OPINI
Rocky Gerung de Plato
by Dr. Syahganda Nainggolan Jakarta FNN – Senin (31/08). Rocky Gerung (Roger) telah memberi ceramah sepuluh menit yang menakjubkan dalam rapat perdana Majelis Deklarator KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia) di Pendopo milik Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo, beberapa hari lalu. Pertama, Roger mengatakan bahwa untuk bersekutu dengan KAMI dia harus naik ke Gunung Pancar. Roger merobek bajunya serta menuliskan KAMI pada robekan itu. Setelah Roger lalu menancapkan pada sebuah pohon di puncak gunung. Kedua, dari Gunung Pancar itu dia melihat sebuah Pendopo yang angkuh. Yang suatu saat nanti, akan dia lumpuhkan keangkuhan pendopo itu. Hanya berselang beberapa waktu ternyata dia berpidato di pendopo tersebut (acara KAMI). Ketiga, Roger mengatakan bahwa di puncak Gunung Pancar itu, dia memikirkan dua hal, yakni a) Rolling Stone. Sebuah batu besar yang berguling dari puncak gunung itu mungkin akan berakibat pada dua hal, yakni a. 1) batu besar itu tidak menyisakan bekas apapun pada bagian luarnya. Bahkan bekas lumut sekalipun. a. 2) Namun batu besar yang berguling itu dapat membuat batu-batu di sekitarnya ikut berguling bergelinding ke bawah sehingga membuat perubahan struktur gunung itu. Pikiran lainnya, b) Roger menemukan kekeringan pada desa-desa di Gunung Pancar. Karena sumber air disedot oleh properti-properti mewah milik orang kaya di kaki Gunung Pancar. Petani dikorbankan oleh situasi itu. Roger memukau KAMI dalam pidato singkatnya. Karena Roger dapat menjelaskan kerangka perjuangan KAMI dengan dialektika yang baik. Roger menjelaskan arah perjuangan KAMI adalah menjadikan orang-orang miskin di puncak Gunung Pancar harus lebih mulia daripada orang-orang kaya raya di bawah gunung itu, di Sentul. Roger menjelaskan strategi perubahan harus melihat tanda-tanda alam dan melihat bergulirnya bebatuan. KAMI sebagai "batu besar" harus mampu menggerakkan bebatuan lainnya bergulir dan merubah struktur pegunungan (perubahan sosial besar). Roger adalah bapak filsuf Indonesia. Seperti Plato, Roger mengalami transformasi dari "pure reason" menjadi juga "empiricism". Pembahasan Roger terhadapa segala hal, sebagaimana Plato muda, harus mengutamakan akal sehat. Jika tidak bisa dicerna akal sehat, maka apa yang bisa didiskusikan? Namun, perenungan Roger dari gunung ke gunung, seperti juga Himalaya beberapa tahun lalu, membawa Roger percaya pada kekuatan alam semesta. Dalam "pure reason", Roger juga sering menyelipkan kata-kata tentang hukum alam dan kekuatan alam. Dari sinilah Roger berinterseksi dengan kalangan agama yang menempatkan kekuatan "beyond ratio" pada Tuhan Yang Maha Esa. Ruang interaksi itu membuat perubahan besar Roger muda dengan Roger saat ini, dimana dirinya banyak berinteraksi dengan para agamawan, khususnya kalangan ulama. Pengamatan atau observasi Roger atas nasib petani yang kekurangan air, membawa Roger dari filsup "prepositional knowledge" ke arah sosiolog. Tesa, Anti Tesa dan Sintesa tidak lagi terjadi karena (ala hegelian) perbenturan idea, namun Roger menemukan jawaban dari observasi (pengamatan). Fakta dan tafsir atas fakta menjadi penting dalam bagian hidup Roger. Fakta dan tafsir atas fakta pada kehidupan Plato telah pula merubah Plato, yang awalnya percaya demokrasi menjadi ragu terhadap demokrasi. Kematian gurunya, Socrates, dihukum mati, di era demokrasi Yunani, membawa Plato terguncang. Roger sepanjang hidupnya adalah pejuang demokrasi. Di masa otokrasi Orde Baru, Roger telah ikut mendirikan Fordem (Forum Demokrasi), yang melawan Suharto. Forum Demokrasi sangat terkenal didirikan antara lain oleh Gus Dur, Marsilam Simanjuntak, Rahman Toleng. Dua nama terakhir adalah bagian guru politik Roger. Namun, Roger melihat sepanjang dua puluh tahun belakangan ini, demokrasi telah ditunggangi dan dikangkangi pemilik modal dan kaum oligarki lainnya. Oligarki yang membuat antara lain, petani-petani kehilangan air karena disedot properti mewah orang-orang kaya. Dua puluh tahun, atas nama demokrasi, perampokan sumber daya alam kita terjadi dan tidak menyisakan bagian orang-orang miskin. Bisa jadi jalan demokrasi bagi Roger sedang dicurigainya, sebagaimana yang terjadi pada Plato, yang akhirnya menolak demokarasi. Namun, tampaknya Roger masih menyimpan demokrasi sebagai yang terbaik. Penutup Debat Roger dengan seorang pejabat negara dari Kementerian Kominfo , yang juga Guru Besar Universitas Airlangga, dua hari lalu di sebuah stasiun TV swasta, telah diikuti dengan hujatan sang Guru Besar bahwa Roger memberi dua manfaat di Indonesia katanya. 1) Roger telah menyatukan mereka yang dinilai kelompok intolerant. 2) Roger membantu Guru Besar tersebut memperbanyak follower tweeter-nya. Penjelasan saya di atas sebelumnya, telah menjelaskan bahwa Roger adalah pewaris pikiran kaum liberal. Pikiran yang di jaman Belanda dan Kemerdekan, disebut orang-orang Partai Sosialis Indonesia (PSI). Namun, paska kematian Dr. Syahrir dan kematian Rahman Toleng, gurunya, transformasi telah terjadi pada Roger. Roger telah mengasah dirinya menjadi kekuatan pencerah bagi bangsa dan perjalanan cita-cita bangsa. Istilah intoleran, misalnya, dalam pandangan kekinian Roger bukanlah sekedar pembelahan sosiologis. Namun intolerant bagi Roger adalah kritikan kepada orang-orang kaya supermewah di kaki Gunung Pancar. Mereka yang telah merampok air dari orang-orang petani miskin di wilayah atasnya. Kelompok intoleran bagi Roger bukan lagi mayoritas Islam yang ingin menegakkan Kalimat Tauhid. Namun adalah segelintir orang yang menguasasi 80% kekayaan bangsa kita. Mereka yang menjadikan orang-orang miskin menjadi pengemis di negerinya sendiri. Professor atau bukan, buat Roger adalah soal kecil. Sebagaimana ejekan guru besar itu padanya. Bagi Roger, guru besar jika otaknya kecil, akan tidak bermakna apa-apa. Tidak ada manfaatnya, termasuk untuk snag guru besar. Dalam sejarah "Genocide" pada jutaan orang-orang Jahudi di Jerman di masa Hitler adalah karena hampir semua guru besar terlibat mendukung kebijakan Hitler. Sebagai seorang filsup, kekuatan Roger adalah di "otak besar" yang melampaui batas-batas epistemologi dan methodologi. Sebab epistemologi dan methodologi seringkali menjerat kaum cendikiawan pada tanggung jawab kemanusiannya. Sebagai filsup, Roger telah menjadi candu bagi anak-anak milenial dan emak emak untuk kembali belajar filsafat (sebuah ilmu yang rumit dan membosankan). Kemampuan Roger mencerahkan manusia dengan akal sehat dan mudah dipahami, membuat Roger mampu menghimpun banyak pebgikut, "No Rocky, No Party". Guru Besar Airlangga itu kagum kepada Roger, karena bisa menambah jumlah followers setelah debat dengan Roger. Dalam masa tranformasi dunia saat ini karena pandemi (digitalisasi total kehidupan, deglobalisasi, dan social justice) peranan filsup sangat dibutuhkan, disamping ulama-ulama dan tokoh-tokoh agama. Mudah-mudahan Roger akan sebesar atau lebih besar dari Plato nantinya. “Bravo Roger” Penulis adalah Direktur Eksekutif Sabang Merauke Circle.
