ALL CATEGORY

Kejagung Didesak Panggil dan Periksa Walikota Cilegon Helldy Agustian

Jakarta, FNN - Pada Kamis, 16 Desember 2021, Forum Mahasiswa Anti Korupsi Banten, yang terdiri dari (Lembaga Ruang Berpikir, Persatuan Mahasiswa Cilegon (PMC), Forum Mahasiswa DKI Jakarta), bersama Lembaga Center for Budget Analysis (CBA) menyampaikan laporan dugaan tindak pidana korupsi di Kota Cilegon kepada Kejaksaan Agung RI. Dugaan tindak pidana korupsi terdiri dari dua kasus. Pertama, kasus suap yang diduga melibatkan Walikota Cilegon Helldy Agustian. Kedua, terkait proyek lanjutan pembangunan gedung kantor baru SETDA Tahun Anggaran 2021, berikut penjelasannya: Praktik tersebut suap diduga terkait perizinan sejumlah proyek di Kota Cilegon, contohnya kasus perizinan Pasar Keranggot, Cilegon. Berdasarkan pengakuan tersangka Uteng Dedi Afendi, mantan Kadishub Kota Cilegon, sejumlah uang suap yang diterima dari sejumlah perusahaan diduga mengalir ke Walikota Cilegon. Kasus selanjutnya terkait proyek Lanjutan Pembangunan Gedung Kantor Baru SETDA Tahun Anggaran 2021. Dalam pelaksanaan proyek ini diduga dibumbui permainan. CV GH 2 sebagai pemenang proyek dengan tawaran Rp 4,6 miliar berada di posisi ke-7 atau paling mahal dalam proses pengajuan harga. Dibandingkan penawar terendah ada selisih Rp 435 juta, meski begitu pihak Pemda Kota Cilegon tetap memenangkan CV GH 2. “Terkait kasus suap yang diduga melibatkan Walikota Helldy Agustian itu, pihak Kejaksaan Negeri Cilegon tidak melakukan penyelidikan secara serius,” ungkap Sekertaris CBA Jajang Nurjaman kepada FNN. Seharusnya pengakuan Uteng Dedi Afendi mantan Kadishub Cilegon di PN Cilegon itu jadi landasan bagi Kejari Cilegon untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut guna mengungkap aktor utama. “Kami menduga pihak Kejari Cilegon tidak serius dalam membongkar kasus suap perizinan Pasar Keranggot secara tuntas. Maka dari itu Kejaksaan Agung RI harus segera turun tangan melakukan penyelidikan atas kasus suap yang diduga melibatkan Walikota Cilegon Helldy Agustian,” tambah Ketua Forum Mahasiswa Anti Korupsi Banten Teguh Pati Ajidarma.  Berdasarkan pengakuan dari tersangka Uteng Dedi Afendi, lanjut Jajang Nurjaman, pihak Kejaksaan Agung RI sebagai Aparat Penegak Hukum berwenang serta memiliki kemampuan menggali dan mengumpulkan alat bukti tambahan guna menuntaskan kasus suap.  “Selain kasus suap, Kejaksaan Agung juga harus melakukan penyelidikan atas dugaan permainan proyek lanjutan pembangunan gedung kantor baru SETDA Tahun Anggaran 2021 dengan memanggil dan memeriksa pihak-pihak terkait,” ujar Pati Ajidarma. (mth)

Faktor Amerika dalam Kemerdekaan RI

Oleh Ridwan Saidi Setidaknya ada dua buku yang menarik digunakan untuk mencerna tema di atas: (1) Robert J. McMohan, Colonialism and Cold War dan (2) Julius Poer, Doorstood. Belanda masuk kembali ke Indonesia November 1945, ikut pasukan Inggris, memang untuk menjajah kembali, re: mcMohan.  Faktor perlawanan rakyat dan TKR yang menyebabkan rencana Belanda tidak mulus, re: Pour. Tapi Belanda tidak kendurkan niatnya. Semboyan yang dinyanyikan di jalan-jalan saat itu tak sepenuhnya benar: Inggris kita linggis, Amerika kita seterika. Karena Amerika yang menekan Belanda untuk menyerahkan kedaulatan RI, Amerika mengancan stop bantuan Marshal Plan kepada Belanda. Marshal Plan bantuan pada negara-negara Eropa yang terkena bencana PD II. Dibentuk Komisi Tiga Negara (KTN) beranggota USA, Australia, dan Belgia mewakili PBB, KTN bersifat menengahi. Jenderal Sudirman dan pimpinan tentara lainnya menolak Indonesia berunding dengan Belanda.  KTN berhasil menghadirkan utusan PBB dalam Konferensi Meja Bundar. Indonesia tanpa Irian Barat, itu a.l hasil KMB 1949. Dalam sengketa Irian Barat baik Belanda atau Indonesia memilih jalan konfrontasi. Lagi-lagi USA melibatkan diri. Presiden John Kennedy mengutus Jaksa Agung Robert Kennedy menemui Presiden Sukarno. Waktu itu Bob Kennedy sempat berkunjung ke UI di Salemba. Perundingan Indonesia-Belanda terjadi dengan kesaksian Sekjen PBB. Kini Indonesia, mau tidak mau, bergesek dengan China karena klaim China atas Natuna Utara. Menlu USA Anthony Blinkrn mengunjungi tiga negara Asean yaitu Thailand, Malaysia, dan Indonesia dalam minggu kedua Desember 2021. Maksud kunjungan untuk mempererat poros Indo Pacific. Ini menarik, lebih-lebih Blinken, seperti juga Bob Kennedy, sempat mengunjungi UI.  *) Budayawan

