1,4 juta ton.  Di saat yang sama (1998-2001), produksi kedelai domestik jatuh drastis dari 1,3 juta ton menjadi hanya kisaran 850 ribu ton, dan sejak saat itu tidak pernah mampu bangkit kembali hingga kini. “Indonesia kini rutin mengimpor kedelai lebih dari 2 juta ton setiap tahunnya. Terakhir, pada 2021, ketika impor kedelai mencapai 2,5 juta ton, produksi kedelai nasional hanya sekitar 425 ribu ton, bahkan disinyalir hanya di kisaran 240 ribu ton,” ungkap Meli. Kerentanan Pangan Bergantung pada pasar pangan global memunculkan kerentanan yang tinggi pada ketahanan dan kemandirian pangan nasional. Kerentanan terbesar datang dari ketidakpastian pasokan dan harga pangan internasional. “Lonjakan harga pangan dunia ditengah ketergantungan tinggi pada impor, memunculkan kerentanan, yang bahkan masih terjadi pada komoditas pangan utama yaitu beras,” tutur Meli. Dalam dua dekade terakhir, sepanjang 2001 – 2021, harga beras impor telah melonjak dari kisaran 200 dollar AS per ton menjadi  450 dollar AS per ton. Pada rentang waktu yang sama, Indonesia tercatat beberapa kali melakukan impor beras dalam jumlah signifikan, antara lain tahun 2011 (2,8 juta ton) dan 2018 (2,3 juta ton).  “Kewaspadaan menjadi keharusan ketika produksi domestik sangat ringkih. Dalam 4 tahun terakhir, produksi beras Indonesia cenderung menurun, dari 33,9 juta ton pada 2018, menjadi 31,4 juta ton pada 2021,” ujar Meli. Meli melihat bahwa, kasus impor bawang putih bahkan memberi indikasi bahwa harga pangan global yang murah akan menghancurkan produsen domestik. Sebelum krisis 1997, sekitar 80 persen kebutuhan nasional mampu dipenuhi produksi domestik. Harga bawang putih impor saat itu berada di kisaran 1.000 dollar AS per ton. “Namun pasca 1997, seiring liberalisasi impor, harga bawang putih impor jatuh secara drastis di kisaran  200 dollar AS per ton hingga 2005. Seiring itu, ketergantungan pada impor bawang putih melonjak drastis dari kisaran 20 persen pada 1997 menjadi 90 persen pada 2005,” papar Meli. Sejak itu, diatas kehancuran petani bawang putih domestik, sekitar 95 persen kebutuhan bawang putih nasional dipenuhi dari impor. Namun, setelah produksi domestik hancur dan ketergantungan impor sangat tinggi, harga bawang putih impor terus naik secara progresif. “Bila pada 2009 harga bawang putih impor hanya di kisaran 400 dollar AS  per ton, kini pada 2021 telah menembus 1.100 dollar AS per ton. Di periode yang sama, impor bawang putih terus meningkat dari kisaran 400 ribu ton pada 2009 menjadi kisaran 600 ribu ton pada 2021,” ucap Meli. Ketergantungan Indonesia pada gandum pun sangat mengkhawatirkan karena gandum sepenuhnya di-impor dan Indonesia kini, sejak 2019, telah bertransformasi menjadi importir gandum terbesar di dunia. Pada 1970-an, impor gandum hanya di kisaran 500 ribu ton, kemudian melonjak di kisaran 3 juta ton pada 1990-an, dan kini telah menembus 11 juta ton.  “Pada krisis pangan global 2022, harga gandum pun terpengaruh dan melonjak hingga 40 persen, dari 377 dollar AS per ton pada Desember 2021 menjadi 522 dollar AS per ton pada Mei 2022,”  ujar Meli. Arah kebijakan ke depan seharusnya mendorong gerakan pangan berkelanjutan yang dekat dengan konsep ketahanan dan kemandirian pangan. Mempromosikan pengembangan lumbung pangan lokal, usaha pertanian berbasis keluarga, serta akses ke pangan segar dan terjangkau dengan memberi penekanan pada keterikatan desa kota untuk kelancaran arus distribusi pangan. “Dalam kerangka kebijakan ini, mempertahankan lahan pertanian produktif dan pertanian skala kecil, terutama jawa, adalah sebuah keharusan,” saran Meli. (TG)

