ALL CATEGORY
Pengamat Pemilu Harap Pemilihan Presiden dan DPRD Tidak Digabung
Jakarta, FNN - Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini berharap agar model pemilihan umum (pemilu) serentak untuk memilih Presiden, DPR, dan DPD tidak digabung dengan DPRD. "Ke depan, diharapkan DPRD dipisahkan pemilihannya dari pemilihan Presiden, DPR, dan DPD," kata Titi ketika dihubungi oleh ANTARA dari Jakarta, Jumat. Harapan tersebut ia ungkap ketika membahas penyelenggaraan Pemilu 2024. Menurut Titi, penggabungan pemilihan umum DPRD dengan Presiden, DPR, dan DPD membuat beban pemilih dan panitia penyelenggara pemilu menjadi lebih berat dan rumit. Hal tersebut yang dianggap sebagai penyebab kompleksitas Pemilu 2024 dan perlu disederhanakan. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan oleh mantan Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), sebaiknya, untuk sistem pemilu legislatif proporsional terbuka, terdapat aturan berupa tidak banyak posisi yang dipilih secara bersamaan dan skala daerah pemilihan sebaiknya tidak terlalu besar. Adapun yang dimaksud dengan sistem pemilu legislatif proporsional terbuka adalah sistem pemilu yang memungkinkan pemilih untuk memberi suara kepada individu yang akan duduk di kursi parlemen, alih-alih hanya memberi suara berdasarkan partai. Pemilihan dengan model ini mengakibatkan banyaknya daftar nama calon legislatif yang tercantum di dalam surat suara. Maka dari itu, Titi menilai bahwa pemisahan pemilihan DPRD dengan Presiden, DPR, dan DPD merupakan solusi untuk menyederhanakan pemilu. "Hal itu guna menghindari pemilu yang terlalu crowded (penuh sesak),” tutur-nya seraya menambahkan pemilihan yang terlalu padat dinilai akan menyulitkan pemilih dan membebani petugas. Sebelumnya, salah satu upaya yang telah dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mengatasi kompleksitas pemilu adalah melalui penyederhanaan surat suara. Namun, menurut Titi, belum tentu upaya tersebut dapat mengurai kompleksitas Pemilu 2024 sepenuhnya. "Tidak ada jaminan bahwa semua persoalan kompleksitas pemilu kita akan tuntas hanya dengan penyederhanaan surat suara di pemilu," ujar Titi. Meskipun demikian, ia tetap mengapresiasi upaya KPU terkait penyederhanaan surat suara dan mengatakan bahwa gagasan tersebut merupakan gagasan yang progresif. (sws)
Kabupaten OKU Timur Percepat Pembentukan Mal Pelayanan Publik
Martapura, FNN - Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Timur, Sumatera Selatan, mempercepat pembentukan Mal Pelayanan Publik (MPP) agar masyarakat lebih mudah dalam mengurus berbagai dokumen penting melalui pelayanan terpadu. Sekretaris Daerah Pemkab OKU Timur, Jumadi di Martapura, Jumat menerangkan, pembentukan MPP ini sebagai wujud keseriusan pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat di wilayah itu. MPP yang segera dibentuk ini merupakan tempat pelayanan terpadu yang melayani semua pengurusan dokumen dilakukan pada satu tempat. Pelayanan satu atap ini melayani kepengurusan administrasi kependudukan seperti akte kelahiran, surat kematian, kartu identitas anak, KTP; dan beragam jenis izin usaha lainnya. Termasuk juga pelayanan BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, PDAM, izin terkait kendaraan, perpanjangan SIM hingga pembayaran retribusi daerah dapat dilakukan di MPP. "Dan masih banyak lagi pelayanan yang dapat dilayani di MPP tersebut," tegasnya. Sekda meminta agar dinas terkait segera merumuskan sampel 3D dan mempercepat kajian akademik supaya MPP dapat dibentuk tahun ini. Dengan adanya MPP warga tidak perlu lagi ke berbagai instansi untuk mengurus satu keperluan karena dapat dilakukan di Mal Pelayanan Publik. "Dengan adanya MPP pelayanan menjadi ringkas, transparan dan tanpa pungutan tidak resmi. Pembayaran untuk retribusi daerah, bisa langsung dibayarkan ke loket bank yang disediakan," ujarnya. (sws)
Jakarta Kelebihan Bayar Masker N95 Rp 5,8 Miliar
