ALL CATEGORY

Airlangga Klaim Golkar Partai Agamis

Jakarta, FNN - Ketua umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menegaskan partainya sangat memperdulikan agama, walaupun bukan partai agama. "Sekalipun Golkar bukan partai agama, tapi sangat memperhatikan agama. Salah satu bukti adalah Masjid Ainul Hikmah. Kalau saya boleh klaim, mungkin satu-satunya partai politik di dunia yang punya masjid besar di kantornya," kata Airlangga dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu. Hal itu juga disampaikan Airlangga saat menghadiri peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW sekaligus meresmikan Masjid Ainul Hikmah. Kegiatan itu digelar oleh Majelis Ahlul Hidayah di Kantor DPP Partai Golkar, Minggu. Menko Perekonomian itu menjelaskan, filosofi nama Ainul Hikmah adalah mata kebijaksanaan. Oleh sebab itu, dirinya berharap agar seluruh kebijakan yang lahir dari Partai Golkar akan membawa dampak positif bagi seluruh masyarakat Indonesia. "Filosofi masjid ini adalah mata kebijaksanaan. Sehingga kebijakan dari Partai Golkar, baik dari legislatif dan eksekutif harus bijaksana. Biasanya kalau orang bijaksana itu sudah penuh kematangan, kearifan dan kedewasaan," jelas Airlangga. Selain itu, masjid ini terdiri dari 44 pilar yang itu juga memiliki filosofi tersediri. Bila merujuk pada urutan Asmaul Husna, yaitu Al-Mujib dan artinya maha mengabulkan. Airlangga berharap dengan kegiatan tersebut dapat membawa keberkahan untuk Partai Golkar dan Indonesia. "Kami harap dengan sholawat Nabi Muhammad SAW kita berharap bisa mencontoh kehidupan Nabi Muhammad SAW yang penuh keteladanan. Beliau merupakan manusia yang sempurna dan seluruh kehidupan harus kita ikuti, sehingga membawa rahmat," kata Airlangga. Airlangga berharap agar dengan terus memanjatkan syukur kepada Allah dan Nabi Muhammad SAW, pandemi COVID-19 yang sedang melanda Indonesia dapat segera berakhir. Dalam kesempatan tersebut, Airlangga juga meminta restu para habaib dan alim ulama di tanah air untuk Partai Golkar dalam menyongsong agenda Pemilu dan Pilkada 2024. "Kami juga berharap semoga dalam hajatan Pemilu 2024 diberikan jalan dan kemenangan dalam Pileg, Pilpres dan Pilkada 2024," kata Airlangga. Pimpinan Majelis Ahbabul Musthafa-Solo Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaff yang juga hadir dalam acara itu memimpin langsung sholawat bersama ribuan kader dan syekher mania yang juga mengikuti secara virtual. Dalam kegiatan itu, turut dihadiri oleh Pengasuh Majelis Asmaul Husna Jakarta Habib Luthfi Bin Ahmad Alatas, Pimpinan Majelis Ahbabul Musthafa-Solo Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaff, Pengasuh Pondok Pesantren Tahfizh Daarul Quran Tangerang KH Yusuf Mansur dan Sekretaris Dewan Pertimbangan MUI Pusat KH Zulfa Mustafa. Selanjutnya, Pimpinan Majelis Ahlul Hidayah KH Nusron Wahid, Menpora Zainuddin Amali, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, Sekjen Partai Golkar Lodewijk F. Paulus dan Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia serta Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan. (sws, ant)

Pengamat Politik Sebut Prabowo Capres Pilihan Milenial

Jakarta, FNN - Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno menyebut Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menjadi bakal calon presiden pilihan milenial dan generasi Z. "Data itu berdasarkan hasil laporan jajak pendapat Libang Kompas. Jadi, Prabowo tak banyak Gimmick. Lurus saja bekerja tanpa hingar bingar apapun," jelas Adi Prayitno dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu. Hasil jajak pendapat Litbang Kompas, sebanyak 17,4 persen milenial memilih Prabowo Prabowo Subianto jika pemilu dilakukan saat ini. Selain dari generasi milenial, Prabowo juga mendapat dukungan dari kalangan Gen Z dengan angka 13,7 persen. Hasil itu lebih baik dibanding dukungan terhadap Anies Baswedan sebanyak 11,7 persen, Tri Rismaharini sebanyak 7,8 persen dan Ridwan Kamil sebanyak 5,9 persen. Dalam laporan itu, pilihan kepada Prabowo tidak terlepas dari popularitasnya sebagai calon presiden di dua edisi pemilu sebelumnya. Posisi Menteri Pertahanan di kabinet Jokowi juga ikut mengenalkan Prabowo kepada generasi muda. "Totalitasnya sebagai menteri mendapat respons positif. Millenial itu pikirannya simpel. Suka dengan figur yang bekerja, bukan bekerja mengiklankan diri terus," kata Adi yang juga Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia itu. Selain berdasarkan kinerja, Adi menjelaskan milenial dan Gen Z melihat sisi heroisme dalam kerja-kerja Prabowo membantu merealisasikan visi dan misi Presiden Jokowi di Kabinet Indonesia Maju. "Artinya, membangun citra dengan kerja, jauh lebih dirasa millenial ketimbang selalu membangun citra tapi minim kerja," kata Adi menegaskan. Mengutip hasil sensus penduduk 2020 jumlah proporsi penduduk Indonesia yakni post Gen Z (di bawah 8 tahun) sebanyak 10,88 persen, Gen Z (8-23 tahun) sebanyak 27,94 persen, Milenial (24-39 tahun) sebanyak 25,87 persen, Gen X (40-55 tahun seanyak 21,88 persen, Baby Boomer (56-74 tahun) sebanyak 11,56 persen dan Pre-boomer (di atas 74 tahun) sebanyak 1,87 persen. (sws, ant)

Anies Baswedan Dihadang, Pertanda Elit Politik Memang Jahat

By Asyari Usman KALAU perilaku elit politik tetap seperti sekarang ini, Indonesia tak bakalan bisa keluar dari krisis multi-dimensi. Apalagi bermimpi mau menjadi negara maju. Tidak mungkin. Bangsa ini akan terpuruk terus. Elit politik sudah melihat dengan terang-benderang bahwa Jokowi-lah yang menjadi penyebab berbagai krisis yang sedang terjadi saat ini. Tak mungkin mereka tidak tahu. Kecuali memang tak mau tahu. Mereka pasti paham bahwa Jokowi terus menumpuk problem, tanpa solusi yang tepat. Anehnya, elit politik tetap setia pada kepemimpinan yang amburadul itu. Bahkan mereka menunjukkan keinginan untuk melanjutkan era Jokowi. Melanjutkan inkompetensi. Melanjutkan disorientasi. Melanjutkan malapetaka yang menimpa bangsa dan negara ini. Keinginan untuk melanjutkan keamburadulan Jokowi itu terlihat dari sikap membebek yang diperlihatkan oleh sebagian besar politisi senior. Mereka mendukung skenario yang bertujuan untuk mencegah figur yang mampu membangkitkan Indonesia. Mereka tak suka Anies Baswedan menjadi presiden. Sebaliknya, Indonesia memerlukan Anies. Celakanya, taktik-taktik busuk untuk merintangi Anies disokong habis oleh elit politik senior. Hanya segelintir yang menginginkan gubernur Jakarta itu memimpin Indonesia. Bermacam-macam taktik mereka jalankan untuk menghadang gubernur yang telah menunjukkan kapabilitas, kapasitas, dan integritas itu. Ada taktik “presidential threshold” 20% (PT) yang sangat mungkin menjegal Anies. Ada taktik mengkooptasi parpol-parpol bejat ke dalam koalisi penguasa. Ada taktik pilkada serentak yang diundurkan. Ada taktik penunjukan pegawai negeri, polisi dan tentara sebagai pelaksana tugas (Plt) kepala daerah bakal yang habis masa jabatan tapi pilkadanya diundur itu. Taktik Plt ini akan digunakan untuk mengendalikan hasil pilkada 2024 di ratusan kabupaten/kota dan provinsi. Semua pikiran jahat mereka dijadikan taktik. Dan semua ini didukung oleh elit politik. Jadi, apa sebutan yang harus diucapkan terhadap elit politik itu kecuali “elit politik jahat”? Mereka inilah yang akan menghancurkan Indonesia. Mereka akan memelihara kesinambungan era Jokowi yang penuh dengan kekacauan. Mereka secara berjemaah akan melakukan apa saja strategi untuk mencegah Anies menjadi presiden. Begitulah pikiran jahat elit politik. Sulit dipahami. Indonesia sedang memerlukan figur seperti Anies Baswedan, tapi para penguasa politik tidak rela itu terjadi. Hebatnya, begitu banyak intelektual yang mengerti buruk-baik, yang melihat sendiri “leadership” Anies, bisa pula terbawa masuk ke perkumpulan orang-orang yang mendukung keberlanjutan era kekacauan ini. Sungguh tidak masuk akal. Di luar nalar. Begitu pun, kita tetap berharap agar orang-orang yang masih waras di DPR dan DPD berusaha menghapuskan PT yang merugikan rakyat itu. Ini sangat penting. Sebab, kelompok yang menginginkan perpanjangan masa jabatan Jokowi akan mencoba mempertahankan PT karena inilah salah satu cara untuk menghadang Anies. Rakyat tentu tidak buta. Mereka tahu siapa-siapa yang berada di belakang skenario licik itu. Dan rakyat paham bahwa penghadangan terhadap Anies merupakan isyarat tentang elit politik yang berpikiran jahat. Yakinlah, rakyat akan melawan kebusukan itu.[] Penulis wartawan senior FNN

Sesak Jubah Kemunafikan

Oleh: Yusuf Blegur Benar dan terbukti apa yang dikatakan Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam Al Quran. Bahwa sesungguhnya demi masa manusia dalam keadaan merugi. Betapapun Al Quran telah diturunkan menjadi panduan hidup sebagai petunjuk dan pembeda, kerap kali manusia lebih senang memilih jalan kesesatan. Selain mengabaikan apa yang menjadi perintah dan laranganNya. Semakin banyak yang dzolim pada dirinya sendiri dan berbuat keji pada orang lain. Bahkan di Indonesia yang dikenal sebagai negara yang masyarakatnya religius dan memilki keluhuran adab ketimuran yang tinggi sekalipun. Kian kemari terasa meninggalkan nilai Ketuhanan dan kemanusiaan. Ada pergeseran drastis dari masyarakat yang terbiasa menggenggam nilai-nilai, kini mengejar materi. Bangsa Indonesia kini bermetamorfosis menjadi masyarakat primitif di era modern. Menjadi jahiliyah di tengah peradaban yang mengusung kemajuan informasi dan teknologi. Atas nama Panca Sila, atas nama UUD 1945 dan atas nama NKRI. Juga atas nama Rakyat Indonesia. Pada akhirnya hanya menjadi jargon-jargon dan simbol yang memuakkan. Kehidupan mayoritas orang Indonesia tidak hanya berlandaskan prinsip-prinsip liberal dan sekuler. Tanpa sadar ataupun dengan penuh kesengajaan. Pemimpin-Pemimpin dan kebanyakan rakyat Indonesia cenderung menjadi masyarakat materialistik dan hedon. Seakan manusia hanya hidup di dunia mencari kenikmatan dan kepuasan semata. Mengejarnya dengan segala cara dan resiko apapun sampai mati. Perspektif kehidupan akhirat dianggap sebagai sebuah fantasi dan ilusi. Masyarakat yang secara esensi dan subtansi miskin spiritual dan kerapkali menjual aqidahnya. Dalam tinjauan struktur sosial dan sistem nilai. Negara Indonesia tak ubahnya tempat berhimpun masyarakat tak beragama. Satu kenyataan yang tidak bisa dipungkiri, agama menjadi simbol dan formalitas semata. Agama hanya kelengkapan status sosial dan sekadar pemantas. Sementara keberadaan Tuhan dianggap sesuatu yang absurd dan dan tak berwujud sebagai solusi problematika kehidupan manusia. Berhala Modern Kecenderungan menumpuk harta, memburu jabatan dan mengekploitasi kenikmatan hidup di dunia. Seiring waktu membentuk habit dan melahirkan perangai komunal. Perilaku individual dan egosentris menjadi terlanjur kuat mendominasi dan menghegemoni interaksi sosial dalam tananan personal, kelompok atau golongan dan negara. Apa yang kemudian dikenal dengan istilah kebebasan hakiki dan privasi muncul sebagai keangkuhan pribadi. Pola ini semakin mengokohkan superiotas individual dalam ranah sistem kapitalistik . Sementara negara jumawa mengubur agama dan mengusung sekulerisme dan liberalisme. Rakyat terus disuguhi menu multi distorsi. Indonesia melahap makanan campur aduk monarki, otokrasi, oligarki, borjuasi korpirasi, otoritarian dsb. Demokrasi cuma basa-basi. Di lain sisi agama sejak lama dianggap candu masyarakat. Islam diposisikan sebagai bahaya laten. Indonesia yang kaya sumber daya alam dan memiliki beragam potensi lainnya. Sayangnya hanya ditempatkan sebagai obyek penderita. Setelah menjadi pasar bagi dunia. Tempat orang berdagang dan transaksi. Maka jual beli lintas barang dan modal itu. Hanya menampilkan tawar menawar dan kesepakatan. Bersamaan dengan itu yang utama dan paling penting adalah perputaran keuntungan dan pengelolaan modal berkesinambungan. Dalam suasana hiruk-pikuk pasar dunia yang sesungguhnya merupakan globalisme. Tempat siasat dan manuver ideologi dunia yang licik. Selain dikeruk hartanya, masyarakatnya menjadi serakah dan bermental korup. Berwajah bengis dan menindas. Tidak berhenti disitu. sebuah kerugian yang teramat besar mengikuti semua kerusakan sistem itu. Masyarakat Indonesia mulai menggadaikan agamanya. Menjual aqidahnya. Tanpa malu melecehkan syariat. Mengabaikan kekuasaan Tuhan yang sebenarnya. Menuhankan harta dan jabatan demi kesenangan dunia. Kemudian dengan tanpa beban. Semuanya menjadi berhala modern. Begitu bangga dan penuh kesombongan, hidup dengan menghirup nafas kemunafikan. Penulis, Pegiat Sosial dan Aktifis Yayasan Human Luhur Berdikari.

