OPINI

Pelihara Oligarki: Pejabat Kaya, Rakyat Kere

Jika memilih duduk manis dan terima setoran serta punya saham untuk anak cucu dan cicit, ya kita akan terus-menerus berada dalam situasi seperti hari ini. APBN defisit. Kemudian ditutupi dengan Utang Luar Negeri. Oleh: AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia PARA pendiri bangsa telah menyusun redaksi Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 dengan sangat cermat. Sebab pasal tersebut, dalam naskah asli UUD 1945 ditulis dalam Bab Kesejahteraan Sosial. Artinya sangat jelas, bahwa orientasi perekonomian bangsa ini mutlak dan wajib menyejahterakan rakyat. Apalagi salah satu cita-cita nasional bangsa ini adalah memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.Oleh karena itu, tertulis dengan sangat jelas pada Pasal 33 Ayat (1), (2), dan (3), bahwa norma dari penguasaan negara terhadap sumber daya alam (SDA) didasarkan kepada kedaulatan negara. Karena SDA harus dikuasai negara untuk sepenuhnya kemakmuran rakyat.Konsepsi ini sama dan sebangun dengan konsepsi Islam dalam memandang SDA. Dalam Islam, komoditas kepemilikan publik atau public goods tersebut meliputi air, ladang atau hutan milik negara, serta api, yaitu energi baik mineral, batubara, panas bumi, angin, maupun minyak dan gas. Semua itu harus dikuasai Negara. Bahkan, dalam hadits Riwayat Ahmad, diharamkan harganya. Artinya, tidak boleh dikomersilkan menjadi Commercial Goods. Seperti tertulis dalam Hadist Riwayat Ahmad, yang artinya \'Umat Islam itu sama-sama membutuhkan untuk berserikat atas tiga hal, yaitu air, ladang, dan api dan atas ketiganya diharamkan harganya.\'Jadi, jelas bahwa air, hutan, dan api atau energi itu merupakan Infrastruktur penyangga kehidupan rakyat, yang tidak boleh dikomersialkan atau dijual ke pribadi-pribadi perorangan yang kemudian dikomersialkan menjadi bisnis pribadi.Contoh konkrit dalam perspektif di atas adalah bagaimana Sahabat Usman bin Affan berusaha membeli sumur air milik seorang Yahudi di Madinah saat itu. Kemudian setelah dibeli, dia gratiskan airnya untuk seluruh penduduk Madinah, sehingga sampai hari ini sumur itu dikenal dengan nama sumur Usman.Karena memang komoditas publik itu harus dikuasai negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sebagaimana tertuang dalam Pasal 33 UUD 1945. Pertanyaannya, bukankah Indonesia sangat kaya dengan SDA mineral? Di mana di dalamnya terdapat emas, perak, timah, tembaga, nikel, bauksit, pasir besi dan lain-lain.Bukankah Indonesia sangat kaya dengan sumber daya alam batubara? Bukankah belasan juta hektar hutan di Indonesia telah berubah menjadi perkebunan sawit?Tapi mengapa Lembaga Internasional OXFAM yang meneliti tentang ketimpangan sosial dan gap kekayaan menyatakan bahwa harta dari empat orang terkaya di Indonesia, setara dengan gabungan kekayaan 100 juta orang miskin di Indonesia.OXFAM juga mencatat, sejak Amandemen Konstitusi tahun 2002 silam, jumlah miliuner di Indonesia telah meningkat 20 kali lipat. Tapi, kenapa ratusan juta penduduk Indonesia tetap kere?Pasti ada yang salah dengan sistem atau metode yang dipilih oleh bangsa ini dalam mengelola kekayaan yang diberikan oleh Allah kepada bangsa ini.Indonesia itu punya dua pilihan dalam sistem ekonomi. Pertama, sistem ekonomi untuk memperkaya negara dan rakyatnya. Atau, kedua, sistem ekonomi untuk memperkaya oligarki pengusaha yang juga penguasa.Kedua opsi ini tinggal dipilih oleh bangsa Indonesia. Oligarki yang diperkaya memang akan bisa membiayai Pilpres dan menjadikan seseorang sebagai presiden. Tetapi setelah itu, semua kebijakan negara harus menguntungkan dan berpihak kepada mereka.Pilihan kedua itulah yang terjadi di Indonesia, terutama sejak Amandemen Konstitusi 2002 yang menghasilkan sistem Pemilihan Presiden dan Kepala Daerah secara langsung. Sehingga, lahirlah bandar-bandar atau cukong pemberi biaya Pilpres dan Pilkada.Akibatnya, SDA negara ini kita berikan kepada mereka dengan skema hak Kelola Tambang dan hak Konsesi Lahan. Negara hanya mendapat uang royalti dan bea pajak ekspor ketika mereka menjual mineral dan hasil bumi kita ke luar negeri.Menurut catatan Saudara Salamudin Daeng, pemerhati masalah energi, disebutkan bahwa hasil produksi Batubara nasional mencapai 610 juta ton atau senilai US$ 158,6 miliar atau dalam rupiah menjadi Rp 2.299 triliun. Jika dibagi dua dengan negara, maka pemerintah bisa membayar seluruh utangnya hanya dalam tempo tujuh tahun lunas.Produksi Sawit sebanyak 47 juta ton atau senilai Rp 950 triliun, maka jika dibagi dua dengan negara, maka pemerintah bisa gratiskan biaya pendidikan dan memberi gaji guru honorer yang layak. Mungkin masih ada sisa dana untuk gratiskan minyak goreng untuk masyarakat kurang mampu.Itu baru dari dua komoditi, batubara dan sawit. Bagaimana yang lain? Coba kita lihat datanya.Masih menurut catatan Salamudin Daeng, Indonesia merupakan produsen tembaga ke-9 terbesar di dunia, urutan pertama produsen nikel terbesar di dunia, urutan ke-13 produsen Bauksit di dunia, urutan ke-2 produksi timah di dunia.Urutan ke-6 produksi emas di dunia, urutan ke-16 produksi perak di dunia, urutan ke-11 produksi gas alam di dunia, urutan ke-4 produsen batubara di dunia, urutan pertama dan terbesar di dunia untuk produksi CPO Sawit, urutan ke-8 penghasil kertas di dunia, urutan ke-22 penghasil minyak di dunia, urutan ke-2 produsen kayu di dunia, dan lain sebagainya.Dan, Indonesia masih memiliki cadangan besar yang meliputi gas alam, batubara, tembaga, emas, timah, bauksit, nikel, timber, dan minyak, serta kekayaan hayati dan biodiversitas yang besar.Tapi, coba kita lihat berapa dana yang masuk ke negara dari royalti dan bea ekspor dari sektor mineral dan batubara. Dari tahun 2014 hingga 2020, berdasarkan data di Kementerian ESDM, dana yang masuk dalam bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak dari sektor Minerba, setiap tahunnya tidak pernah mencapai Rp 50 Triliun.Kecuali pada tahun 2021 kemarin, di mana harga batubara dan sejumlah komoditas mineral mengalami kenaikan drastis, sehingga tembus 75 triliun rupiah. Itu adalah angka yang disumbang dari sumber daya alam mineral dan batubara.Artinya, sudah termasuk emas, perak, nikel, tembaga dan lain-lain. Padahal hasil produksi batubara nasional saja mencapai Rp 2.299 triliun.Jadi kembali kepada kita, mau memilih sistem ekonomi yang memperkaya negara atau memperkaya oligarki. Tinggal kita putuskan. Tidak ada yang tidak bisa. Kedaulatan negara adalah mutlak dalam mengatur dan mengelola suatu negara yang merdeka.Karena kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi negara untuk secara bebas melakukan kegiatan sesuai kepentingannya, selama tidak melanggar kedaulatan negara lain. Karena itu, dalam hukum internasional kedaulatan memiliki tiga aspek, yaitu:Yang pertama, kedaulatan yang bersifat eksternal, yaitu hak bagi setiap negara untuk secara bebas menentukan hubungan dengan negara lain atau kelompok lain, tanpa kekangan, tekanan atau pengawasan dari negara lain.Yang kedua, kedaulatan yang bersifat internal, yaitu hak atau wewenang eksklusif suatu negara untuk menentukan bentuk lembaga, cara kerja dan hak membuat aturan dalam menjalankan.Yang ketiga, kedaulatan teritorial, yang berarti kekuasaan penuh yang dimiliki negara atas individu dan benda-benda yang terdapat di wilayah itu. Baik yang ada di darat, laut maupun udara.Jadi, sekarang tergantung dari leadership kita. Apakah pemimpin kita mau \'memelihara\' dan \'dipelihara\' oleh Oligarki, sehingga tinggal duduk manis dapat saham dan setoran atau memikirkan saat dia dilantik dan membaca sumpah jabatan yang diucapkan dengan menyebut nama Allah.Jika memilih duduk manis dan terima setoran serta punya saham untuk anak cucu dan cicit, ya kita akan terus-menerus berada dalam situasi seperti hari ini. APBN defisit. Kemudian ditutupi dengan Utang Luar Negeri. Kemudian rakyat disuap dengan BLT-BLT untuk sekian puluh juta rakyat dan seterusnya. Meskipun tidak ada satu pihak pun yang bisa mengecek angka itu di lapangan.Oleh karena itu, kita harus berani bangkit. Harus berani melakukan koreksi. Bahwa Sistem Ekonomi Pancasila, yang disusun sebagai usaha bersama untuk kemakmuran rakyat, yang sudah kita tinggalkan itu, mutlak dan wajib untuk kita kembalikan. Tanpa itu, negeri ini hanya akan dikuasai oleh Oligarki yang rakus menumpuk kekayaan, dan rakyat akan tetap kere. (*)

