OPINI

Dua Periode Harga Mati

Oleh M. Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan WACANA perpanjangan tiga periode masa jabatan Jokowi sebagai Presiden nampaknya tutup buka. Dilempar oleh kelompok pendukung ditepis oleh Presiden, dibuka lagi oleh Menteri ditutup lagi dengan pembelokan argumen Presiden. Konklusi publik sebenarnya adalah bahwa perpanjangan hingga tiga periode itu diinginkan oleh Presiden.  Presiden Jokowi memainkan pola untuk bertahan atau aman dengan berbagai upaya mulai dari penundaan, perpanjangan hingga mencari boneka figur kepanjangan tangan. Dua tahun menuju 2024 semakin intens upaya ini. Tiga periode tetap menjadi impian.  Terakhir Menteri Investasi/Kepala BPKM Bahlil Lahadalia di depan acara HIPMI yang dihadiri Jokowi memimpin yel \"lanjutkan !\". Soal penundaan Pemilu juga dulu corongnya adalah Bahlil. Tercatat dua kali ia membuat usul untuk menunda Pemilu hingga tahun 2027. Kelompok pendukung Jokowi \"Projo\"  juga konsisten menggelorakan tiga periode  ini.  Rakyat tidak melihat urgensi tiga periode terutama berpijak pada kualitas Jokowi yang dinilai payah dalam memimpin pemerintahan. Dua periode lengkap saja sudah berbahaya dan terasa menyesakkan. Karena kinerjanya bukan membangun tetapi justru merusak.  Stop keinginan tiga periode, di samping NKRI harga mati maka dua periode adalah harga mati.  Dengan sekurangnya tiga alasan, yaitu : Pertama, tiga periode itu melanggar Konstitusi karena hasil amandemen membatasi dua periode. Melabrak UUD bukan usaha politik yang sehat, bahkan harus diberi sanksi. Jika Presiden berjuang untuk tiga periode maka off sidenya itu harus segera dihukum dengan tendangan penalti.  Kedua, tidak mentorerir politik munafik. Pura pura tidak menghendaki padahal menggerakkan. Rakyat sudah cerdas dan merasa muak dengan kepura-puraan. Kekuasaan ini kok dimain-mainkan seenaknya seperti milik sendiri. Warisan mbah mu, toh mas ?  Ketiga, menjustifikasi sebagai bangsa yang bodoh dan terjajah. Elit kekuasaan selalu menjadi penentu dan rakyat terus berposisi dinistakan. Demokrasi hanya slogan untuk meninabobokan karena faktanya negara ini adalah otokrasi atau oligarki. Di bawah rezim Jokowi yang ingin menjabat tiga kali.  Dua periode harga mati. Tiga periode membuat bangsa ini yang mati. Menjamin kelangsungan investasi hanya alasan yang di cari-cari. Jokowi telah membuat bangsa kehilangan harga diri karena merajalela korupsi dan terkubur dalam tumpukan hutang luar negeri.  Dua periode harga mati, itupun sudah dengan toleransi. Semestinya cukup satu kali karena keterpilihan mantan Gubernur DKI ini merupakan musibah bagi negeri. Rakyat tidak merasa terepresentasi oleh karakternya sebagai pemimpin yang mumpuni. Lebih banyak bergaya ketimbang berprestasi. Apalagi untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan daya beli.  Dua periode adalah harga mati. Lebih dari itu hanya bunuh diri. Jika dipaksakan rakyat harus bereaksi. Kalau perlu dengan revolusi.  Bandung, 13 Juni 2022

Fitnah Al-Kahf dan Fitnah Kehidupan-04

Islam pun hadir untuk di satu sisi mengkonfirmasi Urgensi ilmu. Tapi di sisi lain mengingatkan proporsionalitas ilmu dalam kehidupan manusia. Bahwa ilmu penting. Oleh: Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation PADA bagian lalu disampaikan bahwa fitnah dunia itu begitu dahsyat. Fitnah atau cobaan (dan tantangan) dalam menghadapi goncangan dunia sangatlah tidak mudah. Betapa banyak orang bahkan dari kalangan agamawan sekalipun tergelincir akibat dunia. Karena dunia sebagian agamawan saling sikut, hasad dan irihati antara satu dan lainnya. Tidak jarang juga aktifitas keilmuan bahkan ritual jadi ajang mengail udang di balik semak-semak. Bahkan, boleh jadi agamawan itu menjual agama untuk kepentingan dunianya. Apalagi di bidang politik atau kekuasaan kerap jadi ajang memperkaya diri, keluarga dan kelompok. Kerakusan dunia menjadikan kekuasaan tidak lagi bertujuan melayani. Tadi ditujukan untuk mendapatkan pelayanan. Demi untuk memenuhi syahwat hawa nafsu dunia itu betapa ada politisi menjadikan segalanya jadi halal. Intinya fitnah dunia itu dahsyat dan berat. Tidak sedikit yang berguguran dalam perjalanan menuju hidupnya akibat tarikan atau godaan dunia yang tak tertahankan. Bahkan hal yang termulia dari segala aspek hidup, niat kita, kerap melenceng ketika berhadapan dengan keduniaan yang sangat kuat. Fitnah Keilmuan Di Surah Al-Kahf juga disebutkan sebuah kisah yang sangat populer di kalangan Umat. Yaitu kisah nabi Musa AS dan Khidr AS. Sebagian ulama memahami Khidr sebagai nabi. Sebagian yang lain memahaminya sebagai seorang ahli hikmah dan bukan nabi. Musa AS seperti yang kita kenal adalah nabi yang memiliki “himmah” (strong will atau keinginan keras). Jika menginginkan sesuatu maka dia akan kejar hingga terwujudkan. Bahkan nabi Musa juga dikenal sebagai nabi yang kuat secara fisik. Para ahli tafsir menceritakan bahwa kisah Musa dan Khidr ini berawal ketika seseorang dari Umatnya bertanya kepadanya: “siapakah orang yang paling pintar di kalangan mereka?”. Musa menjawab bahwa dirinyalah yang paling tahu di antara mereka. Sebagai nabi tentu Musa benar. Rupanya Allah ingin mengingatkan Musa bahwa “di atas kemampuan orang yang berilmu masih ada yang lebih berilmu” (wa fawqa kulli dzi ilmin aliim). Kisah ini tentunya tidak menyalahkan Musa. Karena sekali lagi, sebagai nabi dan rasul di tengah umatnya pastinya beliau yang paling tahu dari masalah-masalah keagamaan. Saya tidak perlu menuliskan alor cerita itu lagi. Justru yang perlu digaris- bawahi adalah makna atau hikmah dari kisah Musa AS dan Khidr ini. Salah satu yang terpenting adalah bahwa ilmu itu ternyata bisa menjadi cobaan (fitnah) yang dahsyat dalam kehidupan manusia. Ilmu di satu sisi bisa menjadi pintu ragam kebaikan dalam hidup manusia. Islam sendiri dengan jelas dan tegas menekankan bahwa urgensi ilmu untuk kesuksesan hidup. Berbagai ayat Al-Quran dan begitu banyak hadits-hadits Rasulullah SAW yang mengharuskan bahkan mewajibkan Umat ini untuk berilmu. Dari ayat-ayat pertama yang turun (Iqra’) hingga kepada perintah untuk berilmu (fa’lam) termasuk kenyataan bahwa kata-kata terbanyak kedua dalam Al-Quran terkait dengan keilmuan (ilmu, pikiran, akal, dan yang semakna). Rasulullah pun seolah menyimpulkan dengan mewajibkan Umat ini menuntut ilmu. Seperti pada sabdanya “menuntut ilmu wajib atas setiap Muslim” (hadits). Sejarah menegaskan bahwa hanya dengan ilmu pengetahuan peradaban bangsa-bangsa menjadi maju dan kuat. Wajar saja ketika Rasulullah merintis pembangunan peradaban Madinah para sahabat diharuskan menuntut ilmu. Bahkan dalam kondisi perang sekalipun proses mencari ilmu harus berlanjut. Dengan semua urgensi ilmu itu pada satu sisi ternyata pada sisi lain ilmu ternyata bisa menjadi jembatan kehancuran manusia, baik pada tataran individualnya maupun kolektifnya. Pada sisi inilah ilmu menjadi fitnah kehidupan yang luar biasa. Jika kenyataan ini kita tarik kepada kehidupan manusia masa kini akan sangat relevan dan mengena. Kita hidup dalam dunia yang dirajai atau dikomandoi oleh ilmu pengetahuan. Seolah dengan segalanya ditentukan hanya dengan ilmu pengetahuan. Yang tanpa disadari pula ilmu menjadi tuhan kehidupan. Ilmu tidak lagi sebagai sarana (means). Tapi berubah menjadi tujuan. Bahkan ilmu menjadi ukuran ukuran segala hal. Sekaligus menjadi standar “nilai kehidupan” dalam mengukur baik buruknya sesuatu. Di sìnilah ilmu berubah menjadi fitnah (cobaan) yang dahsyat. Keangkuhan manusia dengan keilmuan menjadi memuncak ketika Sumber ilmu (Sang Khaliq) terlupakan bahkan diingkari. Realita inilah yang sedang melanda dunia Barat. Karena keangkuhan keilmuan itulah yang menjadikan banyak kalangan yang agnostik (tak percaya Tuhan). Islam pun hadir untuk di satu sisi mengkonfirmasi Urgensi ilmu. Tapi di sisi lain mengingatkan proporsionalitas ilmu dalam kehidupan manusia. Bahwa ilmu penting. Tapi ilmu adalah jalan untuk menemukan sebuah nilai/makna tertinggi kehidupan. Sampai kepada sang Khaliq. (Iqra’ bismi Rabbika alladzi khalaq). Dan untuk yang demikian terwujud Islam menekankan keseimbangan dan relasi yang tak terpisahkan antara akal (brain) dan hati (heart) manusia. Sesungguhnya ilmu yang sejati dalam pandangan Islam terlahir dari keharmonian hati dan akal (Ali Imran: 190-191). Demikian hikmah Al-Kahfi yang mengingatkan kita akan fitnah keilmuan. Semoga Umat ini semakin terdorong untuk menguasai keilmuan sebagai jalan membangun peradaban alternatif. Tapi  keilmuan yang terbangun di atas nilai-nilai uluhiyah (samawi). Semoga! JFK New York City, 11 Juni 2022. (mth)

