POLITIK
DPD FPPI Jabotabek Dikukuhkan
Jakarta, FNN -Setelah sukses pengukuhan DPP FPPI (Dewan Pimpinan Pusat Forum Purnawirawan Pejuang Indonesia) di Bandung, kemudian berturut turut pengukuhan pengurus DPD FPPI Jatim, DPD FPPI Sumut, DPD FPPI Banten, kini Rabu 30 Maret 2022 pukul 09.00 bertempat di GOR Kalisari Jakarta Timur, telah dikukuhkan pengurus DPD FPPI JABODETABEK dan beberapa DPC FPPI Jabodetabek, yang dihadiri beberapa tokoh pengurus, tamu undangan DPP FPPI antara lain Mayjen Pur Kivlan Zen, Mayjen Purn. Sunarko, BrigJen Purn. Mahu Amin, tamu dan undangan. Brigjen Pur Amin Mahu, yang dikukuhkan sebagai kordinator FPPI JABODETABEK telah menerima pataka sebagai simbol amanah, peran, fungsi, tugas pokok dan tanggung jawab yang diserahkan oleh Kol. Purn Sugeng Waras selaku ketua presidium FPPI. Dalam acara pengukuhan yang dihadiri ratusan orang itu, juga diisi sambutan sambutan oleh para tokoh pengurus pusat DPP FPPI termasuk Kapten Ruslan Buton Dalam esensi sambutan sambutan itu Ketua Presidium FPPI Kol Purn Sugeng Waras menyampaikan garis besar benang merahnya antara lain sebagai berikut ; FPPI sebagai ormas melaksanakan gerakan moral yang bisa beresiko nyawa berperan sebagai jembatan dan perekat antara rakyat dengan pemerintah dan penegak hukum. FPPI bervisi sebagai mitra pemerintah bersama elemen elemen bangsa lainya akan mendukung, mengiringi, mendorong dan menjaga terhadap kebijakan yang sesuai keinginan rakyat seperti yang tertuang dalam UUD\'45 tentang tujuan nasional yaitu peningkatan kecerdasan bangsa dan kesejahteraan rakyat, namum FPPI bersama elemen elemen bangsa lainya akan bersikap mengoreksi, meluruskan, mengingatkan bahkan melawan terhadap kebijakan kebijakan pemerintah yang tidak sesuai aspirasi rakyat atau berpotensi merugikan dan membahayakan kedaulatan, keamanan dan keselamatan NKRI. FPPI bermisi dalam.jangka pendek, sedang dan panjang secara bertahap, bertingkat dan berlanjut secara prioritas berkesinambungan, terpadu, terukur terkordinir, terkomando dan terkendali, berdasarkan Pancasila dan UUD\'45. FPPI berjiwa agamis nasionalis, senantiasa berupaya untuk meciptakan situasi dan kondisi kondusif negara. FPPI beretos kerja berketuhanan konstitusional, kompak, bersatu niat, berbulat tekad dan bersandar kepada Allah swt, TYME. Sugeng Waras juga menambahkan bahwa kita yakin FPPI akan berkembang terus keseluruh pelosok tanah air dari Sabang hingga Merauke, meskipun para pensiunan itu rata rata telah berusia 59 tahun hingga 77 tahun, namun FPPI memiliki anggota kehormatan dari para pakar dan praktisi dari berbagai fungsi dan profesi seperti para Prof, DR,Dr, Ir,SH, MH, MM, para Ulama, Umaroh, Kyai, pendeta dll, serta anggota LUAR BIASA yang terdiri dari kluarga besar FPPI, masyarakat 18 tahun keatas termasuk mantan anggota partai atau ormas apapun yang berjiwa Agamis Nasionalis yang berlandaskan Pancasila, UUD \'45 dan ber Bhineka Tunggal Ika , yang sepaham, sevisi dan semisi dengan FPPI, yang mencintai NKRI tanpa pandang suku, agama, ras dan golongan apapun dan dari manapun asal statusnya, yang bisa mencapai jumlah berpuluh juta. (*)
Mobilisasi Kepala Desa dan Agenda Presiden Tiga Periode
Oleh Gde Siriana - Direktur Eksekutif INFUS dan penulis buku \"Keserakahan Di Tengah Pandemi. PADA awal Desember 2021 Ketua Umum Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (Apdesi), Surta Wijaya, menyatakan bahwa organisasinya akan menganugerahi Presiden Joko Widodo dengan gelar \"Bapak Pembangunan Desa\" dan \"Bapak Kepala Desa Senusantara\". Manuver Apdesi untuk terlibat dalam konstelasi politik nasional kemudian berlanjut. Pada 29 Maret lalu, Apdesi mengklaim bahwa setelah Idul Fitri, seluruh kepala desa berencana untuk mendeklarasikan dukungan \"Jokowi tiga periode\". Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, tentu saja sumringah dan para pembantunya, seperti Staf Khusus Presiden, Ngabalin, dan Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia, menyambut umpan lambung ini dengan smash menukik untuk memberi pembenaran pada dukungan big data Luhut, yang telah disangkal berbagai pihak. Luhut mengklaim punya big data yang menunjukkan bahwa 110 juta warganet ingin pemilihan umum 2024 ditunda. Tentu saja, memobilisasi kepala desa untuk mendukung Jokowi tiga periode ini sudah sangat telanjang di mata publik. Menteri Desa, Abdul Halim Iskandar, adalah kakak kandung Cak Imin, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa yang