POLITIK
Lima Strategi Wujudkan Pemilu 2024 Lebih Jujur dan Adil
Jakarta - FNN. Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Rahmat Bagja memaparkan lima strategi yang akan dilakukan pihaknya untuk mewujudkan Pemilu 2024 yang lebih jujur, adil, dan demokratis.“Kami mempunyai strategi-strategi untuk mewujudkan Pemilu 2024, baik di tingkat nasional maupun daerah, yang lebih jujur, adil, dan demokratis,” ujar Bagja saat menjadi pembicara dalam forum Global Network on Electoral Justice (GNEJ) Asia Regional bertajuk “Asia Regional Discussion on Trends and Challenges of Electoral Justice”, seperti dipantau melalui kanal YouTube Bawaslu RI, di Jakarta, Jumat.Lima strategi tersebut adalah membuat peraturan yang menjamin terselenggaranya pemilu yang jujur dan adil, mengawasi partisipasi masyarakat, mengimplementasikan konsep digital pada pengawasan pemilu dan penegakan hukum, memperkuat sinergi di antara pihak penyelenggara pemilu dan aparat penegak hukum, serta memastikan akurasi data pemilih.Lebih lanjut di hadapan para delegasi GNEJ yang mengikuti forum tersebut, Rahmat Bagja menyampaikan contoh pengimplementasian teknologi digital oleh Bawaslu dalam menindak dugaan pelanggaran dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 yang diselenggarakan di tengah pandemi COVID-19.“Kami mengimplementasikan teknologi digital, seperti menyelenggarakan peradilan terhadap dugaan pelanggaran pemilu menggunakan sistem daring dengan memeriksa saksi melalui konferensi video (video conference) dan kesaksian itu pun diakui oleh pengadilan,” ucapnya.Menurut Rahmat Bagja, lima strategi tersebut juga merupakan langkah dari Bawaslu untuk menyikapi penyelenggaraan Pemilu 2024 di Indonesia yang lebih kompleks dibandingkan dengan penyelenggaraan pemilu di negara-negara lain.“Pemilu Indonesia sangat kompleks dengan adanya empat pemilu nasional dan dua pemilihan lokal (pemilihan kepala daerah). Selain itu, ada pula sejumlah tantangan dan hambatan pemilu lainnya, seperti luas wilayah yang besar, adanya politik uang, dan persoalan netralitas aparatur sipil negara (ASN),” kata Rahmat Bagja.Meskipun demikian, ia tetap yakin bahwa Indonesia mampu mewujudkan Pemilu 2024 yang lebih baik berbekalkan pengalaman penyelenggaraan Pemilu Serentak 2019 dan Pemilu 2020 yang diselenggarakan di tengah pandemi COVID-19. (Sof/ANTARA)
Hubungan Indonesia-Australia Tak Akan Rusak oleh Kasus Montara
Jakarta - FNN. Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Cahyo R Muzhar, menyatakan, kasus Montara tidak akan merusak hubungan bilateral antara Indonesia dengan Australia.“Kita jangan khawatir bahwa itu akan mengganggu hubungan bilateral dan sebagainya. Ini adalah permasalahan hukum. Jadi, jangan juga kita nanti terbawa oleh polemik,” kata dia, dalam acara Optimalisasi Penyelesaian Kasus Montara yang disiarkan Forum Merdeka Barat 9, dari Jakarta, Jumat.Sebagai contoh, dia katakan, ketika Indonesia bersengketa dengan Malaysia mengenai Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan di Mahkamah Internasional, tepatnya International Court of Justice, Indonesia dan Malaysia menyelesaikan kasus itu melalui jalur hukum.Setelah pembacaan hasil persidangan pun, hubungan bilateral antara Indonesia dengan Malaysia masih baik-baik saja. “Ini karena permasalahan hukum kita selesaikan secara hukum, dan kita harus menghormati putusan pengadilan apa pun bentuk pengadilannya, apa pun bentuk lembaganya. Mau lembaga nasional maupun internasional,” ucap dia.Ketika menyampaikan paparan, dia menekankan berulang kali, yang menjadi permasalahan merupakan dampak dari pencemaran meledaknya kilang minyak Montara di Blok Atlas Barat Laut Timor milik perusahaan Thailand yang berkantor di Australia, yaitu PTT Exploration dan Production (PTTEP) Australasia pada 2009.Minyak yang tumpah sebanyak kurang lebih 30.000 barel ke Laut Timor mencemari biota laut di perairan itu sehingga berpengaruh pada kehidupan ekonomi dan bahkan berdampak pada kesehatan masyarakat setempat. “Apalagi pada negara pesisir. Mereka bertanggung jawab penuh, karena ini isunya adalah pertanggungjawaban negara,” kata dia.Ia berharap, putusan pengadilan internasional tidak akan jauh berbeda dengan pengadilan Australia. Sebelumnya, pada 2021, Indonesia telah memenangkan gugatan internasional yang dipimpin oleh Kementerian Hukum dan HAM. “Kita memakai bukti-bukti dan argumentasi hukum yang sama. Kita optimis akan memenangkan gugatan ini,” ucapnya. (Sof/ANTARA)
Pemuda Asia Afrika Menegaskan Komitemennya untuk Menyukseskan KTT G20
Jakarta - FNN. Presiden Pemuda Asia Afrika atau Asian African Youth Government (AAYG) Saddam Al-Jihad menegaskan komitmen untuk menyukseskan konferensi tingkat tinggi (KTT) G20 di Bali.\"Kami sangat sepakat dan mendukung pemerintah Indonesia yang tetap berkomitmen pada prinsip G20 dengan mengundang Rusia hadir di pertemuan KTT G-20 di Bali,\" kata Sadam dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.Hal itu juga disampaikan Sadam saat melakukan pertemuan dengan Duta Besar Federasi Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobyeva di Jakarta.Dia mengatakan salah satu pembahasan dalam pertemuan tersebut adalah AAYG akan berperan aktif mensukseskan G-20 pada 15-16 November 2022 di Bali serta mendukung kehadiran Rusia di G20.Menurutnya, langkah pemerintah Indonesia untuk mengundang semua negara anggota G20 termasuk Rusia untuk hadir dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 sudah tepat.\"Rencana Amerika dan sejumlah negara barat ingin mengeluarkan Rusia dari G20 karena perang Rusia-Ukraina, tidaklah menjunjung prinsip fairness dan equality,\" katanya menegaskan.Saddam melanjutkan bahwa invasi Amerika Serikat dan keterlibatan North Atlantic Treaty Organization (NATO) di Irak, Suriah, Afghanistan, bahkan kejadian di Palestina, harusnya dilihat lebih adil dan masyarakat internasional bisa menilai secara objektif ketika dibandingkan dengan perang Rusia versus Ukraina.\"Perang antara Rusia dan Ukraina tidak lain berangkat dari perjuangan kedaulatan Rusia yang berpotensi terancam, apalagi Ukraina yang berbatasan langsung dengan Rusia. Mengingat Ukraina sangat dekat dengan Amerika, apalagi sejumlah projek seperti senjata biologis dibangun di Ukraina,\" jelasnya.Sebab itu, ia mendorong pemerintah Indonesia agar tetap konsisten untuk memisahkan antara persoalan politik dan ekonomi. G20, lanjut Saddam, diperuntuhkan untuk membahas masalah ekonomi dunia, dan yang lebih khusus hari ini adalah pemulihan ekonomi global pasca-COVID-19.\"Mengundang Rusia hadir di G20 Bali sudah tepat, itu membuktikan pemerintah Indonesia tidak terkecoh atau mencampur adukan antara urusan politik dan ekonomi,\" ujarnya.Selain itu, organisasinya melihat potensi Indonesia mampu melakukan harmonisasi terhadap potensi ketegangan yang akan terjadi di KTT G20. Amerika dan negara G20 lainnya harus profesional dan adil dalam menjalankan G20 sebagai media membantu masyarakat Internasional untuk mengembangkan dan meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran, dan mengatasi dampak COVID-19. (Sof/ANTARA)