Yaqut Semakin Parah

By M Rizal Fadillah SEMAKIN semrawut saja cara pandang dan berfikir Menag Yaqut Chalil Qoumas. Pada acara Hari Santri 2021 RMI-PBNU ia menyatakan bahwa Kemenag itu bukan hadiah untuk umat Islam tetapi hadiah untuk NU. "Saya bantah, bukan. Kemenag hadiah untuk NU secara khusus, bukan untuk umat Islam secara keseluruhan". Weleh sepicik ini cara pandang seorang Menteri, Menteri Agama lagi. Tambah Yaqut, "spesifik untuk NU, nah jadi wajar kalau sekarang NU memanfaatkan banyak peluang yang ada di Kemenag". Hwa ha haa luar biasa lucu, seperti anak kecil yang berkacak pinggang didepan anak anak lain lalu menunjukkan sok jagonya dan berteriak bahwa semua yang ada adalah kepunyaan dirinya. Ini di dunia fantasi, dunia boneka, dunia anak-anak, atau dunia nyata dan dewasa ? Seakan tak percaya ada berita seperti ini. Bung Yaqut, di samping NU itu ente tahu ada banyak Ormas keislaman dan keagamaan lainnya. Mereka adalah bagian dari agama yang dilindungi di negeri ini. NU bukan satu-satunya organisasi yang bisa main klaim. Kemenag itu bukan hanya milik NU. Menteri Agama Republik Indonesia pertama adalah Haji Mohammad Rasyidi yang diangkat oleh Presiden Soekarno dalam Kabinet Syahrir II. Menjabat dari tanggal 3 Januari 1946 hingga 2 Oktober 1946. HM Rasyidi berpendidikan Islam modern, tokoh Islam terkemuka, dan yang pasti bukan NU. Menteri Agama pun berganti ganti dari berbagai organisasi termasuk cendekiawan atau dari yang berlatar belakang militer. NU tidak boleh main klaim dan rebut secara sewenang-wenang dengan mengingkari sejarah pendirian Kemenag yang dicanangkan untuk berkhidmat bagi semua agama termasuk umat Islam secara keseluruhan. Pembentukan Kemenag dimulai dari usul Muhammad Yamin dalam Sidang kedua BPUPKI tanggal 11 Juli 1945. "Tidak cukuplah jaminan kepada agama Islam dengan Mahkamah Tinggi saja, melainkan harus kita wujudkan menurut kepentingan agama Islam itu sendiri. Pendek kata menurut kehendak rakyat, bahwa urusan agama Islam yang berhubungan dengan pendidikan Islam, wakaf dan masjid dan penyiaran harus diurus oleh kementrian yang istimewa yaitu yang kita namai Kementrian Agama". Setelah terhambat pembentukan untuk merealisasikan usul Moh. Yamin tersebut, akhirnya Presiden Soekarno dan Moh Hatta menyetujui agenda pembentukan Kementrian Agama, dan diangkatlah HM Rasyidi tokoh Muhammadiyah menjadi Menteri Agama pertama. Pembentukan mana didukung pula oleh HM Natsir tokoh Masyumi. Jadi pembentukan Kementrian Agama tidak ada hubungan dengan hadiah kepada NU. Apalagi dikaitkan dengan pencoretan 7 kata sila pertama Pancasila hasil rumusan Piagam Jakarta. Perlu diketahui bahwa tokoh yang berjasa di samping tokoh-tokoh Islam lain adalah Ki Bagus Hadikusumo Ketua Muhammadiyah bersama rekan seorganisasinya Mr Kasman Singodimedjo yang juga menjadi anggota PPKI. Nah Yaqut memang parah dan semakin parah saja. Terus membuat gaduh dunia keagamaan. Menteri ini bukan menjadi figur negarawan penyejuk tapi pemanas umat. Betul menurut tokoh Islam Anwar Abbas bahwa jika betul bahwa Kemenag hanya menjadi wadah yang dimanfaatkan untuk NU, sebaiknya Kemenag itu dibubarkan saja. Atau pilihan yang paling bijak, segera berhentikan Menteri Agama, ganti Yaqut Cholil Qoumas. *) Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Pertani Pasok Benih Padi Sebanyak 25.203 Ton hingga Oktober 2021

