OPINI
Tolong Jangan Buat Stress Kiyai Ma’ruf Amin
by Asyari Usman Jakarta FNN, Rabu (12 Agustus 2020). Dalam beberapa hari ini bermunculan berbagai teori tentang kemungkinan Wapres Ma’ruf Amin mundur atau dimundurkan dari jabatan wakil presiden. Beliau disebut-sebut akan digantikan oleh salah seorang pejabat tinggi. Bisa jadi Menhan Prabowo Subianto atau mungkin pula Budi Gunawan –kepala BIN. Jadi, Pak Kiyai sedang menghadapi tekanan politik dan psikologis yang sangat berat. Termasuk, misalnya, beliau itu dikatakan sudah tua, sudah uzur, dsb. Menyakitkan sekali. Bukankah Pak Kiyai Ma’ruf itu pilihan terbaik Jokowi, yang berarti juga pilihan Anda semua? Kenapa sekarang diremehkan. Saya khawatir pengunduran diri Kiyai Ma’ruf dari jabatan wakil presiden, kalau itu terjadi, bukan karena tekanan politik. Melainkan gara-gara stress akibat berbagai “teori ganti wapres” yang beredar luas di masyarakat. Teori-teori itu ada yang menyebutkan Pak Kiyai akan dipaksa mundur. Atau, bisa jadi ada deal supaya beliau mundur secara sukarela. Pak Kiyai diseut-sebut akan mengajukan pengunduran diri tanpa paksaan, dsb. Diteorikan pula bahwa Jokowi lebih suka dan lebih berat ke Prabowo sebagai pengganti. Dengan alasan dia mantan tentara. Bisa diandalkan kalau terjadi gejolak sosial karena situasi ekonomi yang morat-marit saat ini. Teori lain menyebutkan, kelompok Megawati akan mendukung Budi Gunawan. Macam-macam. Intinya, Ma’ruf Amin ‘hampir pasi akan diganti’. Kasihan sekali Pak Kiayai. Beliau dianggap tidak ada apa-apanya. Dikatakan tidak punya kekuatan politik. Tidak pula didukung struktur NU. Dan tidak punya basis massa. Artinya, kalau ada yang menginginkan beliau mundur, mau tak mau Pak Kiyai harus ikut saja. Tak bisa berbuat apa-apa. Sungguh menyedihkan. Padahal, secara konstitusional, tidak mudah untuk memundurkan seorang wapres. Harus ada sidang MPR. Kecuali beliau mundur sukarela. Dengan alasan kesehatan atau alasan lain. Tapi, apa iya Kiyai Ma’ruf akan menerima saja dibegitukan? Tampaknya, tidak. Selemah-lemahnya posisi seorang pejabat negara yang ‘berkedudukan sah-konstitusional’, tidaklah mungkin dia akan menerima begitu saja perlakuan yang kasar terhadap dirinya. Pastilah dia akan menunjukkan perlawanan. Meskipun perlawanan yang tak berarti. Perlawanan yang sia-sia. Tapi ingat! Pak Ma’ruf Amin itu seorang kiyai. Sesepele apa pun orang menganggapnya, Pak Ma’ruf masih bisa berdoa. Kalau dia merasa dizolimi, hati-hatilah. Doa orang yang dizolimi, biasanya, mustajab. Kalau sekiranya skenario penggantian Kiyai Ma’ruf disusun oleh orang-orang Pak Jokowi, berarti doa si terzolim dengan sendirinya terarah ke sana. Kalau disusun oleh kelompok Bu Megawati, maka doa kezoliman akan otomatis mencari sasarannya. Jika yang menyusun Pak Luhut, maka Pak Menkolah yang akan menjadi subjek doa alias pihak yang terdoa. Yang lebih ngeri lagi ialah kalau Pak Ma’ruf dilanda stress akibat teori-teori mundur atau dimundurkan itu. Makin berat stress beliau, semakin muluslah doa penzoliman itu untuk diterima. Meskipun dulu Pak Kiyai pernah tidak jujur (saya tak menggunakan kata ‘berbohong’) soal mobil Esemka. Dan juga pernah mengatakan bahwa anak-anak PAUD terpapar radikalisme. Kelihatannya, lebih baik Anda tidak membesar-besarkan isu mundur atau pemunduran Kiyai Ma’ruf. Sebab, sedikit-banyak ada unsur pengerdilan terhadap beliau. Walaupun sejak menjadi capwapres sampai sekarang ini banyak hal-hal yang mengherankan yang beliau katakan dan lakukan. Satu pesan penting untuk Anda: janganlah katakan Pak Ma’ruf itu sudah tua, uzur, sepuh, atau sebutan lain. Keliru itu. Lihatlah semangat kerja beliau. Lihatlah semangat politik Pak Ma’ruf. Beliau masih bergairah untuk membangun dinasti. Beliau mendorong anaknya maju di pilkada Tangerang Selatan. Kurang apa lagi Pak Ma’ruf itu di mata kalian? Jadi, tolonglah hentikan bahasan Wapres akan mundur atau dimundurkan. Janganlah buat stress Pak Ma’ruf Amin.[] (Penulis wartawan senior)
Caligula (Bag. 2-Habis)
by Zainal Bintang Jakarta FNN – Selasa (11/08). Manakala disimak lebih cermat pesan yang terekspresikan di dalam pementasan teater “Caligula”, yang mengungkap adanya penyalahgunaan kekuasaan yang ditutupi secara terus menerus. Itulah yang mau dikatakan sang pengarang Albert Camus. Maka “Caligula” menjadi media pengungkap secara verbal tentang bagaimana seorang penguasa mengunakan semua cara untuk melanggengkan kekuasaannya. Membangun citra diri sebagai pemegang kendali tertinggi di negerinya. “Caligula” mempertontonkan bagaimana perilaku seseorang yang berada di puncak kekuasaan, hendak melakukan banyak hal sekaligus. Menginginkan perintahnya dipatuhi . Menghendaki recananya tidak dihalangi. Mengesankan dirinya orang kuat. Melalui semua signal simbolik itu sesungguhnya yang terlihat tapi tersembunyi adalah “menutupi semua kelemahannya”. Walaupun malah mencuat keseombongan dan kesewenang-wenangan, yang berjarak sisa satu senti dari sifat otoriter. “Tidak, Caligula tidak mati. Dia ada disana dan selalu disana. Dia ada di dalam dirimu masing-masing. Jika kekuasaan diberikan kepadamu….” kata Camus. Watak seorang penguasa otoriter seperti “Caligula” tiap saat dijumpai dari masa ke masa. Otoriterianisme itu memang sebuah keniscayaan yang melekat di dalam jiwa dan sanubari seseorang yang bernama manusia. Itu sebabnya sebaris sajak Mohammad Iqbal, sastrawan dunia asal Pakistan Mohammad Iqbal (1877-1938) menjadi penting dibaca ulang , “jika kekuasaan kotor, puisi membersihkannya”. Disamping diperlukannya koridor undang-undang dan ketatanegaraan. Ketika sejumlah pejabat penting Istana mengingatkan kepada “Caligula”, tentang telah banyak kebijakan yang diambilnya tidak sejalan dengan nalar. Caligila dengan enteng tapi pasti menjawab, “kuulangi lagi-karena itulah, sekarang aku menjelajah apa yang dianggap orang tidak mungkin. Atau lebih baik kukatakan begini. Akus sedang berusaha memungkinkan yang tidak mungkin”. Menanggapi reaksi orang dekatnya di Istana yang meragukan keberhasilan