OPINI

Ancaman Itu Nyata!

“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”. Oleh: Imam Shamsi Ali, NYChhc Chaplain/Presiden Nusantara Foundation SE BAGAI minoritas yang hidup di tengah-tengah mayoritas non Muslim, apalagi dengan Islamophobia yang masih meninggi, pasti banyak tantangan bahkan ancaman yang dihadapi. Ketakutan, kebencian, bahkan kekerasan sekalipun dapat terjadi kepada Komunitas ini. Tapi dari sekian tantangan bahkan ancaman itu adalah tantangan membesarkan anak. Hal ini bahkan menjadi ancaman nyata bagi kehidupan dan masa depan Komunitas Muslim di Amerika dan di Barat secara umum. Tantangan untuk memastikan jika anak dan generasi masa depan dapat bertahan hidup. Hidup yang dimaksud tentunya bukan dalam  pemahaman orang secara umum. Karena secara umum orang memahami hidup dalam defenisi dan kalkulasi material. Sesungguhnya hidup pada aspek ini di Amerika masih merupakan “land of opportunities”. Bahkan Amerika dikenal dengan “a land of dream” (bumi impian). Secara ekonomi dengan segala tantangan saat ini Amerika masih sangat solid. Hampir 1/4 kekayaan dunia masih dalam genggaman Amerika. Secara politik juga dengan perubahan global Amerika masih banyak mewarnai kekuatan politik dunia. Apalagi secara militer sesungguhnya Amerika masih sangat kuat. Belum lagi kenyataan bahwa  banyak Universitas-Universitas terbaik dunia masih ada di Amerika. Ancaman hidup yang saya maksud adalah ancaman terhadap kehidupan sejati manusia. Hidup lahir batin. Hidup raganya, subur hatinya. Yang terekspresikan dalam nyanyian Indonesia Raya: “bangunlah jiwanya, bangunlah badannya”. Dalam wawasan keislaman Umat, tentu dengan iman dan Islamlah manusia akan hidup secara paripurna. Ancaman Itu Nyata Tantangan dan ancaman generasi itu nyata. Tapi pada umumnya warga Muslim dan khususnya Muslim Indonesia menyikapinya secara enteng. Bahkan seringkali tidak terusik dengan kenyataan pahit ini. Kadang menyadari ketika telah terjadi kasus buruk yang tidak perlu saya rincikan di sini. Tapi sebagai contoh saja, hari Sabtu lalu saya diminta oleh satu keluarga yang secara duniawi cukup sukses. Suami isteri ini adalah Dokter Gigi yang berhasil. Tinggal di sebuah rumah mewah di sebuah perumahan elit di Long Island New York. Informasi yang saya dapatkan adalah calon menantunya (calon suami putrinya) ingin masuk Islam. Saya tentu bahagia. Karena memang kebahagiaan terbesar sebagai seorang Muslim hidup di Amerika adalah di saat dapat menuntun seorang hamba Allah menemukan hidayahNya. Bahkan rasanya lebih membahagiakan ketimbang dunia dan segala isinya. Ternyata ketika sampai walau disambut dengan segala keramahan dan penghormatan, saya menemukan calon suami putrì Muslimah itu adalah seorang atheist. Walau dulunya belajar di sekolah Minggu (Sunday School) Katolik tapi dalam perkembangannya agama dinilai sampah. Saya berusaha dengan segala kemampuan yang ada dan mencoba sangat bijak untuk meyakinkan tentang Islam. Bahkan tidak jarang terjadi gelak tawa karena berusaha menyampaikan Islam dengan cara yang ringan tanpa mengintimidasi. Satu contoh misalnya tentang haramnya babi. Menurutnya, aturan ini kadaluarsa karena hal yang ditakuti dari babi sejak lama telah dieliminir. Hal yang dimaksud adalah adanya cacing ganas di daging babi itu telah dihilangkan dengan kemajuan ilmu di bidang kesehatan. Dialog singkat pun terulang persis yang pernah terjadi antara saya dan seorang remaja masjid di kota New York. Saya memberikan ilustrasi tentang lampu lalu lintas (traffic light). Kenapa seseorang harus berhenti di saat lampu lalu lintas merah? Jawabannya karena menghindari tabrakan. Tapi kalau yakin jalan sepi, tak ada polisi lalu lintas, bahkan juga tidak ada kamera yang merekam, apakah melanggar lampu merah itu boleh? Sambil bercanda sang calon menantu itu menjawab: “I think I will just pass the light” (melabrak lampu merah). Karena menurutnya lagi tidak ada yang dibahayakan. Saya kemudian merespon dalam bentuk pertanyaan: tapi dengan melakukan itu apakah anda dikategorikan warga yang baik di mata hukum dan otoritas?”. Dia dan semua yang hadir siang itu ketawa. Dan saya pun mengatakan: “orang Islam tidak makan babi, bukan sekedar karena ada penyakit. Tapi juga karena taat aturan dan menghormati Otoritas (Allah)”. Singkatnya sang calon itu sebenarnya mulai mengangguk-ngangguk setuju. Tapi yang jadi masalah adalah justeru putrì Muslimah itu yang nampaknya tidak melihat urgensi agama dalam kehidupan. Hal itu nampak ketika menyela, walau dengan hormat dan sopan: “but why is it so important to follow all these regulations” (Kenapa penting mengikuti semua aturan-aturan ini?). Menurutnya lagi, semua aturan agama hanya jadi beban bahkan kendala bagi kemajuan hidup manusia. Makanya tidak ada negara-negara mayoritas Muslim kecuali mengalami keterbelakangan secara sains dan teknologi, tegasnya. Mendengar itu saya hampir marah dan merespon secara keras. Tapi saya tidak ingin justeru mereka semakin jauh dan melarikan diri dari agama ini. Maka saya pun berusaha menjelaskan dua hal. Satu, tentang posisi aturan-aturan dalam Islam. Bahwa aturan itu bukan beban, apalagi halangan untuk maju. Justru aturan itu memberikan jalan untuk maju tapi secara terhormat dan bermoral. Dua, bahwa dunia Islam mengalami keterbelakangan, bukan karena aturan Islam. Keterbelakangan dunia Islam justru karena mayoritasnya tidak ikut aturan-aturan Islam. “What country do you think genuinely follow Islam?” tanya saya. Antara Usaha dan Hidayah Pada akhirnya Saya hanya berusaha menyakinkan, ternyata bukan hanya calon menantu pria itu. Tapi juga putrinya yang justru tidak yakin pentingnya agama dalam kehidupan. Akankah berbasil? Hasil dan hidayah itu ada di tangan Allah, Pencipta langit dan bumi, Pengendali jiwa hamba-hambaNya. Justru yang ingin saya sampaikan adalah betapa tantangan membesarkan anak sesuai harapan iman dan Islam itu sangat berat. Dan betapa ancaman itu ada di hadapan mata Komunitas Muslim di Amerika. Tentu semua harus mengambil tanggung jawab itu. Tanggung jawab anak, tanggung jawab orang tua, tanggung jawab umara dan Ulama. Dan tentunya tanggung jawab kolektif Komunitas itu sendiri. Yang aneh kadang adalah orang tua yang tidak sadar akan tanggung jawab berat ini. Padahal keselamatan orang tua juga akan banyak ditentukan oleh bagaimana mereka telah menjalankan tanggung jawab itu secara sungguh-sungguh. “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”. Pada ayat ini ada dua penekanan: 1) anak benar secara Islam adalah perintah. Dan semua perintah dalam Al-Quran bermakna kewajiban. 2) keselamatan orang tua terikat (mu’allaqah) dengan tanggung jawab menyelamatkan keluarga. Semoga Allah menjaga kita dan keluarga kita dari marabahaya yang besar, dunia akhirat. Dan semoga kita semua dijaga di atas jalan kebenaran, jalan yang lurus. Jalan para nabi, para siddiq, syuhada, dan hamba-hambaNya yang saleh. Aamiin! Manhattan City, 4 Agustus 2022. (*)