melontarkan gagasan perpanjangan masa jabatan presiden. Adapun Wakil Menteri Desa, Budi Arie Setiadi, adalah Ketua Umum Projo, relawan pendukung Jokowi pada pemilihan presiden 2014 dan 2019. Maka, sudah jelas mengapa para kepala desa dikerahkan untuk melancarkan agenda Jokowi tiga periode ini. Sejauh ini, tidak ada teguran atau kemarahan yang terlontar dari Jokowi untuk menertibkan manuver para pembantunya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa gerakan Jokowi tiga periode atau pun perpanjangan masa jabatan presiden ini merupakan gerakan yang sistematis dan dikendalikan dari dalam Istana. Mobilisasi kepala desa tampaknya merupakan upaya untuk membentuk opini publik. Mobilisasi dukungan akar rumput ini akan membelah masyarakat. Misalnya, beberapa pihak dalam Apdesi menyangkal klaim bahwa organisasi itu mendukung Jokowi tiga periode. Nafsu kekuasaan ternyata tidak mempedulikan kohesi sosial masyarakat dan bahkan cenderung memecah belahnya. Posisi Presiden Jokowi sudah terjepit akibat agenda ini. Sikap Megawati yang menolak penundaan pemilihan umum juga memperlebar keretakan di dalam lingkaran kekuasaan. Pembatalan agenda tiga periode dan penundaan pemilihan umum juga akan lebih merugikan Jokowi, terutama terkait dengan calon-calon yang dia kehendaki untuk memenangi pemilihan presiden 2024. Ini tampaknya berhubungan dengan sindrom petahana atau sindrom periode kedua. Petahana memiliki impian untuk terus dikenang oleh rakyat, dipuja sebagai pemimpin yang berhasil, dan mewariskan kejayaan. Ia juga ingin terus menjadi bagian dari orang yang mengatur kekuasaan berikutnya. Hal ini pernah terjadi juga ketika lingkaran kekuasaan SBY mencoba menggoda SBY untuk tiga periode tetapi SBY berhasil menolak gagasan itu. Kini Jokowi tergoda dan bahkan sudah terjebak dan tersandera oleh lingkarannya sendiri ketika anak-mantunya didorong menjadi kepala daerah—suatu hal yang belum pernah terjadi di era presiden sebelum-sebelumnya. Kini, gagasan menambah masa kekuasaan presiden sudah turun pada tataran operasional, meski harus membeli dukungan publik maupun kader partai pemilik suara di DPR demi menyiasati konstitusi. Gagasan perpanjangan masa jabatan ini juga akan lebih menarik minat kader partai yang merupakan petahana di DPR dan DPD karena masa jabatan mereka pun akan ikut diperpanjang. Singkatnya, SPS: semua petahana senang. Jika agenda Jokowi tiga periode atau perpanjangan masa presiden gagal, sudah disiapkan rencana cadangan untuk menempatkan orang-orang pilihan sebagai penggantinya melalui berbagai mekanisme yang mungkin. Dengan demikian, dua agenda tersebut tampaknya akan terus dipaksakan semaksimal mungkin, apa pun risiko dan berapa pun biayanya. Yang perlu disadari para elite dan tokoh masyarakat desa adalah bahwa pertarungan elite yang merambah ke akar rumput akan menimbulkan konflik horisontal, yang sangat memungkinkan menimbulkan pertumpahan darah. Di desa juga ada kader-kader partai politik dan mungkin akan terjadi konflik di antara mereka sebagai turunan dari sikap partai di pusat. Namun, tidak semua hal dapat dipertukarkan. Loyalitas masyarakat pada konstitusi, akhlaknya, dan harapan tentang hari esok yang lebih baik tidak selalu dapat ditukar dengan materi yang ditawarkan para elite. Memobilisasi masyarakat, yang sudah terbelah sejak pemilihan presiden 2014, akan sangat berbahaya karena akan berbenturan dengan kelompok-kelompok penjaga konstitusi yang juga sudah bergerak, termasuk aksi-aksi mahasiswa. Potensi konflik sosial antara pendukung dan penolak agenda Jokowi tiga periode atau perpanjangan masa presiden akan dapat memicu kekacauan serta ketidakstabilan politik dan keamanan. Inilah yang harus dicegah sedini mungkin. (*)
Anak PKI Boleh Masuk TNI, Selamat Ginting: Mungkin Andika Hanya Baca Tekstual Saja