beberapa rencananya yang dinilai tidak masuk akal, “Caligula bergeming. Dia merasa kekuasaan yang diperolehnya sebagai kaisar bersifat mutlak. Dia menganggapnya itu adalah sebuah mandat mutlak yang mensejajarkan dirinya sama dengan “Tuhan” atau Dewa. “Aku sangsi apakah penemuan ini akan dapat membuat kita bahagia?” kata salah seorang pejabat Istana memberi tanggapan atas apa yang direncanakannya.” Caligula” dengan dingin menjawab, “aku pun begitu. Tapi kukira kita harus menjalaninya”. Tanpa perlu pendapat lebih jauh dengan kerabatnya itu, “Caligula” dengan suara lantang mengatakan, “Dan aku telah memutuskan untuk merubahnya. Aku akan memberikan sesuatu yang besar kepada zaman ini. Sama rata. Dan kalau semuanya telah disamaratakan, yang mustahil telah turun ke bumi dan bulan telah ada dalam tanganku. Barangkali aku akan berubah bersama dunia. Manusia tidak akan lagi mengenal mati, dan berbahagialah selalu”. Semenjak sembuh dari serangan penyakit aneh, “Caligula’ seperti di kejar-kejar oleh suatu kehendak yang sepertinya harus mutlak didapatkannya. Yakni ingin mendapatkan bulan! Suatu malam, ketika dia kembali ke Istananya, setelah bepergiannya tanpa diketahui di tempat-tempat mana saja dia bersitirahat. Ketika menghilang selama tiga hari, dia tiba-tiba histeria dan berucap, "Aku inginkan bulan". Kata-kata mustahil itu terlontar begitu di hadapan pejabat penting. Intinya “Caligula” menghendaki bulan harus tergenggam olehnya. “Dan cinta? Apa kau akan mengingkari cinta?” ucap perempuan yang menjadi salah seorang isterinya yang setia mendampinginya. “Caligula” marah dan meledak , “Cinta? Aku sudah tahu apa yang disebut cinta-omong kosong! Pengawal tadi benar. Bahwa yang maha penting cuma perbendaharaan. Puncak dari segalanya. Dan kini aku mau hidup, hidup yang sebenarnya. Dan hidup, sayang, adalah lawan dari cinta. Aku tahu apa yang kukatakan. Aku undang kau untuk menghadiri sebuah pertunjukan yang paling indah, suatu kejadian besar”. Nafsu materialistik telah mengangkangi jiwa “Caligula”, seiring dengan adanya perubahan kejiwaan setelah sakit. Pandangannya yang materialistik membuatnya semakin tidak perduli dengan komunikasi antar hati. Hubungan batin dengan batin. Telah membunuh benang merah hubungan kemanusiaan dengan kemanusiaan. “Caligula” telah sempurna menjadi “iblis” bagi manusia. Apalagi ketika dia telah menyatukan kekuasaan dan harta. Memposisikannya sebagai sesuatu yang diatas segala galanya. Kepada kedua unsur itulah dia mengarahkan hidupnya. Celakanya orang lainpun dipaksa untuk ikut bersamanya. “Caligula” suka sesuatu yang tidak masuk itu akal didapatnya. Tapi, dengan mudah memerintahkan prajuritnya untuk mencarinya. Meski yang diperintah tak tahu bagaimana memenuhi keinginan sang kaisar. Ketika menerima laporan kondisi terkini pemerintahannya, tentang kondisi keuangan kerajaan yang menipis . Sumber pemasukan seluruhnya tersendat. Persediaan pasokan makanan mulai tergerus habis. “Caligula” sang kaisar itu, lagi-lagi kembali marah dan marah. Belakangan sejak sembuh, dia menjadi gampang marah. Semua hasil kerja pembantunya dikecamnya secara terbuka. Dia tidak perduli apakah itu penghinaan atau bukan. Yang penting daripadanya “Caligula” merasakan suatu kebahagiaan. Informasi mengenai memburuknya kondisi keuangan kerajaan yang berimplikasi kepada memburuknya citra kerajaannya, tidak membuat “Caligula” bersedih. Sebaliknya, daripadanya dia serentak mendaptkan ilham dan ide baru. Ide gila. Seluruh bangsawan di wilayahnya diwajibkan menulis surat wasiat untuk menyerahkan kekayaannya kepada negara. Ide gilanya itu tentu saja menuai protes. Dua pengawal dengan gemetar menyampaikan keheranannya. Mana ada bangsawan yang mau memberikan hartanya. “Caligula” memutuskan untuk menyeimbangkan kembali kas negara. Dia memerintakan penarikan pajak atas semua barang. Dia dikenal menyukai lelang, sehingga seringkali ia menjadi juri lelang itu sendiri. Senang menjual para budak dan gladiator, dan terkadang ia memaksa orang-orang kaya untuk datang ke pelelangannya itu. Seorang bangsawan tertentu dikisahkan telah dipaksa untuk hadir mengangguk-angguk sambil tidur. Ternyata oleh “Caligula” diartikan itu sebagai persetujuan. Ketika orang itu sadar ia mendapati bahwa ia telah menyetujui “membeli” 13 gladiator dengan harga yang fantastis. “Untuk itu” kata “Caligula”, “aku memerlukan orang banyak, penonton, korban-korban, penjahat beratus, bahkan beribu orang. Biar datang semua terdakwa, aku mau lihat penjahat-penjahat. Mereka semua penjahat. Bawa masuk manusia yang terkutuk itu . Aku ingin penonton, hakim, saksi, terdakwa, semua dijatuhi hukuman mati tanpa diadili” Bagi Camus, untuk mendorong terbukanya ruang perubahan, dia memilih menempuh “jalan sastra” dengan menggunakan narasi patriotik sugestif. Pemberontakan (Revolt). Hal itu terungkap dalam semua karya-karyanya. Camus konsisten memelihara rute ”jalan sastra” untuk membongkar ketidakadilan berselubung demokrasi. Tulisan-tulisan dan filosofi Camus kerap dipenuhi dengan ide absurdisme dengan tema “pencarian manusia akan makna dan kejelasan dalam dunia yang tidak menawarkan penjelasan”. Melalui imajinasinya yang “liar”, Camus mencoba melabrak semua tatanan peradaban norma berkehidupan. Mentransfernya melalui karya tokoh imajinatif “Caligula” atau Sysiphus. Melalui tokoh-tokohnya itu, Camus menemukan ruang untuk memberontak. Dia menggugat kebenaran yang disaksikannya dimonopoli dan disalah gunakan oleh mereka yang disebut penguasa. Sebuah pesan WhatsApp seorang teman masuk ke handphone saya. Meminta menulis lengkap puisi karya Iqbal sebagai berikut, “jika kekuasaan membawa orang pada arogansi”. Puisi mengingatkan kita akan keterbatasan manusia. Jika kekuasaan mempersempit kepedulian kita, puisi mengingatkan mereka, akan kaya dan beragamnya eksistensi manusia. Jika kekuasaan kotor, puisi membersihkannya. Menyusul pesan WhatsApp yang pendek. Sangat pendek sekali. Apa kabar Indonesia? Penulis adalah Wartawan Senior dan Pemerhati Masalah Sosial Budaya.
