ALL CATEGORY
BKKBN dan Tanoto Foundation Kembangkan Modul Pengetahuan Gizi Keluarga
Jakarta, FNN - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) bersama dengan Tanoto Foundation mengembangkan sebuah modul pengetahuan dan praktik pemberian gizi pada keluarga sebagai bentuk inovasi dalam pencegahan stunting (anak lahir dalam keadaan kerdil). “Melalui kerja sama BKKBN dan Tanoto Foundation, akan dikembangkan model kelas pengasuhan Bina Keluarga Balita (BKB) melalui penyusunan modul lanjutan guna meningkatkan pengetahuan dan praktik pemberian gizi rumah tangga,” kata Deputi Bidang Keluarga Sejahtera Pemberdayaan Keluarga (KSPK) BKKBN Nopian Andusti dalam keterangan tertulis BKKBN yang diterima di Jakarta, Minggu. Nopian menuturkan, modul itu dibuat tidak hanya sebagai upaya untuk meningkatkan pengetahuan gizi di dalam keluarga saja. Tetapi juga sebagai media yang dapat meningkatkan kualitas tim pendamping keluarga. Nantinya lewat modul tersebut, akan dikembangkan sebuah model kelas pengasuhan Bina Keluarga Balita (BKB), yang dianggap dapat menjadi salah satu layanan efektif pada masyarakat dalam mewujudkan perubahan perilaku di tingkat keluarga, khususnya dalam pemberian asupan gizi ibu dan anak. Melalui model kelas pengasuhan itu pulalah pihaknya akan lebih menyempurnakan peran kampung keluarga berkualitas dan program Dapur Sehat Atasi Stunting (Dashat). Termasuk penggunaan pendekatan desain berbasis masyarakat atau People Driven Design. Dengan demikian selain intervensi spesifik yang digencarkan melalui sektor kesehatan dan jangka pendek, intervensi gizi sensitif dapat berjalan dengan optimal khususnya dalam mengatasi dan mencegah terjadinya stunting pada anak selama periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). “Diperlukannya pengasuhan yang baik pada 1.000 HPK, yang dimulai sejak awal konsepsi atau selama 270 hari masa kehamilan serta 730 hari setelah lahir (hingga anak berusia 2 tahun),” tegas dia. Head of ECED Tanoto Foundation Eddy Henry mengatakan modul tersebut akan membantu para kader untuk mengedukasi keluarga dan bersinergi dalam upaya pencegahan stunting di masyarakat. Ia mengaku mengapresiasi semangat BKKBN dan berharap penyusunan modul tersebut, dapat bermanfaat bagi tim pendamping keluarga. Karena disusun dengan menggunakan referensi program prioritas BKKBN maupun program serta praktik baik dari kementerian lain, termasuk dari pihaknya. “Untuk itu, Tanoto Foundation menyambut baik inisiatif BKKBN untuk menyusun modul kelas pengasuhan yang akan fokus membahas permasalahan terkait pencegahan dan penanganan stunting”, ucap Eddy. (mth)
BKKBN dan Tanoto Foundation Kembangkan Modul Pengetahuan Gizi Keluarga
Jakarta, FNN - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) bersama dengan Tanoto Foundation mengembangkan sebuah modul pengetahuan dan praktik pemberian gizi pada keluarga sebagai bentuk inovasi dalam pencegahan stunting (anak lahir dalam keadaan kerdil). “Melalui kerja sama BKKBN dan Tanoto Foundation, akan dikembangkan model kelas pengasuhan Bina Keluarga Balita (BKB) melalui penyusunan modul lanjutan guna meningkatkan pengetahuan dan praktik pemberian gizi rumah tangga,” kata Deputi Bidang Keluarga Sejahtera Pemberdayaan Keluarga (KSPK) BKKBN Nopian Andusti dalam keterangan tertulis BKKBN yang diterima di Jakarta, Minggu. Nopian menuturkan, modul itu dibuat tidak hanya sebagai upaya untuk meningkatkan pengetahuan gizi di dalam keluarga saja. Tetapi juga sebagai media yang dapat meningkatkan kualitas tim pendamping keluarga. Nantinya lewat modul tersebut, akan dikembangkan sebuah model kelas pengasuhan Bina Keluarga Balita (BKB), yang dianggap dapat menjadi salah satu layanan efektif pada masyarakat dalam mewujudkan perubahan perilaku di tingkat keluarga, khususnya dalam pemberian asupan gizi ibu dan anak. Melalui model kelas pengasuhan itu pulalah pihaknya akan lebih menyempurnakan peran kampung keluarga berkualitas dan program Dapur Sehat Atasi Stunting (Dashat). Termasuk penggunaan pendekatan desain berbasis masyarakat atau People Driven Design. Dengan demikian selain intervensi spesifik yang digencarkan melalui sektor kesehatan dan jangka pendek, intervensi gizi sensitif dapat berjalan dengan optimal khususnya dalam mengatasi dan mencegah terjadinya stunting pada anak selama periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). “Diperlukannya pengasuhan