Masyarakat Aceh Tempo Dulu Lebih Berkualitas

Banda Aceh, FNN - Masyarakat Aceh tempo dulu lebih berkualitas dibandingkan daerah lain. Beberapa abad lalu, orang Aceh sudah berdagang sampai ke benua Eropa. Demikian disampaikan Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Aceh, Drs. Sahidal Kastri, M.Pd, di sela-sela seminar bertema \"Keluarga Bertanggung Jawab untuk Generasi Berkualitas\" yang dilaksanakan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Aceh dalam rangka Musyawarah Daerah PKBI Aceh ke-XII, Jumat (10/6/2022) di Aula BKKBN Aceh. Kalau dilihat dari sejarah Aceh,  zaman dulu orang-orang Aceh yang berdagang sampai ke Benua Eropa, tentu  bukan orang-orang stunting. Pasti orang pintar karena harus menggunakan bahasa internasional.  \"Buktinya bisa kita lihat sekarang aset orang Aceh di luar seperti di Mekah dan di dalam negeri sendiri seperti emas di Tugu Monas juga sumbangan dari orang Aceh. Tapi itu dulu. Sekarang perlu upaya untuk mengembalikan kualitas orang Aceh seperti dulu,\"  ujar Sahidal. Menurut Sahidal, cerminan masa depan Aceh dapat dilihat dari generasi Aceh masa kini. Jika generasi saat ini baik maka masa depan Aceh ke depan juga akan lebih baik. Oleh karena itu membina generasi berkualitas menjadi hal yang penting dilakukan. \"Tanpa keluarga berkualitas tidak mungkin lahir generasi berkualitas. Dalam Islam sendiri yang dimaksud anak berkualitas itu adalah anak saleh-salehah. Dalam syariat Islam tidak dibenarkan menelantarkan anak keturunan dalam keadaan lemah, baik lemah fisik, pengetahuan, dan ekonomi,\" ungkap Sahidal. Sementara itu, Ketua Pengurus Harian Daerah PKBI Aceh, Yunus Ilyas dalam sambutannya mengungkapkan, PKBI sebagai salah satu LSM tertua di Indonesia sejak lama sudah bicara soal keluarga. Hanya saja dulu berbicara tentang keluarga berencana. Namun seiring waktu persoalan terus terjadi, sehingga PKBI memandang keluarga tidak saja terencana tetapi juga harus bertanggung jawab.  \"Kita melihat hari ini ada kondisi yang harus diperhatikan, salah satunya soal stunting, kenakalan remaja, dan permasalahan remaja lainnya. Apalagi persoalan Narkoba, hampir tidak ada gampong  (kelurahan/desa) di Aceh yang generasinya tidak terlibat Narkoba,\" ungkap Yunus Ilyas.  Oleh karena itu, menurut Yunus, kondisi ini harus diperbaiki. Maka, melalui seminar ini diharapkan  mampu melahirkan pemikiran yang tajam dan dapat dibawa dalam musyawarah daerah ke 12 PKBI Aceh untuk direalisasikan melalui program-program kerja. Seminar ini menghadirkan tiga orang pemateri, yaitu Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Aceh, dr. Sulasmi, MHSM, Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Aceh, Drs. Sahidal Kastri, M.Pd, dan Sekretaris Pengurus PKBI Nasional, Dra. Josephine R. Marietta, M.PsiT.  Dalam paparan materi, isu yang diangkat mulai dari indeks pembangunan keluarga di Aceh hingga persoalan stunting yang dinilai masih tinggi secara nasional.  (TG)