Guru Bisnis

Oleh: Heppy Trenggono, Presiden Indonesian Islamic Business Forum (IIBF) NAMANYA Arsanto Adi Nugroho, aktivis Muhammadiyah, Guru Bisnis di IIBF. Kisah ini diceritakan oleh pengusaha Pontianak yang untuk pertama kalinya menyelenggarakan workshop bisnis selama 3 hari penuh yang diikuti oleh para pengusaha di wilayah Kalimantan Barat. Dia terheran-heran, sebab, Arsanto, sang pembicara utama, membiayai sendiri perjalanannya dari tempat tinggalnya di Solo hingga ke Pontianak. Biaya tiket pesawat dan hotel tidak bersedia diganti oleh panitia, bahkan tidak bersedia dibayar untuk jerih payahnya mengisi workshop selama 3 hari. Ada yang lebih mengagetkan, ketika panitia saat mengadakan jamuan makan selesai workshop bersama seluruh panitia tiba-tiba seseorang telah membayar semua tagihan itu, ternyata yang membayar lagi-lagi adalah sang pembicara itu! Bagi orang yang mengenal dunia pelatihan bisnis, ini tentu sesuatu yang tidak lazim. Karena, biasanya Guru Bisnis, Business Coach, Motivator atau apapun namanya, kalau diundang permintaannya berstandar tinggi dengan bayaran yang tinggi pula. Arsanto, adalah pengusaha yang memiliki beberapa bisnis. Selama ini dalam perjalanannya Arsanto pernah jatuh bangun, ditipu rekan kerjanya, bahkan hampir terseret dalam masalah hutang yang berkepanjangan. Pada tahun 2014, Arsanto terjerat masalah dengan client besarnya, sebuah perusahaan multinasional asal Inggris. Usut punya usut, ternyata GM dari Perusahaan client-nya ini tidak bisa mempertanggung jawabkan selisih barang di Perusahaannya yang nilainya puluhan milyar. Sebelumnya, GM ini sudah berniat menimpakan kesalahan hilangnya barang tersebut di Perusahaan milik Arsanto. Ini dilakukan dengan cara membuat transaksi-transaksi palsu dan bersekongkol dengan Direksi Perusahaan milik Arsanto, dengan imbalan Direksi akan diberikan proyek di kemudian hari atas nama perusahaan baru yang akan dimiliki oleh sang Direksi. Jika ini bisa dilakukan tentunya Perusahaan Arsanto akan dibangkrutkan, dengan menyisakan utang puluhan miliar yang tidak pernah dia lakukan. Di tengah kebingungannya Arsanto bertemu dengan IIBF, yang sejak saat itu mendampinginya dalam berhadapan dengan perusahaan multinasional berskala ratusan triliun itu. IIBF mengambil langkah langkah terukur, membuka komunikasi dengan para petinggi perusahaan itu. IIBF memberikan peringatan bahwa bukan tidak mungkin persoalan ini akan kita bawa melalui jalur diplomatik antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Inggris, mengingat IIBF dalam persoalan ini mewakili pengusaha Indonesia secara umum. Mencuatnya kasus ini di jajaran Direksi di London ternyata menggelinding menjadi krisis management di Perusahaan itu, beberapa GM dan Manager diperiksa dan diberhentikan, bukan hanya di Indonesia tetapi di Asia Pasifik, ditengarai management tingkat menengah banyak melakukan praktik yang merugikan para Supplier mereka. Berbagai upaya lobi dan pendekatan dilakukan kepada Arsanto, dan akhir dari kasus ini Perusahaan Arsanto direhabilitasi, dihapus semua hutangnya, dan bahkan akhirnya mendapat cash miliaran. Bagi Arsanto menjadi Guru Bisnis bukanlah sebuah profesi, tetapi sebuah pengabdian. Orang seperti Arsanto memahami bagaimana keadaan seorang pengusaha yang sedang menghadapi masalah berat, bagaimana seorang pengusaha bisa kehilangan kepercayaan dirinya ketika berhadapan dengan masalah yang menjerat. Kehilangan kepercayaan diri adalah tantangan terbesar seorang pengusaha. Ketika pengusaha kehilangan kepercayaan diri, dia bisa kehilangan banyak hal. Di seluruh dunia, profesi Business Coach sangat dibutuhkan untuk membantu para pengusaha dalam membangun bisnis, meningkatkan kapasitasnya, dan dalam menghadapi tantangan yang sedang dihadapi. Di sisi lain, area ini juga diwarnai dengan munculnya fenomena BAD Coach, sebuah istilah yang sangat populer di Amerika. Keron Rose, menyatakan ada 7 cara mengenali Bad Coach, salah satunya adalah “Apakah dia melakukan apa yang dia sampaikan?” Pada umumnya Bad Coach ini tidak memiliki cukup pengalaman bisnis, atau biasanya dia telah meninggalkan bisnisnya dan memilih cukup menjadi pelatih bisnis. Guru Bisnis yang buruk atau Bad Coach ini bahkan seringkali tidak segan minta saham kosong kepada muridnya. Dengan tampil meyakinkan, maka pengusaha dimana rasa percaya diri dalam titik yang sangat rendah, bisa menyerahkan sahamnya kepada sang Guru dengan harapan bisa segera keluar dari masalahnya. Banyak pengusaha menyesal tapi tidak bisa mundur, saham sudah terlanjur lepas. Saya sering menyarankan, kalau ada Guru Bisnis hebat yang minta saham kosong, minta agar Guru anda duduk di kursi Direksi. Benar-benar ikut ngurus bisnisnya. Seperti kebanyakan start up, mereka biasa merekrut Co-Founder dengan jabatan Direksi dengan bonus diberi saham besarnya bervariasi antara 2% s.d 10%. Tetapi saham ini ada vesting schedul-nya, ada syarat-syaratnya. Salah satu syarat biasanya harus mencapai KPI atau target tertentu, misalnya dalam setahun mencapai penjualan sekian milyar, atau mendapatkan investor sebesar sekian milyar, atau mencapai profit sebesar sekian. Nah kalau tidak tercapai maka saham harus dikembalikan, dia cuma dapat gaji saja. Dengan cara ini maka pengusaha bisa terhindar dari kerugian di kemudian hari karena sahamnya sudah terlanjur diberikan kepada orang lain. Business Coach di IIBF disebut V-Coach, “V” dalam V-Coach itu artinya Voluntary, sukarela, tidak meminta bayaran. Itulah mengapa orang seperti Arsanto membiayai dirinya sendiri ketika mengajar. Ada ratusan orang seperti Arsanto di IIBF. Mereka mengajar bisnis bukan karena merasa paling pinter, mereka tidak meminta bayaran bukan karena merasa paling kaya, mereka mengajar bukan karena itu, mereka mengajar karena mereka peduli! Semoga, semakin banyak orang yang peduli terhadap nasib bangsanya sendiri, dan semoga bangsa Indonesia segera bangkit menjadi bangsa yang berjaya, sebagaimana bangsa bangsa maju di dunia. (*)

Kasus ACT: Menyasar Kekuatan Ekonomi-Politik Umat Islam?

