OPINI

Rakyat Indonesia Belum Maharddhika ’Merdeka’

Para elit politik menunjuk (calon) presiden sesuka mereka, bagaikan penjajah menunjuk Gubernur Jenderal. Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) HARI ini, 77 tahun yang lalu, 17 Agustus 1945, rakyat Indonesia menyatakan Kemerdekaannya. Dalam hal ini, kemerdekaan mengandung arti bebas dari penjajahan, atau tidak bergantung dari bangsa lain. Kalau bicara dalam konteks negara, Indonesia memang sudah terbebas dari kekuasaan bangsa asing, sudah terbebas dari penjajahan. Tetapi, dalam konteks kemanusiaan, rakyat Indonesia masih jauh dari ‘merdeka’. Kata ‘merdeka’ berasal dari bahasa sansekerta, maharddhika. Yang mempunyai arti: kaya sejahtera dan kuat. Dalam arti kata ‘merdeka’ yang sesungguhnya ini, maka jelas sebagian besar rakyat Indonesia belum ‘merdeka’: belum sejahtera dan belum kuat. Banyak dari saudara-saudara kita masih sangat lemah, dan tertindas. Tidak mampu mempertahankan hak-hak mereka sebagai rakyat Indonesia yang ‘merdeka’. Begitu sangat lemah, tidak mampu melawan penindasan atas hak mereka sebagai rakyat Indonesia. Tidak mampu melawan perampasan atas hak tanah dan sumber daya alam milik nenek moyang mereka, dirampas oleh segelintir ‘penjajah’ yang rakus, berkolusi antara penguasa-pengusaha. Rakyat Indonesia sangat lemah, tidak berdaya. Hukum dijalankan sangat tidak adil, seperti hukum penjajah kepada ‘inlander’. Mereka yang seharusnya dihukum, malah dilindungi. Bandar narkoba, bandar judi tidak tersentuh hukum, sampai akhirnya kotak pandora Satgassus mulai terbuka, membuka mata publik yang terbelalak tidak percaya. Apa bedanya penjajah bangsa asing dengan mereka: ‘penjajah lokal’? Bagi sebagian besar rakyat Indonesia, mereka adalah sama-sama penjajah. Oleh karena itu, ‘merdeka’ dalam arti sesungguhnya: kaya, sejahtera dan kuat, masih jauh di luar jangkauan sebagian besar rakyat Indonesia, maharddhika hanya ilusi. Sebagian besar rakyat Indonesia masih hidup dalam serba kemiskinan, jauh dari maharddhika ‘merdeka’: kaya, sejahtera dan kuat. Jumlah rakyat miskin Indonesia menurut Bank Dunia sebanyak 150,2 juta orang (2018) atau sekitar 56,1 persen dari total penduduk 2018. Mereka, rakyat miskin tersebut, hanya mempunyai pendapatan di bawah 5,5 dolar AS (kurs PPP 2011) per orang per hari, atau setara Rp30.517 pada 2018, atau sekitar Rp1 juta per orang per bulan. Jumlah rakyat miskin Indonesia ini jauh lebih besar dari jumlah rakyat miskin Malaysia, Thailand, atau bahkan Vietnam yang baru selesai perang dan membangun ekonominya pada 1986. Belum ada tanda-tanda seluruh rakyat Indonesia akan segera menikmati ‘merdeka’, maharddhika. Bahkan semakin lama kondisi ekonomi rakyat semakin memprihatinkan, semakin memburuk. Rakyat tidak berdaya, hanya bisa pasrah, ‘penjajah lokal’ mempermainkan nasib mereka. Elit politik membuat landasan hukum yang merugikan rakyat Indonesia, dengan memberi keuntungan besar kepada para ‘penjajah lokal’. Menyerahkan eksploitasi kekayaan alam kepada segelintir orang pengusaha-penguasa. Kenaikan harga komoditas yang seharusnya dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia, seperti bunyi Pasal 33 UUD, tetapi faktanya hanya dinikmati oleh segelintir pengusaha-penguasa saja. Bahkan rakyat hanya mendapat derita, harga pangan dan harga energi naik, belanja subsidi dibatasi, APBN hingga Juli 2022 dibuat surplus sangat besar. Harga minyak goreng yang melonjak, di negara produsen dan eksportir terbesar dunia, sebuah cerminan ekonomi kolonial. Pandemi juga telah memberi keuntungan besar kepada penguasa-pengusaha, mereka menguasai bisnis PCR, dan menentukan harga eksploitasi. Menangguk untung abnormal. Para elit politik menunjuk (calon) presiden sesuka mereka, bagaikan penjajah menunjuk Gubernur Jenderal. Bahkan, menurut kabar, dana hitam yang dihimpun dari Satgassus Merah Putih dengan jumlah yang sangat besar, digunakan untuk melanggengkan kekuasaan. Dengan mendukung dan mendanai calon presiden pilihan agar pasti terpilih. Semua ini menunjukkan, setelah 77 tahun merdeka, rakyat Indonesia masih terjajah, terbelenggu di bawah kekuasaan para elit penguasa dan pengusaha: oligarki, sama seperti para penjajah asing menguasai nasib rakyat Indonesia. (*)

Jangan Setengah Hati, Periksa Semua Jenderal dan Kombes

Oleh Asyari Usman | Jurnalis Senior FNN  AKAN bersihkah Polri dari kelakuan Ferdy Sambo setelah dia sekarang hancur? Bisakah dikembalikan kepercayaan publik pada Kepolisian? Sudah cukupkah bongkar habis Sambo yang saat ini dilakukan oleh Kapolri untuk memulihkan reputasi Polri? Jawabannya: tak mungkin. Sebab, reputasi Polri dari dulu sudah rusak. Kasus Sambo adalah puncak dari kebobrokan akut di Kepolisian. Di tangan Sambo-lah Polri masuk jurang. Di tangan dialah kesewenangan menjadi-jadi. Hebatnya, kesewenangan Sambo itu membuat banyak petinggi Polri senang. Sambo pintar menyuguhkan kesenangan yang menghibur para petinggi. Semuanya melimpah-ruah. Berbagai sumber menyebutkan duit haram yang terkumpul di tangan Sambo tak cukup menggunakan kalkulator miliar, melainkan triliun. Semua ini berkat Satgassus Merah Putih. Di tangan Sambo, cara kerja Satgas mirip Mafia. Adalah Tito Karnavian, sewaktu dia menjabat Kapolri, yang membentuk lembaga non-struktural ini pada 2018. Tetapi, di tangan Sambo-lah satgas khusus itu menjadi sangat agresif.   Katakanlah nanti Sambo dihukum mati atau penjara puluhan tahun. Tidak berarti “samboisme” di Polri akan lenyap. Gaya hidup dan manajemen Sambo masih akan berlanjut. Hari ini kita lihat Kapolri jungkir balik mencabut “pohon Sambo” yang telah berakar dalam di Kepolisian. Akar serabutnya menjalar ke mana-mana. Sambo hadir disemua lini. Tidak mudah melenyapkan “samboisme” itu. Sambo bagaikan dewa di Polri. Sekaligus menjadi Pangeran Dermawan (Prince of Generous) bagi para petinggi institusi ini. Hadiah yang dibagi-bagi tak pernah habis. Unlimited. Tak heran kalau orang membayangkan duit Sambo bertimbun-timbun. Karena yang harus disambanginya banyak sekali.   Berbagai sumber menduga duit cash yang disimpan Sambo mencapai angka triliunan. Dugaan kuat tentang ini muncul di mana-mana. Masalahnya, mungkinkah itu benar? Tidak ada yang tahu pasti. Tapi, kalau dilihat wewenang Satgassus Merah Putih dan kasus-kasus yang mereka tangani, bisa jadi benar. Selama beberapa tahun ini Satgassus dikepalai oleh Sambo. Sebelumnya dia duduk sebagai sekretaris. Supaya tidak ada spekulasi, keraguan dan kecurigaan di tengah masyarakat, maka perlu dilakukan penyelidikan menyeluruh. Termasuklah pemeriksaan terhadap semua perwira tinggi dan menengah untuk memastikan siapa-siapa yang ikut dalam jaringan Satgassus. Jangan setengah hati membersihkan Polri dari jaringan Sambo. Satgassus yang semula dimaksudkan untuk tujuan positif, jelas disalahgunakan oleh Sambo. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bisa menelusuri semua aktivitas rekening para perwira tinggi dan menengah. Ada kemungkinan kelompok Sambo melakukan transaksi tunai. Mereka membagi-bagikan uang tunai langsung kepada pihak-pihak yang dituju. Boleh jadi uang kelompok Sambo disimpan di dalam koper, brankas, tas, bahkan karung untuk menghindarkan deteksi transaksi elektronik. Banyak yang menduga Brigadir J mengetahui aktivitas Satgassus yang dipimpin Sambo. Korban pembunuhan berencana ini adalah anggota Satgas. Ada sumber yang menyebutkan Brigadir J diyakini telah membocorkan banyak informasi sensitif tentang cara kerja Sambo menumpuk uang lewat Satgas Merah Putih. Salah satu dugaan motif pembunuhan Brigadir J adalah pembocoran info itu. Lalu, apa indikasi bahwa mantan Kadiv Propam itu menggunakan Satgassus sebagai kendaraan untuk mengumpulkan uang secara ilegal? Ini dapat dilihat dari langkah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prambowo membubarkan Satgassus Merah Putih pada 11 Agustus 2022. Kalau Satgassus baik-baik saja, tidak disalahgunakan oleh Sambo, tentu tidak ada alasan untuk membubarkannya. Pembubaran Satgassus itu malah memastikan penyalahgunaan satuan ini oleh Sambo. Atas dasar ini pula, kesimpulan tentang pembunuhan Brigadir J jangan disempitkan hanya ke motif pelecehan seksual atau pencederaan martabat istri Sambo, Putri Candrawathi. Publik berhak mengetahui semua aspek yang menyulut tindakan Sambo menghabisi Brigadir Yoshua. Sepak terjang Satgassus Merah Putih di bawah komando Sambo harus juga dibuka secara transparan. Jangan ada  yang ditutup-tutupi. Terutama soal pengumpulan uang besar dan penyalurannya.[]

Listrik Terancam Padam: Rakyat Melawan Oligarki Kekuasaan (2)

Oleh Marwan Batubara, IRESS Untuk mengantisipasi terulangnya krisis pasokan batubara yang dapat berdampak padamnya listrik puluhan juta pelanggan seperti terjadi pada awal 2022, pemerintah telah menerbitkan Kepmen ESDM No.13/2022 dan berencana membentuk Badan Layanan Umum (BLU) Batubara. Dengan terus meningkatnya harga batubara global, tampaknya pemadaman listrik bisa terjadi. Sebab, para pengusaha batubara mengutamakan ekspor dibanding memenuhi kewajiban DMO, sementara aturan pengaman pasokan batubara PLN tak memadai. Payung hukum implementasi BLU yang rencananya terbit Juli 2022, hingga sekarang tak jelas statusnya. Di sisi lain, Kepmen ESDM No.13/2022 yang bertujuan mengamankan pasokan PLN berapa pun kenaikan harga batubara global (ceiling price US$ 70/ton), ternyata memuat ketentuan bernuansa moral hazard. Kepmen No.13/2022 telah menyediakan “celah” bagi pengusaha untuk bisa ekspor batubara tanpa memenuhi kewajiban DMO 25%. Moral Hazard Payung Hukum BLU Setelah digagas Menko Marves LBP enam bulan lalu, BLU Batubara belum juga jalan. Keterlambatan bisa saja karena konsep BLU oleh KESDM tidak sama dengan yang semula digagas LBP. Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan pembentukan BLU Batubara masih dibahas. Dikatakan izin prakarsa masih dibahas dan diperlukan penjelasan tambahan (9/8/22). Sebelumnya, pada diskusi publik Majalah Tambang di Jakarta, Kamis (4/8/2022), Staf Khusus Menteri ESDM Irwandy Arif mengatakan usul draft Perpres BLU sudah disampaikan ke Kemenkeu. Dikatakan, usul tersebut telah ditanggapi dan disebutkan *(oleh Kemenkeu atau entah siapa)* akan dirubah menjadi Peraturan Pemerintah (PP). Kata Irwandy, akan butuh waktu lebih lama jika dasar hukum BLU berbentuk PP. IRESS mencurigai ada upaya mengulur waktu, sebab dalam enam bulan terakhir, harga batubara global tetap tinggi (harga Newcastle 15/8/2022: US$ 407/ton). Dalam diskusi publik Majalah Tambang di atas (4/8/2022), IRESS menyatakan payung hukum BLU cukup dengan Perpres. Sebab untuk BLU ekspor CPO dan program Biodiesel B30, payung hukum yang digunakan hanya berupa Permen, yaitu antara lain PMK No.113/2015.  Ternyata Komisi VII DPR pun telah bersikap. Dalam Rapat Kerja dengan Menteri ESDM (9/8/2022), Komisi VII meminta pemerintah segera merealisasikan pembentukan BLU Batubara dengan payung hukum Perpres. Karena itu, jika Perpres BLU yang telah diusulkan dan dibahas sejak Maret 2022 dan dibahas kembali Mei 2022 tak kunjung terbit, maka kredibilitas pemerintah bermasalah. Peraturan Yang Diterbitkan Sendiri Dipersoalkan!? Dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR, Menteri ESDM Arifin mengatakan harga batubara yang naik membuat para pengusaha mengutamakan ekspor guna mengejar untung besar. Sehingga industri dalam negeri, termasuk PLN mengalami kekurangan (9/8/2022). Dikatakan, pinalti bertarif rendah bagi yang tidak memenuhi kewajiban DMO, menyebabkan para pengusaha memilih membayar kompensasi dibanding memasok PLN (UD$ 70/ton). Kata Arifin: \"Untuk itu ada kecenderungan menghindari kontrak dengan industri dalam negeri. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dibentuk BLU Batubara”. Padahal, sebelum BLU dibentuk pun, jika peraturan yang disusun memadai dan bebas moral hazard, maka masalah kekurangan pasok tidak akan terjadi. Yang jadi masalah, kenapa Arifin mempertanyakan aturan kompensasi yang rendah, padahal aturan tersebut, yakni Kepmen ESDM No.13/2022), pejabat pemerintah yang menandatangani adalah Menteri ESDM sendiri? Beberapa ketentuan termuat dalam Kepmen No.13/2022 antara lain: 1) Perusahaan yang berkontrak dengan PLN akan terkena pinalti, denda sebesar harga pasar ekspor (misalnya $400) dikurangi harga DMO $70 per ton. Jika kalori batubara yang dibutuhkan PLN 4600 kcal/kg, maka diperkirakan besarnya denda sekitar $188 per ton; 2) Penambang yang tidak berkontrak dengan PLN walaupuan spesifikasi batubaranya sesuai kebutuhan PLN, hanya dikenai pinalti berupa kompensasi yang sangat rendah. Besaran kompensasi, tergantung nilai kalori, berkisar antara US$ 15-25 per ton (untuk kalori berkisar antara 4000-6000).  Ketentuan Kepmen ESDM No.13/2022 jelas sangat tidak adil dan sarat moral hazard. Sebab, justru mengorbankan para penambang yang PATUH berkontrak dengan PLN, termasuk BUMN/PTBA, namun sekaligus memberi untung BESAR bagi yang tidak berkontrak dengan PLN. Bahkan setelah melanggar hukum atas kewajiban DMO, sanksi hukumnya pun diperhalus dengan istilah “kompensasi”. Konon “kompensasi” yang dibayar perusahaan oligarkis tersebut malah tidak pula masuk ke APBN. Dana kompensasi yang tidak masuk APBN bisa dipakai mendanai kepentingan melanggengkan kekuasan oligarkis. Di sisi lain, perusahaan-perusahaan yang patuh DMO, justru dikorbankan. Mereka harus menjual dengan harga DMO (US$ 70), kehilangan kesempatan menikmati harga global yang tinggi, dan bahkan terpaksa menjual dengan volume lebih dari 25% kewajiban DMO. Ternyata Kementrian ESDM pun tidak menerapkan kewajiban DMO 25% secara pro-rated kepada seluruh perusahaan batubara sesuai volume produksi (dan bobot harganya), serta tidak pula menerapkan “settlement” yang berkeadilan terhadap seluruh perusahaan tersebut di akhir tahun. Artinya, para kontraktor pembangkang DMO “dibiarkan” melenggang menikmati untung BESAR, sedangkan yang patuh justru didesain untuk BUNTUNG, bahkan tidak memperoleh kesempatan “settlement” melalui kewajiban DMO pro-rated yang berkeadilan. Termasuk yang BUNTUNG adalah Badan Usaha Milik Negara, PTBA. Kembali ke pernyataan Arifin Tasrif tentang “sanksi yang rendah” di atas, tampaknya Arifin mengalami fenomena *“I did not read what I signed”*. Meskipun sangat kecil kemungkinannya, rakyat bisa berspekulasi kalau Arifin sedang berpura-pura. Atau bisa juga telah terjadi penyeludupan “narasi” oleh oknum-oknum pro oligarki, sehingga beberapa ketentuan Kepmen ESDM No.13/2022 menyediakan “celah” bagi para pengusaha oligarkis tetap bisa ekspor tanpa kewajiban DMO, cukup dengan membayar kompensasi *alakadarnya*.  Apa pun yang menjadi motif di balik ketidakadilan Kepmen No.13/2022, pemerintah dan terutama Menteri ESDM harus bertanggungjawab. Jika Menteri ESDM serius mengatasi masalah, Menteri ESDM pun bisa saja segera menerbitkan koreksi/adendum atas Kepmen No.13/2022 yang disebut Arifin sendiri bermasalah. Selain itu Presiden Jokowi harus membuktikan kemampuan dan otoritas melawan oligarki dan menertibkan Menteri ESDM.  Uraian di atas menunjukkan oligarki sedang beraksi menikmati untung BESAR dari naiknya harga batubara global secara egois, melanggar prinsip keadilan, dan mengangkangi konstitusi, Pasal 33 UUD 1945. Untuk itu, penerbitan BLU terus diulur-ulur dan peraturan berbau busuk bernama Kepmen No.13/2022 tetap dipertahankan. Para pejabat dan lembaga terkait yang mengatur hajat hidup orang banyak, sekaligus berpotensi membuat aliran listrik puluhan juta pelanggan padam, justru bersandiwara dan tidak merasa penting untuk menerbitkan aturan yang legal, adil, konstitusional, berkelanjutan dan memihak rakyat. Akhirnya, tulisan kedua ini ingin mengingatkan pemerintah, terutama Kementrian ESDM dan Presiden Jokowi untuk memihak negara dan rakyat. Saat ini akibat ulah oligarki, diperkirakan stok batubara PLN hanya berkisar 50% dari yang seharusnya. BUMN batubara pun dirugikan. Jika langkah korektif dan preventif tidak segera diambil pemadaman listrik bisa saja terjadi, bahkan saat berlangsungnya Sidang G20, Oktober 2022. Berhentilah memihak atau menjadi bagian dari oligarki.[] Jakarta, 16 Agustus 2022