Jakarta, FNN - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kelebihan membayar masker respirator N95 sebesar Rp 5,8 miliar dari pos belanja tidak terduga (BTT) APBD DKI 2020. Hal ini disampaikan BPK dalam laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan Pemprov DKI 2020 yang disahkan Kepala BPK DKI Pemut Aryo Wibowo, Kamis (5/8/2021). Laporan tersebut juga menyebut pembelian masker itu dilakukan melalui dua perusahaan berbeda, yakni PT IDS dan PT ALK yang memiliki kisaran harga berbeda. "Permasalahan itu mengakibatkan pemborosan keuangan daerah senilai Rp 5.850.000.000," tulis Pemut dalam laporan yang dikutip di Jakarta. Dalam laporan itu, disebutkan bahwa Dinas Kesehatan DKI melakukan kontrak dengan PT IDS untuk pembelian masker sebanyak tiga kali dengan jumlah total 89.000 masker yang berita acaranya disahkan pada 5 Agustus, 28 September, dan 6 Oktober 2020. Sebagaimana dikutip dari Antara, Jumat (6/8/2021), pembelian pertama sebanyak 39.000 masker, harga yang ditetapkan adalah Rp 70.000. Selanjutnya, pada pembelian kedua dan ketiga, harganya turun jadi Rp 60 ribu. Sedangkan kontrak untuk pembelian respirator N95 dengan PT ALK diketahui dalam berita acara pada 30 November 2020. Dinkes DKI memesan 195.000 unit masker dengan harga tiap satuannya mencapai Rp90.000. BPK lantas melakukan komunikasi dengan keduanya. Hasilnya, diketahui ternyata PT IDS sanggup jika melakukan pengadaan masker Respirator N95 sebanyak 200.000 pcs karena stok barang tersedia. Namun, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) melakukan pembelian masker jenis serupa kepada PT ALK. Karena kebijakan itu, Pemut menilai PPK tidak cermat dalam mengelola keuangan daerah secara ekonomis. Yakni dalam hal mendapatkan barang dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada tingkat harga terendah. Pemut pun meminta agar Pemprov DKI mengedepankan asas yang menguntungkan bagi negara dengan memilih pengadaan barang yang lebih murah dan kualitas yang sama. "Jika mengadakan barang yang berjenis dan kualitas sama, seharusnya melakukan negosiasi harga minimal dengan harga barang yang sama atas harga respirator (N95) lainnya yang memenuhi syarat. Bahkan, lebih rendah dari pengadaan sebelumnya," ujarnya. (MD).
Latihan Garuda Shield tidak Cederai Kebijakan Politik Bebas Aktif
Jakarta, FNN - Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana mengatakan, latihan bersama Garuda Shield antara TNI Angkatan Darat dan Angkatan Darat Amerika Serikat (US Army) tidak mencederai kebijakan politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif. "Bagi Indonesia yang menjalankan politik luar negeri bebas aktif tentu latihan bersama tidak dapat dimaknai seolah Indonesia lebih mendekat dengan Amerika Serikat dibanding negara lain, utamanya China," ujar Hikmahanto dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat, 6 Agustus 2021. Belakangan ini AS dan China terlibat persaingan untuk mendapatkan dominasi di berbagai belahan dunia. Perebutan pengaruh tersebut lebih intensif di Laut China Selatan. Indonesia bagi AS dan China, lanjut Hikmahanto, menjadi negara kunci untuk diperebutkan karena nilai strategis dalam banyak aspek. "Dalam posisi demikian, Indonesia mendapat banyak tawaran yang datangnya dari kedua negara yang memperebutkannya. Mulai dari hutang luar negeri, pemberian vaksin gratis hingga latihan bersama antar militer," katanya sebagaimana dikutip dari Antara. Dengan tawaran itersebut diharapkan Indonesia lebih condong ke salah satu pihak. "Bagi Indonesia tentu tawaran-tawaran yang diberikan tidak perlu ditolak, justru harus diterima dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan nasional," ujarnya. Hikmahanto mengatakan, politik luar negeri bebas aktif harus dimaknai sebagai kebijakan Indonesia yang berteman dengan semua negara. Selain itu, bermakna menerima berbagai tawaran dari negara mana pun sepanjang tidak mencederai kepentingan Indonesia. "Politik luar negeri Indonesia harus mengabdi pada kepentingan nasional," tuturnya. Dalam konteks demikian, Garuda Shield tidak dapat dimaknai atau disebut Indonesia lebih condong kepada AS. "Bahkan merupakan persepsi yang salah bila Garuda Shield dianggap menciderai politik luar negeri bebas aktif," kata Hikmahanto. Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Andika Perkasa sebelumnya mengatakan, tujuan utama dari latihan bersama tersebut adalah agar prajurit AD yang terlibat dapat mengembangkan jejaring mereka dengan para prajurit AS. Selain itu dimaksudkan menimba pengalaman dan pengetahuan teknik berperang. (MD).
Copot Kapolda
By M Rizal Fadillah DUA Kapolda melakukan perbuatan yang berbahaya bagi bangsa. Keduanya adalah Kapolda Metro Irjen Pol Fadil Imran dan Kapolda Sumsel Irjen Pol Eko Indra Heri. Fadil Imran diduga terlibat sekurangnya dalam pembiaran terjadinya pembantaian 6 anggota Laskar FPI. Sementara Eko Indra ikut mengecoh publik atas uang 2 Trilyun dana keluarga Akidi Tio. Irjen Pol Fadil Imran telah melakukan perbuatan berbahaya dengan mencoba mentersangkakan 6 orang korban pembantaian dan melindungi anggota Kepolisian Polda Metro Jaya yang bertindak sebagai Pelapor. Kapolda tidak menindak anggotanya yang kemudiannya berstatus Tersangka dalam kasus pembunuhan dan penganiayaan tersebut. Kapolda Sumsel di tengah pandemi yang mencekam telah mengecoh publik dengan publikasi saat menerima dana sumbangan 2 Trilyun dari Heryanti anak bungsu pengusaha Akidi Tio yang kemudian diketahui ternyata uang 2 Trilyun tersebut hanya "pasir" saja. Hoax atau prank ini akan menjadi catatan sejarah bangsa. Nama Eko Indra pun ikut melegenda. Kapolri harus konsisten untuk membuktikan adanya langkah pembenahan di lingkungan Kepolisian dengan berani mencopot kedua Kapolda yang menghebohkan tersebut. Pembiaran atas pencemaran korps tentu berefek buruk bagi citra Kapolri sebagai atasan. Khusus mengenai kasus hoax keluarga Akidi Tio masyarakat menuntut penuntasan segera. Pemberhentian Kapolda adalah pilihan terbaik di samping proses hukum cepat tersangka Heryanti dan pihak lain yang terlibat. Menurut Kapolda informasi awal datang dari Kadinkes Sumsel dan Profesor Hardi Darmawan, dokter pribadi keluarga Akidi Tio. Masyarakat mengaitkan hoax 2 Trilyun dengan hoax Presiden soal dana 11.000 Trilyun. Dalam situs resmi Setkab, yang konon kini dihapus, tertulis "Datanya sudah ada, Presiden Jokowi : Uang kita yang disimpan di luar negeri Rp 11.000 Trilyun". Ternyata uang itu hingga kini tidak terbukti keberadaannya. Fakta yang terjadi justru hutang yang berjumlah 6.416 Trilyun di bulan Mei 2021. Di medsos netizen mencoba melakukan inventarisasi hoax Presiden mulai soal laku 6000 unit mobil Esemka, pengangguran digaji, sudah beli 2 juta Avigan, 50 juta masker, penguatan KPK, cetak 3 juta lahan pertanian, anak yang tak tertarik politik, persulit investasi asing, stop hutang luar negeri, stop impor, tidak bagi-bagi jabatan, hingga yang paling diingat yaitu ekonomi meroket. Mulailah untuk menjalankan prinsip good governance dengan pemberantasan hoax pejabat negara. Janganpah hoax itu selalu dituduhkan kepada rakyat semata. Pencopotan Kapolda Sumsel adalah bukti keseriusan dalam membenahi aparatur negara. Pandemi membuat panik sehingga aparat kehilangan kendali dan kontrolnya lagi. Membabi buta dengan "uang pasir" 2 Trilyun. Kapolda memang sudah meminta maaf atas ketidakhati-hatiannya, tetapi persoalan menghebohkan ini tidak cukup dengan meminta maaf. Ini bukan saat lebaran sebagai momen saling maaf memaafkan. Ini persoalan bangsa dan negara. Persoalan sosial, politik, dan hukum. Ayo copot Kapolda Metro dan Kapolda Sumsel, Kepolisian masih memiliki sumber daya manusia yang lebih baik, profesional dan berakhlak. *) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Kapolda Sumsel Diperiksa Tim Wasriksus Polri Selama Enam Jam