Dalam konteks wilayah yang lebih luas, sebuah lembaga yang mendedikasikan dirinya untuk tujuan mulia itu tetap diperlukan. Lembaga filantropi adalah praktif kedermawanan dalam tradisi Islam. Oleh: Tamsil Linrung, Ketua Kelompok DPD – MPR RI SEJAK diberitakan oleh Majalah TEMPO beberapa saat lalu, sepak terjang ACT dalam kemanusiaan berganti menjadi kisah pilu penyelewengan dana umat. Babak terbaru, Polri menahan 4 petinggi ACT, yakni Ketua Dewan Pembina ACT Ahyudin, Ketua Dewan Pembina Yayasan ACT Novariadi Imam Akbari, Anggota Dewan Pembina Yayasan ACT Heryana Hermai, dan Ketua Yayasan ACT Ibnu Khajar. Perjalanan kasus ACT begitu cepat. Hanya perlu empat hari sejak Liputan Investigasi Majalah Tempo pada 2 Juli 2022 terbit, Kementerian Sosial (Kemensos) telah mencabut izin penyelenggaraan pengumpulan uang dan barang (PUB) atau crowfunding Yayasan ACT. Respon gesit pemerintah menimbulkan tanda tanya bagi sebagian pihak. Maklum, urat nadi Yayasan ACT adalah sumbangan donatur. Memutus urat nadi itu sama halnya membunuh seluruh aktivitas yayasan. Padahal, belum ada putusan hukum tetap dan mengikat terhadap kasus ini. Penyelidikannya saja, bahkan, baru dimulai. Pada hari yang sama, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membekukan 60 rekening ACT di 33 bank yang selama ini bermitra. Padahal, sebagaimana diberitakan, penyelidikan baru saja berlangsung sehari sebelumnya, 5 Juli 2022. Tiga hari penyelidikan berlangsung, Ahyudin dan Ibnu Khajar diperiksa untuk pertama kalinya. Tiga hari setelahnya, Polri meningkatkan penanganan kasus ini ke tahap penyidikan, hingga menghasilkan 4 tersangka yang kemudian ditahan pada Jumat, 29 Juli 2022, Kita mengapresiasi langkah cepat Polri. Namun, kita tentu berharap kecepatan penanganan perkara juga terjadi pada kasus-kasus yang ditangani oleh Polri lainnya. Sebutlah perkara polisi tembak polisi yang awalnya tak seorang pun ditetapkan menjadi tersangka, meski pelaku penembakan, Bharada E, telah mengakui perbuatannya. Barulah kemarin, ia ditetapkan sebagai tersangka. Menyasar Kekuatan Politik Islam? Aliran uang Yayasan ACT menjadi salah satu fokus penyidikan Polri. Namun temuan-temuan yang dirasa janggal acapkali menjadi bola liar yang akhirnya menelurkan spekulasi baru di kalangan masyarakat. Terlebih di media sosial, yang memungkinkan netizen beropini dengan ganas. Respon para buzzer lebih beringas lagi. Mereka terkesan menjadikan temuan itu sebagai jalan menyasar kekuatan politik umat Islam melalui kasus ACT. Ini dimungkinkan karena jejaring ACT tersebut kebanyakan berhubungan dengan organisasi, tokoh, atau simpul-simpul massa Islam yang notabene merupakan kekuatan politik umat Islam. Apakah ada grand desain? Mungkinkah ada yang menggerakkan? Kita tidak tahu. Yang jelas, para buzzer begitu dini, cekatan, dan tanpa beban langsung mengaitkan temuan-temuan baru dalam perkara ACT dengan tokoh-tokoh Islam yang berpotensi menjadi simpul perjuangan, termasuk perjuangan politik. Tengok saja, misalnya, pasca-bareskrim Polri mengumumkan dugaan aliran dana ACT ke Koperasi 212, pendengung dengan sigap menyolek Habib Rizieq Shihab (HRS) dan Ustadz Abdullah Gymnastiar atau Aa’ gym. Kita tahu, HRS bukan hanya ulama tetapi juga sosok yang dipandang berpengaruh dalam dinamika politik nasional. Sebelumnya, nama Anies Baswedan telah lebih dulu diseret. Meski telah dipenjara, namun HRS masih memiliki pengaruh dalam dinamika politik nasional. Peran HRS dalam Pilkada DKI 2017 lalu tentu masih lekat diingatan kita. Tak heran, begitu keluar dari penjara, HRS tetap menjadi magnet. Ia didekati tidak hanya oleh elit partai oposisi, tetapi juga tokoh dari koalisi pemerintah, sebagaimana pengakuan pengacara HRS Aziz Yanuar dalam populis.id. Bagaimana dengan Aa Gym? Selama ini beliau tidak terlibat politik praktis. Sebagai ustadz, Aa Gym begitu pandai menjaga jarak dengan riuh politik. Namun, pilihan politik Aa Gym tentu punya pengaruh kepada masyarakat luas, terlebih di musim pencoblosan nasional. Begitu pula dengan ulama dan tokoh Islam lainnya. Lalu, Anies Baswedan? Kalau ini sih tidak perlu dijawab. Sosok ini akan selalu dikaitkan dengan apapun juga yang berpotensi merusak nama baiknya. Maklum, nama Anies sangat diperhitungkan dalam kontestasi Pemilihan Presiden 2024. Tentu ia menjadi ancaman bagi lawan politiknya. Memang, sulit menduga bakal kemana lagi temuan-temuan penyidik Polri dalam kasus ACT. Namun jauh lebih sulit menduga siapa-siapa saja tokoh Islam yang akan tersandera opini para buzzer itu. Petuah yang paling bijak, jangan sekadar melihat apa yang dikatakan, tetapi lihat juga siapa yang mengatakan, lalu cernalah motif perkataannya. Tetap Percaya Tak hanya tokoh Islam yang menjadi sasaran. Eksistensi lembaga-lembaga filantropi Islam lainnya pun ikut terancam. Padahal, lembaga nirlaba ini menjadi salah satu jalan mengukuhkan kekuatan ekonomi Islam. Yang bisa dilakukan kini adalah membangun kepercayaan masyarakat, khususnya kepercayaan umat Islam. Kasus yang menimpa ACT jangan sampai menciderai kepercayaan itu, sehingga lembaga filantropi lainnya termakan imbas. Bahkan terhadap Yayasan ACT-pun, kita masih perlu berbaik sangka mengingat belum ada keputusan hukum mengikat sebagai pijakan tuduhan brutal. Zakat, infaq, dan sedekah adalah salah satu cara Islam dalam membangun kepedulian dan kekuatan ekonominya. Bagi mereka yang mampu, diharapkan aktif membantu tetangga atau kerabat yang sedang kesulitan. Dalam konteks wilayah yang lebih luas, sebuah lembaga yang mendedikasikan dirinya untuk tujuan mulia itu tetap diperlukan. Lembaga filantropi adalah praktif kedermawanan dalam tradisi Islam. Zakat, infaq dan sedekah bukan semata-mata distribusi pendapatan, stabilitas ekonomi, dan tujuan duniawi lainnya, tetapi juga berimplikasi pada kehidupan akhirat selanjutnya. Keyakinan inilah yang membedakan motif kebijakan fiskal dalam Islam dengan kebijakan fiskal dalam sistem ekonomi pasar.   Jangan karena nila setitik, rusak susu sebelanga. Jangan karena kasus ACT, lalu rusak kepercayaan kita kepada lembaga filantropi lainnya. Kekuatan ekonomi islam salah satunya berangkat dari saling percaya dan saling peduli. Begitu pun kekuatan politiknya. (*)

