ALL CATEGORY

Garuda Indonesia Tanggapi Putusan PN Jakarta Pusat Soal PKPU

Jakarta, FNN - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk menanggapi Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menolak gugatan perkara tuntutan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan oleh My Indo Airlines (MYIA) selaku kreditur. "Selanjutnya Garuda akan tetap berfokus pada upaya restrukturisasi kewajiban usaha dan operasinya, serta menjamin operasi penerbangan untuk angkutan penumpang dan kargo berjalan normal," demikian tertulis dalam rilis Garuda Indonesia yang dipantau di Jakarta, Kamis. Seperti diketahui, My Indo Airlines memasukkan gugatan ke PN Jakarta Pusat pada Jumat, 9 Juli 2021, dengan registrasi perkara Nomor: 289/Pdt.Sus/PKPU/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst. MYIA mengajukan gugatan karena Garuda Indonesia menunggak pembayaran sejumlah kewajiban kepada perusahaan. My Indo mengajukan PKPU terhadap Garuda Indonesia atas klaim kurang dari 700.539 dolar AS yang terkait dengan kesepakatan kargo 2019. Dalam menghadapi permohonan PKPU ini, emiten berkode saham GIAA telah menunjuk kuasa hukum dari Kantor Advokat Assegaf Hamzah & Partners. Berdasarkan salinan berkas gugatan yang diperoleh permohonan PKPU tersebut diajukan oleh Direktur Utama My Indo Airlines Mohamed Yunos bin Mohamed Ishak dan Direktur My Indo Airlines M. Ridwan. Hubungan bisnis My Indo dengan Garuda selaku Termohon awal mulanya terjalin berdasarkan Perjanjian Kerja Sama Penyediaan Kapasitas Kargo sejak Januari 2019. Pemohon selaku pemberi sewa, sedangkan Termohon sebagai penyewa atas satu unit pesawat Boeing B737-300 freighter. (ant, sws)

Pak Prabowo, Sudahlah!

By M Rizal Fadillah SEPERTI terbuai dengan hasil survei yang selalu memberi posisi papan atas, bahkan teratas, pada Prabowo Subianto untuk Calon Presiden 2024, maka bersemangat lah kader dan pendukung untuk mendorong Prabowo maju kembali sebagai kontestan Pilpres 2024. Kesannya tinggal mencari pasangan. Puan Maharani calon kuat dengan bermodal hitung-hitungan suara partai. Lupa bahwa survey di Indonesia adalah mainan yang mudah distel dan diatur-atur. Survey bebas tanpa uji validitas ataupun uji kelembagaan. Sanksi atas keabal-abalannya pun tidak ada. Bebas-bebas saja. Figur dapat disimpan di nomor satu, tiga, atau berapapun tergantung pesanan dan biaya. Oleh karenanya pernah diusulkan betapa perlu dan mendesaknya keberadaan Undang-Undang yang mengatur keberadaan lembaga survey beserta sanksi-sanksinya. Penjudi politik mengangkat Prabowo dan Ganjar. Litbang Kompas membuat angka sama 13,9% untuk keduanya. Anies yang sangat potensial ditempatkan selalu diposisi ketiga. Tentu agar publik kehilangan keyakinan dan diharapkan pilihan bergeser ke Prabowo dan Ganjar. Prabowo berfungsi sebagai pancingan sementara Ganjar sebagai orbitan atau karbitan. Jokowi sedang mengukur jalan, siapa yang bisa memperpanjang nyawa. Ia khawatir saat turun diterkam macan. Prabowo bukan ahli strategi tetapi profil pecundang dan mudah menyerah dalam ketidakberdayaan. Tak ada teriakan terhadap penganiayaan dan pembunuhan. Pembantaian pun dibiarkan. Prabowo itu tipe pengekor yang loyal bukan pemimpin yang berani untuk mengambil risiko. Apalagi berkorban dan berjiwa pahlawan. Prabowo yang digadang-gadang akan berpasangan dengan Puan adalah pasangan nina nobo. Puan yang didukung PDIP akan menyalip. Apalagi jika diujung akhirnya Megawati menyerah kepada Jokowi dimana PDIP terpaksa dukung celeng ketimbang banteng. Ganjar yang dijagokan. Prabowo akan berakhir tragis ditinggalkan dan ditenggelamkan. Andaipun Prabowo bertahan berpasangan dengan Puan, maka Anies yang mendapat dukungan PKS, Nasdem, Golkar atau Demokrat adalah lawan berat. Pendukung Prabowo dahulu akan menjadi pendukung habis Anies. Ganjar pun sulit untuk menghadapinya. Prabowo tetap akan kalah telak. Ini bukan Pilpres 2019. Taruhlah ternyata dengan segala cara akhirnya Prabowo menang dan menjadi Presiden, maka itu bukan juga solusi bagi bangsa. Kepercayaan rakyat pada kemampuan Prabowo memimpin negara rendah. Berbeda dengan anggapan saat Pilpres sebelumnya, kini sudah dirasakan bahwa Prabowo bukan pemimpin yang bagus. Prabowo hampir sama dengan Jokowi tipe yang mudah ingkar janji. Timbul tenggelam bersama rakyat tidak dipenuhi, janji menjemput HRS diingkari, sikap kritis kepada Cina pun cepat berubah menjadi puja puji. Prabowo yang bersaksi atas kehebatan Jokowi sangat mengejutkan dan memilukan. Menjadi Menhan seperti menikmati jabatan bukan arena perjuangan menjalankan amanat menegakkan kedaulatan. Jadi dua hal untuk Prabowo, pertama menjadi Presiden saja di usia yang semakin sepuh sudah sangat berat. Dukungan tidak sekuat kemarin. Kedua, andai dengan sudah payah ternyata mampu menjadi Presiden, Prabowo bukan tipe pemimpin bangsa dan negara yang baik. Seribu kelemahan akan menjadikan Prabowo sasaran dari bulan-bulanan kritik. Sebagaimana Jokowi, Prabowo dikhawatirkan akan mengakhiri karir dengan "su'ul khotimah". Nah, Pak Prabowo, sudahlah ! *) Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Kejagung Tetapkan 3 Tersangka Korupsi Perindo