Jadwal Kerja ASN Selama Ramadhan 2022 Diatur Kemenpan RB
Jakarta - FNN. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) mengatur jadwal kerja aparatur sipil negara (ASN) selama bulan Ramadhan tahun 2022.Berdasarkan Surat Edaran Nomor 11 Tahun 2022 tentang Jam Kerja Pegawai ASN pada Bulan Ramadhan 1443 Hijriah di Lingkungan Instansi Pemerintah, Menpan RB Tjahjo Kumolo mengatakan pengaturan tersebut dalam rangka menjamin keberlangsungan penyelenggaraan pemerintahan dan efektivitas pelaksanaan tugas kedinasan pegawai ASN.\"Dipandang perlu untuk melakukan penyesuaian jam kerja bagi pegawai ASN pada bulan Ramadhan 1443 Hijriah,\" demikian kata Tjahjo seperti dikutip dari laman resmi menpan.go.id, Jumat.Dasar penerbitan SE tersebut antara lain Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja, serta Keputusan Presiden Nomor 68 Tahun 1995 tentang Hari Kerja di Lingkungan Lembaga Pemerintah.Bagi instansi pemerintah yang memberlakukan lima hari kerja, Kemenpan RB mengatur jam kerja Senin hingga Kamis pukul 08.00-15.00, dengan waktu istirahat pukul 12.00-12.30; sedangkan jam kerja Jumat pukul 08.00-15.30, dengan jam istirahat pukul 11.30-12.30.Bagi instansi pemerintah yang memberlakukan enam hari kerja, Senin hingga Kamis berlaku jam kerja pukul 08.00-14.00, dengan waktu istirahat pukul 12.00-12.30; sementara di Jumat berlaku jam kerja pukul 08.00-14.00, dengan jam istirahat pukul 11.30-12.30.Jam kerja tersebut berlaku bagi ASN yang melaksanakan tugas kedinasan di kantor (work from office) maupun kerja dari rumah atau tempat tinggal (work from home) selama masa pandemi COVID-19.\"Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) di lingkungan instansi pemerintah memastikan bahwa pelaksanaan jam kerja pada Ramadhan 1443 Hijriah tidak mengurangi produktivitas dan pencapaian kerja pegawai ASN,\" katanya.Selain itu, PPK juga diminta memastikan pengaturan jam kerja ASN tersebut tidak mengganggu kelancaran penyelenggaraan pelayanan publik selama bulan Ramadhan.\"Pelaksanaan tugas kedinasan pegawai ASN pada Ramadhan 1443 Hijriah selama PPKM masa pandemi COVID-19 agar tetap memperhatikan persentase jumlah pegawai yang WHO dan WFH,\" ujarnya. (Sof/ANTARA)
Soeharto Dulu Memperbudak Oligarki, Jokowi Sekarang Cuma Budaknya Oligarki
Jakarta, FNN – Pengerahan massa yang melibatkan Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) untuk tujuan politik adalah bentuk dari militerisme bahkan fasisme. Apalagi belakangan Ketua Apdesi yang asli membantah memberi dukungan presiden 3 periode. “Demikian juga soal kebulatan tekad. Itu adalah ciri-ciri otoriterisme. Bahkan ciri-ciri fasisme karena memaksakan kehendak,” kata Rocky Gerung kepada wartawan FNN, Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Jumat, 01 April 2022. Rocky membandingkan pola-pola kebulatan tekad pada zaman Pak Harto yang ketika itu memang pemerintah dipimpin secara militeristik. “Masuk akal kalau Pak Harto bikin orkestrasi untuk menciptakan stabilitas karena itu memang pemerintahan yang militeristik. Keinginan untuk menguasai pasti ada dalam pemerintahan yang militeristik. Nah, sekarang terbalik. Ini era demokrasi tapi Pak Jokowi yang justru sipil ingin menguasai seluruh sektor. Bahkan tidak ada yang ditinggalkan untuk tidak disentuh dengan cara pecah belah,” papar Rocky. Yang terjadi hari ini kata Rocky adalah anomali sejarah, di mana seorang tokoh sipil memerintah secara militeristik. Sedangkan Soeharto jelas, dia bahkan mengatakan bahwa stabilitas diperlukan, sehingga militer harus menduduki pos-pos penting karena memang suasana militeristik di zaman itu, tahun 70-an, seperti Filipina, Amerika Latin, dan negara-negara di Asia. Itu era yang disebut developmentalisme yang dikawal oleh senjata. Berbeda dengan sekarang, orang menuntut hidup berkeadilan, tapi cara memimpin rezim ini adalah militeristik. “Dan anehnya, itu yang justru dielu-elukan oleh partai-partai yang seharusnya menjaga demokrasi seperti PKB, PAN, dan segala macam kemarin itu. Betul-betul dia tidak paham bahwa kita di era demokrasi jangan pakai sumbu yang bisa dinyalakan lalu meledak semuanya,” tegasnya. Rocky menegaskan bahwa Presiden Soeharto memimpin secara otoriter demi suksesnya pembangunan nasional, diperlukan stabilitas, supaya pembangunan itu masuk akal dan harus dipimpin oleh teknokrasi. “Maka orang-orang pintar di Indonesia seperti ITB, UGM dimasukkan dalam kabinetnya, sehingga Pak Harto percaya bahwa ide dia itu diolah secara teknokratik,” paparnya. Saat itu kritik terhadap pembangunan akan ditangani dengan peralatan yang disebut militeristik. “Namun Pak Harto jujur memang mengatakan bahwa saya ingin stabilitas karena untuk pembangunan, dan kelihatan ada pola,” katanya. Ironi yang lain kata Rocky bahwa dulu Pak Harto menguasai oligraki untuk pembangunan, yang sekarang justru presidennya dikuasai oleh oligarki untuk kerakusan oligarki sendiri. “Itu yang ditunjukkan dalam statistik bahwa empat orang oligarki menguasai hampir separuh dari kekuasaan Indonesia,” paparnya. Dengan kenyataan seperti itu Rocky meyakini bahwa secara filosofi Presiden Jokowi itu cuma budaknya oligarki, sedangkan Soeharto dulu justru memperbudak oligarki. Jadi betul-betul ajaib. “Jadi kalau betul-betul baca manual book Orde Baru, ya balikin saja ke dalam sistem otoritarian. Tapi kan itu tidak bisa kita lakukan karena eranya sudah berubah,” tegasnya. Diakui Rocky bahwa sejak awal Presiden Jokowi memang tidak paham bahwa idealisme demokrasi itu, tidak boleh memperalat partai politik karena partai politiklah yang seharusnya menjunjung demokrasi. “Sebetulnya pengetahuan Pak Jokowi tentang demokrasi itu apa sih? Ketiadakcukupan pengetahuan Pak Jokowi itu yang dimanfaatkan oligarki untuk tokoh yang dekat dia, termasuk Pak Luhut,” katanya. Jadi, lanjut Rocky era developmentalisme yang di dalamnya ada otoriterisme, sekarang dipakai pada era yang sudah demokratis, di mana keterbukaan informasi bisa diakses sampai ke masyarakat desa. “Itu kacaunya,” pungkasnya. (ida, sws)
Pemerintah Harus Melakukan Intervensi Terkait Kenaikan Harga Bahan Pokok
Jakarta - FNN. Sekretaris Jenderal DPP Partai Gerindra Ahmad Muzani meminta Pemerintah ambil kebijakan intervensi terkait dengan kenaikan-kenaikan harga bahan pokok, misalnya dengan melakukan operasi pasar.\"Sektor pasar juga harus dipenuhi produk-produk yang dihasilkan dari para petani lokal. Bangsa ini harus memanfaatkan keterampilan para petani, sumber-sumber makanan yang dihasilkan para petani, mulai dari beras, sayur-mayur, hingga buah, harus bisa menjadi keberkahan bagi makanan sehari-hari,\" kata Muzani dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.Muzani mengemukakan hal itu terkait dengan sejumlah barang kebutuhan pokok yang mengalami kenaikan, termasuk bensin dan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) jelang bulan puasa.Ia berharap masyarakat bersabar dalam menghadapi persoalan kenaikan harga-harga bahan pokok sehingga semangat dan keimanan umat Islam dalam menjalankan ibadah puasa tidak terganggu.Di satu sisi kenaikan harga-harga barang kebutuhan pokok merupakan tanda atau dampak dari bangkitnya ekonomi masyarakat pascapandemi. Namun, lanjut dia, di sisi lain dampak dari perang antara Rusia dan Ukraina.