yang baik pada 1.000 HPK, yang dimulai sejak awal konsepsi atau selama 270 hari masa kehamilan serta 730 hari setelah lahir (hingga anak berusia 2 tahun),” tegas dia. Head of ECED Tanoto Foundation Eddy Henry mengatakan modul tersebut akan membantu para kader untuk mengedukasi keluarga dan bersinergi dalam upaya pencegahan stunting di masyarakat. Ia mengaku mengapresiasi semangat BKKBN dan berharap penyusunan modul tersebut, dapat bermanfaat bagi tim pendamping keluarga. Karena disusun dengan menggunakan referensi program prioritas BKKBN maupun program serta praktik baik dari kementerian lain, termasuk dari pihaknya. “Untuk itu, Tanoto Foundation menyambut baik inisiatif BKKBN untuk menyusun modul kelas pengasuhan yang akan fokus membahas permasalahan terkait pencegahan dan penanganan stunting”, ucap Eddy. (mth)
Capres Independen: Solusi Gaduh Presidential Threshol
Kita tentu tidak ingin negeri ini gaduh berkepanjangan. Tetapi, bisa dipastikan pula kita juga tidak ingin membiarkan aturan yang nyata-nyata mengangkangi demokrasi menjadi kenikmatan segelintir kelompok, dan pada saat yang sama menginjak-injak hak warga negara lain. Oleh: Tamsil Linrung, Ketua Kelompok DPD di MPR BUKANNYA semakin baik, pascareformasi negara malah semakin rusak. Hutang menumpuk, demokrasi ambruk, ekonomi hancur, hukum tebang pilih, kohesivitas sosial merenggang, oligarki mekar, dan negara terkesan didikte asing. Di satu sisi pidato pemimpin bangsa menggelorakan semangat kemajuan, namun di sisi lain realitas acapkali memunggunginya. Mahasiswa sampai menggelari presiden kita The King of Lip Service, raja pembohong. Kualitas bangsa memang ditentukan oleh mutu kepemimpinan. Apa yang ada sekarang, itulah buah dari pilihan kita. Tetapi pilihan rakyat tidak terlepas dari cara kita membentuk sistem pemilihan presiden. Jika sistemnya hanya memungkinkan memilih A atau B (dan maksimal C), rakyat tiada opsi kecuali memilih golput (golongan putih) yang justru semakin menyesatkan. Pangkal soalnya ada pada aturan presidential threshold atau syarat ambang batas pengajuan calon presiden oleh partai politik. Saban menjelang pemilu, aturan ini ramai digugat di Mahkamah Konstitusi. Itu adalah sinyal bahwa presidential threshold penuh anomali, tidak adil, dan bahkan tidak relevan. Hanya sepekan, sudah empat pihak yang mengajukan gugatan presidential threshold ke Mahkamah Konstitusi (MK). Penggugatnya berbagai pihak, dari kalangan oposisi seperti Presidium KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia), Gatot Nurmantyo hingga petinggi partai pendukung pemerintah Ferry Yuliantono, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra. Dua kolega saya di Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Fachrul Razi dan Bustami Zainudin, juga ikut menggugat. Sebelumnya, presidential threshold telah beberapa kali digugat ke MK, antara lain oleh ekonom senior Rizal Ramli dan Faisal Basri, mantan Pimpinan KPK (Komisi Pemberatasan Korupsi) Busyiro Muqoddas dan Bambang Widjojanto, Ketua Partai Idaman H. Rhoma Irama, Waketum Partai Gerindra Habiburokhman, pakar komunikasi politik Effendy Ghazali, dan beberapa lainnya. Namun, gugatan mereka dimentahkan MK. Di luar mereka yang berperkara di MK, tidak sedikit organisasi masyarakat sipil yang meminta presidential threshold dihapus atau menjadi nol persen. Sebut saja KNPI (Kominte Nasional Pemuda Indonesia) dan Perludem. Sejumlah partai juga menyuarakan penolakannya, seperti PAN, Demokrat dan PKS. Ketua KPK, Firly Bahuri menyatakan pemberlakuan Presidential Threshold berpotensi besar memicu korupsi, sementara mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono setuju nol persen. Pun, tidak sedikit pakar hukum tata negara menentang presidential threshold. Dinamika itu menegaskan, ada problem mendasar pada aturan ambang batas pencalonan presiden. Plus-minusnya telah menjadi diskursus berpuluh tahun, sehingga dengan mudah kita temui di media massa. Saya sendiri telah beberapa kali menulis soal ini. Kini, yang mendesak dilakukan adalah mencari jalan keluar. Secara hukum, menggugat ke MK adalah solusi paling popular. Ada solusi lain jika presiden menginginkan. Presiden bisa berinisiatif menerbitkan Perppu (Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-Undang)) sebagaimana tuntutan Ketua Dewan Kehormatan petinggi Partai Demokrat, Hinca Panjaitan. Memang, dilemanya cukup ruwet. Perppu