Dagelan Of The Year

By M Rizal Fadillah Menuju akhir tahun 2021 berbagai refleksi biasa dilakukan baik ekonomi, budaya, hukum, politik dan lainnya. Tokoh-tokoh berpengaruh dinominasikan untuk predikat \"man of the year\". Intinya peristiwa atau tokoh yang menonjol di tahun itu. Salah satu yang perlu diangkat dan dinobatkan untuk tahun ini adalah \"dagelan of the year\". Ada tiga nominasi untuk dinobatkan pada akhir tahun ini, yaitu : Pertama, dagelan aksi Dudung Abdurrahman. Jenderal yang saat menjabat Pangdam Jaya mengkudeta Satpol PP untuk menurunkan baliho HRS dan saat menjadi Pangkostrad dengan gagah berani mengobrak abrik diorama Soeharto, Nasution, dan Sarwo Edhi. Penumpas G 30 S PKI berhasil ditumpas Dudung. Terakhir saat menjadi KSAD pembunuh prajurit TNI dan gerakan separatis Papua dihimbau untuk  dirangkul dan \"mereka saudara\". Saudara Dudung adalah teroris, separatis, dan makaris.  Kedua, dagelan Putusan MK yang membatalkan aturan omnibus law UU No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Lucu ada putusan bersyarat.  Dibatalkan tetapi harus diperbaiki dua tahun. Batal tapi tetap berlaku. Demi investasi dan khidmah pada pengusaha peran banci dimainkan di panggung hukum. Hukum pesanan yang berkualitas abal-abal.  Butuh berdemo terhadap Putusan MK model ini.  Ketiga, dagelan persidangan kasus KM 50. Sejarah hukum buruk yang dipertontonkan kepada dunia. Pelanggaran HAM berat pembunuhan politik diadili lewat proses sumier. Kejahatan kemanusiaan sistematik yang mudah dibaca publik dimain-mainkan dalam kepura-puraan Pengadilan. Tersangka \"hanya\" dua orang Polisi, tetap aktif sebagai Polisi, penyidiknya Polisi dan saksi sebagian besar Polisi. Advokat membela Polisi. Pengadilan seperti ini didisain sebagai pabrik yang dapat menimbulkan polusi. Polusi politik yang mengacak-acak hukum.  Di antara tiga nominasi di atas, hari-hari berjalan bagi para juri untuk menetapkan mana yang layak diberi gelar \"dagelan of the year\". Bukan mustahil ketiga-tiganya akan menjadi juara bersama.  Bukan mustahil pula apabila tiba tiba juri memutuskan secara \"out of the box\" yakni predikat \"dagelan of the year\" jatuh kepada penanggungjawab negeri : Presiden RI  !  *) Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Menggugat Klaim Presiden Jokowi: Halusinasi Penerimaan Negara Dari Hilirisasi Bijih Nikel