Zeng Wei Jian Menulis Begitu Karena Dia Tidak Punya Moral
by Asyari Usman Jakarta FNN - Senin (31/08). Penulis angin-anginan, Zeng Wei Jian (ZWJ), kembali membuat ulah. Dia menyimpulkan bahwa di dunia ini tidak ada gerakan moral. Karena itu, dia membuat judul tulisan “Tidak Ada Gerakan Moral”. Tanpa dia jelaskan pun, semua orang paham. Zeng dirobotkan untuk melancarkan “serangan ilmiah” terhadap kehadiran Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI). Dia pun berusaha sekuat tenaga untuk menggambarkan bahwa KAMI adalah gerekan politik. Kita semua mengertilah posisi ZWJ. Pengeluarannya sangat besar. Dia butuh dukungan ‘immoral’ yang besar pula. Agar dia bisa menulis dengan tenang tentang ‘moral’. Jadi, ‘outgoing’ yang besar itu memerlukan ‘incoming’ yang besar. Ini hanya bisa didapatkan Zeng dengan cara ‘intelectual prostitution’. Harus melacurkan intelektualitasnya. Celakanya, Zeng melakukan pelacuran itu terlalu vulgar. Dia lepaskan semua pakaian kecendekiaanya sampai ke titik bugil. Semua terlihat. Termasuk ‘intelectual disorder’ dia ikut terpapar. Rupanya, ‘tubuh’ pikiran penulis yang hidup dalam ketergantungan ini, tidaklah semulus yang dibayangkan oleh para pelanggan yang biasa menggunakan jasa pelacuran intelektual Zeng. Dia mendadani sendiri ‘tubuh’ pikirannya tanpa berkaca lagi untuk memastikan apakah alat-alat make-up yang dia pakai sudah cocok. Zeng kemudian keluar berlenggang-lenggok menjajakan ‘intelectual disorder’-nya yang berbungkus kutipan-kutipan filosofis yang subjektif dan disesuaikan dengan keinginan pemesan. Tapi, ketika dia menulis “Tidak Ada Gerakan Moral”, terbuka jelas bahwa ZWJ adalah pribadi yang mirip dengan terminologi ‘orang tanpa gejala’ (OTG) dalam urusan Covid-19. Artinya, ketika Zeng mengatakan tidak ada gerakan moral, dia sebetulnya sedang mengidap penyakit kehilangan moral. Dia tidak sadar bahwa dia sudah tak punya moral lagi. Sama dengan OTG Covid-19. Orang itu tidak tahu kalau di dalam dirinya ada virus Corona. Zeng tidak menyadari ‘immoral virus’ (virus amoral) yang bersemayam di dalam dirinya. Tidaklah mengherankan kalau Zeng menulis “Tidak Ada Gerakan Moral”. Sebab, dia tidak bisa lagi membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Simply because this guy has removed his sense of morality. Dia membuang konsep moral. Kelihatannya, Zeng sudah lelah hidup bermoral. Sehingga, di dalam ketergantungannya pada pesanan, ZWJ menyimpulkan bahwa semua orang melakukan pekerjaan yang sama seperti yang dia lakonkan. Zeng menyangka semua orang tidak punya moral juga seperti dia. Zeng lupa atau sengaja melupakan gerakan moral yang dilancarkan oleh Mahatma Gandhi, Nelson Mandela, Martin Luther King, Bunda Theresa, atau Marsinah di Indonesia. Berpolitikkah mereka? Tidak harus seperti yang dikatakan Zeng. Bahwa pesan-pesan moral para tokoh itu menyentuh atau bahkan menyinggung para politisi, khususnya para politisi busuk, itu sangat mungkin. Bahwa pesan-pesan moral mereka dirasakan mengancam kekuasaan yang sewenang-wenang, itu juga mungkin sekali. Dalam konteks tulisan Zeng, bisa jadi gerakan moral KAMI diproyeksikan oleh para penguasa sebagai ancaman. Zeng hadir untuk ‘mengolah’ proyeksi ini. Aspek inilah yang dilihat oleh Tom Golway, seorang penulis kontemporer yang juga seorang teknolog digital. “Ideas and creativity are the most dangerous weapons against those who look to suppress freedom. Never underestimate the power of collective, civil discussions with those who hold opposing views.” “Gagasan dan kreativitas adalah senjata yang paling berbahaya terhadap mereka yang ingin menindas kebebasan. Jangan pernah anggap remah kekuatan diskusi sipil kolektif dengan mereka yang punya pandangan yang berlawanan.” Inilah yang dilakukan KAMI. Meramu gagasan. “Konsep,” kata Dr Syahganda Nainggolan –salah seorang deklarator KAMI. Gagasan-gagasan yang akan melahirkan kreativitas untuk menyelamatkan Indonesia. Pertanyaannya, apakah Indonesia sedang terancam? Zeng Wei Jiang mungkin akan mengatakan tidak ada ancaman. Sebab, hanya orang-orang yang memiliki sensor moral yang bisa mendeteksi ancaman. Bagi Zeng, semuanya sama. Negara dalam keadaan terancam atau tidak, tidak ada bedanya. Politik tanpa moral, kekuasaan tanpa moral, ekonomi tanpa moral, bisnis ugal-ugalan, eksploitasi alam semena-mena, tidak masalah bagi Zeng Wei Jian. Semua itu tidak perlu moralitas. Bagi Zeng, penindasan ok, korupsi ok, penipuan elektoral ok, kerakusan bisnis ok. Semua ok. Sepanjang perut dia selalu kenyang dan ‘immoral adventure’-nya tidak teracam.[] Penulis adalah Wartawan Senior FNN.CO.ID
Lebih Ganas 10 Kali, Mutasi D614G Covid-19
by Mochamad Toha Surabaya FNN - Minggu (30/8). Dalam tulisan lalu, saya ungkap tentang adanya varian baru yang sudah ditemukan di Malaysia, Thailand, dan Philipina, yang berkemampuan 10 kali lebih mematikan dibanding Covid-19. Apalagi, saat ini mutasi Virus Corona sudah lebih dari 500 varian. Ternyata, karena gennya bermutasi, mutannya ada yang “bersifat” tidak hanya ke reseptor Angiotensin Converting Enzyme 2 (ACE2) saja, tetapi langsung menginfeksi sel-sel saraf. Manifesnya bisa meningitis. Ada juga yang langsung berikatan atau nempel di sel-sel darah merah, sehingga manifestasi klinisnya seperti DB, tapi setelah dites PCR: positif. Ini banyak ditemukan di pasien-pasien anak di rumah sakit. Jadi, Covid-19 tersebut tak hanya menginfeksi di saluran pernapasan seperti yang selama ini beredar! Dia mampu menyerang saluran pencernaan dan syaraf. Varian baru itu diberi Kode D614G. Farmasetika.com pada dua pekan lalu menulis, Institute of Medical Research (IMR) telah mendeteksi mutasi Covid-19 tipe D614G dalam tes kultur sampel yang diambil dari 3 kasus yang terkait dengan Cluster Sivagangga, dan satu dari Cluster Ulu Tiram, Malaysia. Sebelumnya, pada Juli 2020 ditemukan di Eropa. Dalam sebuah posting Facebook, Direktur Jenderal Kesehatan Malaysia Datuk Dr Noor Hisham Abdullah mengatakan, mutasi D614G pertama kali terdeteksi pada Juli 2020. Dan, penelitian kemungkinan akan mengungkapkan, vaksin apa pun yang ada tidak efektif melawan mutasi tersebut. “Itu ditemukan 10 kali lebih mungkin untuk menginfeksi individu lain dan lebih mudah disebarkan oleh individu penyebar super,” jelasnya seperti dikutip dari New Straits Times, Minggu (16/8/2020). “Selama ini, kedua cluster tersebut terkendali karena berbagai kontrol kesehatan masyarakat di lapangan,” lanjutnya. Meski demikian, masyarakat harus tetap waspada dan berhati-hati karena Covid-19 dengan mutasi D614G telah terdeteksi di Malaysia. “Terus melakukan tindakan preventif dan (tetap) patuhi standar operasional prosedur yang ditetapkan, seperti menjaga jarak fisik, praktik kebersihan diri, dan memakai masker saat berada di tempat umum,” ujarnya. Ia menambahkan, pengujian ini masih pendahuluan, dan ada beberapa uji lanjutan yang sedang dilakukan terhadap kasus-kasus lain, termasuk kasus indeks kedua klaster. Dr Noor Hisham menekankan, situasi Covid-19 di negara itu terkendali dan Kementerian Kesehatan, bersama dengan lembaga lain, masih melakukan upaya untuk mengekang penyebaran virus corona. “Kerja sama dari masyarakat sangat dibutuhkan, agar kita bisa bersama-sama menekan penularan infeksi Covid-19 dari segala jenis mutasi,” imbuhnya. Covid-19 