menuntut “kegentingan yang memaksa” sehingga debat soal indikator situasi genting dipastikan akan alot. Lagi pula, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri sering menyatakan, Jokowi adalah petugas partai. Sementara PDIP menolak dihapuskannya presidential threshold. Kolega saya di Badan Pekerja MPR, yaitu politisi PDIP Hendrawan Supratikno bahkan memandang angka ambang batas pencalonan presiden idealnya 30 persen, lebih tinggi 10 persen dari yang berlaku saat ini. Jika Perppu tidak memungkinkan, solusi lainnya bisa diinisiasi DPR. Namun, agaknya sulit berharap lebih ketika presidential threshold telah membuai dan membuat nyaman partai-partai besar. Saking sulitnya, anggota DPR sendiri bahkan menyerukan agar masyarakat sipil, pers, hingga mahasiswa ramai-ramai mengepung senayan. Seruan ini diajukan oleh Fadli Zon, anggota DPR dari Fraksi Grindra. Kita tentu tidak ingin negeri ini gaduh berkepanjangan. Tetapi, bisa dipastikan pula kita juga tidak ingin membiarkan aturan yang nyata-nyata mengangkangi demokrasi menjadi kenikmatan segelintir kelompok, dan pada saat yang sama menginjak-injak hak warga negara lain. Konstitusi menjamin setiap warga negara berhak dipilih dan memilih. Lalu apa solusinya? Mantan Pimpinan DPD, Laode Ida beberapa saat lalu menuliskan gagasan jalan tengah di salah satu media. Menurut Laode, aspirasi presidential threshold tidak realistis jika dikaitkan dengan representasi politik di Indonesia. Mengapa? Karena parpol yang tidak memiliki kursi di parlemen dipandang legitimatif mengusung pasangan calon presiden. Laode lalu mengusulkan agar, pertama, parpol yang masuk parliamentary threshold otomatis sudah memiliki legitimasi hukum dan legitimasi rakyat untuk mengusung capres. Kedua, dengan melihat basis dukungan fraksi di MPR yang berarti DPD sebagai salah satu fraksi di MPR pantas dan legitimat untuk mengusung capres/cawapres. Gagasan itu cukup rasional dan menarik didiskusikan. Namun, semakin 1aspiratif penyelenggaraan pemilu, tentu akan semakin berkualitas. Oleh karena itu, perlu upaya membuka saluran seluas-luasnya bagi partisipasi anak bangsa yang merasa punya kemampuan memimpin negeri. Dalam perspektif itu, selain opsi capres/cawapres dari fraksi-fraksi di MPR (DPR dan DPD), layak dipertimbangkan opsi tambahan ketiga yakni Capres/Cawapres Independen. Capres Independen memungkinkan warga bangsa yang merasa siap dan mampu memimpin negeri mendapatkan salurannya. Hal-hal teknis menyangkut kualifikasi, syarat, dan ketentuannya bisa dibicarakan dan diperketat melalui aturan perundangan. Bobotnya tentu harus sebanding dengan mereka yang maju melalui fraksi di MPR. Yang jelas, Capres independen meluaskan partisipasi politik rakyat dalam Pemilu. Hal tersebut bukan tab. Sebab, dalam pemilihan kepala daerah, keabsahan calon kepala daerah independen telah kita sepakati. Lalu, kenapa hal yang sama tidak dilakukan dalam kontestasi kepemimpinan nasional? Bukankah substansinya sama? Jika saluran partisipasi rakyat diperluas, silahkan parpol mengatur presidential threshold setinggi mungkin. Sebab, problem utama presidential threshold adalah mengebiri hak warga negara yang ingin maju, namun tidak mendapatkan dukungan parpol. Hal itu dapat dipecahkan melalui Capres independen.
TNI AL: Temuan Benda Mirip Tank di Perairan Natuna Tidak Berbahaya
Natuna, FNN - Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Lantamal) IV Tanjungpinang menyatakan bahwa penemuan benda menyerupai tank (kendaraan tempur) oleh pekerja migas di perairan Natuna, Kepulauan Riau, tidak berbahaya.\"Iya, memang betul ada temuan benda mirip tank, tapi tidak berbahaya,\" kata Kepala Dinas Penerangan Lantamal IV Mayor Marinir Saul Jamlaay, Sabtu.Menurut dia, benda tersebut milik perusahaan migas Star Energy dari rig blok kakap yang melakukan pengeboran di Laut Natuna.\"Pihak perusahaan sudah mengakui hal itu. Benda itu hanyut sendiri,\" ujarnya.Saat ini kapal perang dari unsur KRI Gugus Tempur Laut (Guspurla) sudah merapat ke lokasi benda tersebut.Sementara itu, Lantamal IV belum bisa mendekat ke sana karena cuaca ekstrem.\"Kami belum dapat informasi apakah sudah dievakuasi atau belum,\" kata Saul.Penemuan benda mirip tank itu sempat viral di media sosial Facebook dan WhatsApp, khususnya di kalangan warga Natuna sejak Kamis (16/12).
Apa Itu Gerakan 'GELORAKAN GEN-170' Yang Bakal Dicanangkan Anis Matta di Tangsel, Banten?