Ma'ruf Amin Yang TKO atau Meng-KO Jokowi?
by Tony Rosyid Jakarta FNN – Selasa (11/09). Tentu ada pihak yang ingin Ma'ruf Amin mundur dengan baik-baik. Alan bisa dicari-cari. Ada ratusan, bahkan ribuan alsan bisa saja diproduksi untuk memuluskan rencana tersebut. Sebab, posisi Wakil Presiden saat ini sangat strategis. Terutama untuk persiapan pilpres 2024. Siapapun yang menjadi Wakil Presiden, ada kans besar untuk maju di Pilpres 2024 mendatang. Di politik itu semua serba mungkin. Walapun demikian, kans Ma'ruf Amin untuk maju jadi capres 2024 sangat kecil. Pertama, karena faktor usia. Ini menjadi unsur utama. Kedua, nggak punya partai, juga nggak punya logistik. Jadi, peluangnya cukup kecil. Sementara Jokowi, waktunya sudah habis. Sudah dua periode. Ada pihak yang coba otak atik agar bisa tiga periode, tetapi peluangnya juga kecil. Rakyat mayoritas tak bakal menerima. Selain kapok juga punya presiden seumur hidup. Sampai dengan berakhir di 2024 aja belum tentu, bagaimana mau nambah? Begitulah kira-kira keraguan sejumlah pihak tentang posisi Jokowi hari ini. Mengingat fakta obyektif, dimana posisi Wakil Presiden sangat strategis untuk menjadi panggung persiapan di pilpres 2024, maka magnet politiknya menjadi sangat kuat. Menggoda sejumlah pihak untuk membidiknya. Nama Prabowo Subianto dan Budi Gunawan sudah mulai dibicarakan sebagai kandidat pengganti Ma'ruf Amin. Apakah Ma'ruf Amin diam saja? Bisa iya, bisa juga tidak. Hanya Ma’ruf Amin dan Tuhan yang paling tau renana besar Ma’ruf Amin yang sebenarnya. Diganti di tengah jalan, tentu tak membuat siapapun nyaman. Tidak saja buat Ma'ruf Amin, tetapi juga buat mereka yang selama ini memberi dukungan kepada Ma'ruf Amin. Terutama orang-orang yang berada di lingkaran ketua MUI non aktif ini. Apalagi yang dari keluaga besar nahdiyin. Jika Ma'ruf Amin tak bersedia mundur karena alasan udzur, maka pergantian Wakil Presiden hampir mustahil bisa terjadi. Meski sudah berusia senja, namun Ma'ruf Amin terlihat masih sehat, bugar dan bisa bekerja dengan baik sebagai Wakil Presiden. Ada yang bertanya, apa peran dan kontribusi Ma'ruf Amin selama jadi wakil presiden? Bagaimana jika pertanyaannya dibalik, apa peran yang diberikan Jokowi kepada Ma'ruf Amin sebagai presiden selama ini? Apa power sharing Jokowi kepada Ma'ruf Amin? Adakah Ma'ruf Amin diajak serta untuk bicara dalam penyusunan kabinet? Policy apa yang dishare oleh Jokowi untuk Ma'ruf Amin? Pertanyaan yang lebih sederhana lagi, apakah Ma'ruf Amin juga diberikan jatah direksi dan komisaris BUMN? Mengacu pada pertanyaan-pertanyaan itu, maka publik akan melihat betapa tak seimbang antara lahan presiden dengan wakil presiden. Selama jadi presiden, Jokowi tampak power full. Hampir semua peran diambil Jokowi. Publik menilai Wakil Presiden tak lebih jadi pelengkap semata. Hanya sebatas itu. Tidak lebih dari pelengkap itu Bercermin pada periode pertama Jokowi, dimana peran Jusuf Kalla sebagai Wakil Presieen jauh lebih kecil dibanding ketika menjadi Wakil Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tahun 2004-2009. Ketika itu SBY memberikan peran yang sangat besar kepada Jusuf Kalla di bidang ekonomi. Semacam kordinator semua menteri bidang ekonomi, termasuk Menko Perekonomian. Kalau Jusuf Kalla saja tak banyak bisa berperan, bagaimana dengan Ma'ruf Amin? Ini perbandingan obyektif jika kita ingin memahami kedaan Ma'ruf Amin dalam posisinya sebagai Wakil Presiden Jokowi. Jadi, kecurigaan publik selama ini mungkin bisa dijawab, mengapa Ma'ruf Amin selama ini jarang tampil. Mungkin karena kecilnya lahan untuk memainkan peran. Apakah minimnya peran Ma’ruf Amin ini ada kaitannya dengan posisi Wakil Presdein yang sedang diminati dan diincar oleh sejumlah pihak? Atau hanya gaya-gaya Jokowi dalam berpartner? Semua kemungkinan bisa terjadi ke depan. Meski posisi politik itu Ma'ruf Amin terlihat lemah, tak berarti mantan Rois Am PBNU ini harus terus mengalah dan diam. Apalagi jika terjadi krisis ekonomi. Disamping itu, mulai membesarnya kelompok oposisi, terutama yang sedang dikonsolidasikan oleh Prof. Din Syamsudin dan teman-teman dibawah bendera Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI). Boleh jadi Ma'ruf Amin justru yang akan mendapatkan bola muntah. Bukan dia yang TKO dengan mengundurkan diri dari Wakil Presiden, tapi malah berhasil meng-KO Jokowi. Untuk urusan ini, Ma'ruf Amin butuh bersinergi dengan PKB, PBNU, MUI dan elemen umat yang berpotensi memberi dukungan kepadanya. Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa.
Reziki Wartawan Politik Meliput Olahraga (Bag. Kedua)
by Emron Pangkapi Jakarta FNN – Selasa (11/08). MNLF kemudian terbelah dengan berdirinya organisasi tandingan MILF (Front Pembebasan Islam Moro) pimpinan Hashim Salamat. Baik Nur Misuari maupun Hashim Salamat punya "panglima" sendiri-sendiri di Manila. Filipina masih rawan, di sana sini masih terjadi pertempuran. Nur Misuari memimpin perlawanan dari tempat pengasingannya di Libya. Sedangkan Hashim Salamat konon berada di Malaysia. Bahkan kedua tokoh itu secara rahasia dikabarkan berada di Filipina. Mereka berjuang untuk mendapatkan kemerdekaan Negara Islam Filipina Selatan. Pasukan MNLF dan MILF tersebar di berbagai kawasan. Sebagian besar ada di pulau Zamboanga, Sulu, Tawi-tawi dan Pelelawan di Kepulauan Mindanao. Pemerintah Filipina memberlakukan Daerah Operasi Militer, semacam DOM di Aceh dulu. Pemerintah mengawasi dengan ketat Orang Selatan di seluruh negara, termasuk mereka yang tinggal di kota Manila. MNLF dan MILF punya jaringan bawah tanah. Termasuk ada anggota front yang beroperasi di Manila. Sebagai wartawan Polhukam, informasih mengenai keberadaan MNLF dan MILF inilah yang ingin saya cari. Saya lalu merayu Pak Ilyas Ismail, agar bisa wawancara mereka. Adapun para staf KBRI memberikan nasehat, agar saya jangan sekali sekali ke perkampungan muslim Filipina. “Sangat rawan kriminalitas, dan berbahaya. Nyawa taruhannya. Lagi pula tak elok mencampuri urusan dalam negeri Filipina", kata mereka. Di dalam Kota Metro Manila ada perkampungan orang-orang Mindanao atau orang Selatan. Mereka umumnya di Distrik Barangay San Miguel. Kebetulan keluarga besar istri Prof. Ilyas Ismail tinggal di sini. Karena itu beliau cukup dikenal dan bebas keluar masuk Barangay. Hampir 100% penduduknya muslim. Ada mesjid, madrasah dan pasar makanan halal. Sebagian mereka bisa bahasa Melayu dialek Mindanao. Mirip-mirip dengan bahasa orang Banjar, perpaduan melayu-tagalog. Saya berhasil membujuk Pak Ilyas Ismail untuk berkunjung ke Barangay. Usai dari mesjid kami menyusuri kawasan muslim ini. Sebuah