Oleh Marwan Batubara Akhir 2021 ini Presiden Jokowi memproyeksikan larangan ekspor dan hilirisasi mineral nikel akan menghasilkan pendapatan mencapai US$20 miliar atau sekitar Rp 284 triliun (US$/Rp 14.200). Pernyataan ini diungkap saat memberi sambutan pada Kompas 100 CEO Forum di Istana Negara bulan lalu (18/11/2021). Sambil menyatakan siap melawan gugatan Uni Eropa ke WTO karena melarang ekspor bijih nikel, Presiden “luput” mengungkap, atau tidak sadar bahwa rakyat hanya memperoleh nilai sangat minimalis dari Rp 284 triliun tsb. Kata Jokowi: \"Jangan tarik-tarik kita ke WTO karena kita setop (ekspor nikel). Dengan cara apa pun kita lawan. Sekarang ini lompatan ekspor kita tinggi ini dari (kebijakan) ini. Di bulan Oktober saja, sudah US$ 16,5 miliar. Sampai akhir tahun perkiraan saya bisa sampai US$ 20 miliar, hanya dari kita setop (ekspor) nikel”. Jika larangan ekspor berlaku pula untuk bauksit dan tembaga, maka Indonesia bisa untung US$ 35 miliar. Kata Jokowi: \"Kenapa kita lakukan ini? Kita ingin nilai tambah dan menciptakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya. Mau tidak mau mereka harus inves di Indonesia atau ber-partner dengan kita” (18/11/2021).  Kita jelas mendukung pemerintah melawan gugatan UE ke WTO, sebab larangan ekspor bijih tersebut merupakan hak kita sebagai negara berdaulat agar memperoleh manfaat terbesar dari SDA yang dieksploitasi. Dengan program hilirisasi mineral nikel, seperti diurai Presiden Jokowi, Indonesia akan memperoleh minimal empat manfaat utama yaitu membuka peluang masuknya investasi sektor hilir industri nikel (hilirisasi), memperoleh nilai tambah sekitar 10 kali lipat, meraih keuntungan puluhan miliaran US$, dan menciptakan lapangan kerja. Ternyata hilirisasi mineral nikel tidak memberi manfaat terbesar bagi pemilik SDA, yaitu bagi negara dan rakyat. Jika kita mengira negara akan untung besar dari nilai ekpsor US$ 20 miliar yang diklaim Presiden Jokowi tersebut, maka itu hanya halusinasi. Karena berbagai penyelewengan kebijakan dan aturan, yang memperoleh manfaat terbesar adalah para investor, negara China, TKA China dan oligarki kekuasaan. Sehingga wajar jika rakyat dan wakil rakyat menggugat dan menuntut kebijakan pro oligarki tersebut, termasuk klaim keuntungan US$ 2 miliar oleh Presiden Jokowi.  Pertama, Presiden mengatakan hilirisasi bijih nikel menjadi produk ekspor memberi nilai tambah 10 kali lipat. Ternyata mayoritas produk puluhan smelter China di Indonesia hanyalah hasil pemurnian yang menghasilkan barang setengah jadi. Proses hilirisasi belum sampai ke proses forming dan fabrikasi guna menghasilkan produk siap pakai. Hal ini terjadi karena di satu sisi  komitmen pemerintah rendah, dan disi lain karena dominannya peran China dan investor China yang menentukan “level” hilirisasi yang dapat diraih Indonesia.  China mendikte Indonesia sesuai target produk akhir yang diinginkan, teknologi dan pasar yang dikuasai, serta dana yang dimiliki. Jika oknum-oknum pejabat dan konglomerat Indonesia mengikuti saja kemauan China ini, atau malah ikut berkolaborasi dan memanipulasi peraturan, maka target ideal nilai tambah hilirisasi nikel hingga 19 kali lipat hanya utopia. Karena itu, nilai tambah/pengganda yang diperoleh Indonesia hanyalah sekitar 3-4 kali saja, bukan 10 kali lipat seperti diumbar oleh Presiden Jokowi. Nilai ini telah dikonfirmasi oleh LPEM-UI (2019). Faktanya, mayoritas produk smelter nikel Indonesia adalah berupa Nickel Pig Iron (NPI), Nickel Matte, Ferro Nickel dan Nickel Hidroxite, serta sedikit hasil “forming” berupa stainless still. Karena masih jauh dari siap pakai, produk-produk ini diekpsor ke China untuk proses fabrikasi. Sesuai target yang ingin diraih China, proses hilirisasi maksimal hingga mencapai nilai tambah 19 kali, hanya terjadi di China. Hasil produksi hilirisasi di China ini menyebar ke seluruh dunia, termasuk diimpor kembali ke Indonesia sebagai bahan jadi. Kedua, ternyata nilai tambah tangible 3-4 kali yang sudah rendah ini pun sebagian besar tidak masuk menjadi pajak atau PNBP, tetapi justru lebih banyak dinikmati China, investor China, konglomerat, dan TKA China. Sebab para investor smelter memperoleh berbagai insentif berupa: 1) Bea Masuk 0% (karena mekanisme Master Lists); 2) Royalti 0% (sebagai pemegang IUI, bukan IUP); 3) Tax Holiday selama 7-10 tahun; 4) PPN (VAT) 0%; 5) Pajak Ekspor 0%; 6) dan bebas dari PPH-21, Iuran Izin Tinggal Terbatas (ITAS) dan Dana Kompensasi Penggunaan TKA (DKPTKA) karena TKA China menggunakan visa kunjungan 211 (bukan visa kerja 311). Berbagai insentif pajak dan fiskal terhadap proses “seperempat hilirisasi” pada