Jakarta, FNN - Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta bakal mencanangkan secara resmi gerakan \'GELORAKAN GEN-170\' secara serentak di 34 DPW Partai Gelora se-Indonesia pada saat peringatan Hari Ibu, Rabu (22/12/2021) mendatang. Pencanangan gerakan \'GELORAKAN GEN-170\' ini, dipusatkan di Kawasan Serpong, Tangerang Selatan (Tangsel), Banten, yang akan dihadiri Walikota dan Wakil Walikota Tangsel Benyamin Davnie-Pilar Saga Ichsan. Menurut Anis Matta, \'GELORAKAN GEN-170\' adalah gerakan bersama mewujudkan anak-anak Indonesia yang cukup dalam gizi dan tumbuh kembang yang ditandai dengan tinggi rata-rata 170 cm. \"Distribusi nutrisi penting bagi kita untuk pembentukan postur fisik manusia Indonesia, tumbuh menjadi orang yang kuat. Kami akan memulai gerakan yang saya sebut sebagai Generasi 170 (GEN 170). Kita mulai dari faktor tinggi badan,\" kata Anis Matta dalam keterangannya, Sabtu (18/12/2021). Anis Matta menegaskan, gerakan GELORAKAN GEN-170 (Generasi tinggi badan 170) adalah sebagai salah satu dasar untuk Indonesia Menuju Kekuatan 5 Besar Dunia. \"Ini sangat fundamental untuk memulai perjalanan dalam membangun masyarakat Indonesia yang unggul, dimulai dari sejak anak itu ada dalam kehamilan sampai masa pertumbuhan. Nutrisinya harus diperhatikan, karena fondasi dari satu negara yang kuat itu adalah masyarakatnya yang kuat,\" tegasnya. Ketua Panitia \'GELORAKAN GEN-170\' Ari Saptono mengatakan, dalam kegiatan ini Partai Gelora akan memberikan nutrisi dan vitamin D secara serentak di 34 DPW. \"Taglinenya adalah \'Ibu Sehat Bayi Hebat\'. Program ini antara lain membantu Ibu-ibu hamil untuk menjaga kesehatan, proses kehamilannya, pertumbuhan janinnya dan balita yang dilahirkan,\" kata Ari Saptono. Ketua Bidang Komunikasi DPN Partai Gelora ini menambahkan, gerakan \'GELORAKAN GEN-170\' juga bertujuan untuk menurunkan tingginya angka kematian ibu (AKI)angka kematian bayi (AKB) dan mencegah terjadinya stunting (kerdill). \"Untuk mensukseskan ini, Partai Gelora akan berkolaborasi dan bersinergi dengan berbagai pihak demi terciptanya generasi bangsa yang unggul,\" katanya. Ketua Bidang Perempuan DPN Partai Gelora Ratih Sanggarwati mengatakan, gerakan \'GELORAKAN GEN-170\' merupakan bagian dari program \'Pintarnya Perempuan Indonesia (PiPI Gelora). \"PiPI adalah forum perempuan untuk saling berbagi ilmu yang dikemas dengan adanya sharing ilmu tentang kesehatan perempuan dan anak-anak, pengembangan diri dan pemberdayaan perempuan,\" kata Ratih Sanggarwarti. Kami yakin sekali seorang hadir di PiPI maka ia akan ketagihan hadir lagi dan akan mengajak temannya untuk hadir bersamanya, terangnya. Karena itu, Ratih berharap dengan gerakan \'GELORAKAN GEN-170\' ini, Indonesia menjadi bangsa maju, unggul dan mudah dalam meraih berbagai prestasi. \"GEN 170 ini akan menjadikan bangsa yang jauh dari ketertinggalan, maju dan mudah meraih prestasi. Kita akan akan terus menerus berpartisipasi untuk meningkatkan asupan gizi agar anak tumbuh menjadi generasi unggul,\" ujarnya. (sws)
Gibran Mengaku Terima Sejumlah Instruksi dari Presiden Jokowi
Solo, FNN - Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka mengaku menerima sejumlah instruksi dari Presiden Joko Widodo saat mantan Gubernur DKI Jakarta itu pulang ke Solo sejak Jumat (17/12).\"Ya ada beberapa instruksi, salah satunya penanganan COVID-19 di Kota Solo,\" kata Gibran di Solo, Jawa Tengah, Sabtu.Selain itu, ia juga menerima arahan terkait pemulihan ekonomi dan proyek pembangunan fisik di kota itu. Terkait dengan kepulangan Presiden Jokowi ke Solo, ia mengaku hanya bertemu sebentar.\"Iya, jemput Ethes (putra Gibran) diajak ke Jogja. Sampai Sumber sekitar jam 7 (19.00 WIB) habis Maghrib,\" katanya.Sementara itu, terkait dengan upayanya dalam penanganan COVID-19 menyusul sudah masuknya varian Omicron ke Indonesia, pihaknya hingga saat ini terus melakukan pengawasan.\"Iya, (persiapannya) sama varian Delta kemarin. Bedanya kalau sekarang alatnya siap semua, mungkin kita paling siap,\" katanya.Ia membandingkan saat memuncaknya varian Delta di Indonesia, vaksinasi di Kota Solo masih rendah serta terjadi kelangkaan obat dan oksigen untuk penanganan pasien positif COVID-19.\"Vaksinasinya belum tinggi, terjadinya kelangkaan obat, kelangkaan oksigen. Kalau sekarang siap, warga juga ,\'aware\' (peduli) dalam menghadapi pandemi,\" katanya. (sws, ant)
INFID Dorong Pemda, DPRD, dan Masyarakat Wujudkan Kabupaten/Kota HAM