D614G Mutasi genetik itu ditandai dengan perubahan permanen urutan DNA yang mungkin terjadi karena faktor lingkungan (radiasi UV), atau karena kesalahan selama proses replikasi DNA. Mutasi genetik tersebut bisa terjadi dari banyak jenis, termasuk missense, nonsense, insertion, deletion, duplikasi, frameshift, dan repeat expansion mutation. Mutasi D614G adalah mutasi missense di mana perubahan pasangan basa DNA tunggal menyebabkan substitusi asam aspartat (kode satu huruf: D) dengan glisin (kode huruf tunggal: G) pada protein yang dikodekan oleh gen yang bermutasi. Kodon RNA yang mengkode asam aspartat dan glisin dirancang masing-masing sebagai GAU/GAC dan GGU/GGC. Jadi, mutasi tunggal pada kodon RNA yang menyebabkan pergeseran A ke G tersebut bisa menyebabkan pergeseran asam aspartat menjadi glisin dalam urutan peptida dari protein target. Glisin adalah asam amino nonpolar dengan satu atom hidrogen sebagai rantai sampingnya; sedangkan asam aspartat adalah asam amino polar dengan rantai samping asam. Mengingat perbedaan substansial antara sifat dasar asam amino ini, mutasi D614G diharapkan memiliki implikasi biologis yang signifikan. Secara umum, virus dapat mengalami mutasi genetik yang sering karena beberapa faktor, seperti seleksi alam dan pergeseran genetik acak. Karena faktor-faktor ini dapat bekerja secara berurutan, seringkali sangat sulit untuk mengidentifikasi kapan mutasi virus menjadi lebih umum. Dalam kasus virus corona baru, mutasi D614G pada protein lonjakan virus terjadi pada tahap awal pandemi, dan bukti terbaru menunjukkan bahwa virus yang mengandung residu glisin di posisi 614 kini telah menjadi varian paling umum secara global. Untuk mengidentifikasi faktor penyebab yang bertanggung jawab atas kemunculan cepat G614 yang mengandung virus corona, para ilmuwan telah memantau secara ekstensif semua data sekuensing genom virus corona yang tersedia secara global di database Global Initiative for Sharing All Influenza Data (GISAID). Dengan menggunakan metode bioinformatis yang sesuai, para ilmuwan telah menemukan bahwa mutasi G614G pada protein lonjakan virus adalah mutasi yang paling sering terjadi di banyak lokasi geografis. Sebagai virus pseudotipe, varian G614 memiliki titer infeksi yang jauh lebih tinggi daripada varian D614. Ini menunjukkan bahwa lonjakan mutasi D614G membuat virus korona baru lebih menular dan virus dapat ditularkan dengan lebih mudah dan cepat dari orang ke orang. Selain itu, para ilmuwan telah menunjukkan, orang yang terinfeksi varian G614 memiliki viral load yang lebih tinggi di saluran pernapasan bagian atas dibandingkan dengan mereka yang terinfeksi varian D614. Namun, mutasi D614G itu tidak terkait dengan peningkatan keparahan penyakit. Karena mutasi D614G terletak pada antarmuka antara protomer protein lonjakan yang berdekatan, mutasi ini bisa memodulasi interaksi protomer-protomer dengan mengganggu pembentukan ikatan hidrogen antar-protomer. Menariknya, satu studi yang dilakukan pada pseudovirus yang mengandung D614 atau G614 telah mengklaim bahwa virus yang mengandung G614 lebih rentan terhadap netralisasi yang dimediasi sera. Penemuan ini menunjukkan, mutasi D614G tidak memfasilitasi virus keluar dari respon imun host. Apakah mutasi Spike D614G dikaitkan dengan kasus kematian yang lebih tinggi? Meski tidak ada bukti yang menunjukkan, mutasi D614G dikaitkan dengan peningkatan keparahan Covid-19, sebuah penelitian terbaru yang menggunakan pohon filogenetik lebih dari 4000 genom virus corona telah mengklaim, virus yang mengandung mutasi D614G lebih ganas, dan karenanya, dikaitkan dengan penyakit dengan tingkat kematian yang lebih tinggi. Penelitian ini berspekulasi, patogenisitas virus yang lebih tinggi mungkin disebabkan oleh perubahan konformasi yang dimediasi oleh mutasi pada protein spike, yang memfasilitasi pemaparan situs pembelahan polibasik ke protease seluler. Bisakah mutasi D614G mempengaruhi pengembangan vaksin? Protein spike mendapatkan banyak perhatian dari sistem kekebalan inang karena terletak di permukaan luar virus (protein eksternal). Dengan demikian, mutasi spike D614G tersebut diharapkan memainkan peran utama dalam memodulasi kemampuan virus untuk melarikan diri dari respons imun yang diinduksi oleh vaksin. Namun, ada bukti yang menunjukkan bahwa kemungkinan mutasi D614G mempengaruhi kemanjuran vaksin sangat kecil. Karena mutasi itu tidak berada dalam domain pengikat reseptor protein spike, mutasi kecil kemungkinan memengaruhi kemampuan domain tersebut untuk menginduksi respons imun inang, yang diyakini sebagai prasyarat untuk netralisasi virus yang dimediasi antibodi. Selain itu, sebagian besar vaksin yang sedang berlangsung dikembangkan untuk melawan domain pengikat reseptor, dan dengan demikian, mutasi D614G seharusnya tak berpengaruh pada kemanjuran vaksin. Pengamatan penting lainnya adalah bahwa serum penyembuhan yang diperoleh orang yang terinfeksi virus D614 telah ditemukan bisa menetralkan virus yang mengandung G614, begitu pula sebaliknya. Ini menunjukkan bahwa mutasi D614G tidak mengubah respons imun yang dimediasi oleh antibodi. Kabarnya, sebelum di Malaysia, D614G itu sudah ditemukan di Indonesia. *** Penulis wartawan senior FNN.co.id
Rakyat “Subsidi Paksa” Pertamina Puluhan Triliun
by Anthony Budiawan Jakarta FNN – Ahad (30/08). Belum lama berselang Pertamina mengumumkan laporan keuangan semester pertama 2020 (1H 2020). Hasilnya membuat masyarakat terkejut bukan kepalang. Pertamina rugi Rp. 11 triliun selama 1H 2020. Setara dengan U$ 761,2 juta dolar. Padahal “subsidi paksa” dari masyarakat yang menderita akibat pandemi corona telah menyelamatkan laporan keuangan Pertamina. Unit Penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) di dalam negeri mengalami untung besar. Keuntungan itu puluhan triliun rupiah. Sayangnya, dalam laporan keuangan, Pertamina bilang mengalami kerugian. Masyarakat selalu bertanya-tanya. Kenapa Pertamina bisa rugi besar. Padahal Pertamina sudah “disubsidi” oleh rakyat, meskipun itu subsidi terpaksa. “Subsidi paksa” yang dimaksud adalah masyarakat membeli BBM di dalam negeri dengan harga yang sangat mahal sekali. Jauh di atas harga normal, atau harga pantas, atau harga konstitusi. Karena, harga jual eceran BBM di dalam negeri seharusnya sudah turun sejak lama. Baik berdasarkan kepantasan dan moral, maupun berdasarkan peraturan Menteri Enrgi dan Sumberdaya Miniral (ASDM) yang merupakan turunan dari undang-undang (UU). Dimana harga BBM seharusnya disesuaikan setiap bulan dengan formula perhitungan tertentu, yang mengacu pada harga internasional yang sudah mengalami penurunan tajam sejak awal 2020. Apa mau dikata, ternyata tidak ada penyesuaian harga penjualan BBM di dalam negeri. Rakyat harus membayar “subsidi paksa” kepada Pertamina. UU ditabrak? Tidak masalah. Negeri sudah biasa, silemah tidak bisa berbuat apa-apa menghadapi keperkasaan dan kedigjayaan penguasa. Mau menuntut? Silakan. Sikuat memang kuat segalanya. Juga kuat di pengadilan. “Subsidi paksa” yang diberikan masyarakat kepada Pertamina sangat besar sekali. Mungkin mencapai Rp. 28 triliun selama empat bulan. Dari Meret sampai Juni 2020. Atau bahkan bisa juga lebih. Kita tidak tahu secara pasti karena tidak ada data yang detil. Hanya pemerintah (dan Pertamina