Sumatera Selatan, FNN- Tim pengawasan dan pemeriksaan khusus (Wasriksus) Polri yang dipimpin Inspektur Jendral Polisi Agung Wicaksono melakukan pemeriksaan terhadap Kepala Polisi Daerah Sumatera Selatan Inspektur Jendral Polisi Eko Indra Heri selama lebih kurang enam jam, Kamis. Pemeriksaan tersebut dilakukan dalam agenda audit investigasi (pendalaman) ihwal dana hibah Rp2 triliun dari almarhum Akidi Tio (warga asal Langsa, Aceh Timur, Provinsi Aceh) yang belum jelas keberadaannya. Kepala Bidang Humas Polisi Daerah Sumatera Selatan Komisaris Polisi Supriadi di Palembang, Kamis, secara singkat mengatakan pemeriksaan tersebut dilakukan secara internal Polri sehingga tidak bisa memberikan informasi perkembangan lebih lanjut. "Saya tidak bisa berkomentar," kata dia. Namun di sisi lain, ia memastikan tim penyidik reserse kriminal umum akan bekerja semaksimal mungkin untuk melakukan penyelesaian permasalahan dana hibah yang diproyeksikan untuk penanggulangan COVID-19 di Sumatera Selatan secara profesional. Berdasarkan pantauan di lapangan, tim Wasriksus melakukan pemeriksaan lebih kurang selama enam jam, setibanya mereka di gedung promoter markas Polda Sumatera Selatan pada pukul 15.15 WIB dan meninggalkan gedung promoter markas Polda Sumatera Selatan sekitar pukul 20.56 WIB. Dalam agenda itu Kepala Polisi Daerah Sumatera Selatan Inspektur Jendral Polisi Eko Indra Heri didampingi oleh Direktur Intelijen dan Keamanan Komisaris Besar Polisi Ratno Kuncoro. Lalu Direktur Reserse Kriminal Umum, Komisaris Besar Polisi Hisar Siallagan, Kepala Bidang Propam Komisaris Besar Polisi Dedi Sofiandi dan Kepala Bidang Humas Komisaris Besar Polisi Supriyadi. Setelah selesai melakukan pemeriksaan rombongan tim Wasriksus meninggalkan lokasi tepat pada pukul 21.00 WIB diikuti juga oleh Kapolda dan jajaran. Sebelumnya Kepala Polisi Daerah Sumatera Selatan Inspektur Jendral Polisi Eko Indra Heri telah menyampaikan permohonan maaf secara langsung kepada seluruh masyarakat ihwal dana hibah Rp2 triliun dari almarhum Akidi Tio yang belum jelas keberadaanya. Permohonan maaf tersebut disampaikan Kapolda didampingi oleh Kepala Bidang Humas Komisaris Besar Polisi Supriyadi di gedung promoter Markas Polisi Daerah Sumatera Selatan, Palembang, Kamis. "Saya minta maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia, khususnya Kapolri, Pimpinan di Mabes Polri, anggota Polri, masyarakat Sumsel, tokoh agama dan tokoh adat termasuk Forkompinda Sumsel, Gubernur, Pangdam dan Danrem," kata dia. Ia mengakui, kesalahan ada pada dirinya secara pribadi karena tidak berhati-hati dalam memastikan donasi yang diproyeksikan untuk penanggulangan COVID-19 Sumatera Selatan yang dimandatkan kepadanya tersebut sampai akhirnya menimbulkan kegaduhan. "Kegaduhan yang terjadi dapat dikatakan sebagai kelemahan saya sebagai individu. Saya sebagai manusia biasa memohon maaf, Ini terjadi akibat ke tidak hati-hatian saya," kata dia. Sekaligus juga ia menyampaikan bahwa telah memaafkan pihak keluarga almarhum Akidi Tio yang saat ini ada lima orang ditetapkan sebagai saksi oleh tim penyidik reserse kriminal umum, yakni Heryanti Tio, Rudi Sutadi, Kelvin (satu keluarga anak alm Akidi Tio), dr Hardi Darmawan (dokter pribadi keluarga) dan satu lain belum diketahui identitasnya. "Terlepas ada atau tidaknya dana ini saya sudah memaafkan keluarga mendiang Akidi Tio," tandasnya.(sws)
