POLITIK

Wapres Tinjau Penerapan Protokol Kesehatan di Istiqlal dan Katedral

Jakarta, FNN - Wakil Presiden Ma’ruf Amin meninjau penerapan protokol kesehatan di tempat ibadah Masjid Istiqlal dan Gereja Santa Maria Diangkat ke Surga atau Gereja Katolik Katedral Jakarta Pusat, Jumat. Wapres Ma’ruf dan rombongan terbatas melakukan ibadah Salat Jumat dengan menjaga jarak bersama umat di Masjid Istiqlal. Usai Salat Jumat, Wapres melewati Terowongan Silaturahmi menuju Gereja Katolik Katedral untuk meninjau penerapan protokol kesehatan di rumah ibadah tersebut. Pemerintah pusat telah menerapkan status pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 3 di DKI Jakarta. Dengan status level tersebut, kegiatan peribadatan mulai boleh dilakukan di rumah ibadat dengan maksimal keterisian umat sebanyak 50 persen kapasitas. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menerbitkan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1026 Tahun 2021 tentang PPKM Level 3 COVID-19, yang mengizinkan rumah ibadah beroperasi, yakni masjid, musala, gereja, pura, vihara, klenteng serta tempat lain yang difungsikan sebagai tempat ibadah. "Dapat mengadakan kegiatan peribadatan/keagamaan berjamaan selama masa PPKM Level t3 dengan maksimal 50 persen kapasitas atau 50 orang dengan menerapkan protokol kesehatan secara lebih ketat dengan memperhatikan ketentuan teknis dari Kementerian Agama," demikian kutipan Keputusan yang ditandatangani Anies Baswedan di Jakarta, Senin (23/8). Dalam siaran langsung Masjid Istiqlal TV, Wapres Ma’ruf tampak berada di antara jemaah dengan mengenakan setelan jas, sarung dan sorban putih. Tampak pula Imam Besar Masjid Istiqlal Nasarudin Umar yang berada di sebelah Wapres Ma’ruf. Salat Jumat di Masjid Istiqlal tersebut merupakan yang pertama kalinya bagi Wapres Ma’ruf di masa pandemi COVID-19 dan setelah renovasi Masjid Istiqlal.(sws)

Amendemen Konstitusi bukan Agenda Mendesak

Semarang, FNN - Isu amendemen UUD 1945 sangat rentan dipolitisasi dan diboncengi isu-isu ikutan. Misalnya, masa jabatan presiden tiga periode, penundaan Pemilu 2024, maupun pemilihan presiden oleh MPR RI. "Amandemen konstitusi bukan merupakan agenda mendesak. Bahkan, amandemen tersebut bisa kontraproduktif dengan upaya menanganan Cornavirus Disease 2019 (Covid-19)," kata anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, Jumat pagi, 27 Agustus 2021. Kepada Antara. Titi memandang penting penyelenggara negara fokus pada penanganan pandemi bekerja secara optimal mengatasi virus corona. Hal itu lebih penting, dan diharapkan dapat segera membawa Indonesia keluar dari situasi krisis akibat Covid-19. "Intrik politik hanya akan membuat kacau," ucap Titi. Ia menilai, isu masa jabatan presiden tiga periode, penundaan pemilu, dan pemilihan presiden oleh MPR RI bisa memancing kekisruhan berujung protes dan perlawanan publik karena tidak sesuai dengan konstitusi. Semua pihak menjaga iklim kondusif dan situasi politik yang stabil agar penanganan pandemi corona lebih optimal. Oleh karena itu, dia berpesan kepada elite politik di Tanah Air supaya tidak melempar isu yang tidak krusial, apalagi sampai bisa memicu kontroversi di tengah masyarakat. "Kalau masyarakat sampai turun ke jalan, semua upaya penanggulangan pandemi Covid-19 akan menjadi sia-sia," ujarnya. (MD).