“Creative Minority Pioner” Revolusi Akhlak

Oleh karena jatuh bangunnya peradaban manusia sepanjang sejarah sangat ditentukan oleh “religion”, maka kebangkitan peradaban ke depan tidak bisa dijalankan secara Sekuler melainkan harus “colored by religion”. Oleh: Pierre Suteki, Dosen Universitas Online (Uniol) 4.0 Diponorogo MENYIMAK adanya banyak tuntutan kelompok kecil yang dapat dinilai sebagai tuntutan disruptif alias radikal, maka kelompok tersebut bisa disebut sebagai sebuah kelompok yang memiliki kepedulian tinggi terhadap carut matut negeri dengan tetap mengandalkan akal bukan okol. Dalam perspektif Toynbee, maka kelompok ini dapat disebut sebagai creative minority. Creative Minority merupakan sebuah konsep yang seharusnya akrab bagi para baik itu mahasiswa, dosen, guru, pegawai, maupun alumni dari sekolah atau perguruan tinggi sebagai pihak yang berkompeten terhadap jatuh bangunnya peradaban suatu bangsa. Konsep ini pertama kali digagas Arnold Joseph Toynbee, seorang sejarawan Inggris melalui buku yang bertitel A Study of History yang diterbitkan pada 1934. Konsep ini sering kita dengar dalam rangka pelaksanaan pembangunan dan pembaharuan masyarakat dan negara Indonesia. Sebuah pertanyaan yang sederhana kemudian muncul, apa sebenarnya yang dimaksud dengan creative minority? Terkait dengan pertanyaan apakah creative minority itu Arnold Toynbee menyatakan bahwa: “A society develops into a civilization when it is confronted with a challenge which it successfully meets in such a way as to lead it on to further challenges. The challenge may be a difficult climate, a new land, or a military confrontation (even being conquered). The challenge must not be so difficult as to be insurmountable or even so difficult that the society does not have sufficient human resources and energy to take on new challenges”. Selanjutnya Toynbee menyatakan bahwa: “The ideas and methods for meeting the challenges for a society come from a creative minority. The ideas and methods developed by the creative minority are copied by the majority. Thus there are two essential and separate steps in meeting a challenge: the generation of ideas and the imitation/adoption of those ideas by the majority. If either of those two processes ceases to function then the civilization breaks down”. Menurut Toynbee, kemampuan masyarakat untuk tetap bertahan itu dimotori sekelompok kecil orang yang secara kreatif menggagas dan mengaplikasikan ide dan solusi-solusi baru untuk menghadapi tantangan yang ada. Ide dan solusi tersebut sangatlah tepat dan sesuai dalam menjawab tantangan yang ada, sehingga kemudian diadopsi oleh masyarakat secara keseluruhan. Sekelompok kecil orang inilah yang kemudian disebut Toynbee sebagai “The Creative Minority“. Konsep Creative Minority ini kemudian dimaknai sebagai kelompok kaum pemimpin, yang merupakan golongan kecil, namun karena superioritas jiwa dan rohnya serta kekuatan dan keteguhan keyakinannya, (mereka) sanggup menunjukkan jalan dan membimbing massa yang pasif, kehilangan arah dan mengalami kebingungan (Sutarno, 2011). The Creative Minority ini adalah orang-orang yang sungguh-sungguh memiliki idealisme, jiwa kepemimpinan sejati, kemampuan, kemauan dan keberanian, untuk melawan arus pendapat dan perilaku umum yang kacau dan kehilangan nilai-nilai serta norma-norma hukum dan etika yang luhur. Kita sebagai bangsa yang besar harus mempunyai visi untuk menjadi sebuah komunitas cendekiawan yang mampu menampilkan ciri creative minority di atas.   Ada satu hal yang sangat menarik dari konsep creative minority-nya Toynbee, yakni persoalan kedekatan hubungan antara Agama dan Jatuh Bangun-nya Peradaban Manusia, sebagaimana konsep yang dikembangkan oleh Samuel Huntington. Secara lengkap, Toynbee menyatakan: “The universal religion and its philosophy are usually borrowed from an alien civilization. The development of the new religion reflects an attempt by the people of the internal proletariat to escape the unbearable present by looking to the past, the future (utopias) and to other cultures for solutions. The religion eventually becomes the basis for the development of a new civilization. Religion amounts to a cultural glue which holds the civilization together. There is thus a close relationship between religions and civilizations”. Berdasar uraian di atas kita dapat ditegaskan bahwa dibutuhkan creative minority untuk melakukan perubahan yang bersifat “disruption”. Oleh karena jatuh bangunnya peradaban manusia sepanjang sejarah sangat ditentukan oleh “religion”, maka kebangkitan peradaban ke depan tidak bisa dijalankan secara Sekuler melainkan harus “colored by religion”. Sektor pendidikan, mulai dari pendidikan pra sekolah, dasar, menengah hingga pendidikan tinggi mempunyai peran strategis dalam menyongsong kebangkitan peradaban suatu bangsa. Maka sungguh aneh bila konsep pendidikan di negara ini hendak dijalankan secara sekuler yang hanya mengejar aspek skill, kompetensi, dan kompetisi dengan melupakan aspek religion. Jadi, agar kebangkitan peradaban yang ditandai dengan adanya perubahan keadaan dari kelemahan dan kehinaan menjadi bangsa yang kuat dan disegani, maka creative minority tidak boleh diarahkan menjadi sekuler, melainkan generasi creative minority yang bila diterjemahkan secara konkret memiliki karakter sebagai berikut: 1. Kokoh Akidah (keyakinan agama dapat diandalkan, tidak ateis, tidak sekuler); 2. Pecinta Ilmu Pengetahuan (sesuai bidangnya, IT, statistik, psikologi dll); 3. Kuat Ibadahnya (visi karyanya adalah pengabdian kepada Tuhannya (Alloh)); 4. Zuhud (hidup dalam kesederhanan tetapi berkualitas). Pertanyaan yang perlu diajukan adalah mampukah KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia) yang telah dideklarasikan dengan disertai 8 tuntutan disruptif dapat terbimbing dalam atmosfer keberadaban yang sejati, yakni sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945, yaitu peradaban religius (Religious Civilization), bukan peradaban sekuler (Secular Civilization) sehingga mampu membangunkan Macan Asia yang tidur dan mampu membangkitkan kembali keterpurukan berbagai sektor kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara? Tuntutan KAMI akan dapat tercapai jika KAMI benar-benar memiliki karakter creative minority. Jika tidak, jangan berharap perubahan disruptif akan terjadi apalagi menginginkan adanya Revolusi Akhlak. Tabik..!!! Semarang, Senin, 18 Juli 2022. (*)

Tidak Penting “Presidential Threshold” 20 Persen: Kembalikan UUD 1945 Kedaulatan di Tangan Rakyat, Bukan Ketua Partai!

Mari kita sadar dan insyaf, tidak penting memperdebatkan Presidential Threshold 20%. Sebab, itu produk pekhianatan terhadap UUD 1945 dan Pancasila. Oleh: Prihandoyo Kuswanto, Ketua Rumah Pancasila APAKAH kita sebagai bangsa masih berdaulat? Apakah kita sebagai rakyat ini masih berdaulat atas negara bangsa ini? Sejak digantinya UUD 1945 yang ada pasal 1 ayat 2. Bunyi Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah: “Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”. Diamandemen menjadi “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Pasal 1 ayat 2 hasil amandemen ini tidak jelas dan kabur pasal berapa di dalam UUD 1945 yang menjalankan kedaulatan rakyat sangat tidak jelas. Pemilu pada 2019 dengan demokrasi liberal yang dijalankan saat itu dengan biaya Rp 25 triliun. Dan mampu membelah persatuan bangsa ini dengan korban petugas KPPS 800 orang lebih meninggal dunia yang tidak jelas penyebabnya. Apakah demokrasi seperti ini yang dikehendaki oleh bangsa ini? Sesungguhnya “demokrasi itu untuk rakyat atau rakyat untuk demokrasi?” Demokrasi Liberalpun dijalankan, apakah bangsa ini pernah mengalami hal yang demikian? Ya tentu saja pernah mengalami, bahkan sekarang ini adalah melanjutkan apa yang telah dijalankan selama tahun 50-an melanjutkan Free Fight Liberalism, di mana pertarungan perebutan kekuasaan melalui pilsung mulai dari Pilpres, Pilkada, yang terus berlanjut ketika sudah di pemerintahan terjadi saling jegal, saling caci maki, kampanye hitam dan terus berlanjut hari ini. Demokrasi banyak-banyakan suara, padahal yang banyak belum tentu baik dan yang banyak belum tentu mengerti. Triliunan rupiah dikucurkan demi memilih yang belum tentu baik, puluhan triliun dikucurkan hanya untuk memilih koruptor. Begitu sudah terpilih, lalu terbukti 84% Kepala Daerah tersangkut masalah Korupsi. Barangkali kita harus membuka sejarah agar tak tersandung dan tersungkur pada jurang kehancuran. Cuplikan pidato Bung Karno ini masih relevan sebagai peringatan bagi bangsa Indonesia. Ini sebuah renungan yang harus kita semua sebagai anak bangsa merenungkannya. Perjalanan berbangsa dan bernegara tentu melewati sejarah panjang, yang penuh dengan perjuangan dengan tetesan keringat sampai tetesan air mata dan darah. Bukan hanya harta, nyawapun dikorbankan untuk tegaknya kemerdekaan negeri ini dari penjajahan. Kiranya kita perlu menengok sejarah bangsa ini sebagai kaca benggala. Agar kita tidak masuk jurang untuk kedua kalinya dan bubarnya negeri ini akibat sembrono dan tidak bertangungjawab terhadap bangsa dan negara. Cuplikan pidato Bung Karno “Menemukan kembali revolusi kita”. Pidato ini sangat relevan dalam keadaan bangsa saat ini di mana kaum bandit telah menjual negara ini. Akibat hutang negara pada China dengan ekonomi liberalisme yang kompromis dengan Nekolim China. “………Dimana djiwa Revolusi itu sekarang? Djiwa Revolusi sudah mendjadi hampir padam, sudah mendjadi dingin ta’ada apinja. Dimana Dasar Revolusi itu seakarang? Tudjuan Revolusi, – jaitu masyarakat  adil dan makmur -, kini oleh orang-orang jang bukan putra-revolusi diganti dengan politik liberl – dan ekonomi liberal kapilalis Diganti dengan politik liberal, dimana suara rakjat banyak dieksploitir, ditjatut, dikorup oleh berbagai golongan. Diganti dengan ekonomi kapitalis liberal, dimana berbagai golongan menggaruk kekajaan hantam-kromo, dengan mengorbankan kepentingan rakjat. Segala penjakit dan dualisme itu tampak menondjol terang djelas dalam periode invesment itu! Terutama sekali penjakit dan dualisme empat rupa jang sudah saja sinjalir beberapa kali: dualisme antara pemerintah dan pimpian Revolusi; dualisme dalam outlook kemasjarakatan: masjarakat adil dan makmurkah, atau masjarakat kapitaliskah? dualisme “Revolusi sudah selesaikah” atau “Revolusi belum selesaikah”? dualisme dalam demokrasi, – demokrasi untuk rakjatkah, atau Rakjat untuk demokrasikah? Dan sebagai saja katakan, segala kegagalan-kegagalan, segala keseratan-keseratan, segala kematjetan-kematjetan dalam usaha-usaha kita jang kita alami dalam periode survival dan invesment itu, tidak semata-matam oleh kekuarangan-kekuarangan atau ketololan-ketololan jang ihaerent melekat kepada bangsa Indonesia sendiri, tidak disebabkan oleh karena bangsa Indonesia memang bangsa jang tolol, atau bangsa jang bodoh, atau bangsa jang tidak mampu apa-apa, – tidak! – , Segala kegagalan, keseratan, kematjetan itu pada pokonja adalah disebabkan oleh karena kita, sengadja atau tidak sengadja, sedar atau tidak sedar, telah menjelewéng dari Djiwa, dari Dasar, dan dari Tudjuan Revolusi!” Apakah kita sebagai bangsa masih berdaulat? Apakah kita sebagai rakyat masih berdaulat atas negara bangsa ini? Sejak diamandemennya UUD 1945 yang kemudian pasal 1 ayat 2. Bunyi Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah: “Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”. Diamandemen menjadi “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang – Undang Dasar”. Pasal 1 ayat 2 hasil amandemen ini tidak jelas dan kabur pasal berapa didalam UUD1945 yang menjalankan kedaulatan rakyat sangat tidak jelas. Pengkhianatan terhadap Pancasila dan UUD 1945 itu sudah sangat jelas dengan mengganti demokrasi konsensus dalam sistem MPR diganti dengan demokrasi mayoritas dengan sistem presidensial. Apakah rakyat setuju visi misi negara diganti dengan visi misi Presiden? Pertanyaan berikut apakah visi dan misi Republik Indonesia itu boleh diubah? Apakah Presiden boleh mempunyai visi misi sendiri dalam mengelolah negara? Banyak cerdik pandai dan para pakar tata negara tak mencermati kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga semakin melenceng negara ini dari tujuan-nya. Tentu saja visi dan misi negara tersebut mempunyai sistem sendiri untuk mewujudkannya. Sebab tanpa Philisophy dan sistem bernegara yang jelas tidak akan bisa cita cita itu terwujud. Sampai detik ini pembukaan Undang Undang Dasar 1945 masih berlaku dan tidak pernah diamandemen dan dalam sumpahnya Presiden, Menteri, DPR, dan semua pejabat Negara selalu berjanji menjalankan UUD 1945 dan aturan selurus-lurusnya. Oleh sebab itu mengubah Visi dan Misi negara adalah sebuah pengkhianatan. Mari kita sadar dan insyaf, tidak penting memperdebatkan Presidential Threshold 20%. Sebab, itu produk pekhianatan terhadap UUD 1945 dan Pancasila. Maka menyelamatkan negeri ini harus kembali pada UUD 1945 dan Pancasila. Retoling semua perangkat-perangkat negara agar sesuai dengan Pembukaan dan batang tubuh UUD 1945. (*)