Jakarta, FNN - Tim Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung RI menetapkan tiga tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi di Perum Perikanan Indonesia (Perindo) tahun 2016-2019. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung RI Leonard Eben Ezer Simanjuntak di Jakarta, Kamis, mengatakan tiga tersangka yang telah ditetapkan tersebut masing-masing berinisial NMB, LS dan WP. Menurut Leonard, penetapan tersangka ini dilakukan setelah jaksa penyidik memeriksa tujuh orang saksi. Namun hanya dihadiri oleh empat saksi, dan tiga di antaranya ditetapkan tersangka. "Untuk mempercepat proses penyidikan, selanjutnya terhadap tiga tersangka dilakukan penahanan," ujar Leonard. Adapun ketiga tersangka yakni NMB selaku Direktur PT Prima Pangan Madani, LS selaku Direktur PT Kemilau Bintang Timur dan WP selaku karyawan BUMN/mantan Vice President Perdagangan, Penangkapan dan Pengelolaan Perum Perindo. "Tersangka NMB dan LS dilakukan penahanan selama 20 hari di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, sedangkan tersangka WP ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung," ujar Leonard. Adapun kasus dugaan korupsi di perusahaan BUMN tersebut berawal ketika Direktur Utama Perindo dijabat oleh SJ, Perum Perindo menerbitkan Surat Utang Jangka Menengah atau Medium Term Notes (MTN) dan mendapatkan dana sebesar Rp 200 miliar pada tahun 2017. Adapun kasus dugaan korupsi di perusahaan BUMN tersebut berawal ketika Direktur Utama Perindo dijabat oleh SJ, Perum Perindo menerbitkan Surat Utang Jangka Menengah atau Medium Term Notes (MTN) dan mendapatkan dana sebesar Rp 200 miliar pada tahun 2017. Dana tersebut terdiri dari Sertifikat Jumbo MTN Perum Perindo Tahun 2017 – Seri A dan Sertifikat Jumbo MTN Perum Perindo Tahun 2017 – Seri B. "Adapun tujuan MTN tersebut digunakan untuk pembiayaan di bidang perikanan tangkap. Namun, faktanya penggunaan dana MTN Seri A dan seri B tidak digunakan sesuai dengan peruntukkan sebagaimana prospek atau tujuan penerbitan MTN seri A dan seri B," ujar Leonard. MTN seri A dan seri B itu kata Leonard, sebagian besar digunakan untuk bisnis perdagangan ikan yang dikelola oleh Divisi Penangkapan, Perdagangan dan Pengolahan Ikan atau Strategy Bussines Unit (SBU) Fish Trade and Processing (FTP) yang dipimpin oleh WP. Pada Desember 2017, Direktur Utama Perindo berganti kepada RS yang mana pada periode sebelumnya RS merupakan Direktur Operasional Perum Perindo. Kemudian RS mengadakan rapat dan pertemuan dengan Divisi Penangkapan, Perdagangan dan Pengolahan (P3) Ikan atau Strategy Bussines Unit (SBU) Fish Trade and Processing (FTP) yang diikuti juga oleh IP sebagai Advisor Divisi P3 untuk membahas pengembangan bisnis Perum Perindo menggunakan dana MTN seri A dan seri B, kredit Bank BTN Syariah dan kredit Bank BNI. Selanjutnya ada beberapa perusahaan dan perseorangan yang direkomendasikan oleh IP kepada Perindo untuk dijalankan kerja sama perdagangan ikan yaitu PT Global Prima Santosa (GPS), PT Kemilau Bintang Timur (KBT), S/TK dan RP. Selain beberapa pihak yang dibawa oleh IP juga terdapat beberapa pihak lain yang kemudian menjalin kerja sama dengan Perindo untuk bisnis perdagangan ikan antara lain PT Etmico Makmur Abadi, PT SIG Asia, Dewa Putu Djunaedi, CV Ken Jaya Perkara, CV Tuna Kieraha Utama, Law Aguan, Pramudji Candra, PT Prima Pangan Madani, PT Lestari Sukses Makmur, PT Tri Dharma Perkasa. "Metode yang digunakan dalam bisnis perdagangan ikan tersebut adalah metode jual beli ikan putus," kata Leonard. Ia mengatakan dalam penunjukan mitra bisnis perdagangan ikan tersebut di atas, Perindo melalui Divisi P3/SBU FTP tidak ada melakukan analisa usaha, rencana keuangan dan proyeksi pengembangan usaha. Selain dari itu, dalam melaksanakan bisnis perdagangan ikan tersebut beberapa pihak tidak dibuatkan perjanjian kerja sama, tidak ada berita acara serah terima barang, tidak ada laporan jual beli ikan dan tidak ada dari pihak Perindo yang ditempatkan dalam penyerahan ikan dari "supplier" kepada mitra bisnis Perum Perindo. Akibat penyimpangan dalam metode penunjukan mitra bisnis perdagangan ikan oleh Perum Perindo, lanjut Leonard, menimbulkan verifikasi syarat pencairan dana bisnis yang tidak benar dan menimbulkan transaksi-transaksi fiktif yang dilakukan oleh mitra bisnis perdagangan ikan Perum Perindo. Kemudian transaksi-transaksi fiktif tersebut menjadi tunggakan pembayaran mitra bisnis perdagangan ikan kepada Perum Perindo kurang lebih sebesar Rp.149 miliar. Atas perbuatannya, ketiga tersangka dikenakan Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Juga disubsiderkan Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (ant, sws)