Ketimbang Melakukan Amandemen, MPR Diminta Fokus Sosialisasi Empat Pilar

Jakarta, FNN - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus meminta agar MPR RI fokus dalam mensosialisasikan 4 Pilar MPR RI. “Mestinya sosialisasi 4 Pilar (MPR RI, red) bisa dimaksimalkan, alih-alih melakukan amendemen,” kata Lucius Karus ketika menyampaikan paparan dalam diskusi publik bertajuk “Siapa Butuh Amendemen?” yang diselenggarakan secara daring, di Jakarta, Ahad, 22 Agustus 2021. Melakukan sosialisasi 4 Pilar merupakan bagian dari tugas dan kewenangan MPR RI, tutur Lucius. Khususnya, guna memperkuat penghayatan nilai-nilai kebangsaan oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia, termasuk jajaran pemerintah. Adapun pilar-pilar yang disosialisasikan adalah Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika. Lucius juga mengatakan bahwa, saat ini, bangsa Indonesia tengah menunggu hasil dari sosialisasi 4 Pilar MPR RI berupa penurunan permasalahan kebangsaan. Namun, hasil tersebut masih belum terlihat. “Sejauh ini, permasalahan terkait kebangsaan justru semakin kuat,” ucap Lucius. Permasalahan kebangsaan, seperti politik identitas, politik uang, korupsi, dan lain sebagainya, diyakini diakibatkan oleh karakter kebangsaan yang mulai menipis. Oleh karena itu, Peneliti Formappi ini menekankan pentingnya MPR dalam mengarahkan perhatian pada keempat pilar tersebut. Di tengah pandemi COVID-19, bagi Lucius, yang dibutuhkan oleh Indonesia adalah penguatan karakter kebangsaan, sehingga amendemen UUD 1945 dapat dilakukan pada periode selanjutnya atau ketika pandemi berakhir. “Jadi saya kira itu harus dimaksimalkan, ketimbang berencana melakukan amendemen,” tuturnya, senagaimana dikutip dari Antara. Bagi Lucius Karus, belum terdapat urgensi yang mengharuskan pemerintah untuk mengakomodir pembentukan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) melalui amendemen UUD 1945. Justru, proses amendemen dapat memunculkan isu-isu serta instabilitas yang tidak diinginkan di negeri ini. “Di samping karena situasi (untuk amendemen, red) yang kurang memungkinkan karena pandemi, saya kira banyak hal lain yang bisa dilakukan oleh MPR,” kata Lucius. (MD).

Sahabat Ganjar Deklarasikan Ganjar Pranowo Maju Pada Pemilihan Presiden 2024

Jakarta, FNN - Kelompok relawan yang menamakan diri Sahabat Ganjar mendeklarasikan Gubernur Jawa Tengah yang juga kader PDI-P, Ganjar Pranowo supaya maju pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Deklarasi secara serentak dilakukan di 34 provinsi se-Indonesia. "Kami menebarkan semangat yang selama ini digaungkan Ganjar di 51 kota pada 34 provinsi di Indonesia," kata Ketua Umum Sahabat Ganjar Lenny Handayani melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Ahad, 22 Agustus 2021. Tujuan deklarasi serentak tersebut guna melakukan konsolidasi agar bisa bersinergi serta bergerak bersama sesuai visi dan misi Sahabat Ganjar yaitu mengusung Ganjar Pranowo maju di Pilpres 2024. "Sahabat Ganjar dapat menjadi perpanjangan tangan dalam menyebarluaskan semangat kepemimpinan Ganjar ke masyarakat luas," ujar dia, sebagaimana dikutip dari Antara. Sebagai sosok yang dekat dengan berbagai elemen masyarakat termasuk anak muda, Ganjar merupakan pemimpin yang ramah, merakyat, dinamis dan mengedepankan dialog. "Sahabat Ganjar akan secara nyata mendukung Ganjar untuk maju," katanya . Deklarasi Sahabat Ganjar telah dilaksanakan di Yogyakarta pada 20 Juni 2021. Kemudian diperluas hingga 33 provinsi lainnya yang menyasar di 51 kota di Indonesia. Ia menyebutkan 51 kota tersebut di antaranya Aceh, Medan, Pekanbaru, Jambi, Bengkulu, Palembang, Kota Lampung, Serang, Kota Bogor, Kuningan, Sukabumi, Cianjur, Karawang, Bandung dan sejumlah kota lainnya. Deklarasi Sahabat Ganjar juga ditandai dengan pembagian paket sembako dan masker kepada masyarakat yang terdampak Covid-19. Deklarasi tersebut juga dikemas dengan cara-cara unik. Misalnya, di Cirebon relawan Sahabat Ganjar melakukan deklarasi di atas perahu nelayan. Di Kuningan, deklarasi menggunakan iring-iringan delman. Di Bojonegoro, Medan, Solo dengan iring-iringan becak. Di Bali, para Sahabat Ganjar memborong jajanan kaki lima. Kemudian, di Semarang kegiatan unik Sahabat Ganjar yakni melakukan aksi tanam pohon bakau. Sekilas tentang Sahabat Ganjar adalah kelompok relawan yang dibentuk pada 20 Juni 2021. Kelompok tersebut terdiri dari berbagai elemen masyarakat yang hadir membantu menyosialisasikan semua informasi tentang Ganjar Pranowo. (MD).