Ingat Dekrit Presiden Kembali ke UUD 1945

Oleh M. Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan HARI ini mengingatkan kembali peristiwa Dekrit Presiden 5 Juli 1959 saat Presiden Soekarno menyatakan berlaku kembalinya UUD 1945 menggantikan UUDS 1950. Sidang Konstituante gagal menunaikan tugasnya. Alih-alih membahas rancangan UUD justru perdebatan berada di ruang ideologi. Kegagalan ini menyebabkan Presiden mengeluarkan Dekrit.  Dua monumen penting yang dibangun Soekarno dengan Dekrit. Pertama mendeklarasikan berlakunya kembali UUD 1945 sebagaimana ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945. Kedua, penghargaan tinggi terhadap aspirasi umat Islam. Di antara konsiderans nya menyatakan \"Bahwa kami berkeyakinan bahwa Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai Undang-Undang Dasar 1945 dan adalah suatu rangkaian kesatuan dengan konstitusi tersebut\". Kembali ke UUD 1945 diawali dengan konsolidasi dan pertimbangan gagasan TNI saat itu. Jenderal AH Nasution memegang peranan penting dalam memberi solusi untuk mencegah friksi dan konflik tajam.TNI membaca pilihan terbaik, Soekarno menyetujui dan segera mendekritkan.  Kini UUD 1945 sudah teracak-acak sehingga semakin tidak jelas bahkan sepertinya telah terhapus dari jejak the founding fathers. Empat kali amandemen mengubah banyak pasal. Warnanya menjadi liberalistik. Sehingga tidak sedikit yang menyatakan bahwa konstitusi ini bukan lagi UUD 1945 tetapi berubah menjadi UUD 2002. Bahkan yang lebih ekstrim memberi predikat UUD sekarang adalah UUD 1945 palsu.  MPR terdegradasi dan dimandulkan, Presiden merajalela, DPR terkooptasi oleh Presiden bersama oligarki, lembaga baru MK tidak independen dan DPD yang tidak kuat. Konstitusi dapat diinterpretasi untuk merusak sistem ekonomi kekeluargaan. UUD mengacaukan pola penyelenggaraan negara. Negara menjadi oligarkis.  Saatnya untuk kembali ke UUD 1945 dan menata ulang pola penyelenggaraan negara yang telah berjalan kebablasan dan keluar rel. Benar bahwa dekrit dikeluarkan di masa orde lama yang berubah menjadi orde baru lalu orde reformasi dan kini orde oligarki. Orde dimana rakyat semakin tidak merdeka di bawah UUD 2002 atau UUD 1945 palsu itu.  Dekrit Presiden 5 Juli 1959 memberi penghargaan pada peran politik umat Islam dengan penerimaan Piagam Jakarta. Syari\'at Islam sebagai jiwa dari UUD. Fakta kini syari\'at itu tereduksi bahkan dijauhi. Ulama dikriminalisasi, agama menjadi obyek radikalisasi dan harus dimoderasi. Basis politik keagamaan adalah Islamophobia.  Kembali ke UUD 1945 mengembalikan pada politik keseimbangan akan peran umat beragama khususnya umat Islam. Umat yang potensial untuk mampu berkontribusi maksimal bagi kemajuan bangsa dan negara.  Umat Islam tidak layak untuk dimarjinalisasi apalagi sampai dimusuhi. Islamophobia harus diakhiri.  \"Kedaulatan di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR\" perlu ditimbang ulang agar MPR berdaulat kembali. Demikian juga dengan \"Presiden ialah orang Indonesia asli\" yang merupakan hasil kompromi yang dari awalnya \"Presiden ialah orang Indonesia asli beragama Islam\". Prof. Jacob Elfinus Sahetapy dahulu adalah orang yang bertanggungjawab atas pencoretan kata \"Asli\". UUD 1945 yang ditetapkan 18 Agustus 1945 sudahlah bagus, jika ada hal baru atas perkembangan yang ada bukan dengan cara perusakan melalui amandemen berulang-ulang tetapi dapat dituangkan dalam Ketetapan MPR atau adendum. UUD 1945 adalah UUD yang singkat dan supel.  Konteks kesejarahan, umat Islam dapat menerima dekrit kembali ke UUD 1945 dengan penghargaan atas perjuangan kenegaraannya. TNI mematangkan dan memandang solutif atas pemberlakuan kembali UUD 1945. Kini awal pembenahan pola penyelenggaraan negara khususnya untuk mengubah orde oligarki adalah dengan mengingat kembali akan semangat dan tujuan bernegara dari the founding fathers.  Ingat Dekrit Presiden : Kembali ke UUD 1945 !  Bandung, 5 Juli 2022

Presiden Dalam Bahaya Kebohongan

Presiden dalam bahaya, harus dijaga jangan sampai melakukan kebohongan lagi, untuk jenis kebohongan apapun. Memang berat mengendalikan kondisi seperti ini tetap harus dikendalikan. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih DIPLOMASI bohong yang telah dilakukan oleh Presiden Joko Widodo ketika melakukan kunjungan kerja ke Ukraina dan Rusia, tepatnya saat mengatakan telah menyampaikan pesan Presiden Zelensky kepada Presiden Putin, adalah bohong di siang bolong, benar-benar akan menjadi peristiwa monumental,  akan menorehkan catatan tersendiri dalam sejarah Presiden berdiplomasi bohong. Kebohongan itu tidak akan bisa menjadi lapuk, dihapus atau hilang seiring dengan perjalanan waktu dan sejarah pemerintahan Jokowi. Makin lama akan makin membias ke mana-mana. Jokowi harus menerima takdirnya sendiri atas kejadian tersebut. Dugaan kuat gejala Mythomania sejak lama ada dalam diri Presiden Jokowi. Mythomania adalah keadaan seseorang yang sering bohong dalam jangka waktu yang lama dan terus dilakukan meskipun tidak ada maksud untuk mendapatkan keuntungan pada setiap kebohongan yang disampaikan. Dalam psikologi, orang dengan kondisi Mythomania syndrome ini menikmati dusta yang diucapkannya, sehingga tak bisa membedakan lagi mana yang fiktif dan mana yang nyata. Sangat mungkin ini juga sifat bawaan sejak kecil. Kita mungkin pernah mengenal atau melihat seseorang yang sering berbohong tersebut. Saking seringnya ia berbohong, kita akan bertanya-tanya, apakah hobi berbohong termasuk gangguan psikologis? Dalam istilah khusus untuk orang dengan kondisi ini adalah mitomania atau pseudologia fantastica. Mitomania atau mythomania merupakan suatu kondisi di mana penderitanya memiliki kebiasaan berbohong yang tidak dapat dikendalikan. Kebohongan ini juga dikenal dengan sebutan pathological lying. Seseorang yang memiliki kondisi seperti ini sering berbohong, bahkan untuk hal yang tidak menuntut mereka, terpaksa berdusta. Mereka kadang terlena, bahkan menikmati dan merasa lebih nyaman mengatakan kebohongannya itu daripada kebenaran, meski itu untuk hal hal yang tidak penting sekalipun. Apalah ketika Presiden Jokowi berbohong di Moskow bahwa dirinya telah menyampaikan pesan Presiden Zelensky ke Presiden Putin, langsung kita vonis Presiden bersalah? Pertanyaan itu bisa dekatkan dengan definisi bahwa penderita mythomania juga seringkali tidak memiliki motif atau alasan untuk berbohong. Mereka hanya mengucapkan kebohongan itu begitu saja (kebiasaan bohong) tanpa alasan atau tujuan tertentu. Jadi sekalipun itu fatal bisa jadi Presiden tidak ada maksud jelek atau buruk. Jokowi harus sadar dan instrospeksi diri, syukur belajar mengendalikan dan memperbaiki diri (lepas dirinya jadi Presiden atau tidak) supaya tidak terus terjerumus pada sikapnya yang kurang baik. Karena bagi orang yang mengidap mitomania, kebohongan sudah menjadi bagian besar dalam hidupnya. Kondisi tersebut bisa merusak nama baiknya. Tak jarang orang dengan kondisi ini memercayai dusta yang diucapkannya, sehingga tak bisa membedakan lagi mana yang fiktif dan mana yang nyata, kalau disadari gejala ini memang ada dalam dirinya sebaiknya harus segera konsultasi atau ada pendamping ahli psikologi atau psikiater untuk terus mengingatkan dan mengendalikan ketika si pasien mulai berbohong. Karena mereka yang mengalami kondisi seperti ini kerapkali akan melakukan kebohongan dan merasa mendapatkan kesenangan dari sikapnya tersebut. Kadang malah tampaknya merasa senang, di dalam hati mereka tidak merasa bersalah dan tidak mengenal dan mengetahui bahwa itu hal yang buruk. Tapi, mereka suka berpura-pura dan menutupi perilakunya. Mythomania syndrome pertama kali ditemukan oleh psikiater asal Jerman bernama Anton Delbrueck. Pada tahun 1891, Delbrueck memberikan nama pseudologia fantastica untuk menggambarkan sekelompok pasien yang kerap membual disertai unsur khayalan, berfantasi dan ngarang cerita tanpa fakta. Untuk sementara sebaiknya stop melakukan kunjungan ke luar negeri, apalagi ke Eropa, di sana ada alat iBroderCtrl, AI di balik teknologi ini adalah sebuah AI yang memiliki kemampuan pendeteksi kebohongan. Jika terperangkap alat ini bisa celaka. Presiden dalam bahaya, harus dijaga jangan sampai melakukan kebohongan lagi, untuk jenis kebohongan apapun. Memang berat mengendalikan kondisi seperti ini tetap harus dikendalikan. Buktinya, pesan damai yang “dititipkan” Presiden Zelensky kepada Presiden Jokowi untuk Presiden Putin itu, oleh Putin diterjemahkan terbalik, sebagai “tantangan perang”. Makanya, sepulang dari Rusia, Ukraina dibombardir lagi oleh Rusia. (*)

Tanggal 4 Juli dan American Dreams!

Itu tidak dimenangkan secara permanen, melainkan sesuatu yang harus diperjuangkan dan diklaim oleh setiap generasi sebagai kemerdekaan mereka sendiri dari penindasan dan tirani. Oleh: Imam Syamsi Ali, Direktur Jamaica Muslim Center & Presiden Yayasan Nusantara, Salah Satu Penulis “Son of Abraham: Issues Menyatukan dan Memecah Belah Orang Yahudi dan Muslim” dengan Rabbi Marc Schneier SETIAP tahun 4 Juli dirayakan dengan bangga oleh orang Amerika. Ini adalah perayaan kemerdekaan bangsa ini. Uang jutaan dolar AS dihabiskan untuk perayaan mewah tersebut. Tapi kenapa ini perayaan? Apa yang sebenarnya dirayakan? Dalam pandangan pribadi saya, perayaan hari penting ini lebih terkait dengan apa yang sering kita lakukan di Amerika sebagai “American Dream”. Dengan kemerdekaannya, Amerika memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada seluruh warganya untuk mewujudkan impian Amerika mereka. Sayangnya, bagi banyak orang, mimpi Amerika telah dipahami secara terbatas sebagian. Mayoritas memahami bahwa impian Amerika hanya berarti “peluang ekonomi”. Atau bagi sebagian orang, impian Amerika tersebut berarti peluang pendidikan yang ditawarkan Amerika bagi warganya. Bahkan, mimpi Amerika, dalam pandangan saya, memiliki makna yang lebih luas di luar sekadar ekonomi atau pendidikan. Impian Amerika bagi saya mencakup semua hak dasar saya sebagai manusia. Ini umumnya dikenal sebagai “Hak Asasi Manusia” dasar. Dan, itu mencakup lima bidang utama kehidupan. Pertama, hak beragama. Banyak yang gagal untuk mengetahui atau berpura-pura tidak tahu bahwa di antara impian Amerika yang paling mendasar serta hak azasi manusia yang mendasar adalah hak untuk menjalankan agama kita. Saya menyebutnya sebagai hak untuk “fitrah manusia”. Atau hak dasar untuk mempertahankan keyakinan dan identitas agama kita. Amerika adalah negara sekuler. Tetapi Amerika juga merupakan negara yang sangat religius. Hal ini dinyatakan dalam ikrar kesetiaan “Di Bawah Tuhan”. Dan Konstitusi Amerika menjamin hak semua warga negara untuk percaya dan mengamalkan tradisi kepercayaan mereka. Tidak heran jika banyak pendatang yang datang ke negara ini karena berhasil lolos dari penganiayaan agama di negara asalnya. Mereka datang ke Amerika untuk kebebasan beragama itu sebagai bagian dari impian Amerika mereka. Kedua, hak atas martabat manusia. Martabat manusia adalah impian Amerika yang terpenting. Orang-orang di negeri ini, Pribumi atau pendatang, termasuk mereka yang datang dari Eropa bertahun-tahun atau bahkan berabad-abad yang lalu atau mereka yang baru datang, memimpikan martabat manusia itu. Martabat manusia dijamin oleh Konstitusi Amerika. Bahkan itu diberikan dan dijamin oleh Tuhan sebagai hak asasi manusia. Oleh karena itu, kemerdekaannya akan bermakna ketika mereka yang telah direnggut martabatnya dipulihkan. Khususnya penduduk asli Amerika yang hak atas martabat manusianya telah dirampok. Ketiga, adalah hak atas perlakuan yang sama. Dalam istilah populer, “keadilan untuk semua” adalah mimpi dasar Amerika. Keadilan adalah hak dasar manusia. Hal ini dijamin baik dalam Konstitusi AS dan dalam tradisi keagamaan. Ungkapan “keadilan untuk semua” itu telah menjadi begitu populer di American Pledge. Oleh karena itu perayaan kemerdekaan hanya akan bermakna ketika semua orang Amerika, Pribumi dan imigran, baik yang datang ke negara ini ratusan tahun yang lalu atau datang sebagai imigran ke negara ini baru kemarin, semua diperlakukan sama sebagai bagian penting dari impian Amerika mereka. Keempat, hak atas kemakmuran. Kemakmuran, termasuk kesempatan untuk pendidikan dan ekonomi yang sangat penting dalam mimpi Amerika. Padahal peluang untuk sejahtera adalah bagian dari hak asasi manusia itu sendiri. Oleh karena itu perayaan setiap 4 Juli akan bermakna ketika kesempatan bagi semua orang Amerika untuk makmur tersedia untuk semua. Selama kesempatan itu terbatas pada segelintir tangan orang di negeri ini, perayaan itu menjadi tidak berarti. Kelima, elemen terpenting dari mimpi Amerika adalah kebebasan itu sendiri. Kebebasan sebenarnya adalah inti dari kemerdekaan. Oleh karena itu, hari perayaan kemerdekaan adalah bagian dari pengakuan bahwa semua orang Amerika berhak untuk memimpikan kebebasan sejati mereka. Saya ingin secara khusus menghubungkan kebebasan ini dengan kebebasan politik yang telah menjadi tujuan banyak imigran datang ke negara ini. Mereka lolos dari berbagai persekusi politik oleh pemerintahnya sendiri. Oleh karena itu, perayaan Hari Kemerdekaan yang bermakna adalah untuk membangun kesadaran, semua orang Amerika harus dijamin kebebasannya; termasuk kebebasan untuk mengkritik pemerintah mereka sendiri bilamana diperlukan. Kesimpulannya bahwa perayaan 4 Juli tidak dan tidak boleh hanya menjadi perayaan yang mewah. Padahal, maknanya sangat dalam dan penting untuk diingat; perjuangan seluruh warga Amerika untuk mewujudkan mimpinya masih terus diperjuangkan. Itu tidak dimenangkan secara permanen, melainkan sesuatu yang harus diperjuangkan dan diklaim oleh setiap generasi sebagai kemerdekaan mereka sendiri dari penindasan dan tirani. Sampai kita benar-benar menyadarinya, maka kemerdekaan yang sesungguhnya tidak akan dirayakan secara bermakna. Kota New York, 4 Juli 2022. (*)

Bukan Hanya Rakyatnya, Dunia Pun Dibohongi Jokowi!

Dalam psikologi, kebiasaan itu disebut Mythomania syndrome. Dus, tak jarang orang dengan kondisi ini memercayai dusta yang diucapkannya, sehingga tak bisa membedakan lagi mana yang fiktif dan mana yang nyata. Oleh: Mochamad Toha, Wartawan Forum News Network (FNN) SEBAGAI Rakyat Jelata, saya pribadi sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi perihal kebiasaan berbohong Presiden Joko Widodo selama ini. Yang terjadi sekarang ini, kebiasaan berbohong itu malah “diekspor” ke Ukraina. Rakyat Indonesia sendiri sudah terbiasa dibohongi oleh Jokowi. Setidaknya sejak dia mempromosikan mobil ghoib Esemka yang hingga kini tidak ada wujudnya sama sekali, meski katanya sudah dipesan ribuan unit. Entah sudah berapa banyak janji-janji yang sudah dilontarkan pada rakyat namun hingga kini belum ditepati. Menurut politisi Partai Gerindra Fadli Zon, dalam periode pertama pemerintahannya, ia membeberkan 100 janji Presiden Joko Widodo semasa kampanye. “Saya sendiri mencatat janjinya, bukan 66, tapi ada 100 janjinya. Saya catat semuanya di buku,” kata Fadli Zon, Selasa (22/5/2018). Jejak digital ditulis Detik.com: “Catat 100 Janji Jokowi Tak Ditepati, Fadli Zon: Ciri-ciri Munafik.” Meski demikian, ternyata rakyat Indonesia masih “menikmati” kebohongan yang sudah menjadi kebiasaan Jokowi itu. Buktinya, pada Pilpres 2019 pun Jokowi memenangkan pertarungan hingga menjabat Presiden periode ke-2. Janji untuk menurunkan nilai tukar Dolar hingga di bawah Rp 10.000 pun hingga kini tidak pernah terwujud. Termasuk janji tidak akan berhutang, toh faktanya, hingga kini hutang Indonesia sudah mencapai Rp 7 ribu triliun. Hal ini mengingatkan kita pada unggahan BEM UI yang menyebut “Jokowi The King of Lip Service”, seperti dilansir Kompas.com (09/07/2021, 14:07 WIB). Ketua BEM UI Leon Alvinda Putra menegaskan, unggahan “Jokowi: The King of Lip Service” bukan serangan secara personal kepada Presiden Jokowi. Mengutip Kompas.com itu, Leon keberatan apabila kritik tersebut disamakan dengan serangan personal yang menyebut Jokowi klemar-klemer atau plonga-plongo. Unggahan “Jokowi: The King of Lip Service” merupakan kritik atas kebijakan Jokowi sebagai presiden. Sebab, ia menilai, banyak pernyataan Jokowi yang tidak berbanding lurus dengan kebijakan yang diimplementasikan. Oleh karena itu, ia tidak setuju apabila unggahan kritik “Jokowi: The King of Lip Service” disamakan dengan serangan personal terhadap Jokowi. “Jadi itu adalah dua hal yang berbeda antara serangan personal dengan kritik yang kita sebut the king of lip service,” ucap dia. Ia menuturkan, banyak permasalahan bangsa yang selama ini dikawal oleh BEM UI dan aliansi gerakan masyarakat lainnya. Leon menilai, Jokowi kerap memberikan pernyataan yang hanya bersifat angin segar, dan seolah ingin menyelesaikan polemik. Leon juga mencontohkan pernyataan Jokowi terkait revisi UU ITE dan rencana penerbitan Perppu untuk membatalkan revisi UU KPK. Namun, ternyata dalam impelementasinya pernyataan Jokowi itu bertolak belakang dengan realitas di masyarakat. “Karena menurut kita dengan beliau sampaikan misal revisi UU ITE, terkait perppu UU KPK, dan sebagainya,” kata dia. “Menurut kita, beliau sudah paham ada masalah di situ dan seharusnya itu bisa dipastikan atau segera diselesaikan,” ujar Leon. BEM UI memublikasikan unggahan berjudul \"Jokowi: The King of Lip Service\" di akun media sosial mereka, Sabtu (26/6/2021). Dalam unggahan tersebut, BEM UI mengkritik sejumlah janji dan keputusan Jokowi, mulai dari rindu didemo, revisi UU ITE, penguatan KPK, hingga rentetan janji lainnya. Presiden Joko Widodo pun tidak keberatan atas postingan tersebut karena hal itu merupakan bentuk ekspresi mahasiswa. Namun, dia mengingatkan bahwa Indonesia memiliki budaya tata krama dan sopan santun. Jokowi juga menyinggung sederet julukan dan sebutan yang pernah diberikan kepadanya. “Itu kan sudah sejak lama ya. Dulu ada yang bilang saya ini klemar-klemer. Ada yang bilang saya itu plonga-plongo. Kemudian ganti lagi ada yang bilang saya ini otoriter,” ujarnya dalam keterangan pers di YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (29/6/2021). Belum selesai urusan kritik yang dilayangkan oleh BEM UI, Presiden Jokowi sempat pula \'disentil\' oleh Aliansi Mahasiswa UGM Lain dengan BEM UI yang blak-blakan menyebut Jokowi sebagai \'The King of Lip Service\', Aliansi Mahasiswa UGM justru memberi penghagaan bernada satire pada orang nomor satu di Indonesia itu. Melalui akun Twitter @UGMBergerak pada Minggu, 27 Juni 2021, Presiden Jokowi dianugerahi gelar \'Juara Umum Lomba Ketidaksesuaian Omongan dengan Kenyataan\'. Nah, tampaknya, kebiasaan berbohong Jokowi kepada rakyatnya ini terbawa sampai ke luar negeri ketika berkunjung ke Ukraina dan Rusia dalam pekan lalu. Sepulang dari Ukraina dan Rusia, Jokowi telah membohongi Dunia! Untuk lebih jelasnya, saya mengutip berita yang ditulis Kompas.com, meski dalam dua judul, tapi isinya tetap: https://www.kompas.com/global/read/2022/07/02/210000070/ukraina-bantah-zelensky-titip-pesan-ke-jokowi-untuk-putin?page=all#page2 Judulnya diralat jadi: https://www.kompas.com/global/read/2022/07/02/210000070/pesan-tak-tertulis-zelensky-untuk-putin-melalui-jokowi?page=all#page2 Mengapa judulnya diubah seperti di atas, silakan simpulkan sendiri? Rasanya tidak elok jika saya harus membuat kesimpulan sendiri. Beberapa hari lalu, media massa memberitakan terkait kesediaan Presiden Indonesia Joko Widodo untuk membawa pesan Presiden Volodymyr Zelensky kepada Presiden Rusia Vladimir Putin.  Jokowi ke Ukraina pada Rabu (29/6/2022) dan menawari Zelensky jika ingin titip pesan ke Putin, yang akan dia kunjungi keesokan harinya. “Dalam kaitan ini, saya menawarkan diri untuk membawa pesan dari Presiden Zelensky pada Presiden Putin yang akan saya kunjungi segera,” kata Jokowi. Kemudian saat Jokowi di Rusia, Presiden Jokowi mengatakan bahwa sudah menyampaikan pesan Zelensky ke Putin. “Saya menyampaikan pesan Presiden Zelensky kepada Presiden Putin,” kata Jokowi seperti dikutip dari AFP, setelah berbicara dengan pemimpin Rusia tersebut. Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov pada Jumat (1/7/2022) mengonfirmasi ada pesan dari Zelensky untuk Putin, tetapi tidak tertulis. Pesan Zelensky memang dibuat tidak tertulis.  “Itu bukan pesan tertulis. Hanya itu yang bisa saya katakan kepada Anda,” katanya ketika ditanya oleh jurnalis media TASS tentang isi pesan Zelensky. Pernyataan Jokowi itu langsung dikonfirmasi oleh Serhii Nikiforov, Sekretaris Pers Kantor Kepresidenan Ukraina. Menurutnya, sebenarnya jika Zelensky ingin mengucapkan sesuatu ke Putin, dia bisa melakukannya secara terbuka dalam pidato harian. Nikiforov mengatakannya kepada media lokal Ukrainska Pravda. Komentarnya juga dikutip media Rusia TASS. Serhii Nikiforov lebih lanjut mengatakan bahwa topik pembicaraan utama saat Jokowi ke Ukraina adalah blokade pelabuhan Ukraina yang membuat ekspor biji-bijian terganggu. “Indonesia adalah salah satu pengimpor biji-bijian terbesar dari Ukraina, dan blokade pelabuhan-pelabuhan Ukraina adalah fokus utama pembicaraan antara kedua presiden (Indonesia dan Ukraina) di Kyiv,” katanya. Nikiforov menambahkan, Rusia bertanggung jawab atas terganggunya ekspor biji-bijan Ukraina itu ke Indonesia, begitu pun dengan wilayah lain di dunia. “Inilah yang dibicarakan secara rinci dengan Joko Widodo,” imbuh Nikiforov. Jokowi ke Ukraina dan Rusia setelah menghadiri KTT G7 di Jerman sebagai negara mitra G7 sekaligus Presidensi G20. Apa yang dikhawatirkan pengamat polirik Rocky Gerung saat Presiden Jokowi ke Ukraina dan Rusia yang ingin mendamaikan kedua negara ini jadi terbukti. Jokowi “malu-maluin” sampai harus berbohong seperti itu. Bantahan Nikiforov yang mengatakan bahwa “sebenarnya jika Zelensky ingin mengucapkan sesuatu ke Putin, dia bisa melakukannya secara terbuka dalam pidato harian”, telah memukul telak Presiden Jokowi. Dari sini dapat disimpulkan bahwa kunjungan ke Ukraina dan Rusia itu tidak ubahnya hanya untuk kepentingan bisnis (impor biji-bijian dari Ukraina) yang pelabuhannya diblokade Rusia. Indonesia itu pengimpor gandum Ukraina. Menurut Dr David Angel dalam tulisan “Widodo’s Mission To Moscow: seeking peace and an end Putin blocked of Ukraine\'s Wheat”, seperti dikutip Hersubeno Arief, wartawan senior FNN dalam Kanal Hersubeno Point, Sabtu (2/7/2022), “Misi Presiden Jokowi ke Moskow untuk mencari perdamaian dan sekaligus mengakhiri blokade Putin terhadap ekspor gandum Ukraina”. “Tidak ada yang lebih mendapat manfaat dari kunjungan ini selain presiden Jokowi dan Indonesia, Indonesia saat ini adalah pengimpor gandum terbesar di dunia dan itu berdasarkan nilai dolar dan memperoleh 25% impornya dari Ukraina itu pada tahun 2020.” “Ukraina adalah pemasok gandum terbesar bagi Indonesia pada tahun 2020. Gandum itu digunakan oleh Indonesia untuk membuat mie instan yang telah menjadi makanan pokok yang populer dan relatif murah bagi jutaan orang di Indonesia.” “Tetapi kekurangan gandum dan tepung terigu yang sekarang terjadi akibat perang Rusia Ukraina ini telah merugikan konsumen dan produsen dan secara signifikan mengurangi produksi bahan makanan berbasis gandum dan memicu inflasi.” Dus, jika kita tanya, siapa pengimpor gandum dan tepung terigu di Indonesia? Tentu pemilik industri berbasis tepung terigu, tak jauh dari kepentingan para Oligarki. Bukan untuk mendamaikan Rusia Ukraina. Buktinya, setelah kepulangan Jokowi dari dari Rusia, gempuran rudal Rusia ke Ukraina tetap terus belanjut tanpa henti. Bahkan, gedung yang dikunjungi Jokowi dan Presiden Zelensky menjadi sasaran rudal Rusia. Misi Jokowi guna mendamaikan Rusia-Ukraina tidak ada hasil sama sekali. Jadi, misinya lebih kepada “diplomasi” mie instan. Parahnya, diplomasi itu membawa serta kebiasaan bohongnya sampai ke luar negeri segala. Kebohongan sudah menjadi bagian besar dalam hidupnya, yang kemudian bisa merusak nama baiknya. Dalam psikologi, kebiasaan itu disebut Mythomania syndrome. Dus, tak jarang orang dengan kondisi ini memercayai dusta yang diucapkannya, sehingga tak bisa membedakan lagi mana yang fiktif dan mana yang nyata. Mythomania syndrome pertama kali ditemukan oleh Anton Delbrueck, seorang psikiater asal Jerman. Pada tahun 1891, Delbrueck menamakan pseudologia fantastica untuk menggambarkan sekelompok pasien yang kerap membual disertai unsur khayalan atau fantasi dalam cerita mereka. Secara psikologi Mythomania adalah keadaan seseorang yang suka berbohong dalam jangka waktu yang lama dan terus dilakukan. Gangguan kejiwaan ini bisa semakin parah, ketika kebohongannya mendapat pujian. Kebohongannya yang menjadi-jadi membuat semua omongannya pasti kebalikannya. Semoga Presiden Jokowi tidak termasuk di dalamnya. (*)

Nasionalisme Tai Kotok

 Khasanah politik nasional selama satu dekade ini  telah dipenuhi oleh kosa-kata dunia binatang. Tidak hanya cicak dan buaya, bahkan kecebong dan kampret hingga kadal gurun pun terus eksis menjadi ilustrasi sekaligus representasi keseharian dinamika retoris demokrasi di Indonesia. Umpatan, hujatan dan  caci maki yang mengedepankan entitas kebinatangan bertebaran  begitu marak di negeri Pancasila. Republik seperti kebun kumpulan para binatang. Oleh: Yusuf Blegur - Mantan Presidium GMNI SALAH satu kerusakan fundamental dan prinsipil kepemimpinan rezim hampir dua periode ini adalah terjadinya pembelahan sosial pada rakyat. Tak ubahnya seperti menciptakan  pola pertentangan kelas  dalam masyarakat,  pemerintah seakan terus membiarkan sikap permusuhan, kebencian dan bahkan konflik pada sesama anak bangsa. Tanpa memikirkan bahaya dan resiko yang begitu tinggi, kekuasaan tak tanggung-tanggung memainkan isu sara khususnya agama sebagai komoditas politik. Mirisnya lagi, rakyat di adu-domba sebagai trik rezim untuk menguras kekayaan negara sembari berupaya melanggengkan kekuasaan. Unik tapi menyedihkan, di saat para pejabat dan pemimpin kering dari jiwa nasionalis dan patriotis.  Rakyat justru kehilangan semangat kebangsaannya. Ikut dan larut dalam sistem yang rusak, menebar jargon dan slogan nasionalisme beraroma hangat-hangat tai ayam. Di sana koruptor dan perampok, di sini maling, dimana-mana ada pencuri. Negeri seperti persada bagi banyaknya para pencoleng beragam muka dan kedok. Kemunafikan bermanifestasi menjadi ideologi, harta dan jabatan secara intens  telah menjadi agama baru. Cukup banyak yang melihat semua masalah rakyat, negara dan bangsa hanya bersumber dari tafsir, pemahaman dan kehendak sendiri. Hanya sedikit yang  terbiasa tidak merasa  hidup dan tinggal sendiri di bumi tanah air ini atau di manapun tempat yang ada. Merasa paling berjasa, merasa paling memiliki dan merasa paling berhak atas negera dan masa depannya, membuat segelintir orang atau kelompok menjadi arogan dan sok kuasa. Selayaknya, kalau menyadari kebhinnekaan dan kemajemukan itu berarti menghormati dan menghargai persfektif yang datang dari luar juga. Bahwasanya masih teramat banyak ekspresi dan aspirasi yang ada dalam pasar raya KeIndonesiaan. Bukan hanya dari satu golongan, ideologi, dan aliran politik semata. Tidaklah realistis malah cenderung menjadi otoriter dan dikrator, jika visi kebenaran hanya datang dari diri atau kelompoknya sendiri. Bagaimana mungkin seorang yang mengaku-ngaku  nasionalis gagap untuk terbuka dan  kolot menggenggam eksklusifisme. Merasa paling benar, paling hebat dan paling mengetahui segalanya tentang negeri ini. Orang-orang seperti itu bersama kelompok dan golongannya, menganggap semua tanggungjawab dan kepemimpinan rakyat, negara dan bangsa Indohesia hanya ada di pundaknya semata. Bung Karno saja bergelora dengan Marchts Vorming, nasionalisme yang tumbuh dan hidup ditaman sari internasionalisme dan bahkan  kegigihannya pada Nasakom diperjuangkan hingga ujung kekuasaannya. Sebagai pemimpin bermahzab nasionalisme yang kiri, beliau sendiri tidak tabu dan alergi pada realitas sosial yang menjadi irisan global. Termasuk pada politik Islam yang pernah digelutinya bersama koleganya sesama pendiri bangsa. Idealnya pemikiran dan sikap  kebangsaan ini juga bisa inklusif setidaknya  bisa menjadikan kritik oto kritik dan refleksi ke dalam terhadap dinamika luar, jika masih menganggap entitas sosial dan politik bangsa ini begitu plural. Tak boleh ada lagi yang membabi-buta mengaku-ngaku paling Pancasilais, paling nasionalis dan paling NKRI. Sudah bukan jamannya lagi menggunakan pola menang-menangan dan merasa paling unggul. Setidaknya ada yang bisa dicari kongklusinya untuk membangun sinergi dan elaborasi dari perbedaan yang ada. Mungkin dari situ bisa diraih keharmonisan dan keselarasan dari keberagaman. Ada nilai-nilai universial yang bisa diraih, salah satunya tentang kemanusiaan meskipun pada hubungan yang paling ekstrim sekalipun di dunia seperti sara sekalipun. Contoh saja dalam sosial keagamaan, yakinlah dan pegang teguh saja prinsip spirit dan religi masing-masing.  Umat Islam tidak keluar dari aqidahnya, umat Kristen atau katholik  pada keyakinan imannya.  Begitu juga dengan umat Hindu, Budha dan lainnya, bisa berhikmad  sesuai ajarannya masing-masing. Jangan melampau batas, masuk yang bukan ranahnya apalagi memicu eksistensi berlebihan.  Jadi jujur ke dalam itu penting tentang siapa kita dan siapa orang lain serta bagaimana hubungan yang merangkul itu dapat dibangun secara langgeng. Mari dengan segenap kesadaran dan keihkhlasan, semua anak bangsa bersetia dan menggumuli konsensus nasional kebangsaan Indonesia. Tentunya dengan tidak mengabaikan cita-cita proklamasi sebagai jembatan emas menuju masyarakat adil dan makmur. Termasuk sanggup dan  mampu membuang jauh-jauh nasionalisme tai kotok. Munjul-Cibubur, 4 Juli 2022.

Pesan Ahlak dan Politik Idealis Untuk Anies dari Ayahku

Boleh jadi saat ini Anies dalam kegamangan, mengikuti politik ideal atau politik realitas. Ikut permainan gila pseudo demokasi yang ansih kekuasaan. Atau kokoh menjunjung prinsip dan nilai-nilai etika serta moralitas. Mengikuti kehendak rakyat meski sulit, atau memilih keinginan oligarki meski bertentangan dengan jiwa dan batin. Oleh: Yusuf Blegur - Mantan Presidium GMNI  AYAHKU seorang pesepakbola, pernah bermain di persija. Sejak kecil bakat turunan  itu sudah menggelayuti saya. Seringkali sejak SD saya dipapas dengan kolega ayah saya seperti Om Oyong Lisa, Om Sinyo Aliandoe. Om Iswadi Idris dll. Oh iya, selaiin pegiat bola tendang, ayahku dekat dengan tokoh soksi sekaligus  Golkar,  seorang Oetoyo Usman. Salah satu Menteri di jaman orba ini, yang menikahkan, menjadi saksi sekaligus membiayai pernikahan ayah dan ibuku kisaran tahun 70-an.  Usai itu, perjalanan hidupnya membawa ayahku menjadi kesayangan seluruh keluarga Bung Karno, terlebih Mas Tok panggilan saban hari Guntur Soekarno Putra, dan  Taufik Qiemas serta Ali Sadikin yang begitu perhatian. Ayahku begitu luar biasa berkesan, ia begitu penuh kegembiraan dan kebahagiaan dalam hidupnya, bersama anak istrinya menikmati keterbatasan, kekurangan dan bahkan kemiskinan, mengabdi dan ikut bergaul pada orang-orang besar dan ternama sekalipun, termasuk Mr. Tong Djoe seorang taipan besar dan berpengaruh di jamannya sebelum istilah oligarki marak. Tak pernah sekalipun, terdengar keluhan ayahku pada pimpinan-pimpinan yang sudah seperti kerabat itu. Ayaku salah satu contoh seseorang yang begitu kuat memegang kejujuran walaupun suasana dan lingkungan  bisa memengaruhi ayahku untuk menyimpang. Dia tidak peduli dengan keadaanya dan keluarganya secara sosial ekonomi. Dia mengabaikan hidupnya tanpa kelayakan harta dan materi lainnya. Ayahku hanya tahu bagaimana hidup bisa bermanfaat bagi orang lain, betapa sesusah-susahnya ia menjalani hidup bersama keluarganya. Entah karena kepolosan dan kebodohannya atau karena memang sudah menjadi karakternya. Ayahku pemilik nama Ismail Blegur yang merupakan anak dari Ibrahim Amu Blegur seorang Kapitan di P. Alor itu, membawa sikap jujur dan kesederhanaannya hingga di ujung nafasnya. Satu yang saya ingat sampai sekarang dari petuah Ayah saya,  yang apa adanya aku sampaikan, ayahku yang hitam gelap tapi manis ini tidak setuju dan mendukung saya jadi pemain bola. Meski saya sempat ikut  bergabung di pelatnas  Ragunan dalam squad PSSI U-16 tahun pada 1989 silam dibawah asuhan Coach Maryoto dan Muhadi. Orang asli Timur berlatar kampung Alor-NTT yang jadi kekandungan orang tua saya itu membawa pesan  impresif ke saya. Bahwasanya sebagai pemain sepakbola, tendangan pertama dalam permainan begitu sangat menentukan. Tendangan pertama sudah salah, maka tendangan berikutnya akan salah serta menghasilkan permainan dan akhir yang buruk. Bahkan benar salahnya tendangan pertama menjadi benar salahnya tendangan selamanya, ya  selama  pertandingan berlangsung. Duhai, si ayah pendahulu darah dagingku itu. Terkadang petuahmu yang sederhana dan kuno itu,  Sesekali menjadi relevan di puluhan tahun saat berucap itu dan hampir delapan tahun ketiadaannya sekarang. Setelah lama kehilangan raga tapi tidak dengan jiwamu,  Aku masih bersetia pada prinsip dan keyakinanmu menjalani hidup, ayahku tercinta. Aku bangga menjadi anakmu dan memegang warisan nama Blegur serta prinsip dan karakter di dalamnya, hingga diberikan pada anak-cucu di masa depan. Semoga tulisan ini sampai, setidaknya bisa  terbaca atau terdengar oleh Anies pemimpin yang idealis di tengah atmosfir politik yang bengis. Biarlah Anies teguh dan istiqomah menggenggam ahlakul kharimahnya,terlepas menang kalahnya dalam pertandingan politik dan kontestasi capresnya. Yakinlah, kepemimpinan dan memikul amanat hajat hidup orang banyak juga merupakan hidayah dan anugerah ilahi. Terutama bagi yang sadar dan tercerahkan, dan keharusan bagi yang menggunakannya. \"In memoriam\" ayahku, dan mungkin ada sedikit petikan nilai buat Anies Baswedan. Munjul-Cibubur, 4 Juli 2022

Wajah Kekuasaan Makin Bengis

Apa yang di gambarkan Toffler, koalisi rezim dan para bandit politik/kapitalis untuk mempertahankan kekuasaannya hanya akan bisa diatasi dengan cara bengis persis pola pemerintahan gaya komunis. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih MESIN kapitalis mutakhir telah menjelma menjadi media pemutus hubungan yang radikal dengan masa lalu, dengan presentasi, dan dengan representasi yang a-historis, cacat budaya, bengis, fragmentatif, hiperdramatis, namun nyata dan luar biasa mempesona. Interpretasi tersebut, menurut Toffler (2000) telah “mengubah media (massa) menjadi suatu sistem global”. Toffler bahkan menyimpulkan, bahwa yang berlangsung “bukanlah kekuasan media semata, melainkan perpaduan kekuasaan media”. Alvin Toffler adalah seorang penulis dan futurolog Amerika Serikat, yang telah dikenal karena karya-karyanya membahas mengenai revolusi digital, revolusi komunikasi, dan singularitas teknologi. Saat ini apapun yang akan dilakukan oleh Jokowi (baik atau buruk) tidak lagi akan bisa disembunyikan dengan cara atau rekayasa apapun. Rakyat akan melihat, merekam, dan akan bertindak sebagai respon pantulan atas sikap, tindakan, ucapan dan tindakannya. Dalam kegalauannya saat ini merasa banyak kritik mengarah kepada diri Presiden, itu konsekuensi dari alam yang sudah terbuka tanpa atap lagi. Tiba-tiba akan memunculkan perangkap RUU KUHP dengan pasal tentang resiko penghinaan para presiden dan wakil presiden. Itu rekayasa bodoh dan sia-sia. Sekalipun saat ini eskalasi politik untuk memakzulkan Jokowi makin nyata. Paska protokol Covid sudah tidak bisa digunakan lagi sebagai pengaman presiden. Rezim blingsatan harus mencari cara lain untuk mengamankan kekuasaan dengan cara akan menutup udara kritik dari masyarakat. Mereka, para bandit politik dan kapitalis sebenarnya mengetahui rekayasanya akan sia-sia tetapi tampaknya sudah menemui jalan buntu selain harus tetap melakukan rekayasa politik tolol dan sontoloyo. Siapa sebenarnya yang berkuasa di Indonesia saat ini. “Apakah Presiden Jokowi berkuasa? Tidak. Apakah Megawati berkuasa? Tidak. Apakah anak-anaknya Megawati berkuasa? Semakin tidak. Terus siapa yang sebenarnya berkuasa? Dia yang berkuasa tidak pernah muncul di media massa,” ungkap Kiai Mbeling Emha Ainun Najib alias Cak Nun. Kenapa Jokowi harus diamankan mati-matian, karena Jokowi bisa dijadikan boneka membantu rekayasa untuk melangsungkan kekuasaan pada bandit politik oligarki.  Maka dimunculkan kembali rekayasa pasal penghinaan presiden yang saat ini dimuat dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Bunyi pasal tersebut (Pasal 218 Ayat 1 RKUH) sebagai berikut: Setiap Orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV. Pada tahun 2006 Mahkamah Konstitusi (MK) pernah membatalkan mengenai pasal penghinaan presiden. Hal ini dapat dilihat dalam putusan Nomor 031-022/PUU-IV/2006. Kemudian dimuat kembali dalam RKUHP dengan konsep yang sedikit berbeda. Perbedaan itu terlihat dari delik pasal tersebut. Dahulu, pasal penghinaan presiden dikategorikan sebagai delik biasa, sedangkan saat ini pasal itu dikategorikan sebagai delik aduan, dan dikecualikan terhadap kepentingan umum serta pembelaan diri. Masuknya kembali pasal penghinaan presiden dan wakil presiden dalam RUU KUHP bukan hanya bermakna kemunduran demokrasi. Tetapi itu sinyal rezim yang semakin bengis akan menciptakan dirinya menjadi rezim tirani dan otoriter. Fungsi negara sebagai pelayan, pelindung dan pengayom masyarakat, akan dimusnahkan. Negara akan menjadi negara ala pemerintahan komunis. Kekuasaan akan tampil dengan wajah beringas dan bengis, represif dan otoriter. Kemudian ekspresi masyarakat yang dianggap menghina kekuasan, dianggap sebagai sampah langsung dibakar. Dalam simulakrum diperlakukan bukan menjadi inti karya budaya fisik yang lahir dari berbagai pertimbangan pikir, gagas, rasa, dan jiwa penciptanya; melainkan merupakan reproduksi tanda-tanda yang banal, dangkal, tanpa kedalaman makna, bersifat gimmick, dan semata-mata perayaan hasrat pemuasan nafsu. Apa yang di gambarkan Toffler, koalisi rezim dan para bandit politik/kapitalis untuk mempertahankan kekuasaannya hanya akan bisa diatasi dengan cara bengis persis pola pemerintahan gaya komunis. Keadaan ini akan memunculkan dua kemungkinan. Rakyat menjadi lemah dan terpuruk sehingga menerima nasibnya karena tidak lagi mampu melawan kekuasaan yang bengis. Kemungkinan lainnya, justru akan mempercepat lahirnya perlawanan rakyat dalam bentuk People Power yang menemukan momentumnya. Jangan sampai rezim Jokowi nantinya dikenang sebagai perusak negeri dan bengis terhadap anak bangsanya sendiri. “Rezim @jokowi akan dikenang bkn hanya sbg rezim perusak negerinya, tetapi juga rezim yg bengis,” tulis akun Twitter Institut Ecosoc Rights @ecosocrights (11:29 PM · Jan 20, 2020). (*)