dasarnya memang telah “didukung” oleh berbagai aturan yang terbit guna “menggalakkan investasi”, sekaligus guna mendukung kepentingan oligarki. Sebagai contoh, untuk ekspor NPI dan Ferro Nickel dari Indonesia ke China, ternyata negara tidak memperoleh pajak karena pajak ekspor 0%, PPh 0% (karena insentif tax holiday) dan pemilik smelter tak perlu membayar PPN (VAT). Sedangkan negara China menikmati VAT sekitar 13%. Karena itu, penerimaan negara dari klaim keuntungan hilirisasi nikel yang oleh Presiden Jokowi disebutkan sebesar Rp 284 triliun (US$ 20 miliar) menjadi sangat minimalis. Negara diperkirakan hanya mendapat pemasukan dari pembayaran royalti, PBB dan iuran tetap, yang yang jumlahnya sebenarnya sama besar dengan pemasukan tanpa program hilirisasi! Sehingga, secara keseluruhan, diperkirakan negara hanya akan memperoleh pemasukan sekitar Rp 10 triliun hingga Rp 15 triliun saja. Keuntungan terbesar justru dinikmati China, investror China, TKA China dan para anggota oligarki.   Ketiga, nilai tambah intangible program hilirisasi berupa kesempatan kerja ternyata tidak pula dapat dinikmati rakyat Indonesia secara adil dan berdaulat. Para investor China, taipan dan oknum-oknum pejabat pemerintah justru memilih mempekerjakan TKA China yang hanya lulusan SD, SMP dan SMA untuk menjadi buruh kasar dibanding pribumi. Apalagi jika yang dibutuhkan adalah pekerja terampil/skilled. Maka kesempatan kerja tersebut pasti jatuh kepada TKA China. Kondisi berbeda hanya yang terjadi pada Antam (BUMN), Vale dan segelintir smelter investor domestik yang mayoritas pekerjanya adalah tenaga kerja domestik.  IRESS memiliki data tentang smelter China yang mayoritas pekejanya adalah TKA China. Misalnya, Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) mempekerjakan ribuan TKA China yang latar pendidikannya hanyalah SD 8%, SMP 39% dan SMA 44%. Sedangkan smelter Obsidian Stainless Steel (OSS) juga mempekerjakan ribuan TKA China berijazah SD 23%, SMP 31% dan SMA 25%. Hanya 1 dari 608 orang (0,1%) TKA di VDNI dan 23 dari 1167 orang TKA di OSS yang memiliki pengalaman diatas 5 tahun sesuai peraturan pemerintah!  Menurut Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), pada akhir 2020 terdapat 25 smelter nikel yang beroperasi di Indonesia. Mayoritas pemilik smelter adalah investor China dan sebagian kecil berkolaborasi dengan konglomerat dan pengusaha lokal. Adapun buruh yang dipekerjakan pada mayoritas smelter tersebut adalah sama seperti yang terjadi pada VDNI dan OSS, yakni mayoritas pekerja adalah TKA China dan kualifikasi pendidikannya pun rendah.  Jumlah TKA China yang bekerja di lebih dari 85% smelter nikel di Indonesia lebih besar dibanding pekerja lokal/pribumi. Merujuk pada pernyataan Presiden Jokowi bahwa larangan ekspor bijih nikel dilakukan agar lapangan kerja terbuka luas, ternyata lapangan kerja yang luas tersebut, oleh Pemerintahn Jokowi lebih diprioritaskan untuk TKA China!  Ternyata, sudahlah kualifikasi pendidikannya rendah, ternyata para TKA China ini memperoleh gaji lebih besar sekitar 3 hingga 4 kali lipat dibanding gaji yang diterima tenaga kerja bangsa sendiri. Disamping melanggar berbagai peraturan berlaku, kondisi diskriminatif yang sarat manipulasi ini jelas merendahkan kedaulatan dan martabat bangsa sendiri. Hilirisasi merupakan hak kita sebagai negara berdaulat demi kesejahteraan rakyat. Namun, terkait berbagai manfaat yang diklaim Presiden Jokowi, kita pantas menggugat. Hilirisasi yang terjadi masih jauh dari kondisi ideal dan konstitusional. Nilai tambah justru lebih banyak dinikmati China dan investor China. Begitu pula klaim keuntungan sebesar US$ 20 miliar. Negara hanya memperoleh bagian sangat kecil, sebab untung terbesar justru menjadi milik China, investror China, TKA China dan para taipan oligarkis. Adapun klaim lapangan kerja, yang menikmati lebih banyak justru TKA China yang bebas masuk dengan berbagai fasilitas melanggar aturan, termasuk saat pandemi.  Kita tidak tahu apakah Presiden Jokowi paham dengan apa yang terjadi dalam pelaksanaan hilirisasi mineral nikel dan juga atas klaim “untung” US$ 20 miliar yang digembar-gemborkan. Minimal tulisan ini ingin memberi pemahaman tentang situasi, kondisi dan informasi yang sebenarnya, serta menjelaskan klaim tersebut sebagian besar tidak valid dan dapat dinilai sarat pencitraan. Tidak seharusnya publik disuguhi halusinasi dan klaim berlebihan, padahal negara hanya mendapat bagian sangat minimalis. Bahkan SDA negara dan hak rakyat untuk bekerja pun telah dirampok atas nama program hilirisasi, investasi dan pembukaan lapangan kerja![] *) Direktur Eksekutif IRESS