yang tahu). Mungkin DPR juga tidak tahu, atau memang DPR tidak mau tahu. Tapi kita bisa memperkirakan berapa penurunan harga penjualan BBM yang wajar selama pandemi. Dengan memperhatikan perubahan harga BBM di negara lain. Karena BBM adalah produk universal yang mengacu pada harga internasional yang sama harganya di semua negara. Homogen. Kita bisa tengok harga penjualan BBM di Malaysia. Karena mereka mempublikasi perubahan harga BBM secara mingguan. Berbahagialah rakyat Malaysia. Berbeda antara langit dan bumi dengan yang terjadi di Indonesia. Pemerintah dan Pertamina menyembunyikan rapat-rapat kenuntungan yang diperoleh dari penjualan BBM di dalam negeri yang tinggi dan memeras rakyat tersebut. Malaysia hanya menjual 3 jenis BBM di dalam negeri, yaitu RON95 (sejenis Shell V-power), RON97 (sejenis Pertamax Turbo) dan Diesel. Harga ketiga jenis BBM tersebut semuanya diturunkan sekitar 40 persen pada periode 11 April sampai 15 May 2020. Indonesia tetap bertahan dengan harga penjualan yang mencekik leher rakyatnya sendiri. Dikonversi ke rupiah, harga BBM (RON95) di Malaysia turun rata-rata Rp 1.500 per liter pada Maret 2020, Rp 2.800 per liter pada April 2020, Rp 2.570 per liter pada Mei 2020, dan Rp 1.700 per liter pada Juni 2020. Ini bila dibandingkan dengan harga pada akhir Februari 2020. Penurunan harga di Malaysia ini bila kita adopsi untuk Indonesia, artinya kalau Pertamina seadil Petronas, yang tidak mencekik rakyatnya sendiri, maka ada lebih bayar kepada Pertamina sekitar Rp 5,4 triliun, Rp 8,6 triliun, Rp 8,9 triliun, dan Rp 5,8 triliun pada Maret, April, Mei dan Juni 2020. Totalnya sekitar Rp 28 triliun lebih. Atau hampir U$ 2 miliar dolar. Perhitungan ini diperoleh dari penjualan gasoline dan gasoil bulanan dikali selisih (potensi penurunan) harga rata-rata bulanan. Penjualan pada Maret hingga Juni masing-masing 115,79 ribu kilo liter, 102 ribu kilo liter, 111,9 ribu kilo liter dan 113,81 ribu kilo liter. Tentu saja perhitungan ini hanya perkiraan berdasarkan data dan informasi yang dimuat di berbagai media. Perhitungan rincinya ada pada Pertamina. Semoga saja Pertamina berkenan memberi koreksi. Sehingga masyarakat bisa mengetaui keuntungan sebenarnya yang di dapat Pertamina. Dengan mendapat “subsidi paksa” dari masyarakat, mustahil Pertamina mengalami kerugian. Apalagi untuk Unit Penjualan BBM di dalam negeri. Dari laporan keuangan yang dipublikasi, Pertamina memang secara operasional dapat dibilang tidak rugi selama 1H 2020. Penjualan 1H 2020 tercatat U$ 20,48 miliar dolar, dengan Laba Bruto U$ 1,61 miliar dolar. Beban Usaha dan Umum mencapai U$ 1,67 miliar dolar. Sehingga Laba Sebelum Pajak Penghasilan (PPh) hanya minus U$ 0,06 miliar dolar AS, atau tepatnya U$ 58,3 juta dolar saja. Anehnya, dalam kondisi rugi seperti ini, Pertamina harus bayar PPh U$ 702,9 juta dolar. Sehingga total Rugi Bersih setelah PPh menjadi U$ 761,2 juta dolar. Ini sangat menarik. Kok bisa, Laba Sebelum PPh hanya U$ 58,3 juta dolar, tetapi dikenakan PPh 702,9 juta dolar AS? Jumlah PPh ini setara dengan laba hampir U$ 3 miliar dolar AS. Artinya, ada unit usaha di Pertamina yang membukukan laba sangat besar sekali. Hanya ada satu kemungkinan untuk itu, yaitu Unit Penjualan BBM yang “disubsidi rakyat” U$ 2 miliar dolar, atau bahkan lebih besar lagi. Keuntungan Unit Penjualan BBM dalam negeri tersebut untuk menutupi kerugian pada unit-unit lainnya, sehingga Pertamina hanya bisa menghasilkan Laba Bruto sebesar U$ 1,61 miliar dolar. Dan Rugi Bersih sebelum PPh U$ 58,3 juta dolar. “Subsidi paksa” dari rakyat yang sedang menderita tekanan ekonomi telah menyelamatkan keuangan Pertamina. Rakyat telah menyelamatkan Pertamina dari kerugian raksasa. Mohon Pertamina, DPR dan Meneg BUMN berkenan memberi koreksi atas angka “subsidi paksa” tersebut di atas. Penulis adalah Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS).
Rezim Ini, Orang Miskin Tidak Boleh Sehat
by M Rizal Fadillah Bandung FNN- Ahad (30/08). Gila memang. Harga vaksin yang diimpor pemerintah dari China melalui Bio Farma akan bertarif Rp, 440.000, kata Erick Thohir Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Artinya, cukup mahal dengan harga setinggi itu. Kemungkinan hanya orang yang bisa membayar dengan uanga Rp. 440.000 saja yang bisa divaksin. Bagi orang-orang yang mampu, tentu saja uang sebesar itu tidak ada persoalan. Berbeda dengan masyarakat pada umumnya, khususnya yang dikategorikan kelompok rakyat miskin. Nilai vaksin Rp 440.000 tersebut, tentu sangat dirasakan berat. Untuk kebutuhan makan sehari-hari saja masih susah. Apalagi untuk membeli vaksin buatan China. Pemerintah negeri ini memang aneh. Ngotot memaksakan untuk dapat mengambil dan menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) demi covid 19 tanpa akibat hukum melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 yang telah disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020. Lalu pemerintah pun mendapatkan dukungan mudah dari DPR, sehingga jadilah UU No. 2 tahun 2020. Akan tetapi untuk vaksin, ternyata masih dibebankan juga kepada rakyat masing-masing untuk bisa mendapatkan. Rapanya orang miskin sangat susah untuk menjadi sehat di negeri ini. Covid 19 adalah penyakit mematikan. Pandemi yang menggoncangkan, dan berdampak bukan saja kepada aspek kesehatan tetapi juga sosial, ekonomi, bahkan politik. Pemerintah pun menetapkan status darurat kesehatan dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagai pilihan kebijakan berdasarkan UU No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Penandatanganan "kerjasama" impor sebanyak 50 juta dosis vaksin dari China pada tanggal 20 Agustus 2020 lalu di Hainan. Penandatanganan tersebut akan ditindaklanjuti dengan pengiriman mulai bulan Nopember 2020 hingga Maret 2021. Penyuntikan vaksin massal pun nantinya akan dilakukan. Masalahnya adalah biaya yang harus ditanggung oleh masyarakat itu sendiri cukup mahal. Malah ada yang mencurigai jangan-jangan Pemerintah sedang berbisnis dengan rakyatnya sendiri. Pemerintah rupanya masih perlu mencari keuntungan dari penjualan vaksin buatan China tersebut dari rakyat. Susah juga ornga miskin untuk menjadi sehat di negeri ini. Akibat pandemi covid-19, rakyat telah mengalami kesulitan bertingkat. Kesulitan yang tidak pernah dirasakan rakyat sebelumnya.Kesulitan tingkat satu, tertekan oleh serangan pandemi covid 19. Sekurang-kurangnya stress dengan protokol kesehatan yang ditetapkan pemrintah. Kesulitan tingkat dua adalah dampak yang mengikutinya. Misalnya soal kerugian usaha, kesempitan mendapatkan lapangan kerja, atau silaturahmi yang terkendala diatara masyarakat. Kini masyarakat juga akan memasuki kesulitan tingkat tiga, yaitu harus membayar mahal biaya vaksin asal China. Rakyat akan semakin merasakan ketidakhadiran negara untuk melindungi dirinya, seperti perintah tujuan bernegara pada alinea ke empat Pembukaan UUD 1945. Negara yang hanya bisa menguras dan memeras rakyatnya sendiri di tengah penderitaan bertingkat. Negara pemberikan fasilitas kepada orang kaya. Sedangkan simiskin semakin menderita. Kini dengan vaksin berharga Rp. 440.000, maka akan bertambah berat beban si miskin untuk sehat di negeri ini. Orang miskin tidak boleh sehat. Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan.