Kapolri Tepat: Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo Dibebastugaskan Demi Hindari “Cover Up” Kasus Terbunuhnya Brigadir Joshua

Pasti akan terbongkar meski pelan. Jadi, penonaktifan Irjen Ferdy Sambo ditujukan pula agar upaya untuk menutupi kasus ini dapat diminimalkan, sebaliknya kasus dapat diungkap secara jujur, akuntabel dan transparan. Oleh: Pierre Suteki, Dosen Universitas Online (Uniol) 4.0 Diponorogo SENIN malam, 18 Juli 2022 Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo secara resmi mengumumkan pembebastugasan atau penonaktifan Irjen Ferdy Sambo dari jabatannya sebagai Kadiv Propam Polri. Tindakan ini ditujukan agar proses penyelidikan kasus terbunuhnya Brigadir Joshua yang konon terjadi di rumah dinas Kadiv Propam dapat berjalan secara transparan, profesional dan akuntabel sesuai dengan Visi Polri Presisi. Saya katakan keputusan Kapolri tepat karena didasarkan pada setidaknya tiga pertimbangan, yaitu: Pertama, adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Kepolisian. Pelanggaran kode etik ini terkait dengan kebijakan membuat serta mempublis video pertemuan antara Ferdy Sambo dengan Kapolda Metro Jaya Fadil Imran, walau alasan sekedar ungkapan simpati dan empati. Mereka pada tanggal 14 Juli 2022 di ruang atau kamar institusi negara dan memakai seragam kedinasan Polri adalah tidak pada tempatnya dan patut diduga telah melanggar kode etik Polri termasuk melanggar kepatutan sesuai asas-asas good government. Hal ini disebabkan keduanya diduga akan terlibat dalam proses penyelidikan dan penyidikan atas kasus terbunuhnya Bigadir Joshua. Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi Susianto sendiri yang sebelumnya telah memberikan keterangan atas kasus ini memiliki hirarkis kepangkatan dan jabatan fungsionalnya berada di bawah Kapolda Fadil Imran, apakah itu bukan sebagai isyarat kepada penyidik Polres bahwa Kapolda adalah sahabat atau pimpinan yang mesti dihormati bahwa ia harus memperhatikan nama baik dari pada orang yang bersamanya dalam unggahan video tersebut. Bahwa atas dasar kejadian perkara atau kronologis peristiwa tersebut dan dihubungkan dengan dalil-dalil Perkap Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Polri dan Jo. Asas-asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB ), serta termasuk dalil: Ketentuan hukum atau Perkap Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana, Bagian Keenam, Hasil Pengawasan dan Pengendali Pasal 42 ayat (3): “Apabila dalam pemeriksaan pendahuluan sebagimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, ditemukan pelanggaran kode etik dan/atau disiplin, dilimpahkan kepada fungsi propam untuk dilakukan pemeriksaan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan”. Maka patut diduga bahwa Irjen Ferdy Sambo telah melakukan pelanggaran kode etik sehingga tepat jika Kapolri menonaktifkan Irjen Ferdy Sambo dari jabatannya sebagai Kadiv Propam Polri. Di samping itu, sebenarnya perlu dilakukan sidang oleh Komisi Kode Etik Kepolisian untuk kemudian menjatuhkan sanksi lain atas pelanggaran kode etik tersebut. Kedua, Irjen Ferdy Sambo adalah pihak terkait yang Perlu Diinterogasi sehingga penonaktifan ditujukan untuk menghindari Conflict of Interest. Sesuai KUHAP Irjen Ferdy Sambo adalah orang yang patut diinvestigasi oleh sebab: (1) Adanya keterangan bahwa istrinya dilecehkan secara seksual di rumah tempat tinggalnya, di mana terduga pelaku pelecehan seksual Brigadir Novriansyah Joshua Hutabarat tersebut mati dibunuh dengan senjata api oleh Bharada E petugas bawahan atau anak buahnya Irjen Ferdy Sambo. (2) Perlu kejelasan atas dikabarkan banyak luka lebam, memar akibat penganiayaan, serta penembakan dan pembunuhan itu banyak kejanggalan, dimulai dari kematian yang diketahui publik baru setelah 3 hari kejadian, sejak Jumat 8 Juli 2022 – hingga baru dirilis oleh Polri pada Senin, 11 Juli 2022. (3) Perlu kejelasan atas adanya keanehan terhadap tewasnya korban atau si pelaku diawali oleh adanya pelecehan korban terhadap istri Kadiv Propam Irjen Sambo, Ny. Putri Chandrawati. (4) Perlu kejelasan atas keterangan bahwa CCTV telah mati (rusak) selama 2 minggu hingga tempus delicti atau saat kejadian peristiwa delik. Mengapa hal ini bisa terjadi, lalu apa kaitannya dengan keterangan tentang penggantian CCTV di lingkungan TKP setelah terjadinya pembunuhan? (5) Perlu diketahui apakah ada tamu lainnya selain korban, apakah ada daftar nama tamu di rumah Irjen Ferdy Sambo? (6) Perlu diketahui apakah ada tugas khusus atau sebab lain terhadap korban sehingga berada pada locus delicti? Atas dasar apa dia dipanggil, siapa yang memanggil? (7) Perlu kejelasan apakah HP Korban telah disita oleh yang berwenang, atau penyidik? Di mana sekarang HP Korban karena dibutuhkan untuk membuka seluruh riwayat data terkait dengan rekaman chat SMS korban, voice note, calls/called. Hal ini akan mengungkap keterkaitan apa hubungan korban Joshua dengan korban yang dilecehkannya yaitu Ny. Ferdy Sambo, sehingga dapat terungkap mengapa Brigadir Joshua sampai hadir ke TKP lalu dirinya saling tembak dengan Bharada E dan tewas di TKP. (8) Perlu kejelasan atas penggunaan jenis senjata api laras pendek (menurut berita yang beredar pistol jenis Glock-17) yang digunakan oleh ajudan Irjen Ferdy Sambo, Bharada E. Apakah sudah selayaknya polisi berpangkat tamtama menggunakannya, kalau belum bagaimana izinnya dll. Atau sebenarnya senjata yang digunakan untuk menembak itu milik siapa? Dan masih banyak lagi keterangan lain yang dapat diperoleh dari Irjen Ferdy Sambo yang seharusnya diperoleh tanpa adanya conflict of interest karena jabatannya. Ketiga, ada dugaan bahwa pihak kepolisian yang menangani perkara ini dan juga Irjen Ferdy Sambo melakukan \"Cover Up\" (menutup-nutupi kasus) ke publik dan membuat narasi tunggal yang terkesan membungkam publik dan memaksa publik untuk Hanya Percaya pada Info Dari Polisi saja yang dinilai beberapa pihak, termasuk Menkopolhukam Mahfud MD, banyak kejanggalan. Sementara itu, di era disruption, digital dan media sosial semacam ini amat sulit membuat narasi tunggal dan dianggap paling benar. Pasti akan terbongkar meski pelan. Jadi, penonaktifan Irjen Ferdy Sambo ditujukan pula agar upaya untuk menutupi kasus ini dapat diminimalkan, sebaliknya kasus dapat diungkap secara jujur, akuntabel dan transparan. Atas dasar ketiga pertimbangan tersebut di muka, maka dari pada Kapolri \"Kisinan alias Dibuat Malu\" memang sudah tepat jika Irjen Ferdy Sambo dibebastugaskan dari jabatannya sebagai Kadiv Propam Polri. Akhirnya saya berharap agar kasus ini harus segera dituntaskan secara transparan, jujur tanpa \"cover up\" oleh Kapolri demi pemulihan public trust pada institusi Polri yang mengemban tugas berat untuk harkamtibmas, perlindungan dan pengayoman masyarakat serta penegakan hukum di negeri ini. Tabik...!! Semarang, Selasa, 19 Juli 2022. (*)