Jakarta, FNN - Senior Program HAM dan Demokrasi International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) Abdul Waidl mendorong kerja sama antara pemerintah daerah (pemda), DPRD, pemangku kepentingan, dan masyarakat sipil untuk mewujudkan kabupaten/kota HAM di seluruh Indonesia. “Kalau kita berbicara konsep kabupaten/kota HAM, ini tentu saja mengandalkan kerja sama yang baik antara pemerintah daerah, DPRD, masyarakat sipil, pemangku kepentingan lain, dan dari sektor bisnis,” ujar Abdul Waidl saat menjadi pemateri webinar nasional bertajuk “Peran Negara dalam Mewujudkan Kota Ramah HAM” yang disiarkan langsung di kanal YouTube Fakultas Hukum Untag Sby, dipantau dari Jakarta, Sabtu. Melalui kerja sama itu, ujar dia, upaya mewujudkan penegakan prinsip-prinsip hak asasi manusia pun dapat diterapkan secara optimal di Indonesia. Selama ini, Abdul Waidl memandang sebagian besar pihak, baik itu pemerintah maupun masyarakat, beranggapan bahwa kewajiban menegakkan prinsip HAM merupakan tugas pemerintah pusat.\"Selama ini, orang berpikir bahwa yang mempunyai kewajiban untuk memenuhi prinsip-prinsip hak asasi manusia bagi warga negara adalah negara di pemerintah pusat. Selama ini, ketika berbicara negara selalu diafiliasikan pada pemerintah pusat,\" ujar dia.Padahal, kata dia lagi, pemerintah daerah pun berkewajiban untuk memastikan bahwa warga negara Indonesia dapat memperoleh pelayanan dan pemenuhan HAM secara baik, mulai dari hak sipil, politik, ekonomi, sosial, hingga budaya.Kemudian, ia juga menyampaikan INFID bekerja sama dengan Komnas HAM, Kantor Staf Kepresidenan, dan pemerintah kota/kabupaten melalui Festival HAM 2021 memang telah menggiatkan terwujudnya kabupaten/kota HAM. Meskipun begitu, kata Abdul Waidl, pengimplementasian kabupaten/kota yang ramah dan peduli terhadap HAM tidak hanya bergantung pada pihak-pihak tersebut, tetapi juga melalui kerja sama yang baik antara seluruh unsur di dalam daerah.“Jadi, semua harus bersama-sama mengupayakan dan mewujudkan agar prinsip-prinsip hak asasi manusia dapat sungguh-sungguh diterapkan dalam pembangunan di daerah,” katanya pula. (sws, ant)
Menyebut Buzzer Sebagai Aktivis Fitnah
Oleh Yusuf Blegur, Pegiat Sosial dan Aktivis Yayasan Human Luhur Berdikari Para buzzer-buzer itu mungkin saja menganggap rezim ini berkuasa selamanya. Menikmati bayaran secara ekonomi dan dilindungi kekuasaan untuk jangka waktu yang lama. Mabuk dan terlena merusak tatanan nilai baik sosial, moral, dan agama. Buzzer-buzzer istana itu merasa nyaman mengais rupiah dengan cara fitnah dan membakar konflik sosial. Mereka tak sadar, tak ada pesta yang tak berakhir. Mereka lupa, sejatinya mereka berada dalam penantian hukuman sejarah dan pengadilan rakyat. Saat dimana kekuasaan rezim tak mampu lagi melindungi dirinya, apalagi diri mereka sendiri. Banyak cara orang menjalani hidupnya. Mulai dari memilih aktifitas dan pekerjaan, menggeluti hobi hingga menjalani relasi dan interaksi sosial. Semuanya itu menjadi bagian tak terpisahkan dari eksistensi pribadI yang berkolerasi dengan keluarga, masyarakat, negara dan bangsa. Pada titik dan momen tertentu seseorang bisa menentukan hidupnya seberapa besar pengaruh dirinya pada sistem sosial yang ada. Menjadi orang biasa pada umumnya, orang berjiwa besar atau orang dengan pikiran kerdil dan picik sekalipun. Bercita-cita memberi kemaslahatan atau menimbulkan kemudharatan bagi masyarakat. Ia bisa menentukan untuk menjadi pahlawah atau penghianat. Menjadi pemenang atau pecundang. Seperti kata orang bijak, \'jangan tanyakan apa yang negara berikan padamu, tapi tanyakan apa yang telah engkau berikian pada negara\'. Menjadi manusia yang membangun atau menghancurkan negara. Ketika seseorang berada dalam strukur sebuah sistem baik di lingkungan pemerintahan atau sektor swasta. Tentunya akan menghadapi kondisi dan dinamika yang berbeda, baik pada hubungan personal, menyikapi peraturan yang berlaku maupun menghadapi tantangan pekerjaan dan lingkungan yang ada. Begitu juga dengan orang yang menginginkan tetap berada di luar sistem. Menjadi lebih bebas, tanpa tekanan dan target tertentu. Dapat berimprovisasi sesuai dengan imajinasi dan keinginannya sendiri. Baik yang berada dalam \'comfort zone\' maupun wilayah \'survivel\", keduanya sama-sama dituntut untuk memiliki kemampuan lebih menyangkut adaptasi, kreatifitas dan inovasi serta kemampuan membangun inter relasi baik terhadap sesama, tanggung jawab pekerjaan dan dalam menyikapi lingkungannya. Di luar kedua pilihan itu. Seiring trend digitalisasi yang menghasilkan kemudahan dan