Indonesia Tanah Air Siapa?

Oleh Yusuf Blegur Air beli, tanah beli, pekerjaan juga beli. Rakyat juga harus membeli kesehatan dan pendidikan. Konstitusi  pun juga harus dibeli. Bahkan aparat juga bisa dibeli. Jangan-jangan akan ada saatnya rakyat harus membeli sekadar untuk  tidur dan mimpinya. Kalau semua yang ada di negeri ini harus dibeli, lantas apa yang gratis dan bisa dimiliki rakyat? Sementara sejauh ini semua yang dibeli rakyat itu, kini dikuasai dan dimiliki segelintir orang, perusahaan dan pejabat-pejabat tertentu. Sebenarnya Indonesia itu punya siapa? Punya rakyat atau oligarki? Masa-masa perjuangan pergerakan hingga mencapai kemerdekaan RI, harus dibayar dengan cucuran keringat dan darah. Bahkan tidak terhitung nyawa harus dikorbankan. Semua pemberian rakyat yang yang tak bisa dinilai dan digantikan dengan uang dan materi apapun. Rakyat bersama para pemimpin-pemimpin kebangsaan mengobarkan perang suci yang menggetarkan langit dan bumi. Bukan hanya pekik merdeka, hidup mulia atau mati syahid. Takbir Allahu Akbar menggema di seantero nusantara, tatkala keyakinan menyatu dengan nasionalisme dan patriotisme untuk melenyapkan penjajahan.  Ada semangat spiritualitas dan trasedental yang menyelimuti perjuangan dan pengorbanan rakyat saat itu. Mungkin yang demikian itu sesungguhnya menjadi kekuatan. Saat logika dan rasionalitas  tak mampu menghadapi kedigdayaan kolonialisme dan imperialisme. Perlawanan terhadap penjajahan yang dilandasi karena mengharapkan keridhoan Allah aza wa jalla. Memiliki kesadaran dan keinsyafan pada amar maruf nahi munkar, telah menjadikan keadaan rakyat yang serba terbatas dan kekurangan  itu. Mampu melahirkan negara Indonesia yang merdeka. Betapa sejarah negeri ini memang tidak bisa dipisahkan dengan peran penting Islam, meskipun sistem politiknya memisah relasi agama dan negara. Pasca itu, setelah 76 tahun melewati masa kegelapan. Selama hayat masih dikandung badan, selama itu pula rakyat hidup terjajah meskipun dalam alam kemerdekaan. Apa yang telah dikorbankan rakyat bersama para pendahulunya, nyaris tak bermakna dan meninggalkan kegetiran. Warisan kemerdekaan Indonesia tidak sepenuhnya bisa dinikmati rakyat dan generasi penerusnya. Tak ada lagi jembatan emas yang mampu menyeberangi suatu tempat bagi rakyat merasakan kemakmuran dan keadilan. Negara merdeka yang ada sekarang tak ubahnya jurang curam dan dalam bagi ketertindasan dan penderitaan rakyat. Hidup dalam kemiskinan dan kebodohan. Seiring itu, kekayaan alam yang hakikatnya milik rakyat telah dirampas oleh negara asing dan sebagian kecil bangsanya sendiri. Tak cukup sampai disitu, para pemimpin yang berpakaian pejabat dan politisi telah mewujud sebagai komprador bagi kepentingan kekuasaan nekolim. Bersama negara asing, kelompok non state dan  korporasi transnasional. Indonesia kembali memasuki fase penjajahan klasik di era modern. Republik Renta dan Uzur Perlahan dan terus  masif mengalami kemunduran dan keterbelakangan. Negeri ini hanya bisa menampilkan mayoritas distorsi. Dilingkupi kejahatan dan kebiadaban lainnya baik secara kualitas maupun kuantitas. Indonesia seperti sedang mengalami kesengsaraan hidup rakyatnya yang hampir sempurna. Bukan hanya demokrasi yang mengusung rakyat sebagai pemilik kebebasan dan kedaulatan. Semua yang menjadi hak dan kewajiban rakyat juga mengalami disfungsi. Rakyat tak pernah berhenti sejenak sekalipun dari  korban eksploitasi rezim.  Setap waktu dipaksa untuk menerima dan pasrah dari pelbagai \'abuse of power\'. Bukan hanya konstitusi dan pelbagai turunannya yang mengalami rekayasa dan sabotase. Kekuasaan juga membenturkan agama dengan radikalisme dan fundamentalisme negara. Demi kepentingan materialistik, rezim telah membuat Islam berhadap-hadapan dengan Panca Sila dan UUD 1945. Lewat kamuflase dan manipulasi, kekuasaan rajin menstigma jahat, politik identitas,  gerakan membangun demokrasi dan semua kekuatan perubahan lainnya. Rezim telah  menciptakan konflik agama dan konflik kebangsaan. Beretorika dan menggiring kebijakan negara anti khilafah, populisme Islam dan nilai-nilai moral lainnya. Namun sejatinya rezim pemerintahan ini menjadi budak yang loyal bagi kapitalisme dan komunisme global. Dengan upaya yang terukur, sistematik dan terorganisir untuk  membangun marginalisasi dan deislamsasi. Sesungguhnya pemerintahan mencoba memisahkan negara dengan rakyatnya. Bukan hanya sekulerisasi dan liberalisasi agama. Kekuasaan juga terang-terangan merampas dan merampok segala milik rakyat yang ada pada negara. \"Bumi dan air dan kekakayaan alam yang terkandung di dalamnya, dikuasai  negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat\". Amanat konstitusi sebagaimana tertuang dalam UUD 1945 pasal 33, ayat 3 itu, telah berubah menjadi mitos. Ia hanya  mimpi dan utopis di dunia nyata. Kekuasaan juga telah membelenggu suara, pikiran dan tindakan rakyat atas nama kesinambungan jabatan dan menumpuk-numpuk harta. Rakyat tak ubahnya budak di hadapan rezim ini. Terpinggirkan dan terus mengalami diskriminasi politik, ekonomi, hukum dll. Hanya ada kata menurut dan mematuhi peraturan. Diluar itu,  akan ada tindakan represif, pemenjaraan dan jika diperlukan menghadirkan kematian. Rakyat Indonesia memang telah kehilangan negara. Apa yang ada dalam negara dengan segala fasilitas, jaminan hidup dan kelayakan masa depan tak lagi dimiliki rakyat. Semua potensi kebaikan yang ada dalam negara telah dimiliki asing, aseng dan bromocorah lokal. Konspirasi global bertemu dengan para penjilat dan penghianat bangsa,  semakin memastikan ironi negeri. Korupsi dan tindakan sewenang-wenang telah menjadi habit dan serba permisif bagi para penyelenggara negara dan kongsi bisnisnya. Semakin renta dan uzur Indonesia menapaki jalan kebangsaan. Republik ini terlalu banyak memakan racun ideologi dunia. Tubuhnya mengidap penyakit kronis dan akut. Bahkan untuk nengobatinya, negeri ini tak punya apa-apalagi. Bukan hanya biaya, bahkan keberanian untuk sembuh dan pulihpun tidak ada. Kekhawatiran dan ketakutan terus menghidupi meski tetap berada diantara hudup dan mati.  Hidup dan mati entah secara alami atau entah karena persoalan struktural,  karena kekuasaan. Sudah mayoritas miskin, bodoh dan terbelakang. Indonesia juga terpuruk karena kesakitannya. Tak punya apa-apa lagi sebagai rakyat di negeri ini. Kemana lagi rakyat harus bertanya dan mengadu. Masih adakah dan kemana rakyat dan pemimpin-pemimpin seperti dulu yang nasionalis, patriotis dan religius?.  Termasuk terus membatin sambil mengelus dada, Indonesia Tanah Air Siapa?. Penulis, Pegiat Sosial  dan Aktifis Yayasan Human Luhur Berdikari.