Jakarta, FNN - Rapat panitia penerimaan pusat prajurit TNI tahun anggaran 2022 menghasilkan keputusan mengejutkan. Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Jenderal Andika Perkasa meminta agar aturan larangan anak cucu Partai Komunis Indonesia (PKI) menjadi prajurit TNI dihapuskan. Rapat yang berlangsung beberapa sesi tersebut membahas tentang mekanisme penerimaan prajurit TNI mulai dari tes mental ideologi, psikologi, akademik, kesamaptaan jasmani, hingga kesehatan. Keputusan ini menimbulkan kontroversi. Pengamat komunikasi politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Selamat Ginting menganggap Panglima TNI Andika Perkasa tidak lengkap membaca Tap MPRS No. 25 tahun 1966 tersebut. “Makanya banyak yang menyayangkan, jangan-jangan Andika hanya tekstual saja, karena di Tap MPRS No. 25 tahun 1966 telah dijelaskan secara detail dalam pasal-pasalnya,” kata Selamat Ginting kepada wartawan FNN Hersubeno Arief dalam kanal Hersubeno Point, Kamis. 31 Maret 2022. Ginting lantas merinci beberapa pasal yang menyebut bahwa underbow PKI juga menjadi bagian yang dilarang. Dalam Pasal 1 menjelaskan: menerima baik dan menguatkan kebijaksanaan Presiden, Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Pemimpin Besar Revolusi mandataris MPRS. “Sementara Tap MPRS itu berupa pembubaran Partai Komunis Indonesia termasuk semua bagian organisasinya. Ini kan underbow-nya dari tingkat pusat sampai ke daerah beserta semua organisasi terlarang di seluruh wilayah kekuasaan negara Republik Indonesia bagi PKI yang dituangkan sebelumnya melalui keputusan tanggal 12 Maret 1966 No. 01/3/1966 dan meningkatkan kebijaksanaan tersebut di atas menjadi Ketetapan MPRS,” paparnya. Ginting menduga dalam pandangan Andika barangkali supaya hal ini lebih berkeadilan yang artinya keturunannya boleh tetapi bukan berarti dia otomatis bisa masuk. “Untuk masuk TNI masih ada syarat yang namanya mental ideologi. Kalau mereka masih terpengaruh ideologi komunis, tentu dicoret dan tidak akan pernah masuk. Jadi kalimat Andika harus ditelusuri tahapan selanjutnya seperti apa, isi, temasuk penjelasan dalam Tap MPRS tersebut,” tegasnya. Sejarah Tap MPRS tersebut kata Ginting adalah berawal dari keputusan oleh Letjen Soeharto yang membubarkan PKI pada 12 Maret 1966 yang kemudian dikukuhkan lewat Tap MPRS ini. Ginting lalu mengutip Pasal 2 yang berbunyi, “setiap kegiatan di Indonesia untuk menyebarkan atau mengembangkan paham atau ajaran komunisme, marxisme, leninisme dan segala bentuk dan manifestasinya serta penggunaan segala macam aparatur serta media bagi penyebaran atau pengembanhan paham dan ajaran tersebut dilarang. Jadi, di situ jelas ada manifestasinya. Kemudian Pasal 3 berbunyi, khusus kegiatan memperlajari seara ilmiah seperti pada perguruan tinggi komunisme, marxisme, leninisme dalam rangka mengamankan Pancasila dapat dilakukan secara terpimpin dengan ketentuan bahwa pemerintah dan DPRGR diharuskan mengadakan perundang-undangan untuk pengamanannya. Pasal 4 berbunyi ketentuan di atas tidak mempengaruhi landasan dan sifat bebas aktif politik luar negeri kita. “Ini kita tidak bisa menerjemahkan letterlux bahwa Tap MPRS itu hanya berbunyi larangan terhadap PKI saja, tetapi di situ jelas ada dasar hukum yang mengatakan tengang underbow-nya. Makanya Golkar membuat Sekber Golkar, seperti SOKSI punya organisasinya yang memang head to head dengan underbow PKI misalnya dengan SOPSI. Golkar juga membuat Gerwasi (Gerakan Wanita Sosialis Indonesia) untuk menghadapi Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia) milik PKI, ada juga Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) milik PKI yang dihadapkan dengan Lekri (Lembaga Kebudayaan Republik Indonesia), BTI (Barisan Tani Indonesia) PKI dihadapkan dengan RTI (Rukun Tani Indonesia) milik Angkatan Darat. Ini keyakinan TNI Angkatan Darat untuk menentang ideolog lain selain Pancasila termasuk melawan PKI dan organisasi sayap PKI dalam hak ini underbow-nya,” paparnya. Ginting mengingatkan bahwa Menteri Pertahanan Ryamizad Ryacudu pernah tercengang ketika melihat data sebanyak 3 persen anggota TNI tidak paham Pancasila. “Tiga persen dari sekitar 400 ribu tentara itu kan cukup banyak. Lalu polisi juga sekiatr 4 persen dan ASN mencapai 20 persen,” tegasnya. Kondisi seperti ini menurut Ginting sangat membahayakan masa depan bangsa, karena semakin menipis generasi yang paham Panasila. “Sejak era reformasi tidak ada mata pelajaran atau mata kuliah khusus Pancasila, sehingga bisa dibilang tidak ada kader Pancasila lagi. Sementara ideologi-ideologi lain membangun ideologinya melalui media sosial. Ini yang mengkawatirkan,” tegasnya. Tak hanya itu, sebentar lagi jenderal-jenderal akan dipimpin oleh generasi TNI yang lahir tahun 1970an. “Kalau persyaratan masuk TNI longgar, jangan-jangan panitia seleksi juga tidak paham sejarah PKI dan bahaya laten komunis. Ini yang membuat umat Islam khawatir PKI bangkit kembali dan menjadi lebih khawatir dengan keputusan Panglima TNI Andika Perkasa tersebut,” katanya. Menurut Ginting, dari sisi keadilan apa yang disampaikan Andika bisa jadi benar. “Akan tetapi kita wajib mengingatkan bahwa TNI tidak boleh menerima paham di luar Pancasila karena Sapta Marga itu janji prajurit TNI terhadap ideologi negara. Ini keprihatinan kita pasca reformasi, karena tidak ada pelajaran khusus Pancasila,” pungkasnya. Ginting berharap semoga keputusan Andika bukan keputusan blunder yang bisa dimanfaatkan pihak-pihak tertentu yang ingin menghidupkan paham komunisme, marxisme, dan leninisme, sebab Indonesia pernah kecolongan tahun 1965. (ida, sws)