Semakin Dekat Skenario KM 50

Oleh M. Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan SETELAH 26 hari ditunda penetapan tersangka, akhirnya Bharada E ditetapkan juga. Tanpa proses berbelit-belitpun sejak tanggal 8 Juli 2022 Bharada E semestinya sudah dapat ditetapkan sebagai tersangka. Ia yang katanya menembak. Penyelidikan mencari \"tersangka\" lain selain dirinya gagal. Upaya disainer untuk mengolah menjadikan Brigadir J sebagai tersangka pelecehan dan pengancaman nampaknya tidak berhasil. Begitu juga sebagai penembak lebih dulu. Seperti kasus Km 50 awal yang semula didisain untuk menjadikan tersangka 6 anggota laskar FPI yang mengancam dan menembak sehingga terjadi tembak menembak. Akhirnya tersangka itu adalah Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Yusmin Ohorella yang ternyata \"dimanja\" tidak ditahan. Dan berujung pada dilepas dari segala tuntutan hukum. Bebas dengan alasan \"membela diri\". Case closed.  Bharada E yang dikawal perwira dan \"dimanja\" akan tetap dibawa ke Pengadilan dan Pengadilan dibuat serius untuk memproses. Hanya jika mengikuti permainan dasainer, maka Bharada E kemudian akan dilepas dari segala tuntutan hukum karena terpaksa membunuh dalam rangka \"membela diri\" lalu iapun keluar menghirup udara bebas. Kalau ini terjadi kasus selesai dan Km 50 terulang.  Banyak figur jahat tertolong. Sumpah serapah publik termasuk keluarga korban akan menjadi \"anjing menggongggong\" dan kasus tetap berlalu.  Bagaimana dengan bukti bekas penganiayaan ? Sama dengan kasus Km 50 yang juga terjadi penganiayaan. JPU saat itu menuntut di samping pembunuhan (Pasal 338 KUHP) juga penganiayaan  (Pasal 351 ayat 3 KUHP). Tuntutan JPU yang sudah \"murah meriah\" 6 tahun itu berbalas Putusan Hakim \"dilepaskan dari  segala tuntutan hukum\" (ontslag van rechtsvervolging).  Baik Duren 3 maupun Km 50 memiliki target untuk melindungi orang orang tertentu atau rembetan yang lebih jauh. Pasal 55 KUHP tentang penyertaan ternyata tumpul untuk petinggi dan tajam bagi rendahan. Aktor intelektual tetap tersembunyi dan disembunyikan. Banyak misteri  tidak terkuak pada kasus Km 50 termasuk penumpang penting di mobil-mobil tertentu.  Akankah kasus Duren 3 ini akan sama persis dengan Km 50  ? Inilah yang dikhawatirkan. Bila ini terjadi maka fungsi dari Divisi Propam Polri dapat dibaca masyarakat bukan untuk memberi saksi atas anggota Polri yang nakal tetapi sebaliknya untuk memberi perlindungan kepada anggota Polri yang melakukan kejahatan. Betapa berbahaya jika hal ini memang terjadi.  Jika kasus besar Duren 3 diselesaikan dengan sederhana demi melindungi pejabat tertentu, maka hal itu sama saja dengan melawan kepada instruksi Presiden yang katanya dikawal oleh Menkopolhukam. Perintah dibuka dan benar diabaikan. Artinya jika Presiden diam saja dan kelak hanya mengangguk-anggukan kepala maka ini berarti telah membuat Presiden menjadi terlibat.  Kasus Duren 3 di kediaman Kadiv Propam non aktif Irjen Ferdy Sambo adalah kasus kriminal berspektrum  luas. Dapat berimbas pada aspek lain termasuk politik. Km 50 yang terulang kembali.  Pertanyaannya adakah keduanya memiliki disainer yang sama?  Bandung,  4 Agustus 2021

Tari Telanjang Badut Politik

Oleh: Yusuf Blegur | Mantan Presidium GMNI  Kekuasaan di republik ini semakin vulgar tak senonoh. Perilakunya mengumbar nafsu birahi yang tak mengenal waktu dan tempat. Membuka aurat dan kehormatan jabatan di hadapan rakyat. Para pemangku kepentingan publik, tak lebih baik bahkan dari pelacur pinggir jalan. Korupsi, pembunuhan dan penistaan agama menjadi tontonan terbuka setiap mata. Kemiskinan ahlak dan ketiadaan adab, menyelimuti  kebanyakan petinggi negara. Merendahkan kemanusiaan sembari menjunjung tinggi sifat kebinatangan. Memangsa yang lemah hingga ke akar-akarnya, angkuh memamerkan taring yang berlumuran darah. Bagai panggung konser kebiadaban, aparatur negara beraksi berkostum kemunafikan. Menampilkan pentas dramatik dan horor, aksi gerombolan birokrasi dipenuhi teror dan tragedi. Untuk menghindari skenario fiksi, sutradara dan aktor bekerjasama menampilkan adegan panas penuh syahwat libido. Habitat korporasi, politisi dan birokrasi tak ubahnya seperti konsorsium pengelola rumah bordil. Melenggang-lenggok dan sesekali meliuk-liuk tanpa busana memuaskan ereksi politik. Pertunjukkan elitis yang erotis menjadi dominan, seolah-olah mampu  menutupi karakter psikopat pemerannya. Penuh komedi tapi keji, begitulah rakyat menikmati sajian tari telanjang para badut politik. Munjul-Cibubur - 4 Agustus 2022.

