OPINI
Pandemi Berpotensi Membunuh Negara
Maka pada 2024 mendatang, penting sekali untuk memilih Pemimpin yang kriterianya 3I. Imannya tinggi. Ilmunya tinggi. Imunnya tinggi. Orang yang sudah selesai dengan dirinya. Oleh: Dr. Tifauzia Tyassuma, Akademisi dan Pakar Epidemiologi DENGAN penemuan Metode Genetic Engineering, salah satu yang disebut oleh Gain-of Function di tahun 2007, kurang lebih penjelasannya: Penelitian gain-of function melibatkan suatu metode yang disebut reverse genetic, sebuah metode genetika molekuler, yang memungkinkan virus chimeric (virus buatan manusia, yang dibuat dengan menggabungkan dua atau lebih fragmen virus), yang telah mengalami modifikasi urutan asam nukleat tertentu dalam gen melakukan evolusinya tak ubah seperti virus alami yang berkembang di alam (Tyassuma & Pasiak, Pandemi Pembelah Peradaban, 2022). Seperti saya sampaikan sejak Maret 2020: Pandemi ini tidak hanya berpotensi membunuh manusia. Pandemi ini juga berpotensi membunuh negara. Dan saat ini sudah mulai terjadi, dengan adanya Dampak multidimensional, yang saya sebut sebagai 5C: Coronavirus - Comorbidity - Catastrophy - Calamity - Chaos. Kerusakan Multidimensional dari aspek Kesehatan: peningkatan penyakit klinis (Comorbiditas) dan kehancuran Public Health Service; Kerusakan dalam berbagai aspek penting bagaikan puting beliung menghasilkan Catasstrophy: ekonomi, sosial, politik, tatanan kehidupan masyarakat; Calamity: bencana alam dan pangan yang tidak diantisipasi karena defisit keuangan negara dan ketidaksiapan rakyat; Chaos: kekacauan dan huru-hara yang memicu tindakan Barbarisme, Penjarahan, Kriminalitas, KDRT dan Kekerasan Sosial (KS). Pandemi sejalan dengan data sejarah yang termuat dalam Kitab Suci, terjadi berkali-kali dalam ribuan tahun. Contoh paling penting menjelang Kelahiran Rasulullah SAW pada 570 M, Mekkah hampir diserang pasukan gajah Raja Abraha, yang ditahan dan dibunuh oleh Pandemi akibat bakti Yersinia Pestis dan Virus Variola, yang dibawa melalui tanah kering oleh burung ababil. Selama 63 tahun Rasul SAW hidup pun, Pandemi masih melanda tanah Arab, yang dibawa Pasukan perang dan pedagang dari Eropa, Afrika, dan Cina, yang saat itu sedang berkecamuk berbagai pandemi. Dunia saat ini sedang diambang Perang Dunia III, menurut pendapat saya, sudah terjadi yang dimulai dengan senjata biologi dalam bentuk Pandemi COVI-19 yang menjadi pemicu dari PD III, yang ditandai dengan agresi Rusia ke Ukraine pada 24 Februari 2022, PD III adalah suatu keniscayaan. Bila melihat sejarah, selama abad 20, terjadi dua kali Perang Dunia, PD I pada 1914 dan PD II pada 1931. Sebelum terjadi PD II, Dunia dilanda Pandemi yang Hebat, yaitu Spanish Flu atau Flu Burung H1N1 pada 1918-1921, yang sudah menginfeksi 500 juta orang dan menewaskan 100 juta orang. Sepuluh tahun kemudian terjadilah PD II. Pada Abad 21 sudah berjalan 22 tahun, melihat pola Perang Dunia pada abad 21, maka Perang Dunia III tinggal tunggu waktu. Kali ini senjatanya berbeda: 1) Senjata Biologi dalam bentuk Virus; 2) Nuklir. Dampak dari Pandemi berupa krisis Multidimensional yang memicu Perang Dunia III, akan berlangsung kurang lebih 10 tahun. Bagaimana dengan Indonesia? Indonesia mengalami double burden. Pemerintah yang lemah, dan Rakyat yang Lemah. Keduanya: Lemah secara Iman, Lemah secara Ilmu, dan Lemah secara Imun. Apa yang harus disiapkan: Mode Bertahan, dengan memperkuat 3I : Iman - Ilmu - Imun. Imunitas di sini bukan hanya imunitas kesehatan tapi juga Imunitas Ekonomi, Mental, Sosial, dan Spiritual. Ketiganya sangat penting untuk diperkuatkan, karena itu adalah kekuatan terakhir yang dimiliki suatu bangsa. Ketika Negara tidak punya Pemimpin yang kuat, negara harus punya Rakyat yang kuat. Perkuat Rakyat dengan 3I tadi. Maka pada 2024 mendatang, penting sekali untuk memilih Pemimpin yang kriterianya 3I. Imannya tinggi. Ilmunya tinggi. Imunnya tinggi. Orang yang sudah selesai dengan dirinya. Selama 10 tahun ke depan nanti, Rakyat Bertahan dengan Total Football. Catenaccio. Bertahan habis-habisan, dengan modal 3I. Masa itu gunakan untuk melakukan penguatan 5K: Kendali diri, Konsolidasi, Kolaborasi, Kohesi, dan Kerjasama. Indonesia harus Joint the Club. Indonesia sudah tidak bisa lagi jadi Non Blok. Memilih kekuatan mana yang akan dijadikan tempat merapat atau berlindung: Aliansi Australia, United Kingdom, United States (AUKUS), yaitu sebuah pakta keamanan trilateral antara Australia, Britania Raya, dan Amerika Serikat (AS). Atau dengan Aliansi Sosialis-Komunis Rusia-China-Korut. (*) Catatan: Tulisan berupa ringkasan materi yang disampaikan Dr. Tifauzia Tyassuma dalam GELORA Talks pada Rabu, 5 April 2022.
Ketika IKN Menjadi Olok-olok Dunia
Oleh M. Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan AMBISI ingin pindah Ibukota Negara ke Penajam Kaltim bukan saja menjadi gonjang-ganjing di dalam negeri tetapi juga menjadi olok-olok tajam di luar negeri. Di dalam negeri memang mendapat penentangan keras. Dari kritik aspek historis, studi kelayakan, keamanan, hingga keuangan dan bahkan mistisisme. Terakhir dilakukan uji maretiel UU IKN kepada Mahkamah Konstitusi. Hengkangnya investor potensial Jepang yang menarik kembali komitmennya dipastikan membuat dampak psiko-ekonomik besar terhadap investor asing lainnya. Saudi maupun China masih dalam tahap janji dan membingkai harapan. Opsi \"edarkan kencleng\" dilempar Kepala Otorita yang tentu saja menjadi bahan tertawaan. Di media luar negeri juga olok-olok dan skeptisme ditulis secara tajam sebagai efek dari batalnya investasi SoftBank Jepang sebesar US 32,5 Billion. Tulisan Abhioday Sidodia di TFI Global menarik dengan judul \"Indonesia wants to build a new capital city. Problem is, it doesn\'t have money\". John Mc Beth dalam Asia Times menyatakan \"Indonesia\'s new capital on shaky financial ground\". Aljazeera mengangkat tulisan Aisyah Llowellyn \"Crowdfunding a capital : Indonesia is unusual pitch raises eyebrows\". Ambisi ingin pindah Ibukota negara ternyata dimodali \"teu boga duit\" atau \"doesn\'t have money\". Bak orang miskin yang banyak keinginan. Ketika mengalami kegoyahan finansial \"shaky financial ground\" sudah pasti kegagalan di depan mata. Apalagi dengan cara tidak lazim, urunan masyarakat \"unusual pitch\" maka dunia pun ikut tersenyum melihat kebodohan ini dengan mengangkat alis \"raises eyebrows\". Hadeuh. Luhut dan Jokowi mulai bingung atas kemungkinan mangkrak bahkan gagal proyek yang tidak pakai fikiran cerdas ini. Atau program ini memang sekedar nasehat dukun? Untuk menghibur diri nampaknya perlu mengupload foto \"mesra\" dengan Pangeran Salman atau Xi Jinping seolah-olah dana akan membanjir dari Saudi atau China. Padahal Luhut dan Jokowi lupa bahwa itu masih janji dan kalau kebanjiran pun artinya dapat menenggelamkan. Masalahnya Jokowi, Luhut dan konco-konco lainnya itu masa jabatannya tinggal dua tahun. Sementara investor saat ini \"kagak punye\" atau \"belom ade\". Tahapan kini mungkin baru komat kamit dan jampe-jampe. Diprediksi 2024 belum apa-apa baru urug-urug atau menyelesaikan permasalahan lahan. Suku Dayak saja masih minta referendum. Jokowi selesai masa jabatan, maka ambisi IKN juga selesai. Nanti prioritas bukan masalah pindah Ibu Kota Negara lagi tetapi membenahi hutang jor-joran Pemerintah dan menstabilkan kehidupan ekonomi, hukum, dan politik. Mungkin saja sibuk juga untuk membongkar kolusi dan korupsi rezim Jokowi. Mengubah dari moto \"negara adalah aku\" menjadi \"negara harus memenjarakan kamu\". Al Jazeera mengutip pandangan Sri Murlianti, dosen Universitas Mulawarman mengenai program urunan \"crowdfunding\". Menurutnya \"It\'s hard enough for people to buy cooking oil and other basic necessities, and now they are going to be asked to pay for the new capital too? It\'s a mess\". Ya berantakan! Memalukan agenda pindah IKN nyatanya tanpa perhitungan yang matang dan terlebih tanpa persetujuan rakyat secara keseluruhan. Pindah IKN lebih pada kemauan dan kepentingan oligarki semata. Untuk proyek besar tanpa melibatkan partisipasi rakyat dijamin bakal mengalami kegagalan. Rakyat akan masa bodoh atau tidak mau tahu. Rakyat yang masih mengalami berbagai kesulitan belum merasa perlu akan pindahnya IKN. Undang-Udang diketuk buru buru dan sembunyi sembunyi. Jokowi \"ngebet\" ingin punya istana baru seperti anak kecil yang perlu \"ngebela-belain\" dengan bikin kemah-kemahan segala. Badut. Sementara itu dunia ikut geli dalam mengikuti. Ada yang senyum dan adapula yang ketawa-ketiwi. Ah, Jokowi..Jokowi. You really can\'t manage your country, sir. Bandung, 7 April 2022
“Membaca” Maksud Jenderal Andika Perkasa
Yang dilihat itu keterpengaruhannya. Mulai dari tes kita lihat, begitu lulus tes kita lihat. Begitu pendidikan kita lihat. Begitu naik pangkat/tingkat kita lihat. Begitu lulus, naik pangkat, mau sekolah kita lihat, diawasi terus. Oleh: Mochamad Toha, Wartawan FNN STATEMENT Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa soal anak keturunan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) boleh mendaftar sebagai prajurit TNI telah memicu “kontroversi” di kalangan masyarakat. Ada yang mendukung pernyataan Jenderal Andika itu, juga tidak sedikit yang menolaknya. Sebaiknya, kita coba cermati dulu pernyataan Jenderal Andika yang tayang di YouTube, Rabu (30/3/2022) di medsos itu. Pernyataan tersebut disampaikannya saat memimpin rapat penerimaan Taruna Akademi TNI, Perwira Prajurit Karier TNI, Bintara Prajurit Karier TNI dan Tamtama Prajurit Karier TNI Tahun Anggaran 2022. Awalnya, Jenderal Andika bertanya kepada Direktur D BAIS TNI Kolonel A Dwiyanto soal aturan yang tercantum pada nomor 4. “Oke, nomor 4 yang mau dinilai apa? Kalau dia ada keturunan dari apa?” tanya Panglima TNI melalui YouTube Jenderal Andika Perkasa. “Pelaku kejadian tahun 65-66,” jawab Kolonel Dwiyanto. “Itu berarti gagal, bentuknya apa itu? Dasar hukumnya apa?” timpal Andika. “Izin TAP MPRS Nomor 25 (Tahun 1966),” jawab Kolonel Dwiyanto. “Oke sebutkan apa yang dilarang TAP MPRS,” pinta Andika. Kolonel Dwiyanto kemudian menjelaskan bahwa yang dilarang TAP MPRS ialah ajaran komunisme, organisasi komunis maupun organisasi underbow dari komunis tahun 1965. Andika lantas memintanya untuk membuka kembali isi dari TAP MPRS. Andika menegaskan kalau tidak ada diksi pelarangan untuk underbow atau keturunan komunis dalam TAP MPRS. “Saya kasih tahu nih, TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966. Satu menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang, tidak ada kata-kata underbow segala macam, kedua, menyatakan komunisme, leninisme, marxisme sebagai ajaran terlarang, itu isinya,” tegas Andika. “Ini adalah dasar hukum, legal ini, tapi tadi yang dilarang itu PKI, kedua adalah ajaran komunisme, lenisisme, marxisme, itu yang tertulis. keturunan ini melanggar TAP MPRS, dasar hukum apa yang dilanggar sama dia?” sambungnya. Kolonel A Dwiyanto langsung menjawab tidak ada yang dilanggar apabila TNI menerima calon prajurit dari keturunan PKI. Andika menegaskan kalau dirinya patuh terhadap peraturan perundang-undangan. Kalau misalkan adanya pelarangan keturunan PKI untuk masuk menjadi prajurit TNI, maka harus ada aturan hukumnya. “Jadi jangan kita mengada-ada, saya orang yang patuh peraturan perundang-undangan yang ada, kalau kita melarang pastikan kita punya dasar hukum. Zaman saya tak ada lagi keturunan dari apa, tidak, karena saya menggunakan dasar hukum,” ujarnya. “Oke? Hilang (aturan) nomor 4,” tegas Andika. Pegiat hak asasi manusia menyambut baik pernyataan Panglima TNI yang menegaskan bahwa keturunan anggota atau simpatisan PKI boleh menjadi prajurit sebagai upaya untuk mengakhiri diskriminasi sosial. Jenderal Andika dinilai telah berupaya meluruskan kekeliruan pemahaman segelintir masyarakat bahwa Tap MPRS 25 Tahun 1966 melarang keturunan kader atau simpatisan PKI untuk masuk dalam pemerintahan atau menjadi tentara. “Ini seharusnya menjadi momentum rekonsiliasi politik nasional agar stigma buruk dan diskriminasi terhadap keturunan PKI bisa disudahi,” tutur Wakil Direktur Organisasi Pembela HAM Imparsial, Ardi Manto Adiputra. Ardi mengatakan komunisme kerap menjadi isu politik untuk meraup suara dan dukungan menjelang pemilihan umum. Peneliti Human Rights Watch (HRW) Andreas Harsono menilai bahwa Andika telah bersikap tepat. “Itu bagus sekali karena ia mengingatkan kita bahwa TAP MPRS itu tidak melarang keturunan PKI untuk berbakti kepada negara ini. Bahwa sejatinya tidak ada aspek hukum yang melarang anak-cucu orang komunis untuk bekerja buat negara,” tambahnya. Menurutnya, isu komunisme dan PKI serta potensi kebangkitannya selama ini masih kerap digaungkan segelintir kelompok dan tokoh untuk melarang diskusi pelanggaran HAM 1965 atau peredaran buku yang dianggap “berbau komunisme”, terutama menjelang peringatan peristiwa 30 September. Hal itu pun diakui Ilham Aidit, putra mantan Ketua PKI D.N. Aidit kepada BenarNews pada 2016. Ilham sempat mengaku, ia pernah gagal menjadi pegawai negeri sipil (PNS) karena berstatus putra pimpinan PKI. Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo bahkan berulang kali menyuarakan kebangkitan PKI dan menyerukan masyarakat untuk menonton kembali film G30S/PKI yang dibuat pada era Presiden Soeharto, kendati dikritik banyak pihak. Pasalnya, dari sejumlah lembaga survei masih menyatakan bahwa PKI dan potensi kebangkitannya masih menjadi isu yang laku di tengah masyarakat, selain LGBT dan agama. “Mengurangi sentimen negatif masyarakat tentu tidak secepat itu. Tapi jika mau maju, pernyataan Jenderal Andika itu harus didukung. Seperti halnya kala ia menghapus tes keperawanan,” lanjut Andreas. Kepercayaan masyarakat terhadap ancaman dan kebangkitan PKI, antara lain, terlihat dari hasil tilik Media Survei Nasional (Median) pada September tahun lalu yang menyatakan bahwa 46,6 persen masyarakat masih percaya bahwa PKI bakal bangkit. Salah satu parameter yang diyakini masyarakat menjadi kebangkitan PKI, merujuk survei, adalah keberadaan tenaga kerja asal China di Indonesia. Keluarga penyintas peristiwa 1965 Pipit Ambarmirah, dikutip dari BBC Indonesia, mengapresiasi keputusan Andika dan TNI secara keseluruhan yang disebutnya, “kemajuan bagi keluarga 1965”. “Positive thinking, berarti baik kalau dia (Andika) seperti itu,” ujar Pipit. Upaya penghapusan diskriminasi terhadap keturunan kader dan simpatisan PKI sempat beberapa kali diupayakan, salah satunya yaitu saat membentuk Simposium Nasional: “Membedah Tragedi 1965, Pendekatan Kesejarahan” di Jakarta pada April 2016. Namun alih-alih beroleh titik terang penyelesaian, kegiatan itu mendapat tentangan, salah satunya lewat gelaran simposium tandingan, dua bulan setelahnya. Dalam Perspektif Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD), Senin, 04 April 2022, Jam 13.30 sd 14.30 WIB: “Seleksi TNI Underbouw dan atau Keturunan PKI Menurut Para Jendral Purnawirawan”, ada penjelasan mantan Kepala BAIS Laksamana Muda (Purn) Soleman B. Ponto yang menarik. Menurut Laksamana Ponto, kalau kita perhatikan apa yang terjadi kemarin itu di dalam ruang rapat ketika Panglima bertanya, mengapa orang ini tidak lulus. Lalu si kolonel menjawab, karena dia anak PKI katanya. Kemudian Panglima menjawab, anak PKI boleh mendaftar. Kemudian muncul persepsi bahwa anak PKI boleh masuk TNI. Padahal judulnya itu, anak PKI boleh mendaftar masuk TNI. “Dibacanya anak PKI dan keturunannya boleh masuk TNI. Nah, ini yang bikin ramai,” ungkap Laksamana Ponto. Jadi, dari sini ia akan meluruskan dulu bahwa untuk mendaftar ]jadi anggota TNI itu tidak melihat itu anaknya siapa. “Siapa saja, yang penting warga NKRI, ya itu boleh mendaftar,” tambahnya. Nah, persyaratan mendaftar itu sudah tertuang dalam pasal 28 UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI itu. Sangat jelas di situ. Tidak ada persyaratan di situ bahwa kecuali keturunan anak anggota PKI, tidak ada. “Saya tahun 1973 juga mendaftar, tidak ada persyaratan itu. Jadi, apa yang disampaikan panglima itu, dia hanya menegaskan dan mengingatkan kembali si Kolonel ini lupa atau tidak melihat aturan, sebenarnya tidak ada aturan itu. Karena secara aturan hukum memang itu tidak ada,” tegas Ponto. Yang dilihat itu keterpengaruhannya. Mulai dari tes kita lihat, begitu lulus tes kita lihat. Begitu pendidikan kita lihat. Begitu naik pangkat/tingkat kita lihat. Begitu lulus, naik pangkat, mau sekolah kita lihat, diawasi terus. Jadi, keterpengaruhan kalau di BAIS tidak hanya Eki (ekstrim kiri) saja. Tapi, juga Eka (ekstrimis kanan), dan Ela (ekstrimis lainnya). “Itu diawasi terus-menerus, apalagi ada yang ingin memberontak. Itu ada alat pengawasan seperti itu sehingga untuk lolos kecil sekali kemungkinannya,” ungkap Laksamana Ponto. Karena pengawasannya berlapis-lapis, sehingga kalau kita kaitkan dengan apa yang disampaikan panglima, saya kira itu hanya penegasan untuk menjawab si Kolonel ini. Dan saya yakin juga si Kolonel ini salah dan asal jawab saja dia. Kalau bintang empat tanya ke Kolonel ya si Kolonel ini panik juga. Makanya ketika ditanya kenapa tidak lulus, ya jawaban yang paling cepat itu: “Anak PKI!” Dipikir mungkin panglima merespon, oh ya ya benar. Nanti ketika dilitsus bukan dilihat dia itu siapa, anak keturunan siapa. “Tapi dilihat keterpengaruhannya Eka, Eki, atau Ela. Itu saja,” tegas Soleman Ponto. (*)
Indonesia Terbelah Tiga?
Oleh Raden Baskoro Hutagalung - Forum Diaspora Indonesia BULAN Ramadhan yang seharusnya menjadi bulan yang tenang bagi ummat Islam Indonesia, sepertinya ibarat air sungai Mahakam yang tenang di atas, tetapi menyimpan arus kuat di bawahnya yang setiap saat bahkan bisa menggelamkan kapal tanker sekalipun. Kenapa demikian? Karena kesulitan ekonomi serta akrobatik para politisi bangsa inilah yang membuat suasana seakan tak bisa tenang. Belum reda kelangkaan minyak goreng yang bikin pusing emak-emak ibu rumah tangga, tiba-tiba BBM pertamax dan kelangkaan solar melanda. Tidak hanya itu, kisruh upaya suatu kelompok yang ingin “memaksakan” perpanjangan periode pemerintahan juga semakin masif. Tolak ukurnya adalah mobilisasi para perangkat desa dan juga stateman dari para pejabat aktif negara yang arahnya semakin jelas menuju ke sana. Kondisi pro dan kontra ini, puncaknya akan membelah bangsa ini setidaknya menjadi tiga kelompok besar. Di antaranya adalah : Pertama, kelompok yang ingin berupaya “memaksakan kehendaknya” untuk memperpanjang masa jabatan Presiden atau menjadikan jabatan Presiden menjadi tiga periode atau bahkan mungkin bisa tanpa batas. Kenapa ada kata-kata “memaksakan kehendak” di sini? Karena prosesi perpanjangan atau menambah periode jabatan Presiden secara aturan hukum harus melalui amandemen konstitusi UUD 1945. Padahal secara prinsip hukum tata negara, melakukan amandemen konstitusi itu sama saja dengan “upaya merubah bentuk negara” (Prof Sri Soemantri :2001). Sedangkan kita semua tahu, salah satu amanat reformasi 1998 yang juga meng amandemen UUD 1945 secara radikal itu adalah membatasi masa kekuasaan Presiden dimasa Orde Baru. Lalu saat ini, demi ambisi kekuasaannya, ada sekelompok manusia di Indonesia mau kembali balik ke belakang ? Lalu apa gunanya reformasi 1998? Kelompok manusia pertama ini adalah terdiri dari para kaki tangan oligharki yang tentu adalah kelompok yang paling menikmati syurga kekuasaan hari ini. Para loyalis Presiden dan “Lord Opung” sebagai komandannya. Jadi tak usah heran, banyak ucapan para menteri, tokoh politik (ketua partai), pengamat opportunis, dan media massa berpacu padu menyuarakan upaya pemaksaan kehendak perpanjangan masa jabatan dan menambah periodesisasi jabatan Presiden. Karena mereka semua pasti akan ketakutan, tidak siap, masa jabatan dan kekuasaan yang mereka pegang dan nikmati hari ini akan berakhir. Kenapa tidak siap dan takut? Berarti sudah begitu banyak dosa dan kesalahan yang mereka lakukan selama menjabat. Apakah itu dosa korupsi, dosa kriminalisasi, dosa mengintimidasi, dosa merampok kekayaan negara, serta dosa menjadi pengkhianat bangsa demi menjilat oligharki di belakangnya. Kalau mereka tak melakukan dosa dan kejahatan, tentu kelompok ini akan legowo dan menerima apa adanya amanat konstitusi sebagai hukum tertinggi di negara kita ini. Meskipun juga ada beberapa oknum yang “terpaksa” ikut mendukung karena sedang mengalami “rawat jalan” kasus dengan penegak hukum. Tersandera oleh dosanya sendiri. Kedua, adalah kelompok yang ingin Pemilu dan Pilpres tetap dijalankan sampai 2024. Kelompok kedua ini terdiri dari dua versi juga. Versi pertama adalah mereka yang sebelumnya adalah bahagian dari kekuasaan oligharki saat ini, tetapi juga bernafsu, berambisi untuk menjadi pemegang utama tampuk kekuasaan. Versi mereka ini adalah seperti dari kelompok PDIP yang ingin memajukan Puan Maharani jadi Capres, kelompok Gerindra yang ingin memajukan Prabowo sebagai Capres 2024, dan beberapa nama yang muncul aktif membranding dirinya menjadi Capres 2024 seperti Erick Thohir, Ridwan Kamil, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan. Sedangkan versi kedua adalah, mereka yang berpikiran linear, kaca mata kuda, main aman, bagaimana ikut lurus sesuai amanat konstitusi semata alias netral pasif. Kelompok ini biasanya berasal dari kalangan ASN, birokrat, kelompok middle trap, wiraswasta, dan akademisi. Kelompok kedua ini, tidak mau terlibat kisruh perpanjangan masa jabatan atau penambahan periode masa jabatan Presiden, karena mereka juga sudah punya orientasi sasaran sendiri, dan juga tak mau melakukan akrobatik politik yang “radikal” melalui upaya pemaksaan kehendak mengamandemen UUD 1945. Namun tetap, kelompok kedua ini cenderung adalah kelompok opportunis semata yang hidup normatif saja (silent majority). Ketiga, adalah kelompok yang sudah tak sabar dan berharap justru Pemilu dan Pilpres dipercepat. Bagaimana proses percepatannya, apakah itu dengan cara konstitusional atau semi konstitusional seperti 1965 dan 1998. Ketika terjadi peralihan kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto, dari Soeharto ke BJ Habibie menjadi fase awal era reformasi. Kenapa kelompok ketiga ini begitu ingin percepatan Pemilu atau Pilpres. Karena kelompok ketika ini adalah kelompok yang tertindas, termarginalkan, dan menjadi korban dari tangan besi penguasa hari ini. Kelompok ketiga ini juga berasal dari kelompok masyarakat yang rasional, kritis, dan agresif, kecewa melihat kerusakan yang terjadi sejak rezim hari ini berkuasa. Intinya adalah : Kelompok ketiga ini adalah gabungan dari banyak kelompok masyarakat yang rasional, patriotik, religius, intelektual, akademisi, keluarga besar purnawirawan TNI, masyarakat adat, serikat buruh-pekerja, PA 212, kelompok Islam, mahasiswa, kalangan grass root dan tengah, hingga emak-emak militan. Meskipun kelompok ketiga ini identik dengan pendukung 02 masa Pilpres 2019 yang lalu, namun sekarang ini mereka sudah berkolaborasi dengan berbagai macam elemen kekuatan masyarakat yang semakin hari, semakin besar tak terbendung. Kelompok ketiga ini adalah mereka yang selama rezim berkuasa saat ini merasakan ketidak adilan di berbagai bidang. Baik dalam hal ketidakadilan hukum, ekonomi, sosial budaya hingga hak/hak dalam menjalankan ibadahnya saja juga dikebiri rezim saat ini. Situasi bangsa Indonesia saat ini juga bagaikan kombinasi masa 1965 dan 1998. Keterbelahan yang bisa terjadi karena dendam dan sejarah ideologi seperti kelompok Islam-TNI Versus PKI. Maupun karena alasan opportunitis pragmatis semata dan ketidakadilan. Kalau dalam teori konflik Herman Fisher itu mengatakan bahwa, konflik di tengah masyarakat itu terjadi oleh dua hal yaitu ; karena “identity conflict” berupan konflik identitas, hak, ego, ideologis, dan SARA serta karena “distribution conflict” yaitu konflik distribusi ekonomi, distribusi keadilan, dan distribusi kesejahteraan. Ketiga kelompok ini mempunyai massa, arus, power, dan kelebihannya masing-masing. Dan mesti dicatat, keterlibatan kekuatan global dan elit oligharki juga sangat kuat di sini. Jadi, pertarungan tiga kelompok ini akan terus bergulat untuk saling mempengaruhi dan menaklukkan satu sama lain. Siapa yang akan memenangkan pertarungan ini? Biarlah waktu yang akan menjawabnya. Namun sebagai rakyat, kita hanya bisa berharap, agar peralihan kekuasaan apapun itu, tetap seminimal mungkin dapat dihindarkan. Karena apapun itu namanya sebuah konflik, pasti yang akan jadi korban adalah masyarakat itu sendiri. Dan semoga Ramadhan ini memberikan inspirasi, motivasi kepada kita semua untuk memberikan yang terbaik buat bangsa dan negara kita. InsyaAllah. (05 Maret-2022. Penulisl menetap di Perth Australia).
Jika Kemaruk Kuasa, Mari Ramai-ramai Tampar Muka Jokowi
Oleh Syafril Sjofyan - Pemerhati Kebijakan Publik, Sekjen FKP2B, Aktivis 77-78 SEKITAR Juni 2021. Hampir setahun yang lalu. Ketika Presiden Jokowi diisukan ingin memperpanjang masa jabatan hingga tiga periode, seketika ia membantah dan menolaknya bahkan dengan raut wajah serius Jokowi menyatakan bahwa ada tiga kemungkinan orang yang mendorong agar menjabat tiga periode yaitu pertama, ingin “menampar muka saya” kedua, “mencari muka” dan ketiga, “ingin menjerumuskan saya”. Setelah itu wacana tiga periode padam. Awal tahun 2022, Kembali wacana itu menyala. Diawali oleh menterinya Jokowi. Bahlil, Menteri Investasi. Sang Menteri berada dibawah Koordinasi, Menko Maritim dan Investasi. Luhut Binsar Panjaitan. Kemudian bergema oleh petinggi Partai yang secara berturut-turut Ketum Golkar, PAN, PKB melontarkan kata serempak ingin menunda Pemilu ke 2027. Alasan mirip hampir seragam. Hanya beda momen. Benang merahnya diakui sendiri. Sebelumnya mereka ketemuan dengan Luhut Binsar Panjaitan. Bantah?. Tidak, LBP juga akhirnya “mengakui” karena ada big data, milik pribadi 110 jutaan katanya. Wow. Pengakuan Big Data akhirnya heboh dan koit sendiri, setelah dibantah para ahli IT. Bukan jutaan, cuma 10,000 an. Kemudian beberapa Lembaga survei muncul dengan hasil 70 persen an rakyat tidak setuju penundaan Pemilu ataupun 3 periode. Kandas?. Ternyata tidak. Muncul APDESI (konon ormas “bodong” alias tidak berbadan hukum). Nah Ketua Dewan Pembina Apdesi “bodong” itu baru enam bulan. Masih anyar. Ternyata Luhut Binsar Panjaitan sendiri. Hah. Konon lagi katanya masing- masing kepdes dapat 10 juta. Kalau ribuan hadir, heh di kali sendiri. Total nya banyak juga ya. Di berbagai daerah muncul baliho dukungan, termasuk biaya operasi bawah tanah untuk makar konstitusi. Biayanya jelas sangat besar. Dana dari mana?. Sponsornya berduit...dugaan netizen, di negara Wakanda. Dana berasal dari Konglo/ Mafia Migor atau dari memeras atau nyolong atau hasil untung PCR. Ini mah dugaan yang berseliweran. Kecuali KPK punya nyali untuk menyelidiki dan menyidik kebenarannya. Seperti kata Jokowi sendiri bahwa dukungan tiga periode itu “menampar muka saya” karenanya ketika banyak dukungan, maka yang terjadi adalah mereka itu Menteri Bahlil, petinggi partai Golkar, PAN dan PKB serta Luhut Binsar Panjaitan beramai-ramai mencari muka, menjerumuskan Jokowi dan sedang menampar-nampar muka Jokowi. Termasuk para Kepdes Apdesi “direkayasa” untuk ikut menampar muka Jokowi. Lalu. Jokowi ditahun ini tidak selugas di tahun 2021. Jokowi mengeluarkan kata bersayap. Patuh Konstitusi. Karena demokrasi tidak bisa menghentikan wacana tersebut katanya. Heboh!. Sang Menko dan menteri Bahlil dan Ketum PKB semakin lantang, berani “menampar-nampar” Jokowi berkali-kali. Masalahnya apa Jokowi menikmati si “pencari muka” alias si penjilat. Penjilat pantat sampai licin heh basah. Bah… apa Jokowi juga menikmati “muka nya ditampar-tampar” beramai-ramai?. Bisa bonyok hingga terjerumus. Kata orang bijak; orang biasa takkan khawatir kehilangan. Si Pembesar khawatir kehilangan kedudukannya, Si Peng-peng (menurut Rizal Ramli Peng-Peng, Penguasa yang sekaligus Pengusaha) khawatir kehilangan hartanya, Selebriti khawatir kehilangan kesohorannya, dan kalau sampai kemudian terjadi kehilangan, itu akan menimbulkan duka. Nah bagi si Pembesar akan menggunakan kekuasannya untuk tetap bertahan di “singgasana” empuk. Jika hanya jika, ternyata Jokowi “kemaruk kuasa”, untuk bertahan di singasana. Jokowi perlu ditampar mukanya tidak saja oleh yang mendukung dan menjilat, tapi ditampar oleh rakyat banyak yang tidak setuju penundaan Pemilu atau tambah periode. Menurut beberapa survei diatas 70 %. Waduh betapa hancurnya “muka” Jokowi. Bukan lagi bonyok, bisa nyungsep ditampar 70 persen lebih. Wow 200 juta an penduduk. Pasti dia mengakhiri kekuasaan dengan tidak husnul khotimah. Eling!. Bandung, 6 April 2022
Situasi Kacau: Hanya Bergulat Dengan Teori!
Ada pendapat, situasi kondisi saat ini Joko Widodo harus diturunkan - pintu masuk tinggal People Power atau Revolusi. Alam telah memutuskan bahwa apa yang tidak sanggup membela diri takkan dibela. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih. MENARIK ketika kita sedang dialog ringan bagaimana mengatasi kekacauan dan kezaliman negara ini tiba-tiba muncul tulisan Prof. Suteki bahwa Islam tidak mengajarkan kudeta. Islam tidak mengajarkan kudeta, jawabnya Ya. Tapi mewajibkan Jihad Qital manusia selalu beralasan hanya karena takut dengan kematiannya. Justru kewajiban Jihad Qital dan kalau mati itu pintumu untuk kembali kepada pemilik nyawa dengan aman. Walaupun sudah mengetahui kita pasti akan meninggal kelak di kemudian hari, kita menganggap semua orang lain akan meninggal lebih dulu sedang kita yang terakhir. Kematian nampaknya masih lama. Bukanlah itu cara berpikir yang dangkal. Cara berpikir seperti itu sungguh sia-sia, hanya lelucon dalam sebuah mimpi. Berhubung kematian selalu mengendap di balik pintu, hendaknya kita melakukan upaya yang memadai, bertindak dan berbuat kebaikan dengan cepat. Tidak ada ahli tasawuf berdoa minta panjang umur, mereka selalu meminta matikan saya sekiranya saat itu sudah layak untuk kembali kehadapan-MU. Jangan panjangkan umur kalau hanya membuat celaka dalam hidup ini dan ketika saat mati dalam keadaan durhaka kepada-MU. Penyakit Wahn (takut mati dan cinta dunia) inilah yang membuat Umat Islam kocar-kacir mengahadapi kezaliman. Pancasila dan UUD 45 sudah dibuang esensinya itu adalah Jihad Qital untuk Indonesia. Para pendiri bangsa itu adalah ahli tasawuf terpikir oleh mereka adalah kebaikan negara untuk semua, dalam kebhinekaan. TTidak ada sama sekali berjuang untuk kepentingan perut dan kelaminnya”. Jihad Qital adalah mengembalikan negara sesuai tujuan Pembukaan UUD 45. Kembali ke UUD 45 asli adalah misi suci. Untuk Indonesia bisa kembali hidup normal dalam kebhinekaan. Sejarah sudah membuktikan kalau menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945 Indonesia negara berantakan. Mengubah Pancasila dan UUD 45 asli itu bukan kitab suci, maka tidak tabu untuk diubah atau di amandemem, dugaan kuat itu pikiran PKI. Situasi negara sedang kacau, untuk kembali normal, saat ini butuh aksi dan perlawanan. Jenderal yang bijaksana tidak membakukan segalanya secara kaku, selalu mempertahankan kemampuan untuk mengorganisasikan pasukannya menurut waktu dan kebutuhan yang berubah-ubah. Teori teori dari para cendekiawan/ilmuwan dibutuhkan saat merencanakan tetapi harus cepat dalam melaksanakan tindakan. Kehidupan adalah perang melawan itikad buruk manusia. Qui desiderat pacem, praeparet bellum. Artinya: barang siapa menginginkan perdamaian ia harus siap perang. Saya tidak pernah membaca tulisan strategi ...ketika kita bertempur kita tidak membawa serta buku apapun (Mao Tse-Tung). Membatasi strategi yang itu-itu saja tidak selalu perlu. “Kalau mampu beradaptasi terhadap keadaan, kita lebih dapat melepaskan diri dari bahaya”. Prinsip Jenderal Besar Sudirman saat perang sangat luwes mengikuti keadaan yang ada dan terjadi - berjuang jiwa raga dan nyawa hanya untuk negara. Ada pendapat, situasi kondisi saat ini Joko Widodo harus diturunkan - pintu masuk tinggal People Power atau Revolusi. Alam telah memutuskan bahwa apa yang tidak sanggup membela diri takkan dibela. Satu pahlawan di depan lebih mulia daripada seribu cendekiawan yang selalu bergulat teori yang sulit mendarat dan hanya tetap di tempat. Ingatlah, kaum intelektual memiliki sifat altruistik yang senantiasa memburu kebenaran demi kemaslahatan bersama, dan menjadi pencipta bahasa dalam menyampaikan yang benar kepada penguasa, dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip kemanusiaan dan keadilan. (Edward Said, 1996). Prediksi politik kalau tahun 2022 keadaan Indonesia belum bisa dinormalkan - para bandit negara dan oligarki akan semakin kuat dan negara akan makin cepat menuju kehancurannya bahkan bukan mustahil akan hilang dari peta dunia. (*)
Warga Uighur Dilarang Puasa Ramadan
Oleh Asyari Usman - Jurnalis, Pemerhati Sosial Politik SEPERTI tahun-tahun sebelumnya, rejim komunis di China melarang warga muslim Uigur melaksanakan puasa Ramadan tahun ini. Hanya segelintir saja yang dibolehkan. Itu pun diawasi dengan ketat, dengan aturan yang sangat represif. Pemerintah China komunis semakin kejam, semakin bengis, terhadap umat Islam Uigur. Berita yang sangat terbatas dari Urumqi (ibukota Xinjiang) menyebutkan bahwa hanya 10-50 orang saja yang dibolehkan berpuasa Ramadan tahun 2022 ini. Dan orang yang berpuasa itu harus mendaftarkan diri. Pengaturan jumlah yang berpuasa hanya boleh 10-50 orang itu berlangsung di tiga kabupaten di Xinjing. Yaitu di Urumqi, Kashgar dan Hotan. Pemberitahuan tertulis itu disampaikan kepada para pejabat kelurahan setempat. Yang dibolehkan puasa adalah keluarga-keluarga yang tidak punya anak usia sekolah. Bisa ditebak mengapa keluarga yang punya anak remaja dilarang puasa. Yaitu, agar syariat puasa Ramadan itu tidak dikenal lagi di kalangan orang Uigur generasi mendatang. Seorang wartawan dari salah satu negara Arab yang masuk ke Xinjiang beberapa tahun lalu bertanya tentang puasa Ramadan kepada seorang pemuda yang bekerja di salah satu restoran. Pemuda itu tidak mengerti kata “ramadan”. Setelah diterjemahkan barulah dia mulai paham. Tapi, dia langsung menunjukkan bahwa di tidak puasa. Dia memakan sesuatu di depan wartawan Arab tsb. Target pemerintah China untuk menghapsukan Islam dari Provinsi Xinjiang yang dihuni sekitar 21 juta umat Islam Uigur, kelihatannya akan tercapai. Laporan-laporan menunjukkan bahwa ajaran Islam tidak lagi dikenal oleh generasi muda. Tragis dan sangat menyedihkan. Negara-negara Islam rata-rata tidak mengangkat masalah ini. Penindasan orang Uigur dan program China untuk menghapuskan Islam, tidak pernah diprotes. Para pakar ekonomi berpendapat ini terjadi karena banyak negara Islam yang memerlukan bantuan ekonomi dan teknologi dari China. Padahal, yang dilakukan Beijing adalah jebakan utang yang membuat negara-negara Islam itu tersandera. Beberapa tahun tahun lalu, pemerintah China menghancurkan banyak masjid di Xinjiang. Setelah itu, penguasa komunis menutup masjid-masjid yang tidak diratakan dengan tanah. Masjid-masjid ini tidak boleh digunakan untuk sholat. Hanya boleh untuk kunjungan wisata. Berikut ini dua kekejaman pemerintah komunis China. Pertama, seorang wanita Uigur dihukum 20 tahun penjara hanya karena dia berbincang-bincang dengan PM Turki Recep Tayyip Erdogan ketika berkunjung ke Xinjiang pada 2012. Lima tahun kemudian, pada 2017, wanita yang bernama Meryem Emet itu ditangkap polisi China. Dia kemudian dihukum 20 tahun. Meryem diajak ngobrol oleh Erdogan yang didampingi isteri dan anak perempuan PM (pada 2012, jabatan Erdogan masih perdana menteri, belum pindah ke jabatan presiden). Erdogan dan keluarganya bercaka-cakap dalam bahasa Turki dengan Meryem selama satu jam. Seorang aktivis Uigur waktu itu mengingatkan Meryem agar keluar dari ruangan Erdogan. Tapi PM mengatakan jangan ikut campur. Kedua, seorang muslimah Uigur yang dihukum penjara karena menghindari aborsi paksa oleh pemerinah China, akhirnya meninggal dunia di sel tahanan. Zeynebhan Memtimin, pada 2014, dipaksa ke rumah sakit di Keriye, Kabupaten Hotan, Xinjiang, untuk menjalani pengguguran kandungan. Zeynebhan lari dari RS untuk menyelamatkan bayi yang dikandungnya. Zeynabhan akhirnya melahirkan. Tapi, ketika bayinya berusia tiga tahun pada 2017, penguasa menahan Zeynabhan di kam tahanan khusus bersama suaminya, Metqurban Abdulla. Kedunya dihukum 10 tahun penjara dengan dakwaan “mengganggu ketertiban sosial” dan “ekstremisme agama”. Para aktvis Uigur di pengasingan mendapatkan informasi bahwa Zeynabhan meninggal pada 2020. Dia dikebumikan dengan penjagaan ketat polisi China. Pihak yang berkuasa sama sekali tidak menjelaskan kondisi suaminya di penjara. Juga tak diketahui nasib keempat anak mereka. Hampir pasti, keempat anak Zeynabhan itu “dididik” di panti asuhan dengan kurikulum komunisme. Doa Anda semuanya sangat diperlukan agar Allah Subhanahu wa Ta’ala menolong kaum muslimin Uigur.[]
Mengapa Andika Begitu, Ya?
Oleh M. Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan Ini bukan Andika artis tetapi Panglima TNI yang tengah membuat kejutan politik menghapus persyaratan mendaftar menjadi anggota TNI untuk keturunan PKI. Dengan tegas dan demonstratif ia menegaskan bahwa tidak ada larangan keturunan PKI dapat menjadi anggota TNI. Berdalih konsisten dengan hukum, maka penegasan itu dianggap perlu. Benarkah perlu? Pernyataan dan penyiaran itu bukan sekedar keputusan administratif internal TNI tetapi lebih pada spektrum politik. Video yang terkesan sengaja diviralkan merupakan sebuah bentuk dari deklarasi. Mengapa Jenderal Andika begitu ya? Ada tiga disain yang mungkin terjadi dengan perubahan warna Andika. Pertama, Latihan Bersama (Latma) TNI AD dengan AD Amerika Serikat telah membuat marah China. Jenderal Andika sebagai KSAD saat itu menjadi penanggung jawab. Jokowi yang terkena semprot mau tidak mau harus menekan Andika. PKI dan keturunan adalah proposal strategis. Dulu PKI didukung penuh oleh China. Kedua, menjelang pensiun Andika harus mulai mencari lahan bagi karier politiknya. Dengan citra \"clean\" sebagai perwira maka wajar jika Andika menjadi bidikan. Pilpres 2024 sangat mendesak untuk mendapatkan figur kepanjangan tangan istana dan partai berkuasa. Andika masuk dalam bursa usungan. PDIP adalah partai yang menampung simpatisan dan keturunan PKI. Disinilah benang merahnya. Ketiga, Andika itu menantu AM Hendropriyono, guru besar intelijen. Sulit memisahkan antara keduanya. Hendro adalah \"king maker\" Jokowi untuk menjadi Presiden dua periode. Ia pula yang bersahabat erat dengan Megawati PDIP. Pada tahun 2017 AM Hendropriyono pernah menyatakan masyarakat tidak perlu khawatir akan bangkitnya PKI dan minta untuk tidak mengungkit lagi tragedi G 30 S PKI. Apapun itu, masyarakat masih sangat khawatir akan kebangkitan PKI yang dapat menyusup ke berbagai elemen masyarakat maupun pemerintahan. Memusuhi, menebar fitnah, mengadu domba, serta menuduh radikal umat beragama. Demikian juga dengan memiskinkan rakyat dan menggantung leher di tali hutang luar negeri. Pemerintah ini aneh kepada FPI dan HTI yang tidak pernah memberontak bertindak keras bahkan brutal. Kepada PKI dan keturunannya dengan berdalih HAM justru begitu lembek dan membuka pintu. Diarahkan untuk melupakan peristiwa G 30 S PKI. Pemerintahan Jokowi adalah rezim diskrimintatif dan pelanggar HAM. Memusuhi umat Islam. Lucunya dalam urusan Papua wajahnya pucat pasi seperti cecurut ketakutan. Andika menanggapi paparan seorang perwira soal syarat penerimaan anggota TNI. Serta merta ia meminta hapus persyaratan mengenai keturunan PKI dengan dalih hukum. Andika lupa bahwa persoalan PKI dan pengembangan faham Komunisme, Marxisme, dan Leninisme bukan semata persoalan hukum tetapi ekonomi, politik, bahkan agama. Semestinya Panglima TNI melihat PKI, kader dan keturunannya itu secara utuh dan menyeluruh. TNI seharusnya menjadi institusi yang paling waspada. Ada kekhawatiran sebentar lagi ia akan bicara tentang umat Islam radikal, teroris, intoleransi dan narasi kaum islamophobist lainnya. TNI dibawa ke arah posisi sebagai pengawal pemerintah bukan pengawal negara apalagi pengawal rakyat. Akankah TNI membiarkan umat Islam dan rakyat Indonesia berhadapan sendiri melawan neo PKI, kader-kader dan keturunannya ? TNI yang tidak jelas posisi dan sudah tidak lagi menjadi penegak kebenaran dan keadilan berdasar Pancasila dan UUD 1945 ? Jenderal Andika kembalilah ke jalan yang benar, negara membutuhkan pemimpin yang adil dan jujur. Masa depan cerah jika Jenderal mengabdi untuk kepentingan masyarakat bukan untuk penguasa yang selalu membuat susah rakyat. Kasihan rakyat Indonesia yang sudah hidup dengan sangat berat. Tergilas oleh keserakahan oligarki yang semakin tidak berperasaan. TNI ditunggu pemihakan dan pembelaannya. Tetap untuk menjadi tentara rakyat dan tentara pejuang. Bukan tentara pecundang yang seketika berubah menjadi anak bawang. Andika dan perkasalah TNI. Jaga kehormatan tertinggi dan tetap gagah berani. (Bandung, 6 April 2022)
Apa Yang Akan Terjadi Setelah Jokowi Tidak Lagi Presiden?
Oleh Asyari Usman - Jurnalis Senior FNN SESUAI UUD 1945, masa jabatan Jokowi sebagai presiden akan berakhir pada 20 Oktober 2024. Tidak bisa dipilih lagi untuk periode ketiga. Tidak bisa pula diperpanjang melalui penundaan pemilu. Pada hari itu, presiden baru akan dilantik. Jokowi kembali menjadi rakyat biasa. Dia akan meninggalkan sejumlah proyek mercusuar yang mangkrak. Ambisis pribadinya kandas. Nah, apa yang akan terjadi setelah Jokowi turun? Tulisan ini hanya prediksi. Hanya perkiraan tentang hal-hal yang mungkin berlangsung ketika Joko Widodo (Jokowi) tidak lagi duduk sebagai presiden. Melihat begitu banyak konstroversi semasa menjalankan kekuasaan, tampkanya akhir masa jabatan Jokowi setelah pilpres 2024 akan sangat menarik. Lebih tepatnya: sangat mendebarkan. Banyak sekali pertanyaan yang terkait keberhentian Jokowi sekitar 2.5 tahun lagi itu. Isu ini menjadi lebih panas jika penerus Jokowi bukan orang yang dia inginkan. Bisa jadi, presiden baru nanti adalah figur yang independen dari Jokowi dan bebas dari oligarki. Yaitu, presiden yang tidak akan melindungi Jokowi, keluarganya dan para jokowernya. Termasuk pada buzzer yang selama ini merasa tak tersentuh hukum. Apa yang akan terjadi? Bagaimana kira-kira nasib mereka yang selama ini menjilat Jokowi? Seperti apa kelanjutan karir politik Gibran dan Bobby? Bagaimana pula kelanjutan proyek-proyek yang berbasis ambisi pribadi Jokowi? Sebagai contoh, apa yang akan terjadi terhadap pembangunan IKN baru? Jawaban umumnya adalah: situasi bisa sangat eksplosif. Sebab, pemerintahan Jokowi bakal mewariskan kekacauan ekonomi-sosial-politik. Sangat mungkin rakyat akan turun ke jalan-jalan berdemonstrasi. Rakyat akan menuntut pengusutan terhadap dugaan keterlibatan Jokowi dalam perbuatan korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, penipuan pilpres, pelanggaran HAM berat, dlsb. Sangat mungkin pula rakyat akan menuntut agar para menteri atau pejabat tinggi semasa Jokowi ditangkapi dan diadili. Ini bisa dipahami. Sebab, ada sejumlah pejabat dengan kekuasaan besar yang bertindak sesuka hati mereka. Presiden baru yang memiliki komitmen untuk menegakkan hukum dan keadilan, tak mungkin akan menutupi kasus-kasus yang menyangkut kepentingan publik. Yaitu, kasus-kasus yang memakan korban manusia, lingkungan hidup, keuangan (termasuk korupsi), dlsb. Setelah tidak lagi duduk sebagai presiden, proyek-proyek ambisi pribadi Jokowi besar kemungkinan akan dibatalkan oleh presiden yang baru, termasuk proyek IKN di Kalimantan. Kemudian, karir Gibran (anak Jokowi) sebagai walikota Solo dan Bobby (menantu Jokowi) sebagai walikota Medan hampir pasti akan sirna. Mereka ini bisa menjadi walikota karena Jokowi presiden. Saya menduga, kedua anggota keluarga Jokowi ini kemungkinan akan didesak mundur sekiranya mereka masih punya sisa masa jabatan setelah Jokowi turun pada 20 Oktober 2024. Masa jabatan Gibran dan Bobby resminya berakhir pada awal 2026. Besar pula kemungkinan rakyat akan menuntut agar KPK memeriksa dugaan KKN Gibran dan Kaesang. Ada dugaan pula mereka terlibat pencucian uang (money laundry). Seterusnya, tentulah kemarahan rakyat akan diarahkan ke para pejabat (pemerintahan maupun BUMN) dan juga para buzzer. Mereka ini akan ikut terancam jika Jokowi gagal mendapatkan perpanjangan masa jabatan atau periode ketiga. Bisa dibayangkan entah apa yang akan terjadi terhadap orang seperti Denny Siregar, Abu Janda, Ade Armando, Muchtar Ngabalin, dll. Mungkinkah mereka akan dikejar-kejar oleh massa rakyat? Wallahu a’lam. Tapi, ada satu hal yang perlu dicermati. Bahwa turunnya Jokowi dari jabatan presiden pada Oktober 2024 bisa memicu pergolakan sosial skala besar. Mengapa? Karena tidak semua pendukung setia Jokowi rela melihat idola mereka mengalami proses hukum. Ini bisa berbahaya. Bakal ada potensi konflik horizontal. Sangat mungkin kelompok yang menuntut proses penyelidikan terhadap Jokowi berhadapan dengan kelompok pembela beliau. Namun, bisa juga ini tak terjadi. Jika para pendukung Jokowi adalah orang-orang yang taat hukum. Singkatnya, memang cukup mendebarkan kalau Jokowi akhirnya turun sesuai masa jabatan normal.[]
Jokowi Tiga Periode? Bunuh Diri Mas!
Oleh M. Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan RUPANYA Jokowi pusing ketika masa jabatannya mau habis. Terbayang hutang janji-janji yang belum juga lunas, bahkan tak mungkin lunas. Proyek-proyeknya ngeri-ngeri sedap terancam gagal, bahkan sudah dapat dipastikan gagal. Kepercayaan rakyat yang dibangun dengan modal pencitraan terus merosot dan dipastikan ambrol. Jokowi khawatir dan dipastikan semakin panik. Anak mantu harus dilindungi, majikan harus tetap mempercayai, dan para pembantu dijaga untuk tidak berubah menjadi pembunuh. Meski Pemerintah telah banyak juga membunuh sejak Pemilu hingga Km 50. Bunuh dokter juga. Kepanjangan tangan jika nanti berhenti semakin tidak jelas. Ganjar tidak saja mau bersinar, Luhut masih di dasar laut, Risma anak TK yang bawel dan bikin jengkel, oh mungkin Andika ? Manuver soal keturunan PKI menjadi blunder dan mengubah konstelasi. Andika nampak mentah dalam berpolitik. Upaya memperpanjang Pemilu telah membentur dan dianggap tidak populis. Tiga periode adalah satu-satunya jalan untuk menyelamatkan. To be or not to be. Tinggal mengendalikan partai politik dengan bersedekah kursi, meminta kesetiaan Kepolisian dan TNI, serta dukungan palsu yang dimobilisasi. Model rekayasa Kepala Desa. Strategi desa mengepung kota. Tapi sebenarnya tiga periode itu adalah langkah bunuh diri, karena : Pertama, dinilai sebagai kudeta konstitusi dan penghianatan atas semangat reformasi. Reformasi itu menumbangkan Orde Baru dengan perubahan masa jabatan Presiden menjadi dua periode. Kudeta konstitusi sulit untuk ditoleransi dan wajib digagalkan. Kedua, membuka jalan bagi aksi dan gerakan penumbangan kekuasaan. Rakyat baik buruh, mahasiswa, umat Islam, purnawirawan, dan elemen lainnya akan mendesak Jokowi untuk lengser secepatnya. Skenario perpanjangan tiga periode adalah \"tackling\" keras yang bersanksi tendangan penalti. Ketiga, dusta Presiden yang ke-sejuta. Dahulu pernah mengecam upaya ini sebagai menjilat, menampar muka, dan menjerumuskan. Lalu dengan berbasis moralitas menolak dengan tegas. Kini dusta ke-sejuta ini tidak akan bisa dimain-mainkan lagi. Rakyat tidak bodoh dan bukan tidak bisa marah. Kemarahan rakyat tidak akan mampu untuk dibendung. Kegagalan dalam mengelola negara memusingkannya. Semua agenda hampir tak tercapai. Mulai marah-marah. Di depan ada jeruji yang menantang. Bukan hal aneh jika berujung pada hukuman. Jeritan tiga periode adalah sinyal SOS untuk menghindar dari pusaran air yang semakin menyedot dan siap menenggelamkan. Tapi ya salah juga jika memaksakan tiga periode. Bunuh diri, mas ! Soekarno dan Soeharto mati disini. Rupanya Jokowi mau ikuti jalan kematian seperti ini. Pati wong bodho pilihan dhewe. Yo wes, sekarepmu lah. Bandung, 5 April 2022