KAI Operasikan Kembali KA Sribilah Rute Medan-Rantauprapat

Medan, FNN - PT Kereta Api Indonesia (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara mengoperasikan kembali Kereta Api Sribilah rute Medan-Rantauprapat untuk memenuhi permintaan masyarakat. "KA Sribilah sudah dioperasikan kembali sejak Oktober ini karena banyak permintaan dari calon penumpang," ujar Manager Humas PT KAI Divre I Sumut Mahendro Trang Bawono di Medan, Sumut, Kamis. Sribilah yang dioperasikan itu berangkat dari Medan pukul 15.00 WIB dan dari Rantauprapat pukul 07.45 WIB. KA yang dari Medan beroperasi pada Kamis, Jumat, Sabtu, Minggu, sedangkan dari Rantauprapat, pada Jumat, Sabtu, Minggu, dan Senin. "Dioperasikannya KA Sribilah diharapkan bukan saja memenuhi kebutuhan masyarakat untuk di rute tersebut, tetapi juga diharapkan dapat menggerakkan roda perekonomian wilayah," katanya. Untuk persyaratan di tengah pandemi COVID-19, manajemen juga mewajibkan calon penumpang KA Sribilah menunjukkan hasil negatif dari pemeriksaan layanan uji cepat antigen. Mahendro menjelaskan pelanggan yang ingin melakukan pemeriksaan antigen di stasiun kereta api diharuskan memiliki tiket atau kode pesanan KA yang sudah lunas. KAI, ujar dia, mulai 24 September sudah menurunkan tarif layanan uji cepat antigen menjadi Rp45.000 dari sebelumnya Rp85.000 sebagai bentuk peningkatan pelayanan kepada pelanggan. PT KAI Divre I Sumut terus berupaya memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan dengan turut melakukan penyesuaian tarif uji cepat antigen agar pelanggan merasa lebih mudah dan nyaman. Dengan harga yang semakin terjangkau, pelanggan KA lebih leluasa bepergian dengan menggunakan jasa layanan kereta api. "Dengan dioperasikannya KA Sribilah, maka sudah 32 KA yang beroperasi di Sumut di tengah pandemi COVID-19 ini," ujar Mahendro. (mth)

BPK Ingatkan Skenario Terburuk Usai Pandemi COVID-19

Jakarta, FNN - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyampaikan empat skenario yang dapat terjadi dalam lima tahun ke depan (2021-2026) setelah pandemi COVID-19 berakhir, dalam buku Pendapat Strategic Foresight. "Skenario yang disajikan dalam foresight BPK bukanlah prediksi tentang masa depan, tetapi sarana untuk melihat kembali berbagai asumsi tentang masa depan, agar kita tidak terlena dengan harapan dan agar kita mampu melihat lebih jernih kesiapan menghadapi masa depan," kata Ketua BPK Agung Firman Sampurna dalam peluncuran buku tersebut di Jakarta, Kamis (21/10/2021). Ia memaparkan empat skenario itu mencakup skenario berlayar menaklukkan samudera dengan respons pemerintah terhadap krisis menjadi lebih efektif dan tingkat keparahan pandemi mereda. Skenario selanjutnya adalah mengarung di tengah badai, dengan respons pemerintah terhadap krisis menjadi lebih efektif di tengah pandemi yang makin memburuk. Kemudian, skenario tercerai-berai terhempas lautan, yang merupakan skenario terburuk karena menggambarkan masa depan yang penuh risiko dan bahaya. Dalam skenario ini, respons pemerintah terhadap krisis kurang efektif dan tingkat keparahan pandemi makin memburuk. Skenario terakhir adalah skenario kandas telantar surutnya pantai, yang ditandai dengan meredanya pandemi, namun respons pemerintah terhadap krisis kurang efektif. Dalam seluruh skenario ini, terdapat lima tema yang menurut BPK perlu diantisipasi pemerintah seperti reformasi kesehatan, reformasi pajak dan kesinambungan fiskal, visi dan kepemimpinan pemerintah, transformasi digital dan tata kelola data, serta kualitas sumber daya manusia. "Tema-tema tersebut perlu mendapat perhatian pemerintah karena akan turut menentukan keberhasilan Indonesia dalam menghadapi pandemi COVID-19 maupun kemungkinan terjadi pandemi, bencana, dan krisis global di kemudian hari," kata Agung. Penyusunan foresight BPK ini dilakukan dengan menggunakan metode scenario planning dan data yang bersumber dari hasil pemeriksaan BPK, tren dalam negeri, regional, dan global. Kebijakan ini kemudian dirumuskan dalam buku, mengingat dalam melakukan tugas pemeriksaan, BPK memiliki tiga peran yaitu oversight, insight dan foresight. Peran oversight dan insight diwujudkan dalam tugas pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu, serta pemberian pendapat kepada pemerintah. Selanjutnya, peran foresight dilakukan untuk membantu masyarakat dan pengambil keputusan dalam memilih alternatif kebijakan masa depan. Penyusunan foresight ini membuat BPK menjadi Supreme Audit Institution ke-2 di Asia setelah Korea Selatan dan yang pertama di Asia Tenggara, yang memiliki kemampuan foresight. BPK mengharapkan buku foresight yang telah disampaikan kepada Presiden Joko Widodo ini dapat menginspirasi pemerintah pusat dan daerah untuk memulai menerapkan strategic foresight untuk mengantisipasi ketidakpastian di masa depan. (ant, sws)

Tujuh Tahun Jokowi, Kemiskinan dan Ketidakadilan Ekonomi Makin Memprihatinkan

Jakarta, FNN – Mantan Panglima TNI Jenderal TNI (Purn.) Gatot Nurmantyo merasakan keprihatinan yang mendalam menyikapi perjalanan bangsa tujuh tahun terakhir. “Hari ini saya ingin mengatakan bahwa di negeri yang kita cintai ini ada kemiskinan dan ketidakadilan sekonomi. Kehidupan sosial dan ekonomi bangsa Indonesia semakin hari semakin memprihatinkan. Jauh dari harapan mayoritas bangsa Indonesia,” kata Gatot dalam diskusi bertajuk “Tujuh Tahun Pemerintahan Jokowi: Ekonomi Meroket atau Nyungsep” Rabu, 20 Oktober 2021 di Jakarta. Diskusi yang digagas KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia) bekerja sama dengan Forum News Network ini menghadirkan pembicara Faisal Basri (Pengamat Ekonomi), Anthony Budiawan (Direktur Political Ekonomy & Policy Studies), Awalil Rizki (Chief Economist Institute Harkat Negeri), Rusli Abdullah (Penelitik Indef), dan Hersubeno Arief sebagai moderator. Gatot dalam keynote speaker-nya menegaskan, saat ini ada sebagian kecil masyarakat Indonesia bisa menjadi sangat kaya raya. Ironisnya sebagian besar masyarakat masih hidup dalam kemiskinan. Sangat kontras sekali! Artinya, terjadi ketidakadilan dalam pembangunan ekonomi di Indonesia. Hal ini juga tercermin di dalam angka statistik. Jumlah rakyat miskin Indonesia menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia pada Maret 2021 mencapai 27,54 juta penduduk. Setara dengan 10,14% dari jumlah populasi. Jumlah penduduk miskin pada Maret 2021 ini naik 1,12 juta jiwa dibandingkan Maret 2020. Karena dampak pandemi Covid-19? Di satu sisi, memang benar pandemi dapat menurunkan pendapatan masyarakat akibat PHK atau kegiatan ekonomi rakyat terhenti akibat Pembatasan Sosial, sehingga membuat angka kemiskinan meningkat. Tetapi di lain sisi, hal ini juga bisa menunjukkan bahwa kebijakan stimulus pandemi fiskal telah gagal menahan angka kemiskinan nasional. Kegagalan kebijakan ini dapat dilihat dari jumlah penduduk kaya dan super kaya Indonesia justru meningkat selama Pandemi. Menurut data dari lembaga keuangan Credit Suisse, jumlah penduduk Indonesia dengan kekayaan bersih 1 juta dolar AS atau lebih mencapai 171.740 orang pada tahun 2020. Angka tersebut naik sekitar 62% dibandingkan tahun 2019 yang berjumlah 106.215 orang. Sedangkan jumlah orang Super Kaya Indonesia dengan kekayaan lebih dari 100 juta dolar AS, atau lebih dari Rp1,4 triliun, mencapai 417 orang pada 2020, atau naik 22,29% dari tahun 2019. Tentu saja kondisi di atas sangat kontras dan ironis, dan menunjukkan kebijakan stimulus pandemi fiskal gagal berpihak kepada masyarakat umum dan penduduk miskin, tetapi lebih memanjakan orang kaya dan super kaya. Apakah Indonesia Lebih Miskin dari Negara Tetangga? Data kemiskinan di atas berdasarkan data dari BPS. Garis kemiskinan menurut BPS sangat rendah yaitu pendapatan di bawah Rp.472.525/orang per bulan, atau sekitar Rp.15.750 per hari. Pendapatan tersebut harus bisa memenuhi biaya kebutuhan hidup, pangan maupun non-pangan seperti pakaian, tempat tinggal, sekolah, kesehatan, transportasi, dan lainnya. Hampir dapat dipastikan pendapatan Rp15.750/harI/orang menurut garis kemiskinan BPS tersebut sangat rendah dan sulit dapat memenuhi biaya hidup minimum. Kalau kita mau bandingkan tingkat kemiskinan antar negara maka kita harus menggunakan data dari Bank Dunia. Untuk negara berpendapatan menengah seperti Indonesia, Bank Dunia menetapkan dua garis kemiskinan internasional yaitu 3,2 dolar AS dan 5,5 dolar AS per orang per hari (dengan menggunakan kurs daya beli paritas konstan atau Purchasing Power Parity tahun 2011). Sedangkan menurut kriteria kemiskinan internasional dengan pendapatan di bawah 5,5 dolar AS/orang/hari (Purchasing Power Parity tahun 2011), jumlah penduduk miskin Indonesia pada 2018 mencapai 53,2% dari populasi, atau 142,42 juta penduduk. Sedangkan Vietnam dan Thailand masing-masing 22,4% dan 8,4% dari populasi, atau masing-masing hanya 21,4 juta dan 5,83 juta penduduk. Dengan demikian, sangat ironis dan menyedihkan bahwa Indonesia yang merupakan negara terbesar di Asia Tenggara, dengan kekayaan sumber daya alam yang berlimpah, tetapi tingkat kesejahteraan rakyatnya jauh di bawah beberapa negara tetangga: Singapore, Brunei, Malaysia, Thailand, Vietnam dan Philipina. Kemiskinan rakyat Indonesia sesungguhnya bukanlah kemiskinan yang alamiah! Sebabnya adalah Penguasaan Ekonomi oleh Sekelompok Kecil Masyarakat Kekayaan sumber daya alam tidak digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia seperti dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara pasal 33. Tetapi, pemberdayaan ekonomi dan kekayaan sumber daya alam dikuasai oleh sekelompok kecil masyarakat dengan penguasaan luas lahan perkebunan dan pertambangan yang sangat besar Sedangkan masyarakat daerah sebagai pemilik sumber daya alam tersebut hanya menjadi buruh perkebunan dan pertambangan yang mayoritas hanya mendapat upah harian berdasarkan upah minimum. Padahal jumlah lahan perkebunan sawit bertambah pesat, yaitu dari 3,9 juta ha pada 1999 menjadi 14,7 juta ha pada 2019. Atau bertambah 10,8 juta ha dalam waktu 20 tahun, di mana perusahaan swasta besar menguasai sekitar 55%. Total ekspor minyak kepala sawit sejak 1999-2019 mencapai 209 miliar dolar AS. Hasil komoditas sawit ini seharusnya memberi manfaat ekonomi sangat besar kepada rakyat di daerah, tetapi ironisnya hanya dinikmati oleh sekelompok kecil pengusaha sawit besar sehingga mengakibatkan kemiskinan di daerah dan ketimpangan sosial sangat tajam. Jumlah produksi komoditas batubara lebih spektakuler lagi. Produksi batubara melonjak 10x lipat dalam 20 tahun dari 62,1 juta ton (1999) menjadi 616,2 juta ton (2019). Sedangkan total eskpor batu bara mencapai 245,3 miliar dolar AS dalam waktu 20 tahun (2000-2019). Seharusnya hasil SDA ini dapat dinikmati oleh rakyat Indonesia, sehingga kehidupan akyat menjadi lebih sejahtera. Tetapi sekali lagi, ironisnya, manfaat ekonomi dari kekayaan SDA ini lebih banyak dinikmati oleh segelintir pengusaha tambang. Di lain pihak, meski produksi SDA dari sawit dan batubara meningkat tajam, justru rasio penerimaan negara dari pajak terhadap PDB terus turun sampai di bawah 10% pada 2019, dan hanya 8,3% pada 2020. Rasio pajak terhadap PDB ini merupakan salah satu yang terendah di ASEAN. Konsekuensinya utang negara semakin besar, dan rasio beban bunga utang terhadap PDB sudah mencapai 1,7% pada 2019 dan 2% pada 2020. Kondisi keuangan negara yang seperti ini, terus memburuk dan semakin mengkhawatirkan, pada akhirnya rakyat yang harus menanggung beban keuangan negara. Antara lain melalui pungutan pajak. DPR belum lama ini menyetujui kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 10% menjadi 11% yang akan berlaku efektif pada 1 April mendatang (2022), dan kemudian akan naik lagi menjadi 12% paling lambat pada 1 Januari 2025. Bagaimanapun juga kenaikan PPN akan menambah beban ekonomi masyarakat. Selain itu, pemerintah juga memperluas barang kena pajak termasuk sembako, jasa pendidikan tertentu, jasa kesehatan tertentu, serta pajak karbon. Semua ini tentu saja menambah beban biaya hidup masyarakat serta mengurangi daya beli, sehingga dikhawatirkan akan menambah angka kemiskinan. Di lain sisi, UU perpajakan yang baru tersebut, yang dinamakan UU HPP (Harmonisasi Peraturan Perpajakan), kembali memberi pengampunan pajak yang kini dinamakan Program Pengungkapan (harta bersih secara) sukarela. Dengan kondisi ketimpangan ekonomi, di mana masih cukup besar jumlah orang miskin di Indonesia, maka dapat dikatakan bahwa program pengampunan pajak tersebut untuk memfasilitasi kelompok masyarakat mampu dengan hanya membayar tarif pajak sebesar 6% atau 8% dari harta bersih yang akan dilaporkannya, yang mana selama ini harta tersebut baik yang ada di dalam negeri atau di luar negeri tidak pernah dilaporkan kepada negara. UU dalam bidang perpajakan yang terbaru ini tentu saja menimbulkan rasa ketidakadilan ekonomi melalui perpajakan. Kenaikan tarif PPN di satu sisi memberatkan masyarakat golongan bawah terutama di tengah kondisi ekonomi yang masih sulit akibat pandemi. Sedangkan di lain sisi masyarakat golongan atas diberikan berbagai fasilitas keringanan pajak. Mengapa ketidakadilan ekonomi bisa terjadi? Dan dibiarkan berlarut-larut. Karena biaya politik yang semakin tinggi di era Digital-Politics mempererat hubungan timbal-balik antara kekuasaan politik dan kekuasaan uang. “Politik perlu uang & Uang membeli kekuasaan. Kekuasaan mengakumulasikan uang & dengan Uang mempertahankan kekusaan.” Lalu siapa yang memikirkan rakyat? Sumbernya ada di Politik, sedangkan Ekonomi itu akibatnya saja. Dengan kata lain, produk-produk regulasi yang dikendalikan para elit politik hanya menciptakan segelintir orang kaya yang ingin terus menerus mengakumulasikan kekayaannya. Akibatnya penumpukan kekayaan ada di elit, baik itu elit politik maupun elit pengusaha. Bisa di-cek dari kepemilikan uang di bank, berapa persen yang dimiliki oleh para elit. Belum lagi kekayaan para elit yang disimpan di luar negeri. Seharusnya pemerintah dan DPR yang menguasai kunci untuk akses politik dapat lebih menunjukkan keberpihakan kepada masyarakatgolongan bawah dan menengah dalam membuat kebijakan dan UU dalam bidang ekonomi termasuk regulasi perpajakan, pertanian, kehutanan, dan SDA. Negeri ini diproklamasikan bukan untuk memanjakan segelintir orang kaya, tetapi untuk seluruh bangsa Indonesia agar dapat merubah kehidupannya lebih baik setelah lama mengalami penderitaan penjajahan. Sebelum mengakhiri, saya ingin mengingatkan lagi bahwa melawan ketidakadilan ekonomi merupakan amanat Reformasi 98 yang menyuarakan anti-KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme). Ketidakadilan ekonomi bukan saja akan menciptakan kemiskinan struktural, tetapi juga kesenjangan sosial di masyarakat dan ancaman dis-integrasi daerah-daerah. Saya juga ingin mengingatkan lagi jangan meremehkan bahaya dari utang-utang negara saat ini. Beban cicilan utang negara yang membengkak dapat membuat rakyat lebih miskin, karena seharusnya cicilan utang dapat digunakan untuk mensubsidi kehidupan rakyat seperti air, listrik, pangan, pendidikan, kesehatan, jalan tol dll. Sedangkan penggunaan utang tersebut, tidak banyak membantu meringankan kehidupan rakyat sehari-hari. Utang negara yang dilandasi nafsu rakus dan serakah, yaitu utang yang hanya menciptakan segelintir orang kaya, tetapi secara konstitusional menjadi beban seluruh rakyat Indonesia, bahkan sampai beberapa generasi mendatang. Ini yang saya sebut sebagai Ranjau Utang. Hari ini ranjaunya tidak terlihat, tetapi besok-besok dapat meledak kapan saja, dan memakan banyak korban. Sementara yang menikmati utang itu, entah sudah pergi di mana. Penutup Sebagai penutup, semoga diskusi ini dapat mengupas lebih dalam kondisi ekonomi dan keuangan negara hari ini dari berbagai sektor sehingga mencerahkan kita semua tentang apa yang sedang terjadi di negeri ini, sehingga mengingatkan kita apa yang akan terjadi jika kondisi ini dibiarkan terus karena kita tidak melakukan sesuatu apapun. (sws)

Setiap Pemimpin Diukur dari Janjinya

Oleh Tony Rosyid PEMILU jadi ajang kompetisi. Siapa yang ingin jadi pemimpin, disitu ia sampaikan visi dan misi. Ini sangat elitis, karena rakyat umum seringkali gak paham apa itu visi dan misi. Tapi intinya, kalau terpilih nanti apa saja yang akan dilakukan. Inilah janji politik. Sampai di sini, rakyat paham. Janji politik mesti terukur. Supaya mudah dan terus diingat oleh rakyat: pertama, berapa jumlah janji politiknya. Kedua, apa saja rinciannya. Dua hal ini cukup untuk menilai dan mengukur tingkat keberhasilan pemimpin itu. Dari janji itu akan terlihat calon pemimpin tersebut luar biasa atau biasa saja. Program yang dijanjikan itu baru dan berbeda, atau klasik. Programnya akan jadi solusi, atau hanya aksesori. Setelah pemimpin itu terpilih, rakyat harus terus kawal janji itu. Ditunajkan, atau diabaikan. Ini soal integritas. Pemimpin yang tidak menunaikan janji, ia cacat integritas. Gak layak dipilih kedua kali. Baik untuk posisi yang sama, apalagi posisi di atasnya. Tunaikan janji, selain integritas, ini juga berkaitan dengan kapasitas. Kalau janji-janji itu gak ditunaikan, tidak saja pemimpin itu cacat integritas, tapi juga menunjukkan bahwa ia tak memiliki kemampuan. Bagi pemimpin, janji politik bukan segalanya. Artinya, seorang pemimpin tidak dibatasi kerjanya dengan apa yang telah ia janjikan kepada rakyat. Sebab, ada dinamika yang menuntut kemampuan pemimpin untuk berinovasi dan membuat terobosan-terobosan baru melampaui janji-janji itu. Meski bukan segalanya, tapi setidaknya, janji politik bisa menjadi road map. Janji politik itu acuan seorang pemimpin bekerja. Ini "syarat minimal" yang mudah diukur dan harus ditunaikan oleh seorang pemimpin. Setiap calon pemimpin pasti punya janji politik. Apakah itu presiden atau kepala daerah. Saat kampanye, mereka sampaikan janji politik itu. Dari sini, rakyat melihat kualitas calon pemimpin tersebut. Sayangnya, ketika pemimpin itu terpilih, janji politik seringkali terabaikan dan kemudian terlupakan. Yang janji lupa, rakyat juga tak ingat. Yang teringat adalah sisa-sisa pencitraan. Tenggelam oleh eforia kampanye yang penuh hura-hura. Bagaimana kita mampu melahirkan pemimpin berkualitas jika visi dan misinya gak jelas. Jika janji politik tidak jelas, maka visi dan misi pun tidak juga akan jelas. Lihat Soekarno dan Soeharto. Jelas visi dan misinya. Mau dibawa kemana bangsa ini, jelas! Era Soekarno ada pancasila yang menjadi pondasi bangsa dan negara. Karakter dan identitas bangsa jelas. Apa yang akan diraih juga jelas yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Soekarno berhasil meletakkan pondasi yang cukup kuat untuk bangsa ini melalui falsafah pancasila dan UUD 1945. Era Soeharto, ada P4. Arahnya jelas yaitu pembangunan bertahap dan berkelanjutan. Ada perencanaan dan pencapaian. Sangat terukur. Seorang pemimpin mesti jelas visi dan misinya. Mesti jelas apa yang mau dicapai. Rakyat harus dipahamkan terhadap visi dan misi itu, dilibatkan dan ikut melakukan pengawasan. Anies Baswedan, Gubernur DKI layak dijadikan contoh. Visinya jelas: maju kotanya bahagia warganya. Inilah yang ingin dicapai. Visi ini akan dicapai melalui 23 Janji politiknya. Janji Anies ada angkanya dan ada detailnya. Terhadap 23 Janji itu rakyat selalu ingat dan dapat mengukur tingkat keberhasilannya. Apa yang dilakukan Anies baik untuk didorong menjadi trend di setiap suksesi kepemimpinan. Siapapun yang akan mencalonkan jadi pemimpin mesti jelas apa saja yang akan dikerjakan. Apa program yang dijanjikannya. Harus jelas angkanya, jelas pula detail programnya. Kenapa? Pertama, supaya rakyat ingat dan mudah mengukurnya. Kedua, agar pemimpin bertanggung jawab untuk menunaikan janji-janji itu. Ada baiknya ini dimulai dari para gubernur dan kepala daerah yang sekarang menjabat. Ada berapa janji Ganjar Prabowo misalnya. Dan apa saja detailnya. Berapa yang sudah ditunaikan, dan apa saja yang belum ditunaikan. Ini juga berlaku untuk Ridwan Kamil (Gubernur Jawa Barat), Khofifah Indarparawansa (Gubernur Jawa Timur), dan juga kepala-kepala daerah lain. Ingatkan rakyat atas janji politikmu saat kampanye, dan tunjukkan apa saja yang sudah ditunaikan saat ini. Jadikan dirimu pemimpin yang bertanggung jawab atas janji-janji itu. Supaya rakyat bisa secara obyektif menilai dan mengukurmu. Kita berharap, semua rakyat di daerah manapun berada, harus secara terus menerus mengingatkan janji-janji politik para pemimpinnya, dan meminta mereka menunaikan. Raport hijau atau merah, setidaknya dimulai penilaiannya dari janji itu. Diingat, atau dilupakan. Ditunaikan, atau diabaikan. Pertanyaan sederhana: apakah kalian (rakyat) ingat janji politik pemimpin daerah kalian? Kalau tidak, minta pemimpin kalian mengingatkannya kembali. Kalau pemimpin kalian juga tak ingat, maka ia bukan pemimpin yang berintegritas dan berkapasitas. Jangan berikan lagi ia kesempatan kedua kali, apalagi naik posisi. Kalian harus berani tegas menghukum para pemimpin yang tak bertanggungjawab atas janjinya. Nasib bangsa ini ada di tangan para pemimpin. Kalau anda tidak serius memilih pemimpin, maka pemimpin itu juga tidak akan pernah serius mengurus anda. Bagaimana Anda serius memilih pemimpin, janji pemimpin saja Anda tidak tahu! *) Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa

CISDI: Kenaikan Cukai Rokok Tambah Penerimaan Negara Rp7,92 Triliun

Jakarta, FNN - Penasihat Riset Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) Teguh Dartanto mengatakan bahwa kenaikan cukai rokok sampai 45 persen dapat menambah penerimaan negara hingga Rp7,92 triliun. "Kenaikan cukai rokok sampai 45 persen akan meningkatkan pendapatan negara Rp7,92 triliun, meningkatkan output sebesar Rp26,2 triliun, dan menciptakan lapangan kerja baru setara 149 ribu lapangan kerja,” kata Teguh yang juga Ketua Klaster Penelitian Ekonomi Pembangunan FEB UI dalam diseminasi hasil penelitian secara daring di Jakarta, Kamis. Ia mengatakan bahwa kenaikan Cukai Hasil Tembakau (CHT) sampai 46 persen tidak akan membuat penerimaan negara menurun meskipun konsumsi rokok legal berpotensi terkoreksi. "Tapi kalau CHT naik lebih tinggi dari 46 persen, penerimaan negara dapat turun karena penurunan konsumsi jauh lebih besar,” terang Teguh. Karena itu, dengan kenaikan CHT sampai maksimal 46 persen, pemerintah dapat melakukan belanja dengan lebih optimal. Selain tidak menurunkan penerimaan negara, kenaikan CHT juga tidak berdampak negatif terhadap perekonomian nasional. Pasalnya, meskipun konsumsi rokok legal berpotensi menurun, perokok bisa mengalokasikan uangnya untuk mengonsumsi produk lain. "Efek totalnya kalau kita naikkan cukai rokok 30 persen sebenarnya tidak ada masalah luar biasa terkait output dalam perekonomian. Kalau 45 persen juga ternyata tidak memengaruhi omzet atau output perekonomian,” imbuh Teguh. "Teguh juga mengatakan bahwa kenaikan CHT tidak banyak berpengaruh terhadap omzet pelaku industri rokok sebagaimana kenaikan CHT pada 2020 lalu sebesar rata-rata 23 persen. "Kita lihat di tahun 2020 kenaikannya tidak banyak memengaruhi omzet dari industri rokok,” ucapnya. (ant, sws)

Mahasiswa Gelar Aksi Demo, Ajukan 12 Tuntutan Kepada Jokowi

Jakarta, (FNN) - Mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Indonesia menggelar aksi demonstrasi. Mereka berencana mengepung Istana Kepresidenan, igin menyampaikan aspirasi kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang ternyata telah "kabur" ke Kalimantan. Aksi demo yang dilakukan para mahasiswa itu, terpusat di sekitar Patung Kuda, di dekat Taman Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat. Hujan yang turun di kawasan tersebut tidak mengurungkan niat mereka melakukan aksi. Sedikitnya 12 tuntutan ingi mereka sampaikan kepada Jokowi dalam aksi yang berlangsung, Kamis, 21 Oktober 2021. Aksi para mahasiswa tersebut pun akhirnya menutup jalan di kawasan Patung Kuda, Jalan Merdeka Barat. Para pemimkin aksi silih berganti menyampaikan orasi dari sebuah mobil komando yang disiapkan, lengkap dengan pengeras suaranya. "Ayo teman-teman kita tutup jalan. Pak polisi, kami terpaksa menutup jalan karena bapak-bapak menahan kami. Tujuan kami di sana (Istana)," kata salah satu mahasiswa dari Universitas Indraprasta PGRI di Kawasan Patung Kuda Monas, Jakarta Pusat, Kamis. Aksi itu dilakukan mahasiswa karena polisi menahan massa bergerak dari Jalan Medan Merdeka Selatan menuju Istana Negara yang menggelar aksi terkait tujuh tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Aparat kepolisian sengaja menahan pergerakan ratusan mahasiswa yang ingin bergabung dengan teman-temannya dari BEM SI yang sudah lebih dahulu berkumpul di kawasan Patung Kuda itu. Arus lalu lintas pun sempat tersendat di Jalan Merdeka Barat arah Istana Negara menuju Bundaran HI, serta arah Jalan Abdul Muis menuju Jalan Medan Merdeka Selatan. Aksi debat antara mahasiswa dan aparat kepolisian pun terjadi. Polisi juga sempat mencabut kunci mobil yang digunakan mahasiswa sebagai tempat berorasi. Aksi turun ke jalan bertepatan dengan tujuh tahun Jokowi jadi presiden atau dua tahun untuk periode kedua. Ia dan Ma'ruf Amin dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden pada 20 Oktober 2021. "Bertepatan dengan 20 Oktober 2021, tujuh tahun sudah Jokowi memimpin pemerintahan negeri ini. Namun, banyak janji-janji kampanye yang harus dipenuhi," kata Koordinator Pusat Aliansi BEM SI Kaharuddin di kawasan silang Monas, Jakarta Pusat, Kamis. Kaharuddin menyampaikan ada 12 tuntutan yang disampaikan. Antara lain mendesak pemerintah supaya menerbitkan Peraturan Pemerintah pengganti untuk membatalkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Mahasiswa juga menuntut diberhentikannya Firli Bahuri sebagai Ketua KPK dan mengembalikan marwah lembaga tersebut dalam agenda pemberantasan korupsi. (MD).

Politik Riset

By M Rizal Fadillah POLITIK hukum adalah kebijakan politik tentang hukum, politik ekonomi merupakan kebijakan politik mengenai ekonomi baik arah, bentuk, atau sistem yang dianut. Politik budaya adalah kemauan politik mengenai budaya bangsa. Nah politik riset tidak lain bagaimana kebijakan kenegaraan mengenai riset baik kedudukan, fungsi, maupun sistem kelembagaannya. Diarahkan ke mana perisetan Nasional. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah politik riset. Ternyata bukan saja Omnibus Law yang main disatu-satukan itu, lembaga riset pun disatukan di bawah satu komando. BATAN,LAPAN, LIPI, BPPT dilebur dalam BRIN. Lucunya lembaga riset ini memiliki Dewan Pengarah dan lebih lucu lagi Ketua Dewan Pengarahnya adalah Ketum PDIP. Parahnya, Ketua Dewan Pengarah memiliki kekuasaan yang sangat besar. Ketum PDIP adalah Puteri Presiden Soekarno, penguasa Orde Lama yang dikenal diktator dan menjalankan model demokrasi terpimpin. Nasakom adalah politiknya. Menjepit agama dengan memanjakan komunis. Sayang akhir kekuasaannya tragis jatuh karena dikaitkan dengan pemberontakan PKI. Presiden seumur hidup tidak mampu bertahan dan hanya mampu menjabat hingga 1966. 21 tahun. Soekarno menggagas badan riset MIPI (Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia) sebagai cikal bakal LIPI. Soekarno ingin lembaga riset yang besar semacam Academy of Science Uni Sovyet, Negara Eropa Timur, dan Tiongkok. Kiblat ke negara sosialis karena lembaga risetnya di bawah Negara, bukan swasta seperti di Amerika dan Negara Barat. Presiden memimpin langsung lembaga riset. Mungkin lembaga riset berguna untuk pengembangan ideologi sosialis dan komunis saat itu. Menurut Sekjen PDIP Hasto Kristanto, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri meminta kepada Jokowi pada saat Pilpres 2019 untuk membentuk BRIN. "BRIN memang perlu di bawah Presiden langsung" katanya. Menariknya Megawati itu menjadi Ketua Dewan Pengarah BRIN sekaligus Ketua Dewan Pengarah BPIP. Sekretaris Dewan Pengarah BRIN adakah Shudamek Agoeng Waspodo, Chairman Garudafood. Boss kacang ini juga adalah anggota Dewan Pengarah BPIP. Inilah akar dari politik riset dalam pembentukan BRIN. Politik ikut bahkan menentukan dalam mengarahkan riset-riset. Adakah Academy of Science dari negara sosialis menjadi rujukan BRIN? Dikaitkan dengan agenda PPHN yang juga digagas PDIP maka lengkaplah arah politik riset ini ke depan. Ideologisasi yang menjadi ranah politik telah dilekatkan dengan lembaga riset nasional. Persoalan yang muncul adalah keraguan publik bahwa ideologi Pancasila yang dicira-citakan Megawati Soekarnoputeri adalah Pancasila 18 Agustus 1945 atau Pancasila 1 Juni 1945 ? Jika yang dimaksud adalah yang terakhir maka BRIN menjadi lembaga riset yang berbahaya. Menjadi sarana ideologisasi yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 yang orisinal. Politik riset tidak mengarah pada otonomi ilmiah tetapi sarat ideologi. Cara seperti ini diterapkan oleh negara-negara sosialis atau komunis. Jokowi dan Megawati harus menjelaskan dulu hal ini kepada Rakyat Indonesia. Jangan sampai terjadi penelikungan ideologi melalui lembaga riset. *) Pemerhati Politik dan Kebangsaan