perkampungan sempit, banyak gang dan terkesan kumuh. Distrik Barangay di bawah pengawasan tentara Filipina. Setiap orang seperti berpandangan curiga. Tidak tahu siapa kawan siapa kawan. Sering terjadi penangkapan "pemberontak" bahkan pernah terjadi kontak senjata. Kepada Pak Ilyas, saya minta dipertemukan dengan pejuang MNLF maupun organisasi tandingannya MILF. Saya ingin wawancara. Katakan kepada mereka, saya bekerja untuk Harian Pelita, suratkabar yang membawa aspirasi umat Islam di Indonesia. Tentu aspirasi muslim bangsa Moro juga. Setelah melewati proses yang berliku dan berjanji patuh aturan mereka, saya esoknya dibolehkan datang lagi ke Barangay. Saya ingat Pak Ilyas punya mobil Fiat 1000. Dengan mobil tua itu beliau menjemput saya dari KBRI di Makati. Di ujung distrik Barangay kami parkir di depan sebuah restoran. Tapi kami kemudian masih lanjut nyambung dengan naik Jeepney (angkot). Tidak jauh, hanya sekitar 5-6 menit saja dari tempat mobil di parkir. Kami masuk gang lagi, tapi bukan lokasi yang kemarin. Kemudian kami bertamu pada sebuah rumah sederhana di deretan rumah rumah dalam gang. Rencanya di rumah inilah saya akan dipertemukan dengan orang MILF, kepervayaan Amir/Imam Syekh Hashim Salamat. Karena itu kami harus bersabar menunggu. Ada aturan khususuntuk bertemu tokoh MILF. Lebih kurang setengah jam di situ orang yang dinanti-nantikan tiba. Ternyata dia dari belakang rumah atau mungkin dia sudah sejak lama ada di rumah itu. Tokoh ini keluar ditemani seorang pengawal. Tapi wajah pengawal tidak beringas. Saya memberi salam. Dan mencoba akrab sebagai saudara muslim. Sang tokoh diperkenalkan "sebagai Hashim Salamat". Hampir saya oleng. Saya tidak punya foto pembanding. Tubuhnya sedang sedang saja. Malah agak kurusan berpenampilan orang staf. Bukan postur militer. Hashim Salamat, namanya waktu itu belum dikenal. Baru sepuluh tahun kemudiam nama Hashim Salamat meroket.... Sayang sesuai perjanjian tidak boleh ada foto dan rekaman. Kecuali pembicaraan sebagai saudara muslim. Saya bertanya tentang tuntutan dan latar belakang gerakan MNLF. Mereka menuntut Mindanao Merdeka, sebagai negara Islam lepas dari kontrol Manila . Dia juga menjelaskan mengerahkan kekuatan militer berjihad adalah pilihan. MILF didukung rakyat Filipina Selatan dari Cebu hingga Sabah. MILF ingin Negara Islam Moro Merdeka. Karena itu mereka menentang konsep MNLF Nur Misuari yang berunding untuk Otonomi Khusus Filipina Selatan. Kembali dari Manila, hampir semua wartawan membuat laporan pernik-pernik dari Sea Games. Saya membawa laporan khusus Perjuangan Bangsa Moro untuk Mindanao Merdeka. (habis). Penulis adalah Wartawan Senior dan Politisi PPP.
Kebodohan Boedi Djarot dan Islamphobia
by M. Rizal Fadillah Jakarta FNN – Selasa (11/08). Dua kebodohan berlapis yang telah dilakukan Boedi Djarot. Pertama membakar baliho Habib Rizieq Shihab (HRS), dan yang kedua menyerang Khilafah. Kedua-duanya bersentuhan dengan aspek keumatan, baik ulama maupun ajaran. Kebodohan ini adalah wujud nyata dari apa yang disebut dengan Islamophobia. Boedi Djarot tentu saja mewakili banyak dari kaum Islamophobia di Indonesia. Sayangnya, kebodohan yang dipertonkan kelompok Boedi Djarot, bukannya menyurutkan simpati. Tetapi malah semakin meningkatkan seimpati terhadap HRS dan Khilafah. Seperti kejahatan pembakaran bendera tauhid di Garut dahulu. Ternyata dampaknya justru semakin banyak berkibar bendera tauhid diaman-mana, khususnya dalam aksi-aksi. Kinipun akibat perusakan dan penistaan baliho HRS, maka semakin bermunculan banyak baliho HRS di berbagai daerah. Sikpa ini sebagai wujud rasa respek dan cinta pada ulama pejuang tersebut. Demikian juga serangan pada Khilafah nyatanya berbalik hasilnya. Di samping ada pembelaan, juga Khilafah sebagai bagian tak terpisahkan dari sejarah Islam, justru semakin tersosialisasi dan marak. Banyak yang tadinya tidak faham dan mengerti, sekarang mulai mempelajari dan memahami Khilafah lebih mendalam tentang makna dan sejarah kejayaannya. Khilafah sebagai bukti kekuatan umat. Kenyataan ini berbeda dengan pembakaran bendera PKI, yang justru menumbuhkan semangat anti PKI di kalangan rakyat khususnya umat Islam. Tidak mungkin bendera PKI akan muncul, apalagi marak diaman-mana. Hukum positif telah siap mengancam siapa saja yang menjadi penyebar bendera PKI. Sebaba PKI adalah organisasi terlarang. Konsekwensi, iapapun yang terindikasi mengibarkan bendera PKI, pasti akan diburu. Dan yang memburu, bukan saja aparat keamanan, baik itu Polisi maunpun TNI. Namun masyarakat, khususnya umat Islam siap setaip saat untuk memburu pengibar bendera PKI. Baik itu pengibar bendera PKI yang sembunyi-sembunyi mamupun terang-terangan. Bagaimana dengan kasus pembakaran bendera PDIP? Di samping tak jelas siapa oknum pembakarnya, apakah peserta aksi, pihak ketiga, atau kader PDIP sendiri yang ditugaskan untuk memancing di air keruh. Makanya sampai hari ini tidak berdampak. Bendera PDIP berkibar tak akan melebihi saat kampanye Pemilu. Sekarang ini sudah banyak kader atau simpatisan yang "keluar" karena kecewa atas kinerja Pemerintahan dimana PDIP sebagai "the rulling party". Belum lagi kecewa, karena baru tau kalau Visi dan Misi PDIP itu memperjuangkan Pancasila 1 Juni yang yang Trisila dan Ekasila. Bukan Pancasila konsesnus pendiri bangsa 18 Agutus 1945. So, ini hanya soal kebodohan Boedi Djarot yang menjadi komandan aksi perusakan baliho HRS dan berkoar-koar mengangkat isu murahan tentang Khalifah. Kaitan Khalifah itu kepekaan umat tidak terbatas pada organisasi HTI saja. Tetapi berhubungan dengan keyakinan dan fakta sejarah umat Islam secara keseluruhan. Kaum Islamophobia bakal gigit jari dan mengerutkan dahi. Juga bakal mengusap-usap dada untuk menenangkan hati melihat realita kelak, bahwa umat Islam akan semakin kuat. Semakin berani, dan tergalang saat ajaran dan ulamanya dipojokkan atau diserang oleh kaum sekularis, liberalis, komunis dan kaum sesat lainnya. Semakin bodoh dalam pemunculan dan mempertontonkan sikap seperti Bode Djarot atau siapapun itu, entah mau kadalin kek, abu sundal, desi sugar, adik balado atau lainnya justru akan membuat Islam semakin gagah. Islam yang semakin kuat dengan para pejuang-pejuang yang hebat dan istiqomah. Jumlahnya juga semakin bertambah dari waktu ke waktu. Percayalah bahwa mereka itu bukan ayam sayur. Tetapi petarung yang sesungguhnya. “Jika anda jual, maka mereka bukan saja siap membeli. Tetapi justru siap memborong habis dengan modal-modal anda”. Jangan ulangi dan mempertontonkan kebodohan yang tidak perlu. Penulis adalaj Pemerhati Politik dan Kebangsaan.
Mungkinkah Prabowo Subianto Gantikan Ma'ruf Amin?
by Tjahja Gunawan Jakarta FNN – Senin (10/08). Dalam dunia politik sesuatu yang tidak mungkin bisa saja terjadi. Demikian juga dengan pertanyaan dalam judul tulisan ini. Jadi sangat memungkinkan seorang Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menggantikan Ma'ruf Amin sebagai Wakil Presiden. Beberapa hari lalu, seorang kawan yang memiliki jaringan dengan para aktivis dan elite politik mengabarkan tentang adanya agenda politik seperti di atas. Anda boleh percaya boleh tidak. Yang jelas, kata Jakob Oetama , "politik itu tidak hitam putih bung "!. Dulu, Jakob Oetama selalu mengatakan hal itu dalam hampir setiap rapat redaksi Harian Kompas. Para editor yang hadir biasanya duduk manis mendengarkan dan mencermati visi dan analisa yang disampaikan Pa Jo---panggilan akrab Jakob Oetama atas setiap peristiwa yang terjadi di negeri ini. Kembali kepada skenario Prabowo yang hendak menggantikan Ma'ruf Amin. Kawan saya itu mengabarkan, "pernikahan" Prabowo-Megawati atau Bahasa Politiknya Koalisi PDIP dengan Partai Gerindra bersifat permanen. Sebagai bagian dari tokoh oligarki partai saat ini, kedua pimpinan parpol ini telah sepakat untuk membuat peta jalan dan skenario politik menjelang Pemilu Tàhun 2024. Lalu apakah pasangan Megawati-Prabowo akan maju pada Pilpres 2024, seperti yang dilakukan mereka berdua pada Pilpres Tàhun 2009? Dalam Pilpres nanti Megawati ternyata akan mengusung anaknya Puan Maharani, yang kini Ketua DPR-RI. Selanjutnya Puan akan dipasangkan dengan Prabowo Subianto. Apakah Prabowo tidak capek nyapres terus-menerus, sementara usianya sudah "bau tanah"? Sekali lagi dalam dunia politik, ambisi untuk meraih kekuasaan tidak mengenal umur. Buktinya, Mahathir Mohammad ikut dalam kontestasi Pemilu dan berhasil menjadi PM Malaysia, walaupun setelah itu beliau mengundurkan diri. Jika melihat portfolio Prabowo Subianto di dunia politik, sebenarnya modalnya sudah cukup. Bahkan lebih dari cukup untuk bisa running kembali dalam Pilpres 2024. Kali ini dia akan berpasangan dengan Puan Maharani, cucu biologis Soekarno, Presiden pertama republik ini. Soal adanya lapisan masyarakat yang kecewa dengan sosok Prabowo Subianto yang telah berubah wujud, dari harimau menjadi meong, itu persoalan lain. Saol akankah nanti Prabowo akan kembali mengumandangkan kembali kalimat heroik, "saya akan timbul tenggelam bersama rakyat?". Kita lihat saja nanti. Yang jelas, saat ini posisi politik Prabowo Subianto semakin kuat. Bukan saja dia telah terpilih kembali sebagai Ketua Dewan Pembina dan Ketua Umum DPP Partai Gerindra Dalam Kongres Luar Biasa (KLB). Tetapi di jajaran kabinet, Prabowo kini lebih berpengaruh daripada Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan. Betapa tidak, sekarang tugas Prabowo bukan hanya sebagai Menteri Pertahanan. Tetapi juga telah diberi mandat oleh Presiden Jokowi untuk mengurus masalah ketahanan pangan negara. Lebih tepatnya Prabowo telah diminta Jokowi untuk mengolah lahan gambut di Kalimantan yang luasnya lebih dari satu juta hektar. Tidak heran kalau kemudian ada wacana tentang rencana para anggota TNI diterjunkan ke sawah untuk mengelola lahan gambut tersebut. Tidak jelas alasan dibalik keputusan Presiden Jokowi mempercayakan pengelolaan masalah pangan/lahan gambut kepada Menhan Praboowo. Mengapa Presiden Jokowi tidak menunjuk Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo? Apakah karena Mentan Syahrul Yasin Limpo berasal dari Partai Nasdem? Yang saat ini posisi politik partainya cenderung untuk keluar dari kelompok partai koalisi penguasa. Mungkin demi mempersiapkan agenda politik sendiri menjelang Pemilu 2024 nanti. Sekali lagi, jika benar Prabowo Subianto hendak menggantikan Ma'ruf Amin, maka pertanyaannya adalah bagaimana cara dan mekanismenya? Bukankah Wapres Ma'ruf Amin satu paket dengan Presiden Jokowi? Dan keduanya telah dinyatakan "menang oleh KPU" dalam kontestasi Pilpres Tàhun 2019 lalu. Walaupun banyak kalangan masyarakat menuduh kemenangan tersebut diraih dengan cara curang. Pergantian penguasa seperti Wapres Ma'ruf Amin bisa dilakukan melalui proses politik yang "disepakati bersama" diantara para pimpinan parpol penguasa. Alasan rasional bisa dicari-cari. Misalnya, mengingat usia Ma'ruf Amin sudah tua dan sering sakit-sakitan, maka posisi dan jabatan Wapres perlu diganti. Bagi sementara kalangan bisa saja agenda politik untuk menggantikan Ma'ruf Amin sebagai Wapres dianggap sebagai skenario di luar nalar politik. Pikiran seperti ini juga sah-sah saja. Tapi kalau nanti skenario politik PDIP-Gerindra ini benar-benar menjadi kenyataan, maka realitas politik tersebut akan semakin mengukuhkan pendapat bahwa dalam dunia politik segala kemungkinan bisa terjadi. Sangat mungkin terjadi Jokowi bisa mundur atau bahasa halusnya diminta mundur sebelum masa tugasnya sebagai Presiden periode kedua berakhir tàhun 2024. Bisa di 2023 Jowi mudur, sehingga pada Pilres 2024 nanti, posisi Prabowo adalah Preiden. Loh kalau begitu, siapa nanti yang akan meminta mundur Jokowi? Ya penguasa parpol koalisilah terutama PDIP dan Partai Gerindra. Nah, kawan saya itu mengabarkan seperti itulah agenda dan skenario politik yang akan dijalankan Prabowo Subianto bersama PDIP. Jadi, langkah pertamanya adalah menggantikan Ma'ruf Amin sebagai Wapres. Kemudian setahun atau dua tàhun menjelang Pilpres 2024, Parbowo akan menggantikan Jokowi sebagai Presiden. Dengan begitu, nanti Prabowo akan maju sebagai Presiden incumbent dalam Pilpres 2024 tatkala berpasangan dengan Puan Maharani. Itulah agenda politik dari koalisi permanen PDIP-Partai Gerindra. Dengan demikian, lengkap sudah oligarki parpol dan dinasti politik di negeri ini. Mereka akan asyik sendiri dengan permainan kursi kekuasaan masing-masing. Sementara masyarakat dibiarkan mengurus dan mengatasi masalahnya sendiri. Melihat perilaku elite politik ini, semoga rakyat Indonesia bisa diberi kekuatan dan ketabahan dalam menghadapi masalah yang dihadapi saat ini seperti penyebaran pandemi Covid19 dan resesi ekonomi yang sudah di depan mata. Masyarakat sekarang dihadapkan pada persoalan yang saling bertumpuk dan silih berganti. Sementara para penguasa asyik mengutamakan kepentingan pribadi dan kelompoknya masing-masing. Di masa datang, generasi penerus bangsa akan membaca catatan sejarah yang berbunyi, “di zaman dulu, ada seorang politisi bernama Prabowo Subianto yang pernah maju dalam Pilpres sebanyak 3 kali. Bahkan mungkin nanti empat kali. Pada 2009, Prabowo menjadi calon wakil presiden berpasangan dengan Megawati Soekarnoputri. Megawati-Prabowo dikalahkan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono. Lalu pada Pilpres 2014, Prabowo maju sebagai capres berpasangan dengan Hatta Rajasa. Prabowo-Hatta kalah dari pasangan Jokowi-Jusuf Kalla. Kemudian di Pilpres 2019, Prabowo maju berpasangan dengan Sandiaga Uno. Prabowo kembali kalah dari Jokowi yang pada periode keduanya berpasangan KH Ma'ruf Amin. Prabowo akhirnya bergabung dengan Kabinet Jokowi. Setelah menjadi Menhan di Kabinet Jokowi, tiba-tiba Prabowo menggantikan Ma'ruf Amin sebagai Wapres. Tidak hanya itu, menjelang Pilpres 2024, Prabowo kemudian menggantikan Jokowi Yang mengundurkan diri sebagai Presiden pada periode kedua. Selanjutnya, Prabowo bersama Puan Maharani maju sebagai pasangan Capres dan Cawapres pada Pemilu Presiden 2024. Kalau seperti itu catatan sejarah politik Indonesia, apakah anak cucu generasi bangsa Indonesia akan menangis sambil mencaci maki para elite pilitik generasi sebelumnya? Atau mereka akan menerima dengan legowo catatan kelam perilaku elite kekuasaan saat ini? Wallohu a'lam bhisawab. Penulis adalah Wartawan Senior FNN.co.id.
Wapres Makruf Amin Akan Diganti Budi Gunawan?
by Tony Rosyid Jakarta FNN – Senin (10/08). Desas-desus, kalau Makruf Amin akan diganti. Maksudnya, akan dilengserkan dari kursi Wakil Presiden. Isunya makin santer. Bahkan kabarnya, sekenario ini sudah direncanakan sebelum pilpres 2019. Namanya juga kabar. Bisa benar, bisa juga tidak. Dari sisi politik, jika benar, kabar ini tak terlalu mengejutkan. Sebab, posisi Makruf Amin memang lemah. Tidak punya partai, dan dianggap tidak sepenuhnya merepresentasikan kepentingan kaum Nahdhiyin, organisasi asal Kiyai Makruf Amin ini. Menjadi wapres, tetapi Menteri Agama malah lepas dari tangan NU. Kerja dan dukungan PBNU untuk kemenangan Jokowi-Makruf telah diberikan total. Tapi, kompensasi yang diberikan kepada NU tak sebanding dengan dukungan yang diberikan. Sebagai vote getter, pilih Makruf Amin sebagai Cawapres cukup efektif. Pilihan politik yang cerdas. Dengan demikian, kantong suara Nahdhiyin bisa diambil. Terutama untuk mengimbangi suara umat Islam yang anti terhadap Jokowi. Khusunya di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Jika Makruf Amin diganti, bagaimana dengan respon PKB dan PBNU? Yang pasti, Makruf Amin tidak mewakili PKB. Sebab PKB punya jatah sendiri di kabinet. Untuk PBNU, jika posisi Menteri Agama kembali diserahkan kepada kader NU, ini tentu akan melegakan. Proporsional! Sebab, banyak garapan Kemenag itu ada di wilayah garapan NU. Mungkinkah posisi wapres ditukargulingkan dengan Kementerian Agama? Kalaupun opsi yang terjadi, maka sepertinya PBNU tak keberatan. Sebab, pegang Kementerian Agama, bagi NU bisa jadi lebih banyak manfaatnya dari pada posisi Wakil Presiden. Lalu, apa alasan konstitusional untuk mengganti Makruf Amin? Mengundurkan diri dengan alasan udzur itu dapat dibenarkan oleh konstitusi. Simple saja kan! Lalu siapa yang menggantikanya? Yang pasti bukan Muhaimin Iskandar (Cak Imin) atau Kiyai Said Aqil Siroj (SAS). Kabarnya, ada dua kandidat yang sekarang sedang bersaing untuk mengincar posisi itu. Siapa saja mereka? Budi Gunawan dan Prabowo Subianto. Budi Gunawan itu orang dekat Megawati, ketua umum PDIP. Bekas ajudannya Megawati ketika menjadi Presiden. PDIP cukup besar jumlah kursinya di DPR jika nanti terjadi pemilihan di parlemen. Tapi, Jokowi nampaknya lebih sreg ke Prabowo Subianto untuk mendampingi dirinya. Kenapa? Pertama, selama ini Jokowi selalu berhasil menghindari koptasi Megawati. Pilihan ke Luhut Binsar Panjaitan (LBP) selama dua periode kepemimpinannya adalah bentuk nyata dari upaya Jokowi menghindari koptasi Mega. Sementara Budi Gunanwan itu orangnya Megawati. Kedua, Prabowo tak diragukan loyalitasnya kepada atasan. Prabowo juga tipikal seorang pendendam. Bahkan sebaliknya, Prabowo itu terkenal sangat pemaaf. Jokowi tidak perlu risau dan merasa khawatir terhadap Prabowo. Dia nggak akan menelikung atasan. LBP adalah orang yang sangat kenal benar siapa Prabowo. Bagaimana dengan tuduhan bahwa Prabowo telah menelikung terhadap PKS dan umat Islam? Itu soal yang berbeda. Karena PKS dan umat Islam bukanlah atasannya Prabowo. Ini yang harus dipahami. Walapun demikian, Prabowo kabarnya belom lama ini telah menemui Ketua Dewan Syuro (Pimpinan Tertinggi) PKS, Habib Salim Segaf Al-Jufri. Prabowo datang minta dukungan, agar PKS mendukung Jokowi, walaupun di luar koalisi. Maksudnya, kader-kader PKS jangan terlalu galak-galak menghadapi situasi politik krisis nanti. Ketiga, Prabowo punya Partai Gerindra. Jumlah kursinya juga sangat signifikan. Nomor tiga terbanyak di DPR setelah PDIP dan Golkar. Soal ini juga yang menjadi alasan pembenar kenapa Prabowo cepat-cepat melaksanakan Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Gerindra? KLB yang dipercepat tersebut untuk mempertahankan posisi Prabowo sebagai Ketua Umum Partai Gerindra. Tentu saja alasan lainnya untuk persiapan menuju pilpres 2024 nanti. Partai Gerindra dipastikan akan berada di garda terdepan untuk back up Prabowo. Pertimbangan ini sekaligus memberi pesan bahwa Jokowi akan merasa aman jika 2024 Prabowo yang menjadi presiden. Keempat, Prabowo itu dikagumi di militer. Keberadaan militer sebagai Wakil Presiden, akan menjadi perisai saat Indonesia dihantam krisis ekonomi nanti. Mesin militer bisa digunakan untuk menghadang, jika terjadi demo besar-besaran di masa krisis. Ingat, Indonesia sudah masuk masa resesi. Pertumbuhan ekonomi minus -5,32%. Kabarnya bahkan lebih dari itu. Akhir tahun ini negara kehabisan uang. Kondisi ini bisa menjadi gejolak ekonomi yang berefek pada gejolak sosial dan politik. Disitulah peran Prabowo yang berlatar belakang militer menjadi penting dan strategis. Siapa yang akan menggantikan posisi Makruf Amin akan bergantung kelihaian kedua partai besar itu bermanuver. Antara PDIP vs Gerindra. Tapi, ada pertanyaan mendasar yang tak boleh diabaikan, apakah Makruf Amin akan legowo untuk mundur? Atau sebaliknya, mantan kader PPP dan PKB ini justru bermanuver untuk mengganti presiden? Harap diingat juga, kalau politik itu tidak selalu linier. Apa yang tampak di permukaan dan perencanaan, tidak sepenuhnya akan menjadi kenyataan. Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa.