Jakarta, FNN - PT Pertani (Persero) selaku BUMN klaster pangan mengungkapkan telah menyalurkan benih padi sebanyak 25.203 ton hingga Oktober 2021. Direktur Utama PT Pertani (Persero) Maryono mengatakan, hingga Oktober 2021 perusahaan mencatat telah memasok benih padi sebanyak 25.203 ton atau untuk kebutuhan luasan lahan sawah sekitar satu juta hektare. "Hingga Oktober 2021 ini kami memasok benih padi untuk lebih dari 1 juta hektare sawah ke lebih dari 24 provinsi di Indonesia. Dimana jumlah tersebut dapat menghasilkan sekitar 3 juta ton beras atau 10 persen dari kebutuhan beras nasional yang sebesar 30 juta ton," ujar Maryono dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu. Pasokan benih ini disalurkan langsung ke para petani yang diajukan Kementerian Pertanian RI melalui Direktorat Perbenihan, Direktorat Serealia, Direktorat Perlindungan Tanaman dan Hortikultura serta Dinas Pertanian Daerah baik Provinsi, Kota dan Kabupaten melalui program e-Katalog Benih Padi dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Maryono menyampaikan, produksi benih padi yang dilakukan Pertani selama ini juga dilakukan melibatkan kelompok tani yang tentunya dapat mendukung kesejahteraan petani melalui program opkup atau serap gabah petani. Program tersebut dicanangkan melalui sinergi antar Kementerian baik Kementerian BUMN dan Kementerian Pertanian RI yang pada akhirnya terjadi peningkatan kesejahteraan petani. Dirinya juga optimistis setelah merger serta tergabung dalam holding pangan yang dipimpin PT RNI , perusahaan akan mendapatkan lebih banyak kepercayaan dari para konsumen mengingat penjualan benih PT Pertani sebelumnya cukup baik yang pada tahun 2020 disaat pandemi, penjualan benih padi PT Pertani mengalami kenaikan dengan membukukan penjualan benih padi sekitar 31.000 ton. Setelah ditetapkannya Peraturan Presiden Nomor 98/2021 Tentang Penggabungan Perusahaan Perseroan PT Pertani ke dalam PT Sang Hyang Seri ( Persero ) yang telah ditandatangani pada 15 September 2021. PT Pertani (Persero) tetap menjalankan kegiatan operasionalnya baik pada bidang produksi maupun penjualan. Sebelumnya Direktur PT RNI Arief Prasetyo Adi mengatakan BUMN Klaster Pangan, akan terus melakukan inovasi pengembangan produk dan model bisnis. Hal ini seiring dengan proses pembentukan Holding BUMN Pangan yang saat ini masih berjalan. Arief berharap, saat holding BUMN Pangan telah resmi terbentuk, BUMN pangan dapat langsung berlari menjalankan berbagai inisiatif strategis guna mendukung terwujudnya ketahanan pangan dan meningkatkan kesejahteraan para petani, peternak, serta nelayan. (mth)

Muktamar-34: Muktamar NU Itu Bukan Pemilihan Presiden (5)

Oleh: Mochamad Toha KH Nadirsyah Hosen membuat tulisan dengan judul, “Muktamar NU Bukan Pilpres”. Tulisan Ketua PCI-NU Australia itu tersebar di grup WA warga NU. Menurutnya, Keputusan Munas NU untuk melaksanakan Muktamar ke-34 NU pada Desember 2021 membuat suasananya menjadi hangat. Muncullah nama-nama kandidat yang bertebaran di publik. Bagaimana sebaiknya menyikapinya? Ada dua posisi yang akan ditentukan dalam Muktamar-34, yaitu Rais Am pada level Syuriyah dan Ketua Umum pada level Tanfidziyah. Rais Am adalah pemimpin tertinggi NU. Biasanya diamanahkan kepada ulama sepuh yang ahli fiqh, yang mengayomi dan menjadi teladan sikap dan tutur katanya. Biasanya para ulama sepuh akan rebutan menolak posisi ini, karena sadar sepenuhnya betapa berat menempati maqam ini. Terkenal dialog para kiai sepuh yang saling menolak. Kiai As’ad (KH As’ad Syamsul Arifin) berkata, “Jikalau Malaikat Jibril turun dari langit meminta saya menjadi Rais Am, saya pun akan menolaknya”. Kiai As’ad kemudian mengusulkan Kiai Mahrus (KH Mahrus Aly). Pengasuh Ponpes Lirboyo ini juga menolaknya: “Jangankan Malaikat Jibril, kalaupun Malaikat Izrail turun dan memaksa saya, saya tetap tidak bersedia!” Akhirnya disepakatilah yang terpilih adalah KH Ali Maksum dari Krapyak, yang justru tidak hadir dalam pertemuan. Gus Mus (KH Mustofa Bisri) dari Rembang berkisah bagaimana seharian Gus Mus duduk bersimpuh tidak bergerak di luar kamar Kiai Ali Maksum menunggu kesediaan Sang Kiai. Pada akhirnya Sang Kiai keluar kamar menyetujui penunjukkan itu dengan berurai mata. Gus Mus terkena ‘karma’ peristiwa tersebut. Giliran beliau di Muktamar-33 Jombang yang terpilih oleh 9 Kiai sepuh (AHWA). Namun beda dengan gurunya, beliau malah tetap kukuh menolak, sehingga para ulama mengalihkan amanah itu kepada KH Ma’ruf Amin. Intinya adalah para ulama sepuh dan para Kiai dari jajaran Syuriah yang tahu siapa yang lebih pantas menjadi Rais Am. Akan terasa aneh