OPINI
Betul Juga, Jakarta Semakin Enak Bro
by Asyari Usman Jakarta FNN - Senin (16/11). Halo, Pak Gub. Assalam alaikum wr wb. Sehat kan, Bro? Semoga. Walaupun hari-hari pusing, tidak apa-apa. Itu kan pusing untuk Jakarta yang lebih mantap. Nikmati saja, Bro. Ini saya sedang bertamu ke Jakarta. Untuk pertemuan bulanan dengan kawan-kawan Redaksi dan Wartawan FNN.co.id. dua hari lalu. Saya menginap di Cikini. Tapatnya di hotel Ibis budget aja. Antara sengaja dan kemauan dompet. Namun saya juga sengaja ke Cikini untuk “inspeksi”. Apakah Ente hanya memoles kawasan “Financial Square” saja. Alhandulillaah, ternyata tidak. Cikini pun ikut berbeda sekarang. Tadi saya keluar mencari sarapan. Sambil mencoba trotoar (pavement). Terima kasih ya Bro. Sudah sama dengan trotoar yang di London. Saya menggunakan trotoar London lebih dari 30 tahun, ketika menjadi wartawan BBC London. Disana Bro, urusan saja trotoar bisa menjatuhkan walikota London. Kalau sempat pejalan kaki mengalami kecelakaan akibat permukaan trotoar yang bergelombang. Apalagi berlubang-lubang. Cikini sangat ok. Ada garis. Yang kuning terbuat dari pavement block. Cukup lebar. Tidak perlu berjalan miring kalau berpapasan dengan pejalan yang lain. Sampai-sampai tadi saya lihat berkali-kali ojekers menggunakan trotoar. Meskipun hanya sebentar. Enggak tau kenapa mereka terlihat senang mengendara di trotoar. Mungkin saja karena menyenangkan. Mungkin juga karena lebar trotoar itu tadi Bro. Barangkali mereka pikir tidak mengganggu pejalan kaki yang lain. Terus, Bro, saya lihat ada “zebra cross” (lajur penyeberangan). Wow! Serius sekali Ente membangun Jakarta ini ya. Tetapi Bro, sayang sekali para pengendara tidak menghormati “zebra cross” itu. Saya sengaja tes mereka. Betul. Tidak ada yang mau melambatkan kecepatan. Apalagi berhenti. Nah, ini satu lagi aspek yang memusingkan Ente. Soal mentalitas pengendara. Mungkin ini yang paling repot Bro. Ente menghadapi mentalitas dan akhlak pengendara yang sejak lama tak pernah ada di Indonesia. Bagus juga nih dimasukkan ke kurikukum Revolusi Akhlak. Siapa tahu bisa berubah pelan-pelan. Kalau di London itu, semua pengendara akan berhenti ketika dari kejauhan mereka lihat ada pejalan kaki yang hendak menyeberang. Padahal, tidak ada sanksi apa-apa. Kecuali kalau mereka menabrak pejalan kaki yang sedang berada di “zebra cross”. Hukuman bisa sangat berat. Itu saja Pak Gub. Kali ini saya sengaja tidak sebut “Pak Anies”. Karena yang membangun Jakarta adalah Gubernurnya. Kebetulan saja saat ini Anies Baswedan yang menjadi Gubernur. Tentulah wajar mendapatkan salutasi. Sebab kalau bukan Anies di kursi Gubernur saat ini, bisa jadi lain hasilnya. Kemungkinan yang dibangun hanya budaya maki-maki dan bentak-bentak rakyat. Yang keluar isi kebon bintang dan isi toilet. Ok, Bro! Kapan-kapan saya akan balik lagi ke Jakarta untuk melihat jalan-jalan pelosok lainnya. Yang jelas, betul juga kata orang, Jakarta semakin enak sekarang. Penulis adalah Wartawan Senior FNN.co.id.
Negeri Mirzani Yang Harus Dibenahi
by M Rizal Fadillah Bandung FNN – Ahad (15/11). Nikita Mirzani ramai dibicarakan gara-gara melecehkan Habib Rizieq Shihab (HRS) yang pulang dari Mekakah Saudi Arabia. Sementara Abu Janda berakting jingkrak-jingkrak menggendangi Nikita Mirzani. Nikita Mirzani seperti dilindungi Polisi karena reaksi Ustad At Thuwailibi. Nikita pernah ditangkap di Hotel Kempinsky dalam kasus prostitusi. Publik pun ikut mengamati. Namun tidak berujung sampai ke pengadilan. Entah dimana mandegnya kasus penangkapan Nikita yang terkait kasus protitusi tersebut. Entah mendeg di polisi atau di jaksa? Yang pasti kasusnya hilang begitu saja. Seperti ditelan bumi begitu saja. Berbagai video kini beredar membuka data untuk melengkapi perilaku pelecehan yang dilakukan oleh Nikita Mirzani. Mulia dari tampilan saat berfoto sexy, hingga memberi uang kepada tukang parkir yang berujung pada fose tak senonoh. Sepertinya telah hilang rasa malu pada dirinya. Berucap dan berbuat semaunya. Suka-sekanya saja. Negeri Mirzani hanya sebutan saja. Hanya untuk menggambarkan tentang situasi negeri yang juga telah kehilangan rasa malu. Uang telah mampu membeli hampir semua kehormatan. State dignity yang tergadaikan karena kebutuhan akan pembiayaan. Siapapun boleh memakai apa saja di negeri ini, asal membawa uang. Uang kini telah menjadi patokan, rujukan dan sandaran utama dari persoalan bangsa dan negeri ini. Soal kooptasi atau aneksasi itu hanya konsekuensi saja. Ada tiga indikator karakter dari kondisi ini. Pertama, terjebak pada kesenangan duniawi semata. Sukses itu ditentukan oleh materi. Nilai-nilai spiritual, ruhani, dan agama menjadi terpinggirkan. Anggapannya hal itu urusan nanti. Sukses saat ini yang lebih penting. Time is money, time for an infrastructure 'boost'. Kedua, negeri dengan kekuasaan yang berbagi. Bagi-bagi kekuasaan atas dasar balas jasa dan dukung-mendukung. Cukong harus mendapat bagian proyek. Relawan harus dapat Komisaris dan lain jabatan berduit. Partai Politik mendapat Menteri. Rangkulan koalisi juga dapat bancakan. Kekuasan bersama “gotong royong”. Satu lubang rame-rame. Ketiga, aparat terlihat berebut untuk foto selfie dengan Mirzani, cukup ironi. Tragisnya, aparat yang bernyanyi "habibana" dianggap melanggar disiplin dan diborgol Polisi Militer (Polmil). Tetapi sejumlah aparat yang berfoto bersama Nikita dengan ceria malah dibiarkan begitu saja. Mestinya sama terkena sanksi dong. Artinya, Negeri Mirzani adalah negeri ketidakadilan. Gagasan besar Revolusi Mental gagal total. Sementara “Revolusi Moral dan Revolusi Akhlak” kini adalah pilihan. Dua gagasan revolusi yang terahir ini ya bisa menjadi alternatif untuk menyelesaikan berbagai persoalan bangsa. Meski demikian, masih butuh penjabaran dan konsistensi. Nikita Mirzani bebas untuk berbuat apa saja. Semaunya sesukanya saja. Terlihat dan terkesan kalau Nikita dilindungi. Menunjukkan cara penyelesaian masalah dengan memproduksi masalah baru. Masalah terus-menrus bertumpuk tanpa solusi yang jelas. Pemerintah bikin pusing sendiri, dan hasilnya rakyat pun semakin jengkel. Badut dan pelacur politik selalu bahagia berjoget-joget. Bu Megawati, benar kata banyak orang bahwa bukan Jakarta yang amburadul. Tetapi Negeri Mirzani pimpinan Pak Jokowi yang harus segera dibenahi. Disikat dan dicuci agar lebih baik dan bersih. Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan.
Bukan Nambah, Anies Malah Mau Jual Saham Bir
by Tony Rosyid Jakarta FNN – Ahad (15/11). Akhir pekan ini ramai di media memberitaan tentang kenaikan saham Pemprov DKI di perusahaan bir, PT. Delta Djakarta Tbk. Di website BEI/ITD diinformasikan bahwa pada bulan Oktober lalu saham Pemprov DKI di perusahaan bir PT. Delta Djakarta Tbk. naik menjadi 58,33%. Sebelumnya hanya 26,25%. Publik dibuat geger dan bertanya-tanya. Apa iya, Pemprov DKI nambah saham di perusahaan bir? Di tengah pandemi, Pemprov DKI mau mencari uang lewat jual beli minuman keras? Bukannya Anies dulu mau menjual saham Pemrov DKI di perusahaan bir itu? Kok malah sekarang nambah? Ternyata, terjadi kesalahan input data. Direktur PT. Raya Saham Register mengakui bahwa telah terjadi salah input data. Ia mengatakan bahwa jumlah saham Pemprov DKI masih tetap sama yaitu 26,25%. Atau 210.200.700 lembar saham. Sedangankan 58,33% atau 467. 061.150 lembar saham itu milik PT. Miguel Malaysia. Ternyata, inputnya terbalik. Bukannya mau menambah. Sebaliknya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan justru berencana untuk menjual seluruhnya saham milik Pemprov di perusahaan bir tersebut. Niat ini bahkan sudah ada sebelum Anies dilantik menjadi Gubernur DKI. Namun, upaya Anies untuk menjual saham bir itu tidak disetujui oleh DPRD. Menurut aturan, penjualan saham bir milik Pemprov di PT. Delta Djakarta Tbk itu harus disetujui oleh DPRD DKI. Kalau DPRD nggak setuju, maka nggak akan terjadi penjualan itu. Anies nggak bisa menjual secara sepihak, karena itu akan dianggap pelanggaran hukum. Anies sudah tiga kali mengajukan surat ke DPRD terkait dengan rencana penjualan saham milik Pemprov DKI di perusahaan bir PT. Delta Djakarta Tbk. Pertama, Surat Gubernur DKI Nomor 479/-1.822. Kedua, Surat Gubernur DKI Nomor 91/-1.822. Ketiga, Surat Gubernur DKI Nomor 177/-1.822. Ketiga surat gubernur ini ditolak oleh DPRD DKI. Ketua DPRD DKI Prasetyo Edy Marsudi mengatakan, "saya tidak akan menjual saham milik Pemprov DKI di PT. Delta Djakarta Tbk". Pernyataan Ketua DPRD DKI itu tegas dan gamblang! Apa alasannya? Jika dijual, Pemprov DKI nggak bisa mengontrol peredaran bir di masyarakat, katanya. Alasan yang aneh, mengada-ada, dan terkesan dibuat-buat. Kalau alasannya supaya bisa mengontrol peredaran, kenapa DKI tidak membeli saham di diskotik, pantai pijat, dan hotel yang sering dipakai untuk praktek prostitusi? Toh, supaya semuanya bisa terkontrol. Peredaran bir atau jenis minuman keras, itu ada aturannya. Soal pengawasan, bukan hanya tugas Pemprov, tetapi itu tugas aparat kepolisian. Masyarakat bisa membantu ikut mengawasi. Jika PT. Delta Djakarta Tbk melanggar, ya Pemprov DKI bisa mencabut ijin usahanya. Bagaimana mau cabut ijin pelanggaran kalau saham DKI masih ada 26,25%. Bisa hilang uang milik DKI ini. Justru, jika Pemprov DKI nggak punya saham, maka sewaktu-waktu jika PT. Delta Djakarta Tbk. melakukan pelanggaran, Pemda DKI nggak ada beban untuk mengambil langkah tegas. Diantaranya mencabut ijin usaha PT. Delta Djakarta Tbk. Karena itu, Anies berupaya keras untuk menjual saham Pemprov DKI di perusahaan bir tersebut. Dengan memiliki saham di PT. Delta Djakarta Tbk, Pemprov DKI justru bisa tersandera jika terjadi pelanggaran edar yang dilakukan perusahaan bir tersebut. Pemprov DKI tak bisa semena-mena mencabut ijin usahanya, karena masih memiliki saham 26,25%. Bagi PT. Delta Djakarta Tbk, ini keuntungan pertama. Keuntungan kedua, terkait regulasi. Kalau ada saham milik Pemprov DKI, maka otomatis keberadaan PT. Delta Djakarta Tbk itu legal. Keberadaannya sah secara hukum. Nggak mungkin Pemprov DKI punya saham di perusahaan ilegal. Bagi konsumen bir, jaminan legal itu sangat penting. Pahami itu Keuntungan ketiga, PT. Delta Djakarta Tbk. bisa memanfaatkan berbagai akses yang dimiliki Pemprov DKI dalam memasarkan produknya. Adanya saham Pemprov DKI di PT. Delta Djakarta Tbk akan menjadi pertimbangan penting bagi konsumen. Dengan berbagai keuntungan ini, PT. Delta Djakarta Tbk. akan berusaha sekuat tenaga mempertahankan saham yang milik Pemprov DKI. Apapun caranya. Alasan utama Anies mengapa tak pernah berhenti berupaya menjual saham Pemprov DKI di PT. Delta Djakarta Tbk tersebut, karena ini aspirasi warga Jakarta. Warga Jakarta yang minta agar Anies menjual saham Pemprov DKI itu. Warga Jakarta nggak mau pemerintah DKI ikut bisnis haram. Dan harus dimaklumi, warga DKI Jakarta mayoritas beragama Islam. Bagi umat Islam, minum bir itu haram, apalagi bisnis bir. Karena ini negara demokrasi, kita mesti hargai aspirasi itu. Terutama DPRD, harus buka telinga dan mata. Mau menyerap aspirasi mayoritas warga Jakarta itu. DPRD itu wakil rakyat. Bukan wakil PT. Delta Djakarta Tbk. Ini yang harus diingatkan. Alasan Prasetyo, Ketua DPRD DKI mempertahankan saham bir milik Pemprov DKI agar bisa mengawasi peredarannya, ini nggak masuk akal. Kalau ada seseorang membuat alasan nggak masuk akal, publik patut curiga. Adakah yang disembunyikan di balik alasan itu? Nah, ini menarik. Salah input data saham Pemprov DKI di PT. Delta Djakarta Tbk yang sedang ramai dibicarakan publik ini bisa menjadi momentum bagi warga DKI untuk mendesak DPRD agar menyetujui permintaan Anies, Gubernur Jakarta untuk menjual saham milik Pemprov di perusahaan bir di PT. Delta Djakarta Tbk. Masyarakat mesti bicara ke media. Memberi dukungan kepada Anies untuk menjual saham tersebut. Bila perlu, puluhan ribu massa datang ke gedung DPRD dan mendesak wakil rakyat itu menyetujui penjualan saham bir yang sudah tiga kali diajukan oleh gubernur DKI tersebut. Ingatkan pada para anggota DPRD bahwa mereka wakil rakyat. Bukan wakil konglomerat bir. Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa.
Mengapa Orang PDIP Ramai-ramai Menyerang Habib?
by Asyari Usman Jakarta FNN - Sabtu (14/11). Sehari setelah tiba kembali di Indonesia, Habib langsung diserang oleh para politisi PDIP. Dimulai oleh Henry Yosodiningrat. Dia minta polisi agar melanjutkan laporannya sekitar empat tahun lalu. Waktu itu, Henry merasa nama baiknya dicemarkan oleh Habib. Setelah Henry, ada lagi serangan. Yaitu imbauan dari orang Banteng lainnya agar Polisi melanjutkan kasus-kasus Habib. Sebelum Habib tiba, Ruhut Sitompul juga ikut menyerang. Politisi yang hobi lompat-lompat partai ini berkomentar tentang pidato KH Muhammad Shabri Lubis yang, pada 13 Oktober 2020 ketika demo UU Cilaka, mengatakan Habib akan pulang memimpin revolusi. Kemudian, Kiyai Shabri mengklarifikasi bahwa yang ia maksud adalah revolusi akhlak. Atas klarifikasi ini, Ruhut menyebutnya sebahai “Raja Ngeles”. Sementara itu, anggota DPRD DKI dari PDIP, Gilbert Simanjuntak, mempersoalkan kunjungan Gubernur Anies Baswedan ke kediaman Habib di Petamburan pada 11 November. Sehari setelah IB tiba. Menurut Simanjuntak, kunjungan Anies itu tidak memberikan contoh yang baik di tengah upaya meredam Covid-19. Meskipun Anies selalu memakai masker. Simanjuntak mungkin saja punya poin dalam berkomentar tentang silaturahmi Anies itu. Tetapi, kalau dilihat gambar besar persoalan Covid, maka sangatlah jelas bahwa bobot politis nyinyiran Simanjuntak jauh lebih berat dari aspek medis yang dijadikannya alasan. Dari rangkaian serangan beruntun dari kubu PDIP terkait dengan kepulangan Habib, tampaklah betapa kompaknya Partai Bateng dalam orkestrasi mereka memojokkan IB. Mereka keluar beramai-ramai menyerang dari sisi apa saja. Termasuklah komentar “relijius” dari selebriti asal bunyi, Dewi Tanjung. Dia mengatakan, terkait kepulangan Habib, lihat saja nanti siapa yang akan kena azab. Dewi menganggap Habib orang sombong. Yang bakal kena azab. Nah, mengapa kubu PDIP melancarkan serangan? Dan apa tujuannya? Tentang mengapa, tentu tidak sulit dijawab. Yaitu, karena Habib sangat kritis terhadap orang-orang yang anti-Pancasila. Habib juga lantang meneriakkan bahwa kebangkitan neo-komunis semakin menjadi-jadi di era kekuasaan PDIP belakangan ini. Tentang apa tujuan serangan ini, juga tidak berat untuk dijelaskan. Yaitu, untuk melemahkan semangat Habib dan umat dalam memperjuangkan keadilan dan meruntuhkan oligarkhi cukong yang menguasai Indonesia secara “de facto”. Ada pertanyaan ketiga: mengapa kubu PDIP berani melancarkan serangan terhadap Habib? Jawabannya, mungkin Banteng memiliki semuanya sehingga merasa bisa melakukan apa saja. Karena memiliki semuanya, tentu mereka ingin melakukan ujicoba kekuatan yang mereka punyai itu. Barangkali mereka berpikir, kapan lagi diujicobakan. Sebetulnya, cara-cara seperti ini bukan hal baru. Selama ini pun PDIP suka menunjukkan perasaan bahwa merekalah pemilik negara ini.[] (Penulis wartawan senior FNN.co.id)
Benarkah Tahanan Politik Jumhur Positif Covid?
by Luqman Ibrahim Soemay Nabire FNN – Kamis (12/11). Tahanan politik dan akitivis Komite Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Muhammad Jumhur Hidayat dikabarkan positif terpapar covid 19. Namun Jumhur kabarnya tidak sendirian yang positif terpapar virus laknat dan jahannam tersebut. Belasan tahanan lain yang ditahan Bareskrim juga dikabarkan mengalami hal yang sama. Tahanan politik dan aktivis KAMI yang lain seperti Syahganda Nainggolan, Anton Permana dan Kingkin Anida dikawatirkan berpotensi untuk tertular covid 19 juga. Meskipun demikian, sampai sekarang belom ada pernyataan resmi dari aparat kepolisian. Baik itu dari Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) maupun Devisi Hubungan Masyarakat Polri terkait informasi yang hari ini beredar WhatsAap (WA) tersebut. Sebelumnya dikabarkan tiga tersangka di Bareskrim positif terpapar virus covis 19. Dua diantaranya, yaitu Anita Kolopaking dan Hendri Rusli yang terkait kasus suap Jaksa Pinangki Sirna Malasari. Sementara satu lagi adalah Darmansyah, yang terkait dengan kasus Batubara. Tersangka Hendri Rusli telah meninggal dunia karena positif terjangkit covid 19. Belum lama ini telah dilakukan test sweeb terhadap hampir seluruh tahanan yang ada di rumah tahanan Bareskrim Polri. Jumlahnya sekitar 150-an orang tahanan. Dari jumlah tersebut, dikabarkan 18 tahanan positif terpapar covid 19. Satu diantara tahanan yang positif itu adalah tahanan politik politik dan aktivis KAMI Muhammad Jumhur Hidayat. Kini ke 18 tahanan Bareskrim yang postitif terpapar covid 19 itu diisolasi di tiga kamar tahanan. Masing-masing kamar berisi 6 orang tahanan yang posotif. Namun cara ini dipastikan tidak menyelesaikan masalah. Bahkan sangat mungkin menambah masalah baru. Karena berkumpulnya banyak tahanan yang positif terpapar covid 19 lebih dalam satu kamar. Prinsip dari isolasi adalah berkurangnya bersentuhan secara fisik dengan orang lain. Makanya tenaga medis yang bertugas marawat dan melayani pasien positif covid 19, selalu diharuskan untuk melindungi diri. Misalnya, dengan menggunakan pakaian Alat Pelindung Diri (APD). Tujuannya untuk memotong dan memutus mata rantai penularan virus covid 19. Bila tahanan 6 orang digabungkan dalam satu kamar seperti sekarang, hampir dipastikan penyebarannya semakin menjadi-jadi. Bukannya semakin berkurang. Bahkan sangat berpotensi untuk menyebar ke mereka yang potensial selalu bersentuhan dengan para tahahan tersebut. Apakah itu para petugas di tahanan, para penyidik maupun yang lain. Langkah yang paling mungkin dilakukan Bareskrim Polri adalah membatarkan penahanan mereka yang telah dinyatakan positif terpapar covid 19. Supaya para tahanan itu segera dirawat dan diisolasi di tempat-tempat atau rumah sakit yang telah disediakan negara. Bisa dirawat di rumah sakit wisma atletik Kamayoran atau di Rumah Sakit Sulianti Suroso. Bareskrim Polri sebagai institusi negara yang menahan ke 18 tahanan yang positif covid 19 itu, maka Bareskrim harus beratanggung jawab terhadap peroalan yang sekarang menimpa mereka. Termasuk upaya-upaya untuk menyembuhkan mereka dari covid 19. Sebab sebelum ditahan, mereka dipastikan tidak terjangkit covid 19. Mereka baru terjangkit seteleh mendekam di tahanan Bareskrim Polri. Kondisi yang hari ini terjadi di tananan Bareskrim Polri ini, bukan saja telah membuat para tahanan lain yang negatif covid 19 merasa tidak nyaman. Bahkan keluarga dari tahanan yang tak terjangkit juga selalu merasa tidak nyaman dengan anggota keluraganya yang ditahan. Keluarga selalu was-was terhadap kondisi tersebut. Apalagi jumlah yang positif terjangkit sangat itu banyak. Bareskrim bisa saja dicatat sebagai institusi penegak hukum yang menelantarkan para tahanannya. Bahkan dapat dikatargorikan sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Kejadian ini tentu menjadi catatan buruk terhadap satu satu intitusi penagak hukum di Indonesia. Penulis adalah Wartawan Senior FNN.co.id.
Bravo Jenderal Gatot
by M Rizal Fadillah Bandung FNN – Kamis (12/11). Akhirnya Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo tidak datang menghadiri penganugerahan Bintang Mahaputera oleh Presiden Republik Indonesia di Istana Negara. Sebagai Pemerintah tentu sudah memenuhi kewajibannya. Sementara di lain pihak, Pak Gatot juga memiliki prinsip kuat untuk menolaknya. Terlepas dari narasi surat yang dikirim Pak Gatot kepada Presiden Jokowi, tetapi sikap untuk tidak menghadiri dalam situasi keprihatinan kesehatan dan politik seperti ini cukup memberi pesan yang aspiratif. Publik bisa menilai konten pesan tersebut dari lima aspek. Pertama, dengan menolak hadir pada penganugerahan yang bukan tanggal 17 Agustus adalah kritik atas pengubahan budaya yang selama ini berlaku. Hari Pahlawan sebaiknya khusus untuk penghormatan dan penghargaan kepada para pahlawan. Waktu yang spesial untuk para pahlawan. Kedua, Bintang Mahaputera untuk purna tugas setingkat Menteri tidak baik dipecah-pecah. Sebagian diberikan pada Hari Pahlawan. Sebab dengan protokol kesehatan semuanya dapat diberikan pada tanggal 17 Agustus sebagaimana biasanya. Seperti yang diberikan kepada mantan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dan Fadli Zon. Ketiga, sikap solidaritas seorang prajurit yang luar biasa. Tidak mau "makan tulang kawan". Begitu juga dengan solidaritas terhadap teman-teman seperjuangan di Komite Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang sedang menghadapi kesulitan berupa penahanan di tahanan Bareskrim. Tidak bagus menerima penghargaan dari pemerintah di tengah "korps" menghadapi kesulitan. Harus senasib sepenanggungan. Apalagi pada pada waktu yang bersamaan, teman-teman seperjuanga juga ditahan oleh pemerintah hanya karena berbeda pendapat dengan pemerintah. Padahal substansi yang dijadikan alasan bagi pemerintah menanahan teman-teman KAMI nyata-nyata terjadi. Yaitu tata kelola negara yang kacau-balau dan amburadul. Hanya berdasarkan pendekataan kekuasaan sematar. Akibatnya, negara terancam keluar dari tujuan bernegara seperimana yang diamantkan oleh Pembukaan UUD 1945. Keempat, penunjukan menjadi salah seorang Presidium KAMI adalah amanah untuk memimpin upaya-upaya menyelamatkan bangsa. KAMI menilai bangsa dapat tidak selamat di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi. Tidak baik untuk menerima kalungan penghargaan dari Presiden yang nyata-nyata mesti diluruskan berbagai kebijakannya. Kelima, Pak Gatot Nurmantyo itu adalah contoh pemimpin bangsa dalam arti yang sebenarnya. Bukan pemimpin yang abal-abal, odong-odong, kaleng-kaleng dan beleng-belekang. Pemimpin yang diharapkan konsisten berjuang terus bersama dengan rakyat. Dalam situasi normal, maka 2024 adalah peluang untuk amanah kepemimpinan nasional. Dalam situasi darurat, dengan tetap bersama rakyat, maka menjadi lebih kuat dan solid. Segala kemungkinan bisa saja terjadi. Apa saja yang terjadi ke depan tidak ada yang bisa memprediksi. Yang terpenting adalah selalu bersama-sama dengan rakyat. Pak Gatot sebaiknya jangan mau untuk dijauhkan dengan denyut nadi rakyat seincipun. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) tidak jelas menyatakan bahwa penghargaan telah diterima. Sayangnya, suara Pemerintah lain menyatakan lain. Penghargaan Bintang Mahaputra yang disediakan untuk Pak Gatot justru kembali ke negara. Apapun itu, Pak Gatot Nurmantyo telah menunjukkan kualitas dan sikap yang sangat konsisten. Ciri dari pemimpin yang punya karakter. Pemimpinan yang sangat dirindukan oleh rakyat sekarang, di tengah krisisi pemimpin pandai menjilat untuk mendapat jabatan dan penghargaan. Sikap Pak Gatot merupakan sesuatu yang patut untuk diapresiasi. Sudah sesuai dengan apa yang memang sedang diharapkan oleh rakyat. Bravo, Pak Jenderal Gatot! Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan.
Anies Temui HRS, Ada Yang Salah?
by Tony Rosyid Jakarta FNN – Kamis (12/11). Habib Rizieq Shihab (HRS) Pulang. Tepat di hari pahlawan. Heroisme kepulangan HRS menjadi isu terhangat di media. TV One menayangkan secara live. Satu-satunya TV mainstream yang tayang secara live. Usai dhuhur, tayangan HRS di TV One berhenti. Berhenti atau karena dihentikan, tanya saja ke publik. Malam harinya, kepulangan Habib Rizieq jadi tema di program ILC TV One. Para narasumber sudah dihubungi. Sebagian besar menyatakan bersedia datang. Beberapa narasumber bahkan sudah dalam perjalanan menuju ke studio TV One. Namun acara ILC mendadak dibatalkan. Ada apa? Apa alasan dibatalkan? Hanya Karni Ilyas dan Tuhan yang tahu jawabannya. Tokoh yang dikenal dengan panggilan Imam Besar (IB HRS) ini memang penuh kontroversi. Pro-kontra mewarnai gerakan moralnya. Sejak mendirikan FPI hingga ketika HRS ini mengendalikan komandonya di Makkah selama tiga setengah tahun terakhir. Terkait dengan 17 persoalan hukum yang dituduhkan kepadanya, hingga ketegangannya dengan istana telah membuat HRS semakin populer. Kemampuannya untuk menggerakkan jutaan manusia membuat sejumlah pihak, termasuk istana was-was. Ditengah kontroversi kepulangan HRS, Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta malah mendatanginya. Bersilaturahmi, atas nama pribadi maupun Gubernur DKI. Kebetulan, HRS adalah warga DKI. Seorang tokoh, sekaligus ulama yang disegani dan berpengaruh, khususnya bagi warga DKI. Begitulah seorang pemimpin, mesti mampu membangun hubungan baik dengan semua unsur yang ada di masyarakat. Terutama para tokoh yang memiliki pengaruh terhadap warganya. Nggak peduli apa agamanya, dari mana asal etinisnya, dan apa mazhab politiknya. Mengembangkan hubungan dengan para tokoh diperlukan oleh setiap pemimpin. Pertama, untuk manjaga stabilitas sosial masyarakat. Banyak persoalan di tengah warga yang justru sangat efektif ketika menyelesaikannya melibatkan peran para tokoh agama maupun tokoh masyarakat. Kedua, menyusun agenda bersama untuk pembangunan kota Jakarta. Terutama pembangunan moral dan mental warga. Anies, selaku orang nomor satu di DKI melakukan peran ini. Merangkul semua pihak, terutama tokoh-tokoh berpengaruh seperti HRS. Tak ada alasan untuk tidak merawat hubungan baik dengan para tokoh, meski kontroversi sekalipun. Poinya adalah bahwa setiap tokoh yang punya pengaruh dan punya kontribusi untuk bangsa. Wajib bagi pemimpin untuk menjaga hubungan baik. Bahkan melibatkan peran sosialnya. Tidak peduli tokoh itu semazhab atau tidak semazhab dengannya. Begitulah mestinya seorang pemimpin. Harus mampu berdiri di atas semua golongan masyarakat. Masuk ke semua tokoh agama dan tempat ibadah. Anies datang dan kepada semuanya. Anies menyapa dan bersilaturahmi dengan mereka. Apalagi dengan HRS yang peran dan pengaruhnya terhadap masyarakat DKI sangat besar. Hanya pemimpin kerdil, picik, dan licik yang berdiri hanya di atas golongan dan kelompoknya sendiri. Silaturahmi dan sikap merangkul, itu etika dan langkah strategis yang harus terus dirawat oleh setiap pemimpin. Baik pemimpin daerah, maupun pemimpin nasional. Apalagi ini terkait dengan tokoh sekelas HRS yang kepeduliannya terhadap moralitas bangsa dianggap punya pengaruh cukup besar bagi masyarakat. Melalui "revolusi akhlak", HRS ambil risiko untuk masa depan bangsa dan negara. Sampai disini, apa yang salah dengan Anies? Mengapa kader PDIP, Gilbert Simanjuntak, berteriak dan menuntut mendagri mengevaluasi dan memberi sanksi terhadap Anies? Apa ada UU yang melarang seorang pemimpin bertemu warganya? UU nomor berapa dan pasal berapa seorang gubernur dilarang bersilaturahmi dengan tokoh agama? Apakah bertemu tokoh agama itu pelanggaran hukum? Ahok menista agama, lalu divonis dua tahun penjara. Itu saja anda boleh menjenguknya. Jelas-jelas ada vonis bersalah, ada pasal pasal yang dilanggar, anda tidak dilarang menjenguk. Presiden sekalipun tidak dilarang menemuinya. Begitu juga menjenguk para koruptor dan terpidana yang lain. Tidak haram! Kenapa bertemu HRS dipersoalkan? HRS bukan terpidana, bukan pula koruptor. Dia bukan penjahat. Kenapa hormat dan ta'dzim Anies kepada ulama anda masalahkan? Menyorot protab Covid-19, ada kesan mengada-ada. Ketika HRS pulang, yang disorot bukan masker dan social distancing. Tetapi pemerintah justru lebih fokus menyoal kepulangan HRS. Membincang masalah dan deportasinya. Seolah nggak peduli dengan protab covid-nya. Giliran Anies datang, ada yang cari-cari masalah terkait protab kesehatan. Kalau begitu cara elit selalu bersikap, nalar rakyat Indonesia akan jadi ikut rusak. Di egara hukum, masyarakatnya mesti bernalar hukum. Hukum itu untuk semua. Hukum bukan hanya untuk lawan politiknya. Jangan ada nalar golongan dan nalar kebencian. Fanatisme dan kepentingan golongan inilah yang merusak karakter kebangsaan. Rakyat butuh sikap kenegarawanan, bukan kampanye kebencian. Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa.
Aneh, HRS Ada Perjanjian dengan BIN?
by Mohamad Toha Surabaya FNN – Kamis (12/11). Menjelang kepulangan Imam Besar Habib Muhammad Rizieq Shihab (HRS) ke Indonesia, sempat “berurusan” dengan Dewan Keamanan Nasional Arab Saudi (SNSC) (bahasa Arab مجلس الأمن الوطني). SNSC bertanggung jawab mengkoordinasikan Keamanan Nasional, Intelijen, dan strategi Kebijakan Luar Negeri. Didirikan pada 2005 oleh Raja Abdullah bin Abdul Aziz Al Saud. HRS sempat menceritakan detik-detik dirinya diperiksa oleh badan intelijen Kerajaan Arab Saudi itu. HRS Mengaku sempat menunjukkan dokumen perjanjiannya dengan Badan Intelijen Negara (BIN) kepada pihak Saudi. HRS awalnya menceritakan laporan yang diterima oleh SNSC. Berdasarkan laporan yang diterima badan intelijen Saudi itu, HRS sedang dikejar-kejar oleh BIN. Terakhir SNSC bilang “katanya anda ini dikejar-kejar badan intelijen dari negara anda”. Saya bilang, “nggak, saya nggak punya persoalan dengan badan intelijen Indonesia',” ungkap HRS di kanal YouTube Front TV, Selasa (10/11/2020). Kata otoritas Saudi, tapi ini ada laporannya. Anda bisa buktikan kalau anda tidak punya permasalahan dengan Badan Intelijen Indonesia”?. HRS menjawab punya”. Kepada SNSC, HRS mengaku, bisa membuktikan bahwa dia tidak sedang dalam pengejaran BIN. Baru kemudian ia menunjukkan dokumen perjanjiannya dengan BIN. Apa buktinya? tanya SNSC. Saya punya dokumen perjanjian antara saya dengan Badan Intelijen Indonesia. Saya terjemahkan ke bahasa Arab,” ucap HRS. Menurutnya, SNSC kaget saat dia menunjukkan dokumen perjanjian dimaksud. Singkat cerita, kata HRS, Badan Intelijen Saudi akhirnya meminta maaf. “Resmi di situ, dan dokumen ini kan belum saya buka ke masyarakat. Saya pikir nggak ada perlunya saya buka, kecuali darurat, saya tunjukkan, mereka kaget. “Anda punya perjanjian begini bagus dengan negara. Anda tak punya masalah kok dilaporkan macam-macam”. Nah ini yang jadi persoalan,” tutur HRS. Sebelumnya, Imam Besar HRS mengungkapkan upayanya pulang dari Arab Saudi ke Indonesia. Awalnya dituduh buron dari Indonesia, dan kabur ke Arab Saudi. Tuduhan itu sampai ke telinga pemerintah Arab Saudi berdasarkan laporan yang masuk. “Ada persoalan hukum yang saya hadapi, saya katanya red notice. Kemudian ada lagi yang mengatakan bahwa kalau saya ini orang politik, yang selalu bikin keributan dimana-mana. Nanti bahaya untuk keamanan Saudi”. “Ini laporan-laporan semacam ini saya tidak mau menuduh si A, atau si B, atau si C. Tetapi, ini ada, ini bukan laporan dari orang biasa. Kalau laporan dari orang biasa, tidak akan dihiraukan pemerintah Saudi. Ini laporan tingkat negara. Bukan tingkat RT, tingkat RW,” katanya. Bantah Dubes Agus Seperti sebelumnya diberitakan, Dubes Indonesia untuk Arab Saudi Agus Maftuh Abegebriel menyebut ada aib yang dilakukannya selama tinggal di Saudi. Tetapi, Agus tak mengungkap aib itu. Agus hanya mengatakan, aib HRS itu tercantum dalam layar kedua sistem komputer imigrasi Arab Saudi. “Di layar kedua ini ada 2 kolom yang sensitif dan berkategori aib sehingga kami tidak elok untuk membukanya ke publik,” katanya (CNNIndonesia.com, Jumat, 6/11/2020). Aktivis Serikat Pekerja Migran Indonesia (SPMI) Wilayah Makkah, Syamsul Lombok, mempertanyakan yang dimaksud Dubes Agus melalui surat terbukanya. HRS dideportasi atau repatriasi? Pak Dubes Agus termasuk lah seorang die hard pemerintah yang rajin komen soal HRS. Banyak narasi yang kembangkan seputar HRS di tanah suci Makkah. Diantaranya adalah HRS Over Stay dan saat ini dideportasi,” tulisnya. Menurut Syamsul, bagi WNI yang tinggal di wilayah Kerajaan Saudi Arabia (KSA), istilah over stay dan deportasi ini sudah tak asing lagi. Kebetulan, ia selama hampir dua tahun mukim di Makkah, kerap berurusan dengan beberapa WNI over stay dan dideportasi dari Saudi. “Setahu saya, sejak pandemi Covid-19, pemerintah Saudi menutup sementara program deportasi para ekspatriat hingga hari ini sampai kemudian kondisi kembali normal,” ungkap Syamsul. Untuk saat ini, pemerintah Saudi hanya mengeluarkan kebijakan repatriasi bagi ekspatriat, termasuk WNI. Beda dengan deportasi. Repatriasi merupakan program pemerintah untuk memfasilitasi ekspatriat kembali ke negaranya masing-masing. Ekspatriat yang mengikuti repatriasi biasanya memiliki dokumen yang lengkap. Baik paspor, visa, izin tinggal, dan dokumen primer lainnya. Sedangkan untuk ekspatriat yang dideportasi, biasanya didominasi oleh eksptriat yang non-dokumen. Tidak dipungkiri, jika ada sebagian yang memiliki dokumen lengkap, tetapi telah melakukan pelanggaran hukum di wilayah Saudi. Bagi ekspatriat yang dideportasi, maka seluruh biaya yang timbul selama proses pemulangannya ke negara asalnya ditanggung oleh pemerintah Saudi. Sedangkan yang mengikuti program repatriasi, biayanya akan ditanggung secara mandiri oleh pribadi bersangkutan dan pihak pengguna jasa yang selama ini menggunakan jasa mereka. Bisa oleh syarikah (perusahaan) ataupun perseorangan. “Setahu saya, dalam kapasitas sebagai pengurus SPMI wilayah Makkah, sejak Februari 2020, pemerintah Saudi telah memoratorium program tarhil (deportasi) seiring ditutupnya akses penerbangan internasional dari dan menuju Saudi,” ungkap Syamsul. “Banyak sekali WNI over stay non dokumen yang mengeluh ke saya, gagal pulang ke Indonesia, gegara program deportasi pemerintah Saudi yang tidak kunjung dibuka hingga hari ini. Bahkan, ada banyak diantara WNI over stay non dokumen yang ditampung KJRI Jeddah karena terlunta-lunta di jalanan. Sepekan lalu, Syamsul dihubungi Kepala Atase Ketenagakerjaan KJRI Jeddah. “Beliau meminta saya mencari keberadaan seorang oknum Pekerja Migran Indonesia yang diduga menelantarkan istrinya. Sang istri dalam kondisi hamil dan hendak melahirkan, tetapi tidak punya dokumen lengkap dan berencana mengikuti program tarhil (deportasi)”. Berhubung program tarhil belum dibuka oleh otoritas setempat, jadilah TKW tersebut terlunta-lunta di taman Kota Jeddah. Meskipun yang bersangkutan kini diamankan di penampungan KJRI Jeddah. Ada juga WNI di Makkah yang sudah tidak punya pekerjaan sejak kebijakan lockdown Saudi. Dia juga tak punya dokumen resmi,” ujar Syamsul. Sebelumnya, dia bekerja sebagai guide (muthawwif). Berhubung pandemi corona, semuanya terhenti. Bersama beberapa rekannya mencoba menyerahkan diri ke pihak berwajib Saudi, agar bisa dideportasi. Tetepi, nyatanya dia ditolak dan disuruh kembali ke tempat tinggalnya. Karena menurut keterangan otoritas, tarhil belum dibuka kembali. “Saya ingin tanya kepada pak Dubes Agus, apakah benar program Deportasi sudah dibuka pemerintah Saudi”? “Kalau sudah dibuka, ada ribuan WNI kita yang over stay non dokumen yang siap mengikuti program tersebut. Saya siap membantu pemerintah mendata nama-nama WNI over stay yang ingin mengikuti program tarhil,” ungkap Syamsul. Seperti yang pernah dilakukan untuk mendata WNI saat penyaluran bantuan Covid-19 oleh KJRI Jeddah”. Siapa tahu, saudara kita ini bisa mengakhiri ketidak beruntungannya di negeri orang. Bisa berkumpul kembali dengan keluarganya di rumah. “Jangan-jangan Pak Dubes belum bisa membedakan antara repatriasi dengan deportasi? Mungkin juga Pak Dubes Tahu. Pasti tahulah. Namun pura-pira tidak tahu, dan akhirnya menyesatkan opini publik,” sindir Syamsul. Syamsul pernah beberapa kali bertemu HRS di kediaman beliau di Makkah. Bertemu juga dalam sebuah acara di rumah WNI di Tan'im. Bahkan, saya juga pernah ikut pertemuan dengan mantan Dubes RI untuk Saudi, Habib Salim Segaf dengan HRS beserta para pejabat KJRI dan Saudi di salah satu Vila mewah di pinggiran kota Makkah. Untuk pertemuan terakhir ini, HRS dapat pengawalan resmi dari pemerintah Saudi. Ada juga perwakilan dari KJRI Jeddah. Ada mantan Dubes RI di Saudi. “Yang mengejutkan saya, setelah lama pertemuan itu berlalu, salah seorang rekan pejabat KJRI Jeddah memberitahu saya, jika tuan rumah yang menyambut HRS dan Pak mantan Dubes itu adalah mantan Kepala Intelijen Saudi,” ungkap Syamsul. Jika HRS ini termasuk ekspatriat yang melanggar hukum di wilayahnya, apakah mungkin pejabat sekelas mantan Kepala Intelijen Saudi membiarkan HRS begitu dengan leluasa? Apa mungkin HRS bisa beberapa kali mengadakan pertemuan bersama WNI di Makkah-Madinah dengan aman dan lancar? Padahal, sistem administrasi kependudukan dan keimigrasian Saudi ini termasuk yang paling ketat di dunia. Semuanya terkontrol dan terintegrasi dengan baik. “Saya tidak tahu, apa masalah antara Pak Dubes dengan HRS. Yang ingin saya katakan, jika memang HRS dideportasi, maka mohon sampaikan salam dari ribuan WNI di Saudi kepada yang mulia Raja Salman, mereka juga ingin dideportasi oleh pemerintah Saudi.” Pertanyaannya kemudian, siapa sebenarnya yang “bermain” fitnah selama HRS ada di Makkah? Apalagi, ternyata Habieb Rizieq punya perjanjian dengan BIN! Penulis adalah Wartawan Senior FNN.co.id.
Karni Ilyas Mundur Saja, Buat Memoar Tentang ILC
by Asyari Usman Jakarta FNN - Rabu (11/11). Setidaknya sudah empat kali acara ILC dibatalkan dengan dugaan kuat ada intervensi kekuasaan. Yang pertama, ILC 10/1/2017 dengan judul Makar. Kedua, ILC 24/1/2017 dengan tema Membidik Rzq. Dan yang ketiga, ILC 28/8/2018 dengan tema Persekusi di Negeri Demokrasi (persekusi #2019GantiPresiden). Yang terbaru adalah pembatalan ILC malam tadi (10/11/2020) yang seharusnya mendiskusikan kepulangan Beliau. Pihak penyelanggara mengatakan pembatalan-pembatalan itu dilakukan karena alasan teknis. Ada juga alasan kesehatan pemandu acara, yakni Datuk Karni Ilyas. Tapi, agak sulit mempercayai alasan pembatalan itu. Kok bisa secara kebetulan saja terjadi kendala teknis tiap Selasa malam. Atau, gangguan kesehatan Karni Ilyas bertepatan pada hari Selasa malam juga. Bagaimana cara meyakini alasan pembatalan itu, Bang Karni? Bang Karni kemudian menghadap ke kamera sambil mengucapkan kutipan dari para penulis, pakar atau filosof. “Pemirsa, ‘Kendala teknis adalah gangguan yang tidak bisa dipahami dengan jalan pikiran konvensional’, itu kata Asyari Usman –wartawan senior. Kita rehat sejenak.” Begitu kata Bang Karni menjawab pertanyaan di atas. Jadi, kita harus menggunakan jalan pikiran non-konvensional. Harus berpikir ‘out of the box’ alias OOTB. (Pasti Anda semua masih ingat, berpikir OOTB adalah kesukaan Presiden Jokowi). Karena itu, silakan Anda menerka dengan prinsip berpikir OOTB tentang sebab pembatalan yang sebenarnya. Kalau misalnya Anda tiba-tiba mengatakan bahwa “teknis” itu adalah kepanjangan dari “tekanan istana”, pasti ini dianggap berpikir kreatif ala OOTB tadi itu. Sekarang, giliran saya yang menghadap kamera. “Pemirsa, kita sarankan agar Bang Karni mundur saja. Serahkan ILC kepada orang yang lebih nekad menghadapi kendala Teknis.” Ada baiknya juga Bang Karni mundur dari ILC. Kemudian, beliau fokus menulis memoir sebagai wartawan. Termasuk di dalamnya memoar sebagai pemandu ILC. Di sini, Bang KI bisa menjelaskan dengan bebas dan detail apa alasan sesungguhnya pembatalan diskusi ILC selama ini. Supaya tidak terpendam dan menyebabkan tekanan darah naik. Ingat, tensi darah tinggi Bang Karni dijadikan alasan pembatalan ILC 28/8/2018. “Bang Karni, kami mendiskusikan, Anda yang memutuskan mau tulis memoar atau tidak. Semoga ILC bisa lepas dari kendala Tekni reguler yang selalu datang Selasa malam.”[] (Penulis wartawan senior FNN.co.id)
Setelah Reformasi, Ada Tiga Revolusi
by M Rizal Fadillah Jakarta FNN – Rabu (11/11). Pada masa pemerintahan Presiden Jokowi, terhitung ada tiga tema revolusi telah muncul dan dicoba untuk disosialisasikan. Kemenangan Jokowi pada Pilpres 2014 lalu dibarengi dengan gelindingan istilah Revolusi Mental. Revolusi yang diarahkan pada perubahan sikap atau perilaku menuju mental disiplin, kerja keras, dan gotong royong. Revolusi mentan ini lalu dituangkan dalam Inpres Nomor 12 tahun 2016, yang dikenal dengan lima gerakan nasional, yaitu melayani, bersih, tertib, mandiri, dan bersatu. Sayangnya, Revolusi Mental bung-bunga semata. Sebab dalam kesejarahan, Revolusi Mental sangat dekat dengan pemahaman konsepsi sosialis komunis. Dikenalkan dan dipopulerkan oleh Partai Komunis Tiongkok (PKT). Tujuannya untuk mencuci otak kaum buruh dan petani agar menentang kekaisaran. Pemimpin Partai Komunis Indonesia (PKI) Diva Nusantara Aidit mengganti nama diri "Ahmad" dalam rangka Revolusi Mental. Menurutnya, Revolusi Mental belum berhasil jika masyarakat belum dijauhkan dari agama. Ketika Revolusi Mental Jokowi dinilai gagal, maka M Amin Rais muncul dengan gagasan baru. Amien rais mengusung terma Revolusi Moral. Jika mental menyangkut dengan sikap jiwa, maka moral lebih menitik beratkan pada nilai, apakah baik dan buruk? Buku yang dibuatnya berjudul "Hijrah Selamat Tinggal Revolusi Mental, selamat Datang Revolusi Moral" berisi kumpulan tulisan. Konsepsi Revolusi Moral Amien Rais sampai sekarang belum terjabarkan seperti apa. Hanya menarik ke landasan keimanan dan kritik atas kondisi sosial politik kini yang dianggap nir-moral. Pandangan Jhon Buchan, sejarawan dan novelis Skotlandia mengemuka yang menurutnya revolusi moral lebih penting dari alat persenjataan militer. Gagasan Revolusi Moral redup bersamaan dengan ramainya konflik di PAN yang disepuhi oleh M Amin Rais sendiri. Figur Habib Rizieq Shihab (HRS) menjadi pembicaraan selama keberadaannya di Saudi Arabia, maupun Rencana kepulangan ke Indonesia. Saat kepastian tentang kepulangan HRS dan keluarganya ke tanah air, giliran gagasan tentang “Revolusi Akhlak” yang digaungkan. Pada pidato pertama di kediaman HRS Petamburan, gagasan “Revolusi Akhlak” diserukan kepada masyarakat dan umat. Sejak reformasi sampai sekarang, Indonesia sudah mempunya tiga gagasan revolusi, yaitu “Revolusi Mental Jokowi, Revolusi Moral Amien Rais dan Revolusi Akhlak HRS” Revolusi Akhlak perlu penjabaran kontekstual untuk menjadi pedoman perjuangan, terutama umat Islam dan pendukung setia HRS. Revolusi Akhlak yang dimaksud oleh Habib Rizieq Shihab tentu lebih kental nuansa keagamaannya. Rujukan utama adalah Sabda Nabi "innama bu'itstu liutammima makarimal akhlaq" (HR Bukhori). Entah apakah Revolusi Akhlak yang digaungkan HRS, ini akan membahana atau terhenti tergantung pada kekuatan figur yang menggemakannya. Disamping tentu saja perlu ada kejelasan konsepsi kontekstual dimaksud yang mudah dicerna dan diterima umat atau rakyat Indonesia. Ini penting, agar penjabarannya lebih mudah di lapangan. Yang pasti, Al Qur'an telah mengingatkan bahwa risalah nubuwah dalam melakukan perubahan adalah untuk menegakkan dan mendhohirkan agama yang benar (dienul haq) atas berbagai faham, isme, atau filosofi kehidupan lainnya (alad dieni kullihi). Meskipun demikian, untuk itu diperkirakan berbagai tantangan dan hambatan pasti akan menghambat. (QS At Taubah 33). Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan.