OPINI
Puan Merasa PDIP Dikhianati Partai Pendukung Pemerintah
Jakarta, FNN - Analis politik Universitas Nasional (Unas) Selamat Ginting mengungkapkan, Puan Maharani merasa Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dikhianati partai-partai politik pendukung pemerintahan Jokowi jelang pemilihan umum (pemilu) 2024. “Frasa pengkhianatan itu bisa dibaca secara politik dalam pidato Puan saat apel siaga pemenangan PDIP dalam Pemilu 2024 di Semarang. Puan mengatakan ada perlawanan besar, kawan jadi lawan (politik),” kata Selamat Ginting di Jakarta, Ahad (27/8). Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP Puan Maharani menyebutkan, ada tantangan besar menuju Pilpres 2024 yang dihadapi partainya. \"Ada tantangan besar, ada perlawanan besar. Kawan jadi lawan (politik), banyak pihak yang ingin melihat kita pecah, ingin melihat kita lemah,\" jelas Puan saat menghadiri acara Apel Siaga Pemenangan Pemilu 2024 di Stadion Jatidiri Semarang, Jawa Tengah, Jumat (25/8). Menurut Selamat Ginting, PDIP kini merasa ditinggalkan sendirian oleh partai-partai politik pendukung pemerintahan Presiden Jokowi. Terutama setelah Partai Golongan Karya (Golkar) dan Partai Amanat Nasional (PAN) batal bergabung dalam koalisi bersama PDIP. Kedua partai tersebut bergabung dengan koalisi bersama Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang mengusung Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai bakal calon presiden (capres). Poros Prabowo ini menjadi lebih dominan daripada koalisi PDIP yang mengusung Ganjar Pranowo yang juga mendukung pemerintahan Jokowi. “Saya menduga pidato Puan menyindir koalisi partai yang bergabung mendukung Prabowo dari Partai Gerindra. Batalnya Golkar dan PAN bergabung dalam koalisi bersama PDIP, serta ancaman PPP untuk tinggalkan koalisi bersama PDIP. Itulah yang dimaksud kawan jadi lawan politik. Sama saja PDIP merasa dikhianati,” ujar Ginting. Ambivalensi Jokowi Dikemukakan, dengan komposisi berdasarkan jumlah suara hasil pemilu 2019, maka poros pendukung Prabowo yang terdiri dari Gerindra, PKB, PAN, dan Golkar mencapai sekitar 41,50 persen (265 kursi). Sementara poros pendukung Ganjar yang terdiri dari PDIP dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) hanya sebesar 23,85 persen (147 kursi). “Dengan komposisi itu, maka jangan salahkan jika publik menerjemahkan poros Prabowo sebagai representasi politik pro-status quo pendukung pemerintahan Jokowi. Sementara poros pendukung Ganjar justru tidak diasosiasikan seperti itu,” kata dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas itu. Hal ini, lanjut Ginting, antara lain akibat ambivalensi perilaku politik Jokowi terhadap Prabowo maupun Ganjar. Ibaratnya Jokowi menaruh telur di dua keranjang dengan komposisi dua pertiga untuk Prabowo dan sepertiga untuk Ganjar. Politik dua muka ini dibaca secara politik untuk mengamankan diri dan keluarganya kelak setelah Jokowi lengser dari kursi kepresidenan. “Instrumen politiknya bisa dilihat bukan hanya karena empat partai koalisi pemerintah yang mendukung Prabowo. Di sisi lain, relawan garis keras pendukung Jokowi juga berbalik arah dari semula mendukung Ganjar, kini mendukung Prabowo. Bahkan ketua umum relawan Projo Budi Arie Setiadi diberikan tempat istimewa sebagai Menkominfo,” kata Ginting yang lama menjadi wartawan senior bidang politik. Lemahnya Soliditas Ginting mengemukakan lemahnya soliditas di dalam tubuh PDIP menjadi salah satu faktor konflik politik di kandang banteng. Pada 2022 muncul istilah dewan kolonel yang mendukung Puan Maharani melawan dewan kopral yang mendukung Ganjar Pranowo. Dewan kolonel yang dicetuskan Johan Budi, dipimpin oleh Trimedya Panjaitan. Diisi oleh para anggota DPR dari PDIP yang mewakili 11 komisi dan disetujui Puan Maharani. “Dewan kolonel menolak Ganjar, karena dianggap tidak layak naik kelas dari Gubernur Jawa Tengah menjadi Presiden RI. Belakangan dewan kopral yang dipimpin Immanuel Ebenezer justru membelot tidak lagi mendukung Ganjar, mereka malah mendukung Prabowo,” ungkap Ginting. Selain itu, lanjut Ginting, penetrasi politik penolakan terhadap Ganjar juga semakin dalam terjadi di kandang banteng. Antara lain dari kader senior Effendi Simbolon yang menyatakan dukungan secara implisit terhadap Prabowo. Begitu juga dengan Budiman Sujatmiko, secara eksplisit mendukung Prabowo. Efeknya, Budiman dipecat dari PDIP. Terakhir Rifqinizamy Karsayuda mengundurkan diri dari statusnya sebagai kader dan anggota DPR RI dari PDIP pada Kamis (24/8). “Faktor Jokowi efek membuat PDIP didera gempa politik dengan skala richter yang mengguncang kandang banteng. Apel di Semarang yang dipimpin Puan bagaikan orang nervous (grogi) politik dan mengharapkan Jokowi lebih berpihak kepada Ganjar daripada kepada Prabowo,” tutup Ginting. (*)
The Cornerstone and The Game Changer of Indonesian Politics
Oleh Radhar Tribaskoro - Presidium KAMI Megawati Menolak Tiga Periode Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), tidak diragukan lagi adalah sosok yang berpengaruh dalam pemerintahan Jokowi. Dengan kekuatan suara terbanyak yang diperoleh PDIP dalam pemilu legislatif 2019, partai ini menjadi pilar utama yang menopang pemerintahan. Dukungan Megawati kepada Jokowi telah menempatkan PDIP sebagai kekuatan politik utama di Indonesia, terutama dalam dua periode kepresidenan Jokowi. Namun, Megawati membuat keputusan yang cukup mengejutkan dengan menolak gagasan pemberian tiga periode kepresidenan untuk Jokowi. Ini adalah sebuah gestur yang menunjukkan bahwa, meskipun berada di belakang kekuasaan, Megawati memahami pentingnya menjaga prinsip-prinsip demokrasi dan sistem check and balance. Dengan demikian, dia telah membawa angin segar dalam politik yang sering kali diwarnai oleh kepentingan sempit. Surya Paloh Mematahkan Skenario Oligarki Di sisi lain, Surya Paloh, pemimpin Partai Nasional Demokrat (NasDem), mengejutkan banyak pihak dengan membentuk koalisi dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat. Koalisi ini dianggap oleh banyak pengamat sebagai sebuah manuver politik yang cermat dan mengejutkan. Kedua partai oposisi itu dirancang agar tidak dapat mengikuti pilpres karena jumlah suaranya masih dibawah presidential threshold. Skenario yang tidak memungkinkan oposisi mengajukan calon tersebut, menurut Gatot Nurmantyo, adalah pelanggaran berat atas demokrasi. Dengan berkoalisi dengan PKS dan Demokrat, Surya Paloh menegakkan demokrasi sekaligus memutus mata rantai kecenderungan oligarkis dalam politik Indonesia. Koalisi ini tidak hanya mengubah peta politik tetapi juga meruntuhkan narasi bahwa presiden selalu harus \"dari kita lagi,\" sebuah mentalitas yang seringkali membatasi pilihan politik dan mengurangi kualitas demokrasi. Manuver Surya Paloh ini sebenarnya cukup berisiko. NasDem adalah partai pendukung pemerintah, dan koalisi dengan partai oposisi bisa dianggap sebagai sebuah pengkhianatan atau paling tidak sebagai sebuah ambiguitas politik. Namun, Surya Paloh tampaknya memahami bahwa dalam permainan politik, kadang risiko harus diambil untuk mencapai tujuan yang lebih besar: yaitu perbaikan sistem demokrasi itu sendiri. Dua Strategi Satu Tujuan: Demokrasi yang Lebih Baik Meskipun berbeda dalam pendekatan dan metodenya, baik Megawati maupun Surya Paloh menunjukkan bahwa politik tidak selalu tentang kekuasaan semata. Ada ruang untuk prinsip, etika, dan bahkan idealisme dalam labirin kekuasaan yang kompleks. Megawati menunjukkan bahwa dukungan yang konsisten kepada pemerintah tidak berarti harus mengorbankan prinsip-prinsip dasar demokrasi. Dengan menolak gagasan tiga periode, ia menunjukkan komitmennya pada demokrasi yang sehat dan berkeadilan. Dengan sikapnya ini dapat dibilang Megawati adalah Batu Penjuru Politik Indonesia. Sementara itu, Surya Paloh, melalui koalisinya yang tak terduga, menunjukkan bahwa politik bisa lebih dinamis dan tidak harus selalu mengikuti skenario yang sudah ditentukan oleh oligarki politik. Manuvernya menunjukkan bahwa ada cara untuk memperbaiki sistem dari dalam, meski itu berarti harus mengambil risiko. Surya Paloh tidak pelak adalah Game Changer Politik Indonesia. Manuver Jokowi Setelah merasa ditinggalkan oleh Megawati dan Surya Paloh, Jokowi meletakkan semua telurnya di keranjang Prabowo. Ia menggiring PAN, Golkar dan relawan-relawannya untuk mendukung Prabowo. Sekarang ia sedang meyakinkan para taipan mengapa ia meninggalkan PDI Perjuangan dan memilih Prabowo. Jokowi mengatakan bahwa ia membutuhkan kontrol pada pemerintahan yang akan datang. Hal itu tidak ia dapatkan dari PDI Perjuangan, namun ia mendapatkannya dari Prabowo yang menjanjikan kepada dirinya kedudukan Ketua Umum Partai Gerindra. Kepada oligarki Jokowi menjanjikan bahwa pada akhirnya PDI Perjuangan akan bergabung juga. Sehingga tercipta situasi head to head (dua paslon) dalam pilpres 2024, seperti yang diinginkan oleh oligarki. Kesimpulan Dalam politik yang penuh dengan kalkulasi dan manuver, keputusan Megawati dan Surya Paloh membawa angin segar dan menunjukkan bahwa masih ada harapan untuk demokrasi di Indonesia. Mereka mungkin berada di dua kutub yang berbeda dalam peta politik, tetapi keduanya telah memberikan pelajaran berharga tentang bagaimana memadukan kekuasaan dan prinsip dalam sebuah pemerintahan. Namun apa yang sebenarnya terjadi baru dapat dipastikan pada hari pendaftaran bacapres bulan Oktober nanti. Sikap-sikap telah dinyatakan, tetapi dalam politik Indonesia yang sangat cair, apapun masih bisa terjadi. Terakhir, semua ditentukan oleh pemiih yang berdaulat. Mereka adalah penentu akhir dari pergulatan politik yang diperkirakan akan semakin intense pada bulan-bulan mendatang. Siapa presiden terpilih nanti akan menentukan Indonesia berpuluh tahun kemudian. (*)
Grace Pojokkan Prabowo
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan WAKIL Ketua Dewan Pembina PSI Grace Natalie membuat kejutan dengan pernyataan bahwa Prabowo Subianto menyesal sempat dekat dengan kelompok intoleran. Meski tidak menjelaskan kelompok intoleran yang dimaksud, akan tetapi banyak pihak beranggapan bahwa itu adalah kelompok Islam. Mungkin Habib Rizieq Shihab dan ulama lainnya. Belum ada klarifikasi dari Prabowo maupun penjelasan lanjutan Grace. Ungkapan ini akan menjadi bola liar yang dapat merugikan banyak pihak baik Prabowo, Grace atau juga umat Islam. Sudah ada reaksi dari tokoh yang menyatakan bahwa dirinya menjadi bagian dari umat Islam yang juga menyesal telah mendukung Prabowo waktu lalu. Tentu dengan nada kesal atau jengkel kepada Prabowo dan Grace. Yang paling dirugikan dengan pernyataan Grace adalah Prabowo. Di kalangan sebagian besar bekas pendukung Prabowo, ia telah dicap sebagai pengkhianat. Umat Islam menilai Prabowo \"timbul\" sendirian di tengah \"tenggelam\" nya pendukung yang banyak menjadi korban. Kalimat \"menyesal\" pernah dekat dengan kaum intoleran sangat menyakitkan. Prabowo bakal dilaknat oleh umat. Umat Islam, khususnya ulama, pernah melakukan ijtima untuk mendukung Prabowo dalam Pilpres 2019. Ijtima ulama tersebut tentu strategis untuk mendulang suara bagi kemenangan Prabowo. Prabowo dinilai menang tapi dicurangi Jokowi. Sayangnya sang Komandan ini menyerah, mengalah dan siap jadi pecundang. Sementara pasukan di bawah tetap bertempur berdarah-darah. Pernyataan Grace meskipun kejutan tetapi banyak yang tidak terkejut. Artinya bacaan profil Prabowo memang tipe tokoh yang sulit dipegang. Meskipun ditunggu klarifikasi tetapi mantan para pendukung yang konon \"kelompok intoleran\" sudah tidak berharap apa-apa padanya. Tidak mau tertipu dua kali. Apalagi harus berkali-kali. Memang posisi Prabowo menjadi sulit, jika ia membantah maka Grace yang terpojok. PSI yang sedang berhangat-hangat dengan dirinya menjadi terusik. Bisa-bisa kembali ke pangkuan PDIP. Jika Prabowo membenarkan maka keinginan kembali merangkul pendukung dari kalangan umat Islam akan menjadi sia-sia, bahkan semakin dimusuhi. Jangan-jangan ada ijtima ulama haram pilih Prabowo. Jalan aman adalah \"jalan Jokowi\" yakni tak peduli. Bom nuklir di sebelah meledak juga masa bodoh saja. Melewatkan apapun, padahal itu adalah tumpukan hutang yang esok akan ditagih rakyat. Dikira rakyat bodoh dan tidak mampu berhitung. Jika ini yang diambil Prabowo, maka bagi umat Islam mungkin akan berkeyakinan bahwa : \"diamnya anak perempuan yang ditanya, adalah persetujuan--wa idznuhaa shumaatuhaa\". Jika benar Prabowo menyesal pernah dekat pada umat, maka jangan sekali-kali umat Islam mendekat. Sebagai pengikut Jokowi jangan-jangan Prabowo belajar juga akan gaya kepemimpinannya baik itu plintat-plintut, masa bodoh, otoriter serta tidak bertanggungjawab. Prabowo itu masa lalu bukan masa depan. Bandung, 27 Agustus 2023.
Negeri tanpa Pintu Darurat
Oleh Prihandoyo Kuswanto - Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila. Rumah Pancasila dalam bulan ini mengkaji sistem ketatanegaraan setelah UUD 1945 diganti dengan UUD 2002. Hasilnya ternyata kerusakannya luar biasa, bahkan akan terjadi kekosongan kekuasaan ketika sistem pemilu serentak dilaksanakan. Bagaimana tidak terjadi kekosongan kekuasaan kalau Presiden ,DPR ,DPD demisioner untuk melaksanakan Pemilu. Bagaimana kalau negara dalam keadaan darurat ketika pemilu tidak bisa diselesaikan terjadi keos apa kah presiden bisa berfungsi? Tentu tidak bisa sebab presiden sudah habis masa jabatannya? Atau mungkin Triumvirat yang biasa dilakukan didunia tetapi juga tidak bisa sebab kalau Presiden sudah habis masa kekuasaan nya maka semua kabinet nya juga selesai masa jabatannya. Kecuali kalau Presiden dan Wakil Presiden berhalang tetap dikarenakan sesuatu atau meninggal tetapi kekuasaan kan belum berakhir maka triumvirat bisa dijalankan. Membuat sistem bernegara para pendiri negara bangsa ini sudah dipikirkan secara holistik dan dari segala kemungkinan akan terjadi . Baik secara philosophy groundslag ,secara sistem ,nilai-nilai budaya bangsa nya tidak berhenti disitu tetapi juga mempelajari sistem negara yang ada didunia ini dengan 76 rig untuk mengkaji dan mempelajari serta menguji sistem sendiri yang dipilih atau sistem MPR . Dengan sistem MPR maka MPR tidak perna demisioner sebab MPR hanya 1/3 yang dipilih langsung lewat pemilu yaitu DPR sedang utusan utusan golongan dan utusan daerah tidak perna demisioner jadi kekuasaan dan kedaulatan rakyat tetap terjaga .Dan MPR jika keadaan darurat dan genting bisa mengeluarkan Tap MPR. Misal mengangkat pejabat Presiden .untuk menjalankan tata negara. Sekarang MPR tidak berfungsi sebab MPR bukan penjelmaan sekuruh rakyat Indonesia tetapi hanya satu golongan yaitu golongan partai politik. Ketua Partai Megawati Soekarno Putri , Prabowo, Surya Paloh, Erlangga Hartarto, Ketua DPR, Ketua DPD, Ketua MPR harus menunjukkan kenegarawannya dan berembug untuk menyelamatkan Negara Indonesia dengan kembali ke UUD 1945 dan Pancasila mengembalikan sistem MPR .lupakan pilpres sebab penyelamatan negara ini lebih penting dan silakan presiden dipilih lewat MPR dan DPR biarkan saja lewat pemilu. Keadaan ini membutuhkan kesadaran sebagai negarawan untuk menyelamatkan Indonesia. Kembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dan menyusun GBHN. Jika kita memang mencintai negeri ini maka butuh kenegarawanan parah tokoh untuk menyelamatkan Indonesia. (*)
PSI Sebut Prabowo Menyesal Pernah Didukung Umat Islam, Sungguh Menyakitkan
Oleh Ahmad Khozinudin - Sastrawan Politik WAKIL Ketua Dewan Pembina Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie Louisa, menyebut Prabowo Subianto menyesal pernah dekat dan didukung umat Islam pada Pilpres 2019 lalu. Dalam video yang beredar viral, Grace menjawab pertanyaan terkait Prabowo yang dulu didukung kelompok intoleran saat Pilpres 2019. Penyebutan kelompok intoleran pendukung Prabowo di Pilpres 2019 lalu tidak lepas dari tuduhan yang dialamatkan kepada umat Islam. Sebab, pada Pilpres 2019 Prabowo didukung umat Islam berdasarkan hasil Ijtimak Ulama II, yang diselenggarakan di Hotel Grand Cempaka, Jakarta, Minggu (16/9). Sikap politik Prabowo - sebagaimana disampaikan oleh Grace ini - jelas sangat menyakiti umat Islam. Pasalnya, dalam Pilpres 2019 lalu umat Islam sudah habis-habisan mendukung Prabowo. Kalau mau itung-itungan, Umat Islam lah yang paling menyesal pernah mendukung Prabowo. Mengingat, setelah didukung dan kalah, ternyata Prabowo malah bersekutu dengan kubu lawan, menjadi bagian dari koalisi Jokowi. Hanya saja ada hikmah besar yang dapat diperoleh dari statemen Grace, yang tentunya harus disikapi oleh umat Islam secara ksatria. Pertama, Prabowo menyesal pernah didukung berdasarkan hasil Ijtima\' Ulama umat Islam. Karena itu, pada Pilpres 2024 ini selain balik menyampaikan penyesalan pernah mendukung Prabowo, Umat Islam sekali kali tidak akan pernah mendukung Prabowo lagi. Kedua, narasi politik kaum intoleran dan politik identitas sejatinya diarahkan kepada umat Islam. Karena itu, umat Islam harus bersatu untuk melawan tuduhan intoleran ini, dengan memastikan agar partai-partai yang berkoar-koar menyampaikan politik intoleran dan politik identitas, agar dipastikan kalah dalam Pemilu 2024. Ketiga, umat Islam khususnya para ulama, harus berhati-hati agar tidak lagi memberikan rekomendasi preferensi politik kepada Prabowo atau politisi lainnya yang tidak ramah kepada Islam. Jangan sampai, dukungan politik yang keliru pada Prabowo akan terulang pada Pilpres 2024. Keempat, karena PSI terbuka menyerang politik Islam, maka umat Islam juga harus terbuka menghadapi PSI dan seluruh partai yang anti Islam. Umat Islam tidak boleh jatuh dua kali pada lobang yang sama. Biarlah, Prabowo menjadi bagian dari masa lalu, yang dapat dijadikan bahan muhasabah bagi masa depan. Umat Islam tidak boleh lagi terkecoh oleh figur dan sosok. Umat Islam wajib memastikan, perjuangan dan pengorbanan itu hanya dan bagi syariat Islam. Bukan dipersembahkan kepada tokoh atau figur tertentu. Umat Islam harus meniti jalan perubahan sendiri, tidak mengikuti rel politik yang telah disediakan parpol dan politisi culas. Saatnya, umat Islam berdikari dengan menjadikan dakwah sebagai satu-satunya jalan untuk mencapai kemuliaan, menuju izzul Islam wal Muslimin. Allahu Akbar ! [].
Duit Devisa Ekspor Lari ke Mana?
Oleh Prof Dr Mukhaer Pakkana - Akademisi KINERJA ekspor komoditas terutama berbasis ekstraktif masih surplus. Para eksportir itu meraup keuntungan superjumbo dari mengeruk sumberdaya alam kita. Mereka bersekongkol dengan investor asing. Tidak semata investor Cina, Jepang, Korea, tapi juga Negara-negara Barat. Lingkungan alam yang makin rusak, cuaca yang tidak bersahabat, tenaga kerja domestik termajirnalkan. Bahkan, rakyat makin merana, karena aksesnya terbatas ke sumberdaya-sumberdaya tersebut. Rakyat terkucilkan di kawasan kaya sumber daya alam. Para eksploitator alam itu, nyaris telah meninggalkan ampas-ampas sumberdaya, yg tidak punya nilai ekonomis lagi. Mereka bergembira ria mengeruk keuntungan di tengah kebodohan kita dan penderitaan rakyat. Permerintah keok alias lemah berhadapan dengan mereka, karena mereka ini digdaya. Mereka memiliki cuan dan mampu mendeterminasi hitam-putih wajah politik Tanah Air. Kasus teranyar, bagaimana PP 36/2023 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang direncanakan berlaku akhir Agustus 2023 ini, proses pembuatannya penuh misteri dan penuh lobi-lobi. PP ini mewajibkan paling sedikit 30% devisa hasil ekspor dari komoditas ekstraktif itu disimpan di bank domestik dan masuk ke sistem pencatatan keuangan Indonesia. Yang menarik, para eksportir itu masih memperoleh insentif menggiurkan. Misal, keringanan PPh jika devisa hasil ekspor itu di deposito di bank dalam negeri. Bayangkan, mereka hanya wajib menyimpan 30% plus keringan pajak. Harapan pemerintah, dgn PP dan insentif itu, paling tidak ada tambalan penambahan cadangan devisa US$60,9 miliar. Dgn begitu, cadangan devisa nasional akan terdongrak melebihi angka US$210 miliar, yg selama ini cadangan devisa kita malas bergerak naik, bahkan selalu tergerus. Tapi anehnya, kebijakan PP yg sudah diteken itu disambut dingin oleh pasar. Sejatinya, PP itu menguatkan devisa dan mengokohkan kurs rupiah, karena bakal banyak cuan yg mengalir ke dalam negeri. Faktanya, kurs rupiah tidak mau beringsut kuat. Artinya, kemana devisa ekspor itu mengalir? Tentu, para eksportir sangat rasional dan culas, mengeruk hasil alam Indonesia, tapi keuntungannya di simpan di negeri asing, di negara-negara sorga pajak, tax haven, tempat berlindung dari kewajiban pajak, karena mereka memperoleh fasilitas insentif dan keamanan. Merujuk data Indonesia Intelligence Unit (CIIU) menemukan data mengejutkan. CIIU memperkirakan, tiap tahunnya ada sekitar Rp2.478 triliun atau US$ 167 miliar Dana Hasil