Menguliti KAMI
by Ubedilah Badrun Jakarta FNN – Ahad (30/01). Kehadiran Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia(KAMI) mengejutkan Jokowi, Prabowo, Megawati dan publik secara luas. Dunia akademik juga terkejut, karena sebagian besar kelompok oposisi intelektual berkumpul dalam satu entitas koalisi untuk menyelamatkan Indonesia. KAMI muncul di banyak daerah, bahkan di sejumlah negara, terbaru saya dengar di Australia. Reaksi di luar KAMI cukup beragam dan menarik. Relawan Jokowi membentuk tandingan bernama Kerapatan Indonesia Tanah Air(KITA). Sejumlah politisi partainya Prabowo bersuara miring terhadap KAMI. Megawati juga merespon langsung bahwa KAMI kumpulan orang-orang yang ingin jadi Presiden. Publik dan media, baik mainstream maupun non mainstream berhari-hari mendiskusikan keberadaan KAMI dan sejumlah kritik-kritiknya pada pemerintah. Kelompok buzzer menyerang personal tokoh-tokoh KAMI. Bukannya mendebat gagasanya atau kritik-kritiknya. Bahkan peretasan terjadi pada akun media sosial Din Syamsudin, salah satu Deklarator KAMI. Buzzer menyebut KAMI ini kelompok orang-orang sakit hati. Rocky Gerung, salah satu Deklarator KAMI menyebut penguasa dan para buzzer sebagai kelompok sakit jiwa. Sakit hati adalah perbuatan melawan sakit jiwa. Keduanya sama-sama sakit. Entah mana yang sakitnya stadium satu, mana yang stadium empat. Bagaimana secara singkat fenomena ini dibaca dan dikuliti dengan menggunakan perspektif sosiologi politik? Sebagai akademisi, saya tidak ingin terjebak dalam tarikan analisis yang subyektif. Tentu pijakan analisisnya mesti scientifict. Berbasis data dan meminjam beberapa perspektif teori Sosiologi Politik. Cara membacanya bisa menggunakan indikator social movement yang beragam tidak tunggal. Menghindari cara menguliti dengan indikator tunggal sejenis seperti yang ditulis Zeng Wei Jian di akun facebook nya dengan judul "Tidak Ada Gerakan Moral", menguliti KAMI tetapi rujukanya political movement David S. Meyer dan Ralp W Nicholas. Ya, kesimpulanya jelas, karena paradigma analisisnya menggunakan analisis gerakan politik pasti kesimpulanya KAMI gerakan politik. Ini kutipan yang ditulis Zeng Wei Jian : A political movement is a collective attempt by a group of people to change government policy or society with mainly political goals. Jelas perspektifnya political movement, ya pasti kesimpulanya KAMI ditempatkan sebagai gerakan politik. Itu mirip ada satu gelas air putih lalu diberi setengah gelas garam. Lalu diaduk, dan buat kesimpulan itu air garam, padahal obyek asalnya adalah air putih. Coba kita kuliti KAMI dari perspektif yang berbeda. Menempatkan KAMI sebagaimana adanya. Diantaranya dengan menggunakan perspektif social movement theory, atau teori gerakan sosial. Ada banyak teori yang bisa digunakan. Tetapi dalam artikel singkat ini, cukup satu atau dua rujukan saja yang digunakan. Diantaranya perspektif Jurgen Habermas. Jurgen Habermas ketika menjelaskan fenomena gerakan sosial, mengemukakan bahwa social movement dipahami sebagai devensive relations to defend the public and private sphere of individuals againts the inroad of the state system and market economy (Gemma Edwards, Habermas and Social Movement Theory, 2009). Perspektif Habermas tersebut, menggambarkan bahwa sesuatu disebut gerakan sosial, jika terjadi relasi defensif antar anggota masyarakat yang terkonsolidasi untuk melindungi ruang publik dan private mereka. Akiabatnya, masyarakat melakukan perlawan, karena tekanan dari negara (state system) maupun ekonomi pasar (market economy). Sementara menurut Anthony Giddens ( Politics, Government and Social Movements , Sociology 7th Edition, 2013), gerakan sosial dimaknai sebagai upaya kolektif untuk mengejar kepentingan bersama. Juga gerakan untuk mencapai tujuan bersama atau gerakan bersama melalui tindakan kolektif (collective action) di luar lembaga- lembaga formal yang mapan. Dari perspektif Habermas dan Giddens diatas, sudah cukup untuk menempatkan KAMI sebagai gerakan sosial. Karena telah terpenuhinya sarat. Diantaranya sebagai upaya kolektif untuk mencapai tujuan bersama. Melindungi ruang publik dan privat (hak individu sebagai pribadi dan sebagai warga negara). Adanya tindakan kolektif (bergerak bersama). Dilakukan bukan oleh lembaga-lembaga formal mapan, tetapi oleh KAMI yang baru berdiri 18 Agustus 2020 lal. Entitasnya sangat cair, dan non formalistik. Bisa juga meminjam perspektif Sidney Tarrow dalam bukunya Power in Movement : Social Movements and Contentious Politics(2011). Sidney Tarrow yang menjelaskan bahwa sebuah gerakan sosial setidaknya memiliki empat indikator empirik penting. yaitu collective challenge, common purpose, social solidarity, and sustained interaction. Perspektif tersebut menegaskan bahwa dalam gerakan sosial, ada tantangan kolektif yang diyakini bersama. Juga ada tujuan bersama yang ingin dicapai, ada solidaritas sosial, dan adanya interaksi yang berkelanjutan antar mereka. Dengan meminjam perspektif Sydney Tarrow dan membaca fakta KAMI melalui analisis media, dan pengamatan langsung, maka KAMI memenuhi indikator sebagaimana yang ditulis SidneyTarrow sebagai gerakan sosial. Dalam indikator collective challenge, common purpose, social solidarity, and sustained interaction itulah moralitas gerakanya (misi besarnya) bisa dianalisis. KAMI bisa ditempatkan sebagai gerakan sosial berbasis pada kesamaan moralitas. Baik dalam melihat tantangan yang dihadapi, tujuan bersama yang ingin dicapai, solidaritas sosial yang dibangun dan kontinuitas jaringan yang terbentuk. Hal tersebut sesungguhnya juga terlihat jelas pada naskah jati diri KAMI dan Maklumat Deklarasi KAMI. Menganalisis isi dokumen secara mendalam dari sebuah entitas yang kita teliti adalah diantara cara scientifict di bidang ilmu-ilmu sosial. Itulah sebabnya KAMI dapat dibenarkan menyebut dirinya sebagai gerakan moral, karena pengakuan identitas dirinya dalam jati diri KAMI sebagai gerakan moral. Visi besarnya dalam Maklumat Deklarasi KAMI untuk membenahi negara melalui jalur oposisi non partai politik adalah juga moralitas gerakanya yang lebih memperjelas. Posisi KAMI sebagai gerakan moral nampaknya lebih menyulitkan kelompok penguasa dalam mematikan langkah KAMI. Apalagi kemudian dengan jejaring yang semakin luas. KAMI juga sesungguhnya bisa dikuliti dari sisi aktor atau tokoh-tokoh yang terlibat. Secara umum mayoritas tokoh KAMI adalah tokoh dari kalangan terpelajar, cendekiawan, tokoh agama, purnawirawan tentara atau polisi, kelompok profesional, pebisnis, pegawai BUMN, mantan pejabat, jurnalis, buruh, petani, nelayan, mahasiswa, dan rakyat jelata. Dari sisi aktor, sulit untuk memposisikan KAMI sebagai gerakan politik. KAMI hanya tepat ditempatkam sebagai gerakan sosial yang berbasis moralitas bersama (gerakan moral). Bukan gerakan politik. Jika posisi gerakan moral ini konsisten, maka kehadiran KAMI akan terus dirindukan rakyat banyak, terutama dirindukan oleh rakyat jelata. Penulis adalah Analis Sosial Politik UNJ & Direktur Eksekutif Center for Social Political Economic and Law Studies (CESPELS)
Tingkat Kematian Tertinggi, Masih Tetap “Ngotot” Mau Konser?