Menhan Prabowo Mendapat Taburan Bintang, Ada Apa?

Namun, kalau akhir tahun ini Andika Perkasa pensiun maka peluang KSAL Laksamana TNI Yudo Margono sangat besar. Namun keadaan nanti bisa berubah sebaliknya jika Jenderal TNI Dudung Abdurrahman melakukan manuver dan lobi politik ke Menhan, Presiden Jokowi maupun Ketua umum PDI-P Megawati agar dirinya bisa dicalonkan sebagai Panglima TNI. Oleh: Tjahja Gunawan, Wartawan Senior  DI tengah ramainya pemberitaan kasus \"Polisi Tembak Polisi\",  hari Senin 15 Agustus 2022, para Jenderal TNI berkumpul di Kantor Kemenhan. Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Panglima TNI Andika Perkasa dan tiga Kepala Staf Angkatan bertemu di Ruang Hening, Kantor Kemhan RI, Jakarta Pusat. Ada yang berspekulasi dengan pertemuan para jenderal tersebut.  \"Ada apa? Tumben mereka bisa berkumpul bareng,\" tanya seorang teman dalam nada nyinyir. Pertanyaan bernada curiga itu tidak bisa dihindari karena penampakan soliditas TNI itu terjadi ditengah jatuhnya marwah institusi kepolisian pasca kasus \"Polisi Tembak Polisi\". Jadi sah-sah saja kalau ada sebagian kalangan yang berspekulasi atas kekompakan TNI tersebut.  Fakta peristiwanya, Menhan Prabowo Subianto mendapatkan empat bintang kehormatan dari Pemerintah Republik Indonesia yang disematkan oleh Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa dan tiga Kepala Staf Angkatan. Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa menyematkan Bintang Yudha Dharma Utama kepada Menhan Prabowo. Kasad Jenderal TNI Dudung Abdurrahman menyematkan Bintang Kartika Eka Paksi Utama. Sementara Kepala Staf TNI Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Yudo Margono menyematkan Bintang Jalasena Utama dan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (Kasau) Marsekal TNI Fadjar Prasetyo menyematkan Bintang Swa Bhuwana Paksa Utama.  \"Terima kasih kepada Presiden RI, Panglima TNI, dan Kepala Staf Angkatan Darat, Laut, dan Udara atas empat tanda kehormatan yang diberikan kepada saya,\" tulis Prabowo dalam akun media sosialnya, Selasa (16/8/2022). Menurut sumber di Kemenhan, baru kali ini seorang Menhan mendapat empat bintang yang diberikan pemerintah dan disematkan secara serentak oleh Panglima TNI dan tiga kepala staf angkatan. \"Sebelumnya tidak pernah ada pemberian empat bintang kepada Menhan,\" ujar sumber tersebut. Informasi ini menguatkan adanya berbagai spekulasi dan manuver politik Jokowi dan kalangan para jenderal TNI.  Apalagi beberapa hari sebelumnya Prabowo Subianto dalam kapasitasnya sebagai Ketua Umum Partai Gerindra secara resmi telah menyatakan maju lagi untuk keempat kalinya dalam kontestasi Pilpres 2024. Figur Prabowo sebagai ketua umum parpol tidak bisa dilepaskan dari posisinya sebagai Menhan. Walaupun secara institusi TNI merupakan lembaga yang netral dan tidak boleh berpolitik praktis, tapi pemberian empat bintang kepada Menhan dari Presiden Jokowi melalui Panglima TNI dan tiga kepala staf angkatan, sangat bermuatan politis.   Menaikkan Posisi Tawar Peristiwa tersebut bukan hanya memberikan kebanggaan bagi Prabowo, tapi sekaligus menaikkan posisi tawar orang-orang yang berada di sekitar Prabowo baik para elit jenderal di lingkungan Kemenhan maupun lapisan elit politik di Partai Gerindra.   Sebaliknya bagi Panglima TNI dan para kepala staf angkatan, pemberian bintang kepada Menhan Prabowo tersebut bisa dikatakan sebagai \"mahar\" bagi kelangsungan karier mereka di lingkungan TNI. Seperti diketahui, pada bulan November 2022 ini Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa akan memasuki masa pensiun. Jika Presiden Jokowi sebagai panglima tertinggi merasa perlu untuk memperpanjang jabatan Andika Perkasa sebagai Panglima TNI, maka tentu Presiden akan meminta masukan kepada Menhan Prabowo. Jika itu yang terjadi jelas sangat menguntungkan Prabowo karena bisa mencegah Andika masuk ke arena politik praktis maju sebagai capres dari PDI-P.  Maka sebagai balas budinya, Prabowo akan mengusulkan dan atau menyetujui keinginan Presiden Jokowi untuk memperpanjang jabatan Andika Perkasa sebagai Panglima TNI. Sebaliknya, jika Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri menghendaki Andika Perkasa sebagai Capres dari Partai Merah maka Andika akan pindah jalur dari dunia militer ke dunia politik begitu dia pensiun akhir tahun ini. Namun, semuanya kembali pada Andika Perkasa dan peta politik akhir tahun ini. Jika Andika memutuskan masuk ke gelanggang politik karena misalnya ada tawaran dari PDI-P, maka nanti dia akan bersaing dengan Prabowo di Pilpres 2024.  Menurut sebuah sumber, kunjungan Prabowo ke rumah Jenderal TNI (Purn) Hendropriyono beberapa waktu lalu, merupakan bagian dari manuver Ketua Umum Partai Gerindra itu untuk mencegah Andika Perkasa masuk ke gelanggang politik praktis agar tidak maju sebagai capres dari PDI-P. Seperti diketahui, Andika Perkasa adalah menantu  Hendropriyono.  Namun sumber tersebut menegaskan, \"Walaupun Pa Hendro menantunya, Pa Andika ga gampang di atur-atur. Sebenarnya Pa Andika ini lebih merupakan sosok tentara profesional, bukan tentara yang suka berpolitik praktis\". Faksi-faksi di PDI-P Sementara itu sumber di lingkungan PDI-P menyebutkan, saat ini Megawati berusaha meredam berbagai desakan kepentingan dari faksi-faksi yang ada di internal partai. Faksi di PDI-P terdiri dari kelompok Puan Maharani, dan Prananda Prabowo. Megawati memiliki dua anak dari suami berbeda. Puan Maharani adalah anak dari hasil perkawinan Megawati dengan Taufik Kiemas (alm). Sedangkan Prananda hasil perkawinan dengan suami pertama Megawati yakni seorang penerbang, Surindra Supjarso (alm).  Faksi yang lainnya adalah kelompok Jenderal Pol (Purn) Budi Gunawan yang saat ini masih menjabat sebagai Kepala Badan Intelejen Negara (BIN).  Selama ini Prananda adalah elite PDI-P yang banyak berperan di belakang layar. Dialah orang yang pertama kali meyakinkan kepada Megawati tentang sosok Jokowi ketika mantan Walikota Solo dan Gubernur DKI Jakarta (tidak selesai) maju sebagai Capres pada tahun 2014. Megawati kembali mencalonkan Jokowi dalam kapasitasnya sebagai \"petugas partai\", untuk maju lagi sebagai Capres PDI-P tahun 2019 lalu.  Nah, menjelang Pilpres 2024 nanti Prananda dikabarkan berkongsi dengan faksi Budi Gunawan serta kelompok Jokowi dan Luhut Binsar Panjaitan untuk mendukung Ganjar Pranowo sebagai Capres 2024. Sementara Megawati sendiri sampai sekarang belum memutuskan capres pada Pilpres 2024. \"Yang jelas, mba Mega ingin agar kelangsungan ketua umum PDI-P bisa diteruskan oleh mba Puan Maharani,\" kata sumber di PDI-P.  Beberapa waktu lalu, Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri mengaku sudah lelah jadi Ketua Umum PDIP. Hal ini blak-blakan diungkapkan Megawati saat menyampaikan pidatonya di acara peluncuran Sistem Peringatan Dini Multi Bahaya Geo-Hidrometeorologi secara virtual, Rabu, 4 Agustus 2021. \"Jika konflik internal PDI-P makin meruncing menjelang Pilpres 2024, bisa jadi Megawati memutuskan untuk mencalonkan Andika Perkasa dan Puan Maharani sebagai Capres dan Cawapres 2024,\" ujar sumber tersebut.  Kembali pada pemberian empat bintang kepada Menhan. Adakah kepentingan para kepala staf angkatan dibalik pemberian bintang pada Prabowo? Jika melihat peta  elite TNI saat ini, yang paling berkepentingan adalah KASAD dan KASAL. Puncak karier tertinggi di lingkungan militer adalah menjadi Panglima TNI. Itu pula yang menjadi ambisi KASAD Jenderal TNI Dudung Abdurrahman dan KASAL  Laksamana TNI Yudo Margono.  Saat ini kedua jenderal ini sama-sama berusia 57 tahun, mereka lahir pada bulan November 1965. Pada bulan November 2021 lalu, yang menjadi Panglima TNI seharusnya giliran TNI Angkatan Laut. Tetapi, Jokowi sebagai Panglima Tertinggi lebih memilih kembali Jenderal dari TNI Angkatan Darat. Maka KASAD Jenderal TNI Andika Perkasa akhirnya yang terpilih sebagai Panglima TNI.  Aturan hukum pengangkatan Panglima TNI tertulis dalam Pasal 13 UU Nomor 34 Tahun 2004 TNI. Terdapat sepuluh ayat dalam pasal tersebut yang  mengatur mulai dari TNI dipimpin oleh seorang Panglima, pengangkatan dan pemberhentian Panglima, perwira tinggi tiap-tiap angkatan dapat bergantian menjabat Panglima TNI. Dalam pasal 13  tersebut juga diatur proses pengajuan nama calon Panglima untuk mendapat persetujuan DPR. Calon Panglima TNI bisa dijabat secara bergiliran dari tiga angkatan yang ada. Namun Presiden sebagai Panglima tertinggi juga memiliki hak istimewa atau hak prerogatif untuk memilih dan mengusulkan calon Panglima TNI. Oleh karena itu aturan tentang giliran menjadi Panglima TNI dari tiga angkatan bisa tidak berlaku jika Presiden menggunakan hak prerogatifnya.  Jika Andika Perkasa jabatannya diperpanjang maka pupus ambisi KASAD dan KASAL untuk menjadi Panglima TNI. Namun, kalau akhir tahun ini Andika Perkasa pensiun maka peluang KSAL Laksamana TNI Yudo Margono sangat besar. Namun keadaan nanti bisa berubah sebaliknya jika Jenderal TNI Dudung Abdurrahman melakukan manuver dan lobi politik ke Menhan, Presiden Jokowi maupun Ketua umum PDI-P Megawati agar dirinya bisa dicalonkan sebagai Panglima TNI. Kalau Dudung Abdurrahman jadi Panglima TNI, menantu Luhut Binsar Panjaitan yang saat ini menjadi Pangkostrad Letjen TNI Maruli Simanjuntak juga berpeluang menjadi KSAD.  Kita lihat saja nanti drama persaingan diantara para jenderal TNI ini. (*)

LBH Alvin Lim

Saya ingin menghubungi Alvin Lim. Belum bisa. Belum mendapat nomor kontaknya. Ia merasa begitu banyak tahu soal Ferdy Sambo. Dengan segala jabatan khususnya. Dan yang terjadi di balik jabatan itu. Oleh: Dahlan Iskan, Mantan Menteri BUMN NAMA Alvin Lim mulai disejajarkan dengan Ahok. Sama-sama Tionghoa. Sama-sama punya nasionalisme yang luar biasa. Setidaknya itulah komentar yang muncul di teks video ini. Yakni video yang diunggah oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Galaruwa. Misi Galaruwa jelas: membela orang miskin dan lemah. Kelihatannya ini kegiatan kemanusiaan dari kalangan gereja Kristen. Ada bagian di kelompok ini yang khusus membagi makanan bagi yang lapar. Ada lagi bagian yang memberikan bantuan hukum. Lalu ada yang khusus menjalankan misi Injil. Di video itu, Galaruwa mewawancarai Alvin Lim. Hampir satu jam. Secara daring. “Saya ini pengacara garis keras,” ujar Alvin memperkenalkan diri. Saya tidak kenal Alvin. Saya tertarik dengan topik yang ia angkat. Itu yang membuat saya teringat Adnan Buyung Nasution di masa mudanya. Saat si Abang – begitu teman-temannya memanggil Buyung – menjadi pendiri dan pengendali Lembaga Bantuan Hukum, LBH. Waktu itu, kalau bicara LBH, ya hanya satu itu: yang dipimpin si Abang. Beda dengan sekarang: LBH ada di mana-mana, dengan nama belakang yang berbeda-beda, dan dengan misi yang beraneka warna. Alvin mendirikan kantor pengacara juga. Misinya sama dengan LBH di zaman si Abang. Membantu yang miskin, lemah, dan tertindas. Juga gratis. Namanya: LQ Law Firm. “Setahun saja klien saya sudah 5.000 orang lebih,\" ujar Alvin. LQ Law Firm juga membuka cabang di mana-mana. Cabang kelima segera buka di Medan. Ciri khas pengacara di LQ adalah: mengenakan baju dengan desain khusus yang mencolok. Dari jauh pun sudah terlihat bahwa orang itu pengacara dari LQ. Alvin awalnya bukan pengacara. Ia jauh dari dunia hukum. Sekolahnya ekonomi. SD-nya di Ambarawa, Jateng. Kuliahnya di Berkeley, California, yang kampusnya sekitar 1 jam dari San Francisco. Masternya di bidang perbankan. Di University of Colorado Boulder – yang kampusnya 1/2 jam dari Denver. Alvin 10 tahun tinggal di Amerika. Bekerja pun di sana. Di bank. Dengan karir yang cemerlang. Jabatan terakhirnya vice president di bank itu. Gajinya miliar untuk ukuran rupiah. Itu pengakuannya. Ia juga mengaku tidak begitu paham dengan sistem hukum dan perilaku penegakan hukum di Indonesia. Saat kembali ke Indonesia, Alvin masuk penjara. Ia dituduh mencuri anak kecil. Berumur 1 tahun. Alvin dijatuhi hukuman 6 bulan penjara. Anak kecil itu adalah anaknya sendiri. Hasil perkawinan dengan sang istri –putri seorang pengusaha otomotif merek Honda. Ia bercerai dengan sang istri. Ia ingin merawat anak itu. Ia ambil si anak saat tidak ada ibunya. Keluar penjara itu barulah Alvin belajar hukum. Ia kuliah di satu perguruan tinggi swasta – mungkin Anda pernah dengar namanya: STIH Gunung Jati, Tangerang. Lalu mendirikan kantor hukum itu. Hasil pemikiran dan pengalaman hidupnya ia rumuskan secara sederhana: hukum di Indonesia itu ditentukan oleh dua hal. Yakni kekuasaan dan uang. Untuk menang dalam satu perkara, katanya, harus menggunakan kekuasaan atau uang. Atau dua-duanya. Alvin akan melawan dua hal itu. Secara keras. Konsisten. Nyata. Alvin mengandalkan unsur ketiga dalam memenangkan perkara: viralkan di media. Terutama di medsos. Kekuasaan dan kekayaan kini bisa dilawan dengan media baru: viral. Itulah yang ia kerjakan. Alvin merekam apa pun saat bertemu penegak hukum. Kalau ada yang melanggar ia unggah ke medsos. Termasuk saat ada yang minta uang. Ia punya koleksi rekaman seperti itu. Ada yang minta Rp 500 juta. Gaya bicara Alvin juga ceplas-ceplos. Marah-marah. Keras. Pakai istilah-istilah yang menyerempet kata penghinaan. Bahasanya bisa dibilang kasar bagi yang biasa halusan. Kridonya: lawan. Dan ia tidak mau menyogok. Klien yang mau menyogok tidak ia layani. \"Kalau saya menyogok apa bedanya dengan koruptor,\" katanya. Alvin pernah menerima nasihat begini: kamu kan cari uang di sini, kalau caramu seperti ini nanti kamu tidak punya teman. Dan tidak bisa dapat uang. Alvin tidak peduli. Alvin pun boleh dikata lebih banyak dibenci – jangan-jangan menandakan yang kotor memang lebih banyak. Alvin diadukan oleh banyak sekali pihak. Ia pun sibuk melayani pemeriksaan polisi akibat pengaduan itu. “Sekarang ini ada lebih 20 orang yang mengadukan saya ke polisi,” katanya. Dan Alvin tidak risau. Saya kembali ingat Buyung Nasution zaman itu. Juga ingat Munir di generasi berikutnya. Bahkan, Alvin kini sedang diadili lagi. Dengan tuduhan memalsukan surat. Tuntutannya 6 tahun penjara. Tinggal menunggu vonis hakim. “Ini gila,” katanya. “Perkara yang sudah diputuskan Mahkamah Agung, sudah inkracht, diajukan lagi ke pengadilan. Mana ada orang diadili lagi di perkara yang sama,” katanya di video itu. Alvin tidak merasa lelah. Ia mengutip beberapa ayat di Al Kitab tentang menegakkan kebenaran memang banyak tantangannya. Ia harus menjalankan misi Al Kitab itu. Tidak hanya bagi orang Kristen. Karena itu ia juga mempersoalkan penanganan peristiwa Jalan Tol KM 50 yang menewaskan 6 pengikut Habib Rizieq Shihab itu. Alvin sendiri merasakan sedang dibenci. Waktu ditahan ia dijadikan satu dengan tahanan teroris. \"Saya ditaruh di situ supaya digebuki tahanan lain,\" katanya. \"Saya kan Tionghoa. Mereka kan Islam. Tapi tidak ada yang nggebuki saya. Mereka kelihatannya dapat instruksi dari pimpinan mereka: Alvin ini Tionghoa tapi jangan digebuki,\" ujarnya. Alvin juga mengkritik habis Ferdy Sambo. \"Saya tahu ia Kristen. Belakangan memang banyak Kristen yang masuk. Tapi, kan banyak juga nabi palsu,\" katanya. Alvin kenal Ferdy Sambo saat membela para nasabah investasi Indo Surya. \"Awalnya WA saya tidak direspons. Telepon saya juga tidak diangkat. Saya kan tidak punya nama. Lalu saya viralkan soal keistimewaan perlakuan terhadap bos Indo Surya. Baru saya dihubungi,\" katanya. Alvin mengeluhkan sistem hukum kita. \"Kalau kita melihat seorang polisi melakukan tindak pidana, lapornya harus ke polisi juga. Mana bisa,\" katanya. Saya ingin menghubungi Alvin Lim. Belum bisa. Belum mendapat nomor kontaknya. Ia merasa begitu banyak tahu soal Ferdy Sambo. Dengan segala jabatan khususnya. Dan yang terjadi di balik jabatan itu. Mungkin ia belum tahu kalau Satgassus sudah dibubarkan oleh Kapolri. Jangan-jangan ia juga belum tahu kalau Ferdy Sambo sudah dijadikan tersangka. Dengan begitu banyak polisi yang bersamanya. Dan Sambo sudah mengakui semua perbuatannya. (*)