Pancasila Harus Menjadi Pedoman Penggunaan Teknologi Digital
Jakarta, FNN. Anggota Komisi I DPR RI Alimin Abdullah mengharapkan segenap bangsa Indonesia dapat menjadikan Pancasila sebagai pegangan atau pedoman dalam penggunaan teknologi digital.\"Saya sangat berharap (dalam penggunaan teknologi digital) kita tetap memegang Pancasila,\" ujar Alimin saat menjadi pemateri dalam webinar bertajuk Peran Pemuda dalam Literasi Digital 4.0 dengan Makna Pancasila dan Budaya, seperti dipantau di Jakarta, Kamis.Menurut dia, dengan berpedoman pada nilai-nilai Pancasila, bangsa Indonesia dapat lebih bertanggung jawab ketika menggunakan teknologi digital sehingga dampak negatif dari teknologi tersebut, seperti kemunculan hoaks yang mengarah pada perpecahan pun dapat dihindari.Lebih lanjut, dalam webinar yang diselenggarakan atas kerja sama Komisi I DPR RI serta Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (Ditjen IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) RI itu, Alimin memandang Pancasila akan senantiasa relevan dengan beragam situasi ataupun perkembangan zaman selama masyarakat memahaminya dengan benar.\"Sebetulnya, menurut pendapat saya, Pancasila sebagai dasar negara kita ini di dalam situasi apa pun, dalam teknologi setinggi apa pun, dia tetap relevan asalkan dasar-dasar itu dipahami dengan benar,\" kata Alimin.Oleh karena itu, dia mendorong segenap bangsa Indonesia untuk meningkatkan pemahaman terhadap Pancasila.Pada kesempatan yang sama, Alimin pun menyampaikan bahwa masyarakat harus memiliki literasi atau pengetahuan yang memadai terkait dengan penggunaan teknologi digital.Dengan demikian, kata dia, masyarakat dapat memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dari teknologi tersebut, seperti mengakses informasi yang tepat secara cepat.\"Inilah yang barangkali menjadi tugas bagi Kominfo dan Komisi I DPR RI. Kami harus gencar memberi pendidikan atau literasi digital ini agar kemampuan masyarakat makin hari makin meningkat sehingga pemanfaatan teknologi digital juga makin optimal,\" ujar Alimin Abdullah. (Sof/ANTARA)
Masyarakat Minta Disiapkan Vaksin Halal
Jakarta, FNN. Anggota DPR RI Nur Nadlifah mengatakan masyarakat meminta agar pemerintah menyiapkan vaksin halal untuk vaksin lanjutan (booster).\"Mencermati permintaan masyarakat untuk disediakan vaksin halal, saya rasa Kemenkes harus segera menyediakan vaksin halal, apalagi syarat mudik tahun ini seluruh masyarakat wajib booster,\" kata Nadlifah dalam rapat dengan pendapat bersama kementerian Kesehatan dan Kementerian Keuangan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.Anggota Panitia kerja (Panja) Pengawasan Vaksin Komisi IX DPR itu juga mempertanyakan alasan Kemenkes tidak memasukkan vaksin yang sudah diberi fatwa Halal oleh MUI sebagai vaksin booster yang disediakan pemerintah.\"Kenapa tidak memasukkan vaksin halal sebagai pilihannya. Bagaimana tanggung jawab moral yang diberikan pemerintah,\" kata Nadlifah menanyakan.Anggota Fraksi PKB itu merasa heran bahwa ada vaksin yang sudah jelas, baik secara klinis dan halal tapi tidak dimasukkan dalam daftar vaksin booster. Dia mempertanyakan tanggung jawab moral pemerintah, dimana negara yang mayoritas penduduknya Muslim, justru tidak mendapatkan haknya.\"Menurut penelitian vaksin Zifivax bagus, mengapa tidak dimasukkan dalam daftar. Sedangkan vaksin yang barusan keluar justru dimasukkan dalam daftar. Kalau dulu kita bertaruh nyawa untuk memperebutkan vaksin. Sekarang situasi sudah berbeda,\' jelas Nadlifah.Sementara itu, anggota Panja lainnya, Saleh Daulay meminta Kemenkes dapat segera menyediakan vaksin COVID-19 yang sudah dinyatakan halal oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). \"Vaksin Halal adalah hak warga negara, dan negara wajib melindungi,\" ujarnya.Menanggapi desakan vaksin halal, Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Lucia Rizka Andalusia mengatakan pihaknya telah berkoordinasi dengan negara Uni Emirat Arab (UEA) terkait kehalalan vaksin pfizer.\"Terkait dengan vaksin halal, atas arahan dari RDP ada berita bahwa vaksin booster sudah mendapatkan halal di UEA, kami hari ini sudah berkoordinasi dengan UEA menanyakan status kehalalan vaksin tersebut,\" katanya menegaskan. (Sof/ANTARA)