Mengucap "Selamat Natal", Mengapa Muslim Mesti Dipaksa-paksa

Oleh Ady Amar *) Setiap bulan Desember tiba, dimunculkan ritual mengolok-olok sikap muslim yang keukeuh menolak ucapan Natal pada umat yang merayakan. Setidaknya sudah lebih dari lima tahunan ritual \"serangan\" terang-terangan memaksa muslim itu dilakukan. Seolah-olah ada upaya menggiring, semacam tuntutan, bahkan keharusan muslim sudi mengucapkannya. Bentuk memaksa dengan bingkai toleransi, seolah jadi segalanya.  Mengapa berharap pada muslim untuk mengucap Selamat Natal segala. Apa umat Kristiani yang merayakannya-- tidak semua kristiani merayakan-- apa butuh pengesahan dari muslim, sehingga perlu dimunculkan semangat \"memaksa\" itu. Jika ada muslim menganggap mengucap ucapan Selamat Natal itu tidak masalah, ya terserah saja. Pasti pendekatannya bukan pada agamanya. Sedang jika ada yang menolak mengucapkan, pun tidak harus diolok-olok dengan umpatan seolah intoleran. Muslim yang nenolak pasti punya alasannya sendiri, dan itu anjuran atas keyakinan (akidah) yang ia bertumpu atasnya. Maka, buatnya mengucap itu punya konsekuensi pelanggaran ajaran agama tidak main-main. Toleransi pastilah tidak boleh menggerus keyakinan (agama) seseorang. Toleransi dengan melanggar keyakinan, dipastikan lambat laun akan menimbulkan gesekan tidak saja antar umat beragama, bahkan dengan internal umat. Semestinya ini patut jadi konsen dan perhatian bersama. Memaksa-maksa Itu Intoleran Menjadi aneh jika muslim yang menjalankan toleransi di atas agamanya, lalu menyerang saudara sendiri yang bertumpu pada keyakinannya. Masalah keyakinan mestinya ditempatkan pada tempat tertinggi. Aneh jika mencoba mendegradasi iman yang diyakini untuk kepentingan toleransi semu. Menjadi kelewatan, sikap tidak sopan, bahkan masuk kategori kurang ajar, jika ada non muslim \"maksa-maksa\" umat Islam untuk mengucap Selamat Natal. Apa urusannya dengan nekat memasuki wilayah sensitif, dan itu agama orang lain. Keyakinan orang lain. Seperti kurang pede saja dengan kelahiran Yesus di 25 Desember, dan karenanya ingin umat Islam meyakini sesuai dengan keyakinannya. Sungguh permintaan mengada-ada. Absurd. Adalah Emerson Juntho, aktivis Kristiani, yang coba \"memaksa\", yang terkesan lebih pada mengolok-olok muslim yang tidak memilih pengucapan itu bagian dari intoleransi. Dan yang disasar Wakil Ketua MPR RI, Dr. Hidayat Nurwahid (HNW). Memang cuma jenis \"setan usil\" yang hadir malam-malam, yang mendorong Emerson perlu mentwit HNW dengan nada \"memaksa-maksa\". \"Malam Pak @hnurwahid Wakil Ketua MPR RI. Apakah sudah disiapkan teks ucapan Selamat Natal untuk umat Kristiani di seluruh Indonesia? Jika belum saya siap membantu Bapak membuat konsepnya. Khusus buat Bapak HNW, FREE. Tersedia dalam 3 bahasa,\" ucapnya lewat Twitter pribadinya, Minggu (12 Desember 2021). Sambil tak lupa ia kirimkan template ucapan Natal, diantaranya dalam bahasa Arab dan Cina. \"Terima kasih atas bantuannya. Fyi dari dulu saya punya huhungan baik dg Pimpinan umat Kristiani seperti Romo Magnis S, Pdt SAE Nababan (RIP), Pdt Natan S, Pdt Gumau G, juga Waket MPR yang Kristiani, EE Mangindaan. Mereka teladan dalam toleransi dengan saling menghormati,\" jelas HNW. Dan, keesokan harinya, rasanya Emerson masih kurang puas mendesaknya. Tampak emosinya mulai labil, yang tadinya menyebut HNW dengan awalan \"Pak\", dan berikutnya dengan \"Mas\". \"Pagi Mas. Saran saya ke Wakil Ketua MPR -- wakilnya semua rakyat Indonesia -- bukan ke ulama,\" tampak nada ketus yang dimunculkan. HNW pun perlu menanggapi cuitan tersebut dengan menyentil penggunaan nama \"Buya\" di depan nama Emerson. \"Pihak yang sebut diri sebagai \"Buya\", wajarnya sudah tinggi akal budi, dan rasa hati. \'Saran\' nya tulus, tanpa pemaksaan/framing. Apalagi kalau untuk toleransi.\" Tambahnya: \"Bertahun-tahun saya berhubungan baik dengan tokoh-tokoh Kristiani seperti J Kristiadi, Sabam Sirait (RIP), mereka tak berikan saran seperti pak Eson.\" Jawaban makjleb HNW, itu bisa jadi pembelajaran semua pihak untuk memahami toleransi dan batas-batasnya. Lagian terlalu jauh \"memaksa\" muslim mengucapkan ucapan Natal. Padahal banyak sekte Kristiani yang tidak mempercayai, bahwa Yesus lahir 25 Desember.  Karenanya, mereka memilih tidak merayakan Natal. Mestinya \"memaksa\" itu lebih pantas pada sesama Kristiani yang berbeda pemahaman tentang Natal. Lho, kok malah umat Islam yang dipaksa-paksa untuk mengucap sesuatu yang menyangkut akidahnya. Memaksa-maksa keyakinan seseorang, itu sikap intoleran. Emerson Yuntho dan meraka yang memiliki sikap demikian, patut disebut miskin pemahaman akan apa arti toleransi sebenarnya. (*) *) Kolumnis