Selamat Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Dirgahayu NKRI Ke-77

Pak SBY dan Mas AHY (Agus Harymurti Yudhoyono), saya percaya didikan dari AMN atau AKABRI Magelang bisa mewujudkan dengan perbuatan “NKRI Harga Mati”. Oleh: Widi Agus Pratikto, Guru Besar ITS Surabaya ATAS Rachmat Allah, serta perjuangan dan pengirbanan Rakyat Indonesia maka Kita Merdeka. Kemerdekaan diperoleh dengan pengorbanan luar biasa dari seluruh rakyat NKRI. Indonesia kini sedang sakit dan tidak biasa. Kedepan Tokoh Nasional dan Tokoh Partai akan menentukan arah negara dan bangsa.. Ibu Megawati, Pak SBY, Pak Prabowo, Pak A Syaichu, Pak Surya Paloh, dan lainnya, mohon kiranya mengutamakan NKRI kedepan, daripada memikir diri sendiri atau partainya. Saya Widi Agus Pratikto, pernah membantu Ibu Megawati, Bapak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) dan Bapak Djoko Widodo melalui Kementerian Kelautan dan Kementerian Luar Negeri. Mohon berkenan Ibu dan Bapak sekalian bisa meneropong ke depan mengenai permasalahan bangsa dan negara Indonesia. Bapak Djoko Widodo dan Bapak Prabowo Subianto – Rival dan Kawan – juga dahulu kami pernah mendukung. Kami ketemu Pak Prabowo di Pulau Madura. Kami membantu Pak Djokowi dalam forum Internasional bersama sahabat-sahabat di Kementerian Luar Negeri. PNG, Solomon, Vanuatu dan lain-lain adalah bahagian dunia ke depan yang harus memperoleh atensi Indonesia. Mohon Bapak dan Ibu sekalian bisa Berperan “Madeg Pandito”, sehingga Indonesia bisa mengedepankan Kemaslahatan Rakyat NKRI. Wabil khusus untuk Bapak Prabowo, sekarang Menteri Pertahanan NKRI, sehingga memahami betul situasi NKRI, kami mohon dengan hormat Bapak berkenan menjadi Guru Politik dan Negara untuk kita semua. Pak Surya Paloh, penyemangat bangsa sudah waktunya Bapak memegang janji-janjinya guna meng-implementasikan kebaikan untuk NKRI. Pak Achmad Syaichu, senang kiranya Bapak mengawal dengan Istiqomah PKS yang selalu mengetengahkan Amar Makruf Nahi Munkar. Pak SBY dan Mas AHY (Agus Harymurti Yudhoyono), saya percaya didikan dari AMN atau AKABRI Magelang bisa mewujudkan dengan perbuatan “NKRI Harga Mati”. Mohon doa Para Sahabat, para Paderi, Para Alim Ulama, Para Tokoh Bangsa dan Tokoh Agama kita jaga pada 2024 menjadi Perwujudan Pengorbanan Kita untuk NKRI. Semoga Allah Taala, menijabahi Permohonan kami dan kita semuanya. Aamiin Yaa Robbal Alamin. Salam Sehat dan MERDEKA! Surabaya, 16 Agustus 2022. (*)