\"Beban pengeluaran dari kenaikan itu tentu saja berat dan ini dapat mengganggu kekhusyukan dalam menjalankan ibadah puasa karena ekonomi belum sepenuhnya pulih. Akan tetapi, kami percaya kesabaran dalam menghadapi persoalan ini, termasuk ekonomi, tidak akan mengganggu dalam menjalankan ibadah puasa,\" katanya.Wakil Ketua MPR RI itu berharap masyarakat bisa menjaga kerukunan antarumat beragama dengan mengedepankan nilai-nilai toleransi dalam bersosialisasi di setiap lapisan masyarakat.Hal itu, menurut dia, merupakan kunci bagi kekuatan Indonesia dalam menjaga keutuhan NKRI karena Indonesia adalah negara besar sehingga toleransi antarumat beragama telah menjadi keniscayaan dalam berbangsa dan bernegara sejak dahulu hingga sekarang.\"Keberagaman sudah menjadi budaya yang mengakar bagi Indonesia. Apabila pada bulan suci Ramadan bisa menjalaninya dengan kekhusyukan, itu telah menjadi bukti Indonesia telah menjadi bangsa yang toleran,\" ujarnya.Selain itu, Muzani juga mengingatkan masyarakat harus tetap mengedepankan kedisiplinan protokol kesehatan karena pandemi COVID-19 saat ini masih menjadi ancaman bagi setiap negara di dunia sehingga kesadaran masyarakat dalam menjaga kesehatan menjadi penting. (Ida/ANTARA)
Jadikan Ramadhan sebagai Momentum untuk Mencegah Diri dari Tindakan yang Merusak Harmoni
Jakarta - FNN. Sekretaris Badan Penelitian Pengembangan dan Pendidikan Latihan (Sesbalitbangdiklat) Kementerian Agama H Muharram Marzuki mengatakan makna penting Ramadhan di antaranya adalah pencegahan atau menahan diri dari berbagai bentuk keburukan dan hal yang dapat merusak harmoni sosial.Karena itu Ramadhan menjadi momen tepat untuk mendidik diri menjadi pribadi yang santun, toleran, dan ramah untuk menciptakan perdamaian, katanya dalam siaran pers Pusat Media Damai Badan Nasional Penanggulangan Terorisme yang diterima, Jumat.Menurutnya bulan Ramadhan harus dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi umat Muslim untuk menegakkan ibadah dan membangun harmoni sosial.“Bulan Ramadhan itu sejatinya umat Muslim harus bisa memanfaatkan sebaik-baiknya, melakukan berbagai aktivitas kegiatan peribadatan baik ibadah yang sifatnya hubungan vertikal kepada Allah SWT, maupun ibadah yang berhubungan kepada umat manusia,” ujarnya.Dirinya melanjutkan, ibadah mahdhah atau ibadah wajib yang sudah syariatkan harus diperkuat baik kualitas maupun kuantitasnya. Namun Marzuki mengungkapkan bahwa ibadah muamalah sebagai amalan membangun hubungan kepada umat manusia juga menjadi ibadah yang wajib dilakukan, untuk mencegah diri dari tindakan intoleransi dan kekerasan juga tidak kalah penting.\"Hubungan horisontal, kemasyarakatan dan peribadahan harus diperbanyak baik kepada umat Islam sendiri maupun kepada umat yang berbeda agama. Sehingga akan muncul rasa ketentraman, kedamaian, rasa kerukunan yang menjauhkan dari sikap intoleransi dan kekerasan yang merusak harmoni sosial,\" kata Marzuki.Sebagaimana yang tertuang dalam QS Al-Hujurat:13 yang mengatakan, \"Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.