Gelora akan Canangkan Gerakan Gen 170 pada Peringatan Hari Ibu

Jakarta, FNN - Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta meminta pemerintah melakukan intervensi terhadap distribusi nutrisi anak Indonesia agar menjadi generasi yang bisa berkompetisi dengan bangsa-bangsa lain di masa yang akan datang.  \"Alangkah terkejutnya kita, begitu mengetahui bahwa angka stunting di Indonesia sampai 27 persen berdasarkan data WHO dengan angka kelahiran mencapai 4,8 juta per tahun. Tentu saja hal ini jika betul adanya maka sangat menyedihkan, untuk membayangkan bagaimana bangsa ini bisa berkompetisi dengan bangsa-bangsa lain di masa yang akan datang,\" ungkap Anis Matta, Rabu (15/12/2021) petang.  Hal itu disampaikan Anis Matta dalam Gelora Talks bertajuk \'Awas Ancaman Stunting Mengancam Masa Depan Indonesia\' yang disiarkan secara langsung di kanal YouTube Gelora TV.  Diskusi ini menghadirkan narasumber Lead Program Manager, Tim Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (Stunting)-Setwapres, Iing Mursalin, Ahli Gizi Poltekkes Kemenkes Sulawesi Tenggara Intan Ria Nirmala, dan Wakabid Perempuan DPN Partai Gelora Indonesia dr Rina Adeline, SpMK, MKes, ABAARM.  Untuk mengatasi stunting ini, menurut Anis Matta, distribusi nutrisi di awal masa pertumbuhan setiap anak Indonesia adalah hal paling fundamental yang harus di intervensi oleh negara.  \"Kalau memikirkan manusia (masyarakat) Indonesia itu, harus  sejak di dalam kandungan. Sehingga pemerintah perlu memberikan bantuan nutrisi sejak anak itu ada dalam kehamilan sampai paling tidak di awal pada masa pertumbuhannya,\" ujar Anis Matta.  Bantuan nutrisi kepada seluruh anak Indonesia tersebut, adalah cerminkan dari sila ke-5 Pancasila, yakni Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.  Dimana keadilan sosial itu, salah satunya adalah memastikan ketercukupan dan keterpenuhan nutrisi pada setiap anak Indonesia.  \"Distribusi nutrisi penting bagi kita untuk pembentukan postur fisik manusia Indonesia, tumbuh menjadi orang yang kuat. Kami akan memulai gerakan yang saya sebut sebagai Generasi 170 (Gen 170). Kita mulai dari faktor tinggi badan,\" katanya.  Gen 170 ini, kata Anis Matta, akan dicanangkan Partai Gelora pada peringatan Hari Ibu yang jatuh pada Rabu 22 Desember 2021 mendatang.  Gerakan ini dalam rangka mendukung kebijakan pemerintah untuk mengatasi stunting dan mewujudkan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.  \"Kita mengapresiasi pemerintah yang sudah melakukan banyak hal dalam hal ini. Tapi soal distribusi nutrisi ini, bukan karena kita tidak mampu, tapi mungkin tidak memberikan perhatian yang penuh kepada masalah itu, sebagai satu prioritas kita secara keseluruhan,\" katanya.  Anis Matta mengusulkan agar distribusi nutrisi ini diberikan sejak dini mulai dari masa kehamilan ibu, bayi dilahirkan hingga masa pertumbuhan anak sampai jenjang SMA.  \"Ini sangat fundamental untuk memulai perjalanan kita dalam membangun masyarakat Indonesia, dimulai dari postur fisik manusianya.  Fondasi dari satu negara yang kuat itu adalah masyarakatnya yang kuat,\" tegasnya.  Anis Matta menegaskan, jika upaya untuk merekonstruksi kembali manusia Indonesia melalui distribusi nutrisi kepada seluruh rakyat, digabungkan dengan pemenuhan hak pendidikan dan hak pengetahuan, maka akan diperoleh satu peta jalan (road map) menuju lima besar dunia.  \"Apabila hal ini menjadi kebijakan publik dan dieksekusi secara konsisten, saya yakin rute menuju 5 besar dunia secara technical (teknis), posible (mungkin) dan scientific (ilmiah) hal itu mungkin terjadi,\" pungkas Anis Matta.  Sedangkan Lead Program Manager, Tim Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (Stunting)-Setwapres, Iing Mursalin mengatakan, masalah stunting ini bukan hanya soal tinggi badan saja, tapi ada dampak lain yakni masalah kecerdasan anak yang bisa mempengaruhi kualitas hidupnya.  \"Fisik atau tinggi badan salah indikator stunting, tapi ada dampak lain adalah sisi kecerdasan anak, yang akan mempengaruhi kualitas hidupnya. Sehingga kita perlu terus mengedukasi masyarakat secara bersama-sama dengan apa yang bisa dilakukan,\" kata Iing Mursalin.  Pemerintah, kata Iing Mursalin, tidak bisa bekerja sendiri mengatasi stunting, tanpa bantuan berbagai pihak. Media bisa membantu pemerintah melakukan edukasi melalui pemberitaannya.  Sedangkan akademisi bisa melakukan pendampingan kepada daerah dan rumah tangga.  Sementara partai politik perlu memiliki pemahaman yang utuh tentang stunting itu seperti apa, sehingga tahu dampaknya, penyebabnya dan mengerti apa yang akan dilakukan.  \"Saya berharap banyak kepada Partai Gelora agar masalah stunting ini dipahami secara benar.  Kalau kader Partai Gelora sudah tahu apa itu stunting, dampaknya, penyebabnya dan tahu apa yang dilakukan, maka ketika  menjadi elit politik di pusat dan daerah  baik di legislatif maupun di eksekutif akan mengambil kebijakan yang tepat,\" tandasnya.  Ahli Gizi Poltekkes Kemenkes Sulawesi Tenggara Intan Ria Nirmala menjelaskan, stunting dipicu dari kekurangan gizi dan energi, sehingga menyebabkan kerusakan pada  kognitif atau kecerdasannya.  \"Saya barharap pencegahan masalah stunting ini tidak boleh gagal lagi karena kurangnya pengetahuan dan edukasi. Hindari juga makanan instan atau cepat saji, kita perlu masak sendiri dari bahan pangan lokal yang ada sesuai standar WHO. Makanan yang sehat itu adalah apa yang diasup dengan benar,\" kata Intan Ria Nirmala.  Wakabid Perempuan DPN Partai Gelora Indonesia dr Rina Adeline menegaskan, komponen manusia untuk maju itu ditentukan dari berbagai sisi, tidak hanya kognitif, tapi juga psikomotorik dan afektif.  Kognitif adalah daya pikir dan daya tangkap, psikomotorik adalah  fleksibilitas kemampuan fisik seseorang, serta afektif adalah ketahanan dan ketelitian. \"Kalau fisiknya saja kekurangan energi, apa mungkin ada energi yang ada dapat mempertahankan tiga ranah tadi pasti ada IQ dan EQ, Kalau sudah menjadi stunting dia akan terus menjadi stunting, dia akan menjadi beban. Makanya ini kenapa stunting ini harus jadi gerakan preventif dan harus dicegah,\" kata Rina Adelia. (sws)

PN Sampit Raih Penghargaan Layanan Penyandang Disabilitas

Sampit, FNN - Pengadilan Negeri Sampit Kabupaten Kotawaringin Timur di Provinsi Kalimantan Tengah meraih penghargaan atas keseriusan dalam kerja sama menyediakan akomodasi atau layanan bagi penyandang disabilitas.\"Penghargaan tersebut disampaikan melalui pertemuan secara daring pada Rabu(15/12) dihadiri Ketua Pengadilan Negeri Sampit Darminto Hutasoit,\" kata Sekretaris Pengadilan Negeri Sampit, Muhammad Noor di Sampit, Kamis.Penghargaan diberikan Yayasan Sentra Advokasi Perempuan, Disabilitas dan Anak (SAPDA). Piagam apresiasi menyebutkan bahwa Pengadilan Negeri Sampit masuk kategori terbaik dalam kerja sama dengan organisasi penyandang disabilitas dan/atau pihak lain.Pengadilan Negeri Sampit menjadi satu dari delapan pengadilan tersebut. Penghargaan ini menjadi motivasi bagi Pengadilan Negeri Sampit untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, termasuk kepada para penyandang disabilitas.Dalam forum tersebut, terdapat 20 pengadilan yang memaparkan praktik baik, hambatan, dan tantangan ketika proses menyediakan akomodasi yang layak.Rata-rata pengadilan bercerita bahwa asistensi yang dilakukan oleh SAPDA membantu para pengadilan untuk menyediakan sarana prasarana bagi penyandang disabilitas dan meningkatkan kapasitas aparatur pengadilan untuk memberikan layanan bagi penyandang disabilitas.Terkait hambatan dan tantangan yang dihadapi, SAPDA menemukan fakta bahwa hambatan dan tantangan yang dihadapi oleh pengadilan dalam penyediaan akomodasi yang layak meliputi empat hal.\"Keempat hal itu meliputi ketersediaan anggaran, kondisi bangunan gedung, tempat pemasangan guiding block, dan tantangan ketika belajar berinteraksi dengan penyandang disabilitas,\" kata Muhammad Noor.Dalam pertemuan itu juga dibahas tentang salah satu hak penyandang disabilitas yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas adalah hak atas keadilan dan perlindungan hukum.Hak atas keadilan dan perlindungan hukum tersebut, termasuk hak bagi penyandang disabilitas untuk mendapatkan akomodasi yang layak dalam proses peradilan.Pengaturan mengenai akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas dalam proses peradilan diatur dengan detail dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2020, yang merupakan peraturan turunan dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 2020 mengamanatkan kepada setiap institusi penegak hukum, termasuk Lembaga peradilan, untuk menyediakan akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum.Berdasarkan hal tersebut, Yayasan SAPDA dengan dukungan Australia Indonesia Partnership for Justice 2 (AIPJ 2) melakukan advokasi terhadap lembaga-lembaga peradilan untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 2020 dengan menyediakan akomodasi yang layak bagi Penyandang Disabilitas.Upaya advokasi ini dilakukan dengan pemberian asistensi bagi pengadilan dampingan SAPDA terkait peningkatan kapasitas bagi aparatur pengadilan mengenai isu disabilitas serta penyediaan sarana prasarana bagi penyandang disabilitas.\"Penghargaan ini menjadi penyemangat bagi kami di Pengadilan Negeri Sampit untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat,\" demikian Muhammad Noor. (sws)