Republik Oligarki

Justru elit politik di negeri ini menjadi penyambung lidah para Nekolim, para oligarki untuk menguasai negeri ini. Oleh: Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila ARTI Oligarki adalah bentuk pemerintahan yang kekuasaan politiknya secara efektif dipegang oleh kelompok elit kecil dari masyarakat, baik itu dibedakan menurut kekayaan, keluarga, atau militer. Istilah ini berasal dari kata dalam bahasa Yunani untuk “sedikit” dan “memerintah”. Digantinya UUD 1945 dengan UUD Reformasi 2002 itu bukan hanya secara fundamental negara berubah dari negara yang berdasarkan Pancasila menjadi negara super Kapitalis, super Liberal, dan dikuasai oleh segelintir orang. Secara fundamental negara yang di-Proklamasikan 17 Agustus 1945 dengan UUD 1945 sebagai arah, philisophy, tujuan, hakekat, cita cita, merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur, berdasarkan Pancasila sudah diporak-porandakan. Tatanan nilai dan jati diri sebagai bangsa kita sudah terkoyak-koyak. Bangsa ini sudah banyak kehilangan kedaulatan, bahkan sudah di titik nadir, hanya sebagai permainan bangsa lain atas nama demokrasi liberal dan segala sesuatu apa kata Oligarki. Sumber rusaknya ketatanegaraan adalah partai politik yang menjadi oligarki politik, dimana tidak ada kontrol dalam kehidupan berbangsa dan bernegara lagi. Eksekutif, Legeslatif, Yudikatif, dan Pengusaha menjadi satu oligarki yang dikendalikan oleh partai politik. Sementara oligarki ekonomi sendiri dikuasai oleh segelintir Konglemerat yang mengeruk kekayaan ibu Pertiwi dengan dukungan DPR dengan membuat UU, misal UU Minerba, UU Omnibuslaw, tidak mikir lagi, yang penting wani Piro. Sudah sevulgar itu yang terjadi! Jika saja Soekarno, Hatta dan para pendiri negeri ini melihat negara bangsa itu seperti ini pasti kecewa, sebab apa yang pernah dinasehatkan itu akan menjadi kenyataan. Bung Karno pernah mengatakan, “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah, namun perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri”. Bung Hatta juga pernah mengatakan di dalam pembelaannya yang berjudul Indonesia Merdeka, Hatta mengatakan, “Biarlah Indonesia tenggelam ke dasar lautan kalau tetap dikuasai penjajah”. Rupanya pernyataan Bung Karno dan Bung Hatta ini akan menjadi kenyataan jika rakyat tidak sadar dan berjuang untuk kembali ke UUD 1945 Asli. Hanya dengan kembali ke UUD 1945 itulah yang bisa menghabisi oligarki. Jika kembali ke UUD 1945 maka semua UU, peraturan yang bertentangan dengan UUD 1945 harus dihapuskan. Pasal 33 ayat 1-2-3 harus ditegakkan. Semua tanah yang dikuasai kelompok oligarki harus dikembalikan pada negara, tambang-tambang harus kembali pada negara, “Bumi air dan kekayaan yang ada di dalamnya dikuasai negara sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Bukan dikuasai oligarki untuk kemakmuran oligarki. Bagaimana tidak semakin menjadi jurang antara si kaya dan si miskin jika 0,10 % minoritas warga keturunan Tionghoa menguasai 70% lahan di Indonesia? Bagaimana bisa adil kalau 0,10% minoritas warga keturunan Tionghoa mengauasai 50% kekayaan Indonesia. Tentu saja semua ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap pasal 33 UUD 1945, “Bumi dan air serta kekayaan yang ada didalam nya dikuasai Negara sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Mana mungkin rakyat bisa makmur kalau negara telah berlaku tidak jujur membiarkan minoritas menguasai kekayaan di negeri ini. Para elit, Pemerintah dan para pengamandemen UUD 1945 telah mengkhianati ajaran Pancasila sebagai prinsip berbangsa dan bernegara. Apakah negara Indonesia itu? “Negara, jang – begitoe boenjinja – negara jang melindoengi mengungkapkan bangsa Indonesia dan seloeroeh toempa darah Indonesia dengan berdasar persatoean, dengan mewoedjoedkan keadilan bagi seloeroeh rakjat Indonesia. Ini terkandoeng dalam pemboekaan. Tadi soedah katakan, oleh karena kita menolak bentoekan negara jang berdasar individualisme dan djoega kita menolak bentoekan negara sebagai klasse-staat, sebagai negara jang hanja mengoetamakan satoe klasses, satoe golongan, oempamanja sadja, negara menoeroet sistem sovjet, jang ada sekarang, ada mengoetamakan klasse pekerdja, proletariaat, klasse pekerdja dan tani, – itoe jang dioetamakan, maka itoe poen kita tolak dengan menerimanja pemboekaan ini, sebab dalam pemboekaan ini kita menerima aliran, pengertian negara persatoean, negara jang melindoengi dan melipoeti menyatakan bangsa seloeroehnja.” Inilah negara yang dikehendaki pendiri bangsa, bukan untuk kemakmuran segelintir orang yang membentuk oligarki ekonomi yang bertemali dengan oligarki kekuasaan. Bung Karno, Proklamator dan Presiden Pertama Republik Indonesia, pernah memperingatkan bahaya bentuk penjajahan model baru. Yaitu apa yang beliau sebut dengan neo kolonialisme dan imperialisme (nekolim). Penjajahan tidak lagi dalam bentuk koloni (menguasai wilayah bangsa lain), tetapi dalam bentuk penguasaaan ekonomi dan ideologi. Makanya Bung Karno dulu mencanangkan gerakan BERDIKARI (berdiri di atas kaki sendiri). Berduyun-duyunnya kedatangan TKA China dengan berbagai alasan apapun merupakan bahaya bagi bangsa ini, dan anehnya DPR sudah mandul dalam pengawasannya, logika akal sehat teramputasi dengan datangnya TKA China di musim pandemi begitu bebas tanpa ada yang mengontrol. Penjajahan nekolim oligarki ini sifatnya laten, nyaris tidak tampak secara fisik. Mengejawantah dalam bentuk berbagai ketergantungan negara pada oligarki. Penguasaan negara oleh oligarki terutama akan kekayaan sumber daya alam –  modus operandinya pun sangat sistematis, dan seakan-akan, sangat logis. Sehingga tanpa disadari sebuah negara Indonesia semakin terkungkung dalam ketergantungan terhadap negara China, alih-alih mampu mandiri. Demokrasi liberal yang dipraktikkan di Indonesia tak lebih dari usaha-usaha asing untuk pecah-belah terhadap bangsa Indonesia. Para elit sekarang ini bukan lagi penyambung lidah rakyat Indonesia. Seperti Bung Karno yang sangat memahami dan mengerti amanat penderitaan rakyat. Justru elit politik di negeri ini menjadi penyambung lidah para Nekolim, para oligarki untuk menguasai negeri ini. Maka tidak ada kamus pada otak elit politik untuk memandirikan bangsanya. Apalagi berdikari. Justru mereka menjadi agen asing untuk mempermulus Nekolim China Oligarki. (*)

Negosiator Dunia Kaleng-Kaleng

Oleh M. Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan  JUDUL berita Rakyat Merdeka \"Aktif Mendamaikan Rusia-Ukraina Bukti Jokowi Negosiator Dunia\" ternyata tidak terbukti. Yang terbukti adalah Jokowi negosiator kaleng-kaleng  atau, jikapun dunia, mungkin dunia lain. Handicap utamanya bukan substansi tapi komunikasi. Berdialog dengan tokoh dunia terlihat tidak lancar. Jika tidak berdiam-diaman maka pola komunikasinya itu lebih banyak menggerakkan tangan ketimbang bicara.  Adanya bantahan resmi Ukraina soal pesan Zelensky untuk Putin yang disampaikan oleh Jokowi adalah bukti atas predikat negosiator kaleng-kaleng tersebut. Kemungkinan Jokowi berbohong atau salah menangkap persan pembicaraan. Sekretaris Pers Kepresidenan Ukraina Serhii Nikiporof menyatakan Volodymir Zelensky dapat menyampaikan pesan melalui pidato yang bersifat terbuka.  Menurut Nikiporof fokus pembicaraan Jokowi dengan Zelensky adalah seputar blokade pelabuhan yang menghambat ekspor pangan Ukraina ke Indonesia, khususnya gandum. Ukraina adalah negara kedua terbesar impor gandum Indonesia setelah Australia. Ukraina tahun lalu mengimpor gandum dan meslin senilai USD 2,83 Milyar sementara Australia USD 4,63 Milyar.  Serangan masif Rusia ke Ukraina pasca pertemuan Putin dengan Jokowi memalukan Jokowi. Terlampau tinggi memasang target untuk misi perdamaian, apalagi berstatus negosiator kelas dunia. Boleh dibilang misi itu telah gagal total. Pertama, Putin tetap menyerang gencar Ukraina. Kedua, Ukraina sendiri membantah omongan Jokowi.  Jokowi telah dipermalukan Rusia dan Ukraina. Bangsa Indonesia juga dipermalukan oleh Jokowi. Apalagi ternyata fokus misi bukanlah perdamaian tetapi kepentingan Indonesia sendiri soal impor gandum Ukraina dan pasokan pupuk Rusia. Sekurangnya Presiden telah melakukan perbuatan tercela dan sayangnya itu menjadi tontonan dunia.  Presiden melanggar etika berbangsa menurut Tap MPR No Vl/MPR/2001 yang menegaskan tentang kemestian mengedepankan kejujuran, amanah, keteladanan, sportivitas  disiplin, etos kerja, kemandirian, sikap toleran, rasa malu, tanggung jawab, menjaga kehormatan serta martabat diri sebagai warga bangsa.  Jujur, amanah, dan keteladanan sama sekali tidak ditunjukkan oleh perilaku Presiden dalam berdiplomasi. Apalagi rasa malu, tanggung jawab, serta menjaga kehormatan serta martabat diri sebagai warga bangsa. Presiden Jokowi  telah mempermalukan diri dan bangsa Indonesia.  Berdasar pada Pasal 7A UUD 1945 maka dengan perbuatan tercela tersebut Presiden Jokowi sudah sampai pada titik untuk tidak dapat dipertahankan lagi. Terlalu berat bangsa ini harus terus menerus menandu pemimpin yang terus menerus berbuat salah.  Rakyat terpaksa harus terus menerus mengurut dada, menahan marah, dan sesak nafas.  Menanggung beban berat pemimpin kaleng-kaleng.  Bandung, 4 Juli 2022