Kemerdekaan dan Maqashid As-Syari’ah

Saya akhiri dengan mengingatkan kita semua bahwa esensi dasar dari Kemerdekaan itu ada pada deklarasi “Laa ilaaha illa Allah-Muhammad Rasulullah”. Oleh: Imam Shamsi Ali, Warga Indonesia, Imam di kota New York dan Presiden Nusantara Foundation USA BANGSA Indonesia kembali menyambut hari ulang tahun RI dengan riang dan penuh semangat. Beragam aktivitas dipersiapkan. Dari upacara bendera pada hari H hingga berbagai perlombaan menjelang hari peringatan peristiwa penting bangsa ini. Di tengah kegembiraan ini tentu ada baiknya kita bersama kembali merenungi makna dan hakikat dari Kemerdekaan yang kita rayakan. Hal ini menjadi penting agar perayaan itu tidak menjadi sekedar acara seremonial tahunan yang membawa kehampaan. Kemerdekaan dalam pertimbangan Maqashid as-Syaria’ah. Maqashid As-Syari’ah atau hal-hal yang dituju atau yang ingin dicapai dengan Syari’ah Islam menjadi sangat penting dalam membicarakan kemerdekaan. Urgensi ini minimal karena dua alasan: Pertama, karena memang Syari’ah seringkali dipahami secara literal dan sempit, baik oleh sebagian Umat Islam maupun non Muslim. Akibatnya Syariah seringkali menjadi momok yang menakutkan banyak orang. Kedua, untuk menyampaikan bahwa Syariah justru berbalik dari sangkaan sebagian yang masih memandangnya dengan pandangan negatif. Satu diantaranya seolah Syariah itu bertentangan dengan HAM, termasuk kebebasan. Padahal Syariah justru sebenarnya “jalan untuk tegaknya HAM dan kebebasan”. Jika kita ambil garis lintas, Maqashid as-Syariah dan Kemerdekaan tersebut merupakan dua entitas yang senyawa. Semua elemen atau anasir Maqashid as-Syariah secara mendasar juga menjadi tujuan utama dari deklarasi kemerdekaan. Yang berbeda hanya pada kisaran teknikalitas untuk mencapai tujuannya masing-masing. Sebagaimana disepakati oleh para Ulama Islam, khususnya para ahli di bidang hukum Islam atau Syariah, ada lima tujuan utama dari penerapan hukum Islam yang lebih dikenal dengan istilah Maqashid as-Syariah. Ketujuh tujuan itu adalah: Hifzul hayaah (menjaga kehidupan); Hifzu ad-diin (menjaga agama); Hifzul ‘Irdh (menjaga kehormatan); Hifzul ‘aqal (menjaga akal); Hifzun nasl (menjaga keturunan). Jika kita kaitkan dan coba pahami makna Kemerdekaan dengan memakai kacamata Maqashid as-Syariah ini maka akan ditemukan sebuah pemahaman hakikat Kemerdekaan yang begitu dalam dan sempurna. Mungkin banyak yang belum sempat memikirkan betapa agama secara umum dan Syariah secara khusus memiliki ikatan makna dengan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga sangat wajar jika tujuan Kemerdekaan sesungguhnya memiliki ikatan yang kuat dengan Maqashid as-Syariah itu. Merdeka Itu Hidup Jika merujuk pada tujuan pertama Syariah, yaitu menjaga kehidupan, maka sejatinya Kemerdekaan itu juga merupakan bagian dari esensi kehidupan. Orang yang tidak merdeka sesungguhnya secara esensi sedang mengalami kematian. Dan karenanya memperjuangkan Kemerdekaan itu adalah juga memperjuangkan lehidupan. Maka lebih jauh dapat dipahami bahwa mereka yang rela dijajah atau diperbudak, sebenarnya mereka sedang kehilangan kehidupannya yang hakiki. Itulah yang menjadikan Bilal bin Rabah merasa lebih nyaman dan kuat di saat telah masuk Islam karena dengan Laa ilaaha illa Allah. Bahkan di saat-saat tersiksa sedemikian dahsyatnya. Berbicara tentang kehidupan tentu bukan sekedar karena bernafas. Makna kehidupan di sini juga mencakup ekonomi dan segala yang terkait dengannya. Karenanya tujuan Syariah menjaga kehidupan juga tidak terlepas dari pentingnya menjamin kehidupan perekonomian manusia. Demikian hendaknya kemerdekaan juga mutlak dipahami sebagaj hadirnya jaminan ekonomi bagi warga negara. Jangan sampai di satu sisi ada pengakuan Kemerdekaan. Tapi di sisi rakyat tidak merasakan jaminan ekonomi itu. Merdeka Itu Beragama Merujuk kepada pokok kedua dari Maqashid as-Syariah maka sejatinya merdeka itu tidak bisa dipisahkan dari agama/keyakinan (religion/faith). Beragama itu adalah bagian dari kehidupan manusia yang integral. Dalam bahasa agama itu sendiri disebutkan bahwa manusia itu memiliki kefitrahan. Dan kefitrahan itulah agama (dzalika ad-diin Al-qayyim). Oleh karenanya, Kemerdekaan yang diproklamasikan harus menjadikan agama terjamin dan memberikan ruang luas untuk perkembangannya. Pengakuan kemerdekaan tapi pada saat yang sama melakukan supresi kepada agama dan pemeluknya menjadikan kemerdekaan itu tidak bermakna. Syariah hadir untuk menjaga agama (hifzud diin). Maka Kemerdekaan juga terjadi agar kebebasan dalam menjalankan agama demi menjaga kefitrahan manusia. Merdeka Itu Kehormatan Pokok ketiga dari Maqashid as-Syariah adalah hifzul ‘Irdh atau menjaga kehormatan manusia. Sebagian ulama menyebut bagian ini secara spesifik dengan menjaga keturunan (hifzun nasl). Sehingga larangan zina misalnya menjadi aturan baku dalam Syariah. Kehormatan tentu tafsirannya banyak. Tapi, salah satu yang paling mendasar adalah nilai-nilai moralitas dalam kehidupan manusia. Moralitas itu dijunjung tinggi karena menyangkut kehormatan hidup manusia. Jika merujuk pada pokok tujuan Syariah tersebut, maka Kemerdekaan harus menghadirkan jaminan integritas moral. Moral menjadi modal utama dalam membangun kehidupan publik. Termasuk di dalamnya tanggung jawab publik para pemegang amanah. Karenanya merdeka tetapi praktek korupsi merajalela menandakan esensi Kemerdekaan masih belum terwujud. Demikian pula mengaku merdeka tapi praktek-praktek immoralitas cenderung menjadi sesuatu yang biasa saja, termasuk pergaulan lawan jenis bebas (zina) berarti ada yang salah dengan pengakuan kemerdekaan. Tapi secara khusus, jika kita pahami bagian ini dengan menjaga keturunan (hifzun nasl), maka kaitannya dengan Kemerdekaan jelas dimaknai sebagai hadirnya jaminan masa depan generasi. Jaminan ini tentunya mencakup jaminan politik, pendidikan dan tidak kalah pentingnya adalah jaminan ekonomi masa depan generasi bangsa. Jangan sampai hawa nafsu bahkan keegoan untuk membangun, tapi dengan hutang yang tidak terkendali. Akibatnya generasi masa depan akan terbebani dengan beban ekonomi yang tidak ringan. Merdeka Itu Berakal Pokok kelima dari Maqashid as-Syariah (tujuan Syariah) adalah menjaga akal. Tentu kata akal (aql) di sini bermakna luas, termasuk pemikiran, ilmu, bahkan opini atau pendapat. Maka pada kaitan ini Kemerdekaan itu menghadirkan sebuah jaminan berkembangnya ilmu pengetahuan secara umum. Kemerdekaan bahkan lebih jauh harus menjamin kebebasan berpikir dan mengembangkan pemikiran. Sehingga memungkinkan terjadinya berbagai inovasi dalam kehidupan bangsa. Tapi tidak kalah pentingnya juga hidzul aql dalam konteks Kemerdekaan adalah pentingnya jaminan beropini/berpendapat. Bahkan pendapat yang sekalipun berbeda dan berseberangan dengan posisi kekuasaan penting untuk terjamin. Begitu banyak contoh dalam sejarah Islam, termasuk bahkan Bagaimana para sahabat berbeda pendapat dengan Rasulullah dalam hal-hal teknis keduniaan. Apalagi dalam konteks kehidupan berbangsa yang telah bersepakat untuk mengadopsi Demokrasi sebagai pegangannya. Merdeka Itu Menjamin Kepemilikan Pokok terakhir dari Maqashid as-Syariah adalah jaminan kepemilikan. Maka dalam Syariah mencuri itu diharamkan. Bisnis dimotivasi dan riba juga telah diharamkan karena dengan bisnis kememilikan terjamin. Dengan Riba itu pastinya seseorang akan menjadi objek dari pemilik modal. Jika hal ini dikaitkan dengan Kemerdekaan maka merdeka itu juga berarti hadirnya rasa kepemilikan (sense of ownership). Tentu dimulai dari kepemilikan negara itu sendiri. Tapi lebih jauh Kemerdekaan harus memberikan ruang yang luas kepada bangsa untuk menjadi pemilik negara dan isinya. Jika diambil satu contoh saja maka hal ini akan menjadi jelas. Dalam hal kepemilikan tanah misalnya, Kemerdekaan sejati harus dimaknai sebagai jaminan bahwa rakyat banyak harus memiliki akses yang luas untuk memilki tanah di negaranya sendiri. Jika Kemerdekaan yang dirayakan dengan penuh kegembiraan ini tapi kepemilikan tanah ada di tangan segelintir orang maka esensi Kemerdekaan masih harus diperjuangkan. Demikianlah makna Kemerdekaan dalam perspektif Maqashid as-Syariah. Dengan pemaparan ini Semoga kealergian bahkan phobia kepada Syariah tidak lagi berlebihan. Syariah hadir untuk mewujudkan Maqashid (tujuan) yang senyawa dengan tujuan Kemerdekaan itu. Saya akhiri dengan mengingatkan kita semua bahwa esensi dasar dari Kemerdekaan itu ada pada deklarasi “Laa ilaaha illa Allah-Muhammad Rasulullah”. Jangan sampai ada upaya untuk memisahkan, bahkan membenturkan di antara keduanya. Karena bagi bangsa Indonesia komitmen keagamaan (religiositas) dan Kebangsaan (nasionalitas) adalah dua entitas yang senyawa dan tak terpisahkan. Ewako! Dirgahayu RI ke-77. Merdeka! Manhattan City, 16 Agustus 2022. (*)

Merdeka?