Momentum Kemandirian Bidang Kesehatan dari Langkah Dokter Terawan
Jakarta, FNN. Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah menilai beberapa langkah yang dilakukan dokter Terawan Agus Putranto berbasis penelitian dan inovasi bisa menjadi momentum untuk menuju kemandirian bangsa di bidang kesehatan.\"Saya ingin menyampaikan dukungan pada Terawan secara moril dengan tindakan. Apa yang dilakukan Terawan memproduksi vaksin Nusantara adalah wujud tindakan patriotisme, nasionalisme dan wujud cinta karya anak bangsa sendiri,\" kata Basarah dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.Hal itu dikatakan Basarah usai disuntik Vaksin Nusantara oleh dokter Terawan setelah yang bersangkutan dipecat dari keanggotaan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).Basarah menilai langkah Terawan memproduksi Vaksin Nusantara, sesuai dengan sikap dan arahan Presiden Jokowi untuk mencintai dan menggunakan produk dalam negeri.Menurut dia, keputusan IDI yang memecat dokter Terawan pantas dikritik karena organisasi itu seperti mengabaikan suara masyarakat yang telah merasakan manfaat bahkan terselamatkan dengan inovasi yang dilakukan Terawan untuk dunia kedokteran.“Jangan lupa, rekam jejak Terawan di dunia kedokteran juga telah berskala nasional bahkan internasional. Terawan saat ini masih dipercaya sebagai Ketua Dewan Kehormatan Dokter Militer se Dunia,\" ujarnya.Basarah mendukung gagasan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly, yang menyatakan perlunya dibuat suatu undang-undang yang menegaskan izin praktik dokter merupakan ranah pemerintah bukan lagi oleh IDI.Dia menilai, kewenangan IDI yang begitu besar terhadap eksistensi para dokter di Indonesia memang harus dievaluasi.\"Organisasi itu seharusnya berhenti sebatas ormas yang justru harus melindungi karya para anggotanya bukan justru malah menghancurkan anggotanya yang berprestasi,\" ujarnya.Basarah menyarankan, sebagai solusi jangka pendek, diharapkan ada jalan tengah dalam kasus pemecatan dokter Terawan. Menurut dia, jika masalahnya adalah komunikasi, maka Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin bisa menjadi mediator yang adil untuk meredam persoalan tersebut.\"Sedangkan terkait inovasi yang dilakukan, IDI bisa menggandeng Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan pihak terkait untuk melakukan penelitian bersama-sama sekaligus menjadi batu loncatan untuk menuju kemandirian dunia kesehatan Indonesia,\" ujarnya. (Sof/ANTARA)
Kades Jangan Menjadi Alat Manuver Politik Kontra-Konstitusi
Jakarta, FNN. Wakil Ketua Komisi II DPR RI Luqman Hakim menilai para kepala desa (kades) dan perangkat desa jangan menjadi alat untuk manuver politik kontrakonstitusi sehingga sebaiknya fokus memperjuangkan kesejahteraan rakyat.\"Tidak selayaknya kepala desa dan perangkat desa menyediakan diri sebagai alat pihak-pihak tertentu melakukan manuver politik yang kontrakonstitusi,\" kata Luqman di Jakarta, Kamis.Hal itu dikatakannya terkait dukungan Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) untuk masa jabatan Presiden Jokowi tiga periode.Luqman mengingatkan bahwa Indonesia adalah negara hukum sehingga ada profesi-profesi tertentu yang dilarang undang-undang untuk melakukan politik praktis.Menurut dia, kepala desa dan perangkat desa dilarang oleh undang-undang melakukan politik praktis.\"Dukungan pihak yang mengklaim kepala desa se-Indonesia terhadap Jokowi untuk maju sebagai capres untuk ketiga kalinya, selain melanggar undang-undang, juga menabrak konstitusi,\" ujarnya.Ia berharap kepala desa dan perangkat desa mengerjakan tugas utama mereka, yaitu memperjuangkan kemakmuran rakyat di desanya masing-masing.Selain itu, dia menyebutkan banyak organisasi dalam satu profesi tidak masalah dengan syarat keberadaannya memang murni dari kebutuhan anggota-anggotanya.Menurut dia, sangat disayangkan jika munculnya banyak organisasi dalam satu profesi akibat dari adanya intervensi pihak eksternal yang ingin memperalat para pelaku profesi tersebut. (Sof/ANTARA)
PPDN Sudah Vaksin Ketiga Tidak Perlu Tes COVID-19 Saat Mudik
