OPINI

Kedunguan Pemimpin Parpol

Rakyat juga sudah tahu, mereka itu hingga kini masih dikendalikan oligarki. Karena mereka sudah terikat perjanjian yang rakyat memang tidak pernah tahu apa isinya. Itulah kedunguan mereka. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih POLITIK identitas adalah sebuah alat politik suatu kelompok seperti etnis, suku, budaya, agama atau yang lainnya untuk tujuan tertentu, misalnya sebagai bentuk perlawanan atau sebagai alat untuk menunjukan jati diri suatu kelompok tersebut. Pemimpin parpol bergaya menjadi hero bertekad melawan politik identitas. Para pemimpin parpol mengatakan bahwa Pemilu 2014 dan 2019 dinilai telah berlangsung sukses tapi meninggalkan polarisasi yang sangat berbahaya di masyarakat. Faktanya memang bangsa ini terbelah. Tidak dijelaskan mengapa hal itu terjadi dan apa yang sudah dilakukan untuk mencegah polarisasi itu. Arah politik yang riil dimaksud oleh para pemimpin parpol itu adalah Islamphobia, artinya mereka ingin menghancurkan umat Islam. Ketika mereka sudah dalam kendali remot kekuatan dari luar mereka. Ketika para pemimpim parpol menuding politik identitas sebagai biang keladi polarisasi masyarakat. Ini artinya para elit parpol itu telah menjadi kura-kura dalam perahu: seolah tidak tahu mengapa, padahal itu ulah mereka sendiri. Tapi, kini mereka mencari kambing hitam dengan menyalahkan faktor lain selain parpol dan perilaku para elitnya. Permusuhan parpol terhadap politik identitas itu juga tidak mengherankan karena banyak elit politik memang miskin gagasan yang berpotensi menjadi diskursus baru di tengah kematian imajinasi politik saat ini yang semakin terkungkung oleh banyak jargon harga mati, ternyata otak mereka yang beku dan mati. Para elit parpol ini gagal atau pura gagal memahamin sebuah kompleks gagasan seperti kapitalisme, sosialisme, komunisme, dan Pancasila. Para founding fathers seperti Bung Karno, Bung Hatta, dan Agus Salim, sangat terinspirasi oleh Islam sebagaimana terbukti dalam rumusan Pembukaan UUD 1945. Bahkan para pendiri bangsa ini dari berbagai latar belakang suku dan agama juga telah pernah mensepakati Piagam Jakarta sebagai gentlemen agreement. Diduga keras bahwa sebagian elit parpol penguasa masih bermain-main untuk menutup-nutupi kudeta konstitusi yang telah terjadi sejak amandemen ugal- ugalan mengubah UUD 1945. Prof. Kaelan, guru besar Pancasila UGM bahkan tegas mengatakan bahwa kehidupan berbangsa dan bernegara sudah murtad dari Pancasila, telah mengubur Pancasila di bawah kaki mereka. Mutu berpikir dan menggagas banyak para pemimpin parpol saat ini sangat menyedihkan dibanding mutu pikiran dan gagasan para pendiri Republik. Saat menghadapi tantangan nasional, regional dan global yang terhubung tanpa batas. Justru pemimpin parpol hidup dalam tempurung hanya menjadi satelit atau budak oligarki. Wajah elit parpol seperti dungu dan terjebak mengumbar nafsu hanya mengejar uang recehan para taipan atau hidupnya terkurung dalam remote Oligarki. Mungkin mereka berpikir bahwa rakyat itu juga dungu, tidak tahu apa yang terjadi di belakang mereka. Padahal, akibat ulah mereka itulah rakyat jadi tahu apa yang terjadi selama ini. Mereka membentuk koalisi partai. Padahal, mereka itu berusaha membentuk koalisi hanya untuk melanggengkan kekuasaan oligarki juga. Karena rakyat juga sudah tahu, di balik koalisi itu ada oligarki yang membiayai mereka. Rakyat juga sudah tahu, mereka itu hingga kini masih dikendalikan oligarki. Karena mereka sudah terikat perjanjian yang rakyat memang tidak pernah tahu apa isinya. Itulah kedunguan mereka. Namun, sayangnya, mereka sendiri tidak pernah merasa dungu. Sadar atau tidak, akibat kedunguan mereka inilah, kemudian dimanfaatkan oleh oligarki untuk kepentingan oligarki sendiri. (*)

Bagi Partai Politik Anies Pilihan Strategis dan Ideologis

Oleh: Yusuf Blegur - Mantan Presidium GMNI  Mengapa negeri yang seharusnya gemah ripah loh jinawi ini, menjadi karut-marut dan begitu mengenaskan?. Mengapa pelaksanaan Pancasila, UUD 1945 dan NKRI terasa jauh dari ideal, bagaikan jauh api dari panggang?. Dari banyak faktor, disinyalir peran partai politik menjadi signifikan pada maraknya distorsi penyelengaraan negara selama ini. Partai politik dianggap memiliki kontribusi besar terhadap kerusakan sistemik yang bukan hanya menjauhkan rakyat dari cita-cita kehidupan adil makmur. Lebih dari itu keniscayaan partai politik juga cenderung  mendorong perjalanan  Indonesia menuju negara gagal. Atmosfir  kapitalisme memang telah menyebar ke seluruh penjuru dunia. Di Indonesia, iklim hijau nan asri yang meliputi kultur gotong-royong dan  religius itu tak mampu menghindari rakyatnya menghirup udara beraroma materialistik. Bahkan setelah proklamasi kemerdekaan, persada kaya di tengah bentangan khatulistiwa dunia itu kerapkali mengalami perseteruan ideologi yang memengaruhi motif, proses dan tujuan bernegara. Kedua  mainsteam ideologi internasional baik kapitalisme maupun komunisme, sama-sama begitu kuat mencengkeram pendulum kebangsaan negeri yang menjadi simbol surga dunia. Apa mau dikata, untuk tak dapat diraih malang tak dapat ditolak. NKRI yang dengan semangat Pancasila dan UUD 1945 memiliki kemuliaan bagi rakyatnya sendiri dan bagi kehidupan bangsa lainnya. Harus menjalani kenyataan pahit, kehidupan berbangsa dan bernegara hampir 77 tahun kerapkali menemui jalan buntu meraih kesejahteraan. Rakyatnya harus hidup menderita di tengah maraknya korupsi, pesatnya utang negara, angka kemiskinan yang terus melonjak, politik dan hukum yang menindas serta kematian demokrasi. Sungguh miris dan ironis, negeri yang kaya akan sumber daya alam dan keberagaman kulturnya, membuat kehidupan rakyatnya seperti dalam suasana kolonialisme dan imperialisme modern. Tak dapat dipungkiri dan tegas menyisakan rekam jejaknya beberapa dekade ini . Bahwasanya selain human eror, faktor sistem menjadi begitu dominan menyebabkan negara keluar trek dari cita-cita proklamasi kemerdekaan. Produk hukum dan politik menyembur deras menggerus kedaulatan rakyat dan prinsip-prinsip hajat hidup orang banyak yang mendasar. Bukan hanya menyasar demokrasi, regulasi yang kontradiktif dan distorsi kebijakan juga mulai mengusik hak asasi, pranata sosial dan budaya serta substansi kehidupan keagamaan. Kekuatan partai politik yang mampu menghegemoni aspek-aspek kepentingan publik mulai dari sektor hulu hingga hilir. Telah membuat partai politik menjadi entitas politik yang absolute mengatur orang dan sistem. Seperti  persenyawaan biologis parpol dan sistem tak ubahnya hubungan darah daging yang ak terpisahkan. Keduanya saling mengisi, saling memengaruhi dan saling memanfaatkan. Partai poltik dan yang mengelolanya baik kader maupun elit pengurus telah menjadi mata rantai yang tak terpisahkan bagi kekuasaan dan eksesnya terhadap penyelenggaraan kehidupan rakyat, negara dan bangsa. Termasuk melahirkan pemimpin nasional dan produk undang-undang dan kebijakan publik. Entah kebijakan untuk kebaikan atau keburukan, kebaikan bagi rakyat atau kebaikan bagi partai politik?. Sayangnya,  setelah melakukan refleksi dan evaluasi peran partai politik sejauh ini. Partai politik belum mampu menjalankan fungsi sebagai katalisator sekaligus regulasi  pelaksanaan demokrasi baik dalam prosesnya, pelaksanaan hingga capaian tujuannya. Partai politik masih sangat jauh dari kata ikut mewujudkan kedaulatan rakyat. Dalam aspek politik dan ekonomi saja, partai politik cenderung menjadi tirani, otoriterian dan cenderung bersifat diktator ketika mengejawantahkan   perpanjangan kekuasannya di jajaran legislatif, eksekutif dan yudikatif. Partai politik ikut menjelma sebagai organisasi kekuasaan yang kuat membentuk proses penyelenggaraan pemerintahan dan negara. Produk UU dan kebijakan strategis lainnya seperti yang dilahirkan DPR, lebih bermuatan libido kekuasaan  partai politik ketimbang menyuarakan aspirasi dan kepentingan rakyat. Partai politik menjadi penyumbang terbesar penyimpangan pelaksanaan tata kelola negara selama ini. Partai politik cenderung menjadi aktor dari fragmen pseudo demokrasi,  yang hanya sekedar memenuhi syahwat kekuasaan ekonomi, politik dan hukum bagi segelintir orang, kelompok dan para  oligarki. Korporasi, politisi dan birokrasi seperti telah menjadi sindikat atau mafia politik kekuasaan   yang dominan karena peran partai politik. Kelahiran Pemimpin dari Rahim Rakyat Bung Karno pernah menggelontorkan konsep Resopim, yaitu  penyelenggaraan pemerintahan dan negara yang berlandaskan revolusi, sosialisme Indonesia dan kepemimpinan nasional. Sebuah pemikiran dan gagasan mengenai idealisme yang membangun kepemimpinan dan sistem secara integral  komprehensif. Resopim oleh Bung Karno,  berupaya menegaskan bahwa  pemimpin dan sistem merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Untuk menjamin negara yang kuat yang mampu menggelorakan nasionalisme dan menopang kehidupan internasionalisme, dibutuhkan pemimpin dan sistem  yang kuat termasuk upaya menjalankan revolusi sebagai alat taktis dan strategis menggapai cita-cita kemerdekaan Indonesia. Sejarah mencatat, resopim Bung Karno mengalami kegagalan, selain karena faktor konstelasi politik internasional yang dipengaruhi perang dingin, juga dianggap tidak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945 dan NKRI. Pergolakan politik dalam negeri yang ikut ditentukan oleh  intervensi kepentingan asing, membuat negara nyaris mengalami kehancuran nasional. Lemahnya institusi negara termasuk partai politik dalam menegakkan demokrasi, mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa serta mengawal pelaksanaan Pancasila, UUD 1945 dan NKRI. Membuat rakyat, negara dan bangsa ini mengalami tragedi nasional, traumatik sekaligus menjadi noda hitam yang tak akan pernah bisa dilupakan dalam sejarah dan psikopolitik rakyat. Kecenderungan kegagalan rezim era reformasi hingga saat ini, berpotensi membawa rakyat, negara dan bangsa Indonesia mengulangi kesalahan yang sama pada masa orde lama dan orde baru. Bahkan boleh jadi lebih buruk dari yang pernah dilakukan oleh rezim orde lama dan orde baru. Pemerintahan pada rezim saat ini telah melampau batas dan memasuki fase kebablasan. Institusi negara dan aparaturnya, bertindak leluasa sebagai alat kekuasaan bukan sebagai alat negara. Sistem politik, ekonomi dan hukum  direkayasa hanya untuk segelintir orang dan oligarki, selebihnya untuk kepentingan bangsa asing. Sedikit sekali pejabat dan pemimpin yang berahlak, yang memiliki nasionalisme dan patriotisme. Penderitaan hidup rakyat dan berpotensi menjadi negara gagal yang selama ini berlangsung. Mendesak semua pihak dan seluruh anak bangsa mengambil tindakan tegas, cermat dan tepat untuk menyelamatkan rakyat, negara dan bangsa. Tidak serta merta dan harus seperti Resopim, setidaknya yang paling prioritas adalah menentukan pemimpin negara yang dianggap mampu membawa Indonesia keluar dari krisis dan membawa optimisme rakyat terhadap masa depan rakyat, negara dan bangsa jauh lebih baik. Terlebih  kebaikan pada masa depan  kehidupan anak-cucu bangsa Indonesia. Ya, Indonesia butuh pemimpin yang memiliki karakter dan integritas. Menjelang pemilu dan pilpres 2024, selain rakyat sendiri ada partai politik yang secara fundamental dan signifikan sangat menentukan arah perjalanan bangsa berikutnya. Dalam suasana kehidupan negara yang kapitalistik, sekuleristik dan liberalistik serta sarat degradasi keagamaan. Kesadaran dan revitalisasi peran partai politik saat ini menjadi krusial terutama kolerasinya dalam melahirkan pemimpin nasional,  termasuk UU pemilu sebagai trigernya. Rakyat berharap partai politik mampu bertindak obyektif dan rasional dalam memetakan, membahas dan mengambil solusi terhadap masalah dan kepentingan rakyat. Dalam hal ini, aspirasi dan kehendak rakyat dalam memilih pemimpin, sepatutnya menjadi perhatian dan  pertimbangan khusus bagi partai politik. Saat lembaga survei bermanuver, dominasi hasrat oligarki dan petualang politik dengan ambisi kekuasaannya mulai mengadang-gadang capres dalam hajatan pilpres 2024. Maka partai politik  dituntut untuk lebih bijaksana, mengutamakan kepentingan sempit dan sesaat atau yang semacam itu. Berpikir dan bertindak untuk individu, keluarga dan kelompoknya atau demi rakyat, negara dan bangsa. Apakah partai politik akan lebih arif mengambil langkah-langkah menyelamatkan  atau lebih memperburuk dengan menggali lubang kubur untuk rakyat, negara dan bangsanya sendiri. Sanggupkah partai politik mampu membebaskan diri dari belenggu anasir-anasir ideologi kapitalisme dan komunisme yang selama ini secara historis dan empiris  sangat  bertentangan dengan semangat Pancasila, UUD 1945 dan NKRI. Bersediakah partai politik mengedepankan  politik kebangsaan serta  mampu menepis politik trah, politik identitas dan hegemoni oligarki. Relakah partai politik melepaskan pola mengusung regenerasi  kepemimpinan yang identik sebagai warisan keluarga dan handai taulan serta irisan hutang budi politik di sekelilingnya. Ketika kegamangan, pergumulan dan konflik batin dalam tubuh elit partai politik itu, sejatinya negeri  ini tidak sulit menemukan pemimpin yang  benar-benar lahir dari rahim rakyat. Pemimpin yang berasal dari darah  daging rakyat, yang tumbuh-kembangnya menyusui rakyat dan terpanggil mengabdi pada rakyat sebagai  ibu pertiwinya. Pemimpin rakyat seperti itu  yang tidak ahistoris dan siap mengorbankan dirinya untuk nengemban amanat penderitaan rakyat. Pemimpin yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Bukan pemimpin dari oligarki, oleh oligarki dan untuk oligarki, bahkan  bukan juga untuk  bangsa asing. Anies Rasyid Baswedan atau yang biasa dipanggil Anies,  merupakan figur pemimpin yang berbeda dengan kebanyakan pemimpin yang lain. Anies memiliki warna dan kekhasan tersendiri dengan para pejabat dan pemimpin lainnya,  terutama yang namanya mulai terlibat dalam kontestasi capres di pilpres 2024. Anies terasa begitu menonjol di antara sesama kolega  sekaligus kompetitornya. Perbedaan paling mencolok pada Anies  adalah sisi ferformans dan behavior figurnya. Anies selain capres yang \"good looking\" juga dikenal rakyat sebagai pemimpin yang cerdas dan santun. Kuat menarik simpati dan empati luas publik, karena selama ini Anies sebagai pribadi yang mengutamakan ahlakul kharimah. Sesungguhnya selain itu semua,   partai politik dapat mempelajari rekam jejak kepimpinan Anies  mulai dari mendirikan Program Indonesia Mengajar, kemudian sebagai Rektor Universitas  Paramadina dan menteri pendidikan hingga menjabat  Gubernur DKI Jakarta. Terutama pada saat menjadi orang nomor satu di Jakarta, semua eksplorasi tentang Anies sebagai seorang pemimpin itu dapat terlihat jelas, rigid dan utuh. Tentang kebaikan dan kelemahannya, tentang keberhasilan dan kegagalannya serta tentang semua prestasi dan tantangannya. Terlepas sisi-sisi kemanusiaan yang ada dalam dirinya, semua orang sah-sah saja menilai seorang Anies dengan pandangan obyektif maupun subyektif masing-masing. Anies Figur Solusi Masalah Bangsa Kenapa harus Anies?. Mengapa Anies menjadi figur pemimpin yang relatif lebih baik dari yang lainnya?. Mengapa Anies mampu menghimpun simpati, empati dan apresiasi yang begitu luas dari rakyat tanpa rekayasa dan pencitraan yang berlebih-lebihan bahkan manipulatif. Mengapa pula begitu besarnya rakyat menginginkan Anies sebagai presiden pada pilpres 2024?. Mungkin tidak terlalu sulit menjelaskannya, mungkin juga begitu mudah dan sederhana memahaminya. Jika saja semua entitas sosial politik termasuk di dalamnya partai politik mau jujur dan terbuka, maka figur Anies dengan segala kiprahnya  akan lebih terasa seperti mewakili kepentingan strategis dan ideologis bagi semuanya. Dengan sedikit saja akal sehat, logis dan persfektif politik yang visioner, sepatutnya partai politik dapat menempatkan Anies sebagai pemimpin yang mampu menjadi idol, representasi dan kepentingan partai politik secara ideologis maupun rasional pragmatis. Berikut ini beberapa faktor potensi dan keunggulan figur Anies, yang dapat menjadi penilaian partai politik dalam mengusung Anies sebagai capresnya. 1. Anies terbukti dan tercatat dalam rekam jejaknya sebagai figur pemimpin yang bersih, bermartabat dan berwibawa. Tak ada sedikitpun ruang, celah atau catatan yang menempatkan Anies sebagai figur bermasalah, terlibat korupsi dan pelbagai catatan kejahatan lainnya. 2. Anies pemimpin yang telah mengukir dan menorehkan banyak keberhasilan, prestasi dan penghargaan baik dalam skala  nasional maupun internasional. Anies boleh jadi pemimpin sekaligus pejabat yang fokus pada kinerja dan capaian tujuan yang maksimal, tanpa kehilangan konsentrasi karena faktor-faktor luar yang tak penting dan tak relevan. 3. Anies telah membuktiksn dirinya sebagai pemimpin yang nasionalis religius dan religius nasionalis. Sebagai pemimpin Jakarta, Anies berhasil membangun suasana Jakarta yang modern, humanis  dan ramah terhadap keberagaman.  Kebhinnekaan dan  Kemajemukan sebagai salah satu kultur nasional tetap terjaga dan terpelihara dalam pembangunan kota Jakarta. Anies berhasil menjadi pemimpin yang melayani semua anak bangsa tanpa membeda-bedakan suku, ras, agama dan antar golongan. Dari karakter kepemimpinan seperti itu, selayaknya Anies disebut pemimpin yang sarat qua intelektual dan qua ideoligis. Menghormati dan menghargai  sejarah serta nilai-nilai perbedaan yang terkandung di dalamnya. 4. Anies mampu menunjukan cara berpikir, sikap mental dan kepribadian yang unggul. Anies menjadi sedikit pemimpin berlatar  keluarga dan dunia pendidikan  yang mampu menampilkan jati diri melalui gagasan, perencanaan dan kebiasaan-kebiasaan berkarya serta memberi sebesar-besarnya dan  seluas-luasnya kemaslahatan pada khalayak khususnya dan rakyat Indonesia pada umumnya. Park Echo Tebet, JIS dan Formula E menjadi beberapa dari sekian banyak pembuktian prestasi yang menasional dan global. 5. Anies figur pemimpin yang mampu memberi keteladanan mulai dari cara berpikir, berkata dan bertindak, meskipun dalam situasi dan kondisi sulit sekalipun. Sedikit pemimpin yang mampu bekerja dalam tekanan, sikap permusuhan dan kebencian. Anies teruji dapat mengendalikan dirinya, tidak reaksioner, mengelola emosinya dan tetap teguh memancarkan sikap santun dan bersahaja. Tetap tak membalas menyakiti dan selalu memberi senyum  terhadap fitnah keji buzzer dan  hatersnya. Demikian beberapa framing eksistensi atau semacam porto folio sosial politik figur Anies, yang memang relevan dan dibutuhkan partai politik  untuk jangka pendek dan jangka panjang. Bahwasanya para elit partai politik juga tengah gamang berada di antara kesadaran ideal spiritual dan rasional materil. Antara mendahulukan kebutuhan pragmatis kekuasaan dan ekonomi atau kepentingan ideologi yang menjadi tujuan partai politik. Ingin menjadi partai politik penguasa semata,  atau lebih dari itu mampu mewujudkan cita-cita proklamasi kemerdekaan Indonesia sebagaimana yang dilakukan para pendiri bangsa dan praktisi politik sesudahnya. Akan tetapi bukan tidak mungkin, Anies bisa saja menjadi figur pemimpin yang punya kapasitas membawa solusi bagi masalah rakyat, negara dan bangsa. Begitupun bagi partai politik, Anies dapat mewakili kepentingan ideologis partai politik sekaligus meraih arus besar dukungan rakyat buat partai politik,  menjadi seiring sejalan bagi manfaat pragmatis partai politik itu sendiri. Ada simbiosis mutualis antara partai politik dan Anies. Dengan mengusung Anies, setidaknya partai politik dapat menjangkau kepentingan strategis dan tujuan ideologis. Wallahu a\'lam bishawab. Munjul-Cibubur, 8 Juli 2022.

Menyembelih Perilaku Hewani

Oleh M.  Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan HARI raya Iedul Adha sering disebut juga dengan Hari Raya Qurban atau Lebaran Haji. Yang terakhir ini merujuk pada kegiatan jama\'ah haji yang pada tanggal 10 Dzulhijjah melaksanakan Jumrah Aqabah lalu bertahalul dan merayakan kebahagian dengan menyembelih hewan qurban. Tanda bersyukur kehadirat Ilahi Rabbi atas kenikmatan yang telah dianugerahkan.  Ayat Qur\'an  yang sering dijadikan sandaran adalah QS Al Kautsar, yang berisi empat hal penting yaitu : Pertama, Allah SWT mencurahkan banyak kenikmatan kepada hamba-hamba-Nya. Nikmat beragama, berkeluarga, sehat, memiliki kekayaan, amanah jabatan atau lainnya  \"inna a\'thoinaakal kautsar\". Jika kita rinci dan menghitung nikmat Allah SWT tentu tidak akan mampu untuk menghitungnya.  Kedua, kenikmatan yang banyak itu patut disyukuri dengan menjalankan perintah-Nya. Diantaranya shalat. Melaksanakan shalat jangan hanya dianggap sebagai kewajiban tetapi juga tanda syukur \"fasholli lirobbika\". Tentu shalat yang  tulus dan semata berharap pahala dari Allah SWT. Shalat yang berdaya guna dalam mendobrak dan mengubah kemungkaran.  Ketiga, ber-qurban dengan menyembelih hewan karena Allah \"wanhar\". Bukan persembahan pada selain Allah. Daging yang dimanfaatkan untuk umat yang membutuhkan dan sekaligus sebagai syi\'ar. Implikasinya adalah kesediaan untuk berkorban jiwa, waktu, harta, tenaga, atau lainnya di jalan Allah.  Keempat, perbuatan baik selalu ada tantangan, gangguan, dan hambatan. Perbuatan baik dijalan-Nya pasti akan mendapat pertolongan dan perlindungan dari Allah. Pembenci, musuh, dan pengganggu agama akan dikalahkan dan dihancurkan \"inna syaani-aka huwal abtar\". Pembenci, musuh, dan pengganggu agama adalah kaum Islamophobia. Ketakutan berlebihan kepada Islam. Cirinya menuduh radikal, intoleran atau anti kebhinekaan. Menyerang dengan cara menista atau menodai Nabi dan syari\'at-Nya. Juga mencanangkan program liberalisasi, sekularisasi atau moderasi beragama.  Iedul Adha adalah hari raya umat Islam. Karenanya umat Islam disunahkan untuk keluar menuju lapang untuk melaksanakan shalat Ied. Termasuk wanita yang sedang haid walaupun ia tidak perlu shalat. Syiar dalam membagi daging hewan kurban kepada siapapun baik tetangga, orang kaya, atau umat beragama lain.  Ritual kolosal umat ini adalah canangan tekad untuk membela dan mengembangkan agama.  Iedul Adha merupakan pengingat kita untuk menyembelih perilaku hewani agar bersih dan kembali menjadi insan yang mulia. Darah yang ditumpahkan menjadi simbol keberanian mukmin untuk selalu membela kebenaran dan gigih dalam melawan kezaliman. Daging yang dibagikan turut menggembirakan lingkungan.  Iedul Adha mendidik watak filantropis atau altruis. Mendahulukan kepentingan orang lain yang lebih membutuhkan. Seluruhnya dalam rangka ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.  Merebut derajat ketakwaan agar selamat  di perjalanan dan bahagia sampai tujuan.  Selamat Iedul  Adha 10 Dzulhijjah 1443 Hijriyah.  Bandung, 9 Juli 2022

Mahkamah Konstitusi Dalam Kendali Oligarki

Atas putusan yang dibacakan Ketua MK Anwar Usman, Kamis (7/7/2022) pukul 11.09 WIB tersebut, LaNyalla menyatakan, hal itu adalah kemenangan sementara Oligarki Politik dan Oligarki Ekonomi yang telah menyandera dan mengatur negara ini. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih KETUA Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Bambang Soesatyo sudah memastikan bahwa lembaganya tidak akan melakukan amendemen Undang-Undang Dasar 1945 untuk menghidupkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dalam periode ini. Keputusan tersebut sesuai dengan hasil rapat pleno Badan Pengkajian MPR yang digelar di Hotel Aryaduta Karawaci, Tangerang, Rabu, 13 April 2022. Keputusan tersebut otomatis menutup spekulasi soal perpanjangan masa jabatan presiden dan atau masa tiga periode sudah tertutup. Pilihan politik Oligarki untuk menjaga, agar penguasa tetap dalam kendali cengkeramannya, MK harus kuat menahan tuntutan judicial review (JR) 0%. Jadi, berarapun pengajuan yang masuk harus terus ditolak. Wajar MK beralih fungsi sebagai penjaga Oligarki. Di halaman 74, dari putusan MK yang dibacakan Ketua MK Anwar Usman, Kamis (7/7/2022) sebanyak 77 halaman itu, tertulis salah satu pertimbangan majelis hakim terkait materi gugatan. Dikatakan: “Mahkamah menilai, argumentasi Pemohon II didasarkan pada anggapan munculnya berbagai ekses negatif (seperti oligarki dan polarisasi masyarakat) akibat berlakunya ketentuan Pasal 222 UU 7/2017. Terhadap hal tersebut, menurut Mahkamah, argumentasi Pemohon II yang demikian adalah tidak beralasan menurut hukum, karena tidak terdapat jaminan bahwa dengan dihapuskannya syarat ambang batas pencalonan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik maka berbagai ekses sebagaimana didalilkan oleh Pemohon II tidak akan terjadi lagi.” Dengan munculnya kalimat “(seperti oligarki dan polarisasi masyarakat)”, menjadi petunjuk yang jelas di dalam hakim MK ada momok kekuatan oligarki, tetapi tiada kuasa untuk menahan dan menolak perintahnya baik langsung atau tidak langsung. Pembiaran ada campur tangan oligarki dalam proses pengadilan di MK, sama saja MK dalam kendali dan cengkeraman oligarki. Kondisi seperti ini tidak boleh dibiarkannya dan yang bisa melawan keadaan seperti hanya kekuatan rakyat. Mahkamah Konstitusi (MK) tidak menerima gugatan DPD RI terkait Pasal 222 Undang-Undang Pemilu tentang ambang batas pencalonan atau presidential threshold (PT). Ironisnya dalam perkara Nomor 52/PUU-XX/2022. MK justru menilai DPD RI tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) dalam perkara tersebut. Dalam perkara yang sama, MK menerima kedudukan hukum Partai Bulan Bintang (PBB), namun dalam amar putusannya, MK menolak permohonan PBB untuk seluruhnya. Karena MK tetap pada pendapatnya bahwa Pasal 222 UU Pemilu Konstitusional dan mengenai angka ambang batas yang ditetapkan, merupakan open legal policy (kewenangan pembuat Undang-Undang). Atas putusan yang dibacakan Ketua MK Anwar Usman, Kamis (7/7/2022) pukul 11.09 WIB tersebut, LaNyalla menyatakan, hal itu adalah kemenangan sementara Oligarki Politik dan Oligarki Ekonomi yang telah menyandera dan mengatur negara ini. “Mengapa saya katakan kemenangan sementara? Karena saya akan memimpin gerakan mengembalikan kedaulatan negara ini ke tangan rakyat lagi, sebagai pemilik sah negara ini. Tidak boleh kita biarkan negara ini dikuasai oleh Oligarki,” tegas LaNyalla di Makkah, Saudi Arabia, Kamis (7/7/2022). Ditambahkan LaNyalla, kedaulatan rakyat sudah final dalam sistem yang dibentuk oleh para pendiri bangsa. Tinggal kita sempurnakan. Tetapi kita bongkar total dan porak-porandakan dengan Amandemen yang ugal-ugalan pada tahun 1999-2002 silam. “Kalau tidak, kita menjadi bangsa yang durhaka kepada para pendiri bangsa. Akibatnya tujuan negara ini bukan lagi memajukan kesejahteraan umum, tetapi memajukan kesejahteraan segelintir orang yang menjadi Oligarki Ekonomi dan Oligarki Politik,” tukasnya. Terkait pertimbangan hukum majelis hakim MK, LaNyalla mengaku heran ketika mejelis hakim MK yang menyatakan, Pasal 222 UU Pemilu disebut konstitusional. Padahal nyata-nyata tidak ada ambang batas pencalonan di Pasal 6A Konstitusi. “Dan yang paling inti adalah majelis Hakim MK tidak melihat dan menyerap perkembangan kebutuhan masyarakat. Padahal hukum ada untuk manusia. Bukan manusia untuk hukum. Hukum bukan skema final. Perkembangan kebutuhan masyarakat harus jadi faktor pengubah hukum. Itu inti dari keadilan,” tandas LaNyalla. Seperti diberitakan sebelumnya, saat menghadiri acara 25 tahun Mega-Bintang di Solo, Jawa Tengah, 5 Juni 2022 yang lalu, LaNyalla menyatakan MK layak dibubarkan jika membiarkan Oligarki Ekonomi menguasai negara melalui celah Presidential Threshold. “Karena Pasal 222 adalah pasal penyumbang terbesar ketidakadilan dan kemiskinan struktural di Indonesia. Melalui pasal ini Oligarki Ekonomi mengatur permainan untuk menentukan pimpinan nasional bangsa ini, sekaligus menyandera melalui kebijakan yang harus berpihak kepada mereka,” ujar Senator asal Jawa Timur itu. LaNyalla menjelaskan, Pasal 222 yang menyumbang besarnya biaya koalisi partai politik dan biaya pilpres, menjadi pintu bagi Oligarki Ekonomi untuk membiayai semua proses itu. Karena itulah, DPD RI menyalurkan aspirasi masyarakat melalui gugatan ke MK. (*)

Halaman 74 Putusan MK

Nah… artinya oligarki itu ada dan nyata. Tetapi menurut MK, tidak ada jaminan mereka akan hilang dengan dihapusnya Pasal 222 itu. Oleh: AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, Ketua Dewan Perwakilan Daerah RI SAMBIL menunggu persiapan wukuf di Arafah, saya membaca kiriman file PDF Putusan MK Nomor 52/PUU-XX/2022. Yaitu putusan terkait judicial review atas Pasal 222 UU Pemilu yang diajukan DPD RI dan Partai Bulan Bintang (PBB). Ada yang menarik jika kita cermat membaca kalimat demi kalimat dalam putusan tersebut. Di halaman 74, dari putusan sebanyak 77 halaman itu, tertulis salah satu pertimbangan majelis hakim terkait materi gugatan. Dikatakan begini, saya copy paste sesuai aslinya. “Mahkamah menilai, argumentasi Pemohon II didasarkan pada anggapan munculnya berbagai ekses negatif (seperti oligarki dan polarisasi masyarakat) akibat berlakunya ketentuan Pasal 222 UU 7/2017. Terhadap hal tersebut, menurut Mahkamah, argumentasi Pemohon II yang demikian adalah tidak beralasan menurut hukum, karena tidak terdapat jaminan bahwa dengan dihapuskannya syarat ambang batas pencalonan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik maka berbagai ekses sebagaimana didalilkan oleh Pemohon II tidak akan terjadi lagi.” Nah… artinya oligarki itu ada dan nyata. Tetapi menurut MK, tidak ada jaminan mereka akan hilang dengan dihapusnya Pasal 222 itu. Jadi, artinya dibiarkan saja seperti ini; oligarki tetap ada dan polarisasi yang merugikan masyarakat tetap ada. Jadi upaya kita dan puluhan elemen masyarakat lain yang telah mengajukan judicial review atas Pasal 222 dengan semangat untuk meminimalisir kerugian rakyat yang timbul akibat Pasal tersebut, yang ditolak oleh MK, karena bagi MK tidak ada jaminan dengan dihapusnya Pasal 222 itu, lantas kerugian yang dialami rakyat – akibat adanya Oligarki dan Polarisasi – akan hilang. Dengan kata lain, apakah bisa dibuat dalam kalimat; “biar saja kerugian itu terus dirasakan rakyat.” Inilah yang disebut oleh banyak tokoh, termasuk Yusril Ihza Mahendra dalam tulisan terbarunya, bahwa MK bukan lagi menjadi the guardian of the constitution dan penjaga tegaknya demokrasi, tetapi telah berubah menjadi the guardian of oligarchy. Saya hanya mengingatkan kita semua. Terbentuknya negara ini memiliki tujuan. Dan tujuan itu dituangkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar negara kita. Dimana salah satunya adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Mencerdaskan kehidupan bangsa dan seterusnya. Hingga pada ujungnya adalah terciptanya tujuan hakiki dari lahirnya negara ini, yaitu untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut, dibuatlah Konstitusi dan Undang-Undang sebagai petunjuk dan pengikat bagi aparatur negara. Sekaligus sebagai pengikat semua elemen bangsa. Undang-undang dibuat oleh pembentuk: DPR dan Pemerintah. Nah, persoalannya, kita sebut apakah apabila ada Undang-Undang yang dibentuk, dan nyata-nyata menguntungkan kelompok tertentu dan merugikan masyarakat banyak, serta melenceng dari tujuan lahirnya negara ini? Inilah kejahatan kepada rakyat yang sesungguhnya. Inilah kejahatan kepada pemilik kedaulatan yang sah di negara ini. Inilah kejahatan yang dibiarkan tetap ada, karena dianggap upaya untuk me-review UU tersebut bukan jaminan kejahatan yang merugikan rakyat itu hilang. Waraskah kita sebagai bangsa? Mina, 8 Juli 2022. (*)

MK Mahkamah Pengawal Oligarki

Oleh M.  Rizal Fadillah Pemerhati Politik dan Kebangsaan  Mahkamah Konstitusi jumawa dan sukses menggagalkan upaya untuk mengubah Presidential Threshold 20 %. Belasan gugatan dikalahkan dengan narasi berbeda tetapi substansi sama yaitu pihak tidak kompeten atau tidak memiliki legal standing. Menurut MK yang berhak menggugat  hanya partai politik atau gabungan partai politik.  Dugaan MK tidak independen dan menjadi pelayan kekuasaan telah terbaca sejak MK berhasil memenangkan Jokowi dalam gugatan Pilpres 2019. Kemudian MK putuskan UU Covid 19 UU No 2 tahun 2020 untuk diberi kesempatan 2 tahun. Begitu juga dengan UU Cipta Kerja yang sudah jelas bertentangan dengan Konstitusi ternyata masih diberi waktu hingga 2 tahun juga. MK menjadi Majelis Kompromistis.  Semua gugatan Presidential Threshold dibabat habis. Meskipun demikian gugatan terhadap Pasal 222 UU No 7 tahun 2017 terus berlanjut. Setelah terakhir gugatan DPD RI tidak diterima dengan alasan tidak memiliki legal standing, maka berikut adalah kegagalan dari PBB. Padahal Ketum PBB Yusril Ihza Mahendra dikenal sebagai ahli hukum tatanegara yang biasa memenangkan perkara.  Kini masuk gugatan lagi dari partai politik PKS. Ketika masuk pada substansi persoalan ketidakadilan PT 20 % yang banyak pihak dirugikan hak konstitusionalnya serta hanya menguntungkan segelintir kelompok politik, maka MK betul-betul diuji akan obyektivitas pemeriksaannya.  Rakyat melakukan penilaian apakah MK memang sebuah lembaga Peradilan atau lembaga politik. Jika MK tidak lain adalah lembaga politik yang berbaju hukum maka perlu evaluasi tentang keberadaannya. MK patut didesak untuk segera dibubarkan.  Jika saja gugatan PKS diterima dan dikabulkan baik seutuhnya atau sebagian, maka MK tidak lagi klise memutuskan. Bisa tiga kemungkinan, yaitu : Pertama, mengabulkan gugatan PT menjadi 0 % ini artinya MK kalah atau mengalah. Menyadari perasaan keadilan masyarakat yang sulit untuk dibendung. Apalagi Ketua MK kini mesti diganti berdasarkan Putusan MK pula.  Kedua, seperti biasa MK yang ambigu dan tidak bisa lepas dari kendali kekuasaan oligarki, maka keterpaksaan menerima PT 0 % akan diikuti dengan syarat ditunda keberlakuan PT 0 % tersebut  untuk Pemilu 2029. Alasannya adalah waktu Pilpres 2024 yang sebentar lagi.  Ketiga, bisa terjadi pengurangan dari PT 20 % menjadi 10 % atau lebih kecil. Ini bila ada itikad baik untuk \"win win solution\" sebagai bentuk kepedulian pada  kuatnya aspirasi yang menggugat PT 20 %. Bila putusan ini yang diambil, maka akan terjadi perubahan pada konfigurasi dari koalisi partai politik saat ini.  Gagalnya PBB membuat Yusril berang, ia menyebut penolakan MK atas gugatan PT 20 % sebagai tragedi demokrasi, menurutnya MK bukan pengawal dari konstitusi tetapi \"the guardian of oligarchy\". Jadi teringat dulu saat Yusril berada di belakang MK saat memenangkan Jokowi. Ini kan rezim nya Jokowi yang oligarki itu, pak. Syukurlah kalau kini pak Yusril sudah sadar dan tobat.  Kita rindu ucapan Pak Yusril \"Presiden itu..orangnya goblok, tetapi segoblok-gobloknya dia, dia itu Presiden\". Setuju pernyataan Yusril Ihza bahwa MK itu bukan pengawal konstitusi tetapi \"the guardian of oligarchy\" pengawal oligarki.  Dan oligarki itu tidak lain adalah rezimnya Jokowi.  Hebat juga ungkapan Ketua DPD LaNyalla Mattalitti dari Mekkah. \"Itu karena saya bakal memimpin sebuah gerakan untuk mengembalikan kedaulatan rakyat atas negara ini. Karena negeri ini harus kembali di tangan rakyat sebagai pemilik negara yang sah. Dan kita tidak boleh dibiarkan oligarki menguasai negeri\". Lawan oligarki.. Merdeka! Bandung, 8 Juli 2022

Aura Perjuangan Mattalitti

Tanpa ada perlawanan dari rakyat sebagai pemilik kedaulatan pada tahun 2034 Indonesia benar-benar akan tamat sebagaimana digambarkan dalam novel technothiller karya PW Singer berjudul “Ghost Fleet”. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih PROFESOR Dr. Yusril Ihza Mahendra, SH, MSc adalah seorang advokat, akademisi di bidang hukum tata negara, mengatakan, dengan ditolaknya permohonan PBB dan para anggota DPD ini, serta juga permohonan yang lain yang akan diajukan, maka demokrasi kita kini semakin terancam dengan munculnya oligarki kekuasaan. “MK bukan lagi sebagai “the guardian of the constitution” dan penjaga tegaknya demokrasi, tetapi telah berubah menjadi “the guardian of oligarchy. Ini adalah sebuah tragedi dalam sejarah konstitusi dan perjalanan politik bangsa kita,” katanya. Pada waktu yang bersamaan AA LaNyalla Mahmud Mattalitti (Ketua DPD RI) mengatakan, atas putusan yang dibacakan Ketua MK Anwar Usman, Kamis (7/7/2022) pukul 11.09 WIB tersebut, hal itu adalah kemenangan sementara Oligarki Politik dan Oligarki Ekonomi yang menyandera dan mengatur negara ini. “Mengapa saya katakan kemenangan sementara? Karena saya akan memimpin gerakan mengembalikan kedaulatan negara ini ke tangan rakyat, sebagai pemilik sah negara ini,” tegas LaNyalla. Di balik kegaduhan MK yang sudah bisa ditebak itu berapapun mengajukan  Pasal 222 UU Pemilu pasti akan ditolak MK. Di balik itu semua sedang dan terus akan terjadi keadaaan yang mengerikan. MK hanya salah satu pintu Oligarki akan mencengkeram negara ini. Di balik itulah semua ada rencana besar pada periode 2019-2024 telah terjadi migrasi besar-besaran rakyat China ke Indonesia, minimal 25-50 juta, bahkan diprediksi untuk waktu mendatang bisa sampai 100 juta. Pada Pilpres 2024, boneka mereka kembali di-setting agar kembali berkuasa untuk periode keduanya (seperti Joko Widodo). Selama pemerintahan boneka periode kedua ini jumlah manusia China di Indonesia diprediksi bisa mencapai 200 juta lebih. Melalui pilpres 2024 akan dimunculkan boneka baru guna melanjutkan semua “grand strategy China” untuk menguasa Indonesia manjadi bagian dari RRC Raya. Semua dalam kendali para Kapitalis Oligargi, itu mudah karena semua kebijakan mereka yang mengatur. Bila sampai tahapan Pilpres tahun 2034 mereka sudah memiliki setting jangka panjang berkat UU yang sudah diamandemen (presiden tidak harus orang asli pribumi), maka tampillah capres yang full secara fisik dan mental (jiwa raga) adalah ras China. MK adalah hanya salah satu instrumen yang penting untuk memuluskan semua operasi taktis oligarki, jadi benar yang dikatakan Prof. Yusril Ihza Mahendra bahwa MK telah menjadi “the guardian of oligarchy”. Dalam kurun sampai 2034 itu, dirancang seluruh aspek kehidupan dalam Ekopolsosbudhankam akan dikendalikan oleh RRC. Secara spesifik, ideologi Pancasila akan dihapus, komunisme dikembangkan, umat Islam (target utama) akan ditindas habis-habisan. Indonesia akan menjadi Uighur/Xinjiang (Turkistan Timur) yang dijajah total. Semua simbol dan ritual yang berbau Islam akan ditindas dan dihabisi. Pada saat yang sama akan dibangun kamp-kamp indoktrinasi bagi anak-anak untuk dididik menjadi komunis sejati. Tanpa ada perlawanan dari rakyat sebagai pemilik kedaulatan pada tahun 2034 Indonesia benar-benar akan tamat sebagaimana digambarkan dalam novel technothiller karya PW Singer berjudul “Ghost Fleet”. Saat inilah rakyat harus berjuang kembali memperjuangkan kedaulatan dan melepaskan diri dari belenggu penjajahan gaya baru yang lebih dahsyat. Ingat, cengkeraman mereka sudah cukup kuat dengan jebakan hutang infrastruktur yang gila-gilaan. Ternyata mereka secara fisik  sudah berada di sini, pada saatnya jumlah mereka akan lebih banyak melebihi jumlah TNI maupun Polri, yang terakhir ini bahkan sekarang sudah menjadi bagian dari proyek penjajahan China, pengkhianat sejati yang gak mikir soal kedaulatan negara dalam bahaya. Aura dari tekad dan semangat Bung LaNyala Mattalitti dan kawan kawan, adalah sangat serius dan harus mendapatkan apresiasi untuk melangkah berjuang bersama mempertahankan kedaulatan negara dan mengembalikan bahwa kedaulatan negara harus dikembalikan ke tangan rakyat. Perjuangan ini bukan main-main dalam perjuangan mempertahankan kedaulatan negara. Gagal dalam perjuangan saat ini keadaan akan menjadi sangat mengerikan, negara akan hancur dan lenyap dari peta dunia dan kembali akan menjadi negara jajahan yang tidak akan bisa bangkit kembali. (*)

Beridul Adha pada Masa Pancaroba

Kurban adalah simbol kasih sayang, kesetiakawanan, dan kepedulian terhadap nasib sesama. Dengan Idul Adha Allah swt menginspirasi untuk saling menyapa, berbagi, dan silaturahmi. Oleh: Muhammad Chirzin, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta KAUM Muslimin merayakan Idul Adha kali ini dalam suasana semi-pasca Corona. Indonesia dalam masa pancaroba. Pancaroba, arti harfiahnya peralihan musim. Indonesia mengenal dua muslim saja: kemarau dan hujan. Di Eropa, Amerika dan belahan bumi yang lain mengenal empat musim: semi, panas, gugur, dan dingin. Tapi di sini ada musim buah rambutan, mangga, durian, antri BLT, antri BBM, antri minyak goreng, dll. Indonesia tidak sedang baik-baik saja. Dari segi keuangan, Indonesia sudah menanggung utang demikian banyaknya. Dari segi ekonomi dan perdagangan, harga kebutuhan pokok rakyat terus merangkak naik, termasuk bahan bakar, telor ayam ras, dan cabe. Dari segi keamanan, juga mengkhawatirkan, baik karena ancaman laten dari luar maupun dari dalam. Walaupun Pilpres masih dua tahun lagi, yakni 2024, tapi musim kampanye tampaknya telah tiba mendahului jadwalnya. Hal ini membikin pihak-pihak tertentu mengalami panas-dingin. Semoga bangsa Indonesia tetap aman dan damai untuk selamanya. Amin. Dalam konteks pandemi Corona sekarang ini, kita harus menjaga kesehatan dan kebersihan dengan saksama: mencuci tangan pakai sabun, menggunakan masker, menjaga jarak aman, menghindari kerumunan, dan menghindari mobilisasi yang tidak berarti. Pandemi Corona memaksa sebagian besar dari kita untuk bekerja dari rumah, putra-putri kita juga belajar jarak jauh dengan segala suka dukanya. Pandemi memaksa Lembaga Pendidikan mengubah strategi pembelajaran, baik di tingkat Dasar, Menengah, maupun Tinggi. Pembelajaran online merupakan pengalaman baru bagi peserta didik maupun para pendidik. Masing-masing memerlukan penyesuaian tersendiri. Guru menyiapkan bahan ajar dan metode pembelajaran sesuai dengan situasi dan kondisi. Orang tua memfasilitasi sarana belajar anak, terutama alat komunikasi, baik komputer maupun HP. Sarana pembelajaran secara online rawan disalahgunakan untuk kegiatan di luar belajar. Oleh karena itu anak perlu pendamping, dan orang tua niscaya menjalin komunikasi dengan guru atau sekolah dan sebaliknya. Catur pusat Pendidikan Islam adalah rumah, sekolah, masyarakat, dan masjid. Rumah adalah tempat belajar anak-anak pertama kali, bahkan sebelum ia lahir ke dunia. Apa saja yang dilakukan dan apa saja yang dikonsumsi bapak-ibunya berpengaruh terhadap pertumbuhan jasmani dan rohani janin dalam kandungan. Orang tua menjadi role model bagi putra-putri sepanjang hayatnya. Begitu pula para guru, tokoh masyarakat, dan para ustadz yang bertanggung jawab. Bagai petani, guru mencurahkan perhatian pada benih yang telah ia tebar; memupuk, menyirami dan menyianginya. “Awalnya aku hanyalah butiran-butiran kemungkinan. Gurukulah yang membuka dan mengembangkan kemungkinan itu.” (Helen Keller) Nabi Muhammad Saw berpesan, “Didiklah anak-anakmu dengan sebaik-baiknya, karena mereka adalah amanat Tuhan kepadamu.” Umar bin Khathab berkata, “Didiklah anak-anakmu dengan saksama, karena mereka akan hidup di zaman bukan zamanmu.” Orang tua berkewajiban mengenalkan anak kepada Tuhannya, membantu anak menemukan rencana Tuhan untuk dirinya, serta mengarahkan, tetapi tidak memaksanya.  Kurban adalah sebentuk ketaatan kepada Allah swt berupa penyembelihan sapi dan/atau kambing pada 10 Dzulhijjah, dan hari-hari tasyrik dengan mengharap ridha Allah swt semata. Kurban adalah simbol kasih sayang, kesetiakawanan, dan kepedulian terhadap nasib sesama. Dengan Idul Adha Allah swt menginspirasi untuk saling menyapa, berbagi, dan silaturahmi. Allah swt berfirman dalam Al-Quran: Sungguh, telah Kami berikan kepadamu sumber yang melimpah. Maka, shalatlah untuk Tuhanmu dan berkurbanlah. Sungguh, orang yang membenci engkau,- dialah yang putus dari harapan masa depan. (QS Al-Kautsar/108:1-3). Al-Alkautsar artinya karunia yang tak terbatas; rahmat dan segala kebaikan, kearifan, dan wawasan yang diberikan kepada semua insan. Pengalaman kurban pertama kali di muka bumi adalah ujian terhadap kedua putra Nabi Adam as. Yang satu berkurban secara ogah-ogahan, dan yang seorang berkurban dengan penuh ketakwaan. Allah swt menerima kurban yang kedua. Praktik kurban umat Islam adalah warisan Nabi Ibrahim as. Allah swt berfirman, Maka tatkala anak itu sampai pada umur sanggup berusaha bersama Ibrahim, Ibrahim berkata: \"Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!\" Ia menjawab: \"Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang yang sabar\". Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya, nyatalah kesabaran keduanya. Kami panggillah dia: \"Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.  Sungguh ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu pujian yang baik di kalangan orang-orang yang datang kemudian. “Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim.” (QS 37:102-109). Pengorbanan Nabi Ibrahim dan Ismail mengandung pesan untuk berbagi sumber kekayaan, kesempatan, dan semangat memelihara warisan kemanusiaan, dengan mengalahkan kepentingan pribadi, keluarga, golongan, partai politik, maupun fanatisme sempit lainnya. Demikian amanat Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Faktanya, jutaan hektar lahan dikuasai oleh segelintir orang-orang super kaya. Pertamina sebagai BUMN mengalami kerugian 191 triliun, tetapi 7 Komisaris dan 11 Direksinya bergaji rata-rata lebih dari 3 miliar. (FB Azizi Fathoni). Penyembelihan ternak tahunan membuahkan keseimbangan ekosistem, membuka peluang memperoleh rezeki dari pengadaan hewan, pemeliharaan, penyediaan pakan, dan sarana transportasi, serta pemotongan. Penyembelihan hewan kurban simbol pemotongan syahwat duniawi dan sikap mental syaithani yang mengalir dalam diri. Allah swt berfirman,  Yang sampai kepada Allah bukan daging atau darahnya, melainkan ketakwaan kamu. Demikianlah Ia memudahkannya kepada kamu supaya kamu mengagungkan Allah atas bimbingan-Nya kepada kamu; dan sampaikan berita baik kepada semua orang yang telah berbuat baik. (QS Al-Hajj/22:37). Allah swt menurunkan agama untuk membebaskan manusia dari penderitaan, agar mereka dapat berdiri bebas di hadapan Tuhan secara benar, dan menjaga diri dari perbuatan aniaya. Hidup tidak untuk diri sendiri, tetapi juga untuk orang lain. Kekayaan negeri ini niscaya dikelola dengan saksama untuk kesejahteraan sebanyak-banyaknya rakyat Indonesia. Ketimpangan dan ketidakadilan dalam pengelolaan sumber daya alam Indonesia dan lain-lain harus segera dihentikan.  Kita berusaha mewujudkan aturan yang adil, di mana setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk meraih prestasi. Kita harus memperlakukan pihak lain sebagaimana kita ingin diperlakukan. Tak seorang pun boleh diperlakukan dan/atau berlaku semena-mena.  Tuhan menciptakan samudera, manusia membuat kapal untuk mengarunginya. Tuhan menciptakan malam, manusia membuat lampu untuk meneranginya. Tuhan menciptakan aneka barang tambang, manusia menggali dan memanfaatkannya. Tuhan memerintahkan shalat, manusia membuat masjid untuk bersujud di dalamnya. Tuhan memerintahkan haji, manusia menghimpun bekal untuk menempuh perjalanan ke Rumah-Nya. Kekayaan dan kekuasaan bukanlah tujuan, melainkan sarana untuk mewujudkan kesejahteraan, kemakmuran, dan keselamatan. Kekuasaan adalah ujian; apakah digunakan untuk menegakkan keadilan dan keselamatan atau sebaliknya. Manusia niscaya berkorban untuk meraih kehidupan yang bermakna. Setiap pengorbanan adalah investasi ukhrawi. Jer basuki mawa bea... Tak ada pengorbanan tulus yang sia-sia. Bahwa yang diperoleh manusia hanya apa yang diusahakannya. Bahwa usahanya akan segera terlihat. Kemudian ia akan diberi balasan pahala yang sempurna. Bahwa kepada Tuhamu tujuan akhir. (QS An-Najm/53:38-42). (*)

Go Ahead ACT

Oleh Tony Rosyid - Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa PRAHARA menimpa Aksi Cepat Tanggap (ACT). Hal biasa sebagai dinamika sebuah lembaga atau organisasi. Jatuh bangun, pasang surut, hadapi satu masalah ke masalah lain, semua ini diperlukan untuk mematangkan dan mendewasakan organisasi.  Hari ini, Rabu 6 Juli 2022, ijin ACT untuk crowdfunding dicabut oleh Kemensos, dan 60 rekening di 33 bank dibekukan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Artinya, ACT tidak bisa lagi bergerak. Input dan outputnya ditutup. Sampai kapan? Semua berharap ini tidak akan lama. Segera ijin dibuka kembali, sehingga program-program ACT dalam membantu pemerintah mengatasi kemiskinan, menolong korban bencana maupun korban konflik tetap bisa dijalankan. Tidak kurang dari 281.000 kali ACT dengan 78 cabangnya melakukan aksi sosial di 47 negara. Ini prestasi yang harus juga jadi pertimbangan. Perlu diberi kesempatan bagi pihak berwenang untuk audit dan melakukan investigasi yang diperlukan. Semakin cepat, ini akan semakin baik. Supaya semua clear dan segera beroperasi kembali. Apa yang menimpa ACT jangan disikapi terlalu berlebihan. Perlu sikap obyektif dan bijak. Hindari semua bentuk opini yang keluar dari obyek dan fokus persoalan. Tidak perlu emosional, apalagi jika anda tidak punya data dan informasi memadai. Ibarat rumah, ada genteng rusak, itu biasa. Panas dan hujan terkadang membuat genteng itu rapuh. Tak ada yang abadi, dan tak ada juga yang sempurna. Kalau genteng retak, ganti dan perbaiki. Kalau cat kusam warna dan terkelupas, cat ulang. Jangan robohkan rumah, biaya terlalu besar dan belum tentu bisa membangun kembali. Begitulah dengan lembaga, termasuk ACT. Januari awal tahun ini ACT sudah mulai melakukan renovasi rumah. Ada penyesuaian-penyesuaian. ACT telah melakukan restrukturisasi. Wajar, setelah 17 tahun perlu melakukan rekonstruksi organisasi. Di antaranya ACT melakukan perbaikan manajemen, efisiensi karyawan dan anggaran operasional, serta rekruitmen SDM dengan skill yang dibutuhkan. Kita ingin ACT tetap eksis dan terus menebar manfaat buat umat manusia. Ada ratusan lembaga model ACT di Indonesia. Ketika kita tidak bisa terlibat, setidaknya tidak ikut memperkeruh suasana. Hari ini prahara sedang menimpa ACT, boleh jadi besok menimpa yang lain. Perlu saling menguatkan. Memang, setiap lembaga berbasis sosial dan keagamaan dituntut dengan standar moral dan integritas yang sangat tinggi. Bahkan kadang terlalu tinggi dan tidak rasional. Harus ikhlas terima gaji misalnya, meski pas-pasan atau bahkan kurang untuk kebutuhan normal bagi keluarga. Dianggap makruh punya rumah besar, haram pakai mobil mewah, pamali take home pay tinggi, dan sejenisnya. Salah dikit, ramai-ramai dihakimi atas nama pertanggungjawaban sosial dan integritas agama. Semoga mereka yang berjuang di lembaga-lembaga sosial berbasis agama kuat mentalnya. Apa yang terjadi di ACT mesti pertama, menjadi pelajaran bersama untuk bertindak lebih cermat dan penuh pertimbangan dalam mengelola dana amanah. Sebab, lembaga sosial akan selalu melibatkan publik untuk ikut aktif memantau semua kinerjanya. Ini konsekuensi logis yang harus diterima.  Kedua, publik tidak hanya dituntut untuk melihatnya secara obyektif, tapi juga adil, arif dan bijak. Penilaiannya mesti berbasis pada banyak aspek yang lebih komprehensif. Tidak sepotong-sepotong yang justru bisa menggiring terciptanya public distrust. Ini malah jadi kontra-produktif. Ketiga, support publik dibutuhkan untuk mendorong lembaga-lembaga seperti ACT tetap eksis sesuai aturan dan harapan publik, agar semakin besar kontribusinya kepada bangsa dan dunia.  Puncak Bogor, 6 Juli 2022

Negara Koplak!

Paseban di negeri Pandawa langsung diambil-alih oleh Prabu Kresna. Bahwa yang disampaikan Bagong benar. Bahwa kita tidak bisa campur-tangan negara lain, walaupun itu saudara kita. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih DALAM percakapan di istana Ngamarta, Prabu Dwarawati mengabarkan negara Ngastina sedang ada pageblug akibat ulah Oligarki. Perintah kepada Prabu Yudistira harus bantu menyingkirkan pageblug. Dengan mengingatkan jika pemimpinnya koplak pageblug akan semakin merajalela. Prabu Duryudana sejak awal menjadi raja memang terlalu lemah kapasitas dan kemampuannya. Oligarki dianggap remeh, bahkan larut di dalamnya karena hutang Budi atas jasanya sebagai sponsor saat akan naik menjadi Raja. Sekarang oligarki makin merajalela, orang-orang mulai panik, bahkan sudah bisa menguasai semua kaum Brahmana, Ksatria, Nalindra, semua terjangkiti wabah ini. Satu persatu jatuh tersungkur dalam perangkapnya. Prabu Duryudana malah petentang-petenteng mengatakan bahwa pageblug oligarki dianggap sebagai penolongnya, bisa membantu untuk mencari utangan, mendatangkan investasi dan tenaga kerja asing ke negaranya. “Dasar Duryudana koplak!” umpat Bagong di hadapan semua bendara Ngamarta. Semua sontak kaget mendengar Bagong berkata dengan nada tinggi. Dan, seperti biasa mata Bagong melotot kalau berbicara. Prabu Werkudara lantas mengingatkan Bagong supaya menjaga kata-katanya. “Bagong, kalau berbicara yang sopan. Di sini ada bendara-bendaramu. Yo wis ben (biarin) aku tidak peduli sinuwun. Semua orang sudah tahu bagaimana sikap Duryudana, yang telah menjadi cecunguk-cecunguk-nya, pageblug oligarki merajalela di negeranya. Semar hanya mesam-mesem membiarkan anaknya si gendut Bagong petakilan di depan bendaranya. Gareng ikut nimbrung “ampun sinuwun Prabu Yudistira, saya bukannya lancang. Ini memang harus diluruskan. Durjudana memang budi pekertinya candala, selalu memupuk angkara murka,” jawab anak Semar yang bungkring tersebut. “Kamu tahu darimana kalau Duryudana tidak baik?” Tanya Prabu Yudistira . Dengan wajah dan mimik cengar-cengir melirik dapat bocoran dari Prabu Kresna - Dwarawati,” Bagong menunjuk ke arah Kresna. Prabu Kresna hanya melirik dengan senyum kecut, infonya bocor. Menurut Bagong, Prabu Duryudana saat ini tidak memiliki wibawa sama sekali di depan wong cilik. Semua perintah-perintahnya tidak digubris. Bahkan para tumenggung di wilayah negara sudah tidak manut dengan perintahnya. “Dasar Duryudana memang koplak,” Bagong kembali mengumpat - kalau bicara cocot dia asal njeplak - suka bohong lagi .. Sama koplaknya dengan Sengkuni, setelah semua jabatan penting negara diserahkan malah negara tambah parah. Menjadi tangan kanan raja jadi pembisik dan cecunguk yang koplak. Duryudana sebenarnya bukan raja asli. Tetapi sok-sokan menjadi raja. Dia setengah raja setengah cecunguk. Dia menduduki dampar kerajaan karena bapaknya Destarata merebut dari raja pewaris asli yakni Pandu dengan bantuan pada bandit oligarki. Sang Raja merasa berada di atas awan. Apalagi memiliki pelindung oligarki yang digdaya dan dapat mengalahkan Pendawa. Kini semua urusan negara diserahkan ke Sengkuni si koplak dan sontoloyo itu. Sengkuni dibantu Pendita Durno mengambil kebijakan nyeleneh. Di tengah wabah oligarki, negara dibuka untuk tentara Ngalengka dengan dalih tenaga kerja asing. Tambah koplak itu pasukan Ngalengka yang sudah sejak lama akan menguasai Ngastina. Bayangkan betapa kacaunya negara itu. Negara koplak karena pemimpinnya koplak,” seru Bagong. Duryudana juga tidak punya tatakrama, siapapun yang beda pendapat langsung ditangkap. Setiap hari hanya menciptakan bermacam-macam ketakutan pada rakyat, yang sedang kesulitan mencari makan. “Mereka bikin hoax, bikin tipu muslihat, bikin kebohongan, bikin kepanikan,” jelas Bagong. “Gong, hoax itu apa?” Sang Ajuna bertanya. Semar meminta ijin para bendaranya terpaksa menjelaskan bahwa hoak itu kepalsuan. Bilangnya semua pajak dan utang rakyat akan ditangguhkan. Buktinya mana? mbelgedhes, semprul. koplak, kentir, njambal Bagong. Malah bakul gorengan dan pulsa kena pajak juga. Gareng nimbrung, itu gara-gara perbuatannya yang selalu memupuk angkara murka, rakyat menjadi korbannya. Di sana banyak ksatria tangguh yang siap perang, tandas Gareng yang diamini Semar dan anak-anak lainnya. Cengkeme Duryudana tidak bisa dipercaya. Selalu beda dengan kenyataan. Antara cangkeme dan kasunyatan mesti berbeda. Urusan agama negara malah mengajak orang meninggalkan Sang Hyang Jagad. Ini cara-cara licik Duryudana menjauhkan orang-orang dari keyakinan. Werkudara sempat menegur Semar. Wah anak-anakmu pinter-pinter dadi oposisi, Petruk sempat menyela Bagong dilawan - apalagi Bapakku apapun tahu sak durunge winara, dengan gaya sombongnya membela Bagong. Paseban di negeri Pandawa langsung diambil-alih oleh Prabu Kresna. Bahwa yang disampaikan Bagong benar. Bahwa kita tidak bisa campur-tangan negara lain, walaupun itu saudara kita. Biarkan saja kalau akhirnya rakyat akan memberontak. Wejangan Prabu Kresna menutup Paseban Ngati Ngati menawa lagi kuasa - aja ngumbar angkara murka lan ngati-ati ngugemi amanah dan tenan aja nganti gawe larane ati para kawulo. (*)