Kasian, TNI Disuruh Urus Proyek Corona
by M. Rizal Fadillah Jakarta FNN - Senin (09/08). Sedih sekali melihat tentara kebanggaan rakyat negeri diberi bagian proyek corona. Tugas kepada TNI itu melalui Inpres Nomor 6 tahun 2020 tentang Peningkatan Kedisiplinan dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Covid 19. Fungsi TNI mengalami "pergeseran" dari yang ditentukan oleh UU Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI. Dalam Inpres Nomor 6 tahun 2020, TNI bertugas melakukan pengawasan, patroli, dan pembinaan. Hal ini bertentangan dengan peran TNI menurut UU Nomor 34 tahun 2004 Pasal 5, yaitu "TNI berperan sebagai alat negara di bidang pertahanan yang dalam menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara". Bukan cawe-cawe ikut urus corona. Dalam Pasal 7 memang TNI berfungsi untuk membantu Pemerintah Daerah dan Polri (ayat 2 butir 9 dan10). Namun perlu difahami bahwa posisi dan fungsi TNI tersebut hanya bersifat membantu saja. Cuma diperbantukan saja. Bukan menjadi palaksana utama. Masalah covid 19 ternyata erat dengan proyek penganggaran yang "bebas hukum" sebagaimana dimaksud oleh Perppu Corona Nomor 1 tahun 2020 yang telah menjadi UU Corona Nomor 2 tahun 2020. Covid ini bisa jadi lahan basah di tengah musibah. Inilah yang dikhawatirkan rakyat. Kita semua tahu kalau Ketetapan MPR Nomor VI tahun 2000 memisahkan TNI dengan Polri. Polri telah berlari dengan kencang, karena difasilitasi dengan kebijakan politik pemerintah (bukan politik negara), sehingga Polri menempati banyak posisi dan jabatan strategis di luar tugas utama Polisi. Pengamat menyebut "multi fungsi Polri". Sementara TNI masih terbatas dan tetap fokus pada masalah-masalah "pertahanan". Dalam konteks ini Inpres Nomor 6 tahun 2020 yang memberi porsi besar pada TNI atau sekurangnya sama dengan Polri untuk melakukan pengawasan, patroli, dan pembinaan berkaitan covid 19 harus tetap diwaspadai. Jangan sampai dijadikan sebagai pembagian lahan untuk "optimalisasi" dana covid 19 yang "bebas hukum" tersebut. Kasian TNI-nya. Semoga saja TNI tidak masuk dalam "budget trap" akibat dari keterlibatan penanganan covid 19 sebagaimana diatur dalam Inpres Nomor 6 tahun 2000 tersebut. Terlalu "merendahkan" institusi, jika ternyata Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KASAD) hanya menjadi wakil dari Erick Thohir. Disamping itu, ironi sekali, di tengah kebijakan pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). justru terbangun kesan "militerisasi". Pada sisi lain, persoalan penegakkan hukum atas pelanggaran protokol corona tersebut adalah kompetensi Pemerintah Daerah atau Polri. Bukan kompetensi TNI. Karena itu TNI tetap harus hati-hati dalam menjaga marwah dan kedudukannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya UU TNI. Jangan sampai muncul dugaan bahwa TNI sebenarnya sedang "dimanfaatkan" saja. Keterlibatan TNI aktif dalam peningkatan kedisiplinan dan penegakan hukum untuk terhadap pelaku pelanggaran protokol pandemi covid 19 sungguh sangat dipaksakan. Tidak pas. Ini bisa menjadi jebakan batmen buat TNI. Lagi-lagi kasian TNI, yang sekarang ini tidak punya cacat apapun di mata masyarakat Indonesia. TNI lagi bagus-bagusnya di hati rakyat. Jangan sampai dikotori dengan urusan remeh-temeh yang bukan tugas utama TNI. Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebijakan Publik.
Merayakan Politik Baku Sayang
by Hariman A. Pattianakotta Jakarta FNN – Senin (10/08). Sebuah idiom manis digulirkan oleh saudara saya Ikhsan Tualeka. Namanya "politik baku sayang". Idiom ini selaras dengan spirit hidup orang basudara. Sesama saudara memang sudah seyogianya saling mencintai. Kami orang Maluku menyebutnya baku sayang. Ketika disandingkan dengan politik, kata baku sayang lalu memberikan spirit yang mencerahkan politik. Membawa pulang politik yang pada hakikatnya, yaitu politik sebagai usaha bersama menghadirkan kebaikan bagi warga polis. Sejak era Yunani kuno, kita memahami politik sebagai tindakan partisipatif warga demi mewujudkan keadilan sebagai virtu atau kebajikan yang diidealkan dan diperjuangkan. Jurgen Habermas dalam konteks demokrasi modern membayangkan politik sebagai proses deliberasi. Demokrasi yang sehat terbangun melalui diskursus yang komunikatif di ruang publik. Proses komunikatif itu mesti bebas dari monopoli kekuasaan politik dan ekonomi. Hal ini tentu mensyaratkan adanya subjek-subjek politik atau warga negara yang tercerahkan. Apabila subjek politik telah tercerahkan, maka sudah barang tentu sikap politiknya akan dituntun oleh virtu. Duntuntun dengan kebajikan untuk menghadirkan bonum commune atau kebaikan bersama. Sampai di situ, seperti yang dikatakan oleh Jong Ambon Johanes Leimena, politik bukan alat kekuasaan, tetapi etika untuk melayani. Sesungguhnya hari ini, kita membutuhkan politik yang beretika. Politik yang dijiwai oleh spirit baku sayang. Bagi sebagian orang, hal ini mungkin akan dipandang sloganistik, utopis, dan tidak membumi. Sebab, nyatanya politik itu penuh intrik, sarat fitnah, diwarnai tindakan saling sikut demi syahwat kekuasaan. Realitas buram dunia politik itu tentu tak bisa kita tutupi. banyak politisi yang suka mengumbar janji di saat Pilkada atau Pemilu, tetapi setelah berkuasa menjadi amnesia. Bukan mengusahakan kesejahteraan bersama, tetapi membangun dinasti politik dan empire ekonomi keluarga dan golongan. Dan justru karena realitas buram itulah, kita membutuhkan etika dan spirit baku sayang dalam berpolitik. Politik baku sayang tentu tidak buta terhadap ketidakbenaran dan ketidakadilan. Sebab, kasih sayang itu selalu terarah pada tindakan memanusiakan manusia. Politik baku sayang justru tergerak oleh cinta untuk memutus tali-temali oligarki dengan kejernihan hati. Juga ketajaman pikiran. Politik baku sayang didorong oleh cinta untuk mengatakan kebenaran dengan kelembutan. Politik baku sayang tidak bermaksud membuat keseragaman. Namun hendak membangun ruang bagi perbedaan. Telinga sungguh-sungguh dipakai untuk mendengarkan. Yang penting di sini adalah kesaling-pengertian. Sekalipun berbeda, tetapi kita tetap saudara. Karena itu kita tetap baku sayang. Sampai di sini, tentu kita sangat memerlukan yang namanya kedewasaan. Hari ini saya melihat kedewasaan itu mulai menguncup dalam dinamika diskusi politik Forum Maluku Raya. Diskusi dengan perbedaan pendapat yang tajam tersebut berlangsung selama kurang lebih empat jam pada hari ini (Minggu, 9 Agustus 2020). Namun tetap dalam semangat dan spirit baku sayang yang tinggi dinatara sesama orang basudara. Diskudi ini dihadiri anak-anak Maluku lintas generasi. Ada cendekiawan, jurnalis, politisi, mantan pejabat sampai mahasiswa. Diskusi ini digagas sebagai respons atas realitas ketertinggalan dan ketidakadilan yang terjadi di Maluku Raya, Propinsi Maluku dan Maluku Utara. Hampir 75 tahun hidup mengindonesia. Tetapi Maluku tak kunjung sejahtera. Padahal, alamnya melimpah dengan kekayaan. Tentu saja, realitas ini menunjukkan bahwa ada yang salah dalam pengelolaan hidup bersama. Kesalahan itu ada di Maluku, dan Jakarta. Sentralisme pemerintahan dengan jargon NKRI harga mati adalah salah satu biang keroknya. Ditambah dengan tata kelola pemerintahan yang masih sarat dengan korupsi baik di pusat dan daerah. Hasilnya, rakyat Maluku pada khususnya terus sengsara. Karena itulah maka Forum Maluku Raya angkat bicara. Tentu, kita harus jujur berkata bahwa Forum ini belum mewakili semua anak Maluku dari Utara, Tenggara, Tengah sampai dengan Selatan tanah air Maluku. Apalagi anak Maluku sedunia. Namun, forum diskusif kemarin sungguh sangat menggembirakan. Berjam-jam katorang bisa bicara begiliran dan saling mendengarkan. Pandangan dan sikap politik juga masih sangat beragam. Bahkan, ada yang terlihat saling berlawanan. Namun, karena katong samua punya spirit untuk salang baku sayang, maka semua dapat dijalani dengan indah dan manis. Akhir yang manis ini menjadi awal yang menggembirakan. Kebenaran tentang keadilan dan keterbelakangan menjadi soal harus dikatakan dan diperjuangkan. Apalagi kalau dijalani dengan sikap yang elegan. Biarlah nurani dan kasih sayang yang berbicara, supaya harapan itu boleh berbuah kenyataan. Apa yang terjadi hari ini tidak lain adalah perayaan politik kasih sayang antar-anak Maluku. Toma dengan kasih sayang, wahai para kapitan-kapitan muda. Medan perjuangan telah terbuka menanti anda. Penulis adalah Pendeta dan Pemerhati Sosial Maluku.