kalau di luar itu ada yang sibuk dukung sana-sini seolah membenturkan para Kiai sepuh. Rais Am itu bukan sekadar pimpinan para ulama, tapi pemimpin spiritual dan faqih sekaligus. Posisi ini tidak untuk diperebutkan. Sebab, tidak ada kompetisi. Serahkan pada Kiai sepuh untuk menentukan dengan kearifan dan kejernihan para Kiai. Bagaimana dengan posisi Ketum Tanfidziyah? Karena usulan agar posisi ini juga dipilih AHWA telah ditolak di Munas, maka kemungkinan besar akan terjadi pemilihan dan kontestasi para kandidat merebut suara muktamirin. Namun demikian, spiritnya tetap harus sama. Sebagai pelaksana kebijakan para ulama Syuriyah, maka posisi Tanfidziyah tidak berdiri sendiri. Posisi ini adalah kepanjangan tangan para ulama. Posisi ini adalah pelayan ulama sekaligus pelayan umat. Ini juga bukan posisi yang main-main. Untuk itu, meski kelak pemilihannya berdasarkan voting dari suara wilayah dan cabang, tidak boleh ajang Muktamar seolah menjadi gelaran pilpres di mana incumbent berkontestasi dengan penantangnya. “Para kandidat tidak perlu mengerahkan timses atau buzzer di medsos,” ujar Kiai Nadirsyah Hosen. Na’udzubillah. Mau jadi pelayan ulama dan umat saja kok rebutan? Menurutnya, para kandidat juga tidak perlu sahut-sahutan di media. Jangan mau digoreng sana-sini dan diframing macam-macam, seperti layaknya Pilpres. “Marwah Muktamar NU harus dijaga,” tegasnya. Warga Nahdliyin juga jangan mau dibuat polarisasi mendukung kandidat A dan menolak kandidat B. Atau sebaliknya. Kiai Nadirsyah Hosen menyebut, boleh dukung tapi jangan mutung. “Biasanya di NU itu yang kepengen banget malah gak jadi. Adab harus dijaga. Kedepankan maslahat, bukan muslihat. Mari kita buat suasana adem,” lanjutnya. Mari kita menuju Muktamar dengan gembira dan penuh persaudaraan. Siapa tahu kelak Malaikat Jibril dan Izrail pun bergumam: “Tanpa perlu kami turun ke arena Muktamar pun, suasana Muktamar sudah sejuk dan muktamirin memilih yang terbaik.” Insya Allah bi idznillah. Muktamar Sogokan? KH Luthfi Bashori mengatakan, kabar burung hingga sampai ke telinganya, pada Muktamar NU yang bakal digelar di Lampung tahun ini, juga tak lepas dari adanya praktek sogok-menyogok, seperti yang terjadi pada muktamar Makassar dan Jombang. Sejumlah calon Ketua PBNU yang sengaja diviralkan namanya di tengah masyarakat, berusaha akan mempengaruhi atau bahkan sudah ada yang menggelontorkan sejumlah dana kepada calon para peserta muktamar. “Yaitu, kalangan yang mempunyai hak pilih pada momentum pemilihan ketua umum PBNU ke depan,” ujar Kiai Luthfi Basori, Syuriah MWC NU Singosari, Kabupaten Malang ini. Masih dalam lingkaran kabar burung, kini ada calon ketua umum yang menjadi sahabat Israel, maka ia pun mendapat dana besar dari Yahudi Israel, yang akan dipergunakannya membiayai pencalonan dirinya, demi mendapatkan jabatan ketua umum PBNU. Menurut Gus Luthfi, panggilan akrab Kiai Luthfi Basori, ada juga calon ketua umum yang telah menggaet 9 Naga dan konglomerat hitam China untuk membiayai pencalonan dirinya dalam muktamar nanti. Tak pelak persaingan ‘bos asuh’ ini pun terjadi, hingga isu-isu pun mencuat di kalangan warga nahdliyyin, bahwa calon A kini tengah berseteru dengan calon B, padahal semula mereka itu satu tim, “Tapi karena adanya sumber dana dan kepentingan yang berbeda, maka terjadi persaingan yang tidak sehat,” tegas Kiai Luthfi Bashori dari Malang. Siapakah pihak yang sangat potensi berdosa ‘memakan’ uang sogokan di muktamar tersebut? Tentunya para calon pemilih yang tidak memiliki sifat amanah dan wara’ dalam mengemban kewajiban berorganisasi. Calon pemilih yang tidak dapat memilah mana dana yang halal dan mana yang haram. Calon pemilih yang mudah dirayu oleh setan, hingga tidak memiliki rasa takut ancaman siksa akhirat. Sabda Rasulullah SAW: “Ada tiga perkara, barang siapa ketiganya berada dalam dirinya, ia pasti mendapat pahala dan keimanan yang sempurna, yaitu: akhlak baik yang disandangnya dalam kehidupan bermasyarakat; sifat wara’ (berhati-hati) yang mencegahnya dari hal-hal yang diharamkan Allah SWT; dan sifat penyantun yang membuatnya memaafkan kebodohan orang yang jail terhadap dirinya.” HR. Al-Bazzar melalui Sayyidina Anas RA Gus Luthfi menjelaskan,wara’ yang dimaksud adalah sifat menjauhkan diri dari hal-hal yang syubhat (hukumnya samar-samar), apalagi terhadap hal-hal yang diharamkan oleh Allah. Padahal urusan sogok menyogok itu sangat jelas sekali diharamkan dalam syariat, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda: "Yang menyogok dan yang disogok itu akan masuk neraka." (HR. Imam Ath-Thabrani). (Selesai) Penulis Wartawan FNN.co.id

Mengembalikan Daulat Maluku Sebagai Negeri Maritim (Bag-1)

by Dr. Saidin Ernas Tahun 2017 silam, saya mendapatkan kehormatan untuk menghadiri sebuah Focus Group Discussion (FGD) tentang upaya membangun dunia kemaritiman di Maluku. Diskusi tersebut dihadiri Gubernur Maluku, Wakil Ketua DPD RI Ibu Ratu Hemas beserta empat anggota DPD RI asal Maluku. Selain itu, hadir juga sejumlah ahli politik, ekonomi, dan kebudayaan. Tidak ketinggalan para ahli kelautan dari Universitas Pattimura Ambon. Beberapa guru besar kelautan dari Universitas Pattimura mempresentasikan potensi ekonomi kelautan di Maluku. Potensi yang bila dikonversi kedalam rupiah, maka nilai keekonomiannya diyakini mampu menopang kesejahteraan seluruh rakyat Maluku. Bahkan dapat menyumbang secara siginifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional Indonesia. Melalui tulisan ini saya tidak akan menceritakan tentang nilai keekonomian atau angka-angka ekonomi kelautan yang fantastis itu. Saya justru tertarik dengan kritik seorang anggota DPD RI asal Maluku yang juga seorang guru besar di sebuah universitas di Jakarta. Anggota DPD itu menyangsikan hipotesis bahwa masyarakat Maluku adalah kelompok masyarakat yang memiliki mentalitas dan karakter yang dibutuhkan sebagai bangsa pelaut yang Tangguh. Bangsa pelaut tangguh sebagaimana yang jamak ditemukan pada para pelaut Mandar dan Bajo di Sulawesi Selatan atau nelayan-nelayan Banyuwangi dan Madura dari Jawa Timur. Nelayan-nelayan Maluku hanya berlayar di sekitar laut Maluku. Itupun sekedar menjalani aktifitas kenelayanan secara temporal. Sebab umumnya nelayan Maluku mengandalkan pendapatannya dari aktifitas pertanian dan perkebunan. Bila dipahami secara sepintas, apa yang dikatakan senator asal Maluku tersebut pasti dapat dibenarkan. Sebab pada realitasnya para nelayan di Maluku bukanlah pelaut dan nelayan tangguh. Bukan nelayan yang berani menantang samudra hingga batas terjauh. Para nelayan Maluku juga tidak memiliki budaya terkait penguasaan teknologi kenelayanan, seperti perkapalan yang dapat digunakan untuk menopang aktifitasnya. Perahu-perahu di Maluku, seperti kora-kora, koli-koli atau giuk adalah perahu tradisional yang sulit melakukan pelayaran jarak jauh. Namun bagi semua kesan tersebut adalah kesimpulan yang masih dangkal dan perlu diklarifikasi lebih seksama. Apakah benar masyarakat Maluku adalah sebuah komunitas kepulauan yang telah melupakan alam kelautan dan pesisir yang mengitarinya? Sehingga nelayan Maluku tidak memiliki etos sebagai bangsa maritim yang patut dibanggakan lagi? Ataukah kondisi tersebut merupakan sebuah realitas yang tercipta melalaui berbagai bentuk politisasi dan rekayasa sosial yang telah berlangsung lama. Tiga fakta kehancuran bila kita membaca sejumlah data sejarah. Secara historis aktifitas kelautan di Maluku bukan sekedar aktifitas kenelayanan yang rapuh. Tetapi lebih dari itu berkaitan dengan fakta kehancuran kebudayaan dari suatu masyarakat maritim yang pernah berjaya. Masyarakat Maluku bukanlah kamunitas yang tidak mencintai laut, ombak, ikan, batu, karang dan angin yang terhampar di depan matanya. Masyarakat Maluku dulu adalah pelaut-pelaut yang tangguh. Peluat yang menjajah lintas samudera yang disegani kawan dan lawan. Pelaut-pelaut Maluku adalah pedagang-pedagang kaya yang pernah menguasai jalur perdagangan rempah dan hasil laut yang bernilai ekonomi tinggi. Mereka pernah berjaya dan memeriahkan aktifitas perdagangan dunia pada abad 16 hingga abaad 18, yang berpusat di perairan Maluku. Harus diakui, dunia kemaritiman Maluku mengalami kemunduran, kehancuran dan kejatuhan secara perlahan-lahan. Setidaknya ada tiga situasi yang menyumbang kepada realitas tersebut. Baik itu berupa tragedi yang dapat dilacak sejak masa lalu, maupun dinamika sosial politik kontemporer sebagai akibat kekeliruan kebijakan pembangunan pada masa Indonesia Moderen. Fase pertama dari kehacuran peradaban maritim Maluku itu bisa dilacak pada era kolonialisme. Sejarawan LIPI Muridan Widjoyo mencatat bahwa masyarakat Maluku adalah pelaut-pelaut tangguh yang biasa melayari nusantara, bahkan hingga ke India. Mereka menjalankan aktifitas perdagangan rempah-rempah secara independen dengan berbagai bangsa. Catatan Muridan (2014) dan juga Roy Ellen (1986) menyebutkan hiruk pikuk perdagangan tersebut. Para nelayanan di wilayah Seram Timur dan Tenggara menguasai jalur perdagangan sendiri, yang mereka sebut sebagai Sosolat. Jalur Sosolat biasanya melewati jalur Selatan yang memanjang dari pulau-pulau di Papua Barat, Seram Bagian Timur dan Tenggara, Timor, Bali, Banten, Bengkulu di Sumatera hingga Madras di India. Jalur ini merupakan jalur perdagangan ilegal di luar jalur perdagangan monopoli yang secara resmi dikuasai oleh kolonial Belanda. Terdapat ratusan kapal dan perahu yang dikendalikan para pedagang dan pelaut Seram yang memuat berbagai bahan rempah-rempah untuk dijual ke Bali, Sumatera hingga India. Aktifitas tersebut sempat membuat harga komoditas rempah-rempah yang dimonopoli Belanda jatuh di pasaran dunia. Akibatnya, pemerintah Belanda marah besar. Dampaknya, Belnada menyebut orang-orang Seram Timur sebagai bajak laut dan penipu. Menghadapi kenyataan ini, Gubernur Amboina Bernardus Van Pleuren (1785-1788 ) Gubernur Jendral Belanda di Batavia. Dalam suratnya Bernardus Van Plueren menyebut orang-orang Seram Timur yang menguasai aktifitas perdagangan tersebut sebagai “penipu yang paling tidak bisa dipercaya di seluruh dunia”. Akhirnya pemerintah Kolonial yang merasa dirugikan oleh aktifitas perdagangan tersebut melakukan “aksi penertiban” (hongi) secara besar-besaran melalui perang dan kekerasan. Kapal-kapal dan perahu yang mendukung aktifitas perdagangan di tangkap, dibakar dan dimusnahkan. Para pelaut dan pembuat kapal berbadan besar juga ditangkap dan dibunuh. Bahkan sejumlah perkampungan di pesisir seram dibumihanguskan. Operasi penertiban tersebut menandai fase-fase paling awal dari runtuhnya budaya kemaritiman Maluku. Sebab sejak saat itu masyarakat semakin berjarak dengan lautnya. Laut dipunggungi masyarakat Maluku. Halaman depan rumah yang tadinya mengahadap ke laut dipaska untuk berhadapan dengan gunung. Dapur rumah yang semula menghadap ke gunung, dipaksa untuk dibalik menghadap ke laut. Masyarakat dipaksa melalui berbagai cara untuk fokus hanya menanam dan merawat Pala dan Cengkeh yang dimonopoli kolonial Belanda. Fase kedua yang turut menghancurkan budaya kemaritiman Maluku adalah saat Indonesia Merdeka. Ketika rezim Orde Lama serta Orde Baru memilih menfokuskan pembangunan pada wilayah daratan. Pembangunan juga hanya difokuskan di Jawa dan Sumatera sebagai daratan paling potensial bagi aktifitas pertanian dan perkebunan. Sering terdengar ucapan lawas, “Maluku adalah masa lalu, Jawa adalah masa kini dan Sumatera adalah masa depan”. Pembangunan yang beroriantasi daratan memiliki implikasi serius. Sebab wilayah kepulauan seperti Maluku semakin merana, ditinggal dan dilupakan. Tidak ada kegiatan pembangunan yang strategis di Maluku. Laut dan kepulauan dianggap sebagai sesuatu yang tidak prospektif dan menghambat kemajuan. Aksi-aksi penjarahan terhadap hasil laut di Maluku oleh berbagai kapal nelayan asing juga dibiarkan tanpa ada hukuman yang maksimal. Maluku yang tertinggal semakin sulit saja untuk berkembang. Apalagi tidak memperoleh sumber daya yang cukup untuk membangun wilayahnya. Padahal secara geografis Maluku terdiri dari pulau-pulau kecil dan lautan yang luasnya mencapai 92%. Kekayaan Maluku strategis ini tidak dianggap penting oleh pemerintah pusat. Akibatnya, Maluku tetap berada pada posisi sebagau saalah satu provinsi termiskin di Indonesia. Adapun fase ketiga yang bisa dicatat sebagai bentuk keruntuhan peradaban kemaritiman di Maluku adalah ketika rezim reformasi di era SBY menolak inisiatif rakyat Maluku membentuk otonomi propinsi kepulauan. Suatu inisiatif yang dipercaya akan mampu mendorong percepatan pembangunan di Maluku. Secara teoritis akan terjadi mobilisasi sumber daya ekonomi dan politik untuk menopang pembangunan. Meskipun secara retoris pemerintahan SBY selalu mengkampanyekan perubahan paradigma pembangunan yang semakin fokus pada aspek-aspek kelautan. Namun penolakan rezim SBY itu masih memperjelas bahwa kampanye kembali ke laut hanya lips service dan politik pencitraan semata. Pemerintah pusat memang telah membentuk kementerian kelautan dan perikanan, tetapi secara keseluruhan belum menunjukkan sebuah perubahan paradigmatik pembangunan yang fundamental yang mencakup seluruh aspek pembangunan nasional. (bersambung) Penulis adalah Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat IAIN Ambon.

Anggota DPR-RI Dorong Leitimur Selatan Jadi Wilayah Agrowisata

Ambon, FNN - Anggota DPR-RI Daerah Pemilihan (Dapil) Maluku Mercy Chriesty Barends mendorong Kecamatan Leitimur Selatan, Kota Ambon menjadi wilayah pengembangan agrowisata pertanian organik berbasis dusun. "Beta (saya) ingin Kecamatan Leitimur Selatan semakin berkembang selain pariwisata juga menjadi wilayah agrowisata pertanian berbasis dusun," kata Mercy Barends saat menggelar workshop kepada 30 orang petani milenial dari kecamatan tersebut, di Ambon, Sabtu. Workshop bertema "pentingnya penguatan sektor pertanian berbasis kepulauan dalam menghadapi dampak perubahan iklim global", berkolaborasi dengan Dinas Pertanian Maluku dan akademisi fakultas pertanian Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon itu, menjadi langkah awal kolaborasi untuk pengembangan agrowisata berbasis dusun di Leitimur Selatan. Dusun bagi masyarakat di Ambon dan Maluku pada umumnya, merupakan areal yang dikembangkan masyarakat sebagai lahan berkebun berbagai jenis tanaman produktif secara tradisional dan lebih mengandalkan alam sekitarnya. Wilayah Leitimur Selatan yang sebagai besar pegunungan dan pantai, dinilainya merupakan salah satu dari lima kecamatan di ibu kota provinsi Maluku yang tidak berkembang, padahal wilayah itu sejak dahulu terkenal sebagai salah satu daerah penghasil rempah cengkeh dan pala serta buah-buahan. Anggota Komisi VII DPR-RI itu memandang kondisi wilayah Leitimur Selatan sangat cocok untuk pengembangan agrowisata berbasis dusun, khususnya untuk tenaman rempah-rempah dan buah-buahan. "Dulu kalau ingin makan salak atau durian saat musimnya pasti orang di Ambon akan mencari mama-mama "papalele" (ibu-ibu penjual keliling) dari Negeri Kilang, Naku dan Hukurila. Tapi sekarang sudah sangat jarang karena produksi buah-buahan semakin sedikit," ujarnya. Dia juga merasa trenyuh dan sedih setelah mengetahui banyak generasi muda dari kecamatan Leitimur Selatan, tidak tertarik untuk berkebun dan beralih profesi ke berbagai bidang lain, termasuk menjadi pengojek. Karena itu, pelatihan yang digelar itu diharapkan mampu mengubah cara pandang dan berpikir generasi muda di Leitimur Selatan untuk mengembangkan pola pertanian berbasis kepulauan yang bersifat berkelanjutan. "Dengan pelatihan serta kolaborasi dan kerja sama berbagai pihak, kita akan mulai mengembangkan Leitimur Selatan sebagai model pengembangan agrowisata rempah berbasis dusun," katanya. Para petani di daerah itu juga akan dilatih mengembangkan tanaman rempah pala dan cengkeh serta buah-buahan secara organik melalui pola pertanian dan budidaya yang baik dan benar, sehingga produktivitasnya lebih meningkat dan memenuhi standar dan kualitas ekspor. "Pola pertanian organik itu bukan sekedar gali kolam, tanam dan dibiarkan untuk tumbuh sendiri. Tetapi harus ada perlakuan khusus dimulai dari proses pembibitan, pola penanaman hingga pemeliharaan dan pascapanennya," katanya. Jika pengembangan pertanian dan perkebunan berorientasi ekspor, maka selain hasil panen yang melimpah, hasil rempah-rempah memenuhi standar kualitas untuk diekspor. Anggota Fraksi PDI Perjuangan itu juga meminta Dinas Pertanian Maluku serta akademisi Unpatti Ambon untuk membantu warga menghitung nilai ekonomi dusun atau kebun mereka masing-masing, sehingga generasi muda lebih tertarik untuk mengembangkannya. ia pun akan datang kembali untuk membicarakan rencana pengembangan program tersebut dalam skala jangka panjang, termasuk mengupayakan bantuan pengembangan dari kementerian dan lembaga terkait. Sedangkan Kabid Perkebunan Dinas Pertanian Maluku, Donny Lekatompessy menegaskan, pola bertani tanaman rempah di Maluku, termasuk di Leitimur Selatan yang masih tradisional sudah waktunya diubah. "Agar komoditi rempah mampu memenuhi standar dan kualitas ekspor, maka pola pengembangan rempah perlu diubah, tidak lagi mengandalkan alam untuk pertumbuhan, tetapi diberi perlakuan khusus sejak dari bibit hingga panen," katanya. Donny mengaku, banyak petani rempah di Maluku sudah mulai tidak tertarik mengelola pala dan cengkeh, dikarenakan selain serangan hama, umumnya pohonnya telah berusia tua, sehingga berpengaruh terhadap kualitas serta produksi yang menurun. Produksi yang menurun membuat para petani lebih banyak menjual kepada tengkulak atau pedagang pengumpul dengan harga yang rendah. Selain itu, saat konflik sosial melanda Maluku 1999, ekspor komoditi rempah dari daerah ini sempat terhenti, dan saat ini mulai dirintis kembali, tetapi komoditinya harus melalui proses sertifikasi produk di Bali, Surabaya dan Jakarta. Donny mengapresiasi upaya Anggota DPR-RI Dapil Maluku untuk pengembangan pertanian berbasis kepulauan di Leitimur Selatan, dan bersedia membantu petani untuk bangkit kembali mengelola lahannya. Sedangkan akademisi Fakultas Pertanian, Jetter Siwalette, menyatakan siap menyosialisasikan pertanian pengembangan pola pertanian dan agrowisata berbasis kepulauan kepada wara di kecamatan tersebut. "Saya siap datang ke masing-masing desa untuk mengajarkan cara-cara mengembangkan pertanian organik berbasis agrowisata," katanya. Dia setuju kawasan Leitimur Selatan dikembangkan sebagai kawasan unggulan berbasis pariwisata serta agrowisata dan rempah-rempah. "Jika ketiga unsur ini dikolaborasikan dan dikembangkan secara profesional bukan tidak mungkin para petani di Leitimur Selatan akan semakin sejahtera," ujarnya. Mercy Barends yang juga anggota Badan Anggaran DPR-RI, dalam kesempatan itu juga menyerahkan bantuan 5.000 anakan pala dan cengkeh kepada para petani muda atau milenial dari kecamatan Leitimur Selatan. Setiap petani milenial diberi bantuan bibit sebanyak 150 anakan pala dan cengkeh. Bantuan bibit tersebut merupakan tahap pertama dari rencana 10.000 bibit yang akan diserahkan kepada warga di Leitimur Selatan. (mth)

Sekolah Indonesia di Kota Kinabalu Juarai "Higashikawa Youth Fest"

Kuala Lumpur, FNN - Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK) menjadi salah satu pemenang dalam kategori "World’s Choice Award" pada ajang The 7th International High School Students’ Photo Festival Exchange atau Higashikawa Youth Fest. "Kegiatan ini merupakan kegiatan tahunan yang diselenggarakan oleh panitia Higashikawa Youth Fest yang berpusat di Higashikawa, Hokkaido-Jepang, sebagai sarana bertukar ilmu dalam bidang fotografi bagi pelajar dari seluruh dunia," ujar Kepala Sekolah Indonesia Kota Kinabalu, Dadang Hermawan, Sabtu. Dia mengatakan ajang pertukaran pelajar dalam bidang fotografi ini sudah kali ketujuh dilaksanakan. "Awalnya peserta yang lolos seleksi nasional di negara masing-masing akan dikirim ke Jepang, namun dalam dua tahun terakhir pelaksanaan kegiatan dilakukan secara daring karena kondisi pandemi di Jepang dan beberapa negara belum membaik," katanya. Pada tahun 2021 ini Higashikawa Youth Fest meloloskan 21 peserta dari 19 negara yakni Indonesia, China, Korea, Taiwan, Thailand, Vietnam, Uzbekistan, Australia, Kanada, Latvia, Singapura, Finlandia, Mongolia, Rusia, Prancis, Laos, Luksemburg, Kolombia dan Jepang. Untuk menjadi peserta, setiap negara akan melaksanakan seleksi di tingkat nasional dan akan memilih satu perwakilan juara dari salah satu sekolah untuk mewakili ke tingkat internasional. "Di Indonesia kegiatan ini digawangi oleh International Youth Photo Festival Indonesia yang melaksanakan kegiatan seleksi nasionalnya pada Juni 2021," katanya. Pada festival kali ini Indonesia diwakili oleh tim pelajar SMA dari Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK) yang terdiri dari Muhammad Revandi Arnanto, Fauzan Hafiz dan Muhidin di bawah bimbingan guru sebagai chaperone, Frangky Kurniawan. Tim Indonesia mendapatkan salah satu penghargaan juara sebagai "World’s Choice Award" bersama dengan tim Kolombia, sedangkan tim Mongolia yang menyabet gelar "Judges’ Choice Award" dan Taiwan yang mendapat penghargaan "Students and Teachers’ Choice Award". "Tim yang berhasil mendapat award akan mendapatkan piagam penghargaan, medali dan juga undangan ke Higashikawa, Hokkaido-Jepang pada pelaksanaan festival tahun 2022," katanya. Berbagai penghargaan dalam ajang tersebut dinilai oleh juri dari kalangan fotografer profesional mancanegara, pilihan peserta dan chaperone, dan pilihan masyarakat dari seluruh dunia melalui laman khusus yang sudah disediakan oleh panitia. Dalam laman tersebut peserta dan chaperone dapat melakukan pertukaran ilmu dalam bidang fotografi melalui "coaching clinic" dan "online open space". "Dalam kegiatan ini peserta dari berbagai negara diminta untuk mengangkat kekayaan budaya masing-masing dalam bidang fotografi," katanya. Dalam seleksi nasional setiap negara diminta untuk membuat rangkaian foto bercerita dengan tema "Warmth of our region" dan tim Indonesia mengangkat tema perjalanan anak laki-laki dari Nusa Tenggara Timur dalam foto seri yang berjudul "The Journey of Nyong". Dalam final festival fotografi internasional ini setiap tim dari berbagai negara diwajibkan mengirimkan karya foto berseri dengan tema "hope" dan "connection” yang masing-masing terdiri dari enam buah foto. Tim Indonesia membawa konsep "hope" dengan judul "Heart to Heart" yang mengisahkan tentang perjalanan cinta dari seorang ibu melalui bekal makanan untuk dibawa oleh anaknya ke sekolah setiap hari, berbagi dengan temannya, dan dalam bekal itu terdapat rasa kasih sayang serta harapan besar bagi sang Anak. "Untuk tema 'hope' tim Indonesia mengangkat judul 'Water of Hope' yang bercerita tentang perjalanan air dari gunung menuju ke kebun-kebun petani, aktivitas di perkebunan karena adanya air hingga menghasilkan produk pangan untuk didistribusikan oleh petani," katanya. Kegiatan festival seperti ini, ujar dia, diharapkan menjadi sarana untuk menumbuhkan minat pelajar SMA dalam bidang fotografi serta mengembangkan bakat dan kemampuan dalam bidang fotografi sekaligus membangun jejaring internasional dengan pelajar lain dari seluruh dunia. Dadang merasa berbangga dengan prestasi yang diraih oleh Tim Sekolah Indonesia Kinabalu. "Tahun ini SIKK telah berhasil menorehkan delapan prestasi di ajang internasional, salah satunya adalah pada 'Higashikawa Youth Fest 2021'. Kolaborasi peserta didik dengan guru tentunya sangat menentukan keberhasilan tim SIKK meraih berbagai prestasi di berbagai kompetisi. Pada kesempatan terpisah ketua komite festival, Ichiro Matsuoka menyampaikan ucapan selamat kepada seluruh perwakilan negara dan menyampaikan permohonann maaf karena tidak dapat mengundang peserta secara langsung ke Higashikawa karena COVID-19 yang belum mereda. Dia mengharapkan pelaksanaan festival ke depan bisa dilaksanakan secara langsung dengan mengundang peserta datang secara langsung ke Jepang. (mth)