Ekspor (DHE) dari eksportir asal Indonesia disembunyikan atau disimpan di sistem perbankan Singapura. Nilai itu diperoleh dari rerata nilai ekspor Indonesia sejak 2014 - 2022, dikurangi dengan estimasi jumlah dolar AS milik eksportir yang dikonversi ke Rupiah. Ini baru di Singapura. Belum lagi di simpan di Hongkong, Inggris, Panama, Swis, dan lainnya yg tentu jauh lebih empuk. Mengapa hanya diwajibkan 30% bagi eksportir? Mengapa tidak ada tindakan tegas kepada mereka ini? Tentu angka 30% itu sudah kompromi dan sangat minimal. Makannya tidak memberi efek signifikan bagi kinerja ekonomi nasional, terutama dalam penguatan cadangan devisa dan kurs rupiah. Memang bangsa ini selalu tergadai oleh para cukong. Perilaku ini tidak jauh beda imprealisme VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) perusahaan multinasional pertama di dunia, milik Belanda di zaman penjajahan. VOC mengeruk keuntungan berlipat-lipat, mengeksploitasi tenaga kerja, menghisap rakyat, dan menentukan hitam-putih wajah Hindia-Belanda. Sudah 78 tahun kemerdekaan kita, tapi tetap di sandera oleh VOC. Karena Negara kita memang sudah “dipenggal” oleh para oligarki ekonomi. (*)
Senyawa Politik Jahat, Prabowo, Jokowi & Mega
Oleh Faizal Assegaf - Kritikus Politik Ketiga aktor di atas, baik dalam dinamika perbedaan maupun keakraban, terbukti sangat licik. Syahwat kekuasaan telah memposisikan mereka sebagai tuan besar di lorong hitam demokrasi. Lebih dari dua dekade, Megawati dan Prabowo tikus-tikusan di lingkaran kekuasaan. Bermodalkan ketua umum partai, tampil mengotori ruang publik. Kadang akur, saling ngintip dan bersandiwara. Tak hanya gombalin rakyat, tapi aset strategis negara jadi taruhan. Mega meninggalkan jejak hitam skandal BLBI ratusan triliun. Sementara Prabowo tak lepas dari bau amis darah dan pengkhianatan. Di ruang gelap itu, mereka bersatu usung Jokowi - Ahok memimpin DKI Jakarta. Skenario berikutnya Jokowi dan Prabowo seolah beradu di Pilpres 2014 dan 2019. Ujungnya kembali akur. Kini Mega dan Jokowi berganti peran menjadi dalang. Bermain drama mengusung Prabowo dan Ganjar ke gelanggang Pilpres 2024. Pura-pura berhadapan, tapi satu kepentingan, menjegal Anies Baswedan. Mega, Prabowo dan Jokowi plus Ganjar, satu dalam temali kepentingan. Senyawa politik jahat dan saling mengikat dalam deal terselubung. Bersekutu melawan arus gerakan perubahan. Tak heran, Prabowo dan Gajar berselancar bebas di atas fasilitas negara. Memberi petunjuk pada publik bahwa untuk menjadi presiden bukan karena pilihan rakyat, tapi intervensi kekuasaan. Dan sangat menyakitkan hati rakyat, modus curang itu ditegaskan oleh politik cawe-cawe Jokowi. Jelas busuk dan tidak adil. Tapi bagi Mega, Prabowo dan Ganjar adalah keberuntungan. Kalian sungguh licik, sombong dan jahat…! https://twitter.com/faizalassegaf/status/1692787499654123628
Istana "Merakyat" Mahasiswa Boleh Berdemo di Istana
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan GOYANG atau joget-joget pada acara peringatan 17 Agustus 2023 kemarin dengan iringan musik Ariani Putri berlagu \"rungkad\" menimbulkan pro dan kontra. Kontra karena mengganggu kesakralan \"detik-detik proklamasi\" sedangkan pro karena ini terobosan rezim Jokowi yang menjadikan Istana sebagai \"rumah rakyat\" bukan rumah priyayi atau ruang yang tak tersentuh oleh rakyat. Dengan kata lain \"merakyat\". Puja puji kepada Jokowi atas terobosan tersebut. Berjoget bersama rakyat di Istana. Benarkah Jokowi \"merakyat\" ? Atau itu artifisial dan hanya selera. Ritme upacara yang mengikuti selera seorang Jokowi. Artifisial dan selera karena hal itu tidak permanen atau berlaku untuk hal lain. Kunjungan pengunjuk rasa, misalnya. Maknanya adalah jika benar Istana terbuka menjadi \"ruang rakyat\" maka buka pula untuk rakyat yang ingin menyampaikan aspirasinya kepada Presiden. Mungkinkah aspirasi damai atau aman dapat dilakukan di halaman Istana? Tampaknya masih jauh panggang dari api. UU No 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum memberi kemerdekaan untuk menyampaikan aspirasi kepada Presiden di Istana. Hanya memang Penjelasan Pasal 9 ayat (2) membatasi jarak untuk aspiran itu 100 meter dari pagar luar. Sebagaimana juga turut bergembiranya Presiden Jokowi bersama rakyat bergoyang dan tersenyum, coba temui para pengunjuk rasa dengan tersenyum pula. Para penjaga keamanan berjogetlah seperti joget \"rungkad\" ketika mengawal pengunjuk rasa. Tidak perlu menyemprotkan gas air mata atau mementung kepala atau bahkan menembak anak-anak muda yang sedang melampiaskan cintanya pada tanah air dan bangsa. Saat halaman Istana \"keluar dari pakem\" boleh berjoget-joget, maka bolehkan pula mahasiswa berunjuk rasa di halaman Istana. Tidak seperti sekarang betapa sulit mendekat area Istana. Bahkan Presiden dan aparat keamanan sendiri telah nyata-nyata melanggar UU dengan mencegat pengunjuk rasa melebihi jarak 100 meter dari pagar luar. Ditambah dengan pemasangan kawat berduri seperti akan berperang melawan rakyatnya sendiri. Kini pengunjuk rasa hanya bisa menyampaikan aspirasinya terdekat dari Istana di area \"patung kuda\". Jarak ke pagar luar kurang lebih 1 Km. Artinya 10 kali dibandingkan yang dibenarkan oleh undang-undang. Presiden telah bersikap ambivalen. Belum lagi Presiden Jokowi yang biasa \"kabur\" jika ada demo yang dilakukan oleh masyarakat baik mahasiswa, buruh, ulama ataupun emak-emak. Jadi bagi mereka yang telah berbusa-busa memuja-muji Presiden Jokowi atas joget-joget \"Istana rakyat\" nya, coba dorong Pak Jokowi agar membuka juga halaman Istana untuk para mahasiswa yang hendak bertemu Presiden dan menyampaikan aspirasi kebangsaannya. Bersama berjoget politik dan akademik dengan ujaran-ujaran yang menggelitik. Tanggalkan dahulu pak Jokowi pakaian raja Amangkurat I yang berwajah baik tetapi kejam. Yang gemar berteman dengan penjajah untuk membantai lawan-lawan politik, termasuk para ulama. Hari Kemerdekaan bukan untuk tampilan keangkuhan dan kemunafikan. Apalagi harus dengan berjoget-joget di halaman Istana. Tampilan itu adalah wujud dari para pemimpin borjuis yang sedang mabuk atau tidak berempati pada rakyat yang tertindas dan menderita. Bandung, 26 Agustus 2023.
Nikel Update: Ekspor Q2/2023 Anjlok 71,1 Persen
Oleh: Anthony Budiawan – Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Hilirisasi smelter nikel menjadi primadona. Digembar-gemborkan seolah-olah kebijakan luar biasa, kebijakan brilian. Padahal hilirisasi industri adalah teori ekonomi kuno. Padahal proses smelter atau pemurnian bijih nikel adalah proses sederhana, bukan rocket science. Tapi hebohnya seperti sudah bisa mendarat di bulan. Yang lebih parah, sebagian besar investasi hilirisasi smelter diberikan ke perusahaan asing, dengan insentif besar pula. Mungkin investasi ini bekerjasama dengan mitra lokal para pejabat yang sedang berkuasa, yang bisa mengatur siapa yang dikasih izin. Sempat menjadi alat pencitraan, ekonomi nikel tahun ini mulai redup. Ekspor triwulan II 2023 (Q2/2023) anjlok, baik dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu Q2/2022 (year-on-year, YOY) maupun dengan triwulan sebelumnya Q1/2023 (Quarter-on-Quarter, QOQ). Turunnya ekspor nikel mungkin akan terus melemah setidak-tidaknya sampai tahun pemilu 2024. Q2/2023 vs Q2/2022: year-on-year, YOY Ekspor produk smelter nikel, yaitu ferronikel (HS72026000), pig iron (HS75011000) dan nickel oxide (HS75012000), turun tajam pada Q2/2023 dibandingkan dengan Q2/2022 (YOY). Ekspor ferronikel (HS72026000) anjlok 70,6 persen, pig iron (HS75011000) anjlok 71 persen, dan nickel oxide (HS75012000) anjlok 57,4 persen. Anjloknya ekspor Q2/2023 karena volume ekspor dan harga nikel internasional turun tajam. Volume ekspor untuk ferronikel, pig iron dan nickel oxide masing-masing turun 59,7 persen, 61,1 persen dan 38,3 persen. Sedangkan untuk harga ferronikel, pig iron, dan nickel oxyde masing-masing turun 27,1 persen, 25,5 persen dan 31 persen. Q2/2023 vs Q1/2023: Quarter-on-Quarter (QOQ) Kalau dibandingkan dengan periode