KAMI Menghadapi KODOK
by Asyari Usman Jakarta FNN - Ahad (09/08). Ada KAMI, Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia. Banyak yang gerah. Gelisah. Bermunculan reaksi yang sifatnya mengecilkan koalisi oposisi ini. Tapi, rakyat mendukung kehadirannya. Sebab, Koalisi tidak bertujuan untuk menggulingkan pemerintah. Melainkan sebagai wadah untuk menyiapkan langkah-langkah antisipatif untuk menghadapi situasi yang berat. Cara berpikir manusia KAMI bertolak belakang dengan cara berpikir dan bertindak para penguasa. Orang-orang Koalisi melihat kondisi yang ada sudah sangat parah. Compang-camping. Carut-marut. Baik itu kondisi ekonomi, sosial, maupun politik (ekosospol). Tapi, para penguasa merasa semua baik-baik saja. Kondisi ekonomi menyeramkan. Pertumbuhan negatif yang diprediksi tidak hanya bertengger di angka -2 atau -3. Bisa sampai -7 atau -8. Angka seperti ini mirip gempa 8 atau 9 skala Richter. Dengan episentrum darat di kedalaman hanya 5 km. Bisa dibayangkan kerusakan akibat gempat semisal ini. Celakanya lagi, prediksi pertumbuhan minus besar itu kemungkinan akan berlangsung lama. Runyamnya lagi, Indonesia masih harus menggeluti wabah Covid-19. Untuk saat ini, perkiraan puncak wabah itu sendiri menjadi ‘liar’. Ada yang mengatakan sudah lewat. Tapi, fakta yang ada menunjukkan pucak itu masih sedang didaki. Kondisi sosial juga mengerikan. Peredaran dan konsumsi narkoba boleh dikatakan stabil di angka-angka yang menakutkan. Tidak terjadi pengurangan. Berbagai sumber mengatakan bertambah parah. Ada indikasi perdagangan narkoba dijadikan peluang duit oleh begitu banyak oknum penegak hukum. Yang berposisi kuat melindungi para bandar. Yang berpangkat rendah ikut menjadi kurir atau ‘pedagang asongan’ bahan berbahaya itu. Moralitas juga semakin parah. Semakin sering terdengar pesta seks remaja. Tukar pasangan semakin disukai. Akhlak yang berbasis keagamaan dan kultur bangsa, memudar dari hari ke hari. Para penyandang amoral bertemu di titik “free for all” (bebas lepas). Saking parahnya kerusakan itu, orang-orang yang menolak hubungan sejenis dianggap sebagai musuh HAM. Dianggap anti-NKRI. Dianggap anti-sosial. Unbelievably upside-down! Terbalik-balik. Dan, jangan lupa, penyebaran gaya hidup sejenis itu berlangsung sangat masif tapi senyap. Mereka bergerak rapi. Merekrut mangsa secara sistematis. Komunitas mereka semakin besar. Misi mereka dibela oleh kalangan liberalis-sesatis. Dilindungi oleh para pemegang kekuasaan yang buta moral dan antimoral. Dalam kondisi yang sangat memprihatinkan itu pun, pihak yang berkuasa malah ikut ‘nimbrung’. Pelajaran agama Islam dan bahasa Arab dipangkas. Alasannya, untuk menekan radikalisme. Untuk menumbuhkan toleransi. Senseless policy. Reckless act. Inilah formula kehancuran yang sedang dijejalkan kepada rakyat. Kondisi politik sangat parah. Yang terparah di antara yang pernah parah. Penipuan elektoral yang berkedok demokrasi, merajalela. Meluas. Penipuan itu berlangsung di mana-mana, di semua level pemilihan umum. Di pilpers, pileg, dan pilkada. Para pemilik kuasa eksekutif dan kuasa uang bisa menentukan kemenangan perolehan suara. Lembaga-lembaga pelaksana pemilu bisa diatur sesuai keinginan mereka. Tentunya dengan imbalan besar. Kondisi politik yang centang-prenang juga terpancar dari perseteruan kesumat antara kelompok penipu versus rakyat garis lurus. Permusuhan itu kelihatannya akan berlangsung permanen berkat pemupukan yang dilakukan oleh para penguasa. Permusuhan itu tidak main-main. Banyak yang membayangkan bahwa Indonesia, sewaktu-waktu, bisa dilanda konflik horizontal. Ini semua disebabkan oleh kecerobohan segelintir orang yang rakus kuasa dan rakus duit. Ada lagi masalah lain. Satu kelompok politik yang merasa kuat bercita-cita untuk menghilangkan Pancasila menjadi satu sila saja. Itulah tujuan yang tertulis di AD/ART kelompok antiketuhanan itu. Mereka jelas-jelas tidak senang dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Banyak yang percaya gerakan ini mewakili tekad kaum komunis-PKI. Pantas diduga pula agenda domestik untuk mengubah Pancasila menjadi Ekasila alias Gotong Royong ditunggangi oleh kekuatan komunisme China. Kondisi politik yang parah ini tidak hanya berpotensi menimbulkan perkelahian internal. Tetapi juga terbuka bagi kekuatan eksternal yang ditengarai memiliki agenda jahat. Banyak pemerhati politik yang melihat RRC (China) telah menyiapkan ‘blue print’ untuk menjadikan Indonesia sebagai koloni mereka. Kolini dalam arti jamak. Analisis ini tidak berlebihan. Ada proses yang sangat relevan ke arah itu. Misalnya, pengistimewaan China dalam hal investasi proyek-proyek besar. Menjadikan China sebagai kreditur utama Indonesia. Yang membuat Indonesia hari ini tersandera utang budi ke Beijing. Posisi ini sangat rentan. China telah menunjukkan bahwa mereka “berhak” atas Indonesia. Mereka mendikte syarat proyek-proyek besar. Tenaga kerja mereka harus diterima di Indonesia. Di atas kondisi ekosospol yang berantakan ini, ada pula kondisi pertahanan-keamanan (hankam) yang sangat rawan jika harus menghadapi keangkuhan China. Banyak orang yang mencandakan kebenaran bahwa China, kalau mereka mau, bisa “membereskan” Indonesia dalam beberapa hari saja. Semua inilah yang membuat KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia) mendaklarasikan diri. Mereka melihat ada ancaman serius terhadap eksistensi Indonesia. Terhadap keutuhan NKRI. Tetapi, KAMI sendiri harus menghadapi kekuatan koalisi lain. Yaitu, Koalisi Orang Dungu Otak Kotor disingkat KODOK. Koalisi ini merasa tidak ada masalah dengan utang yang menumpuk. Tidak masalah proyek-proyek besar didikte oleh China. Tidak masalah naker China menyerbu Indonesia. KODOK merasa Indonesia baik-baik saja. Koalisi ini sangat kuat meskipun tanpa pikiran yang jernih. KODOK diramaikan oleh orang-orang yang berkuasa di semua lini. Sikap dan tabiat mereka dituntun oleh peluang untuk memperkaya diri. Plus, mereka memiliki kelebihan berupa ketotolan terbaik di dunia.[] Penulis adalah Wartawan Senior FNN.co.id.