keberlimpahan informasi. Ada aktifitas dan pekerjaan yang dikenal sebagai pendengung atau lebih populer disebut buzzer atau influencer. Kecenderungan aktifitas yang membuat, mengembangkan sekaligus mengelola informasi. Deskripsi atau narasi yang dibangun bisa berupa produk pemikiran atau gagasan yang orisinil atau melakukan diskursus terhadap isu atau wacana yang sudah berkembang. Eksplorasi ide itu bisa mewujud sebuah tesis atau antitesis. Bisa juga menjadi kritik dan otokritik. Pada tema-tema tertentu pembahasannya bisa berlandaskan ilmiah bisa juga hanya sekedar debat kusir. Dalam ranah dan akses terhadap kepentingan ekonomi dan politik. Peranan dan manuver para buzzer terkadang mengalami banyak penyimpangan. Tampilnya buzzer kuat menjadi alat agitasi dan propaganda bagi kepentingan kelompok tertentu. Bahkan dalam rangka membangun komunikasi yang masif dan membentuk opini publik yang luas. Buzzer pada akhirnya sering dipergunakan oleh kekuasaan. Bagi rezim, menciptakan dan memelihara buzzer menjadi salah satu instrumen dalam pencapaian tujuan politik tertentu. Sementara bagi para buzzer, aktifitasnya tidak lebih dari soal-soal ekonomi. Bertransformasi sebagai alat penghidupan. Buzzer-buzzer berbayar yang bergerilya dan menjelajahi komunikasi massa secara aktifitasnya. Bekerja fokus merancang, merekayasa dan menyebarkan informasi. Termasuk melakukan disinformasi jika diperlukan. Mereka dituntut efektif dan piawai melakukan kamuflase dan manipulasi informasi. Termasuk melontarkan hujatan, pelecehan, penistaan dan penghinaan pada target politik mereka. Buzzer-buzer berbayar anggaran besar ini, bersuara lantang tanpa malu, abai kesantunan dan tuna keberadaban. Mereka tak peduli apapun dampak dan resikonya. Betapaun aktifitas mereka penuh fitnah, melakukan pembelahan sosial, dan beepotensi memicu disintegrasi nasional. Anti dan Menjadi Musuh Sosial Media mainstream dan media sosial beberapa tahun belakangan ini diramaikan dengan kehadiran orang-orang seperti Ade Armando, Denny Siregar, Ade Permana (Abu Janda), Eko Kunthadi, dll. Kemunculan mereka yang lebih sering berkicau di media sosial, diidentifikasikan publik sebagai buzzer. Mereka juga dikenal sebagai buzzerRp atau buzzer berbayar. Tidak tanggung-tanggung secara terbuka, ada penegasan aktifitas mereka dibiayai APBN. Maklum, keberadaan dan eksistensi para buzzer ini marak mengiringi pilpres baik periode 2014 dan 2019. Buzzer-buzzer ini seperti menjadi sub koordinat dari pemerintahan yang dihasilkan pilpres yang dianggap paling tidak demokratis, penuh rekayasa dan memecah-belah bangsa. Polarisasi akibat pilpres itu masih menyala-nyala hingga saat ini. Perangai buzzer, khususnya Ade Armando, Denny Siregar, Abu Janda dan manusia-manusia sejenisnya. Dianggap publik sudah melampaui batas-batas dan kepantasan. Terutama dalam soal etika, moral dan nilai-nilai keagamaan. Mereka seakan tidak lagi bisa mengelola otak dan mengatur mulutnya. Ade Armando cs, seperti mengalami cedera pemikiran yang parah. Orang-orang yang demi urusan perut semata, dapat mengabaikan harga diri dan martabatnya. Layaknya manusia yang miskin ahlak dan menantang Tuhan. Merasa kebal hukum dan dilindungi rezim. Para buzzerRp ini angkuh dan jumawa bersilat lidah dan mengumbar permusuhan dan kebencian. Selain menjadi budak sekaligus pengecer program sekulerisasi dan liberalisasi agama, khususnya Islam. Buzzer-buzzer hina ini nekat merendahkan para ulama, tokoh bangsa, para intelektual dan akademisi negeri ini. Merasa paling pintar dan tahu banyak soal negara ini, sesungguhnya para buzzer ini sedang mempertontonkan kemunafikan dan kehinaan dirinya sendiri. Berbangga karena didukung pejabat dan bersama para pendukung rezim. Buzzer terus menyakiti rakyat yang nyata-nyata telah menjadi korban kekuasaan rezim tirani. Pada akhirnya roda sejarah yang akan menentukan di titik mana kehadiran dan eksistensi para buzzer ini berhenti dan lenyap dengan sendirinya. Bersama rezim yang selama ini menjadi tempat bergelayutnya. Atau kelak, buzzer-buzzer akan dimakan dirinya sendiri. Oleh karma yang menjadi buah pikiran, ucapan dan tindakannya. Suatu saat gelombang fitnah yang disemburkannya akan tragis menerjang dan melumat sendiri para buzzer. Hingga saat itu terjadi, rakyat hanya bisa prihatin dan berupaya mengingatkan untuk bertobat kepada para buzzer, aktifis fitnah itu. (*)
Belasan Orang di Tanjungpinang tertipu Investasi Forex
Tanjungpinang, FNN - Belasan orang di Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau (Kepri) merasa tertipu dalam investasi forex, dengan nilai kerugian sekitar Rp2 miliar.Salah seorang korban, Ikhsan, di Tanjungpinang, Sabtu, menceritakan bahwa dirinya ditipu oleh Az, seseorang yang mengaku memiliki keahlian bermain investasi di forex.\"Dua tahun lalu saya mengenal Az, ditawarkan untuk bermain investasi di Hot Forex. Saya tergoda karena keuntungan 5 persen per bulan yang dijamin oleh Az,\" ujarnya.Ikhsan menambahkan, Az juga menjamin uang diinvestasikan di Hot Forex tidak berkurang, seandainya mengalami kerugian. Jaminan itu tertuang dalam akta perjanjian yang dibuat oleh salah seorang notaris.Keyakinan Ikhsan semakin bertambah karena sehari-hari Az \"menyelimuti\" dirinya sebagai orang yang alim.\"Rajin ibadah dan puasa. Itu juga yang membuat saya yakin,\" ujarnya pula.Keyakinan Ikhsan tersebut mendorongnya untuk mendapatkan investor yang baru, bergabung dengannya di Hot Forex. Ikhsan dan keluarganya berinvestasi sekitar Rp350 juta.Sementara sejumlah pengusaha dan warga yang memiliki berbagai profesi di pemerintahan berinvestasi dengan nilai Rp1,6 miliar.Selama tiga bulan, Ikhsan dan investor lainnya memperoleh keuntungan sesuai dengan perjanjian. Namun selanjutnya mereka hanya memperoleh kekecewaan.\"Yang ditipunya itu bukan orang sembarangan,\" ujarnya.Modus kejahatan yang dilakukan Az yakni membobol akun investasi para korban di Hot Forex. Ikhsan merasa kecewa lantaran Hot Forex tidak menginformasikan kepada dirinya sebelum maupun sesudah uang ditransfer ke rekening bank milik Az.\"Akun itu memang atas nama saya, namun uangnya bisa ditransfer ke rekening bank milik Az,\" katanya lagi.Berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2019, Hot Forex merupakan forex ilegal.Az yang dikonfirmasi permasalahan ini, tidak menjawab seluruh pertanyaan melalui pesan singkat di WhatsApp. Kemudian Az memblokir nomor ponsel pewarta ANTARA.Para korban sampai sekarang masih mempertimbangkan untuk melaporkan Az ke pihak kepolisian. Mereka masih mencari jalan lain agar Az mengembalikan uang tersebut. (sws, ant)
Omicron Bergentayangan di Tengah Gonta-Ganti Kebijakan
Oleh Gde Siriana, Direktur Eksekutif INFUS dan Penulis Buku \"Keserakahan di Tengah Pandemi Melalui Menteri Kesehatan Budi Gunadi, Pemerintah Indonesia telah mengkonfirmasi ada satu virus Corona varian Omicron masuk ke Indonesia. Ada satu orang pasien di Wisma Atlit, seorang pekerja kebersihan, yang terkonfirmasi positif Covid-19 varian Omicron pada 15 Desember lalu. Pemerintah dilaporkan memutuskan untuk mengunci atau lockdown Rumah Sakit Darurat Covid-19 Wisma Atlet Jakarta. Langkah yang diambil pemerintah dengan penguncian Rumah Sakit sesungguhnya sudah diatur dalam UU No.6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Pasal 56 menyebutkan bahwa karantina rumah sakit dilakukan setelah dibuktikan berdasarkan hasil konfirmasi laboratorium telah terjadi penularan penyakit. Pasal 57 mensyaratkan rumah sakit yang dikarantina diberi garis karantina dan dijaga terus menerus oleh Pejabat Karantina Kesehatan, serta seluruh orang, barang, dan/atau hewan yang berada di rumah sakit yang dikarantina tidak boleh keluar dan masuk rumah sakit. Sedangkan pasal 58 menjelaskan tentang kewajiban pemerintah, bahwa selama dalam tindakan karantina rumah sakit, kebutuhan hidup dasar seluruh orang yang berada di rumah sakit menjadi tanggung jawab Pemerintah pusat dan/atau Pemerintah Daerah. Jika ditarik sedikit ke belakang, pada 19 November 2021, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyampaikan kepada masyarakat bahwa pemerintah akan memberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Level 3 di seluruh Indonesia pada 24 Desember 2021 - 2 Januari 2022. Dijelaskannya, masyarakat tetap dapat merayakan Nataru namun dengan menaati aturan-aturan yang berlaku. Tujuan kebijakan tersebut untuk mengatur mobilitas masyarakat pada Nataru agar gelombang ketiga pandemi Covid-19 tidak terjadi. Jadi ini bisa dianggap ini merupakan antisipasi atau tindakan pro-aktif pemerintah. Merespons kebijakan pemerintah pusat tersebut, maka acara International Youth Championship, yang bakal menghadirkan bintang-bintang sepakbola dari FC Barcelona, Real Madrid, dan Atletico Madrid batal digelar di Bali 2-9 Desember dan Jakarta 9-11 Desember 2021. Bahkan pada 2 Desember 2021, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan juga menerbitkan Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 1430 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 3 Covid-19, yang sejak 6 Desember lalu diunggah di situs resmi Pemprov DKI. Tetapi yang membuat masyarakat dan juga pemerintah daerah kaget adalah pada 7 Desember 2021, pemerintah pusat memutuskan untuk mengubah skema PPKM Level 3 selama periode libur Natal dan Tahun Baru (Nataru). Skema tersebut diubah menjadi pengetatan syarat perjalanan. Keputusan itu disampaikan Wakil Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Jenderal TNI (Purn.) Luhut Binsar Panjaitan. Konsekuensinya, bukan hanya Gubernur DKI yang merevisi Kepgub PPKM Nataru, tetapi Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian juga harus mencabut Inmendagri Nomor 62 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19 Pada Saat Natal Tahun 2021 dan Tahun Baru Tahun 2022 dengan menerbitkan Instruksi Mendagri Nomor 66 Tahun 2021. Ini bukan kali pertama terjadi Menteri senior berbicara saling bertentangan, padahal bersumber dari pemberi arahan yang sama, yaitu presiden. Pada 16 Juli 2021 di Yogyakarta, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan Presiden Joko Widodo telah memutuskan memperpanjang penerapan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat hingga akhir Juli 2021. Menurut Muhajir, Presiden Jokowi, kata Muhadjir, juga menyampaikan bahwa keputusan memperpanjang PPKM darurat ini memiliki banyak risiko. Tetapi pada 17 Juli 2021, pernyataan berbeda disampaikan oleh Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, yang mengatakan pemerintah mengambil pilihan sulit terkait PPKM darurat, oleh karena itu, keputusan belum bisa ditentukan langsung. Dari dua peristiwa tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa manajemen krisis pemerintah dalam menanggulangi pandemi tidak banyak belajar dari kegagapan merespon pandemi sebelumnya. Dari indikator 4T Manajemen Krisis pemerintah yang pernah penulis sampaikan dalam artikel sebelumnya yaitu Tanggap, Terstruktur, Teratur dan Terukur ternyata masih belum berjalan baik. Siapa yang berwenang menyampaikan informasi, apakah kebijakan sudah sudah diputuskan dengan indikator-indikator yang teratur dilakukan (testing, tracing treatment) dan terukur (capaian dan cakupan vaksinasi, herd immunitiy, serta kesiapan pengawasan pada akses keluar-masuk negara dan mobilitas warga). Sangat jelas bahwa kebijakan yang belum matang sudah disampaikan kepada masyarakat dan semestinya disampaikan langsung oleh Menteri Kesehatan, atau setidaknya oleh Ketua Gugus Tugas Covid-19 karena prioritas dalam pemberlakukan PPKM menyangkut kesehatan masyarakat. Di dalam buku “Keserakahan Di Tengah Pandemi: Tinjauan Kritis Kepemimpinan Populis-Otoriter dan Oligarki di Indonesia”, penulis menarik kesimpulan bahwa ketidakpercayaan publik merupakan konsekuensi dari tidak tanggap dan lemahnya leadership presiden Jokowi merespon pandemi, yang bisa dilihat salah satunya dari tumpang-tindih dan gonta-ganti kebijakan yang membingungkan masyarakat. Di banyak negara dengan pemimpin populis seperti Presiden AS Donald Trump, Presiden Brazil Bolsonaro, PM India Narendra Modi, dan Presiden Filipina Duterte, memiliki kecenderungan yang sama, yaitu memiliki optimis yang tidak berdasar science (misalnya terlalu dini menyatakan pandemi akan berakhir atau ekonomi akan bangkit), kepemimpinan yang ‘plin-plan’, dan tidak jujur pada angka-angka statistik. Banyak ahli pandemiolog di Eropa dan AS menyatakan bahwa badai Omicron sedang terjadi di sana disebabkan oleh 3 hal, yaitu: capain vaksinasi di sekitar 70% atau kurang, efikasi vaksin yang turun saat menghadapi serangan varian Omicron, serta lemahnya mitigasi atau mengendurnya pelaksanaan protokol kesehatan. Seharusnya ini menjadi perhatian besar pemerintah mengingat capaian vaksinasi kedua di Indonesia belum sebanyak di AS atau Eropa. Juga masih perlu dibuktikan efikasi vaksin Sinovac terhadap Omicron, yang mana paling banyak digunakan dalam vaksinasi di Indonesia. Apakah capaian-capaian itu telah berhasil membentuk imunitas komunal di atas 70%? Meskipun banyak ahli menyatakan varian Omicron tidak memberikan dampak separah varian Delta, bukan berarti pemerintah dapat meremehkannya, karena serendah apapun dampaknya pada kesehatan masyarakat tetap akan berdampak memperlambat pemulihan ekonomi. Jangan terulang ketika di bulan Juli 2021 pemerintah bingung akan memperpanjang PPKM darurat atau tidak, justru yang terjadi rumah sakit collaps. Begitu juga dengan akhir tahun ini, ketika pemerintah sibuk bergonta-ganti aturan dan kebijakan, virus Omicron justru sudah bergentayangan di sekitar kita. (*)