by Mochamad Toha Surabaya FNN - Minggu (30/08). Penambahan kasus harian pada Kamis (27/8/2020) tercatat sebanyak 2.719 kasus. Angka ini memecahkan rekor penambahan kasus harian terbanyak sampai saat ini. Secara total, jumlah pasien positif Covid-19 kini bertambah menjadi 162.884 kasus. Meskipun demikian, pasien yang berhasil sembuh terus meningkat. Pada Kamis (27/8/2020) bertambah 3.166 pasien. Maka, total pasien sembuh telah mencapai 118.575 pasien. Pasien yang meninggal dunia bertambah 120 orang, sehingga secara total 7.064 orang pasien telah meninggal dunia akibat terjangkit Covid-19 di Indonesia. Dari sebanyak 1.233.486 spesimen yang diperiksa, tercatat 1.070.602 kasus negatif Corona. Sementara itu, data pada Kamis (27/8/2020) untuk jumlah Suspek sebanyak 76.201 kasus. Rekor tertinggi penambahan kasus covid-19 harian: 1) 27 Agustus 2020 = +2.719; 2) 9 Juli 2020 = +2.657; 3) 7 Agustus 2020 = +2.473; 4) 25 Agustus 2020 = +2.447; 5) 29 Juli 2020 = +2.381. Sebelumnya, Reuters menulis. Indonesia dinilai gagal mengontrol wabah Covid-19. Secara resmi Indonesia melaporkan 6.594 kematian akibat Covid-19, ini yang tertinggi di seluruh negara Asia Tenggara. Jika dihitung juga mereka yang meninggal karena gejala Covid-19 akut namun belum diuji, Reuters menduga angka kematian menjadi 3 kali lipat dari itu. Reuters menilai Indonesia tidak nampak adanya kemampuan untuk menahan laju penyebaran virus, bahkan kini penyebaran virus di Indonesia sudah menjadi yang tercepat di Asia Timur. Dari mereka yang menjalani tes dalam sepekan terakhir: Secara nasional 16,1% terbukti positif. Di Jakarta: 9,1%. Di luar Jakarta: angka tersebut bahkan mencapai 25%. Menurut WHO angka positif lebih dari 5 % berarti wabah Tidak Terkontrol. Tercatat kasus positif sebanyak 151.498. Angka ini memang jauh di bawah angka jutaan seperti yang dilaporkan AS, Brazil, dan India, dan masih lebih rendah dari Filipina, yang populasinya kurang dari setengah populasi Indonesia. Tapi angka sebenarnya dari kasus yang terinfeksi masih tanda tanya, karena jumlah penduduk yang dites per kapita di Filipina 4 kali lebih banyak, dan AS bahkan 30 kali lebih banyak dari Indonesia. Makin banyak yang dites berarti makin besar kemungkinan memperoleh angka yang positif. Seorang epidemiolog dari UI mengatakan bahwa puncak wabah mungkin akan datang pada bulan Oktober, dan wabah belum akan berlalu sampai akhir tahun. Meskipun Indonesia memiliki 269 lab dengan mesin PCR, namun lab semakin tidak mampu memenuhi permintaan tes karena infeksi terus meningkat. Juga karena kurangnya staf dan reagen untuk pengujian. Menurut salah seorang pejabat jumlah kasus suspect, memiliki gejala Covid-19 namun belum dites, mencapai angka 79.000 bulan lalu. Problem lain adalah sulitnya contact tracing, terutama di daerah atau luar Jawa. Mereka yang hendak dilacak karena melakukan kontak dengan orang yang positif seringkali namanya tidak lengkap, nomer hp tidak aktif, atau alamatnya sudah ganti. Dengan bantuan kepala desa pun sebagian kontak tersebut tidak berhasil ditemukan. Jika pun ketemu sebagian dari mereka menolak dites, karena takut akan kehilangan pekerjaan atau dikucilkan di lingkungannya. Data dari pemerintah yang diperoleh Reuters menunjukkan, hanya 53,7% dari mereka yang terkonfirmasi atau suspect yang dilakukan contact tracing. Pemerintah berusaha melacak 30 orang untuk setiap kasus positif. Angka ini masih jauh lebih rendah dibandingkan negara Asia lainnya. Korsel misalnya, pada Mei 2020 lalu mereka melacak dan mengetes hampir 8.000 orang setelah seorang pria yang terbukti positif mengunjungi sebuah night club. Pejabat WHO mengatakan, Indonesia semestinya melakukan contact tracing setidaknya 20 orang per kasus terkonfirmasi atau suspect. Tapi, kata Arie Karimah Muhammad, nyatanya Indonesia hanya melakukan rata-rata 2 orang per kasus. “Di Jakarta angkanya malah kurang dari 2 sedangkan di Jatim 2,8 kontak. Ini pun baru mulai dilakukan pertengahan Juli,” lanjut Pharma-Excellent alumni ITB itu. Seorang dokter di RSUD Soetomo mengatakan, angka mortalitas di sana antara 50-80%, dan tempat tidur yang tersedia tak mencukupi. Indonesia hanya memiliki 2,5 tempat tidur di ICU untuk setiap 100.000 orang. Sebagai perbandingan: di India angkanya mencapai 6,9. Konser Jatim Arie Karimah menyoroti rencana Konser Ari Lasso yang digelar di kawasan “Wisata Ngopi Bareng Pintu Langit”, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan, pada 12 September 2020. Ini juga dalam rangka New Normal. Saifullah Yusuf alias Gus Ipul yang juga pemilik sekaligus penggagas kawasan wisata halal Ngopi Bareng Pintu Langit ini mengatakan, semuanya sudah siap. Ia mengaku juga sudah bertemu dengan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Gus Ipul menjelaskan, ini adalah konser pertama yang digelar di Jatim, bahkan Indonesia di era new normal ini. Menurutnya, konser ini menjadi pilot project untuk menggelar konser-konser berikutnya. “Makanya dicoba konser Ari Lasso di era new normal ini. Tentunya, dengan penerapan protokol kesehatan yang sangat ketat. Ini sedang dipersiapkan semuanya,” tambah Gus Ipul, seperti dilansir Surya.co.id, Selasa (25 Agustus 2020 23:46). Gus Ipul menjelaskan, ini adalah konser uji coba yang langsung mendapatkan dukungan dari Presiden Joko Widodo, dan kebetulan Jatim ditunjuk sebagai tempat penyelenggara, yakni di Wisata Ngopi Bareng Pintu Langit. “Kami akan betul-betul tetap mematuhi protokol kesehatan agar konser ini berjalan lancar, aman dan tidak menimbulkan resiko-resiko yang tidak diinginkan,” sambungnya. “Berdasarkan data pagi ini, nggak pakai tapi dan asumsi. Dengan prestasi seperti ini, apa pantas Jatim mengadakan konser musik, yang akan mengundang kerumunan dan Risiko Penularan Covid, yang mungkin akan tidak sanggup ditangani?” tegas Arie Karimah. Jumlah kasus positif: peringkat Kedua secara nasional setelah Jakarta, yakni 31.329 kasus. Jumlah kematian terbanyak: peringkat Pertama nasional dengan angka 2.252. Persentase kematian terbanyak: peringkat Kedua nasional dengan angka 7,2% setelah Bengkulu. “Cemana Khofifah? Dengan ilmuwan kita bicara data dan statistik,” sindir