Petugas Gabungan Sita 958 Minuman Alkohol dari Kafe di Palembang

Sumatera Selatan, FNN - Petugas gabungan yang terdiri dari Satuan Polisi Pamong Praja TNI/Polri menyita sebanyak 958 minuman beralkohol dari sebuah kafe di Jalan R Sukamto, Kecamatan Kemuning, Palembang, Sumatera Selatan.Kepala Satpol-PP Sumatera Selatan Aris Sahputera di Palembang, Jumat, mengatakan penyitaan tersebut dilakukan karena kafe tersebut tidak mengantongi izin untuk menjualbelikan minuman beralkohol dalam izin usaha yang dimilikinya.Hal tersebut terungkap setelah petugas gabungan menggeledah kafe dua tingkat itu dalam agenda operasi penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum (Trantibum) persiapan natal 2021 dan tahun baru 2022 yang digelar pada Kamis (16/12) malam sekitar pukul 22.26 WIB.\"Saat kami minta izinnya. Tapi mereka (pemilik) tidak bisa menunjukkan,\" kata dia.Menurut dia, kafe tersebut merupakan salah satu dari beberapa tempat hiburan lainnya di Kota Palembang yang menjadi target penertiban.Sebab berdasarkan aduan dari masyarakat, di sana turut menyediakan minuman beralkohol berbagai merek dan dengan kadar alkohor melebihi batas yang diatur.\"Maka minuman alkohol itu kami sita atau diamankan beserta pegawainya untuk selanjutnya dilakukan proses pemeriksaan,\" ujarnya.Adapun dalam proses pemeriksaan tersebut juga melibatkan Satpol-PP kota Palembang dan Kepolisian Daerah Sumatera Selatan sehingga bisa langsung dilakukan penindakan.Dengan begitu, lanjutnya, diharapkan pelaku usaha bisa tertib mematuhi aturan sebagaimana yang termaktum dalam peraturan daerah nomor 9 tahun 2011 tentang minuman beralkohol dan nomor 2 tahun 2017 tentang trantibum.Disisi lain, ia menegaskan, operasi gabungan tersebut bakal terus dilakukan dengan target penyisiran yaitu pusat keramaian seperti kafe, karaoke dan mal.Bahkan, bukan hanya yang berada di kota Palembang tapi juga wilayah penyangga seperti Kabupaten Ogan Ilir dan Banyuasin dengan melibatkan aparat setempat.Mengingat dalam operasi itu sekaligus juga mensosialisasikan Inmendagri nomor 66 tahun 2021 tetang protokol kesehatan yang bakal diterapkan pada 24 Desember sampai 2 Januari 2022.Dalam aturan tersebut pusat keramaian tadi berlaku jam operasional dari pukul 09.00 WIB sampai dengan 22.00 WIB. Bila kedapatan beroperasi lebih dari ketentuan itu akan dilakukan pembubaran atau bahkan pencabutan izin usahanya\"Ini perlu kami sampaikan. Demi keamanan, kenyamanan masyarakat serta meminimalisir paparan COVID-19,\" tandasnya. (sws)

Sabang Terus Sosialisasi Qanun Kawasan Tanpa Rokok

Banda Aceh, FNN - Pemerintah Kota Sabang terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait dengan penerapan Qanun (Peraturan Daerah) tentang Kawasan Tanpa Rokok di pulau paling barat Indonesia itu.Asisten Administrasi Umum Sekretaris Daerah Kota Sabang Rinaldi Syahputra, Rabu (15/12), mengatakan bahwa merokok memang hak pribadi dari setiap warga negara.Akan tetapi, lanjut dia, di sisi lain ada ruang publik yang mesti dihormati, salah satu upaya efektif untuk melindungi seluruh warga dari asap rokok melalui penerapan kawasan tanpa rokok (KTR).\"Penerapan kawasan tanpa rokok memungkinkan masyarakat untuk dapat menikmati udara bersih dan sehat serta terhindar dari berbagai risiko yang merugikan kesehatan dan kehidupan,\" kata Rinaldi saat sosialisasi Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Kota Sabang.Ia menjelaskan bahwa KTR merupakan area yang melarang siapa pun untuk merokok, menjual, atau mengiklankan produk bahan baku tembakau tersebut.Oleh karena itu, semua tempat yang telah ditetapkan sebagai KTR harus bebas dari asap rokok, penjualan maupun mempromosikan rokok.Pemerintah Kota Sabang juga telah mengeluarkan Qanun Kota Sabang Nomor 6 Tahun 2019 tentang Kawasan Tanpa Rokok.\"Ini merupakan salah satu wujud keseriusan Pemerintah Kota Sabang dalam menjaga kesehatan masyarakat, terutama dari dampak buruk yang dihasilkan oleh rokok,\" katanya.Dengan adanya sosialisasi Qanun KTR, dia berharap dapat meningkatkan kesadaran masyarakat, terutama dalam mengendalikan faktor risiko penyakit dan kematian yang disebabkan oleh rokok.\"Tentunya meningkatkan budaya masyarakat dalam berperilaku hidup bersih dan sehat di Kota Sabang,\" katanya. (sws)