Jakarta, FNN. Ketua Satgas Penanganan COVID-19 Letjen TNI Suharyanto menekankan pihaknya akan segera mengeluarkan surat edaran yang mengatur syarat bagi pelaku perjalanan dalam negeri (PPDN) saat libur Idul Fitri 1443 Hijriah atau mudik lebaran.Menurut Suharyanto, surat edaran itu antara lain mengatur bahwa PPDN yang sudah menerima vaksin ketiga tidak perlu lagi menjalani tes COVID-19 saat akan melakukan mudik.\"Bagi para pelaku perjalanan dalam negeri notabene akan mudik, ini diperbolehkan, dipersilakan, untuk yang sudah vaksin ketiga tidak perlu testing,\" ujar Suharyanto saat memberikan keterangan pers secara virtual di Jakarta, Kamis.Dia mengatakan kewajiban tes COVID-19 hanya berlaku bagi PPDN yang baru menerima vaksin dosis pertama dan dosis kedua. PPDN yang sudah menerima vaksin dosis kedua harus menunjukkan hasil tes antigen 1 x 24 jam atau PCR 3 x 24 jam.Sementara untuk PPDN yang baru menerima dosis pertama, wajib menunjukkan hasil tes PCR 3 x 24 jam.Adapun persyaratan PPDN dengan kondisi kesehatan khusus, diwajibkan menunjukkan hasil tes PCR 3 x 24 jam dan melampirkan surat keterangan dari dokter umum atau dokter dari rumah sakit pemerintah setempat.Sedangkan bagi anak di bawah usia 6 tahun tidak perlu melakukan tes COVID-19, namun harus didampingi pendamping perjalanan yang memenuhi persyaratan perjalanan sebagaimana telah diatur.Kemudian, untuk anak usia 6-17 tahun tidak perlu melakukan tes, namun harus menunjukkan telah menerima vaksinasi dosis kedua.\"Intinya bahwa Satgas ini bukan untuk membatasi para pemudik. Tapi mudah-mudahan mudik yang dilaksanakan ini bisa berjalan dengan tetap aman, lancar dan tidak terjadi penularan yang signifikan,\" ujar Suharyanto.Dia mengatakan surat edaran tersebut dikeluarkan untuk menindaklanjuti arahan Presiden RI Joko Widodo yang menyatakan bahwa masyarakat yang ingin melakukan mudik lebaran, dipersilahkan dengan syarat sudah mendapatkan dua kali vaksin dan satu kali booster serta tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat. (Sof/ANTARA)
Rocky Gerung: Rumput Sudah Terbakar, Tinggal Satu Gerakan Kecil Saja
Jakarta, FNN – Cover story Tempo edisi 31 Maret 2022 menarik perhatian publik. Ilustrasinya kepala mirip Jokowi penuh gambar kepala desa, membicarakan soal manuver rezim untuk menambah masa jabatan presiden, meski menabrak konstitusi. Adu klaim soal Jokowi 3 Periode terus bermunculan di tengah masyarakat. Rezim pun memanfaatkan Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) yang terbelah menjadi kubu pendukung dan penolak. Apdesi pendukung Jokowi berencara mendekarasikan sokongan tersebut setelah Lebaran. Menanggapi cover Tempo tersebut pengamat politik Rocky Gerung mengaku kejengkelan publik telah diwakili oleh Tempo. “Itu yang ditangkap bagus oleh Tempo. Setiap majalah tempo terbit, orang senang karena kejengkelan publik itu disalurkan orang ke Majalah Tempo. Dan cover story-nya betul-betul pada tingkat mengatakan bahwa ini ngapain masih ada pemerintah semacam ini,” kata Rocky dalam perbincangan dengan wartawan FNN, Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Kamis, 31 Maret 2022. Menurut Rocky, sebetulnya publik tahu betul bahwa kondisi kita memang buruk. Pemerintah tak perlu pamer tiga periode, kebulatan tekad, atau segala macam. Menteri-menteri kelihatan makin dungu dan setiap kali tampil di televisi, tidak tahu apa yang mau dia ucapkan. “Jadi, memang sah bahwa rumputnya memang sudah terbakar, ranting-ranting kering sudah ada di situ. Tinggal satu gerakan kecil. Dan Presiden Jokowi berada di ujung sesuatu yang memungkinkan titik balik itu terjadi tanpa dia tahu. Lalu dia tumbang, lalu diolok-olok,” paparnya. Yang pertama akan mengolok-olok menurut Rocky adalah menteri-menteri di dalam dirinya sendiri yang menjadi pengecut ketika Presiden Jokowi makin lemah. “Jadi kita baca betul bahwa sebetulnya psikologinya itu suara Pak Jokowi jadi lain, gesturnya juga jadi lain, karena dia tidak tahu bagaimana jalan keluarnya. Jalan keluarnya satu-satunya adalah mempertahankan nasihat-nasihat dari Pak Luhut. Ternyata Pak Luhut juga tidak tahu jalan keluar apa sehingga menghimbau rakyat untuk kasih pujian,” paparnya. Jalan keluar yang paling mudah bagi Luhut menurut Rocky, berkunjung ke Dedy Cobuzier untuk berkeluh kesah. “Mungkin besok Pak Luhut berpikir untuk kembali pergi ke Dedy Corbuzir, berkeluh kesah di situ. Orang akan melihat seolah-olah kemampuan istana untuk mendeteksi dua minggu ke depan mau bikin apa,” katanya. Rocky membaca gerak-gerik di bawah, bahwa partai-partai yang tadinya masih bersikap diam-diam Presiden Jokowi memperpanjang juga sebetulnya sudah menganggap bahwa maunya secepatnya diselesaikan sekarang. “Bahkan, partai yang menjadi pendukung, menganggap memang sudah tidak ada harapan. Bagi partai-partai ini, dia pengecut, nggak ada harapan karena dia tahu, APBN sudah kosong. Jadi sebetulnya pragmatisme, bahkan oportunisme sudah sampai ke partai-partai pendukung,” pungkasnya. (ida, sws)
Anis Matta Berharap Jokowi Tinggalkan 'Legacy' Dengan Siapkan Pemimpin yang Mampu Menghadapi Krisis yang Lebih Berat
Jakarta, FNN - Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta berharap Presiden Joko Widodo (Jokowi) meninggalkan warisan atau legacy yang baik sebagai seorang pemimpin, saat mengakhiri jabatannya selama dua periode pada 2024 mendatang. Jokowi perlu menyiapkan pemimpin Indonesia berikutnya melalui Pemilu 2024, yang mampu menghadapi krisis berlarut yang jauh lebih berat dari sekarang. \"Alasan terbesar melakukan pemilu tepat waktu adalah karena krisis besar itu membutuhkan pemimpin baru. Alasan terbesarnya di situ, bukan justru dipakai sebagai alasan untuk menunda pemilu,\" kata Anis Matta Gelora Talk bertajuk \"Gaduh Siasat Tunda Pemilu 2024. Menakar Manuver Elit Politik\", Rabu (30/3/2022) petang. Dalam diskusi yang digelar secara daring ini, Anis Matta mengatakan, sejak awal pandemi dua tahun lalu, ia sudah mengingatkan, bahwa setelah pandemi akan ada krisis ekonomi, kemudian berlanjut pada krisis sosial dan politik secara global. Menurut dia, perang antara Rusia-Ukraina yang tidak diprediksi sebelumnya akan menjadi disrupsi besar dalam tatanan global dan memperdalam krisis ekonomi yang sudah ada. \"Dan saya percaya pada 2024 nanti, krisis yang jauh lebih besar akan terjadi. Justru itu menjadi sebab, kenapa kita membutuhkan pemilu tepat waktu,\" ujarnya. Anis Matta mengajak semua elit tidak memaksakan ide penundaan pemilu, karena selain ditolak rakyat, secara konstitusi juga tidak memberi ruang saat ini. Jika ide tersebut, tetap dipaksakan, maka akan ada penolakan kuat dari rakyat. \"Ini berarti ada perceraian antara elit dengan rakyat, elit sudah benar-benar bercerai dengan rakyatnya. Karena elit tidak bisa lagi memahami apa yang dirasakan kegalauan, kekhawatiran, kemarahan dan kesedihan publik ini benar-benar seperti terabaikan\" ujarnya. Jika hal ini terjadi, Anis Matta mengkhawatirkan peristiwa jatuhnya Presiden Soekarno, Soeharto dan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) bakal berulang terjadi lagi pada Presiden Jokowi. Jokowi bisa dijatuhkan oleh rakyat, apabila menunda Pemilu 2024 dan memperpanjang masa jabatanya. \"Kan dulu salah satu ide dari pembatasan masa jabatan, karena Pak Harto (Soeharto) terlalu lama. Kita harus menghindari turunnya presiden-presiden kuat dengan tragedi. Bung Karno turun dengan tragedi, Pak Harto turun dengan tragedi, dan kita lihat Gus Dur yang mengeluarkan Dekrit, juga diturunkan dengan tragedi,\" ungkapnya. Ketua Umum Partai Gelora ini mengajak para elit bangsa untuk berpikir bahwa satu warisan atau legacy itu, tidak harus diwujudkan dengan penyelesaian suatu pekerjaan dan kemudian disederhanakan melalui sebuah monumen untuk mengingat keberhasilan. \"Seorang pemimpin itu, harus percaya pada bangsanya sendiri. Yang penting pemimpin itu sudah memulai langkahnya, dan dia tidak bisa memaksakan, bahwa orang yang datang sesudahnya harus mengikutinya. Itu sama saja orang datang sesudahnya \'tidak punya otak, \'tidak bisa berpikir\' dan tidak dikasih hak soal itu,\" katanya. Anis Matta menilai semua program infrastruktur, termasuk soal pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) yang dilakukan Presiden Jokowi pada dasarnya merupakan kelanjutan dari program presiden sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). \"Kalaupun ada perbedaan lebih kepada skemanya saja. walaupun tidak ada kesepakatan antara Pak Jokowi dengan Pak SBY, pembangunan infrasktruktur sebelumnya tetap dilanjutkan,\" jelasnya. Artinya, kata Anis Matta, jika program Presiden Jokowi soal infrakstruktur dan IKN bagus, maka Presiden berikutnya akan melanjutkan program tersebut dengan sendirinya, tanpa perlu ada kesepakatan seperti yang terjadi antara Presiden SBY dan Presiden Jokowi. \"Jadi kalau programnya bagus akan dengan sendirinya programnya dilanjutkan. Tapi saya ingin katakan juga, bahwa semudah apapun keputusannya yang diambil, seperti Cipta Kerja dan IKN tetap tidak selesai begitu saja, masih