Indonesia Darurat (4): Keluarkan Dekrit Kembali ke UUD 1945 Asli

Harapan ini sangat tipis terjadi ketika Presiden ternyata juga bagian dari Oligarki. Kalau demikian keadaannya rakyat harus bergerak melakukan People Power atau Revolusi, untuk menyelamatkan Indonesia.   Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih SEMUA rakyat harus sadar bahwa UUD 1945 asli telah diganti dengan UUD 2002. Telah mengakibatkan negara oleng dan segera tenggelam. Konstitusi Negara ini telah menyimpang jauh dari tujuan para pendiri bangsa.  Ketua DPD RI (Bung AA LaNyala Mattalitti) mengatakan bahwa: Negara ini telah meninggalkan Pancasila sebagai grondslag bangsa ini. Karena sejak Amandemen Konstitusi tahun 1999 hingga 2002 kita semakin terang- benderang dan tanpa malu-malu lagi menjadi negara yang sekuler, liberal, dan kapitalis. Dan tanpa kita sadari, pandangan hidup dan cara berpikir serta perilaku kita telah berubah secara mendasar, yang merupakan antitesa dari nilai-nilai Pancasila.  Kita telah meninggalkan mazhab ekonomi pemerataan dengan mengejar pertumbuhan PDB yang berbanding lurus dengan tax rasio. Kita telah meninggalkan perekomian yang disusun atas azas kekeluargaan, dan membiarkan ekonomi tersusun dengan sendirinya oleh mekanisme pasar. Sehingga negara memilih melakukan intercept dengan memberikan program BLT-BLT untuk mengatasi kemiskinan, yang celakanya terbukti tidak tepat sasaran. Elemen Civil Society harus menyadari, sudah saatnya Konstitusi kita wajib dikembalikan kepada semangat dan spirit suasana kebatinan para pendiri bangsa. Bahwa Undang-Undang Dasar Naskah Asli 1945. Konstitusi yang sama sekali baru dan sudah tidak nyambung lagi dengan nilai-nilai Pancasila yang merupakan nilai dari watak dasar atau DNA bangsa ini, secara nyata telah membawa negara ke arah kehancuranya. Bahwa persoalan yang kita hadapi adalah persoalan Fundamental. Maka, jalan keluar yang dilakukan juga harus Fundamental. Dan, salah satu persoalan Fundamental tersebut adalah Oligarki Ekonomi yang semakin membesar dan menyatu dengan Oligarki Politik untuk menyandera kekuasaan. Maka jalan keluar Fundamental yang harus kita lakukan adalah akhiri rezim Oligarki Ekonomi dan pastikan Kedaulatan ada di tangan rakyat. Bukan lagi melalui Demokrasi Prosedural yang menipu.  Untuk menghindari keadaan negara makin memburuk, sudah tiba saatnya Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden Kembali ke UUD 1945 Asli. Tinggal kita tunggu saja, apakah Presiden Joko Widodo berani melakukannya atau tidak? Harapan ini sangat tipis terjadi ketika Presiden ternyata juga bagian dari Oligarki. Kalau demikian keadaannya rakyat harus bergerak melakukan People Power atau Revolusi, untuk menyelamatkan Indonesia. Kalau situasi politik dan ekonomi sudah seperti ini, rakyat sudah tidak percaya lagi sehingga bergerak dan melakukan people power, tidak salah akademisi dan pengamat politik Rocky Gerung minta agar Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa bersiap-siap. (*Selesai)

Rakyat Simpati dan Berpihak pada yang Teraniaya

Oleh M. Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan SEMUA tokoh politik yang layak maju menjadi calon Presiden seperti Gatot Nurmantyo, AA La Nyalla Mattalatti atau Rizal Ramli menghadapi penzaliman politik melalui aturan hukum Presidential Threshold 20 %.  Meski perjuangan belum berakhir namun hingga kini Mahkamah Konstitusi (MK) masih menampilkan diri sebagai bagian dari kezaliman itu. Bersikukuh mempertahankan aturan yang tidak demokratis dan melanggar HAM tersebut.  Tokoh lain yang berpeluang memiliki kendaraan usungan gabungan Partai Politik seperti Gubernur DKI Anies Baswedan juga masih menjadi sasaran dari penzaliman rezim beserta antek-anteknya.  Permainan melalui berbagai framing dilakukan untuk melakukan pembunuhan karakter (character assassination). Upaya jahat dilakukan baik dengan serangan buzzer, menggerakkan KPK, hingga aksi-aksi palsu untuk membangun citra negatif.  Omong kosong jika rezim Jokowi menyatakan Indonesia harus dan dapat maju. Katanya perlu SDM yang berkualitas untuk membangun negeri. Nyatanya tokoh-tokoh berkualitas yang potensial untuk mampu membangun negeri justru dibunuh dan dihancurkan reputasinya dengan segala cara.  Sebaliknya, para pengekor bahkan penjilat terus diangkat dan diorbit. Akibatnya muncul pemimpin karbitan yang tidak berkualitas. Secara faktual sebagian besar Menteri-Menteri Jokowi itu \"under capacity\". SDM payah yang belepotan dalam menunaikan amanat.  Sikap dan perlakuan kepada Anies Baswedan telah menjadi tontotan rakyat akan model atau pola penzaliman. Rendahnya penghargaan atas prestasi Gubernur, demo \'by design\' menuntut mundur, serangan atas kebijakan soal reklamasi,  pembawa sial IKN kata dukun, serta operasi cari-cari kesalahan KPK. Aksi unjuk rasa FPI palsu di Patung Kuda mendeskreditkan Anies Baswedan, demikian juga dengan deklarasi Majelis Sang Presiden yang sepertinya merupakan dukungan fitnah karena secara demonstratif dalam deklarasi di Hotel Bidakara Pancoran itu ada yang mengatasnamakan eks narapidana teroris, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) maupun Front Pembela Islam (FPI).  Rezim bungkam atas kecurigaan publik atas aksi dan deklarasi serta dugaan operasi masif, sistematis, dan terstruktur yang bertujuan menjegal, merusak dan menghancurkan Anies Baswedan. Tuntutan publik untuk pengusutan tidak ada tindak lanjut. Ada pembiaran atas skenario kotor untuk menjegal tokoh potensial.  Meskipun demikian rakyat selalu berpihak pada orang orang yang dizalimi dan pemihakan itu akan ditunjukkan pada waktunya. Rakyat mendukung Soekarno karena kezaliman Belanda yang memenjarakan, rakyat berada di belakang Soeharto atas penzaliman PKI kepada TNI, dan rakyat pun memberi suara penuh kepada SBY  karena SBY dizalimi Presiden Megawati.  Anies dipecat Jokowi tetapi mampu menjadi Gubernur. Kini ia terus digempur, namun jika rakyat berada di belakangnya, maka kelicikan apapun tidak akan membuatnya hancur. Sebaliknya rezim zalim akan babak belur dan cepat terkubur.  Rakyat dapat dipaksa untuk mengalah tetapi rakyat tidak akan bisa selamanya kalah.  Siapapun dia, jika ingin sukses menjadi Presiden dan ingin menjalankan tugasnya dengan baik, maka sebelum menjadi Presiden di Istana haruslah terlebih dahulu menjadi Presiden di hati rakyat.  Hati rakyat adalah sumber kekuatan untuk mendapatkan amanat sekaligus do\'a agar mampu menunaikan amanat itu dengan selamat.  Bandung, 11 Juni 2022

Makzullkan Jokowi!

Oleh M. Rizal Fadillah  - Pemerhati Politik dan Kebangsaan  CUKUP berani dan hebat serta tepat desakan 100  ulama, habaib dan tokoh Jawa Timur yang diantaranya meminta MPR untuk memakzulkan Presiden Jokowi dalam butir pernyataan \"Mendesak MPR RI melaksanakan Sidang Istimewa dengan agenda pemakzulan Presiden Jokowi\". Pernyataan Aliansi tersebut disampaikan dalam acara yang dilaksanakan tanggal 4 Juni 2022 di Gedung Museum NU Surabaya.  Sesuai konsiderans pernyataan bahwa terlalu banyak masalah yang yang ditimbulkan oleh pemerintahan Jokowi. Dari mulai wacana penundaan Pemilu dan perpanjangan jabatan tiga periode, rekrutmen keturunan PKI menjadi prajurit TNI, kenaikan tarif dan harga, kebijakan Islamophobia, hingga Plt Kepala Daerah yang bernuansa KKN serta LGBT yang memerosotkan moral bangsa.  Desakan kepada MPR untuk Sidang Istimewa tentu menjadi fenomena menarik. Meningkat dari marak aspirasi yang awalnya mendesak Presiden Jokowi untuk mundur menjadi desakan pemakzulan. Artinya kekecewaan publik semakin besar sehingga memunculkan keberanian untuk mendesak MPR agar melaksanakan Sidang Istimewa dengan agenda pemakzulan Presiden.  Desakan Aliansi Ulama, Habaib, dan Tokoh Jawa Timur tersebut bukanlah tindakan inkonsitusional atau makar tetapi aspirasi yang patut dihargai dan dibaca sebagai bagian dari kekuatan rakyat yang ingin segera terjadi perubahan menuju perbaikan. Membiarkan kekuasaan di bawah pemerintahan Jokowi berlama-lama hanya menyebabkan keterpurukan. Negara harus diselamatkan.  Pola penyelamatan yang dipandang mendesak oleh para ulama, habaib, dan tokoh Jawa Timur ini adalah pemakzulan Presiden Jokowi. Seolah mengingatkan bahwa kondisi negara yang karut marut selama ini disebabkan oleh ketidakmampuan Presiden Jokowi untuk memimpin bangsa dan negara. Ikan busuk mulai dari kepalanya.  Desakan konstitusional seperti ini menjadi bagian dari kehidupan berdemokrasi yang sehat. Praktek ketatanegaraan yang wajar dalam rangka menormalisasi pengelolaan negara. Spiritnya adalah \"demi kemashlahatan umat dan keselamatan seluruh rakyat Indonesia\".  Sebelumnya ketua DPD RI LaNyalla Mattaliti saat menerima aktivis bulan Mei lalu menyatakan terhadap wacana pemakzulan Presiden ia mempersilahkan dan tidak bisa menghalang-halangi. Baginya itu langkah konstitusional yang ada aturannya, melalui DPR, MK, dan seterusnya.  MPR tentu akan didahului oleh respon atau langkah institusi DPR untuk menindaklanjuti desakan para ulama, habaib, dan tokoh tersebut.  Pasal 7A dan Pasal 8 ayat (3) UUD 1945 dapat dijadikan dasar hukum bagi pemakzulan Presiden beserta mekanisme konstituaionalnya.  Semangat pemakzulan ini juga menyiratkan skeptisme para ulama, habaib dan tokoh Jawa Timur bahwa Presiden Jokowi akan mampu mengubah dan memperbaiki kinerjanya serta mengantarkan dan menjamin Pemilu 2024  dapat berjalan lancar, adil, jujur dan demokratis. Pemakzulan dinilai sebagai awal dari perbaikan untuk meyerahkan kembali kedaulatan kepada rakyat sebagai pemilik otentiknya. Setelah lama dibajak, dicuri, atau dikudeta oleh tangan-tangan jahat oligarki. Oligarki penjajah bangsa.  Bandung, 10 Juni 2022

Jangan Berhenti Tangan Mendayung, Nanti Arus Membawamu Hanyut

Hancur.... Barongsai menari berpesta pora, beratraksi melibas Reog. Itulah hasil instan reformasi. Oleh : Letjen (Purn) TNI M. Setyo Sularso, Mantan Inspektur Jenderal TNI PANCASILA dan UUD 1945, dibuat oleh Generasi yang merasakan susahnya iuran mendirikan republik. Ketika beliau yang adalah para pejuang menyusun Dasar Negara dan UUD ‘45, bau mesiu masih ada di hidung mereka. Tangannya pun masih bergetar merasakan mengangkat rekannya yang terkapar berlumuran darah, dan bambu runcing juga masih tersandar di kamarnya. Mereka merasakan hidup susah dan dibantai penjajah. Sehingga, paham bagaimana mencari cara untuk mewariskan Republik ini supaya berumur panjang. Jangan bikin susah anak cucu, sehingga demikianlah bunyi UUD 1945. Presiden ialah Orang Indonesia Asli (pasal 6 ayat 1). Sangat disayangkan: Gagal.    Sebagian mereka menyaksikan, jerih payah dan rangkaian perjuangan yang melahirkan TMP (Taman Makam Pribumi) dari Sabang sampai Merauke di- Delete... oleh generasi sesudahnya yang bernafsu memutar jarum Kompas melebihi 360 derajat. Melupakan semboyan: Bangsa yang besar adalah .....! Sangat berbeda,  orang yang pernah berjuang dengan resiko nyawanya, kemudian memimpin negeri (seperti Vietnam) saat ini dengan mereka yang hanya mengambil hasil panen yang bibitnya disemai generasi pejuang.   Hancur.... Barongsai menari berpesta pora, beratraksi melibas Reog. Itulah hasil instan reformasi. Belajar dari keadaan yang ada di sekitar kita hari ini, kedunguan mindset yang sudah terpola dan tanpa terasa menggiring kita memasuki abad Benturan Peradaban, hanya ada satu jalan, dan harus diperjuangkan oleh kaum Bumi Poetra: Kembali ke UUD \'45 Asli! (*)

Strategi Politik Rezim Boneka Masih Sama

Politik adu domba seperti ini masih akan terus terjadi dan terulang, nistanya menggunakan tenaga bayaran dengan tampilan kebesaran simbol identitas agama hanya dengan bayaran seratus lima puluh ribu. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih REZIM boneka ini masih memiliki hobi melakukan praktek politik lama dan berbau barbar. Seperti memunculkan demo FPI duplikat terus dimunculkan, demo bayaran mem-framing lawan FPI sebagai ormas terlarang, lawan khilafah dan ujung-ujungnya tolak Capres yang didukung FPI. Tokohnya masih dari para pemain lama, dari gerombolan Oligarki yang tersambung dengan Istana karena panik keruntuhan rezim akan membawa bencana dan petaka bagi rezim oligarki dan para begundalnya. Menghadapi kondisi seperti ini, jangan mengeluh realitas politik murahan ini harus dilawan: Complaining will never solve the problem. Stop complaining and take action (Mengeluh tidak akan pernah menyelesaikan masalah. Berhenti mengeluh dan segera bertindak). Hadapi dengan berani, hilangkan rasa takut karena: A fear will only make you weak and lose confidence. Ignore the fear and proceed your step (Rasa takut hanya akan membuatmu lemah dan kehilangan kepercayaan. Abaikan (saja) ketakutanmu dan lanjutkan langkahmu). Politik adu domba seperti ini masih akan terus terjadi dan terulang, nistanya menggunakan tenaga bayaran dengan tampilan kebesaran simbol identitas agama hanya dengan bayaran seratus lima puluh ribu. Melelahkan memang, melawan praktek politik yang tidak cerdas dan gentle dalam wacana demokrasi yang sehat atau dengan akal sehat. Justru terus muncul cara cara ortodok dan model barbar politisi boneka sesaat ini. Tetap kita lawan: Actions speak louder than words (apa yang kamu lakukan lebih bermakna daripada sekedar berkata-kata). Konflik dalam bentuk adu domba akan tetap terus terjadi dan malah makin membesar  adalah kondisi terjadinya ketidakcocokan antar nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri individu maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang telah dikemukakan tersebut dapat mengganggu bahkan bisa saja menghambat tercapainya emosi atau stres yang mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja. (Kilman dan Thomas). Kabinet “kerja kerja dan kerja” ke depan hanya akan kerja-kerja-kerja dengan mengadu-domba masyarakat karena ambisi kekuasaan jangan sampai beralih ke tangan kekuatan lain yang akan menganjurkan kemapanan Oligarki yang nyata-nyata telah menguasai negara ini. Konflik politik merupakan jenis konflik yang terjadi karena adanya perbedaan pandangan kepentingan dan pertahankan kekuasan politik  dalam kehidupan politik. Konflik ini terjadi karena rezim boneka bersama oligarki ingin terus berkuasa terhadap suatu sistem pemerintahan. Konflik politik merupakan konflik yang pasti  terjadi saat menjelang pemilu. Pageblug makin parah akibat: The wrong man in the wrong place with the wrong idea and idealism. (Orang yang salah di tempat yang salah dengan ide dan cita-cita yang salah). (*)

Perlu Waspada, Bisa Jadi Akan Ada Deklarasi ISIS Dukung Anies

Inilah yang diinginkan oleh pihak-pihak jahat yang merasa terancam jikalau Anies menjadi presiden kelak. Kelihatannya, operasi intellijen seperti ini akan terjadi lagi entah di mana. Dalam bentuk yang sama atau versi lain. Oleh: Asyari Usman, Jurnalis, Pemerhati Sosial-Politik RAKYAT pendukung Anies Baswedan yang masih menjabat Gubernur DKI Jakarta tak perlu gerah. Semua orang sudah paham bahwa para penguasa rakus dan oligarki jahat pasti akan menjegal beliau. Dan, mereka tak akan membiarkan Anies masuk ke Istana dengan mudah. Mereka gunakan segala cara. Termasuk operasi intelijen untuk mencitrakan bahwa Anies akan duduk di Istana untuk menjalankan agenda radikalisme. Inilah yang terjadi di acara deklarasi yang bertajuk “Majelis Sang Presiden Kami” di Hotel Bidakara, Pancoran, Jakarta, pada Rabu, 8 Juni 2022. Ada yang disusupkan ke acara ini. Dengan cara yang sangat pintar. Atau, lebih tepat dengan cara yang sangat licik. Liciknya begini. Gerombolan yang disusupkan itu disuruh membawa bendera Tauhid. Tentu ini sangat dilematis bagi panitia penyelenggara. Bagaimana tidak dilematis! Bendera itu bertuliskan kalimat syahadat. Tampak sangat tercela untuk ditolak pemajangannya dalam acara itu. Tapi, di sisi lain, oligarki dan para penguasa laknat pasti tahu persis bahwa pemajangan bendera Tauhid itu oleh kaki-tangan mereka adalah salah satu bentuk pencitraan buruk bagi Anies di mata orang-orang yang tidak mengenal beliau dan yang tak paham Tauhid. Bagi orang yang mengerti, mungkin tidak masalah. Salah seorang penyelenggara merasa perlu tegas meminta agar deklarasi dukungan untuk Anies tidak terjebak agenda intelijen. Sampai akhirnya terjadi pertengkaran antara sesama orang Islam. Kedua bendera tersebut ditarik seketika. Peristiwa ini sangat memprihatinkan. Sampai viral pula. Tampaklah bahwa masih ada saja elemen umat Islam yang bersedia dijadikan “kaki-tangan” intelijen. Inilah yang diinginkan oleh pihak-pihak jahat yang merasa terancam jikalau Anies menjadi presiden kelak. Kelihatannya, operasi intellijen seperti ini akan terjadi lagi entah di mana. Dalam bentuk yang sama atau versi lain. Para buzzer Islamofobik merasa mendapat amunisi untuk kembali menyerang Anies setelah Pak Gub sukses menyelenggarakan balap Formula E. Seperti biasa, kehadiran bendera Tauhid di acara deklarasi di Hotel Bidakara itu digoreng oleh gerombolan buzzer upahan. Umat perlu selalau waspada. Sangat mungkin akan ada pencitraan buruk yang lebih sadis lagi terhadap Anies. Bisa jadi kaki-tangan intelijen lainnya akan mendeklarasikan dukungan untuk Anies atas nama ISIS seluruh dunia. Tidak ada susahnya bagi intelijen untuk membuat rekayasa ini. (*)

Indonesia Darurat (3): Bubarkan Mahkamah Konstitusi!