Paus Fransiskus, Prabowo Subianto dan Orang Miskin Terpinggirkan

Oleh karena itu, pembangunan infrastruktur untuk mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain tidak akan bisa memperbaiki Indonesia sebagai negara yang berpotensi menjadi negara gagal. Oleh: Natalius Pigai, Staf Khusus Menakertrans 1999-2004, Aktivis Kemanusiaan “KEPADA Kota dan Dunia (Urbi et Orbi): Jangan berdansa di atas penderitaan orang-orang miskin dan terpinggirkan, Paus Fransiskus, 25 Desember 2018”. “Saya memang berasal dari elit bangsa ini, keturunan elit, tetapi saya adalah satu diantara elit bangsa ini yang memiliki hati untuk rakyat, bisa berbagi kepada rakyat”. Prabowo 2019. Paus Fransiskus menggegerkan Pemimpin Dunia ketika baru naik takta sebagai Pemimpin Gereja Katolik di Vatikan menegaskan pentingnya intervensi negara menyelamatkan kemiskinan dan kebodohan di seluruh dunia. Beberapa orang masih saja membela teori menetes ke bawah. Mereka lugu dan tidak waspada. Seperti perintah ‘kita tidak boleh membunuh’. Sekarang kita harus mengatakan kita tidak boleh menjalankan kebijakan ekonomi yang eksklusif dan tidak adil. Paus juga mengembalikan nilai iman (fidelis), harapan (expectation) dan kasih (caritate) sebagaimana diucapkan kepada kota dan dunia (urbi et orbi) Balisika Santo Petrus pada Kotbah Natal 25 Desember 2018, jangan berdansa di atas penderitaan orang-orang miskin dan terpinggirkan. Peran gereja sejatinya demi kepentingan umum (bonum commune), memihak kepada yang lemah (option for the poor) dan berbagi (subsidiaritas) dan solidaritas tanpa batas (solidarities) dan bahkan menjadi artikulator kaum pencari keadilan (voice of voiceless). Dua tahun kemudian pernyataan Paus Fransiskus tersebut disambut oleh Direktur IMF Christine Lagarde pada tanggal 25 Juni 2015, bahwa sistem menetes ke bawah meningkatkan kesejahteraan pendapatan. Menciptakan ketidakadilan di hampir setiap negara. Ketika yang kaya semakin kaya. Kekayaannya tidak menetes ke ke bawah. Demkian pula Hillary Clinton tanggal 7 Juli 2015 bahwa kita (bangsa Amerika) tidak bisa lagi menjalankan kebijakan ekonomi yang gagal. Sudah waktunya teori menetes ke bawah dikubur dalam-dalam. Pendapat Paus Fransiskus, kontra dengan Pemerintah Joko Widodo (2014-2022) yang membawa Indonesia berpotensi sebagai Negara Gagal. Itulah sebabnya Prabowo Subianto membaca buku yang berjudul Negara Gagal. Membaca buku berjudul Why Nations Fail (Kenapa Negara Gagal) yang ditulis oleh Daren Acemoglu dan James A Robinson yang cukup mengejutkan jika dianalisis terkait tesis Pemerintahan Jokowi dalam membangun negara dan bangsa kurun waktu 2014-2022. Para ahli ekonomi pembangunan yang berada di lingkaran pemerintahan Jokowi kurang berpikir out of the box tentang arah pembangunan. Pemerintah seharusnya membaca dan merumuskan ulang terkait dengan rancang bangun pembangunan nasional yang berorientasi pada 2 problem utama: pengentasan kemiskinan (prosperity) dan distribusi keadilan (justice). Para Punggawa Kuasa bangsa ini berhipotesa bahwa negara gagal karena adanya kesenjangan (gap) infrastruktur yang dimiliki antara negara kaya dan miskin. Ternyata salah! Meskipun investasi begitu banyak, negara dengan berambisi untuk metamorfosis aksesibilitas dan moda transportasi darat, laut dan udara, namun tetap saja tidak akan menjadikan Indonesia menjadi negara maju bahkan negara bisa terancam gagal karena ketidakmampuan sumber daya teknologi, tenaga dan dana, akhirnya tersandera dalam perangkap utang. Sebagai contoh di Amerika Serikat dan Meksiko, Korea Utara dan Korea Selatan, Jerman Timur dan Barat. Sebelum reunifikasi tetap saja memiliki kesenjangan sebagai negara kaya dan negara miskin meskipun mempunyai infrastruktur yang hampir sama hebat. Oleh karena itu, pembangunan infrastruktur untuk mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain tidak akan bisa memperbaiki Indonesia sebagai negara yang berpotensi menjadi negara gagal. Dalam buku Negara Gagal, secara jelas menyatakan bahwa suatu negara gagal karena sumber daya ekonomi yang ekstraktif hanya dikuasai oleh segelintir orang (oligarki), sementara sumber politik dan kekuasaan menopang kelompok kecil oligarki tersebut. Prabowo Subianto adalah seorang nasionalis dan patriot, telah lama berjuang agar Indonesia menjadi bangsa yang tidak hanya mandiri tetapi berdaulat. Bangsa yang tidak gampang jatuh dalam penetrasi kapital dan hegemoni dunia ekonomi kapitalisme. Prabowo tidak mau jika Negara menjadi komprador kapitalisme karena Kapitalisme mengajarkan setiap orang bertarung dan bertahan dalam ketidakberdayaan (survivel)dan orang miskin akan terancam, bangsa bumi putra tergerus dalam jurang kemiskinan. Negara mesti sebagai pelopor dan perintis untuk intervensi menyelamatkan rakyat bahkan Prabowo juga menginginkan adanya subjek pembangunan dilakukan melalui kemitraan abadi antara negara dan rakyat. Tidak hanya public private partnership (PPP) tetapi public state partnership (PSP). Prabowo adalah antitesa Joko Widodo yang konon katanya Jokowinomic yang justru sumber daya ekonomi terpusat pada oligarki ekonomi, sumber daya ekonomi tergadai pada investasi asing, bahkan swasta sebagai aktor pembangunan nasional. Dalam buku Paradoks Indonesia, Prabowo Subianto secara jelas dan tegas menginginkan pemerintah bertindak sebagai pelopor, bahkan proaktif untuk kemakmuran rakyat, pengentasan kemiskinan, menciptakan lapangan kerja, pembangunan sarana dan prasarana dan peningkatan sumber daya manusia melalui kompetensi pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills) dan mental dan moral (atittute). Cara pandang Prabowo Subianto yang mau menghadirkan pembangunan di tengah-tengah orang miskin, terpinggirkan dan di pedesaan ingin merubah pembangunan nasional yang selama ini berpusat di kota-kota sebagai pusat pelayanan (services centre) juga kawasan industri sebagai pusat pertumbuhan (growth centre). Memang Prabowo mau mengobati bulir-bulir yang mendalam karena tingginya disparitas pembangunan, sosial dan ekonomi, disparitas antara Timur dan Barat Indonesia, disparitas antara desa dan kota. Prabowo menyadari bahwa di masa lalu, orang desa adalah korban dari para ekonom yang mendapat julukan Mafia Barkley yang merancang bangun negara dengan sistem kapitalis menciptakan kelompok oligarki taipan-taipan Hoakiau, juga berpaham liberal memberangus cara pandang bumiputera yang berpedoman pada nilai-nilai lokal (local values). Akibatnya, kaum bumiputera tidak mempunyai kemampuan untuk bersaing dalam dunia bisnis, juga tidak mampu memasuki dunia kerja yang membutuhkan standar kompetensi dan sertifikasi. Kemampuan pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skills) juga perilaku dunia kerja (attitute) masih jauh lebih rendah dari negara-negara lain. Prabowo dalam buku Paradoks Indonesia dan komitmen terhadap orang miskin yang disampaikan dalam debat ke-2 Pilpres tanggal 17 Februari 2019 mau membangun Indonesia dari basis kehidupan masyarakat desa, sebuah antitesa dari konsep efek tetesan ke bawah (trikle down effect) yang primadona di negara-negara selatan-selatan di dunia ketiga di 70-an sampai medio 90-an. Konsep pembangunan yang digandrungi para dosen ekonomi pembangunan di universitas ternama di dunia ketiga, termasuk Universitas Gajah Mada (UGM) Yogya dan Universitas Indonesia (UI). Kecuali Profesor Doktor Mubyarto pencetus Inpres Desa Tertinggal (Iki Duit Tangkarko, dalam bahasa Jawa) adalah penentang konsep kapitalisme borjuasi dan liberalisme. Sayangnya, Mubyarto, pejuang ekonomi Pancasila itu berjuang sendirian dan dikucilkan bahkan tidak pernah diberi peran strategis di negeri ini. Lebih dari 50 tahun, sekolah tinggi pembangunan masyarakat desa diabaikan, jurusan ilmu pemerintahan desa, jurusan sosiatri pembangunan desa dipandang sebelah mata. Sebenarnya Prabowo Subianto mau membangkitkan kembali praktik dengan strategi membangun Indonesia dari pinggiran yang sudah lama ditengelamkan termasuk oleh Joko Widodo. Di negara Tanzania baik di Sanzibar maupun di Tanggayika, Prof Julius Nyerere menerapkan konsep sosialisme utama yang menghidupkan semangat kebangsaan dengan menggairahkan agrobisnis di pedesaan. Demikian pula penerapan konsep Felda di Malaysia, dimana roda pertumbuhan ekonomi dihidupkan oleh industri perkebunan dengan mobilisasi sumber daya manusia di wilayah-wilayah Felda. Demikian pula konsep Semaul Undong di Korea yang membangun kota dari pinggiran. Di paruh kedua 70-an dan awal 80-an negeri ini juga pernah belajar dari Tanzania, khususnya konsep transmigrasi dan pembangunan desa. Jejak kaki Julius Nyerere 1981, terukir di SMA Negeri di Baturaja, Sumatera Selatan. Oleh karena itu, membangun Indonesia dari desa sudah pernah dipraktikan dan hasilnya kita bisa menjadi bangsa yang berdaulat dan mandiri melalui swasembada pangan. Pertanyaannya adalah apa program nyata dan hal baru dari konsepsi Nawacita yaang membangun Indonesia dari pinggiran? Bangsa Indonesia tertipu karena minimnya gagasan dan implementasi dalam pemerintahan Jokowi 2014-2022. Sebelum mempertanyakan program nyata, kita mesti bertanya, lagi intensi dasar munculnya butir membangun Indonesia dari pinggiran, sebab konsep membangun Indonesia dari pinggiran telah ada sebelum pemerintahan Jokowi bahkan sejak sebelum Indonesia merdeka. Program kolonisasi penduduk Grobogan dan Purwodadi ke Kedong Tataan, Kalianda, Lampung Selatan, melalui politik etis Belanda atas perjuangan Dowes Dekker atau Suwardi Suryaninggrat, dkk 1912, yang kisahnya dilukiskan dengan baik oleh peneliti Perancis, Patric Levang berjudul Tanah Sabrang. Setelah Indonesia merdeka 1945, program kolonisasi diubah sebutannya menjadi transmigrasi, ciri khas bangsa Indonesia, bahkan program asli Indonesia karena istilah transmigrasi tidak ditemukan dalam kamus bahasa asing termasuk dalam ensiklopedia terlengkap dunia; Britanica maupun juga Americana. Lalu apa yang baru dalam program Prabowo yang akan datang? Tentu saja yang baru adalah langkah nyata, menuliskan butir cita-citanya lazim makin menua dilaksanakan di negeri ini. Jaman Joko Widodo, mendengar dan membangun rakyat memang mengharu-birukan perasaan bagi orang-orang pinggiran dan yang terpinggirkan. Namun memasuki 8 tahun masa pemerintahan Jokowi berbagai persoalan korupsi terkait infrastruktur pedesaan, korupsi dana desa oleh pelaksana di desa, kabupaten dan juga Kementerian Desa makin meyakinkan kita bahwa Nawacita hanya adagium simbolik, cita-cita tidak substansial bahkan utopia perubahan. Prabowo sudah paham bahwa penduduk pedesaan adalah orang-orang yang lahir, tumbuh dan berkembang di daerah terpencil, terisolasi, jauh dari hiruk- pikuk modernisasi Indonesia, bahkan desa diasosiasikan sebagai ujung dari pembangunan. Kemiskinan dan kebodohan yang menumpuk di perdesaan seringkali dikapitalisasi para penguasa dan politisi untuk kepentingan, setelah berkuasa ditinggalkan begitu saja. Pemerintah memiliki sumber daya yang cukup, baik anggaran, personel dan fasilitas hanya butuh pemimpin empati, tulus, konsisten membangun desa. Anggaran desa saat ini cukup besar, bahkan paling besar dalam sejarah Republik Indonesia. Selain anggaran pembangunan desa di Kementerian Desa sebesar Rp 170 triliun, juga terdapat di berbagai satker seperti; PUPR, Kementerian Sosial, Kementerian Pendidikan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Koperasi, Kementerian Dalam Negeri. Kita harus memiliki kemauan untuk merubah (unwilling to change), kita harus mau melakukan revolusi dalam berfikir (revolusio normain), dan juga mau menjadi orang gila dalam membangun di negeri ini. (*)