Bawaslu Purworejo Umumkan 86 Barang Dugaan Pelanggaran Pemilu

Purworejo, FNN - Bawaslu Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, mengumumkan sebanyak 86 barang dugaan pelanggaran (BDP) yang tidak diketahui nama pemiliknya. Ketua Bawaslu Kabupaten Purworejo Nur Kholiq di Purworejo, Jumat, menjelaskan bahwa barang tersebut merupakan hasil pengawasan pelanggaran pada tahapan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Tengah pada tahun 2018, Pilpres 2019, dan Pilkada 2020. Kholiq mengatakan bahwa pengelolaan barang dugaan pelanggaran ini sesuai dengan Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 19 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Barang Dugaan Pelanggaran Pemilihan Umum dan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota. Ia mengatakan bahwa Bawaslu Kabupaten Purworejo membentuk tim untuk mengelola barang dugaan pelanggaran selama tahapan pemilihan tersebut. "Di Kabupaten Purworejo terdapat 86 barang dugaan pelanggaran yang tidak diketahui siapa nama pemiliknya, kemudian kami umumkan kepada masyarakat melalui laman resmi," katanya. Bagi masyarakat yang merasa memiliki barang tersebut, kata Kholiq, dapat mengambilnya di Sekretariat Bawaslu Kabupaten Purworejo, Jalan Letnan Jenderal Sarwo Edhie Wibowo Nomor 14 Kelurahan Sindurjan, Kecamatan Purworejo, Kabupaten Purworejo. Kepala Unit Pengelola BDP Bawaslu Kabupaten Purworejo Didik Budi Prasetyo mengatakan bahwa tim pengelola unit barang dugaan pelanggaran sudah mengumumkan melalui laman resmi, yakni purworejo.bawaslu.go.id dan juga dipasang langsung dipapan pengumuman sekretariat. Ia menyebutkan barang dugaan pelanggaran tersebut, antara lain dokumen elektronik berupa foto dan video, bahan kampanye berupa kaus, stiker, dan leaflet. "Jika ada masyarakat yang merasa memiliki barang tersebut, dapat mengambil dengan menunjukkan kartu identitas dan bukti-bukti kepemilikan barang tersebut," katanya. Ditegaskan pula bahwa pengambilan barang bukti tersebut paling lama 7 hari sejak pengumuman disampaikan. (mth)