ada masalah. Ini seperti anak yang lahir prematur, akhirnya jadi stunting,\" katanya. Anis Matta menyadari bahwa godaan liar terhadap ide penundaan pemilu ini, sangat besar dan luar biasa dari orang yang kehidupannya dan bisnisnya terkait dengan masa jabatan presiden. Ia sudah menyerukan agar hal ini dibongkar, karena ada agenda tersembunyi. \"Dalam tradisi bangsa kita, ada istilah jangan keterlaluan kira-kira begitu. Ini perlu kita perhatikan, karena biasanya ada pembalikan yang berbahaya bagi yang punya ide terhadap dirinya sendiri,\" tegasnya. Anis Matta berharap agar Presiden Jokowi meniru langkah Kanselir Jerman Angela Merkel dengan menyiapkan Olaf Scholz sebagai penggantinya sebelum krisis global terjadi. \"Coba lihat apa yang terjadi di Jerman. Kanselir Jerman Olaf Scholz baru naik tiba-tiba ada perang. Yang beruntung Angela Merkel sudah selesai, tanggungjawabnya sudah selesai. Jadi setelah 2024 itu, bukan tanggungjawab Pak Jokowi lagi, tetapi tanggung jawab pemimpin sesudahnya,\" pungkas Anis Matta. Sementara itu, Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraeni yang hadir dalam diskusi ini mengatakan, ada upaya dari elit-elit tertentu untuk terus membangun narasi populis kepemimpinan seperti terlihat dari deklarasi Presiden Joko Widodo 3 periode oleh Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) beberapa waktu lalu. \"Ada beberapa cara bagi untuk menghindar dari pembatasan yaitu pertama amandemen konstitusi dan kedua membuat konstitusi baru. Ketiga itu placeholder president, jadi presiden boneka untuk kemudian menjalankan sebenarnya kekuasaan yang dikendalikan oleh orang yang berada di belakang dia. Yang keempat itu delay election, menunda pemilu,\" ujar Titi Anggraeni. Menurut Titi Anggraeni, narasi yang paling sering digunakan untuk menghindar dari pembatasan masa jabatan adalah populisme kepemimpinan untuk melanggengkan kekuasaan. \"Bahwa ada presiden yang sangat baik, yang bekerja untuk pembangunan dan kemudian kalau ini berhenti akibat adanya pembatasan masa jabatan, maka kerja-kerja baik itu berhenti,\" ungkapnya. Dari narasi itulah beberapa cara memperpanjang masa jabatan di atas dilakukan. Namun dia mengingatkan bahwa populisme kepemimpinan ini justru akan menghadirkan sebuah krisis bagi negara. Titi mencontohkan kudeta militer yang terjadi di Guinea. \"Ini kita tidak menghendaki itu karena, sekali lagi, data-data menyebutkan bahwa negara-negara yang kemudian menghindari pembatasan masa jabatan dan berbagai strategi kemudian akan masuk kepada krisis demokrasi yang berujung kepada krisis ketatanegaraan dan bahkan berdampak pada krisis ekonomi karena dianggap sebagai situasi yang mengakibatkan instabilitas,\" terang Titi. Titi Anggraeni menambahkan, ide penundaan Pemilu 2024 merupakan gula-gula yang menarik dukungan para wakil rakyat. \"Saya kira ini menjadi sesuatu yang kita tidak boleh kita sepelekan dan harus kita serius untuk menolak karena dia menawarkan gula-gula,\" ujarnya. Sedangkan Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gajah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar meminta komitmen dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) baru Periode 2022-2027 yang akan dilantik pada Senin, 11 April mendatang untuk menegaskan, komitmennya dan menegakkan demokrasi dengan menolak ide penundaan Pemilu 2024. \"Ditagihkan kepada KPU juga supaya dia punya komitmen untuk tetap mengawal yang namanya pemilu mengawal proses peralihan kepemimpinan. Kalau kita baca beberapa buku literatur mengatakan Pemilu itu adalah kudeta yang paling konstitusional,\" ujar Zainal Arifin. Zainal menjelaskan melalui pemilu rakyat bisa menggulirkan rezim yang dianggap tidak sungguh-sungguh menjalankan amanat konstituennya. \"Kenapa pemilu itu harus ada ya karena itu adalah hak kita yang harus kita tagihkan kepada negara untuk bisa gunakan menjewer pemimpin yang tidak serius, partai-partai yang tidak serius, kepemimpinan negara yang tidak pro pada rakyat,\" bebernya. Zainal Arifin juga menagih sikap partai dengan tidak hanya menyatakan menolak penundaan pemilu saja seperti PDIP, namun juga dengan langkah yang lebih nyata seperti interpelasi atau hak angket. \"Bukan hanya sekedar pendapat politik tapi kemudian menjadi pengawasan politik. Harusnya partai PDIP bisa mengagregasi misalnya langkah-langkah menuju ke arah interpelasi misalnya atau menuju ke arah hak menyatakan pendapat terhadap kerja-kerja presiden,\" tandasnya. (sws)