sebelumnya, yaitu Q1/2023 , atau Quarter-on-Quarter (QOQ), ekspor Q2/2023 juga anjlok, masing-masing turun 72 persen, turun 78 persen, dan turun 48,8 persen untuk ferronikel (HS72026000), pig iron (HS75011000), dan nickel oxide (HS75012000). Penurunan tajam ini juga akibat volume ekspor dan harga nikel internasional masih turun secara triwulanan. Volume ekspor Q2/2023 (QOQ) untuk ferronikel (HS72026000), pig iron (HS75011000), dan nickel oxide (HS75012000) masing-masing turun 68,1 persen, 74,6 persen dan 54,6 persen. Sedangkan untuk harga jual ferronikel (HS72026000) turun 12,3 persen dan pig iron (HS75011000) turun 13,3 persen. Untuk nickel oxide (HS75012000) harga jual Q2/2023 mengalami sedikit kenaikan, 12,8%, setelah turun terus selama empat triwulan berturut-turut. Secara keseluruhan, ekspor tiga jenis produk hasil hilirisasi nikel pada Q2/2023 turun 71,1 persen dibandingkan Q1/2023 (QOQ). Harga nikel pada triwulan ini, Q3/2023, diperkirakan masih akan turun. Nampaknya, nasib ekspor komoditas hilirisasi smelter nikel tahun ini akan suram. Yang juga sudah pasti suram, pencemaran dan kerusakan lingkungan di daerah tambang nikel sudah terjadi, akibat praktek pertambangan yang tidak bertanggung jawab dan ilegal, merambah sampai ke kawasan hutan, seperti yang terjadi di daerah tambang nikel blok Mandiodo, Sulawesi Tenggara. Beberapa pihak yang bertanggung jawab sudah menjadi tersangka, tetapi pelaku utamanya masih bebas berkeliaran. Semoga kejaksaan agung dapat segera membongkarnya. (*)
Anies-Ganjar Semakin Gencar
Oleh Tony Rosyid - Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa Anies - Ganjar sangat mungkin akan menjadi alternatif. Terutama jika Jokowi memasangkan Prabowo-Gibran. Suara PDIP pecah, dan elektabilitas Ganjar otomatis akan turun, bahkan drastis. Dengan memasang putra sulungnya sebagai cawapres, Jokowi akan all out, mengerahkan semua potensinya untuk memenangkan sang putra. At all cost. Ini soal anak, soal nama baik, dan soal harga diri keluarga. Apa kata dunia kalau sampai kalah. Prabowo-Gibran dipasangkan, semua partai koalisi istana akan ditarik ke pasangan ini. Termasuk PPP, partai yang sekarang bergabung dengan PDIP. Dengan begitu, maka PDIP akan sendirian mengusung Ganjar. Ini sungguh teramat berat. Memaksakan Ganjar maju, itu boleh jadi akan menjadi langkah bunuh diri. Buang-buang waktu dan energi. Karena peluang untuk menang akan semakin kecil. Sebab, selama ini PDIP dapat coattail effect dari Jokowi. Begitu juga Ganjar. Ditinggalkan Jokowi, coattail effect dipastikan akan melemah. PDIP mesti mencari alternatif. Alternatif yang paling realistis adalah bergabung dengan Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP). Di koalisi ini, pasangan yang akan diusung adalah Anies-Ganjar. Kalau dibalik, hampir mustahil. Karena ini tidak akan mengubah keadaan. Keduanya, Anies Baswedan dan Ganjar punya ceruk yang berbeda. Anies Baswedan punya ceruk di tengah dan kanan. Ganjar punya ceruk di tengah dan kiri. Kalau ini digabung, maka peluang menang akan besar. Bagaimana menjelaskan ke masing-masing konstituen yang selama ini terbelah? Tidak mudah, tapi selalu ada ruang untuk mengkomunikasikannya. Karena ini bukan soal ideologi dan agama. Tapi ini soal NKRI dan rasionalitas politik. Ini soal dinamika politik dan peluang yang paling realistis untuk menang dan melakukan perubahan buat masa depan Indonesia. Kedua pihak, baik pihak Anies Baswedan maupun pihak Ganjar, dengan komposisi masing-masing bisa saling menambah elektabilitas jika dipasangkan. Ini sekaligus menjadi jalan rekonsiliasi rakyat yang selama ini terbelah. Meski kita paham bahwa andil elit politik paling besar pengaruhnya dalam merawat keterbelahan itu. Making conflict telah menjadi bagian dari strategi yang efektif di sepanjang sejarah dalam mengelola target politik. Anies-Ganjar adalah pilihan paling realistis jika Jokowi tetap berada di kubu Prabowo, mengambil posisi sebagai rival capres yang diusung PDIP. Jakarta, 24 Agustus 2023.