Perang Terbuka AS dengan China Masih Jauh

AS memiliki percaya diri, karena hasil survei PEW Research Center, 70% warga AS menganggap Rusia sebagai musuh. Sementara 89% warga AS menganggap, China sebagai musuh. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih KETUA Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat (DPR AS) Nancy Pelosi mendarat di Taiwan pada Selasa (2/8/2022) malam waktu setempat atau sekitar pukul 21.50 WIB. Kedatangan Pelosi disambut oleh delegasi kecil dan disaksikan wartawan yang berada di Bandara Internasional Songshan, Taipei. Seorang pejabat Taiwan mengatakan kepada CNN bahwa Pelosi diperkirakan akan menginap di Taipei semalam. Kehadirannya menandai dukungan AS yang signifikan untuk Taiwan meskipun ada ancaman pembalasan dari China atas kunjungan tersebut. Nancy Pelosi terbang ke Taiwan menggunakan pesawat Angkatan Udara AS dengan nomor penerbangan SPAR19. Sesaat setelah kabar tibanya Nancy Pelosi di Taipei, dalam laman resmi Ketua DPR AS merilis pernyataan yang mengonfirmasi kunjungan kekongresan ke Taiwan. Rilis tersebut menyatakan bahwa kunjungan ini “menghormati komitmen teguh AS untuk mendukung demokrasi Taiwan yang penuh semangat”. Nancy Pelosi mengatakan: “Diskusi kami dengan jajaran pimpinan Taiwan akan berfokus pada penegasan kembali dukungan kami bagi mitra dan mempromosikan kepentingan bersama kami, termasuk memajukan suatu kawasan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka.” Dalam waktu berdekatan dengan kedatangan Pelosi, armada jet tempur China dilaporkan melintasi Selat Taiwan. Armada jet tempur yang diterjunkan itu diketahui berjenis Sukhoi Su-35. Hingga berita ini diturunkan, belum ada perkembangan yang diketahui dari misi jet tempur tersebut. Kehadiran Pelosi semakin membuat China murka. Konon, China bisa tembak rudal ke selat Taiwan beberapa hari ke depan. Negeri Tirai Bambu di bawah pemerintahan Xi Jinping marah besar dengan kedatangan salah satu politikus senior AS itu. Sebelumnya, China beberapa kali melontarkan ancaman ke Taiwan dan AS jika Pelosi benar-benar berkunjung ke wilayah itu. Presiden Xi Jinping bahkan secara terbuka sempat menyampaikan peringatan ke Presiden AS Joe Biden karena murka soal rencana lawatan Pelosi: “AS jangan coba-coba main api jika tak ingin terbakar.” Gertakan Xi tersebut tidak membuat AS mengubah pendirian mereka untuk terus menyokong Taiwan. “Terkait Taiwan, Presiden Biden menekankan bahwa kebijakan Amerika Serikat tak berubah,” demikian bunyi pernyataan resmi pemerintah AS dikutip CNN. Mereka kemudian berujar, “AS dengan keras menolak upaya unilateral untuk mengubah status quo atau merusak perdamaian dan kestabilan selat Taiwan.” Sementara AS melalui Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby mengatakan, China tak perlu membuat kunjungan Pelosi menjadi krisis yang dapat merusak stabilitas dan keamanan di kawasan. “Ketua DPR punya hak mengunjungi Taiwan. Tak ada alasan bagi Beijing mengubah kunjungan potensial sesuai kebijakan lama AS ini menjadi semacam krisis,” kata Kirby kepada wartawan dikutip AFP. Konsekuensi kunjungan Nancy Pelosi, AS dikabarkan mengerahkan empat kapal perang termasuk satu kapal induk USS Ronald Reagan terkait kabar lawatan Pelosi ke Taiwan. Selasa malam, 2 Agustus 2022, kapal induk USS Ronald Reagan (CVN-76), telah kembali ke Laut China Selatan dan Kapal serbu amfibi USS Tripoli (LHA-7) telah berada di dekat Okinawa serta kapal serbu amfibi USS Amerika (CV-66) telah berada di Sasebo, Jepang. Deklarator KAMI Nasional Anton Permana mengatakan, di wilayah Pasifik, Kapal Induk USS Abraham Lincoln (CVN-72), Landing Helicopter Dock USS Essex dan 36 kapal perang lainnya serta tiga kapal selam berada di Hawaii, mengambil bagian dalam Latihan Lingkar Pasifik (RIMPAC) yang akan berakhir pada Kamis, 4 Agustus 2022, besok. Pelacakan penerbangan menunjukkan, dua HC-130J Combat King II Angkatan Udara Amerika Serikat, telah tiba di Okinawa (Jepang) dari Anchorage. Mereka didampingi oleh beberapa KC-135 Stratotankers, pesawat pengisian untuk bahan bakar udara. Formasi pesawat yang mengawal itu sangat full team siaga tempur. Jarang ada formasi ini digabungkan sekaligus. Pesawat VVIP dikawal F22 Raptor, F35, F18 Super Hornet, dan F15 SE sekaligus. Kalau F18 Super Hornet, Growler, dan F35 A/B, itu memang pesawat tempur khusus digunakan dari kapal induk. Menariknya F22 Raptor dan F15 E itu bukan varian dari kapal induk. Artinya, dua pesawat ini di terbangkan dari pangkalan utama AS di Asia Pasifik. Bisa dari Okinawa, Korea Selatan, atau Guam. Belum lagi kelas Kapal induk yang dikerahkan juga Nikitz Class USS Ronald Reagen. Kapal induk nuklir yang membawa 100-an pesawat. Bersamaan dengan kedatangan Nancy Pelosi ke Taiwan, juga ketika 14 negara sedang berkumpul dalam Latgab Super Garuda Shield-16 di Batu Raja… Latgab Super Garuda Shield-16 ini kalau dilihat dari peralatan alutsista yang disertakan, strategi dan simulasi boleh dikatakan sudah mengarah pada formasi tempur WW3 Regional Indo-Pasific, yang secara tak sadar sebenarnya China sudah terkepung dari berbagai penjuru kecuali dari utara. Sebelah timur China berhadap-hadapan dengan angkatan perang Korea Selatan-Jepang-Taiwan yang di-support Kanada dari Pasific. Dari tenggara:  AUKUS plus FPDA (Australia-Inggris-Malaysia- Singapore-Brunei), dan juga ada Indonesia-Vietnam (di atas kertas). Dari arah selatan ada India, dan arah timur, ada NATO. Sedangkn benteng geografis dan kultural China seperti Korea Utara, Kamboja, Myanmar, Thailand, Laos, boleh dikatakan kurang signifikan. Paling hanya Korea Utara yang punya gigi, itupun tak jelas pula. Belum tentu loyal penuh pada China. Pakistan yang baru dibangun poros aliansinya, sedang bergejolak politik dalam negeri semenjak perdana menterinya yang pro China dijatuhkan. Indonesia Sang Garuda Emas yang dimanja China, juga ambigu dalam hal politik dan pertahanan. AS memiliki percaya diri, karena hasil survei PEW Research Center, 70% warga AS menganggap Rusia sebagai musuh. Sementara 89% warga AS menganggap, China sebagai musuh. Maka AS tidak memilih medan perang terbarunya di Ukraina, melainkan di pesisir daratan China. Bisa terjadi perang beneran selama sentimen anti China di AS semakin tinggi. Tetapi Wakil Menteri Luar Negeri China Xie Feng menegaskan, Indo-Pasifik seharusnya tidak boleh menjadi medan perang antara Amerika Serikat (AS) dengan China. Kemungkinan terjadinya perang terbuka masih sangat kecil. Strategi AS terlihat ketika AS selalu memprovokasi China agar mulai invansi Taiwan. Agar jadi pintu masuk bagi AS dan sekutunya lancarkan jurus sanksi, embargo, dan pelemahan daya ekonomi dan ketahanan nasional China. Biar jadi pemicu pemberontakan dari dalam dan penetrasi pengepungan dari luar. (*)