Arie Karimah. Perlu dicatat, phycical distancing kini nyaris tidak berguna. Sebab, daya jangkau Covid-19 sekarang ini bisa mencapai sekitar 8 meter. Apalagi, mutasi Corona sudah mencapai angka 500 karakter atau varian. Karena gennya bermutasi, mutannya ada yang “bersifat” tidak hanya ke reseptor Angiotensin Converting Enzyme-2 (ACE-2) saja, tapi langsung menginfeksi sel-sel saraf. Manifesnya bisa meningitis. Ada juga yang langsung berikatan atau nempel di sel-sel darah merah, sehingga manifestasi klinisnya seperti DB, tapi setelah dites PCR: positif. Ini banyak ditemukan pada pasien anak-anak di rumah sakit. Jadi, Covid-19 itu tidak hanya menginfeksi di saluran pernapasan seperti yang selama ini beredar! Terutama mampu menyerang saluran pencernaan dan syaraf. Sekarang ini varian baru yang sudah ditemukan di Malaysia, Thailand, dan Philipina, punya kemampuan 10 kali lebih mematikan dibanding Covid-19? Apakah Gubernur Khofifah dan Gus Ipul sudah tahu soal itu semua? Sebaiknya rencana itu Konser Ari Lasso itu ditunda, bila perlu dibatalkan! *** Penulis wartawan senior fnn.co.id
Sensasi Bersepeda di Tol Layang Bersama Anies Baswedan
by Tony Rosyid Jakarta FNN – Sabtu (29/08). Bank BTN pernah melakukan survei usia pegawai di tiga wilayah, yaitu Jakarta, Bandung dan Jogja. Hasilnya, pegawai di Jakarta usia rata-ratanya lebih pendek dari pegawai di Bandung. Pegawai di Bandung usia rata-ratanya lebih pendek dari pegawai di Jogja. Apa penyebab utamanya? Polusi dan stres. Jakarta padat kendaraan. Itu sudah dari jaman dulu. Namanya juga kota metropolitan. Polusi, itu juga pasti. Macet, nggak dapat dihindari. Inilah yang membuat penduduk Jakarta stres. Ditambah pandemi dan sulitnya ekonomi. Nggak perlu dicari siapa yang salah. Yang diperlukan adalah solusi. Polusi dan macet di Jakarta hanya bisa diminimalisir dengan mengurangi jumlah kendaraan. Caranya? Batasi penjualan kendaraan, nggak mungkin. Naikin pajak progresif, gagal. Terus? Setidaknya tiga hal yang dilakukan Pemprov DKI. Pertama, beralih ke transportasi umum. Ada LRT/ MRT dan bus way. Fasilitasnya makin baik dan kapasitas makin memadai. Kedua, memberlakukan ganjil genap. Wacananya akan diberlakukan 24 jam. Sedang dalam penelitian. Ketiga, ganti kendaraan bermotor dengan sepeda. Poin ketiga ini jadi terobosan baru gubernur DKI. Butuh waktu dan strategi jitu untuk mengajak masyarakat Jakarta bersepeda. Sebab, tak mudah merubah maindset dan perilaku masyarakat yang selama ini sangat bergantung pada kendaraan bermotor. Masyarakat Jakarta khususnya, dan masyarakat perkotaan pada umumnya, terbiasa punya pola hidup berkendara. Jarak 50 meter saja pakai motor. Ogah jalan kaki, apalagi naik sepeda. Nah, program bersepeda dihadapkan pada masyarakat yang maniak berkendara motor seperti itu. Perlu terus melakukan penyadaran akan pentingnya mengurangi ketergantungan terhadap kendaraan bermotor. Beralih ke kendaraan umum, sepeda atau jalan kaki. Untuk itu, Pemprov DKI telah memperlebar trotoar untuk kenyamanan pejalan kaki. Juga jalur sepeda agar masyarakat beralih menggunakan sepeda. Sepeda dalam konteks ini sebagai alat transportasi. Bukan sebagai life style. Jadi, nggak perlu sepeda balap atau sepeda yang mahal. Semua sepeda bisa jadi alat transportasi. Yang penting bisa jalan normal dan dilengkapi tempat untuk menaruh keperluan kerja, semacam tas atau sejenisnya. Termasuk jas hujan. Bersepeda bukan saja kepentingan personal, tetapi juga kebutuhan sosial. Secara personal, bersepeda itu sehat dan ekonomis. Secara sosial, semakin banyak orang bersepeda maka Jakarta akan berkurang polusi dan tingkat kemacetannya. Tidakkah kakek kita zaman dulu dan orang tua kita di kampung masih mengandalkan sepeda sebagai alat transportasinya. Mereka nggak perlu stres karena terjebak macet atau kena polusi. Rata-rata usia mereka lebih panjang dari kita yang hidup di perkotaan. Ini adalah warisan nenek moyang dan kearifan nasional. Kenapa tidak kita jaga? Bukan berarti gak boleh berkendara motor. Jangan berpikir naif dan pura-pura begolah. Nggak baik untuk kesehatan otak anda. Di tengah masyarakat yang sudah sangat tergantung pada kendaraan pribadi, terutama motor, maka kampanye bersepeda perlu lebih dimasifkan. Gagasan Anies Baswedan, Gubernur DKI untuk membuat event bersepeda di jalan tol layang Kebun Nanas (Cawang)-Tanjung Priok layak diapresiasi sebagai upaya sosialisasi bersepeda. Secara tidak langsung, ini pesan, ajakan dan iklan bersepeda. Pada Minggu pagi jam 06.00-09.00 tidak pernah ada kemacaten di jalur bawah tol Cawang-Tanjung Priok. Mobil bisa lewat bawah tol. Biarkan ribuan, bahkan puluhan hingga ratusan ribu anak Jakarta bersepeda di atas tol, sambil manyaksikan kotanya dari ketinggian dengan sinar matahari terang yang baru terbit dari arah timur. Apakah aman? Sepeda tidak bercampur dengan mobil. Tol pada jam dan hari itu hanya untuk sepeda. Tidak ada mobil di jalur tol tersebut. Mobil lewat jalur bawah tanpa risiko kemacetan Itu cari sensasi! Pasti. Bersepeda di jalan layang tol dengan view dan panorama kota Jakarta, ini sensasional. Bagi pribadi yang tidak punya mobil, menyaksikan kota Jakarta dari atas jalan layang sepanjang tol adalah kemustahilan. Kita sering tak sadar bahwa ada banyak warga yang tak pernah mampu berada di atas jalan layang tol. Sesekali mereka diberi kesempatan, apa salahnya? Anda perlu paham, bahwa iklan itu memang perlu sensasi. Kalau nggak sensasional, cenderung nggak dapat perhatian masyarakat. Ini penting untuk menyentuh alam sadar masyarakat betapa beralih transportasi ke sepeda di Jakarta sudah sangat dibutuhkan. Ini bukan hanya kepentingan personal, tapi sudah menjadi kebutuhan sosial. Makin banyak yang beralih transportasi ke sepeda, ini akan mengurangi polusi dan macet, yang secara otomatis akan mengurangi stres masyarakat Jakarta. Masyarakat yang stres usia rata-ratanya lebih pendek. Mau usia panjang? Mulailah memikirkan untuk beralih transportasi ke sepeda. Inilah pesan yang perlu anda tangkap dari setiap event bersepeda. Termasuk bersepeda di jalan tol layang Cawang-Tanjung Priok. Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa.