Kesombongan Luhut Binsar Pandjaitan

LBP menuduh yang kritik ada kesamaan Indonesia dengan Sri Langka sedang mencari popularitas dan berita mombastis. Sulit orang membaca diri ketika sedang kesurupan itu ada pada LBP sendiri. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih ADA pernyataan yang menarik dari Ketum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri dalam pidatonya yang disampaikan lewat sebuah video saat membuka Kuliah Kerja Nyata (KKN) Kebangsaan 2022 di Universitas Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Ahad, 16 Juli 2022. Megawati mengatakan bahwa “Kita sama-sama berharap Indonesia terhindar dari ancaman krisis pangan yang menghantui dunia, yang harus segera kita antisipasi dari saat ini, agar hal itu tidak terjadi,” sebutnya. Sebelumnya, seperti dilansir Sindo News, Megawati juga khawatir Indonesia mengalami krisis seperti Sri Lanka. Oleh karenanya, Presiden ke-5 Indonesia ini berharap agar pemerintah bisa mengantisipasi krisis pangan serta resesi akibat inflasi dunia. Pada kesempatan yang lain Menkeu Sri Mulyani juga meminta jangan anggap enteng ancaman resesi nasibnya bisa sama dengan Sri Langka. Dengan gaya pongah dan sombong seolah sebagai pahlawan Menko Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, yang menyebut orang yang menyamakan Sri Lanka dengan Indonesia sebagai orang sakit jiwa, ungkap LBP, seperti dikutip Antara, Ahad, 17 Juli 2022. Langsung atau tidak langsung sebenarnya komentar LBP tersebut menabrak statement Megawati dan Sri Mulyani. Kekhawatiran Indonesia bisa seperti Sri Lanka bukan hanya kekhawatiran Megawati dan Sri Mulyani tetapi juga kekhawatiran banyak pengamat ekonomi, bahwa: “Lanskap energi global telah berubah secara radikal. Harga komoditas energi meroket, berdampak terhadap kenaikan inflasi. Perkembangan ekonomi tidak statis, bisa berubah cepat. Kalau harga komoditas anjlok, dan BI menaikkan suku bunga, ikut The FED (bank sentral yang memiliki kendali atas perekonomian Amerika Serikat, sehingga punya pengaruh penting pula terhadap perekonomian dan kondisi pasar di dunia”), maka peluang krisis juga akan berubah membesar, dan itu akan terjadi di Indonesia”. Resiko (resesi) Indonesia hanya 3 persen dan Indonesia negara yang cukup kuat. Tapi itu adalah half truth (separuh kebenaran) karena kenyataannya dalam ekonomi itu tidak ada yang bisa mengklaim bahwa dia 100 persen benar. Data Pemerintah yang ditampilkan seringkali tidak kredibel. Bahwa Indonesia mempunyai trajektori yang sama seperti Sri Lanka. Sri Lanka mempunyai banyak pengeluaran, berani berutang untuk membiayai APBN dan pembangunan, tetapi melupakan pendapatan/penerimaan negara. Bahkan, ada kesalahan fatalnya yaitu memangkas rate pajak dari 10 persen menjadi 8 persen. Extens Indonesia mempunyai trajektori yang sama. Di antaranya adalah dari perkembangan Tax Ratio terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mengalami penurunan secara terus menerus dari tahun 2011 di mana Indonesia berada di double digit 11,16 persen, dan turun terus hingga single digit di tahun ini di kisaran 9,30 persen. Dan ini adalah tax ratio terendah diantara negara-negara ASEAN. Artinya kita perlu waspadai bagaimana tax ratio ini akan mempersempit ruang gerak Indonesia untuk membayar utang yang akhirnya menambah kerentanan Indonesia sebagai negara. Artinya Indonesia melakukan trajektori yang sama seperti halnya Sri Lanka. LBP tidak perlu nantang nantang rakyat, karena tidak akan ada pengaruhnya selain justru bisa menambah gaduh situasinya. Jangan menuduh analisa para pengamat ekonomi sedang mencari popularitas dan bertujuan politik, yang dengan jernih melihat posisi kemungkinan terjadinya resesi dengan kehati- hatian. Dugaan kuat LBP sebagai komandan Oligarki,  jelas bersikap politis untuk kepentingan oligarki. Mengajak semua pihak harus kompak, di balik oligargi yang terus mengacak-acak rakyat dan negara. Oligarki saat ini sudah menjadi musuh rakyat karena akan menghancurkan tatanan negara. Dugaan kuat Megawati sudah risih melihat sepak terjang LBP yang sok jagoan. LBP menuduh yang kritik ada kesamaan Indonesia dengan Sri Langka sedang mencari popularitas dan berita mombastis. Sulit orang membaca diri ketika sedang kesurupan itu ada pada LBP sendiri. Rakyat muak melihat kalian yang sudah senyawa dengan oligarki dan harus dimusnahkan. Kesombonganmu tersebut akan berhadapan dengan realitas, berhadapan dengan rakyat yang sudah tahu segala resikonya. (*)

“Big Data” LBP Kambuh Lagi

Pikiran bay pass LBP benar-benar gila, kalau boleh saran untuk PBP: More than you can chew (jangan menggigit lebih banyak dari yang bisa kamu kunyah). If you do not know a fact, silence will be the best way. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih MENTERI Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan, perekonomian Indonesia sangat jauh berbeda dengan Sri Lanka yang kini mengalami kebangkrutan. Karena itu dia gusar jika ada pihak-pihak yang mengatakan bahwa kondisi perekonomian Indonesia saat ini mirip dengan Sri Lanka. “Lihat data-data yang baik. Suruh datang ke saya dia,” tantang Luhut di Jakarta, Jumat (15/7/2022). Big data Bung LBP kambuh lagi. Banyak peminat yang ingin datang ke kantor LPB asal ada sajian kopi dan sedikit jajan pisang goreng atau enceng kondog goreng. Hasil olahan minyak goreng yang tidak beranjak kembali ke harga semula, alasan ada perang Rusia dan Ukraina, alasan ini hanya demit gila yang bisa memahami. Namun, sajiannya selalu Big data abal-abal. Mana ada yang mau datang kalau sajiannya hanya data “dobol-dobolan” belaka. Ketum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri kalau mau tentu akan mengatakan: “Jangan ngawur”, silakan datang saja ke kantor saya kasih data perekonomian Indonesia yang benar.  Megawati memberi peringatan terkait Indonesia dan Sri Lanka, kemarin, telah membantah tudingan LBP, yakni hanya orang gila yang membandingkan Indonesia dan Sri Lanka dalam hal kemungkinan buruk nasib Indonesia ke depan. Ini bisa jadi soal data, namun bisa jadi juga soal arah politik, kutipan DR. Syahganda Nainggolan. Menurut Menkeu Sri Mulyani, pengikut madzhab Bloomberg bahwa potensi Indonesia Resesi Ekonomi Sangat Kecil, Hanya 3%, tetapi Sri Mulyani cukup cerdas dalam berdiplomasi bahwa keadaan memang cukup berat dan semua harus hati-hati dan waspada. Lanskap energi global telah berubah secara radikal. Harga komoditas energi meroket, berdampak terhadap kenaikan inflasi. Perkembangan ekonomi tidak statis, bisa berubah cepat. Kalau harga komoditas anjlok, dan BI naikkan suku bunga, ikut The FED (“bank sentral yang memiliki kendali atas perekonomian Amerika Serikat, sehingga punya pengaruh penting pula terhadap perekonomian dan kondisi pasar di dunia”), maka peluang krisis juga akan berubah membesar, dan itu akan terjadi di Indonesia. Sri Mulyani jelas berpikir melawan inflasi dengan menurunkan harga-harga komoditas, konsekuensinya naikkan suku bunga, yang akan terjadi krisis ekonomi membesar. Jadi jalan pikiran LBP lebih mudah asal melintas jalan, asal ceblung-ceblung, pokoknya siapapun yang menyamakan ekonomi Sri Langka dan Indonesia adalah orang gila. Pikiran bay pass LBP benar-benar gila, kalau boleh saran untuk PBP: More than you can chew (jangan menggigit lebih banyak dari yang bisa kamu kunyah). If you do not know a fact, silence will be the best way. Jika kamu tidak mengetahui sebuah fakta, maka diam adalah jalan yang terbaik. Jangan terus membuat gaduh seperti orang gila. (*)

Berita Hanya Versi Polisi

Oleh M. Rizal Fadillah Pemerhati Politik dan Kebangsaan  DEWAN Pers melawan arus yang tentu membuat aneh. Adalah Ketua Komisi Pengaduan Etika Pers Yadi Hendriana yang menyatakan bahwa pemberitaan kasus penembakan Brigadir J harus hanya bersumber pada keterangan Mabes Polri \"Jadi begini, penjelasan Mabes Polri itu, ya, itu saja yang ditulis. Kemudian tidak boleh berspekulasi lebih jauh\". Menurutnya tidak boleh memberitakan pandangan pengamat juga.  Semoga pandangan dari Ketua Komisi Yadi Hendriana ini bukan suara resmi Dewan Pers sebab bila demikian maka itu menggambarkan sempitnya pandangan Dewan Pers. Terkesan media itu harus diborgol dan kita sedang berada di ruang otoritarian seperti di negara Komunis. Di negara Demokrasi fungsi media itu di samping memberikan informasi juga mendidik, menyalurkan aspirasi dan tentunya kontrol sosial.  Yadi dan Dewan Pers semestinya mengetahui  ada yang disebut dengan jurnalisme investigasi yaitu kegiatan mengumpulkan, menulis, mengedit dan menerbitkan berita yang bersifat investigatif atau sebuah penelusuran panjang dan mendalam terhadap sebuah kasus yang dianggap memiliki kejanggalan. Selain itu, investigasi merupakan penelusuran terhadap kasus yang bersifat rahasia.  Kasus penembakan di Duren tiga yang melibatkan aparat kepolisian setelah diberitakan  resmi oleh Mabes Polri justru menunjukkan banyak kejanggalan sehingga publik wajar menilai ada sesuatu yang dirahasiakan. Media tidak boleh berfungsi hanya sebagai corong resmi tapi patut untuk turut melakukan investigasi dalam rangka kontrol sosial.  Kejanggalan yang terungkap baik dalam pemberitaan media maupun pandangan pengamat dalam kasus pembunuhan Brigadir Josua sangat luar biasa. Untuk menetapkan tersangka Bharada E saja sulitnya setengah mati. Padahal katanya ia yang menembak mati. Dengan pembentukan Tim Mabes Polri yang mengikutkan Kompolnas dan Komnas HAM sudah menjadi gambaran akan ada cerita panjang dari kasus pendek itu. Bersama menguak peristiwa mudah yang dibuat sulit.  Dalam panggung ada tiga pemeran utama disana Bharada E, Putri istri Irjen Sambo, dan Irjen Fredy Sambo sendiri. Korban Brigadir J terbunuh dalam keadaan babak belur yang menimbulkan spekulasi-spekulasi.  Pertama, kepulangan Putri bersama driver Brigadir J dikuntit oleh Irjen Fredy bersama ajudannya Bharada E,  dan ketika peristiwa kamar terjadi, maka kemarahan suami yang luar biasa menyebabkan penyiksaan dan pembunuhan. Bharada E membantu.  Kedua, Bharada E yang berada di rumah Duren tiga memergoki masuknya Brigadir J ke kamar Putri, lalu berkomunikasi dengan Irjen Fredy Sambo, lalu Irjen Sambo memberi arahan ini itu sehingga terjadilah penyiksaan dan penembakan. Peluru di tembok adalah pasca peristiwa. Irjen Sambo sudah berada di tempat.  Ketiga, ya versi Polisi hingga saat ini yaitu setelah pelecehan lalu terjadi tembak menembak dan Bharada E sukses menembak Brigadir J. Bharada E tidak kena tembakan. Putri menelpon Irjen Sambo, lalu tiba kemudian meminta Kapolres setempat datang. Soal bekas penyiksaan diabaikan.  Versi resmi Polri ini juga ternyata spekulasi karena belum tuntas.  Spekulasi tentu bebas bermunculan, termasuk dalam pemberitaan, itulah pentingnya bahwa pengusutan harus cepat. Memperlambat berbanding lurus dengan perbanyakan spekulasi. Dan itu hukum kausalitas. Cepat tetapkan tersangka baik itu pembantu atau pelaku utama. Ini satu langkah agar pemberitaan resmi dapat dipercaya. Dewan Pers tentu gembira.  Semoga kasus Duren tiga tidak menjadi \"fairy tale\" yang bakal jadi cerita dari generasi ke generasi.  Polri pasti bisa  !  Bandung, 18 Juli 2022

Megawati Peringatkan Jokowi Agar Indonesia Tidak Seperti Sri Lanka

Catatan Politik Dari Malioboro  “Statement” Megawati membandingkan Indonesia dengan Sri Lanka adalah fenomena terakhir dari sikap dan pandangan Megawati terakhir yang penting untuk dicermati. Oleh: Dr. Syahganda Nainggolan, Sabang Merauke Circle PERINGATAN Ketum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri terkait Indonesia dan Sri Lanka, kemarin, telah membantah tudingan Menko Marinves Luhut Binsar Panjaitan, yakni hanya orang gila yang membandingkan Indonesia dan Sri Lanka dalam hal kemungkinan buruk nasib Indonesia ke depan. Ini bisa jadi soal data, namun bisa jadi juga soal arah politik. Jika ini terkait data, kalangan politik meyakini bahwa Megawati mempunyai akses pada fakta riil perekonomian kita. Sebab, dia, selain mantan Presiden dan Ketua BRIN juga mempunyai kedekatan dengan Kepala Badan Intelijen (BIN) Budi Gunawan dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Sehingga, pasokan data kepadanya menjadi sangat presisi. Oleh karena itu, pernyataan Megawati yang merupakan “warning” pemerintah untuk berhati-hati agar tidak mengikuti nasib Sri Lanka, sebuah pernyataan berbasis data. Tapi apakah itu soal data? Sebagai politisi paling senior di Indonesia tentu kita bisa melihat perspektif alternatifnya. Ini bukan lagi soal data, melainkan Megawati telah melakukan manuver politik tingkat tinggi, yakni menyamakan “tune” dengan suara kaum oposisi yang telah mengaitkan bobroknya ekonomi dan politik kita itu mirip dengan ekonomi Sri Lanka. Pertama, statemen Megawati ini diberikan hampir bersamaan dengan soal isu penggalangan kepala desa se-Indonesia yang dilakukan di Ancol dua hari lalu. Isunya juga harusnya sama, tentang desa, Megawati berbicara di acara KKN (Kuliah Kerja Nyata) Universitas Pelangka Raya, Kalimantan, sedang rezim Jokowi di hadapan kepala desa. Namun, semua kita tahu bahwa mobilisasi kepala-kepala desa adalah sesuatu yang tidak lazim, mengingat: a) kepala desa adalah institusi paling bawah dalam pemerintahan, di mana jenjang hirarkis bertemu dengan pemerintah pusat berkali-kali sangatlah naif. b) telah terjadi preseden di mana pada pertemuan kepala desa se Indonesia sebelumnya, mereka mendeklarasikan Jokowi 3 periode. c) Gerakan Pro Jokowi di mana-mana masih berpolitik praktis, padahal selama ini semua timses presiden sebelum-sebelumnya membubarkan diri setelah calon presidennya menang. Kedua, Megawati ingin memperkuat spektrum politiknya ke depan, baik koalisi pemikiran maupun jejaring. Selama ini Megawati dipersepsikan membatasi diri atau mengisolasi atau bahkan ditinggalkan parpol koalisinya, sehingga isu yang berkembang Megawati dan partainya menjadi kelompok kecil, alias kelompok pas 20%. Dengan kesamaan “tune” politik dengan “oposisi”, jelas Megawati memperluas spektrum politik. Bagaimana Megawati bisa demikian? Secara historis tentu saja Megawati juga ingin memperlihatkan kembali bahwa Garis Sukarno bukanlah kelompok kecil dalam spektrum politik Indonesia. Ini artinya, dalam komunikasi politik, aliran Bung Karno tidak mungkin diisolasi. Sebab, sejak awal tema perjuangan ideologis Bung Karno itu adalah politik kebangsaan alias persatuan nasional. Sehingga, membandingkan dengan Airlangga Hartarto dengan poros KIB nya, atau Surya Paloh dengan manuver 3 kandidat Capres atau Jokowi yang ingin menunggangi kepresidenannya untuk terus bertahan atau mengarahkan, itu menjadi kecil jika Megawati sudah pada tahap mengepakkan sayapnya kembali. Memang tentu saja sikap canda Megawati soal ”Tukang Bakso” dan “Minyak Goreng” menjadi “big questions”. Apakah canda itu mempunyai maksud terselubung? Sebab, di era beberapa dekade yang lalu, “Mie Bakso” itu identik dengan produk bukan asli Indonesia. Begitu juga monopoli minyak goreng yang saat ini mayoritas dikuasai orang-orang keturunan. Jika makna canda itu mengarah pada nasionalisme kaum Marhaen, maka kita dapat menganalisis jalan pikiran Megawati lebih jauh lagi. Karena, sejarah hanya pernah mencatat sekali saja, yakni ketika Sukarno berkuasa, hanya Sukarno-lah presiden yang mengutamakan kaum Pribumi dengan politik Benteng serta pembatasan wilayah dagang kaum keturunan. Statement Megawati membandingkan Indonesia dengan Sri Lanka adalah fenomena terakhir dari sikap dan pandangan Megawati terakhir yang penting untuk dicermati. Di Indonesia ini hanya ada dua partai idelogis, PDIP dan PKS. Mencari persekongkolan ideologis berikutnya hanya mungkin dilakukan Megawati kepada kaum oposisi. Jika di akhir masa usianya Megawati kembali kepada jejak perjuangan bapaknya, maka Persatuan Nasional dan Keadilan Sosial akan lebih mudah tercapai, sebuah perjuangan rakyat semesta. (*)

Revolusi Akan Muncul Pada Saatnya

Kekuatan revolusi adalah bukan hanya mahasiswa tetapi lebih dominan oleh kaum buruh, pekerja, tani sebagai sokoguru kekuatan pokok revolusi. Sebagai pihak yang paling menderita selama ini. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih KALAU negara sudah menjadi anarchis - semua harus dibabad dulu - ganti yang baru (Plato). Terhadap kekuasaan yang telah berubah menjadi tirani dan otoriter tidak boleh ada kompromi dan tidak boleh ada jalan tengah. Rakyat bisa dihancurkan, tapi tidak bisa dikalahkan (Ernest Hemingway). A Prince whose character is thus marked by every act which may define a Tyrant, is unfit to be the ruler of a free people. (Seorang Pangeran yang karakternya ditandai oleh setiap tindakan yang dapat mendefinisikan seorang Tiran, tidak layak untuk menjadi penguasa rakyat bebas). Sinyal di atas sudah mulai muncul di Indonesia, sebagai pemantik munculnya people power atau revolusi. Munculnya revolusi itu tidak bisa dipercepat atau diperlambat. Kemunculan revolusinya tidak bisa dilepaskan dengan tahap perkembangan masyarakat dan hubungannya dengan sifat, sikap, kelola dan kebijakan penguasa. Pada kematangan nanti bahwa penguasa sudah full sebagai lawan masyarakat (rakyat) akibat penguasa tirani yang sewenang wenang dengan rakyat, embrio revolusi akan mulai terbentuk secara alami. Kawan dan lawan mulai terpetakan, rakyat sudah memposisikan diri sebagai lawan penguasa karena sikap penguasa yang selalu otoriter, tidak lagi mau mendengarkan suara rakyat. Tanda-tanda munculnya revolusi sudah dekat. Revolusi rakyat pada hakekatnya bukan hanya kemauan rakyat tetapi juga kelompok elit penguasapun mulai pecah dan gelisah, ini termasuk angkatan bersenjata mulai risau pada saat yang tepat pasti akan menyatu dengan rakyat, sebagai pemilik kedaulatan negara yang sah. Ketika rakyat diperlulakan sebagai budak, dihisap, dikekang kebebasannya, dan begitu mudah rakyat ditangkap hanya karena kritik atau beda pendapat dengan penguasa. Pada saat yang bersamaan akan muncul aturan, penguasa melahirkan UU tentang resiko penghinaan kepada penguasa sebagai alat atau legitimasi menangkap dan memenjarakan siapapun yang dikehendaki oleh penguasa. Musyawarah dengan penguasa tertutup, maka saat itulah muncul pilihan  diam disiksa atau melawan keluar dari penindasan. Hidup atau mati akan menggema sebagai slogan perlawanan. Gelombang revolusi pasti berupa kekuatan rakyat akan menjebol penguasa tirani, maka resikonya huru-hara, dan sangat besar kemungkinan jatuhnya korban yang mati. Revolusi tidak akan lahir tanpa munculnya pimpinan atau tokoh besar sebagai magnet pergerakan, negarawan, berpandangan jauh ke depan, dan memiliki kemampuan memimpin Revolusi sampai tuntas. Kekuatan revolusi adalah bukan hanya mahasiswa tetapi lebih dominan oleh kaum buruh, pekerja, tani sebagai sokoguru kekuatan pokok revolusi. Sebagai pihak yang paling menderita selama ini. Jadi, selama civil society terus dilemahkan, masyarakat dibelah, organisasi rakyat dibeli, mahasiswa dan akademisi dibungkam, spirit demokrasi dikerdilkan dengan cara memanipulasi kesadaran dan membunuh keberanian rakyat, di saat itulah revolusi akan menemukan momentumnya. Terlihat gejala reformasi yang akan muncul di Indonesia adalah tuntutan negara kembali ke rel konstitusi UUD 1945 asli dan Pancasila, setelah sekian dekade UUD ‘45 asli diubah oleh proses amandemen yang ugal-ugalan atas pesanan kekuatan luar yang sangat besar. Prof. Kaelan UGM mengatakan bahwa “elite penguasa telah memurtadkan bangsa ini dari Pancasila”. Adalah hak rakyat untuk mengubah atau menghentikan pemerintahan tirani, dan mengganti dengan pemerintahan sesuai dengan cita-cita kemerdekaan. Karena, karakter pemimpin tirani tidak bisa diterima untuk memimpin bangsa yang merdeka. (*)