Hampir semua indikator ekonomi kita menunjukkan bahwa kita ini hanya bisa menjadi bangsa jongos bagi bangsa lain. Oleh: Daniel Mohammad Rosyid, Guru Besar ITS, @Rosyid College of Business HARI ini kita mendengarkan pidato Nota Keuangan Presiden RI Joko Widodo di hadapan MPR sebagai joint session DPR dan DPD. Besok kita akan merayakan Hari Kemerdekaan RI yang ke-77. Tradisi pidato RI 1 di depan MPR tentang kebijakan keuangan setahun yang akan datang ini perlu kita cermati karena tiga hal. Pertama, pidato itu sekaligus simbol upaya Pemerintah saat ini untuk menjadi bangsa yang merdeka. Kemerdekaan tanpa kemerdekaan ekonomi adalah omong kosong. Kemerdekaan politik hanya mitos saat ekonomi kita terjajah. In a globally interconnected world, ekonomi kita akan segera terpengaruh saat dunia pertama seperti AS, dan Eropa, sudah jatuh ke dalam resesi, inflasi dan berbagai krisis termasuk krisis pasokan energi dan makanan akibat konflik Rusia-Ukraina. Kedua, Menkeu Sri Mulyani Indrawati berusaha meyakinkan masyarakat bahwa Indonesia kecil kemungkinannya mengalami resesi, walaupun harga-harga mulai naik, dan jumlah hutang swasta, BUMN dan Pemerintah sendiri membubung tinggi mencapai lebih dari 30% PDB. Dalam logika birokrasi saat ini hutang dinilai lumrah, apalagi rasio terhadap PDB masih tergolong rendah di banding negara-negara pertama tadi. Ketiga, sikap pemerintah terbaru atas pandemi Covid-19 yang selama 2 tahun terakhir dijadikan alasan untuk APBN tanpa-kontrol, pelambatan ekonomi dan pembatasan public liberty, legislasi berbagai UU termasuk RUU KUHP, serta investasi proyek-proyek mercusuar semacam Ibu Kota Negara di Kabupaten Panajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Perlu diwaspadai bahwa UU KUHP yang baru ditangan POLRI saat ini akan menjadi ancaman bagi kebebasan sipil serta jalan raya menuju police state. Logika hutang sebagai hal lumrah adalah logika International Monetary Fund dan The World Bank yang hidupnya dari hutang. Kedua institusi keuangan global ini merupakan sponsor bagi banyak nation states yang dimerdekakan usai Perang Dunia II. Sejak Konferensi Meja Bundar 1949, ekonomi RI harus mengikuti konstitusi IMF yang ditetapkan 1944 di Brettonwoods untuk memperoleh pendanaan bagi pembangunannya. Amanah UUD45 langsung dipasung oleh konstitusi IMF ini. Resep utama institusi kapitalisme global ini adalah menggolongkan RI sebagai negara miskin, lalu pembangunan dirumuskan lebih sebagai upaya peningkatan konsumsi perkapita, dengan standard Barat, bukan upaya untuk mewujudkan kemerdekaan dengan memperluas kemerdekaan itu.  Negara miskin dengan tingkat konsumsi rendah ini dijadikan alasan untuk berhutang. Padahal hutang apalagi hutang ribawi adalah instrumen nekolimik yang pernah dikhawatirkan Bung Karno. Sebagai contoh adalah konsumsi energi perkapita kita saat ini sekitar 1kL setara minyak perkapita pertahun. Bandingkan dengan konsumsi energi perkapita pertahun Eropa dan Jepang sekitar 7kL, sedangkan AS telah mencapai 10kL. Tidak mengherankan jika sejak reformasi, pembangunan pembangkit listrik kita digenjot dengan melibatkan swasta dan membakar BBM dan batubara. Itupun berakhir dengan PLN merugi karena regulasi energinya diatur untuk kepentingan pemilik modal asing. Mungkin hutang tidak terlalu bermasalah jika tanpa riba sekaligus produktif. Sejak Nixon shocks 1971, dunia di bawah kepemimpinan AS masuk ke dalam sistem keuangan ribawi full fledged. USDollar menjadi alat tukar utama dunia, namun tidak dipijakkan pada emas. The Federal Reserve bisa mencetak uang USD out of thin air. Semua transaksi global harus berbasis USD. Sementara itu negara merdeka itu mengikuti langkah The Fed untuk mencetak uang kertas mereka masing-masing out of thin air juga. Namun dalam transaksi global negara-negara itu harus menggunakan USD. Akibatnya, selama bertahun tahun, sumberdaya alam kita dikuras habis, sejak tambang hingga kayu dan ikan, dengan dibayar uang kertas yang senilai lebih tinggi sedikit dibanding kertas toilet. Nekolimisasi kaffah oleh Barat atas Republik ini terjadi terus hingga hari ini. Namun sejak sepuluh tahun silam, baik China dan Rusia mulai membangun sistem keuangan global alternatif untuk menantang dominasi USDollar. Ini yang menjelaskan kekalahan AS di Afghanistan, dan kemerosotan dominasi Eropa dan AS di Asia, Afrika, dan Amerika Selatan. Bahkan Fareed Zakarya sudah meramalkan degradasi dominasi Barat ini dalam A post-American World. Terakhir adalah pengakuan Presiden Perancis Macron saat pidato kemenangannya dalam Pilpres baru baru ini bahwa Barat telah kehilangan imajinasi politik dengan memusuhi Rusia tetangga dekatnya sendiri untuk melayani kepentingan AS nun jauh di seberang Atlantik. Pada saat Nadiem Makarim melontarkan kebijakan “Merdeka Belajar Kampus Merdeka” kita sebagai bangsa perlu dengan jernih melakukan muhasabah atas diri kita sendiri. Hampir semua indikator ekonomi kita menunjukkan bahwa kita ini hanya bisa menjadi bangsa jongos bagi bangsa lain. Sistem Pendidikan dibiarkan dikerdilkan menjadi sistem persekolahan massal paksa untuk menyediakan buruh yang cukup trampil agar bisa menjalankan mesin-mesin pabrik, yang sekaligus cukup dungu untuk setia bekerja bagi kepentingan pemilik modal asing. Padahal, sistem pendidikan kita itu seharusnya merupakan strategi budaya untuk membangun bangsa yang berjiwa merdeka di mana warga muda diberi kesempatan luas untuk belajar merdeka. Kawasan Matraman, 16 Agustus 2022. (*)

Mereka Melawan, Habisi Saja Sekalian!

Tetapi kelambanan dalam mengatasi kasus Sambo masih juga muncul dengan berbagai alasan, seperti: ini sensitif, ini hanya bisa diketahui orang dewasa, ini semua adalah kelemahan yang nyata terjadi. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih TIMSUS harus bisa memperdayai dan mengendalikan Geng Sambo yang masih ingin melakukan perlawanan. Peta kekuatan mereka sangat tidak sulit untuk dideteksi, kendala yang muncul adalah beban pada dirinya kalau terlibat dan semua teman sendiri dalam satu kesatuan Bayangkara. Tiba-tiba muncul istilah dari netizen sedang terjadi perang mafia/geng dalam tubuh Polri. Timsus mesti lebih cerdik, karena mereka dipastikan masih menyimpan tipu muslihat, bahkan sangat mungkin mereka juga akan pasang strategi balik memperdayai Timsus. Bisa saja mereka dianggap sudah lemah tapi tidak boleh sembrono. Serangan balik bisa saja terjadi, apalagi melibatkan para jenderal. William Macnaghten (panglima perang dari Inggris berusia empat puluh lima tahun) mengatakan, sebuah negara yang beradab tidaklah menggunakan pembunuhan untuk memecahkan masalah politiknya. Kasus Sambo masih gelap, mengapa, urusan, dan motif apa Sambo sampai melakukan pembunuhan, pasti tersimpan psikologi yang tidak normal bagi seorang perwira tinggi dengan sebutan jenderal. Situasi sudah tidak ada tempat untuk kompromi dan negosiasi apapun itu alasannya, semua yang terlibat harus menghadapi resikonya Mereka rata-rata memiliki sifat ganas. Diduga kuat, mereka juga terlibat telah melakukan kekejaman seperti peristiwa KM 50. Main watak tiba-tiba mengiba di depan Timsus. Jangan menangis, mengeluh, merintih, atau menampilkan wajah memelas, hadapi semua resikonya. Kekeliruan yang paling fatal adalah pandangan bahwa uang dan kepentingan sanggup membeli kepatuhan, ketaatan, loyalitas. Tapi, setelah ketahuan dan terbongkar perilaku jahatnya, tiba-tiba menjadi pesakitan sedemikian hinanya. Mereka baru terkejut ketika uang justru telah membawa bencana. Ketika menghadapi para mafia dan sedang berhadapan dengan mereka pikiran kita jangan tersingkap dalam bentuk ucapan dan gerakan peluang kompromi sekalipun itu teman. Pantulkan sikap tegas dan pasti Anda melawan habislah Anda sekalian. Menghadapi para penjahat tidak seperti menghadapi benda mati seperti dalan seni mekanis, tapi menghadapi manusia yang memiliki potensi akan berekasi melawan. Timsus berhadapan dengan mata para penjahat. Jangan memandang mereka apa adanya, tapi harus mampu memandang mereka sehingga bisa menembus segalanya untuk membaca sifat hakikinya. Tidak akan jera sekalipun dibuang ke Nusakambangan. Tampaknya, Presiden Joko Widodo sudah kehilangan wibawanya sampai tiga kali minta kasus Sambo segera dibuka seterang-terangnya, toh diabaikan oleh pihak yang bertanggung jawab untuk mengatasi masalahnya. Tanpa megurangi apresiasi kita atas sikap tegas Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang telah menetapkan Sambo sebagai tersangka. Terus menetapkan pihak-pihak yang melanggar etik. Tetapi kelambanan dalam mengatasi kasus Sambo masih juga muncul dengan berbagai alasan, seperti: ini sensitif, ini hanya bisa diketahui orang dewasa, ini semua adalah kelemahan yang nyata terjadi. Potensi mereka akan melawan masih tetap ada, melakukan perhitungan dan pengamatan yang seksama dan bisa saja akan lahir prinsip harakiri bersama. Karena kasus Sambo benar-benar melibatkan pejabat tinggi negara yang telah terserang virus uang. Kita berharap, segera beritahu mereka, Anda melawan, Anda akan semakin berat akibatnya, terus melawan habisi saja sekalian. Bisa dibina ya dibina. Jika tak bisa dibina, ya “dibinasakan” atau dihabisi saja sekalian. Urusan Sambo ini harus berakhir dengan pertimbangan Final reformasi di tubuh Polri atau sebuah reformasi total untuk mengembalikan wibawa dan citra Polri sesuai peran, fungsi, dan Tupoksinya. (*)

77 Tahun Indonesia: Ambruknya Etika Pejabat Publik

Oleh Ubedilah Badrun | Analis Sosial Politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ). SALAH satu cara terbaik pada momentum 77 tahun Indonesia merdeka adalah melakukan semacam kontemplasi, melakukan evaluasi, merenung tentang hakikat bernegara. Untuk apa sesungguhnya negara Indonesia berdiri? Mau dibawa kemana hampir 300 juta rakyat Indonesia saat ini? Sejak awal merdeka, para pendiri republik ini telah menegaskan bahwa negara ini berdiri memiliki tujuan yang jelas. Dalam pembukaan UUD 1945 jelas tertulis bahwa tujuan negara Indonesia berdiri adalah melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan turut serta dalam upaya perdamaian dunia. Tujuan negara ini secara etik substantif sangat mulia, untuk menjadikan warga negara betul-betul sebagai manusia, atau memanusiakan warga negara. Dengan tujuan itu siapapun pejabat publik, baik di eksekutif, legislatif, maupun yudikatif memiliki tanggungjawab besar untuk mewujudkan tujuan negara itu. Secara etik, tujuan itu mengikat siapapun pejabat publik.  Dalam praktek empiriknya saat ini kita patut mengajukan pertanyaan penting, apa kabar etika pejabat publik saat ini ? Etika Publik Alat ukur paling penting untuk menilai etika pejabat publik adalah dengan mencermati indikator-indikator penting dari apa yang disebut sebagai etika publik. Dalam banyak literatur etika publik itu dimaknai sebagai standar  norma yang menentukan baik atau buruk,  benar atau salah dari perilaku, tindakan, maupun keputusan pejabat publik dalam rangka menjalankan tanggungjawabnya sebagai pelayan publik. Sebagai pelayan publik, pejabat memiliki kewajiban etik untuk melindungi keselamatan warga negara sebagai manusia, melindungi nyawanya bukan memusuhinya, apalagi membunuhnya. Sebagai pelayan publik, pejabat memiliki kewajiban etik untuk memajukan kesejahteraan warga negaranya, memudahkan segala urusan warga negaranya, bukan menyusahkanya,  memiskinkannya atau hobi memperlebar jurang (gap) antara yang kaya dengan yang miskin dengan mengutamakan warga kelas elit yang akses ekonominya lebih dimudahkan dalam segala urusan. Bukan pula mengkorupsi uang yang seharusnya untuk rakyat miskin. Sebagai pelayan publik, pejabat memiliki kewajiban etik  untuk membuat semua warga negara mendapatkan kesempatan pendidikan yang sama, yang murah dan dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sebagai pelayan publik, pejabat memiliki kewajiban untuk membuat warganya hidup damai dan merasa aman dan nyaman dalam pergaulan sosial antar sesama warga negara maupun dalam pergaulan internasional. Saya merenung jika saja pejabat publik di negeri ini betul-betul belajar tentang urgensi etika publik, betapa bangsa dan negara ini akan luar biasa mengalami kemajuan. Sebab dalam etika publik orientasi utama pejabat adalah kepentingan publik, kepentingan rakyat banyak. Pada pelajaran dasar etika publik dalam pemerintahan, telah banyak diingatkan oleh para ahli ternama dibidang etika publik. Misalnya dalam Introduction to Government Ethics, John P.Pelissero mengingatkan dengan jelas bahwa The role of government and its officials is to serve the public interest with ethical awareness and ethical actions. When governments serve the public interest and avoid engaging in behavior that promotes any private interests, they are acting for the common good. Pejabat itu pelayan publik yang melayani publik dengan kesadaran etis dan tindakan etis, meniadakan kepentingan pribadinya, bertindak untuk kebaikan bersama (common good). Ambruknya Etika Pejabat Publik Kematian warga negara akibat kekerasan aparat seberapapun jumlahnya, meski satu orang, itu adalah persoalan besar kemanusiaan. Sebab alasan apapun kekerasan yang mengakibatkan kematian adalah pelanggaran terhadap Hak Azasi Manusia (HAM). Kita semua masih ingat dalam episode ini kematian warga negara   akibat kekerasan aparat bertubi-tubi terjadi. Dari peristiwa di Bawaslu RI pada 22 Mei 2019, hingga aksi #reformasidikorupsi sepanjang september 2019. Media internasional BBC mencatat pada episode 2019 ada 50 demonstran tewas saat unjuk rasa. Setahun kemudian petistiwa KM 50 yang menewaskan 6 pengawal Habib Riziq Shihab pada 7 Desember   2020 terjadi. Komnas HAM menyebutnya penembakan itu sebagai pelanggaran Hak Azasi Manusia (HAM). Kini peristiwa terbaru muncul, ditembaknya Brigadir Joshua di rumah pejabat pada 8 Juli 2022. Mirisnya itu terjadi dilingkungan institusi aparat. Semua peristiwa tersebut secara etik kemanusiaan menunjukan titik terendah perlindungan terhadap warga negara, sebuah episode ambruknya etika dan moral pejabat publik. Ambruknya etika pejabat publik pada episode ini terjadi juga pada kasus korupsi pejabat publik. Dari korupsi dikalangan pejabat penegak hukum, korupsi dikalangan anggota parlemen, hingga korupsi di lembaga eksekutif. Ambruknya etika pejabat publik dalam kasus korupsi ini terjadi begitu vulgar karena yang dikorupsi uang bantuan sosial yang seharusnya dipergunakan untuk rakyat miskin yang sedang alami penderitaan dan musibah akibat pandemi Covid-19. Korupsi itu dilakukan oleh Menteri Sosial dan ditetapkan sebagai tersangka korupsi pada 5 Desember 2020. Ambruknya etika pejabat publik juga terlihat dari aktor korupsinya yang tidak hanya sedang menjabat sebagai anggota parlemen tetapi juga pengurus inti bendahara ormas keagamaan terbesar di Indonesia. Miris, prihatin dan kita semua yang masih menggunakan akal sehat tentu sedih melihat keadaan ini. Wajah ambruknya etika pejabat publik juga makin terlihat ketika publik tidak lagi didengar aspirasinya. Elit pejabat telah menutup telinganya dari kritik publik, misalnya dari aspirasi penolakan publik terhadap revisi UU KPK, UU Ciptaker, RUUKUHP, hingga kritik publik terhadap merajalelanya Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN). Indeks Persepsi Korupsi Indonesia yang rapotnya masih merah dengan skor 38 adalah fakta bahwa etika pejabat republik ini memang sedang ambruk. Besaran jumlah uang yang dikorupsi pada episode ini juga sangat fantastik. Nilainya bukan ratusan milyar tetapi puluhan triliun bahkan kalkulasi ICW dan KPK mencatat total nilainya bisa mencapai ratusan triliun rupiah. Itu uang rakyat, dari pajak rakyat dan dari utang yang dibebankan kepada rakyat. Nurani pejabat koruptor ini memang rusak dan ambruk. Lebih ambruk lagi moral bangsa ini ketika elit politik  menganggap perilaku seperti itu dianggap biasa. Sementara ditengah rakyat ada warga yang bunuh diri karena di PHK, bahkan ada warga yang bunuh diri karena hidup susah  dan sakit-sakitan.