CISSReC Sebut e-Voting Pemilu 2024 Sangat Memungkinkan

Semarang, FNN - Ketua Lembaga Riset Siber Indonesia CISSReC Doktor Pratama Persadha menyatakan pemberian suara secara elektronik (e-Voting) pada Pemilihan Umum 2024 sangat memungkinkan guna mengantisipasi pandemi COVID-19 yang belum pasti kapan berakhirnya. "Apalagi, sudah ada data kependudukan yang dimanfaatkan secara digital oleh Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kementerian Dalam Negeri," kata Pratama Persadha menjawab pertanyaan ANTARA di Semarang, Jumat. Pratama yang pernah sebagai Ketua Tim Lembaga Sandi Negara (sekarang BSSN) Pengamanan Teknologi Informasi KPU pada Pemilu 2014 mengemukakan hal itu ketika merespons wacana pengunduran waktu pemilu dari 2024 menjadi 2027. Akan tetapi, lanjut pakar keamanan siber ini, praktik e-Voting ini memerlukan proses, misalnya berawal di kota-kota besar yang infrastrukturnya sudah mapan. Pratama memandang perlu memilih model e-Voting apakah langsung dari smartphone atau harus lewat tempat pemungutan suara (TPS) khusus. Hal ini mengingat di Amerika Serikat, misalnya, masih menyediakan tempat khusus untuk e-Voting. Sementara itu, di Estonia, pemilu elektronik disebut sebagai i-Voting, terdiri atas voting lewat mesin elektronik khusus yang disiapkan pemerintah; kedua, voting secara remote lewat internet dengan personal computer (PC) serta smarphone. Jika melihat sejarah e-Voting, kata Pratama, awalnya dibuat untuk percepat penghitungan suara. Dalam hal ini, pemilih melakukan pilihan di TPS khusus dengan alat pilih dan hitung elektronik sehingga hasil pemilu bisa diketahui langsung pada hari yang sama atau sehari setelahnya. Dengan adanya pandemi, kata dia, kebutuhan e-Voting telah bergeser ke voting secara remote lewat internet, yakni bisa dengan PC maupun smartphone pemilih. Hal ini yang lebih rumit dan membutuhkan pengamanan sistem yang lebih maju (advance). "Apakah dalam jangka waktu 3 tahun ke depan bangsa ini mampu menyiapkan infrastruktur terkait dengan e-Voting?" tanya ANTARA, Pratama lantas menjawab bahwa hal itu tergantung pada model e-Voting seperti apa dan sejauh mana kota yang akan uji coba yang sudah siap secara infrastruktur. "Prinsipnya bisa. Hanya secara regulasi di DPR ini yang akan memakan waktu lama. Soal teknis teknologinya, sebenarnya tidak menghabiskan banyak waktu," katanya. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), kata dia, sudah memiliki teknologi e-Voting. Bahkan, pada tahun 2019 sudah diimplementasikan di 981 pemilihan kepala desa di Tanah Air. Namun, sistem yang dikembangkan BPPT adalah e-Voting di lokasi TPS, yang secara fungsi menghilangkan surat suara dan mempercepat hitungan karena tidak ada hitung manual. Model ini, menurut Pratama, nantinya bisa dilengkapi dengan teknologi voting via internet. (mth)

Konstitusi tidak Membuka Celah Penundaan Pemilu 2024

Semarang, FNN - Konstitusi tidak membuka celah terhadap penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Penundaan baru bisa dilakukan jika terlebih dahulu mengamandemen Pasal 7 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945. Hal itu dikatakan Anggota Dewan Pembina Perludem (Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi), Titi Anggraini, kepada Antara, di Semarang, Jumat pagi, 20 Agustus 2021. Pernyataan Titi itu disampaikan sehubungan dengan adanya wacana pengunduran pelaksanaan Pemilu dari 2024 ke tahun 2027. Alasan wacana pengunduran itu karena pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) yang masih melanda tanah air. "Konstitusi dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVII/2019 tidak membuka celah penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024," ujar Titi. Menyinggung Pasal 8 Ayat (3) UUD NRI Tahun 1945, Titi menegaskan, ketentuan pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama tidak bisa berlaku untuk situasi pengunduran waktu pemilu. Disebutkan dalam Pasal 8 Ayat (3), jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama. Pasal itu menyebutkan selambat-lambatnya 30 hari setelah itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menyelenggarakan sidang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Pasangan calon presiden dan wakil presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya. "Pengaturan yang saat ini berlaku tidak membuka celah adanya penundaan pemilu, kecuali kalau penundaan itu dengan cara mengamendemen Pasal 7 UUD NRI 1945," kata Titi yang juga Wakil Sekretaris Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah. Dalam Pasal 7 UUD NRI Tahun 1945 disebutkan, Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama 5 tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan. (MD).

Hidayat Nur Wahid Sebut Pelaksanaan Konstitusi Secara Konsisten Lebih Mendesak

Jakarta, FNN - Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid, menyebut melaksanakan konstitusi secara konsisten lebih mendesak dibanding melakukan amendemen UUD 1945. "Melaksanakan ketentuan konstitusi secara konsisten lebih mendesak dan lebih dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, dibanding melakukan amandemen UUD 1945," kata dia, dalam keterangannya di Jakarta, Rabu, 18 Agustus 2021. Menurut pria yang disapa HNW itu, meskipun UUD 1945 membuka ruang bagi amendemen dengan pemenuhan persyaratannya, namun akan lebih baik jika lembaga-lembaga negara dan energi bangsa difokuskan bergotong royong melaksanakan ketentuan konstitusi yang mendesak dan belum terpenuhi. Seperti menyelamatkan dan melindungi seluruh bangsa Indonesia dari dampak negatif pandemi Covid-19. "Itu seharusnya menjadi fokus yang perlu segera dimaksimalkan," ujarnya. Menurut dia, peringatan Hari Konstitusi yang jatuh pada hari ini harus menjadi pengingat dan penyemangat bagi lembaga-lembaga negara supaya serius, fokus dan jujur melaksanakan ketentuan-ketentuan di dalam UUD 1945. Hal itu termasuk dengan tidak menjadikan pandemi Covid-19 sebagai alat politis yang justru bertentangan dengan ketentuan konstitusi. Antara lain, munculnya isu mengenai perpanjangan masa jabatan presiden hingga perubahan waktu pemilu dan pilkada serentak ke 2027 dengan dalih pemberlakukan PPKM serta TPS yang disebut akan ditutup. "Bila wacana ini benar-benar dilaksanakan, maka akan terjadi pelanggaran konstitusi," katanya. Ia mengakui terdapat rekomendasi dari MPR periode sebelumnya yang menginginkan dilakukannya kajian untuk menghadirkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) maupun Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Akan tetapi, lanjut dia, masih belum disepakati apakah harus diimplementasikan melalui amendemen UUD 1945 atau cukup melalui UU atau Revisi UU yang ada. Oleh karena itu, hingga kini belum ada usulan konstitusional sesuai ketentuan pasal 37 ayat (1) dan (2) UUD 1945, yaitu diajukannya usulan tersebut oleh sekurang-kurangnya sepertiga anggota MPR secara tertulis. "Apalagi belum ada kesepakatan di antara semua fraksi dan utusan DPD di MPR untuk melakukan amendemen UUD 1945 sekalipun terbatas," kata dia. Sementara itu, HNW juga mengapresiasi KPU yang telah mengklarifikasi atas isu mundurnya pemilu, pilpres, dan pilkada serentak ke 2027 dan menyatakan agenda tersebut akan tetap dilaksanakan pada 2024. Ia menyatakan, semua negara demokratis menyelenggarakan pemilu termasuk pilpres sesuai konstitusi masing-masing, tanpa menundanya dengan dalih Covid-19. Ia mencontohkan Amerika Serikat, Selandia Baru, dan Iran menjadi negara demokratis yang tetap menyelenggarakan pemilu tanpa terhambat pandemi Covid-19. "KPU juga sudah punya pengalaman Pilkada Serentak 2020, tentunya makin tidak ada alasan konstitusional untuk mengundurkan pemilu, pilpres dan pilkada hingga 2027,” ujarnya. (MD).

F-PAN DPR: Amendemen UUD Dapat Berimplikasi Sistem Ketatanegaraan

Jakarta, FNN - Ketua Fraksi PAN DPR, Saleh Partaonan Daulay, menilai amendemen UUD 1945 adalah pekerjaan tidak mudah karena perubahan pasal-pasal di dalam konstitusi akan berimplikasi luas dalam sistem ketatanegaraan dan bukan untuk tujuan politik sesaat. Karena itu menurut dia, sebelum "pintu" amandemen dibuka, sebaiknya seluruh kekuatan politik, masyarakat sipil, akademisi, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan berbagai elemen lainnya harus dapat merumuskan agenda dan batasan amendemen itu. "Konstitusi adalah milik seluruh rakyat, dan perubahan terhadap konstitusi sebaiknya didasarkan atas aspirasi dan keinginan rakyat. Perubahan itu pun tidak boleh hanya demi tujuan politik sesaat," kata dia, di Jakarta, Rabu. Ia menilai agar agenda amandemen tersebut fokus dan terarah, perlu dilakukan pemetaan terhadap pokok-pokok dan isu yang akan diubah. Menurut dia, sebelum pintu amendemen dibuka, harus ada kesepakatan semua fraksi dan kelompok DPD di MPR terhadap peta perubahan yang diajukan agar tidak ada kekhawatiran bahwa amendemen akan melebar kepada isu-isu lain di luar yang telah disepakati. "Sekarang ini, amandemen UUD 1945 disebut sebagai amandemen terbatas, apa yang membatasinya? Itu tadi kesepakatan politik antar-fraksi dan kelompok DPD yang ada di MPR sehingga agar lebih akomodatif, semua elemen di luar MPR juga perlu didengar dan dilibatkan," ujarnya. Saleh menilai, secara teknis pelaksanaan amendemen juga tidak mudah karena dalam pasal 37 UUD 1945 disebutkan pengajuan perubahan pasal-pasal baru dapat diagendakan apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR. Menurut dia, untuk mengubah pasal-pasal, sidang harus dihadiri 2/3 dari jumlah anggota MPR, dan putusan untuk mengubah pasal-pasal hanya dapat dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya 50 persen plus satu dari seluruh anggota MPR. "Selain berbagai kepentingan politik yang mengelilinginya, persoalan teknis ini juga diyakini menjadi alasan mengapa amandemen sulit dilaksanakan," katanya. Padahal menurut dia, pada era MPR periode 2009-2014, isu amandemen sempat menguat atas usulan DPD dan wacana itu berlanjut pada periode 2014-2019. Ia mengatakan MPR periode 2014-2019, isu-isu yang akan dibahas dan diangkat sudah dirumuskan, namun, amandemen tersebut belum bisa dilaksanakan. "Apabila hari ini amandemen UUD 1945 diagendakan lagi, maka kesulitan yang sama tetap akan ada, ditambah lagi, Indonesia sedang fokus menghadapi pandemi. Tentu akan ada persoalan 'kepatutan' jika melakukan amandemen di tengah situasi seperti ini," ujarnya. Ketua DPP PAN itu menilai kalau amendemen UUD 1945 belum siap maka sebaiknya ditahan dulu, dan lakukan dulu kajian lebih komprehensif karena pengkajian itu dapat dianggap sebagai bagian dari proses amendemen. (mth)

PKS Berikan 1,7 juta Paket Sembako Untuk Warga Terdampak Corona

Jakarta, FNN - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menginisiasi Gerakan Nasional 1,7 juta paket sembako bagi masyarakat terdampak Covid-19 dalam momentum peringatan HUT Ke-76 Republik Indonesia. Ketua Majelis Syura PKS Salim Segaf Al-Jufri dalam siaran persnya, di Jakarta, Selasa, mengatakan Gerakan Nasional 1,7 juta paket bantuan dilakukan, mengingat PKS sebagai komponen bangsa ikut merasakan kesulitan saat pandemi. Selain aksi sosial, PKS juga meresmikan Tim Respons Cepat Covid-19 yang sudah dibentuk di seluruh struktur PKS di Indonesia. "Kami ingin PKS terus memperkuat kehadiran dan kerja nyata di tengah masyarakat. Sejak awal merebaknya Covid-19 hingga saat ini, PKS telah mendistribusikan sedikitnya 741.410 paket bantuan sembako dan dana bantuan Covid-19 senilai Rp 68,9 miliar," ujar Salim dalam Amanat Upacara Peringatan Detik-detik Proklamasi RI, di halaman Kantor DPP PKS, Jakarta, Selasa, 17 Agustus 2021. Cucu Pahlawan Nasional Sayid Idrus Salim Al Jufri ini menambahkan, dana bantuan tersebut berasal dari potongan gaji anggota dewan dan pejabat publik PKS, serta sumbangan anggota dan simpatisan. "Di samping itu, jaringan PKS di seluruh Indonesia juga mengerahkan bantuan untuk korban bencana alam di NTT, NTB, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Barat," ujar Salim, sebagaimana dikutip dari Antara. Selain memperkuat solidaritas sosial, kata dia, PKS juga fokus melakukan advokasi kebijakan publik. Namun, seruan PKS, ahli kebijakan publik dan pakar kesehatan belum mendapatkan sambutan yang baik. Menurutnya, Pemerintah memilih fokus kepada pemulihan ekonomi nasional dengan mengeluarkan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 dan memaksakan pengesahan UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020. "Bagi PKS, perppu dan UU Cipta Kerja ini bukanlah solusi dalam mengatasi pandemi. Perppu dan UU Cipta Kerja ini hanya menguntungkan bagi kepentingan investor dan pengusaha besar yang banyak mendapatkan berbagai insentif fiskal dari Pemerintah," kata mantan Duta Besar RI untuk Arab Saudi ini pula. Oleh karena itu, kata dia, atas nama keadilan, kemanusiaan dan keselamatan jiwa rakyat Indonesia, PKS bersama elemen masyarakat sipil menolak disahkannya Perppu Nomor 1 Tahun 2020 dan UU Cipta Kerja. "PKS konsisten bersikap bahwa kunci sukses pemulihan ekonomi nasional sangat ditentukan oleh keberhasilan Pemerintah dalam mengendalikan pandemi. Semakin sukses Pemerintah mengendalikan pandemi, maka perekonomian nasional akan cepat pulih," kata Salim Segaf Al-Jufri pula. (MD).