Catatan Buat Pak Jokowi, "Bangsa Indonesia Dibelah"
by Prof. Dr. M. Amien Rais Jakarta FNN – Sabtu (29/08). Sudah seharusnya kita bangsa Indonesia melakukan kritik dan koreksi atas perjalanan bangsa yang telah kita lewati. Koreksi yang jujur, berani dan seobjektif mungkin. Agar kita mampu melihat apa saja masalah-masalah nasional yang perlu kita angkat ke permukaan, secara apa adanya. Namun segera harus kita catat, bahwa tulisan singkat ini hanyalah mengemukakan puncak- puncak masalah. Tentu diperlukan sebuah tulisan tebal bila kita ingin menyajikan telaah yang relatif lengkap tentang kondisi bangsa Indonesia dewasa InI. Saya sadar, tidak ada satu analisis atau gagasan mengenai apa saja, yang tidak menimbulkan sikap pro dan kontra. Saya tentu siap menerima kritik, koreksi dan bantahan serta masukan lain.Bahkan dengan senang hati saya ingin melakukan diskusi terbuka dengan siapa pun tentang apa yang saya kemukakan secara terbuka ini. Demokrasi sejati selalu membuka lebar kran pertukaran gagasan supaya muncul pilihan-pilihan alternatif bagi seluruh anak bangsa. Pilihan yang bersifat pro bono pub/ico. Pilihan yang menguntungkan kepentingan orang banyak, sepantasnya menjadi pilihan kita.Sedangkan pilihan yang bersifat eksklusif untuk sekelompok kecilyang cenderung memangsa (predatorik) kepentingan bangsa atau kepentingan nasional, biarlah terlempar ke sampah sejarah. Saya lihat dan cermati bahwa dalam pergaulan antar bangsa, dewasa ini Indonesia yang kita cintai bersama semakin tidak bersinar. Malahan semakin meredup. Kekuatan-kekuatan anti ke-Tuhanan nampak semakin beringas dan berani. Kemanusiaan kita bisa dikatakan cenderung menjadi kemanusiaan agak zalim dan tidak lagi beradab. Persatuan Indonesia semakin goyah. Ini karena politik rezim tidak memiliki kesadaran bahwa politik adu domba atar kekuatan sosial-politik dengan harapan rezim penguasa semakin kuat dan stabil, justru dapat menghancurkan bangsa seluruhnya. Kerakyatan kita kini cenderung membuang hikmah serta keunggulan prinsip permufakatan, permusyawaratan dan perwakilan. Mayoritas rakyat kecil kita belum merasakan keadilan sosial bagi seluruh bangsa. Tetapi lebih sering menderita dan menikmati kezaliman sosial dari mereka yang berkuasa dan berharta. Saya membaca perkembangan kehidupan politik, sosial, ekonomi, penegakan hukum serta kehidupan moral bangsa terus mengalami kemerosotan. Kehidupan yang tidak memiliki pijakan yang kokoh diatas akhlaq, moralitas atau etika dapat dipastikan akan meluncur ke bawah.Tidak mustahil pula proses kemerosotan multidimensional itu membuat semakin redup kehidupan bangsa kita. Menjadikan bangsa Indonesia seolah tanpa masa depan. Sejak Jokowi menjadi presiden pada periode pertama ( 2014-2019), dan diteruskan pada periode kedua sampai sekarang, perkembangan politik nasional bukan semakin demokratis. Malahan kian jauh dari spirit demokrasi. Tidak berlebihan bila dikatakan hasil pembangunan politik dimasa Jokowi telah memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Kecurigaan dan ketakutan Jokowi terhadap umat Islam yang bersikap kritis dan korektif terhadap rezim begitu jelas kita rasakan. Kriminalisasi, demonisasi, dan persekusiterhadap para ulama yang beramar ma'ruf dan bernahi-munkar telah menjadi rahasia umum. Sebagai Presiden, seharusnya Jokowi berpikir, bekerja dan terus berusaha supaya tidak jadi pemimpin partisan. Membela sekitar separuh anak bangsa. Menjauhi, bahkan kelihatan memusuhi sekitar separuh anak bangsa lainnya. Politik partisan semacam ini tidak bisa tidak, cepat atau lambat membelah bangsa Indonesia. Tidak boleh seorang Presiden terjebak pada mentalitas "koncoisme”. Sekeping contoh bisa dikemukakan. Tatkala jutaan umat Islam berunjuk rasa secara damai, tertib, bersih dan bertanggung-jawab pada tanggal 4 November 2016, tiga orang utusan mereka ingin bertemu dengan Jokowi.Tetapi ditunggu dari pagi sampai larut senja, Jokowi pada hari itu seharian meninggalkan istana.Alasannya, ada satu urusan teknis harus diselesaikan di bandara Sukarno-Hatta. Sampai sekarang penyakit politik bernama partisanship itu tetap menjadi pegangan rezim Jokowi dalam menghadapi umat Islam yang kritis terhadap kekuasaannya. Para buzzers bayaran dan juga para jubir istana di berbagai diskusi atau acara di banyak stasiun televisi, semakin menambah kecurigaan banyak kalangan terhadap politik Jokowi yang beresensi politik belah bambu. Menginjak sebagian dan mengangkat sebagian yang lain. Penulis adalah Ketua MPR Periode 1999-2004.
Pertamina Peras Rakyat Rp. 60 Triliun, Bisa Rugi 11 Triliun?
by M. Rizal Fadillah Bandang FNN – Sabtu (29/08). Sejak awal pengangkatan Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok sebagai Komisaris Utama PT Pertamina telah menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Suara sumbang mengaitkan Menteri BUMN Erick Tohir Menteri yang mengangkatnya dan Presiden Jokowi sebagai penanggungjawab tertinggi tata kelola penyelenggara negara. Masyarakat sudah mengingatkan bahwa menunjuk Ahok, yang mantan narapidana dan mantan pejabat yang "emosional" dan "mulut ngebacot seenaknya, karena kurang dicuci" sebagai penentu kebijakan di Pertamina adalah menyakiti rakyat dan tak sangat pantas. Kasus penistaan agama yang membawanya ke penjara bukan masalah kecil. Tetapi masalah serius untuk umat Islam. Ahok bukan seorang ahli di bidang perminyakan dan gas alam (migas). Sekaligus juga pemimpin yang buruk. Bukan pula orang yang mampu untuk melakukan "bersih bersih". Kebersihan dirinya selama ini diragukan. Banyak kasus yang disorot seperti suap reklamasi, kosupsi Rumah Sakit Sumber Waras, lahan Cengkareng, serta kasus-kasus di Bangka Belitung. Kini di bawah Komisaris Utama teman dekat Jokowi tersebut, Pertamina merugi Rp. 11 trilyun. Fakta dan kenyataan ini menjadi sesuatu hal yang aneh. Di tengah harga minyak dunia yang turun, Pertamina tidak menurunkan harga penjualan dalam negeri. “Keuntungan yang didapat Pertamina dari hasil pemerasan terhadap rakyat selama pandemi corona Rp. 7,5 triliun setiap bulan”, kata Direktur Eksekutif Indonesian Resouces Studies (IRESS) Marwan Batubara. Semua negara di dunia telah menurunkan penjulan konsumsi minyak di dalam negerinya. Hanya Pertamina, perusahaan penjualann minyak di dunia ini yang tidak menurunkan penjualan Bahan Bakar Minya (BBM)di dalam negari. Untuk periode Januari sampai- dengan Agutuss 2020, Partamina diperkirakan telah meraup keuntungan Rp. 60 triliun, hasil dari memeras rakyat melalui penjualan di BBM di dalam negeri. Pertanyaannya, ko Pertamina bisa rugi sampai Rp. 11 triliun? Lalu, kemana dana dan kuntungan dari hasil memeras rakyat melalui penjualana BBM di dalam negeri selama pandemi corona ini mengalir? Inilah yang menjadi tandatanya besar di masyarakat. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) seharusnya sudah mulai melakukan audit terhahadap kerugian yang tidak masuk akal ini. Erick Thohir sudah didesak untuk mencopot Ahok dan Direksi Pertamina, akan tetapi keberaniannya diragukan. Alih-alih bisa mencopot, jangan-janagan Erick yang dicopot oleh "big boss". Karenanya, kasus orang yang sesumbar bahwa “bubar saja Pertamina jika tidak untung “ ini, sebaiknya dibawa ke ranah hukum. Adili segera Ahok dan Direksi Pertamina. Sudah meras rakyat Rp. 60 triliun dalam delapan bulan, ko masih rugi jaga? Ada tiga alasan utama Ahok dan Direksi Pertamina diadili. Pertama, Ahok tidak kapok kapok. Kedua, menjadikan Pertamina menjadi sapi perahan. Ketiga, bebal karena tidak merasa bersalah. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidusus) Kejaksaan Agung harus mulai mengusut skandal kerugian Pertamina ini. Bersimultan dengan pemeriksaan atau audit yang dilakukan oleh BPK. Kasus Pertamina menjadi kasus berat dari tumpukan kasus Ahok yang ada selama ini. Ahok tidak boleh diberi nafas bergerak bebas untuk "petantang petenteng". Merasa sukses dengan dipidana salam dua tahun, dengan fasilitasi "menginap" di Rutan Mako Brimob. Tidak ada sejarah seorangpun seperti Ahok ini. Ahok telah menjadi pejabat yang istimewa untuk Presiden Jokowi. Dunia melihat betapa lucu dan amburadul keadaan hukum di Indonesia. Ahok adalah wajah Jokowi di arena kehidupan politik. Tak mungkin menjadi Komisaris Utama Pertamina tanpa "kebaikan" sang Presiden. Sulit difahami lolosnya Ahok berkali-kali dari banyak kasus yang membelitnya. Kekuasaan negeri ini masih menjadi panglima untuk menyelematkan Ahok. Saatnya untuk merubah dan "bersih bersih" dengan membuktikan adanya itikad baik untuk membenahi negara dengan serius. Pertamina bukan perusahaan ecek ecek. Kini diterpa masalah yang tak bisa dilepaskan dari peran Komisaris Utama. Karenanya rakyat dan bangsa Indonesia kini ingin melihat Ahok dan Direksi Pertamina bertanggungjawab. Adili segera Ahok dan Direksi Pertamina. Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan.