OPINI

Hancurnya Pidato Kenegaraan Presiden

by Gde Siriana Yusuf Jakarta FNN – Senin (17/08). Jum'at 14 Agustus 2020 lalu, Jokowi menyampaikan pidato kenegaraan Sidang Tahunan di hadapan anggota MPR RI, di kompleks Parlemen Gedung DPR/MPR. Sayangnya hanya memberikan harapan hampa. Pidato yang penuh dengan hayalan, bakan masuk katagori halusinasi. To the point, bagi saya, pidato kenegaraan Jokowi adalah pidato kenegaraan terburuk yang pernah saya dengar di negeri ini. Bukan hanya sangat normatif dan tidak punya visi. Tetapi juga sangat miskin dengan literasi. Juga miskin dalam pilihan diksi dan tidak inspiratif. Saya akan membahasnya satu per satu. Miskin dalam pilihan diksi. Karena Jokowi menggunakan kata "membajak" momentum krisis untuk mencapai lompatan kemajuan. Ini sangat aneh menggunakan kata membajak untuk memanfaatkan momentum krisis menjadi sebuah peluang kemajuan. Dalam diskusi kecil dengan staf kedubes asing, sang diplomat menyatakan bingung kata english apa yang paling tepat dipakai untuk translasi kata membajak? Seharusnya yang digunakan adalah "to take advantage" atau "to convert" sehingga maknanya menjadi mengubah atau memanfaatkan momentum krisis untuk lompatan kemajuan. Persoalan ini bukanlah yang pertama kali terjadi penggunaan diksi yang sangat dangkal. Juga sangat memprihatikan dari ucapan atau pridato kenegaraan presiden. Belum lama ini juga terjadi pada penggunaan diksi sense of crisis (rasa krisis) diterjemahkan sebgai aura krisis. Saya kuatir, para Menteri Jokowi akan melakukan totok aura ke salon kecantikan agar aura krisisnya bisa keluar di wajah mereka. Tanpa Visi, Prioritas dan Harapan Pidato kenegaran Presiden di hadapan para wakil rakyat bukanlah pidato yang biasa-biasa saja. Pidato ini selain menyampaikan capaian negara melalui kerja pemerintah selama satu tahun. Juga menyampaikan evaluasi atas tantangan saat ini. Apa saja yang mau dituju dan dicapai bangsa di masa depan? Dengan berbagai keterbatasan sumber daya yang ada, maka solusi dan visi yang disampaikan pemerintah akan menjadi prioritas kerja yang harus dilakukan oleh jajaran pemerintahan. Selain itu, untuk mendorong tubuhnya partisipasi rakyat. Pidato yang menginspirasi rakyat untuk mendukung visi yang ditetapkan pemerintah. Saya ambil contoh, dengan kondisi krisis dan kelemahan-kelemahan di sektor ekonomi saat ini, pemerintah menyampaikan pidato kenegaraan dengan thema "Membangun Kembali Manufaktur Indonesia". Thema ini akan menjadi haluan dan panduan bagi negara dan rakyat untuk menjalani hati esok yang penuh tantangan. Membangun kembali manufaktur, juga berarti menjadi prioritas negara untuk memperbaiki fundamental ekonomi nasional. Itu juga memberikan harapan rakyat untuk perubahan yang nyata. Harapan bagi para tenaga kerja yang saat ini kena PHK atau dirumahkan. Harapan bagi para petani untuk diserap hasil produksinya oleh manufaktur pertanian. Selian itu, harapan bagi bank untuk memutar kembali kredit usaha di sektor riil yang produktif. Harapan bagi para kontraktor membangun pabrik-pabrik baru. Harapan bagi para ahli IT untuk membangun sistem-sistem dan aplikasi bagi pabrik-pabrik baru tersebut. Dengan pidato normatif presiden, yang tidak berbeda dengan pidato-pidato sebelumnya, apakah memberikan rakyat harapan baru bahwa Indonesia akan keluar dari krisis? Sekaligus juga mengubahnya menjadi peluang melakukan lompatan besar? Saya kira tidak. Jika memilih diksinya saja sudah ngawur, bagaimana dengan isinya? Hancurnya pidato kenegaraan presiden ini sebagai pertanda bahwa, ada krisis pada pemerintah dan rakyat dalam membaca harapan ke depan. Penulis adalah Direktur Eksekutif Indonesia Future Studies (INFUS).

Pak Jokowi Yang Semakin Goyah?

by M. Rizal Fadillah Jakarta FNN – Senin (17/08). Sejak pelantikan, Presiden Jokowi terus-menerus menerima pukulan. Serangan itu, baik dari pendukung Prabowo sebagai pesaing, maupun dari lingkungan internal yang kecewa, dan tak puas dalam menikmati kue kemenangan. Isu kecurangan terus digaungkan meskipun telah mendapat legalitas dari Mahkamah Konstitusi yang menolak gugatan kubu Prabowo. Agak tenang setelah memberi jabatan Menhan kepada Prabowo yang "sok ksatria". Prabowo juga sok berlaga seolah-olah demi persatuan bangsa, sehingga bersedia menjadi "pembantu" Presiden. Kekecewaan para pendukung sangat nyata sampai tidak sedikit yang menggelarinya sebagai "ayam sayur" atau "bermental kacung". Ada pula yang menyebut Prabowo sang macan telah berubah menjadi meong, bahkan cebong. Sementara yang lain menyebutnya sebagai mancan sirkus. Macan hanya untuk menjadi mainan sirkus. Tidak lebih dari itu. Dijanjikan seolah-olah Prabowo akan diberikan kewenangan yang melebihi para jendral pendukung pendukung Jokowi dari awal. Prabowo juga dijanjikan bakal diberikan jabatan Wakil Presiden menggantikan KH, Ma’ruf Amin di tahun pertama pemerintahan berjalan (FNN.co.id, senin 10 Agustus 2020). Rencana tersebut diulas dengan sangat gamblang oleh Wartawan Senior FNN, Tjahya Gunawan dan Pemerhati Politik dan Kebangsaan, Tony Rosyid, juga di Portal Berita FNN di hari yang sama. Sekarang kebijakan pemerintahan Jokowi yang oligarkhis dan otoriter mulai ditunjukkan. Diawali dengan revisi UU KPK yang meski sebagai inisiatif DPR, tapi semua tahu siapa yang berniat melumpuhkannya. Dewan Pengawas yang memiliki kewenangan besar itu berada di bawah "kendali" Presiden. Begitu juga para staf KPK yang diberi status ASN. Mahasiswa melakukan aksi dan perlawanan yang keras. Ini merupakan pukulan awal. UU Minerba, RUU Omnibus Law, serta rencana pemindahan ibukota telah menuai protes. Buruh dan elemen rakyat lainnya berunjuk rasa. Masyarakat menolak dengan keras kebijakan yang ngaco, ngawur dan amburadul tersebut. Setiap produk dari kebijakan Jokowi selalu mendulang kritik, dan protes. Diantaranya unjuk rasa masyarakat, mahasiswa dan buruh. Penolakan tersebut karena kualifikasi manajerial dan kompetensi kepemimpinan lainnya yang lemah dan "ugal-ugalan". Akibatnya, membuat kebijakan yang jauh dan tidak berpedoman pada tujuan serta cita-cita para pendiri bangsa. Padahal cita-cita dan tujuan bernegara itu dapat dibaca dengan sangat jelas di alinea ke empat pembukaan UUD 1945. Pukulan demi pukulan didaratkan kepada pemerintahan Jokowi. RUU HIP dan RUU BPIP adalah cukup telak. Pidato dengan berbaju adat yang "tak nempat" pun dipersoalkan. Terasa bagaikan sebuah karnaval anak-anak Taman Kanak-Kanak. Isi pidatonya yang menuduh agar jangan "sok agamis dan Pancasilais" melayang tak jelas. Padahal dahulu Jokowi sendiri yang menyatakan dengan lantang "Saya Pancasila". Jejak digitalnya masih ada. Pidato karnavalnya itu bicara juga soal memberantas korupsi. Orangpun tertawa terbahak-bahak mendengarkannya. Ketika optimisme digembor-gemborkan, maka rakyat tak percaya pada ramalan yang tak berbasis fakta. Beda tipis antara prediksi dengan halusinasi. Pak Jokowi sedang berhalusinasi. Pandangan myopsis dari Presiden yang diduga tertekan atau stress. Para tokoh nasional yang berhimpun dalam Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) merasa prihatin dengan kinerja buruk Pemerintahan Jokowi sebagai fenomena baru. Maklumat "Tugu Proklamasi" yang akan dibacakan menjadi "palu godam" yang dapat saja membuat Jokowi bertambah goyah. Bila saja Pak Presiden masih dapat berdiri. Namun posisi berdirinya sudah tidak ajeg lagi, tetapi malah bergerak-gerak "sempoyongan". Kalau sudah begitu, Pak Jokowi, sebaiknya Bapak mundur saja deh. Kurang baik kalau dimundurkan oleh rakyat. Kalau Pak Jokowi mundur dengan sukarela, maka rakyat pasti akan senang dan bahagia. Rakyat akan berterimakasih atas pengorbanan Bapak yang telah memberikan "kado ultah 75 tahun RI" untuk rakyat. Pekik rakyat atas turunnya Bapak..Merdeka...! Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan.

KAMI Itu Konstitusional

by Dr. Margarito Kamis, SH. M.Hum Jakarta FNN - Senin (17/08). Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), segera dideklarasikan. Kabarnya deklarasi akan dilangsungkan di Tugu Proklamasi pada tanggal 18 Agustus ini. Dilihat dari sudut ilmu konstitusi, koalisi ini merupakan gabungan dan berkumpulnya sejumlah orang yang memiliki hak yang sama untuk memperoleh kehidupan yang dijanjikan UUD 1945. Hak dan kepentingan konstitusional itulah yang diekspresikan secara terbuka. Mereka yang sebarisan dengan ini, jelas memiliki isi kepala, kecintaan terhadap Indonesia dan moralitas politik yang bening sebening hasrat para pendiri bangsa ini. Tak ada alasan untuk meragukan mereka. Juga tak ada alasan hukum sekecil apapun untuk menekan dan mengitimidasi, apalagi sampai menindas mereka. Orang Kaya Cengkeraman liberalisme, kapitalisme bahkan komunisme berbaju kapitalisme telah begitu dalam di negeri ini. Makin lama makin utuh lilitannya. Sudah sangat berbahaya sekali. Mengapa? Karena ketiga isme itu menomorsatukan kelompok orang kaya. Bahkan mereka mengendalikan negara. Inilah bahaya terbesar bangsa ini ke depan. Oligarki, korporasi dan konglomerasi dimanapun, selalu berbenteng dan berjaya dengan uangnya. Mengarahkan pembangunan negara, merencanakan hukum, ekonomi dan politik, menjadi tabiat bawaan mereka. Itu pula yang menjadi keterampilan terbaik mereka. Efek catastropik sederhananya adalah hukum tak bisa lurus. Hukum selalu miring mengikuti tiupan angin oligarki, korporasi dan konglomerasi. Untuk alasan apapun, oligarki, korporasi dan konglomerasi ini tak dapat ditandingi oleh UMKM (Usaha Menengah, Kecil dan Mikro). UMKM terlalu kecil untuk diperhitungkan. Pengusaha bermodal 2,5 juta rupiah, sekali lagi, tak masuk dalam hitungan mereka. Sekadar perbandingan, oligarkilah (bankers) yang merancang pembentukan Bank of England. Beberapa bankers, dalam kasus Amerika, yang merancang The Federal Reserve Bank sebagai bank sentral. Rockeffeler, J.P. Morgan Frank Fanderlip, Paul Warburg sekedar menyebut beberapa nama dan otaknya sebagai contoh. Administrative agency, executive agency, independent state organ atau independent state agency, regulatory body, yang ahli hukum tata negara Indonesia sombongkan sebagai hal hebat tata negara modern, sepenuhnya ciptaan kelompok kaya dan oligarkis ini. Rokceffeler berada jauh dibalik penciptaan Interstate Commerce Commission 1887 sebagai pionernya. Organisasi pemerintah jenis ini mulai diandalkan pada pemerintahan Presiden Woodrow Wilson, profesor administrasi negara dari Wisconsin University ini. Pada pemerintahannya tercipta Food Administration dan National War Labour Bord, United State on Tariff Commission dan War Industries Board. Yang terakhir ini dipimpin oleh Bernard Baruch, terkoneksi langsung pada J.P. Morgan. Sedangkan J.P. Morgan acap kali disebut American Rothschild. Dipenghujung perang dunia pertama, masih dalam pemerintahan Woodrow Wilson, dibentuk apa yang dikenal dengan Court of Internal Revenue Tax Appeal. Ini diotaki oleh Roper dan Leffingsweel. Nama yang disebut terakhir terkoneksi kuat dengan Ford Company. Lima belas tahun kemudian, organisasi sejenis mewabah. Ini terjadi pada pemerintahan Presiden Franklin Delano Rosevelt. Orang ini dikenal sebagai bankers friend. Pada pemerintahan ini, tercipta puluhan organisasi serupa. Seperti biasa, executive agency ini diotaki pendiriannya oleh oligarki, korporasi dan konglomerasi. Konstitusional Indonesia? Pembaca FNN yang budiman. Studi tata negara Indonesia terlalu miskin untuk dihormati layaknya kajian tata negara khas Amerika. Tetapi KAMI, saya percaya tahu ribuan, bahkan jutaan hektar tanah dikuasai hanya oleh beberapa orang. KAMI juga tahu isi perut bumi berupa nikel, batubara, tembaga, emas, bauksit, biji besi dan lainnya dikuasai oleh segelintir korporasi dalam negeri dan global. Perdagangan beras, gula, garam, kedele, bawang bombai, dan lainnya juga tak jauh dari cengkeraman korporasi besar. Kartel terlihat samar-samar berada di rute ini. KAMI saya percaya tahu persis persoalan itu. Dari kepingan-kepingan pernyataan eksponen KAMI, terlihat mereka mengerti pemerintah ini mengitimewakan korporasi besar. Perpu Nomor 1 tahun 2020 yang telah menjadi UU Nomor 2/2020 ini, sangat jelas bemain dan berselancar soal itu. KAMI tak mungkin tidak mengerti bangsa ini memiliki impian besar untuk berjaya di masa depan. Terlalu bodoh dan tolol bila mengangap KAMI tak mengerti rute dan cara untuk sampai ke impian tersebut, terus saja bermasalah. Performa politik dan tata kelola administrasi negara disepanjang rute ini terlalu ugal-ugalan. Parah, payah, ngaco, ngawur dan amburadul. Sialnya sistem politik, khusus pemilihan umum yang diatur dalam konstitusi, sepenuhnya menyenangklan kaum kaya ini. Pemilihan presiden model UUD 1945 hasil amandemen, sepenuhnya fungsional sebagai instrumen politik dan ekonomi orang kaya. Hanya mereka saja. Bukan UMKM, yang memiliki kesanggupan memberi sumbangan besar kepada Capres. Panorama busuk sistem pemilu ini, entah apa penyebabnya, terbukti tidak mengusik kesadaran terdalam politisi. Padahal itulah salah satu penyebab terbesar Indonesia terus bergerak keluar dari cita-cita pendiri negara yang tertuang dalam alinea keempat pembukaan UUD 1945. Ini soal besar. Sistem itu menjadi ladang tumbuhan tatanan praktis yang bersifat leviatan. Sistem ini sudah sangat menjijikan sekali. Sama menjijikannya dengan politik RUU Omnibus Cipta Kerja. Mengapa? RUU ini sepenuhnya mengadaptasikan politik liberalistik khas oligarkis, korporasi dan konglomerasi untuk meliberalisasi Indonesia. Jauh dari panggang dari api, jika disandarkan pada pasal 33 UUD 1945. Perizinan dilihat oleh oligarki, korporasi dan konglomerasi adalah barir terbesar. Ini sangat khas prilaku mereka. Ini yang diidentifikasi Amerika pada awal abad 20. Kikonsolidasikan dengan sangat sistimatis pada krisis ekoniomi besar tahun 1929-1933, dan berlanjut hingga sekarang. Mengamankan pasar dalam negeri di satu sisi, dan disisi lain memaksa negara lain membebaskan pasarnya. Harus membuka akses sepenuhnya kepada oligarki internasional itulah dasar pikiran fikirannya. Itu yang ditrafsormasik ke dalam berbagai UU, hingga tahun 2015. Undang-undang itu, antara lain, Rerciprocal Trade Act (RTA) 1933, Ajustded Trade Act (ATA) 1937, Trade Act (TA) 1963, Trade Act of 1974, dan Trade Acgreement Act (TAA) 1979, Tariff and Trade Act (TTA) 1984, Omnibus Trade and Competitivenes Act (OTCA) 1988, The Bipartisan Trade Promotion Authority Act (BPTA) 2002, dan terakhir The Bipartisan Comprehensive Trade Priorities Act (BCTPA) 2015. Semuanya sekali lagi, dengan segala argumen khasnya, difungsikan sebagai instrumen pemaksa negara lain untuk meliberaklisasi pasar domestiknya. Instrumen proteksi utama adalah izin dan tarif. Izin ini yang harus diliberalkan, setidaknya dilonggarkan selonggar longgarnya. Politik RUU Omnibus Law ini, untuk alasan apapun, jelas liberalistik. Ini politik lerviatan. Mengapa? Politik RUU ini tidak bersensi lain, selain meliberalisasi dan tatanan ekonomi dan sumberdaya alam untuk oligarki, korporasi dan konglomerasi domestic dan global. Investor China akan tertawa terbahak-bahak atas kebodohan bangsa ini. Politisi boleh saja menyodorkan bahwa panorama politik investasi (global) sebagai basis RUU itu. Tetapi pragmatisme jelas ngawur, picisan, odong-odong, kaleng-keleng dan beleng-beleng. Memang kompleks, untuk mengambil sikap politik hitam atau putih “Pancasila atau liberalistik, kapitalistik atau sosialistik”. Tetapi bukan disitu soalnya. Tidak ada negara yang tidak memproteksi dirinya. Tidak ada negara yang tidak menjadikan idiologi sebagai panduan berbangsa dan bernegara. Pemahaman seperti itulah yang harus dimengerti oleh politisi, lebih dari siapapun. Politisi harus mengerti kalau pragmatisme bisa diambil. Tetapi politisi juga harus diingatkan pragmatism harus diadaptasikan dengan batasan-batasan idilogis dan cita-cita nasional. Dimanapun dalam semua sistem politik, pragmatisme itu harus diadaptasikan pada klaim idiologis negara. Pada tujuan dan cita-cita bernegara. KAMI terlihat sangat bening mengenalnya. Konstitusional sekali mereka. Kabarnya mreka akan menyampaikan pikiran-pikiran orisinilnya itu ke DPR, DPD dan MPR. Itu bagus, konstitusional dan hebat. Karena diusia kemerdekaan yang ke-75, warga negara mengingatkan pemegang kekuasaan formal adanya kekeliruan dalam rute dan cara bangsa ini memburu mimpinya. Penulis adalah Pengajar HTN Univeristas Khairun Ternate.

Ekonomi Indonesia Kuartal II-2020 Minus -25%

by Anthony Budiawan Jakarta FNN – Ahad (16/08). Pertumbuhan Kuartal I-2020 Lebih Buruk dari Jepang. Judul tulisan ini bukan fitnah. Bukan Hoaks. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2020 (Q2/2020) minus -25%, dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, Quarter-on-Quarter (QoQ) yang disetahunkan. Judul tulisan ini mengimbangi berita yang dimuat banyak di media massa Indonesia tentang pertumbuhan ekonomi dunia di masa resesi. Kompas.com pada 31 Juli menurunkan berita: Ekonomi AS Minus 32,9 Persen pada Kuartal II-2020, Terburuk sejak 1921: https://money.kompas.com/read/2020/07/31/084125926/ekonomi-as-minus-329-persen-pada-kuartal-ii-2020-terburuk-sejak-1921?page=all Bisnis.com juga menurunkan berita serupa: Ekonomi AS Terkoreksi 32,9 Persen, Penurunan Tertajam Sejak 1947: https://ekonomi.bisnis.com/read/20200730/9/1273344/ekonomi-as-terkoreksi-329-persen-penurunan-tertajam-sejak-1947 Dan banyak media online lainnya yang menurunkan berita dengan isi sejenis seperti republika.co.id, inews.id, tempo.co, cnnindonesia.com, cnbcindonesia.com dan banyak lagi. Inti isi berita tersebut adalah ekonomi AS turun 32,9 persen pada kuartal II-2020. Selain itu, banyak media massa Indonesia juga menurunkan berita ekonomi Singapore turun 42,9 persen pada kuartal II-2020. Pada 11 Agustus 2020, cnnindonesia.com menurunkan berita dengan judul Resesi Singapura, Ekonomi Minus 42,9 persen pada Kuartal II: https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200811131634-532-534460/resesi-singapura-ekonomi-minus-429-persen-pada-kuartal-ii Dan kompas.com menurunkan berita Singapura Resesi, Ekonomi Kuartal II Minus 42,9 Persen Dibandingkan Sebelumnya : https://money.kompas.com/read/2020/08/11/090100126/singapura-resesi-ekonomi-kuartal-ii-minus-42-9-persen-dibandingkan-sebelumnya. Dan banyak media lainnya juga menurunkan berita sejenis. Apakah berita tersebut benar? Apakah ekonomi AS dan Singapore turun 32,9% dan 42,9%? Yang jelas, isi berita tersebut kurang tepat. Setidak-tidaknya penjelasannya tidak lengkap. Banyak kekurangan. sehingga pengertian dan substansi isi berita melenceng. Nampaknya, media yang mengutip berita luar negeri tersebut tidak menyimak isi berita dengan baik. Mungkin karena kurang paham masalah ekonomi, sehingga asal muat saja. Tetapi, akibatnya fatal. Karena data tersebut juga dikutip dan menjadi rujukan banyak pihak, termasuk pejabat. Para pejabat yang mengutip juga tidak paham soal apa yang dibicarakan, sehingga sempurnalah kekisruhan data ekonomi tersebut. Interpretasi yang benar adalah, pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) dan Singapore pada Q2/2020 masing-masing turun (minus) -9,5% dan -13,1 persen dibandingkan kuartal sebelumnya (Q1/2020), atau Quarter-on-Quarter (QoQ), setelah dikoreksi faktor musiman (seasonally adjusted). Pertumbuhan ekonomi AS pada Q2/2020 yang sebesar -9,5% ini, kalau disetahunkan (annualized), menjadi minus -32,9%. Maksudnya, kalau ekonomi AS pada tiga kuartal berikutnya juga tumbuh dengan minus -9,5%, maka pertumbuhan setahun ke depan akan menjadi -32,9% (compound). Hitungannya, (1+pertumbuhan) dipangkatkan 4 dikurangi 1: (1+(-9.5%)) ^ 4 -1. Sebagai ilustrasi, kalau pada awal periode, anda ada uang Rp 100, dan setiap kuartal berikutnya turun -9,5%, maka pada Q1 uang anda menjadi Rp 90,5 (berkurang 9,5%), pada Q2 menjadi Rp 81,9 {(100%-9,5%) x Rp 90,5}, pada Q3 menjadi Rp 74,1 dan pada Q4 menjadi Rp 67,1, atau 67,1% dari Rp 100. Artinya turun Rp 32,9 atau 32,9% dari Rp 100. Dengan demikian, berdasarkan perhitungan yang disetahunkan, annualized, ekonomi AS dan Singapore masing-masing terkontraksi minus -32,9% dan -42,9%. Berdasarkan perhitungan ini, maka ekonomi Indonesia pada Q2/2020 anjlok minus -25% (QoQ, SA, annualized), karena pada Q2/2020 ekonomi Indonesia minus -6,9%, QoQ-SA. Bagaimana dengan Q1/2020? Ekonomi Indonesia pada Q1/2020 minus 0,69% (QoQ-SA). Sedangkan ekonomi Jepang pada Q1/2020 minus 0,56% (QoQ-SA). Jadi, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Q1/2020 sebenarnya lebih buruk dari Jepang, secara QoQ-SA. Semoga untuk ke depannya, media massa dapat menurunkan berita ekonomi secara lebih cermat. Para wartawan dan editor diharapkan mencerna sungguh-sungguh berita yang dikutip dari luar negeri, agar tidak menyesatkan publik. Dapat memberi informasi yang tepat kepada para pejabat serta pengguna data. Berikut ini adalah contoh berita yang memberi informasi secara lebih cermat dan benar: U.S. Economy Shrinks at 32.9% Annualized Pace: https://www.treasuryandrisk.com/2020/07/30/u-s-economy-shrinks-at-32-9-annualized-pace/?slreturn=20200715022946 Penulis adalah Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS)

KAMI Sebagai Jembatan Aspirasi Rakyat

by M Rizal Fadillah Jakarta FNN – Ahad (16/08). Pembentukan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) mendapat respon bagus di kalangan masyarakat. Ada harapan yang digantungkan masyarakat kepada koalisi tokoh-tokoh oposisi yang tergabung dalam KAMI tersebut. Masyarakat tidak bisa berharap banyak dari rezim yang sedang berkuasa sekarang. Dasar terbetuknya KAMI penyelamatan bangsa. Untuk menolong negara yang akan tenggelam akibat salah kelola dari para penyelenggara negara. Sebab di era Pemerintahan Jokowi, tercatat kondisi bangsa parah hampir di segala bidang, baik ekonomi, politik, budaya, maupun agama. Sulit untuk menyebut adanya prestasi dari kinerja yang baik dari kepemimpinan di pemerintahan Jokowi. Pandemi covid sebagai musibahpun masih dijadikan lahan untuk menggerus uang negara. Melalui pembentukan sejumlah peraturan perundang-undangan yang berbau rekayasa. Tujuanya untuk menolong korporasi dan oligarkis licik, picik, tamak dan culas yang sudah bangkrut sebelum datangnya Pendemi covid. KAMI nampaknya bukan untuk "kami" tetapi untuk kita semua. Untuk bangsa dan negara. Untuk menyelamatkan Indonesia dari kebangkrutan yang lebih parah. Kita sebagai rakyat sekarang ini merasa tersumbat aspirasi oleh hegemoni korporasi, oligarkhi, atau tirani kekuasaan. Tata kelola kekuasaan yang dikendalikan oleh korporasi dan konglomerasi semata. Para tokoh yang berhimpun dalam koalisi, sebagian besar diantaranya adalah para senior yang berkategori "sudah selesai dengan urusan dirinya". Artinya, mereka itu memiliki spirit pengabdian penuh dan tinggi. Mereka mengkontribusikan sisa usia bagi kemashlahatan rakyat, bangsa, dan negara. Mereka berikhtiar untuk suatu perubahan ke arah yang lebih baik. Namun kekuatan infrastruktur politik juga tentu menentukan. Di saat partai politik terkooptasi oleh kekuasaan kapitalistik, korporasi dan konglomerasi, kelompok penekan tersandera oleh kekuatan represif, dan media yang menderita sesak nafas akut. Keberadaan tokoh politik (political figure) yang berhimpun di dalam KAMI untuk menyuarakan aspirasi rakyat menjadi sangat penting. Sangat dibutuhkan saat ini. Sebagai wujud dari gerakan moral politik yang aspiratif. Moral politik yang perduli terhadap kemiskinan rakyat. Moral politik yang perduli terhadap pengangguran dan pemutusan hubungan kerja (PHK). KAMI adalah koalisi masyarakat sivil (sivil society) yang resah dan perduli dengan petumbuhan ekonomi yang minus -10,34% bila dihitung dari awal Januari 2020. Koalisi civil society yang resah melihat pelanggaran terhadap konsitusi negara di depan mata. Contohnya nyata adalah dihilangkannya hak budgeting DPR untuk mengawasi APBN selama tiga tahun. Aspirasi publik bergaung untuk keyakinan bahwa menyelamatkan negeri harus dimulai dengan dialog dinatara anak-anak bangsa. Kebenaran bukan hanya milik penguasa. Dialog agar muncul kesadaran bahwa Presiden sebaiknya mundur dari jabatannya. Mundur sebagai bentuk kesasdaran untuk menyelamatkan bangsa dari krisisi multi demensi. Dengan adanya kepemimpinan bangsa baru, maka langkah dan upaya pembenahan dilakukan. Bisa bembangun kembali kepercayaan rakyat kepada bangsa dan negara. Mebangun kembali harapan dan cita-cita tujuan bernegara sebagaimana diamanatkan dalam alinea ke emapat Pembukaan UUD 1945. Mungkin dilakukan secara segmenter atau elementer. Seluruhnya berbasis Ideologi dan Konstitusi. KAMI adalah fenomena tersendiri. Wadah silaturahmi untuk menyelamatkan negeri. Kiprahnya dinanti oleh rakyat yang semakin terhimpit dan tereliminasi di negerinya sendiri. Koalisi aksi. Bukan sekedar basa-basi politik. Tetapi merealisasikan tugas, perintah dan amanat Proklamasi. "Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia. Hal hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain dilaksanakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya". Dua spirit Proklamasi, yaitu merdeka dari penjajahan dan pemindahan kekuasaan harus dilakukan secara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. KAMI adalah koalisi cerdas, berani, dan berdaya guna. Berjuang demi kebaikan bangsa dan negara. Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan.

Pidato Kenegaraan Jokowi, Harapan Hampa

by Ubadilah Badrun Jakarta FNN – Sabtu (15/08). Pidato Kenegaraan Jokowi seperti harapan hampa. Diantara ciri harapan hampa adalah pidato yang melangit, tapi lupa terhadap pijakan di bumi. Menghayal atau mimpi. Bermimpi bahwa Indonesia dalam beberapa bulan kedepan akan pulih, dan ekonomi tumbuh diatas 4 persen adalah harapan hampa. Tidak realistis. Jokowi lupa kalau kakinya ada di Solo. Lupa menginjakan kaki di bumi bahwa saat ini angka pertumbuhan ekonomi Indonesia minus lebih dari 5 %. Kalau lupa, sebaiknya Jokowi tengoklah rakyat miskin dan pengangguran di Solo, di Jawa, di Jakarta, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Ambon, Bali, Lombok, hingga Papua. Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) pada maret 2020 menyebutkan, penduduk miskin mengalami kenaikan menjadi 26,42 juta orang. Agustus ini tentu saja akan terus mengalami kenaikan. Sebab tidak ada tanda-tanda perbaikan ekonomi yang memberi harapan. Perumpamaan ekonomi saat ini sedang hang. Seperti perangkat komputer harus di re-start atau di re-booting ualng. Itu juga perumpamaan yang keliru. Sebab sama sekali tidak tepat, karena krisis ekonomi saat ini bukan sekedar diselesaikan dengan pencet tombol untuk re-start atau re-booting, tetapi kerusakanya ada pada sistem dan tata kelolanya yang kacau dan amburadul. Tidak terlihat tata kelola yang baik dan benar. Tata kelola itu hanya bisa berjalan dengan baik, jika ada pemimpin yang mampu memanajnya dengan baik. Secara sederhana berarti ada persoalan pada sistem yang keliru. Tragisya, kekeliruan tersebut sebagai akibat persoalan kepemimpinan. Jadi perumpamaan yang tepat adalah saat ini sistem komputer sedang rusak parah. Sementara operatornya gagal memahami kerusakannya. Tidak juga memehami sistem yang bekerja pada komputer. Operatornya menjadi bingung sana-sini. Akibatnya, tidak tau bagaimana cara untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi pada komputer. Bisanya hanya menyalahkan lingkungan sekitar. Padahal permasalahan utama adalah operator yang gagal faham. Akibat gagal faham, maka tidak bisa menerapkan tata kelola pemerintahan yang baik dan benar. Peraturan dibuat saling bertabrakan antara satu dengan yang lain. Undang-undang bertabrakan dengan konstitusi. Hilangnya hak budgeting DPR sebagai salah satu contoh paling sederhana. Belom lagi peraturan-peraturan lain yang dibawahnya. Pidato kenegaraan Jokowi juga berlebihan. Tidak realistis terhadap kenyataan yang dialami masyarakat. Membangga-banggakan diri bahwa Indonesia sudah termasuk negara dengan kategori middle income country. Padahal sekarang ini ekonomi kita terpuruk dengan angka pertumbuhan minus 5 persen lebih. Dalam pidato kenegaraan yang hampa itu, Jokowi sengaja tidak menjelaskan bahwa status middle income country yang diberikan World Bank tersebut, didasari atas perhitungan Gross National Income (GNI) per capita Indonesia tahun 2019 lalu. Bukan pada GNI tahun 2020, dimana ekonomi Indonesia saat ini sedang terpuruk. Peernyataan Jokowi tentang tentang middle income country atas perhitungan GNI tahun 2019 tersebut, sama saja seperti Soeharto pidato tahun 1998 silam. Ketika itu Soeharto bercerita bla-bla tentang ekonomi Indonesia yang tumbuh sebesari 8,46%, namun tanpa menjelaskan perhitungan dan pertumbuhan ekonomi tahun 1997. Tapi Soeharto tidak hanya bisa berpidato seperti itu saja. Soeharto bersikap legowo dan kesatria. Seoharto mengerti betul sopan-santun bernegara dalam keadaan krisis. Sehingga Soeharto dengan berjiwa besar, rela mundur dari kursi Presiden. Sikap kesatria Soeharto inilah yang diharapkan muncul dari Jokowi. Penulis adalah Pengajar di Universitas Negeri Jakarta.

Pengacara Bajingan

by Zainal Bintang Jakarta FNN – Sabtu (15/08). Hari ini di Indonesia, di Jakarta dan di ibukota republik tiga perwira tinggi polri, PU, NB dan NSW, pengacara ADK serta seorang Jaksa PSM, rontok. Mereka dijebloskan ke dalam tahanan. Terseret kasus penyuapan dan pemalsuan dokumen untuk buronan Djoko Tjandro, tersangka kasus cessie Bank Bali. Buronan sebelas tahun lalu itu, diringkus sehari sebelum Hari Raya Idul Adha (30/07). Bertepatan malam takbiran menyambut hari raya Idul Qurban, dimana umat Islam diwajibkan menyembelih hewan kurban. Djoko Tjandara diringkus oleh Pilisi Diraja Malaysia (PDRM). Kemudian diserahkan kepada tim Polri di salah satu Kantor Polisi atau Bandara di Malaysia. Memperingati ulang tahun proklamasi kemerdekaan yang ketujuh puluh lima, bangsa ini dilanda duka dan luka yang dalam. Terkoyak oleh penangkapan pejabat penegak hukum yang terjerumus ke dalam lembah kenistaan pelanggaran hukum. Lantas, pada saat ulang tahun bangsa ini, hadiah dan tanda kesyukuran apakah yang akan diberikan kepadanya? Noda hitam penyuapan dan penyalahgunaan jabatan yang melanggar sumpah sangat memukul hati dan melukai perasaan rakyat sebagai bangsa yang beradab. Kasus Djoko Tjandra yang menghebohkan itu mendorong saya membaca ulang novel yang berjudul “Rogue Lawyer” atau “Pengacara Bajingan” karya John Grisham. Novelis, kelahiran Jonesboro, Arkansas, AS, 8 Februari 1955. Novel itu dirilis Oktober 2015 di Amerika. Di Indonesia, novel berjudul “Pengacara Bajingan” sudah diterjemahkan dan diterbitkan grup penerbit Gramedia (2017). Sang novelis itu mantan politikus dan pensiunan pengacara Amerika Serikat. Dia dikenal sebagai penulis novel bertema hukum. Telah melahirkan puluhan novel, yang semuanya boleh dikata best seller di seantero dunia. Novel “Pengacara Bajingan” menceritakan tentang pengacara jalanan yang bernama Sebastian Rudd. Tidak punya kantor tetap. Bekerja sesuai dengan waktunya. Kegiatannya berlangsung di dalam mobil van kargo besar merk Ford yang dilengkapi oleh jendela anti peluru. Ada Wi-Fi. Kulkas kecil. Bar untuk minuman keras. Kasur dan perlengkapan senjata lainnya. Selain itu, Sebastian Rudd juga tidak memiliki perusahaan, mitra kerja, karyawan maupun petugas lainnya. Hanya sendirian tinggal di sebuah apartemen kecil. Sehari-hari didampingi seorang yang disebut partner penunjukan Negara Bagian. Grisham memulai ceritanya dengan mengatakan : Namaku Sebastian Rudd. Meskipun aku pengacara jalanan terkenal, kau tak akan melihat namaku di papan iklan, di bangku-bangku halte bus atau meneriakimu dari buku telepon. Aku tak sudi mengeluarkan uang untuk dilihat orang di TV, meskipun sering menjadi berita di TV. Namaku tak ada di buku-buku telepon. Aku juga tak punya kantor konvensional. Secara resmi aku membawa pistol. Soalnya nama dan wajahku cenderung menarik perhatian orang-orang yang juga membawa senjata dan tidak keberatan menggunakannya. Sebastian juga membenci asosiasi pengacara. Gemar memberi bocoran kepada wartawan secara cuma-cuma. Grisham menjelaskan pada sebuah wawancara, kisahnya bukan terinspirasi dari pengalaman pribadi. "Aku diam-diam mengagumi pengacara yang memiliki sedikit waktu di kantor, dibandingkan mereka yang bertempur di depan juri atau klien". Diapun tidak pernah menawarkan diri mengambil kasus pria yang akan dihukum mati. Memiliki profesi sebagai pengacara selama sepuluh tahun membuatnya benar-benar ingin menjadi pengacara nakal. Sebagai anggota Badan Pembuat Undang-Undang di Mississippi, Grisham memiliki pengetahuan yang luas mengenai lika-liku “lorong gelap” permainan hukum di Amerika. Hal itu sangat membantunya menciptakan karakter setiap tokoh dalam banyak novel yang bertema hukum. Dia kenyang dengan permainan intrik dan berbagai kebusukan. Termasuk penjungkirbalikan kejahatan menjadi kebenaran. Grisham tidak segan-segan mengkritik sistem hukum di negaranya. Hal ini dapat ditemui dalam novelnya yang mengecam sikap seorang jaksa yang menutup mata dan hatinya terhadap kebenaran, meskipun sesungguhnya adalah fakta. “Sistem yang gila dan sangat tidak adil. Saksi-saksi yang dipersiapkan pihak kejaksaan yang bersaksi untuk Negara Bagian ditutup-tutupi dengan legitimasi, seolah-olah mereka disucikan oleh otoritas”. Grisham melalui Sebastian Rudd berucap, “Polisi, ahli, bahkan informan yang dimandikan dan dibersihkan dan disuruh memakai pakaian rapi, semua bersaksi dan berbohong dalam upaya terkordinasi untuk mengkesekusi klienku. Tapi saksi-saksi yang tahu kebenarannya, dan memberitahu yang sebenarnya, langsung diabaikan dan dibuat agar terlihat bodoh”. Dengan nada lirih Rudd mengatakan, “seperti banyak sidang lain, ini bukan demi kebenaran, melainkan kemenangan”. Mayoritas klien yang ditangani oleh Rudd adalah para kriminal di kotanya yang kecil. Dan mayoritas berumur rata-rata dibawah duapuluh tahun. Bahkan ada yang baru berumur dua belas tahun. Dan di dalam memperjuangkan penyelamatan klien kecilnya, Rudd benar-benar berjibaku menggunakan semua instink, ketajaman feeling dan juga sering berupa nasib baik. Melalui tokoh “ciptaannya” yang bernama Sebastian Rudd, Grisham memiliki pijakan yang kuat membuka kebobrokan sistem hukum di negaranya. Rudd menjelaskan kasusnya dengan menuliskan, “aku sedang membela pemuda putus sekolah delapan belas tahun yang menderita kerusakan otak, dan dituduh membunuh dua gadis kecil dalam salah satu kejahatan paling keji yang pernah kutemui”. Ruud mengakui, “pekerjaanku berlapis-lapis dan rumit. Aku dibayar oleh Negara Bagian untuk penyediaan pembelaan kelas satu bagi seorang terdakwa pembunuhan. Ini mengharuskanku berupaya mati-matian di ruang sidang tempat tak seorangpun mendengarkan. Gardy sudah dianggap bersalah pada hari dia ditangkap, dan sidangnya hanya formalitas”. Yang menarik dari karya-karyanya yang bertemakan hukum, Grisham selalu memadukan duet pengacara dengan wartawan. Pemberitaan media yang kredibel yang mewakili luka hati masyarakat akibat merebaknya praktik “mafia” hukum, diyakininya masih dapat menjadi rem tangan kelajuan praktik pagar makan tanaman yang dilakukan aparat penegak hukum. Namun demikian, ada yang membedakan posisi Sebastian Rudd sebagai pengacara bajingan dengan pengacara salon. Rudd hanya menangani klien-klien manusia terbuang yang tidak punya status sosial dan eknomi yang jelas. Dianalogikan sebagai “bajingan” yang ongkos persidangannya ditanggung oleh negara. Dengan menggunakan kehidupan liar, para “bajingan” tersebut sebagai latar belakang novelnya, Grisham menemukan ruang terbuka untuk membeberkan secara dramatis berbagai ketimpangan, kecurangan dan praktik kongkalikong pejabat hukum, justru oleh mereka hukum itu dikoyak-koyak. Novel kedua Grisham berjudul The Firm adalah yang pertama dibikin film, dengan judul yang sama dibintangi oleh Tom Cruise. Film ini menjadi salah satu film box office di tahun 1993. Kisah keluarga Joey Morolto Mafia Chicago. Mitra perusahaan hukum tempat Mitch (Tom Cruise) bekerja serta sebagian besar rekan, semua terlibat dalam skema penipuan pajak dan pencucian uang besar-besaran yang bermarkas di Cayman Island yang dikenal dengan Tax Haven Island (Pulau Surga Pajak). Novel Grisham yang lain yang sukses ketika diangkat ke layar lebar (1994) adalah The Pelican Brief (Catatan Kasus Pelikan), dibintangi Julia Roberts dan Denzel Whasington yang berperan sebagai wartawan. Berkisah tentang keuletan seorang mahasiswi fakultas hukum bersama sang wartawan membongkar kebusukan kolusi politisi dan pengusaha. Bahkan ada benang merah yang menghubungkan kasus ini dengan presiden dan seorang pengusaha kaya kerabat Istana. Ketika digalakkan kampanye Tax Amnesty (pengampunan pajak) di Indonesia (2016 – 2017), pemerintah permah menyebut dan tersebar di media, bahwa ada sejumlah pengusaha kakap Indonesia menyimpan uangnya di Tax Haven Island dalam jumlah fantastis Rp. 11 ribu triliun. Seperti biasa, sebuah pesan masuk di WhatsApp. Mempersoalkan sampai dimana implementasinya di Indonesia motto dunia hukum yang berbunyi : “Fiat Justitia Ruat Caelum”, (Hendaklah Keadilan Ditegakkan, Walaupun Langit Akan Runtuh), sebagaimna diucapkan Lucius Calpurnius Piso Caesoninus (43 SM). Di bawah bayang-bayang hitam kasus brutal Djoko Tjandra. Di langit Indonesia saat ini mendung gelap bergelantungan. Di tengah nafas kemerdekaan yang terasa menyesakkan dada, saya hampir saja tidak sanggup membaca pesan yang lain via WhatsApp : “Selamat Menyambut HUT Kemerdekaan RI 17 – 08 – 45 yang ke – 75. Dirgahayu Bangsa Indonesia”. Penulis dalah Wartawan Senior dan Pemerhati Masalah Sosial Budaya.

Tak Lama Lagi Jokowi Akan Ditinggal Sendiri

by Asyari Usman Jakarta FNN - Sabtu (15/8/). Inilah ‘the moment of truth’ untuk melihat jati diri para konglomerat yang selama ini menikmati kekuasaan Presiden Jokowi. Diperkirakan ‘crash landing’ akan terjadi. Kondisi perekonomian sudah sangat menyeramkan. Pertumbuhan minus 8% atau bahkan minus 10% bisa terjadi dalam waktu dekat. Yang jelas, pertumbuhan -5% sedang berproses menuju minus level berikutnya. Para konglomerat pastilah sudah menyiapkan ‘escape route’ (rute pelarian) mereka. Pasti pula sudah disiapkan destinasi yang menyenangkan mereka. Dan tidak mungkin mereka akan pergi tanpa persiapan finansial dan kelanjutan bisnis mereka di tempat lain itu. Apakah para pengusaha besar akan memikirkan para penguasa yang selama ini membantu mereka? Apakah mereka akan memikirkan Jokowi yang bakal menghadapi krisis besar perekonomian? Apakah mereka akan memikirkan rakyat jelata? Saat-saat “siapa teman sejati, sehidup semati” akan terkuak sebentar lagi. Jokowi akan merasakan itu. The moment of truth akan membentang dengan sendirinya. Jika dilihat dari perangai rakus para pengusaha besar, kecil kemungkinan mereka akan perduli terhadap krisis yang bakal terjadi. Hubungan erat mereka dengan para penguasa, tidak akan menggugah mereka. Semua akan menyelamatkan diri sendiri lebih dulu. Menyelamatkan kekayaan. Menyelamatkan keluarga dan bisnis mereka. Berharapkah Anda pada orang-orang yang tidak merasa sebagai bagian dari bangsa dan negara ini? Jika Anda berharap, berarti Anda sedang bermimpi indah. Anda berhayal. Berhayal kalau-kalau kebijakan yang selama ini sangat memihak mereka, akan membuat mereka terpanggil untuk sehidup semati menghadapi krisis. Yang bukan hayalan adalah rakyat Indonesia akan berjuang sendiri. Saling menolong antara sesama. Antara rakyat Indonesia sejati dengan kepribadian asli anak negeri. Antara sesama rakyat yang berhati, pastilah akan saling perduli. Saling berbagi. Ketimbang mengharapkan para pengusaha besar dan konglomerat rakus akan berjuang bersama-sama mengatasi dan melewati krisis, jauh lebih baik kalau Anda menjadi ‘pungguk yang merindukan Bulan’. Atau, lebih bagus jika Anda meletakkan ‘panggang jauh dari api’. Boleh jadi kerinduan pungguk pada Bulan akan lebih realistis ketimbang menghayalkan para pengusaha besar berjibaku menghadapi krisis. Dan menunggu panggang jauh dari api mugkin lebih menjajikan ketimbang berharap para konglomerat perduli terhadap rakyat yang dicekik krisis itu. Para pengusaha besar dan konglomerat rakus pasti akan memakai filosofi asap. Asap tidak pernah menunggui kebakaran yang berkecamuk. Asap cepat-cepat meninggalkan lokasi, terbang menjulang. Dalam konteks ini, para pengusaha dengan akumulasi duit super besar pasti akan langsung terbang bersama kekayaan moneternya begitu api krisis makin membesar. Dan, ingat, krisis besar itu sudah di depan mata. Para pemilik “uang tak berseri” akan mengangkasa. Itu artinya, tak lama lagi Jokowi akan ditinggal sendiri. Karena itu, mulai sekarang rakyat perlu senantiasa waspada. Rakyat harus antisipatif. Kaoalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) sudah benar dalam menyampaikan thesis mereka tentang keadaan suram dan seram yang bakal terjadi. Sudah benar tekad mereka untuk berjuang agar rakyat sedapat mungkin tidak terhempas terlalu keras. Dan agar navigasi arah bangsa dan negara tidak dirampas oleh kelompok bandit domestik atau internasional. KAMI sudah melihat proyeksi kemiskinan dan pemiskinan yang mengerikan akibat krisis ekonomi. Dan kehancuran ekonomi itu bisa berkembangan menjadi krisis jamak-dimensi (multi-dimensional). Tidak banyak waktu untuk disia-siakan. Kita berharap agar Presiden Jokowi fokus menghadapi kemungkinan yang sangat membahayakan. Indonesia masih bergelut di ruang yang samar-samar dalam penanganan wabah Covid-19. Memberikan perhatian serius ke urusan pilkada keluarga, termasuk menyia-nyiakan waktu. Presiden harus mampu memberikan arahan atau “lead” kepada tim kabinet. Jangan sampai terbalik membaca “lead” menjadi “deal”. Kita semua sedang terancam. Penuslis adalah Wartawan Senior FNN.co.id

Sebentar Lagi Jokowi Rontok

by M. Rizal Fadillah Jakarta FNN – Sabtu (15/08). Semangat perubahan di kalangan rakyat, sejauh ini terlihat sudah mulai merata. Keberanian untuk menyatakan bahwa pemerintahan ini lemah, otoriter, gagal, bahkan bobrok sudah tumbuh. Gumpalan perlawanan politik secara politik juga mulai terbentuk. Merata hampir para semua kelompok masyarakat. Seruan agar Jokowi mundur akan terus bergaung. Pemerintahan Jokowi bakal kesulitan untuk bertahan, karena jika rakyat sudah berteriak mundur, maka tak akan ada kekuatan yang mampu untuk meredam. Semua pendukung termasuk elit kekuasaan akan berlompatan sana-sini untuk menyelamatkan diri masing-masing. Mencari sekoci sendiri-sendiri, yang bersama “sekoci keselamatan”. Lahirnya Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) akan menjadi "trigger" perubahan tersebut. Kumpulan tokoh yang bersatu menyerukan kebenaran dan keadilan akan menumbuhkan kepercayaan rakyat. Akan tumbuh kekuatan cifil society untuk membebaskan diri dari belenggu ketidakberdayaan dan keterpinggiran. Ada harapan baru yang dapat digantungkan. Kebersamaan dan konsolidasi kekuatan yang efektif dan efisien mulai terbentuk. Hampir merata di seluruh Indonesia. Bahkan ada yang di luar negeri, termasuk beberapa negara Eropa dan Skandinavia. Momentum perubahan tersebut akan segera datang. Dari aspek spiritualitas itu dinamakan "ajal telah tiba" sebagaimana Qur'an mengingatkan "idzaa jaa-a ajaluhum laa yasta'khiruuna saa'atan wa laa yastaqdimuun"---Jika momen telah tiba, maka tak ada yang mampu mempercepat atau mengundurkan (QS Al Al'raf 34). Pesan inilah yang dalam bahasa konstitusi terkenal dalam penggalan kalimat "Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa" yang kemudian menyebabkan "rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya". Kemerdekaan yang diperjuangkan dari tangan pemerintahan yang tidak melaksanakan amanah dan perintah konstitusi. Pemerintahan yang tidak melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia. Namun melindungi kepentingan bangsa lain. Tidak memajukan kesejahteraan umum. Namun memajukan kesejahteraan bangsa lain. Juga tidak mencedaskan kehidupan bangsa. Namun mencerdaskan kehidupan bangsa lain. Seorang Jokowi sebagaimana penguasa-penguasa lainnya, akan gentar jika teriakan terus menggema. Konsekuensi pilihan hanya dua, yaitu mempertahankan singgasana dengan segala cara melalui pengerahan kekuatan represif atau menyerah dan mengalah demi keselamatan bersama. Keselamatan seluruh rakyat negeri ini. Tentu saja pilihan kedua adalah yang lebih arif dan bijaksana. Langkah dan keputusan untuk mengundurkan dirim walau dengan terpaksa itu lebih baik dan berkekals. Bakal dikenang sepanjang masa sebagai bapak bangsa. Mengutamakan kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan kelompok. Pukulan telah dilancarkan berulang-ulang, baik "jab-jab" maupun "hook". Terutama diarahkan kepada kebijakannya yang elitis tidak populis. Ketika populis pun ternyata bermotif pencitaan. Tinggal menunggu langkah "blunder" yang emosional, agar rakyat melepaskan pukulan "upper cut" yang menggoyahkan. TKO atau KO. Jokowi pun rontok dan rakyat bernafas lega. Selanjutnya merencanakan pemulihan untuk masa depan yang lebih baik. Tanggal 17 Agustus nanti adalah hari kemerdekaan kita. Tanggal 18 Agustus adalah hari kelahiran ideologi dan konstitusi kita. Mari bersama-sama menyelamatkan Indonesia. Jangan biarkan rakyat dijajah oleh pemimpin dari bangsanya sendiri. Allahu Akbar-Allahu Akbar. Merdeka ! Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan.

Pemerintahan Jokowi Sudah Terlilit Resesi

by Dr. Margarito Kamis, SH.M.Hum Jakarta FNN – Sabtu (15/08). Indonesia sedang terlilit resesi ekonomi? Para ekonom masih terus berbeda pendapat soal ini. Terlepas dari itu, satu hal pasti resesi ekonomi tidak dapat disamakan dengan depresi, apalagi great depression. Itu jelas. Skala kerusakan yang dibawanya tidak sedahsyat kerusakan yang dibawa great depression. Itu juga jelas. Masalahnya resesi ekonomi itu merupakan wujud dari salah urus di pemerintahan. Indonesia memiliki sejarah tentang itu. Performa pemerintahanlah yang memicu resesi ekonomi. Dan perpaduan keduanya justru menenggelamkan pemerintah yang sedang berkuasa. Resesi Pemerintahan Tepat dititik itulah masalah yang sedang melilit Indonesia saat ini? Tindakan-tindakan pemerintahan yang telah diambil sejauh ini, terlihat memperbesar spektrum masalah. Bukan menyelesaikan masalah. Dinamikan masalah itu terus membesar sejauh ini. Tidak mau mendeklarasikan negara berada dalam “keadaan darurat Kesehatan” nyatanya malah menghasilkan masalah baru. Memberlakukan PSBB, dengan asumsi ekonomi dapat terus bergerak positif, nyatanya malah negatif dalam banyak aspek. Salah dan salah lagi. Corona menggila dan menyebar hampir ke seluruh Indonesia. Kenyataan ini direspon dengn cara, bukan karantina wilayah, tetapi pembatasan pergerakan orang. Nyatanya corona malah menggila, dan ekonomi terpukul sangat fatal. Uang susah, PHK dimana-mana, produksi dan distribusi barang kelimpungan. Negara harus dapat memberi kepastian bahwa rakyatnya tetap bisa makan. Sialnya kas negara ternyata tak sehebat yang digambarkan pemerintah. Kenyataan itu memaksa Presiden Jokowi menggunakan senjata tata negara daruratnya. Terbitlah Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2020, yang judulnya kelewat panjang itu. Berambisi menggunakan Perpu membereskan masalah keuangan, tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Bukan hanya uang semakiin sulit tersedia, tetapi juga muncul masalah baru yang jauh lebih mendasar. Perpu ini mencincang dan memberangus habis kewenangan hak budgeting DPR, dan mengonslidasi diskriminasi. Tetapi apapun itu, Presiden harus terus bergerak dalam citarasa negara kesejahteraan. Tidak boleh salah. Entah berapa triliun digelontorkan untuk bantuan sosial. Sialnya bantuan ini berbentuk barang, bukan duit. Ada pengelolanya. Adakah margin pada setiap pembelian barang? Itulah persoalnya. Tak berhenti disitu. Dua puluh tirliun rupiah dialokasikan pemerintah untuk menangani derita kredit Usaha Kemengah Kecil dan Mikro (UMKM). Mirip Bansos, alokasi ini dilakukan melalui Bank BUMN. Kalau UMKM itu punya utang di Bank, apa bank tidak memotong jatah jatah yang harus diterima UMKM? Itu juga soal lain. Tertolongkah UMKM? Rasanya yang lebih tertolong adalan bank kreditor dan korporasi besar yang punya bank. Belakangan muncul kebijakan bnaru. Pemerintah memberi subsidi tunai sebesar Rp. 600,- kepada pekerja swasta bergaji dibawah lima juta. Hebatkah itu? Tunggu dulu. Mengapa? Kebijakan itu dapat tafsir sebagai pemerintah mengambil alih tanggung jawab korporasi. Ini sisi buruk negara kesejahteraan khas liberal. Pemerintah menolong korporasi, tetapi agar tak terlihat persis seperti itu, maka alokasinya langsung diberikan kepada pekerja. Korporasi terus berjaya. Relaksasi kredit dan perpanjangan masa klaim restitusi pajak, dan perlakuan khusus lainnya kepada mereka, semuanya diotorisasi Perpu Nomor 1 Tahun 2020. Liberalisasi perdagangan, pengistimewaan korporasi sawit dan tambang, juga terus menjadi aroma tak sedap pemerintahan ini. Berstatus konstitusi sebagai penyelenggaraan otonomi daerah, pemerintah pusat malah membolehkan pemerintah daerah berutang ke pemerintah pusat. Malang betul rakyat daerah. Pemerintah daerah itu bukan negara bagian. Di negara Serikat sekalipun, pemerintah pusat akan menangani masalah-masalah berat di negara bagian. Tentu beratnya masalah itu melampaui kapasitas pemerintah Negara bagian. Ini negara kesatuan, tetapi pemerintah pusat malah mengutangi pemerintah daerah. Konyol, ngawur dan amburadul sekali. Persis pemerintah pusat, pemerintah daerah juga sedang berada dalam keadaan yang, untuk alasan apapun, memiliki pertalian ketat dengan pusat. Siapa yang mengotorisasi pemerintah daerah mengubah postur peruntukan anggaran pada APBD-nya? Siapa yang memberikan otorisasi kepada daerah untuk menetapkan PSBB? Terlihat seperti beralih dari satu kekeliruan ke kekeliruan. Proyeksi anggaran pemulihan ekonomi, dalam kenyataannya terus-terusan meleset. Berubah-rubah hampir setiap bulan. Begitu juga dengan Perpres tentang organiasi penangangan Corona. Paling sedikit sudah tiga kali berubah. Sialnya itu terjadi dalam waktu berdekatan. Tak mampu mendefenisikan masalah, terasa menjadi ciri paling jelas dari pemerintahan ini. Entah bagaimana argumennya, rakyat diingatkan jangan sampai Indonesia terjatuh pada pandemi corona gelombang kedua. Padahal sejauh ini tidak ada tindakan administrasi yang menyatakan etape-etape itu. Payah sekali pemerintah ini. Terus Merosot Pemerintah memang terus berusaha menemukan fokus dalam menangani keadaan mutakhir. Tetapi pemerintah malah menjauh dari fokus itu. Kebijakan-kebijakan yang terus berdatangan hingga hari ini, selalu seperti biasa, jauh dari penalaran yang logis. Asal-asalan, ngawur, ngaco, amatiran dan amburadul. Menggemakan hasrat membuat bangsa hebat, tetapi mengutamakan kandidat vaksin dari China. Andai saja kandidat ini sukses jadi vaksin untuk disuntikan kepada jutaan rakyat Indonesia, maka Indonesia menjadi pasar utama vaksin temuan China ini. Yang seperti ini, konyol apa hebat? Bukannya mengambil tindakan kepada menteri, malah bergairah menyalahkan mereka secara terbuka. Cara ini layak dan patutu untuk ditertawakan. Tidak begini cara menangani masalah internal pemerintahan. Tetapi memang tidak ada jalan berkelas dan membanggakan yang bisa dilalui pemerintahan yang telah terlilit resesi. Memimpikan persatuan nasional, tetapi kehidupan sosial dan agama terbelah secara kasar dan primitif di disepanjang rute perjalanan pemerintahan ini. Kenyataan ini terhubung, bahkan memiliki akar kuat dalam kebijakan politik dan hukum pemerintah. Postur Indonesia mutakhir menjadi seperti lautan ganas buat ummat beragama. Betul-betul menakutkan. Dalam pidato kenegaraan di MPR, Presiden Jokowi memang tidak menujuk ummat Islam yang gigih menolak RUU HIP, yang belakangan hendak diganti dengan RUU BPIP. Betul itu. Tetapi pernyataan resminya bahwa jangan ada yang merasa paling benar, paling agamis dan Pancasilais, jelas tertuju pada ummat Islam. Sekurang-kurangnya tertuju kepada MUI. Ini karena MUI dan ummat Islam berada di barisan paling depan penolakan terhadap RUU HIP konyol dan ngawur itu. Padahal tak ada tokoh MUI dan ummat Islam yang secara terbuka menyatakan saya Pancasila. Tak ada itu. Tetapi itulah kenyataannya. Politik pembentukan dan penegakan hukum bergerak menjauh dari citarasa kemanusiaan yang adil dan beradab. Politik pembentukan hukum dibidang ekonomi digemakan dengan cita rasa ekonomi kapitalistik. Politik pemihakan kepada kepentingan korporasi dan oligarki. Rakyat seperti berjuang sendiri menghadapi terkaman korporasi licik, picik, tamak dan culas. UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Umum dan Batumabara, RUU Omnibus Cipta Kerja dan adalah contohnya. RUU Omnibus saat ini malah dikampanyekan secara serampangan sebagai permata UMKM. Terus-terusan UMKM yang ditonjolkan. Padahal semangat RUU Omnibus Cipta Kerja untuk kepentingan korporasi dan oligarki. Tahukah bahwa itu adalah cara kaum kaya ganas menyembunyikan kepentingan mereka? UMKM dijadikan tameng menyembunyikan konsep sentralisasi perizinan untuk hampir semua urusan tambang, tata ruang, dan bangunan yang saat ini diletakan di daerah. Namun kalau dalam RUU Omnibus konyol itu, semua urusan akan berpindah dan terkonsentrasi di pusat. Begitulah ganasnya kaum kaya dan politisi pas-pasan, picisan, kacangan, odong-odong, keleng-kaleng dan beleng-beleng berkolaborasi merencanakan kejahatan kepada rakyat. Baca di RUU Omnubis Law Cipta Kerja. Isi kepala kaum kaya adalah sentralisasikan semua izin. Korporasi Tunggangi UMKM Itulah cara mereka orang kaya memberi bentuk terhadap efisiensi dan menciptakan iklim investasi yang menguntungkan mereka. Supaya sukses, maka konsep-konsep yang bergelimang uang, yang menjadi permata untuk mereka, disembunyikan dibalik kepentingan UMKM. UMKM dijadikan sebagai bumpar menghadapi perlawanan terhadap RUU ngawur ini. Tidak seperti bangsa lain yang tahu cara mencapai kemajuan. Bangsa ini terus didayung ke lautan kapitalisme. Tahukah cara kerjanya? Mengontrol pembentukan dan penegakan hukum. Juga mengontrol atau menempatkan orang pemerintahan adalah salah satu cara mereka. Itulah formula proteksi sekaligus kartel. Ini cara klasik. Dimana-mana, kartel tumbuh dengan mengandalkan perlindungan gelap dari aparatur kotor. Agar tak terlihat kotor, maka proteksi itu diatur dengan hukum. Itulah yang sadar atau tidak, sedang terkonsolidasi dalam dunia hukum ekonomi Indonesia saat ini. Optimisme mengamankan masa depan memang disajikan pemerintah. Tetapi cara dan rute yang diandalkan berjarak jutaan mil dari Pancasila. Orisinalitas gagasan ekonomi dan hukum yang bersumber dari Pancasila, harus diakui, tak terlihat sejauh ini. Pragmatisme memang bukan hantu. Pragmatisme diperlukan, dan harus diadaptasikan dalam citarasa idologis. Keberanian inovatif dan kecemerlangan mengadaptasikan cara-cara hebat yang mengunggulkan bangsa lain dengan haluan idiologis, itulah kuncinya. Tidak mudah, itu pasti. Tetapi justru tepat dititik itulah letak berjayanya kapasitas leradership. Sayangnya sejauh ini Presiden terlihat tak dapat bergerak ke titik itu. Tahun depan utang diproyeksikan berjumlah Rp. 971,2 triliun rupiah. Praktis impian Presiden yang disajikan dalam pidato kenegaraan kemarin, menandai segalanya masih bussines as usual. Kemerosotan di berbagai aspek berbangsa terlihat masih terus menemani bangsa ini ditahun depan. Penulis adalah Pengajar HTN Universitas Khairun Ternate.