ALL CATEGORY

Menpan RB Ungkap Kecurangan SKD CASN di Kabupaten Buol

Jakarta, FNN - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (​​​​​​Menpan RB) Tjahjo Kumolo mengungkapkan kronologi kecurangan dalam pelaksanaan Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) penerimaan Calon Aparatur Sipil Negara (CASN) Tahun 2021 di Pemkab Buol, Sulawesi Tengah. Dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa, ​​​​​​Menpan RB Tjahjo Kumolo menjelaskan kecurangan tersebut berawal dengan adanya oknum yang menginstal software remote access di perangkat komputer untuk peserta SKD. "Software ini dipasang atau diinstal oleh Kepala BKPSDM bersama dua orang lainnya pada malam hari, (menurut) hasil bukti rekaman CCTV dihapus, tapi bisa di-recovery oleh Tim BKN dan BSSN," kata Tjahjo dalam pesannya kepada wartawan, Selasa. Pada saat hari pelaksanaan SKD di lokasi, pengawas mulai menaruh curiga ketika komputer yang telah diinstal software tersebut mengalami blue screen. Namun, peserta yang menempati komputer tersebut tidak mau dipindahkan ke komputer lain. "Kemudian peserta diminta pindah duduk tetapi yang bersangkutan tidak mau pindah dari PC tersebut. Posisi duduk di komputer ini sudah diatur sebelumnya oleh panitia lokal, terlihat dari hasil rekaman CCTV," jelasnya. Selain itu, lanjutnya, dilakukan audit trail yang ditemukan bukti bahwa peserta bersangkutan hanya menampilkan kurang lebih 30 soal dalam rata-rata tujuh detik. Setelah bukti rekaman tersebut menampilkan soal dalam hitungan beberapa detik tersebut, peserta bersangkutan kemudian menjawab soal dalam hitungan delapan detik. "Ini sangat tidak mungkin terjadi karena rata-rata waktu bagi peserta minimal 50-54 detik. Artinya, dengan waktu yang begitu pendek tidak mungkin orang bisa membaca soal dengan sangat cepat," katanya. Dengan bukti-bukti tersebut, terlihat bahwa peserta bersangkutan hanya menampilkan soal dan kemudian dijawab oleh pihak di luar lokasi penyelenggaraan SKD. "Ada dugaan tidak dilakukan oleh satu orang, tetapi dalam bentuk tim yang bertugas membantu menjawab soal-soal ujian," ujarnya. (mth)

Pemasangan Jembatan KIT Batang di Atas Tol Disetop pada Akhir Pekan

Semarang, FNN - Pekerjaan pemasangan girder jembatan penghubung Kawasan Industri Terpadu (KIT) Batang di Km 368+100 ruas Tol Semarang-Batang yang akan dikerjakan mulai 26 Oktober hingga 4 November 2021 memastikan tidak ada aktivitas pekerjaan pada akhir pekan. "Dikerjakan pada hari Senin sampai Kamis. Tidak ada pekerjaan di akhir pekan," kata Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kawasan Industri Batang I, Nugraha, dalam siaran pers di Semarang, Selasa. Pekerjaan pemasangan girder jembatan tersebut akan dilaksanakan dalam tujuh hari kerja. Menurut dia, awal pelaksanaan pekerjaan yang seharusnya dimulai pada 25 Oktober mundur sehari menjadi 26 Oktober. Adapun waktu pelaksanaan pekerjaan dimulai pada pukul 23.00 hingga 04.00 WIB pada keesokan harinya. Ia menjelaskan mekanisme buka tutup arus lalu lintas di titik pemasangan jembatan dengan bentangan mencapai 50,8 meter tersebut akan diberlakukan. Menurut dia, durasi penutupan ditetapkan maksimal 35 menit mulai Km 363+000 jalur arah Semarang dan Km 375+200 jalur arah Batang. "Dalam sehari akan diberlakukan dua kali skema buka tutup saat pengerjaan itu," katanya. Sementara Direktur Utama PT Jasamarga Semarang Batang, Prajudi, meminta maaf atas ketidaknyamanan pengguna jalan tol atas kondisi tersebut. Ia juga memastikan tidak ada penutupan total ruas tol Batang-Semarang selama pekerjaan pemasangan jembatan tersebut. Ia meminta pengguna jalan tol untuk bisa mengatur waktu perjalanan demi kenyamanan saat menggunakan jalan bebas hambatan tersebut. (mth)

PLN Kembangkan Gerobak Motor Listrik untuk Usaha Mikro Kecil

Jakarta, FNN - PT PLN (Persero) mengembangkan gerobak motor listrik untuk meningkatkan produktivitas usaha mikro kecil atau UMK sekaligus mendorong ekosistem kendaraan listrik di Indonesia. Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini mengatakan program gerobak motor listrik ditujukan agar pelaku UMK dapat lebih hemat pada sisi operasional bahan bakar serta lebih ramah lingkungan. "UMK merupakan salah satu garda terdepan dalam pembangkit ekonomi masyarakat, apalagi setelah pandemi. Kami menyiapkan 77 unit gerobak motor listrik senilai total Rp5 miliar khusus untuk membantu para pelaku UMK agar dapat meningkatkan produktivitas," kata Zulkifli dalam keterangannya di Jakarta, Selasa. Dia menjelaskan transportasi gerobak motor listrik diharapkan mampu mendorong kendaraan listrik berbasis baterai sebagai solusi transportasi yang zero pollution, sehingga menarik minat masyarakat untuk beralih dari kendaraan konvensional berbahan bakar minyak ke listrik. Melalui Program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL), PLN menyerahkan 11 unit gerobak motor listrik senilai Rp751 juta kepada 11 pelaku UMK di Bali, Senin kemarin (25/20/2021). General Manager PLN UID Bali I Wayan Udayana menyampaikan program penyerahan gerobak motor listrik bertujuan meningkatkan omset UMK di tengah pandemi COVID-19 melalui strategi perluasan pemasaran dan efisiensi operasional dengan memanfaatkan kendaraan ramah lingkungan. “Kami berharap melalui penyaluran bantuan ini UMK dapat meningkatkan perekonomiannya sekaligus berkontribusi terhadap penggunaan moda transportasi yang green atau lebih bersih,” ungkap Udayana. Demi mencapai tujuan Sustainable Development Goals (SDGs), PLN mencanangkan program yang berbasis pada Creating Shared Value (CSV) yakni dalam berbisnis juga memperhatikan masalah dan kebutuhan sosial dalam perancangan strategi perusahaan. Made Liyadi, salah seorang pemilik UMK bernama Ma'ira di Buleleng, Bali yang mengolah berbagai makanan berupa abon ayam, abon ikan, abon papaya serta berbagai keripik mengungkapkan kegembiraan atas pemberian bantuan gerobak motor listrik tersebut. "Dulu pemasaran hanya kami lakukan di lingkungan sekitar, sekarang kami dapat memperluas pemasaran dengan tambahan bantuan ini,” jelas Made Liyadi. Selain Ma’ira, kesebelas UMK terpilih lainnya antara lain Arminta Sari Kedelai, Warung Andira, Rare Bali, Warung Bu Rena, Keripik Sari Tahu, Warung Sri Tanjung, Warung Dewi Sri, Warung Gita Jaja Bali, Kantin Bu Nur, dan Warung Kenak ini merupakan UMK yang bergerak di bidang kuliner yakni pengolahan makanan tersebar di masing-masing kabupaten di Bali. “Kami merupakan pelaku usaha yang memasarkan produk dengan berjualan keliling. Bantuan ini nantinya mampu memajukan usaha kami sehingga penjualan meningkat dan produk kami makin dikenal masyarakat,” ucap Made. (mth)

OJK: 2.593 Kantor Cabang Bank Tutup Akibat Digitalisasi

Jakarta, FNN - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat terjadinya penurunan jaringan kantor bank sebanyak 2.593 kantor cabang dalam kurun waktu 5 tahun akibat akselerasi transformasi digitalisasi. “Terkait akselerasi transformasi digitalisasi, fenomena penurunan jaringan kantor bank dari tahun 2017 hingga Agustus 2021 sejumlah 2.593 kantor yang mengalami penurunan,” kata Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I OJK Teguh Supangkat saat peluncuran Cetak Biru Transformasi Digital Perbankan secara virtual, Selasa. Selain itu, lanjut Teguh, terdapat peningkatan transaksi mobile banking dan internet yang lebih dari 300 persen dari 2016 hingga Agustus 2021, termasuk transaksi internet banking yang naik hampir 50 persen. “Selain itu yang naik cukup signifikan adalah transaksi uang elektronik dari 2015 hingga 2020 ini meningkat hampir 40 persen dari Rp5,28 triliun menjadi Rp204,9 triliun,” ujarnya. Tak hanya itu peningkatan juga terjadi pada realisasi layanan perbankan elektronik dan layanan perbankan digital. Pada 2018 terdapat realisasi 85 layanan, kemudian pada 2019 terdapat 112 realisasi layanan, serta pada 2020 terdapat 124 layanan perbankan elektronik dan layanan perbankan digital. “Termasuk di sini peningkatan layanan digital on boarding dimana terdapat 18 bank yang telah melayani layanan digital on boarding tanpa tatap muka langsung,” ungkap Teguh. Lebih lanjut ia menyampaikan pada 2025 Indonesia berpotensi memiliki e-commerce dengan pertumbuhan tertinggi di kawasan ASEAN dengan nilai sebesar Rp124 miliar dolar AS. Hal tersebut didukung oleh potensi pasar yang besar serta transaksi keuangan digital yang meningkat. Teguh juga mengungkapkan total kerugian rata-rata tahunan yang dialami sektor jasa keuangan secara global akibat serangan siber mencapai sekitar 100 juta dolar AS. Selain juga data dari Badan Siber dan Sandi Negara yang menyatakan terdapat 741,4 juta serangan siber atau meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan serangan pada 2020 yang berjumlah 459,3 juta serangan. “Oleh karena ini dengan adanya transformasi digital, mau tidak mau kita harus menyiapkan manajemen risiko terkait serangan siber tersebut,” jelasnya. Adapun untuk menangkap peluang yang kuat dari digitalisasi untuk mencapai perbankan nasional yang resilience, berdaya saing dan kompetitif, OJK menyiapkan strategi pengembangan perbankan secara lebih komprehensif yang dituangkan dalam Roadmap Pengembangan Perbankan Indonesia 2020-2025. Roadmap tersebut menjadi pijakan dalam pengembangan ekosistem industri perbankan dan infrastruktur pengaturan, pengawasan dan peirizinan perbankan ke depannya. (mth)

BRIN Ajak Remaja Berinovasi dalam Youth Science Week 2021

Jakarta, FNN - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengajak remaja berinovasi dalam Youth Science Week 2021 dengan tema Percaya Nalar dengan Riset dan Inovasi. "Youth Science Week ini diharapkan mampu memberi warna dan wadah bagi remaja Indonesia untuk menginspirasi pemuda Indonesia dengan menularkan semangat meneliti dan melakukan inovasi," kata Pelaksana tugas Deputi Bidang Sumber Daya Manusia Ilmu Pengetahuan dan Teknologi BRIN Edy Giri Rachman Putra dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA di Jakarta, Selasa. Youth Science Week yang diselenggarakan pada 25-28 Oktober 2021 secara virtual itu diisi dengan kegiatan kompetisi ilmiah Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) ke-53 Tahun 2021 dan National Young Inventor Awards (NYIA) ke-14. Selain itu, ada kegiatan Inspiration Days yang menghadirkan pembicara-pembicara yang menginspirasi generasi sains talenta muda Indonesia dalam melakukan kegiatan riset dan inovasi. LKIR ke-53 mengusung 54 proyek penelitian di empat bidang ilmu pengetahuan dan telah melewati proses mentoring selama tiga bulan akan mempresentasikan karya mereka di hadapan dewan juri. Sementara itu, ada 49 proyek inovasi remaja yang akan berkompetisi di National Young Inventors Award ke-14, di mana para pemenang berkesempatan untuk ikut kompetisi ilmiah ke ajang internasional. Kompetisi ilmiah tersebut diselenggarakan secara rutin setiap tahun oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang sekarang telah berintegrasi menjadi BRIN. Penyelenggaraan kompetisi itu bertujuan memberikan peluang agar ide-ide riset dan inovasi generasi muda dapat dibimbing dan diberi masukan oleh peneliti kompeten untuk menghasilkan konten riset inovasi potensial dan mungkin memiliki nilai kekayaan intelektual untuk dikembangkan. Edy menuturkan edukasi sains bagi generasi muda sangat penting untuk menjamin perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di masa depan karena Indonesia akan segera menyongsong era bonus demografi pada tahun 2030 mendatang. Di masa bonus demografi itu, jumlah penduduk usia produktif akan jauh lebih banyak dibandingkan usia non produktif. Untuk itu, lanjut Edy, sejak sekarang perlu dipersiapkan generasi muda yang siap berdaya saing, unggul, yang akan ikut mewujudkan Indonesia Emas tahun 2045. (mth)

Kominfo: Implementasi 5G Dapat Memajukan Kesejahteraan Masyarakat

Jakarta, FNN - Kementerian Komunikasi dan Informatika menegaskan implementasi layanan telekomunikasi generasi kelima atau 5G di Indonesia bukan semata-mata karena gengsi, melainkan untuk mencapai tujuan bangsa yaitu memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. "Implementasi 5G bagi negara kita bangsa Indonesia bukanlah semata-mata prestise atau gengsi, akan tetapi kita akan menjadikan 5G sebagai alat atau sarana untuk mencapai tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia," ujar Direktur Telekomunikasi Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kemkominfo Ayu Widyasari dalam acara virtual, Selasa. "Yaitu sebagaimana yang tercantum didalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pada alinea ke-4 untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa," sambung dia. Ayu mengatakan layanan 5G bukan hanya sekadar peningkatan kecepatan transfer data dibanding dengan generasi sebelumnya, tetapi juga membuka kemungkinan adanya layanan-layanan baru dan aplikasi yang semakin beragam, yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas dan perekonomian. Layanan 5G, kata dia, juga berpotensi menjadi faktor penentu transformasi digital di semua sektor, dengan ditopang oleh tiga pilar yaitu teknologi, manusia, dan tata kelola. Pada pilar teknologi, adanya konektivitas 5G, kecerdasan buatan, internet of things, cloud computing, dan big data dinilai akan merevolusi transformasi digital di Indonesia. Sementara pada pilar manusia, adanya digital mindset, digital culture, kemampuan dan kompetensi, serta digital leadership akan menguatkan transformasi digital yang ada di Indonesia. "Selanjutnya dengan ditopang pilar ketiga yaitu tata kelola yang baik, ditandai dengan adanya perubahan proses bisnis, perubahan modal bisnis, adanya organisasi teknologi informasi, pendekatan yang strategis, pendekatan kepada ekosistem, maka sempurnalah transformasi digital yang diharapkan di Indonesia," kata Ayu. Dalam kesempatan itu, Ayu menambahkan bahwa terdapat lima aspek yang perlu diperhatikan dalam mendorong kematangan dari implementasi 5G di Tanah Air. Kelima aspek yang dimaksud yaitu regulasi, spektrum frekuensi radio, model bisnis penyelenggaraan, infrastruktur pendukung baik pasif maupun aktif, dan ekosistem perangkat serta talenta digital. (mth)

Hakim PN Jaksel Ambil Sumpah 7 Saksi Sidang Unlawfull Killing

Jakarta, FNN - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengambil sumpah tujuh orang saksi dalam lanjutan sidang "unlawful killing" atau kasus penembakan laskar Front Pembela Islam (FPI) di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek. Sidang yang digelar di ruang sidang utama PN Jakarta Selatan, Selasa, berlangsung hybrid atau sebagian dalam jaringan (daring) dan luar jaringan (luring). Sidang kasus "unlawful killing" dimulai sekitar pukul 10.20 WIB dengan agenda mendengarkan keterangan saksi. Dalam sidang tersebut satu orang terdakwa hadir yakni Brigadir Polisi Satu (Briptu) Fikri Ramadhan. Sidang tersebut dipimpin langsung oleh M Arif Nuryanta selaku Hakim ketua serta dua hakim anggota masing-masing Haruno dan Elfian. Di awal sidang, majelis hakim terlebih dahulu menanyakan kepada tujuh orang saksi yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Ketujuh orang saksi memberikan kesaksian secara daring. Terhadap saksi, majelis hakim menanyakan apakah mengenal terdakwa atau tidak. Dari tujuh orang saksi, enam di antaranya mengaku sama sekali tidak kenal sementara satu saksi mengenal terdakwa karena seprofesi. Selain Briptu Fikri Ramadhan, Ipda M Yusmin O juga ditetapkan sebagai terdakwa dalam kasus "unlawful killing" yang menewaskan beberapa orang laskar FPI sebuah organisasi masyarakat yang saat ini sudah dibubarkan oleh pemerintah. Sebagai tambahan kedua terdakwa merupakan anggota polisi di Polda Metro Jaya dan masih berstatus aktif hingga saat ini. Sebelumnya, dalam surat dakwaan JPU, Briptu Fikri Ramadhan didakwa dengan Pasal 351 ayat (3) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke (1) KUHP. (sws, ant)

Sukses Menjadi Negara Gagal

Oleh: Yusuf Blegur Setelah 76 tahun menjalani kemerdekaan yang penuh ketidakpastian. Negara dan bangsa Indonesia saat ini, benar-benar mengalami masa-masa puncak penindasan dan kebiadaban. Apa yang dulu ditentang, diperjuangkan dan dikorbankan untuk meraih kemerdekaan. Harus dibayar rakyat Indonesia dengan merasakan kembali kolonialisme dan imperialisme berwajah modern. Baik oleh bangsa asing dan aseng, maupun dari sebangsa dan setanah airnya sendiri. Perlahan namun pasti, praktek-praktek kekuasaan, telah mengubur hidup-hidup nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Kini pemerintah seakan memasuki babak baru dan tendensius. Melakukan serangan yang ofensif dan agresif terhadap agama khususnya Islam dan terkait eksistensi politiknya. Terlalu marak pelecehan, penghinaan, dan penistaan terhadap agama, pemimpin dan umat Islam yang dibiarkan pemerintah. Di lain sisi tangan besi kekuasaan, sangat responsif melakukan kriminalisasi para ulama dan gerakan kesadaran kritis lainnya. Strategi serangan yang begitu mematikan kepada kehidupan spiritual dan keagamaan serta tumbuh kembangnya demokrasi. Menjadi wajah dan ciri khas rezim pemerintahan sekarang. Orientasi dan kebijakan kekuasaan yang berbasis kebencian dan cenderung anti Islam. Bahkan lebih bengis dari yang pernah dilakukan pemerintahan-pemerintahan sebelumnya, yang sekuler sekalipun. Rakyat dengan mata telanjang dan secara langsung merasakan sendiri bagaimana penjajahan masih berlangsung hingga saat ini. Begitu banyak masyarakat harus mengalami kesengsaraan dan penderitaan hidup. Sementara bumi tempatnya bernaung, berlimpah kekayaan alam dan semua yang dibutuhkan untuk menjadi negara kesejahteraan. Distorsi dan Kontradiksi Harus diakui suka atau tidak suka, menerima ataupun menolak. Tampilnya kekuasaan yang lahir dari metode sihir massal dan rekayasa citra diri. Secara alami lewat perangai dan tingkah pola yang dilakukan. Seiring waktu menunjukan wajah asli dan karakter yang sesungguhnya. Dibalik kampanye, keluguan dan kesederhanaan yang menghipnotis. Berujung hanya pada janji-janji politik yang terbelengkalai, kalau tidak mau disebut rangkaian kebohongan dan kepalsuan. Alih-alih melakukan pembangunan yang terkonsep, terukur dan berdaya guna bagi kehidupan rakyat. Pemerintahan yang terlanjur dikenal publik sebagai rezim boneka itu. Justru malah menghasilkan proyek-proyek mercusuar yang bertaburan utang menjulang, disfungsi alias tak berguna dan digerogoti keserakahan dan korupsi di sana-sini. Mirisnya, proyek-proyek infra struktur berbiaya besar yang dibanggakan dan dianggap simbol keberhasilan pemerintah. Pada akhirnya dijual murah sehingga merugikan negara. Begitupun BUMN yang terus merugi dan terancam dijual atau ditutup. Pemerintah yang digawangi orang-orang cerdas dan profesional itu. Sepertinya tidak lebih hebat dari tukang gado-gado di pinggir jalan yang masih punya manajemen dan bisa mengelola keuangannya. Agar bisa survive dan dapat membiayai kehidupan keluarganya. Selain ketidakmampuan leadership dan kecakapan manajemen. Rombongan kekuasaan yang ditandai dengan amburadulnya peran dan fungsi dalam tata kelola pemerintahan. Birokrasi sarat oligarki dan koncoisme mempertontonkan pemimpin-pemimpin yang planga-plongo, asbun, tidak tahu malu dan mata duitan. Ada juga seorang menteri agama yang dipertanyakan kejelasan agamanya. Akan tetapi diluar compang-camping dan karut marut lingkaran istana. Tampil seorang pembantunya yang superior dan berkuasa penuh serta mengendalikan semua urusan. Tidak jelas ia sebagai bawahan atau yang membawahi. Mungkin beliau memang manusia super dari luar angkasa. Seperi Iron Man dalam komik Marvel. Akibatnya negara semakin tidak jelas dan terpuruk. Siapa yang dipimpin dan siapa yang memimpin. Tidak adanya skala prioritas dan menjalankan roda pemerintahan secara ugal-ugalan. Hanya menunjukkan fakta pemerintahan yang tidak memiliki kapasitas (unqualified). Rakyat seperti mengalami 'govermentless' dan 'fail state'. Terasa saat ini dalam suasana penjajahan masa lampau. Selama berkuasa hampir dua periode. Kekuasaan sekarang cenderung dapat diidentifikasi dengan tiga pola determinasi. Pertama, kinerja pemerintahan yang mengandalkan utang. Seakan negara tidak bisa berdiri tegak dan pemerintahan tidak bisa bekerja tanpa utang. Parahnya utang negara lebih banyak dipakai untuk proyek rente dan rawan korupsi. Kehidupan rakyat semakin tercekik karena penghapusan subsidi untuk membayar utang negara dan gaya hidup mewah pejabat. Sehingga negara dan rakyat harus menanggung beban berkepanjangan hingga anak-cucu yang masa depannya pun tak jelas. Kedua, menaikkan dan menggenjot pajak sebagai kemampuan terbaik kabinet kerja rezim. Upaya licik memungut pajak untuk menutupi kelemahan sekaligus penyimpangan kebijakan birokrasi dalam soal keuangan negara. Terutama untuk dikorup dan membayar utang yang tak ada relasinya dengan kesejahteraan rekyat. Inilah pemerintahan yang pernah ada dimana sudah tidak mampu menyejahterakan rakyat, masih tega menguras uang rakyat melalui pajak. Pemerintah tak bedanya dengan merampok uang rakyat secara halus dengan modus pajak. Sebuah cara memiskinkan bangsa dengan konstitusional. Kemiskinan struktural yang tak bisa dihindari dan ditolak rakyat kecil utamanya. Pemerintah bagai kompeni yang memungut upeti pada rakyat pribumi layaknya jaman kolonial. Ketiga, kekerasan sebagai cara menangani persoalan bangsa terlebih dalam soal penegakan hukum. Akhir-akhir ini, NKRI pantas menyandang gelar negara kekerasan. Kekerasan kian rutin mewarnai kehidupan negara dalam berbagai aspek. Baik kekerasan yang dilakukan oleh struktur atau otoritas negara, maupun kekerasan yang dilakukan oleh kelompok masyarakat ataupun sektor swasta khususnya dunia korporasi. Semua kekerasan itu mengarah dan selalu menjadikan rakyat kebanyakan sebagai obyek dan korbannya. Tak peduli rakyat sudah sekarat karena pandemi. Belakangan mafia dan cukong yang bermetamorfosis dan berlindung dibalik korporasi besar. Secara terang-terangan dan arogan merampas tanah dan aset rakyat dengan kekerasan. Hebatnya, korporasi asing dan aseng itu melakukan kekerasan terhadap rakyat dikawal dan terkesan diback up aparat keamanan negara. Aparat keamanan negara yang harusnya membela dan melindungi rakyat dalam memperjuangkan haknya. Kian bertindak sebagai anjing penjaga dan tukang pukul pemilik modal dan kekuasan. Sudah tidak bisa lagi membedakan intepretasi Substansi undang-undang dan kepentingan rakyat. Tanpa ragu melakukan kekerasan pada rakyat yang berjuang menuntut sekedar keadilan. Rakyat sudah tidak bisa berkata dan berbuat apa-apa lagi. Rakyat juga tak punya siapa-siapa lagi dan kekuatan untuk meminta perlindungan selain keadilan Tuhan. Aparat keamanan yang hakekatnya menjadi pelayan yang mengayomi dan melindungi rakyat. Justru berpikir dan bertindak sebaliknya. Aparatur pemerintahan dan penegak hukum yang digaji dan dibiayai rakyat, menggunakan semua fasilitas itu untuk menindas rakyat. Rakyat begitu tersontak saat tidak sedikit aparatur penegak hukum dan keamanan melakukan pelanggaran dan penyimpangan hukum. Bukan sekadar arogan, represif dan merugikan hak rakyat. Petugas-petugas negara itu melecehkan, memperkosa dan membunuh rakyat tak berdosa. Bukan saja terhadap rakyat sipil, bahkan atasan dan pimpinan penegak hukum bisa melakukan kekerasan terhadap bawahannya sendiri. Sungguh perbuatan biadab dan memalukan. Cermin yang menampilkan wajah buruk negara bagi rakyatnya sendiri maupun dunia internasional. Ini menjadi persoalan serius dan prinsip yang menentukan perspektif apakah negara ini memang masih perlu ada dan tetap dipertahankan. Apakah NKRI masih relevan dengan cita-cita dan tujuan proklamasi kemerdekaan?. Kekerasan yang dilakukan oleh aparat baik kepada rakyat sipil maupun bawahan dinasnya. Secara tidak sadar merupakan titik jenuh sekaligus pemberontakan baik dari rakyat maupun orang-orang dalam kekuasan sendiri. Mereka semua tak berdaya saat terjebak dalam sistem yang penuh distorsi dan kontradiksi. Tak berdaya dan tak mampu melawan kerusakan sistem. Mungkin kekerasan telah menjadi bahasa perlawanan. Kekerasan merupakan cara kontemplasi yang mudah dan bisa dilakukan. Terhadap sistem pemerintahan dan perilaku kekuasaan selama ini yang tak kunjung mendatangkan kemaslahatan. Namun lebih banyak kemudharatan yang berlumur tragedi dan kedzoliman sehari-hari yang serba permissif. Rakyat terus menyimpan tangisnya yang tersembunyi. Membiarkan lukanya dalam rongga dada. Berulangkali rakyat harus menahan amarah yang tersekat dalam duka haru biru. Rasanya, rakyat harus hidup dengan kesabaran dan kekuatan yang tersisa. Saatnya menunggu kekuasaan Tuhan yang berbicara. Entah dengan menggunakan tangan manusia sendiri. Entah dengan menggerakkan kekuatan alam. Entah dengan kebesaranNya melakukan intervensi pada negeri ini. Rakyat harus menunggu, berharap dan bersangka baik pada Tuhan. Semoga hanya perbaikan dan pemulihan Indonesia yang dikehendaki Tuhan Yang Maha Esa. Bukan penghancuran dan pemusnahan negeri tercinta. Penulis, Pegiat Sosial dan Aktivis Yayasan Human Luhur Berdikari.

Menelisik Motif Di Balik Gugatan Atas Impor LNG Pertamina

Oleh Marwan Batubara *) BEBERAPA bulan terakhir berita dan opini mempermasalahkan impor LNG oleh Pertamina (dari Amerika/Cheniere dan Mozambique) beredar cukup luas di media. Inti berita adalah menyoal kesalahan kebijakan dan dugaan korupsi di balik impor LNG tersebut. Sehingga, para nara sumber berita menuntut agar pihak yang terlibat diproses secara hukum. Tulisan ini tidak bermaksud mengamankan siapapun agar terhindar dari proses hukum. Apalagi jika yang bersangkutan diduga terlibat korupsi. Namun karena berita terkesan tendensuius dan tidak akurat, maka IRESS perlu mengungkap permasalahan seputar impor LNG, terutama guna mengamankan bisnis BUMN dan menjaga kredibilitas Indonesia sebagai salah satu pioner bisnis LNG di dunia. Sejarah LNG Indonesia, bermula saat ditemukannya cadangan gas di Arun, Aceh (1971) dan Badak, Kaltim (1972). Untuk dapat dimonetisasi, Pemerintah dan Pertamina memutuskan membangun LNG Plants di Lhoksuemawe dan Bontang. Pembangunan dilakukan setelah ditandatanganinya kontrak penjualan LNG dengan sejumlah perusahaan Jepang. Ekspor LNG ke Jepang berdurasi 20 tahun dengan opsi perpanjangan 20 tahun berikutnya. Bisnis LNG boleh dikatakan berada lingkup terbatas, sehingga semua LNG Seller maupun LNG Buyer saling mengenal dengan baik. Faktor integritas dan kredibilitas sangat berperan, sehingga dalam sejarahnya belum pernah ada kejadian gagal bayar atau gagal offtake. Karena itu meski berhasil menjual LNG sejak tahun 1970-an, Pertamina baru mendapat kepercayaan pasar mengimpor LNG pada tahun 2000-an. Sikap pruden sangat berperan, jika sampai terjadi kegagalan offtake kargo LNG, maka seluruh rantai bisnis LNG akan terdampak hingga sampai ke produser gas, dan berujung pada penutupan sumur. Kemampuan bisnis jual/beli LNG Pertamina dan Indonesia secara global telah terbangun cukup lama. Hal-hal yang mendasari kemampuan ini antara lain adalah pengalaman, keahlian dan kepercayaan pasar. Kemampuan ini sekaligus bermanfaat untuk mengamankan pasokan gas nasional jangka panjang dan berkelanjutan. Dalam praktek, Pertamina pun terlibat dalam kontrak impor gas dari AS dan Mozambique. Kebutuhan Impor LNG Pada Desember 2013, Pertamina berkontrak dengan Cheniere Energy, untuk impor LNG dari Texas (AS) sekitar 0,76 MTPA (million ton per annum/juta ton per tahun), berlaku sejak 2019 selama 20 tahun. Impor LNG ini dilakukan sesuai kebutuhan jangka panjang, dengan merujuk pada Neraca Gas Nasional yang diterbitkan Kementrian ESDM (2011). Impor LNG ini telah masuk dalam Rencana Jangka Panjang Perusahaan, Pertamina (2012-2016) yang disetujui pemerintah melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Adapun kebutuhan impor LNG dari Mozambique, Afrika dengan Anadarko Petroleum Corp. diawali dengan negosiasi pada 2013 dan penandatangan Head of Agreement (HoA) pada 2014. Namun negosiasi tidak berujung kesepakatan karena ada perubahan harga pasar LNG dunia pada 2016. Belakangan, karena adanya kebutuhan internal (kilang), Pertamina melihat kembali ketersediaan LNG di pasar, termasuk negosiasi ulang dengan Mozambique dengan term and condition dan harga yang lebih menguntungkan. Hal ini berujung pada tandatangan HoA pada 2018, dan tandatangan kontrak pada Februari 2019. Volume kontrak LNG adalah 1 MTPA, berlaku sejak 2025 untuk periode 20 tahun. Rujukan impor LNG Mozambique ini adalah sama seperti impor LNG dari AS, yakni Neraca Gas Nasional yang rutin diterbitkan Kementrian ESDM (2018). Impor LNG dari Mozambique masuk dalam Rencana Kerja dan Anggaran Pertamina yang disetujui RUPS pada tahun 2019. Melihat ke belakang, ternyata pasokan LNG dari Cheniere direncanakan akan disalurkan ke terminal-terminal penerima LNG Pertamina, yakni untuk proyek LNG Floating Storage and Regasification Unit (FSRU) di Arun, Aceh dan FSRU Jateng yang memerlukan kepastian tambahan pasokan LNG. Kedua fasilitas tersebut didesain dengan kapasitas sekitar 3 MTPA guna memenuhi kebutuhan gas bagi sektor ketenagalistrikan dan industri. Sedangkan impor LNG Mozambique ditetapkan setelah mempertimbangkan kebutuhan Pertamina mengoperasikan kilang BBM proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) Cilacap, Jateng dan Proyek Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Jawa-1 berkapasitas 1.760 MW di Cilamaya, Jabar. Kedua proyek membutuhkan gas cukup besar dan tidak dapat dipenuhi suplai gas domestik. Kebutuhan ini pun ditetapkan setelah mempertimbangkan harga LNG Mozambik yang murah dan hasil kajian konsultan yang saat itu disewa pemerintah/Pertamina. Pembelian LNG ke produser LNG yang akan dideliver setelah LNG Plant selesai konstruksi dan beroperasi adalah cara yang terbaik. Hal ini umumnya dilakukan konsumen LNG Global lain, dengan tujuan mendapat pasokan LNG jangka panjang berkesinambungan dengan harga wajar, seperti telah dilakukan Pertamina dan Indonesia saat menjual LNG nya pada tahun 1970 an. Kondisi tersebut ternyata selaras dengan pemahaman bahwa bisnis LNG adalah bisnis jangka panjang yang membutuhkan kemampuan membaca dinamika pasar baik sebagai penjual maupun sebagai pembeli. Lebih lanjut, dalam proses jual beli LNG, proses negosiasi kontrak LNG memerlukan waktu panjang karena banyaknya faktor-faktor yang harus dipertimbangkan. Kontrak LNG harus dikelola secara profesional dengan terus menerus memperhatikan dinamika pasar, sehingga produksi dapat dicapai tepat waktu. Apa dan Siapa Yang Dibidik Komut Pertamina, Ahok? Pada 10 Februari 2021, Komut Pertamina Ahok menyatakan adanya kejanggalan dalam kontrak impor LNG dari Mozambique. Kata Ahok: "Ada indikasi (dimainkan oleh oknum) makanya kami minta diaudit," Rabu (10/2/2021). Kita tidak paham bagaimana hasil audit yang disebut Ahok tersebut dan bagaimana pula tindak lanjutnya. Belakangan, Komut Pertamina pun mempertanyakan harga kontrak impor LNG yang dianggap sangat mahal. Sikap Ahok ini dikemukakan saat harga migas turun, terutama pada periode 2019-2020. Lalu diperparah pula dengan harga yang turun akibat pendemi Covid-19. Maka, muncullah permintaan agar kontrak LNG tersebut dibatalkan. Kondisi semakin runyam dengan munculnya pernyataan ahli hukum dari satu “law firm” yang sengaja disewa oleh “Manajemen/Dekom Pertamina”. Dikatakan, pembatalan kontrak LNG dapat dilakukan bila ada fraud dalam proses pengadaan. Karena itu, terjadilah pelaporan “kasus impor LNG” tersebut ke Kejaksaan Agung, untuk mencari-cari fraud dimaksud. IRESS sangat ragu jika latar berlakang sikap Ahok di atas, termasuk melaporkan “kasus impor LNG” ke Kajaksaan Agung, terutama dimaksudkan untuk mencegah Pertamina dari kerugian akibat turunnya harga gas dunia. Ditengarai, menurut sumber IRESS yang terpercaya, sebenarnya sikap tersebut bisa saja dilatarbelakangi motif lain. Jika harga gas/LNG yang jadi penyebab, tersedia opsi lain, yaitu dengan menjual kembali. Faktanya, harga migas memang selalu berfluktuasi, naik dan turun. Belum pernah terjadi, harga migas berada pada level rendah dalam waktu cukup lama. Bahkan dalam 1-2 bulan terakhir, harga gas telah naik berlipat-lipat, dan mendatangkan keuntungan yang cukup besar bagi Pertamina dan Indonesia. Dengan demikian, sikap short-sighted (memperlakukan jual/beli LNG layaknya jual-beli mobil bekas) yang ditunjukkan Ahok tersebut sangat tidak relevan untuk menjadi kebijakan korporasi. Oleh sebab itu, wajar jika timbul kecurigaan tentang “motif lain” di balik pernyataan “ada indikasi” yang disebutkan di atas. Mungkin saja ada anggota manajemen yang sedang “dibidik”. Perubahan struktur organisasi (proses pembentukan Subholding) di Pertamina dengan pembubaran Direktorat Gas yang menangani bisnis Gas dan LNG yang terjadi sebelumnya dan hampir bersamaan, juga memberikan dampak ketidakmampuan mengelola bisnis LNG nasional dengan baik. Sehingga mitigasi resiko terhadap pengadaan LNG juga tidak tertangani secara optimal, termasuk juga ikut memicu sikap manajemen/board Pertamina pada saat harga turun. Akibatnya management risiko dalam mengatasi supply/demand sering menjadikan manajemen sebelumnya dianggap telah berbuat kesalahan, termasuk dikaitkan dengan dugaan korupsi. Permasalahan manajemen resiko seperti disebut di atas juga dialami oleh BUMN/PLN dalam proyek listrik 35 GW. Poyek ini berasal dari kebijakan pemerintah dan dianggap sebagai proyek yang tepat dan wajar dijalankan. Namun belakangan proyek bermasalah, terjadi over capacity, BPP listrik naik, dan lain-lain. Maka tampaknya PLN harus menanggung beban dan kesalahan tersebut sendirian, seolah-olah kebijakan 35 GW itu adalah produk PLN dan PLN harus bertanggungjawab. Pemicu lain yang tak kalah penting adalah perseteruan pada high level management Pertamina yang membawa pengadaan LNG ke aparat penegak hukum. Situasi dan kondisi ini berpotensi menimbulkan kendala bisnis LNG dikemudian hari, dan menurunkan kepercayaan pelaku bisnis LNG Global bermitra dengan Pertamina. Sehingga ke depan, hal ini dapat berdampak buruk pada keamanan pasokan energi berkelanjutan dan ketahanan energi nasional. Seperti disampaikan di atas, impor LNG Cheniere dan Mozambique dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya gas shortage. Impor juga dilakukan mengacu pada dokumen resmi pemerintah, yakni Neraca Gas Nasional yang rutin diterbitkan oleh Kementrian ESDM. Banjir pasokan migas dan pandemi Covid-19 telah membuat harga migas anjlok. Jika kebijakan impor dilakukan melalui proses yang pruden dan sesuai prinsip GCG, maka sangat tidak relevan mempersalahkan pihak-pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan karena kerugian akibat harga anjlok tersebut. Melihat fakta bahwa saat ini harga pasar LNG melambung jauh melampui harga kontrak (LNG Cheniere dan Mozambique), karena bisa menjual LNG tersebut ke pasar, maka Pertamina kini justru untung berlipat. Secara matematis, merujuk harga pembelian LNG dalam kontrak, maka harga pasar saat ini memberi keuntungan sekitar $80 juta per kargo atau sekitar $900 juta per tahun. Dan keuntungan tersebut akan dinikmati juga oleh Direksi dan Dekom, termasuk Ahok, dalam bentuk bonus/tantiem. Kalau sudah begini, alasan untuk menyalahkan menjadi tidak relevan. Maka, mungkin perlu dicari “peluru” lain untuk membidik target! [] *) Direktur Eksekutif IRESS

Dramaturgi Panglima TNI (Bagian-2)

Oleh Selamat Ginting KALI ini Presiden Jokowi kesulitan menentukan siapa pengganti Marsekal Hadi Tjahjanto untuk menjadi Panglima TNI. Sesungguhnya jika Jokowi mau, pada Desember 2020 lalu, bisa saja ia mengganti Hadi. Mengingat pada Desember 2020 itu, Hadi sudah tiga tahun menjadi Panglima TNI. Namun ternyata Hadi terus melanjutkan kariernya hingga empat tahun kurang satu bulan. Padahal rata-rata masa jabatan Panglima TNI di era reformasi pada kisaran 2-3 tahun. Bagaimana sesunggunya pola Jokowi memilih Panglima TNI? Mari kita telusuri alurnya sejak periode pertama pemerintahannya. Memang selama Jokowi menjadi presiden, baru dua kali ia memilih panglima TNI. Pertama kali ia memilih Jenderal Gatot Nurmantyo (GN) menggantikan Jenderal Moeldoko. Moeldoko merupakan panglima TNI pilihan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ia menjadi panglima peralihan pemerintahan SBY ke Jokowi. Dimulai pada 30 Agustus 2013 hingga 8 Juli 2015. Sehingga Moeldoko yang ikut pemerintahan SBY selama satu tahun dua bulan, lanjut ‘mencicipi’ awal pemerintahan Jokowi selama kurang dari sembilan bulan. Di situ Jokowi mulai kenal siapa Moeldoko, termasuk loyalitasnya terhadap dirinya. Jadi, panglima TNI pertama pilihan Jokowi bukan Moeldoko, justru Jenderal GN. Pilihan Jokowi terhadap Gatot adalah kejutan politik bila dikaitkan dengan UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI. Terutama pada pasal 13 yang berbunyi: "Jabatan Panglima dapat dijabat secara bergantian oleh perwira tinggi aktif dari tiap-tiap Angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan." Jika dikaitkan dengan kalimat tersebut, maka rotasi dari Moeldoko kepada Gatot, jelas tidak bergantian. Namun, ada multitafsir pada kalimat ‘dapat dijabat secara bergantian’. Artinya bisa dapat, bisa juga tidak dapat (bergantian). Di sini dibuktikan, Moeldoko yang berasal dari matra darat kembali ke Gatot yang juga berasal dari matra darat. Awalnya tentu mengherankan. Sebab, Panglima TNI sebelum Moeldoko adalah Laksamana Agus Suhartono. Jadi, setelah Agus Suhartono dari matra laut maka diberikan kepada Moeldoko dari matra darat. Sehingga diperkirakan yang akan menggantikan Moeldoko dari matra udara, yakni Marsekal Agus Supriatna. Agus Supriatna alumni AAU tahun 1983 dari Korps Penerbang Tempur, memenuhi persyaratan untuk menjadi panglima TNI. Kekurangannya memang satu, yakni bintang tiganya hanya berumur tidak lebih dari sepekan. Jabatan bintang tiganya hanya selama dua hari saja sebagai Kepala Staf Umum TNI. Jadi hanya sebagai persyaratan formal untuk menjadi Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU). Sehingga kematangannya belum teruji untuk memimpin Mabes TNI. Hal ini antara lain, membuat Jokowi memutuskan menunjuk KSAD Jenderal GN. Gatot lulusan Akmil 1982. Satu tahun lebih senior daripada KSAU Marsekal Agus Supriatna maupun KSAL Laksamana Ade Supandi, yang juga lulusan AAL 1983. Gatot pun lebih matang dalam jabatan bintang tiga, sebagai Komandan Kodiklatad serta Panglima Kostrad. Lebih berbobot dan lebih meyakinkan untuk memimpin tiga matra daripada Agus Supriatna. Sedangkan Ade Supandi ‘terganjal’ jatah matra laut, sebab sebelum Moeldoko, Panglima TNI-nya adalah Laksamana Agus Suhartono dari matra laut. Jadi begitulah alur mengapa Jokowi akhirnya memilih GN. Namun dalam perjalanannya, akhirnya Jokowi merasa tidak pas dengan GN. Ada kebijakan politik Jokowi yang tidak sinkron dengan GN, terutama dalam menghadapi kelompok ‘Islam politik’. Keduanya berbeda sikap. Hal ini tampaknya menjadi jalan pemisah keduanya. Buntutnya, Jokowi mencopot GN, tiga bulan sebelum masa pensiunnya tiba. Ia tidak memberikan kesempatan kepada GN untuk menuntaskan jabatannya hingga Maret 2018. Gatot ‘dipenggal’ pada Desember 2017. Operasi ‘memenggal’ GN dilakukan dengan tanpa memberitahukan terlebih dahulu kepada yang bersangkutan. Melalui upaya diam-diam, utusan istana mengirimkan surat presiden (surpres) kepada DPR mengirimkan nama KSAU Marsekal Hadi Tjahjanto untuk menggantikan GN pada Desember 2017. Sebuah kejutan politik di akhir tahun 2017. Gatot terperengah, ia coba ‘melawan’ dengan membuat keputusan kontroversial. GN melakukan mutasi dan promosi jabatan perwira tinggi TNI yang tidak ‘biasa’. Antara lain menjadikan Mayjen Sudirman sebagai panglima Kostrad menggantikan Letjen Edy Rahmayadi. Edy sudah meminta pensiun dini kepada GN untuk persiapan menjadi bakal calon gubernur Sumatra Utara. Surat keputusan Panglima GN yang kontroversial di ujung kariernya itu, langsung dibatalkan ketika Marsekal Hadi resmi dilantik dan memegang tongkat komando Panglima TNI. De-gatot-isasi pun terjadi. Orang-orang lebel GN tersingkir dari pusaran. Mayjen Sudirman pun batal menjadi Panglima Kostrad dan otomatis gagal naik pangkat menjadi letjen. Ia ‘dimaafkan’ di akhir kariernya dengan tetap diberikan promosi jabatan sebagai Komandan Kodiklat TNI dengan kenaikan pangkat bintang tiga. Tapi hanya berumur tak lebih sepekan, kemudian pensiun. Begitulah dramaturgi yang terjadi di Cilangkap, markas besar TNI. Dramaturgi adalah sebuah teori yang mengemukakan bahwa teater dan drama mempunyai makna yang sama dengan interaksi sosial dalam kehidupan manusia. *) Pengamat komunikasi politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas) Jakarta. Kandidat doktor ilmu politik. Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas. Wartawan senior yang banyak mengamati masalah politIk pertahanan keamanan negara.