 Kejahatan pelanggaran konstitusi tersebut dipertontonkan dengan vulgar dan telanjang. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih DEMOKRASI melalui proses Pilpres tersumbat dan hak rakyat sebagai pemilik kedaulatan negara dikebiri adalah dengan adanya Presidential Threshold 20%. Suara rakyat dihadang dengan Pasal 222 Undang-Undang Pemilu. Jelas-jelas Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai benteng keadilan justru sebagai perampok keadilan. Karena selain melanggar Konstitusi, juga menghalangi terwujudnya cita-cita lahirnya negara ini seperti yang tertulis di dalam “Naskah Pembukaan Konstitusi” kita.  Bergelombang masyarakat sampai lembaga tinggi negara DPD RI mengajukan Judicial Review (JR) ke Mahkamah Konstitusi untuk menghapus Pasal 222 Undang-Undang Pemilu tersebut semuanya kandas. Kekuatan kekuasaan rezim bersama oligarki seperti begitu kokoh menghadangnya. Khusus DPD RI secara kelembagaan telah mengajukan gugatan ke MK atas Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal yang kami gugat adalah Pasal tentang Ambang Batas Pencalonan Presiden atau Presidential Threshold.  Ketua DPD RI Bung AA LaNyala Mattalitti, sampai marah dan berkeyakinan, pasal ini adalah Pasal penyumbang terbesar Ketidakadilan dan Kemiskinan Struktural di Indonesia. Karena melalui Pasal inilah, maka Oligarki Ekonomi mengatur permainan untuk menentukan Pimpinan Nasional bangsa ini. Pasal ini telah membatasi munculnya putra-putri terbaik bangsa. Dan, pasal ini telah pula mematikan ruang bagi Partai Politik peserta pemilu untuk dapat mencalonkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden. Karena Pasal ini memaksa parpol untuk berkoalisi dalam mengusung pasangan Capres dan Cawapres. Dan, ini mematikan hak parpol baru untuk mengusung pasangan Capres dan Cawapres, karena adanya kewajiban menggunakan basis suara hasil pemilu 5 tahun sebelumnya. Dan, yang lebih esensi adalah Pasal 222 tersebut sama sekali tidak derivatif dari Konstitusi di Pasal 6A Undang-Undang Dasar kita.    Pasal seperti drakula ini memaksa Partai Politik berkoalisi untuk memenuhi ambang batas, maka yang terjadi adalah Capres dan Cawapres yang akan diberikan kepada rakyat akan sangat terbatas. Di situlah pintu masuk Oligarki Ekonomi dan Oligarki Politik mengatur dan mendesain siapa pemimpin nasional yang akan mereka mintakan suara dari rakyat melalui Demokrasi Prosedural yang kita sebut sebagai Pilpres.  Bisa ditebak secara politik dengan terang benderang Oligargi sekuat tenaga ingin bertahan dan mempertahankan kekuasaan mencengkeram Indonesia. Oligarki Ekonomi inilah yang membiayai semua proses itu. Mulai dari biaya yang harus dikeluarkan untuk membangun koalisi partai, hingga biaya untuk pemenangan dalam proses Pilpres.  Kejahatan pelanggaran konstitusi tersebut dipertontonkan dengan vulgar dan telanjang. Jadi, wajar juga bahwa sebagai lembaga tinggi negara penjaga konstitusi, DPD RI sampai mengancam apabila MK nanti menolak gugatan DPD RI atas Pasal 222, maka saya katakan di sini bahwa MK telah dengan sengaja memberikan ruang kepada Oligarki Ekonomi untuk menyandera dan ikut mengendalikan negara ini untuk berpihak dan memihak kepentingan mereka. Sehingga sudah sepantasnya Mahkamah Konstitusi dibubarkan. Karena, tidak lagi bisa menjaga negara ini dari kerusakan akibat produk perundangan yang merugikan rakyat dan menjadi penyebab kemiskinan struktural di negara ini. Rezim ini dipengaruhi dan dikuasai oleh kapitalis banci yang merupakan persekongkolan (conspiracy) antara lain, para Taipan, juga korporatokrasi (penghancur lingkungan alam dan sosial), sembilan Barongsai, Oligarchy, Gorilla Betina Merah, dan Neo Colonialism. Mereka bersekongkol untuk berkuasa secara absolut bagi kehancuran bangsa dan NKRI. (*)