\"\"Nah, dengan kita hidup saling mengenal, menghargai, saling berbagi maka akan mewujudkan hidup yang aman damai, kita diarahkan menjadi umat yang bertakwa,\" kata pria yang pernah menjabat sebagai Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Kemenag.Terkait ibadah membangun hubungan dan harmoni sosial masyarakat, ia menyinggung narasi negatif yang beredar di masyarakat bahwa praktik toleransi dan membangun hubungan baik antar umat beragama, bukanlah semata-mata sebagai praktik menggadaikan akidah dan keimanan.\"Tidak, tidak sama sekali. Tidak ada urusannya. Ini urusan kemanusiaan. Misalnya kita berbuka puasa dengan umat yang berbeda agama itu diperbolehkan dalam rangka memperkuat hubungan sosial kemasyarakatan,\" kata Marzuki menegaskan.Menurutnya, bulan Ramadhan harus menjadi momen untuk sama-sama bersuka cita dan berbagi kebahagiaan serta menunjukkan bagaimana agama Islam dapat menjadi penyejuk dan rahmat bagi alam semesta. Sehingga dalam membangun kerukunan tidak ada istilah menggadaikan akidah, menggadaikan agama.\"Kita menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan itu mewujudkan hati kita menjadi damai, sejuk, tentram dan toleran, dengan demikian maka itulah yang diharapkan oleh Tuhan. Kita berbagi kebahagiaan di bulan Ramadhan dengan seluruh umat, itu yang dinamakan ibadah,\" ujarnya.Disamping itu, dirinya menambahkan bula Ramadhan dapat menjadi momen yang tepat, baik bagi pemerintah maupun para tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk memasifkan pencegahan radikalisme dengan membangun ukhuwah wathaniyah. Misalnya dengan menggelar acara buka puasa bersama mengumpulkan berbagai kalangan.\"Pemerintah bisa libatkan semua unsur masyarakat yang berbeda suku, budaya dan agama untuk ikut merayakan dan merasakan suka cita Ramadhan, membahagiakan sesama umat manusia meskipun berbeda agama. Ini momentum yang sangat berharga dan masif. Bulan Ramadhan sebagai media silaturahmi,\" katanya.Terakhir, penulis buku ‘Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Di Perguruan Tinggi Umum’ ini juga mengimbau masyarakat khususnya dalam menyambut Ramadhan untuk tidak hanya dapat menahan diri menahan lapar dan haus. Namun juga menahan diri dari nafsu untuk menyebarkan fitnah, hoaks, dan ujaran kebencian yang hanya akan membawa kepada kemudharatan.\"Bulan Puasa ini harus menjadi pembelajaran, untuk mulailah kita tidak menjadikan medsos sebagai alat untuk menyebarkan fitnah, berita bohong ataupun hal-hal yang mempengaruhi masyarakat menjadi resah. Itu dosa besar dan puasa baginya menjadi tidak ada artinya,\" kata Marzuki. (Ida/ANTARA)
Indonesia-Malaysia Mulai Membahas Kerja Sama Penanganan Penyelundupan Manusia
Jakarta - FNN. Presiden Joko Widodo mengatakan Indonesia dan Malaysia sepakat untuk memulai pembahasan kerja sama penanganan penyelundupan manusia sebagai salah satu hasil pertemuan dengan Perdana Menteri Dato\' Sri Ismail Sabri Yaakob yang berkunjung ke Istana Merdeka, Jakarta, Jumat.Presiden juga menyatakan bahwa kerja sama tersebut akan mencakup urusan penegakan hukum kedua negara dalam penanganan kasus-kasus penyelundupan manusia.\"Kita masih melihat maraknya kasus penyelundupan orang. Oleh karena itu, kita sepakat untuk memulai membahas kerja sama penanganan penyelundupan orang, termasuk dalam penegakan hukum,\" kata Presiden dalam jumpa pers bersama PM Ismail Sabri selepas pertemuan, disimak melalui kanal YouTube resmi Sekretariat Presiden, Jumat.Secara khusus pertemuan kali ini juga telah menghasilkan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) mengenai penempatan dan perlindungan pekerja migran Indonesia di Malaysia.Presiden Jokowi dan PM Ismail Sabri menyaksikan langsung penandatanganan MoU oleh Menteri Ketenagakerjaan RI Ida Fauziyah dan Menteri Sumber Daya Manusia Malaysia Saravanan Murugan.Berkenaan dengan kasus penyelundupan manusia, kedua negara turut memandang pentingnya pembahasan mengenai isu Rohingya yang menimbulkan gelombang pengungsi, baik di Malaysia maupun Indonesia.Menurut PM Ismail Sabri, baik Malaysia maupun Indonesia, sepakat isu Rohingya harus selesai secara mendalam oleh pemerintah Myanmar meskipun tidak menampik hal tersebut menjadi isu penting di Malaysia.\"Isu Rohingya merupakan isu besar di Malaysia karena terdapat 200.000 pengungsi Rohingya di Malaysia,\" kata PM Malaysia.PM Ismail Sabri beserta rombongan tiba di Indonesia pada hari Jumat sekitar pukul 06.03 WIB. Dijadwalkan berada di Jakarta selama 2 hari sebelum bertolak kembali ke Kuala Lumpur.Selain Menaker Ida Fauziyah, turut mendampingi Presiden dalam menerima kunjung PM Malaysia adalah Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dan Duta Besar RI untuk Malaysia Hermono.Sementara itu, dalam kunjungannya PM Malaysia didampingi rombongan, antara lain, Menteri Komunikasi dan Multimedia Annuar Musa, Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal Mahdzir Khalid, Wakil Menteri Luar Negeri Kamarudin Jaffar, dan anggota parlemen Malaysia Dato\' Tajuddin Abdul Rahman. (Ida/ANTARA)
Ketua Tim Pemekaran Papua Barat Daya Mundur
Jakarta, FNN. Ketua tim percepatan usulan pemekaran Provinsi Papua Barat Daya, Lambert Jitmau, menyatakan mundur dan mengembalikan surat keputusan (SK) sebagai ketua tim kepada gubernur Provinsi Papua Barat dengan alasan tidak mendapat dukungan.\"Saya segera kembali SK sebagai ketua tim percepatan pemekaran provinsi Papua Barat Daya kepada gubernur Papua Barat dan selanjutnya kewenangan gubernur untuk menunjuk kepada daerah siapa di wilayah Sorong Raya sebagai ketua tim pemekaran,\" ujar dia, di Sorong, Papua Barat, Jumat.Ia bilang, perjuangan pemekaran Papua Barat adalah janji politik gubernur Papua Barat pada masa kampanye lima tahun yang lalu. Namun tim percepatan pemekaran yang mendapat SK dari Gubernur tersebut tidak mendapat dukungan sama sekali.\"Baik dukungan finansial maupun dorongan untuk berkoordinasi serta berkomunikasi dengan pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian terkait agar proses pemekaran daerah otonom baru yang menjadi perjuangan bersama selama ini dapat terwujud,\" ujar dia.Selain itu, kata dia, aksi penolakan usulan pemekaran daerah otonom baru yang merupakan konspirasi pihak-pihak tertentu semakin marak. Bahkan dia sebagai ketua tim percepatan pemekaran menjadi sasaran unjuk rasa, bahkan dihina serta dicaci-maki.Sementara gubernur dan kepala daerah lain di wilayah Sorong Raya yang menjadi satu kesatuan usulan pemekaran Provinsi Papua Barat Daya tidak didemonstrasi.Karena itu, dia akan segera mengembalikan SK sebagai ketua tim percepatan pemekaran kepada gubernur agar dia tidak menjadi olok-olokan kelompok konspirasi menolak pemekaran.\"Saya nyatakan mendukung dan siap menjalankan apapun keputusan negara. Saya tetap bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan itu harga mati,\" kata Jitmau. (Ida/ANTARA)
Benarkah Sikap Panglima Tolak Diskriminasi Keturunan PKI Sesuai TAP I/MPR?
Jakarta, FNN. Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah menilai sikap Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa yang menolak diskriminasi keturunan PKI untuk menjadi prajurit TNI sesuai dengan TAP I/MPR/2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum TAP MPRS dan MPR Tahun 1960—2000.\"Kebijakan Panglima TNI menolak larangan anak keturunan anggota PKI sebagai calon prajurit TNI pada dasarnya selain karena tidak ada larangan dalam TAP XXV/MPRS/1966, juga dalam perkembangannya telah ada Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum TAP MPRS dan MPR Tahun 1960—2000,\" kata Basarah dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.Hal itu dikatakannya terkait pernyataan Jenderal TNI Andika dalam sebuah rapat rekrutmen calon prajurit TNI 2022 yang mengoreksi salah satu poin persyaratan dalam rekrutmen prajurit TNI, yaitu larangan keturunan mantan anggota PKI sebagai calon prajurit TNI.Panglima TNI menegaskan bahwa hal tersebut tidak ada dalam ketentuan hukum TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 yang melarang keturunan PKI untuk memperoleh hak-hak kewarganegaraannya.Basarah menilai TAP XXV/MPRS/1966 adalah TAP tentang pembubaran PKI, pernyataan sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bagi PKI. Selain itu, larangan setiap kegiatan untuk menyebarkan atau mengembangkan paham atau ajaran komunis/marxisme-leninisme.\"Dalam TAP XXV/MPRS/1966 dimuat ketentuan pembubaran PKI, termasuk semua bagian organisasinya dari tingkat pusat sampai ke daerah beserta semua organisasi yang seazas/berlindung/bernaung di bawahnya dan pernyataan sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah kekuasaan NKRI bagi PKI,\" ujarnya.Dalam TAP MPRS itu, kata dia, memuat pernyataan larangan setiap kegiatan di Indonesia untuk menyebarkan atau mengembangkan paham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dalam segala bentuk dan manifestasinya, dan penggunaan segala macam aparatur serta media bagi penyebaran atau pengembangan paham atau ajaran tersebut.Basarah juga menegaskan bahwa dalam Pasal 2 TAP I/MPR/2003 dinyatakan TAP XXV/MPRS/1966 tetap berlaku dengan ketentuan yaitu diberlakukan dengan berkeadilan dan menghormati hukum, prinsip demokrasi, dan hak asasi manusia.\"Keberadaan Pasal 2 TAP I/MPR/2003 masih berlaku hingga saat ini sebagaimana dinyatakan Pasal 7 ayat (1) dan penjelasannya di UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,\" katanya.Selain TAP XXV/MPRS/1966 dan TAP I/MPR/2003, kata dia, juga terdapat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 011-017/PUU-I/2003 tanggal 24 Februari 2004 yang bersifat final dan mengikat yang menyatakan setiap pelarangan yang mempunyai kaitan langsung dengan hak dan kebebasan warga negara harus didasarkan atas putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap.Selain itu, menurut dia, dalam putusan tersebut juga dinyatakan suatu tanggung jawab pidana hanya dapat dimintakan pertanggungjawabannya kepada pelaku (dader) atau yang turut serta (mededader) atau yang membantu (medeplichtige).\"Maka, menjadi suatu tindakan yang bertentangan dengan hukum, rasa keadilan, kepastian hukum, serta prinsip-prinsip negara hukum apabila tanggung jawab tersebut dibebankan kepada seseorang yang tidak terlibat secara langsung,\" ujarnya.Berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut dan untuk menjunjung tinggi prinsip supremasi hukum, dia menilai sudah tepat Panglima TNI menyampaikan pernyataan yang menolak diskriminasi latar belakang keluarga calon prajurit TNI.Menurut dia, Jenderal Andika sebagai Panglima TNI sangat menyadari jika TNI tidak berpedoman pada hukum, akan menimbulkan kekacauan kehidupan bernegara. (Ida/ANTARA)