Peringatan 77 Tahun Kemerdekaan NKRI yang Mana?

Presiden bukan mandataris MPR dan MPR tidak punya kewenangan meminta pertanggungjawaban Presiden. Oleh: Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila APAKAH Indonesia yang sudah berumur 77 tahun masih seperti negara yang dimerdekakan atas nama bangsa Soekarno Hatta? Perlu perenungan yang mendalam melihat negara Indonesia yang sudah berumur 77 tahun. Apakah negara ini masih mempunyai visi dan misi yang bertujuan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia? Apakah negara ini masih berdasarkan Pancasila? Digantinya UUD 1945 dengan UUD Reformasi 2002 negara ini sudah bukan lagi negara yang di-Proklamasikan 17 Agustus 1945. Mengapa? Merubah sistem MPR menjadi sistem Presidential adalah merubah negara yang di-Proklamasikan 17 Agustus 1945. Secara hakekat roh negara sudah dicabut, sebab sistem Presidential adalah berbasis pada Individual, maka kekuasaan diperebutkan banyak-banyakan suara, kalah-menang, pertarungan. Pemilu, pilpres, pilkada adalah bentuk yang bertentangan dengan Pancasila. Tanpa sadar. Sistem Presidential adalah mempertarungkan visi misi, padahal negara ini didirikan oleh pendiri negeri ini sudah dilengkapi dengan visi misi negara. Bagaimana Presiden sebagai supirnya negara mempunyai visi misi sendiri. Jadi setiap ganti presiden akan ganti visi misi dan parahnya lagi Gubernur punya visi misi sendiri, Walikota Bupati juga punya visi misi sendiri. Jadi yang disebut negara itu yang mana? Kekacauan ini berlanjut sampai peringatan 77 tahun kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Para elit politik, para pemimpin, cendikia kampus, ahli tata negara nggak ada yang mempersoalkan seperti ini. Padahal hal ini sangat fundamental terhadap keberadaan negara yang di-Proklamasikan 17 Agustus 1945. Alinea II pembukaan UUD 1945 inilah visi Indonesia di cantumkan sebagai berikut. Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Sedang Misi Negara pada pembukaan UUD 1945 berada di dalam Alinea IV. Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Jadi tidak mungkin visi presiden berdaulat kalau bangsa ini tidak merdeka dan tidak bersatu. Bagaimana Indonesia maju kalau tidak merdeka dan bersatu apalagi maju tetapi tidak adil dan makmur, terus Indonesia maju untuk siapa? Apa ukuran maju itu? Peringatan 77 tahun Kemerdekaan Indonesia banyak yang tidak tahu kalau negara ini tersesat. Sistem MPR itu menerjemahkan visi misi negara yang dikemas dalam GBHN kemudian Presiden Mandataris MPR menjalankan GBHN. Maka Gubernur, Bupati, Walikota tidak punya visi misi tetapi menjalankan pembangunan berdasarkan GBHN sehingga negara ini dari pusat sampai ke daerah tersebut mempunyai panduan yang sama. Kerusakan Negara ini akibat Presiden punya visi misi sendiri, Gubernur, Bupati, Walikota, kepala desa punya visi misi sendiri. Jadi negara ini punya ratusan visi misi, apa nggak konyol? Setiap Pilpres, Pilkada, ada panggung yang diliput TV tentang perdebadan visi misi presiden, Gubernur, Walikota, atau Bupati. Padahal katanya Negara ini adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia tetapi setiap daerah punya visi misi sendiri. Jadi, 77 tahun peringatan kemerdekaan itu yang diperingati NKRI yang mana? Dalam keadaan yang kacau seperti ini Ketua MPR masih bermain main dengan mengusulkan PPHN (Pokok-Pokok Haluan Negara, yang mengusulkan Ketua MPR Bambang Susatyo) sebagai ganti GBHN memang kekonyolan akan terus berlangsung selama tidak kembali pada UUD 1945. PPHN itu siapa yang membuatnya? Dan, siapa yang menjalankan? Kalau tidak dijalankan sanksinya apa? Pertangungjawabannya pada siapa? PPHN itu apa visi misinya Presiden? Ganti presiden apa PPHN itu tetap ada? Inilah kalau asal mengusulkan tetapi tidak memikir secara filosofi. Padahal kedudukan MPR dan Presiden setara. Presiden bukan mandataris MPR dan MPR tidak punya kewenangan meminta pertanggungjawaban Presiden. GBHN itu sepaket dengan sistem MPR dan merupakan sebuah manajemen tatanegara yang baik apa perencana, ada pelaksana, ada pengawasan, dan ada pelaporan. Jelas GBHN yang membuat MPR, yang melaksanakan Presiden sebagai mandataris, dan yang mengawasi MPR, dan meminta pertanggung-jawaban pada Presiden di akhir masa jabatannya. Semoga kita semua sadar dan mengembalikan NKRI yang asli berdasarkan UUD 1945 dan Pancasila yang hanya mempunyai satu visi misi, mempunyai tujuan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur….. merdeka bersatu berdaulat adil dan makmur. (*)

Pao An Tui Masih Eksis

 Organisasi ini adalah simbol oportunistik Tionghoa Indonesia, yang hanya sibuk menjaga properti dan bisnis mereka ketimbang membantu Indonesia memerdekakan diri. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih WARGA Negara Indonesia (WNI) nonpribumi termasuk keturunan China tidak memiliki hak milik atas tanah di Daerah Istimewa Jogjakarta (DIJ), mereka hanya bisa memiliki Hak Guna Bangunan (HGB) dan sejenisnya. Pakar Sejarah Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogjakarta, Prof Dr Suhartono menuturkan, ada faktor historis mengenai larangan WNI nonpribumi memiliki tanah di Jogjakarta. Larangan itu telah tertuang dalam Surat Instruksi Wakil Kepala Daerah (Wagub) DIJ No K.898/i/A/1975. Kendati ditandatangani Paku Alam VIII, tapi pada dasarnya larangan tersebut keluar karena titah dari Gubernur DIJ sekaligus Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat masa itu, Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) IX. Sementara pada masa itu, lanjut Suhartono, dari kalangan Tionghoa terkesan dilindungi politik kolonial. Atas dukungan itu akhirnya mereka berhasil tampil sebagai salah satu ekonomi terkuat, mengekploitasi kalangan pribumi. “Antara lain atas dasar historis itulah hingga ada aturan tersebut,” katanya. Sri Sultan Hamengku Buwono X, dalam berbagai kesempatan pernah pula mengatakan bahwa: “Maaf bukan sara, tapi China dan keturunannya tidak pantas jadi pemimpin di bumi Nusantara. Fakta sejarah Tionghoa adalah satu- satunya penghianat NKRI”. Di masa Hindia-Belanda: Tionghoa menjadi golongan kedua atau menengah yang menjadi kelompok membantu Belanda. Kaum Pribumi justru menjadi kelas ketiga atau bawah di negeri sendiri. Etnis China merasa nyaman hidup menjadi pelayan Belanda, bagi mereka merdeka atau tidak negara Indonesia itu tidaklah penting. Bentuk penghianatan Tionghoa bisa dilacak sejarah kelam Pao An Tui adalah milisi bersenjata dari etnis China di Indonesia, yang bercitra buruk di mata rakyat Indonesia. Karena, milisi yang dibentuk secara \'Nasional\' dulu dilatih dan dipersenjatai oleh tentara Belanda (KNIL). Tak ada catatan sejarah tentang peran serta Pao An Tui ikut dalam perjuangan Kemerdekaan Indonesia. Fakta Pao An Tui tidak berpihak pada Republik Indonesia juga dibuktikan antara lain dengan adanya serangan laskar Pao An Tui di Medan ke pihak TNI yang saat itu dikomandoi oleh Jamin Ginting. Alasan penyerangan mereka adalah karena ingin membalas dendam kepada \'laskar liar\'. Akibat penyerangan ini mereka pun balik di tumpas oleh pasukan TNI yang dipimpin Jamin Ginting. Catatan sejarah lain menyatakan Pao An Tui pada saat peristiwa 10 November 1945 memihak pada tentara Belanda. Penelitian tentang keberadaan Pao An Tui, dengan membaca arsip-arsip milik Belanda, sampai pada kesimpulan Pao An Tui di Surabaya terlibat membantu NICA dalam perang 10 Nopember (lihat penelitian Andjarwati Noorhidajah yang terangkum dalam buku Tionghoa di Surabaya, serta memoir Soemarsono – komandan Pemuda Rakyat). Pao An Tui di Tangerang dibentuk oleh Chung Hua Hui – organisasi para tuan tanah kaya yang menjadi anak emas Belanda selama sekian ratus tahun – yang pro NICA. Ada informasi sulit diklarifikasi menyebutkan bahwa Pao An Tui Tangerang berniat mendirikan negara Capitanate of Tangerang. Pao An Tui di Jakarta (Batavia-Betawi) dipersenjatai oleh Jenderal Spoor, komandan NICA. Pao An Tui di Bandung diberi akses ke perdagangan gelap senjata di Singapura oleh Raymond Westerling (lihat biografi Westerling si pembantai). Pao An Tui tidak punya jasa sama sekali dalam perjuangan kemerdekaaan Indonesia. Organisasi ini adalah simbol oportunistik Tionghoa Indonesia, yang hanya sibuk menjaga properti dan bisnis mereka ketimbang membantu Indonesia memerdekakan diri. Apakah Laskar Pao An Tui sudah bubar? Mungkin secara nama dan kesatuan sudah bubar, tapi dengan konsolidasi singkat, apalagi setelah rekayasa peristiwa `98 yang mampu membangkitkan pertahanan bangsa China di Indonesia, Oligarki sudah menguasai kebijakan ekonomi dan politik negara. Pao An Yui gaya baru masin kuat dan makin eksis. Satu dari 36 teori Sun Tsu: \"借刀殺人\" (jie dao sha ren) (“Bunuh dengan pisau pinjaman. Pinjam tangan orang-orang lain untuk membunuh musuh nya”). Pao An Tui: • Menyerang musuh dengan menggunakan kekuatan pihak lain (karena kekuatan yang minim atau tidak ingin menggunakan kekuatan sendiri). • Perdaya sekutu untuk menyerang musuh kita • Sogok aparat musuh untuk menjadi penghianat, atau • Gunakan kekuatan musuh untuk melawan diri mereka sendiri. Catatan ini tentu tidak bermaksud menafikan adanya tokoh dari keturunan Tionghoa yang secara pribadi saat ini justru menjadi militan nasionalisme yang hebat, ikut berjuang  menentang dominasi kekuatan Oligarki China (Pao An Tui – bentuk baru) yang sudah sangat membahayakan negara. (*)

Prabowo, LaNyalla dan Sepakbola

Yang sayangnya pada 2018 keduanya justru \'berpisah\' karena LaNyalla yang kecewa pada Prabowo memutuskan mendukung Jokowi pada Pilpres 2019. Oleh: Rahmi Aries Nova, Wartawan Senior Forum News Network (FNN) SATU lagi gagasan besar untuk kemajuan sepakbola Indonesia resmi diluncurkan oleh Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto. Lewat turnamen yunior berhadiah \'senior\' Nusantara Open, Prabowo berambisi mendapatkan talenta-talenta terbaik untuk punggawa tim nasional pada tahun-tahun mendatang. Tiga puluh pemain hasil pantauan pemandu bakat pada 16 Juli-1 Agustus akan dikumpulkan dan ditempa di Akademi Nusantara Bersatu milik Prabowo. Nama-nama yang sudah banyak melahirkan pemain nasional, seperti Indra Sjafri dan Dusan Bogdanovic kabarnya juga bergabung dalam proyek ini. Konon, mendirikan akademi dan memiliki klub sepakbola adalah cita-cita Prabowo sejak lama. Jadi tidak ada hubungannya dengan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, yang kabarnya Prabowo akan kembali menjadi salah satu calon presidennya. Terlebih akademi ini mengusung konsep Nusantara Bersatu, dengan tagline #sepakbolamenyatukankita. Prabowo, yang baru saja dipilih kembali secara aklamasi sebagai Presiden Pencak Silat Dunia untuk empat tahun mendatang, sesungguhnya, pernah sangat dekat dengan sepakbola nasional. Yaitu saat Prabowo, sebagai \'pesaing\' Joko Widodo, mendapat dukungan dari Ketua Umum PSSI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti dalam Pilpres 2014. LaNyalla yang sejak 2009 selalu mendukung Prabowo Subianto bahkan harus menanggung risiko \'dikejar-kejar\' Kejaksaan dan \'dikudeta\' dari kursi Ketua Umum PSSI meski kala itu tim nasional Indonesia peringkatnya naik cukup signifikan. Penulis sendiri pada 2015, saat peringatan HUT ke-70 Kemerdekaan Republik Indonesa di Nusantara Polo Club, Bogor, melihat sendiri bagaimana Prabowo mendukung penuh LaNyalla untuk terus membangun sepakbola Indonesia, menjadi macan Asia dan tampil di Piala Dunia. Yang sayangnya pada 2018 keduanya justru \'berpisah\' karena LaNyalla yang kecewa pada Prabowo akhirnya memutuskan mendukung Jokowi pada Pilpres 2019. Saat ini apakah keduanya sudah berbaikan kembali, penulis kurang tahu. Tapi melihat tagline #sepakbolamenyatukankita harusnya Prabowo juga bersatu dengan LaNyalla yang saat ini punya posisi strategis sebagai Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPR-RI). Demi sepakbola, demi Indonesia. (*)