PN Denpasar Adili Oknum Polisi Karena Jadi Perantara Jual Beli Narkoba
Denpasar, FNN - Oknum polisi di Bali bernama I Gusti Ngurah Menara diadili di Pengadilan Negeri Denpasar, Bali, karena menjadi perantara jual beli narkotika. "Dari terdakwa ditemukan barang bukti sebanyak 52 plastik klip yang berisi kristal bening mengandung narkotika jenis metamfetamina atau sabu dengan berat keseluruhan 84,34 gram netto atau 97,38 gram brutto," kata Jaksa Penuntut Umum Made Ayu Citra Maya Sari dalam sidang virtual di PN Denpasar, Bali, Kamis. Dalam perkara ini, terdakwa didakwa dengan tiga pasal, yaitu Pasal 114 ayat (2) UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Pasal 112 ayat (2) UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan 115 ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Dalam dakwaan pertama, Jaksa Citra Maya menjelaskan bahwa awalnya terdakwa dihubungi oleh seseorang yang bernama Putu (DPO) untuk mengambil tempelan satu paket sabu dengan berat 100 gram di pinggir jalan di semak semak Jalan Raya Bypass Ngurah Rai Sanur Kota Denpasar. Selanjutnya, terdakwa pulang ke rumahnya di Perumahan Cempaka Claster Residence Banjar Jebaud Desa Bringkit Belayu Kecamatan Marga Kabupaten Tabanan, dan memecah paket sabu yang diambilnya menjadi 51 paket dan menyisakan satu plastik klip dengan menggunakan timbangan elektrik masing-masing dengan berat satu gram sebanyak 11 paket, berat 0,4 gram sebanyak 14 paket dan 0,2 gram sebanyak 26 paket dan sisanya satu plastik klip berisi kristal bening beratnya 70 gram yang belum dibagi. "Terdakwa menunggu perintah dari seseorang yang bernama Putu (DPO) untuk menaruh atau menempel 51 paket yang sudah ada tersebut," katanya. Pada Sabtu 8 Mei 2021 sekitar jam 11.30 Wita terdakwa kembali dihubungi melalui telepon oleh Putu (DPO) untuk menaruh atau menempel sabu di pinggir jalan Raya Kerobokan Banjar Kancil Desa Kerobokan Kecamatan Kuta Utara Kabupaten Badung. Setelah itu terdakwa menuju lokasi yang sudah ditentukan dan menyebarkan atau menempel puluhan paket sabu yang sebelumnya sudah dipecah-pecah terdakwa. Terdakwa ditangkap pada (8/05) pada pukul 18.30 Wita di pinggir Jalan Raya Kerobokan Banjar Campuan Kecamatan Kuta Utara Kabupaten Badung. "Terdakwa mengakui narkotika tersebut didapat dari seseorang yang bernama Putu (DPO) yang sebelumnya meminta terdakwa mengambil barang paketan berupa sabu dengan berat 100 gram yang selanjutnya dipecah menjadi 51 paket dan satu paket dengan tujuan untuk ditempel atau di taruh kembali sesuai pesanan Putu (DPO)," kata Jaksa.(sws)
KPK: BKN Disebut Tak Kompeten Laksanakan TWK Bertentangan dengan Hukum
Jakarta, FNN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan pendapat Ombudsman RI mengenai tidak kompetennya Badan Kepegawaian Negara (BKN) dalam melaksanakan asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) bertentangan dengan hukum. "Pendapat Ombudsman RI yang menyatakan telah terjadi maladministrasi berupa tidak kompetennya BKN dalam melaksanakan asesmen TWK bertentangan dengan hukum dan bukti," ucap Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis. KPK, Kamis, menyampaikan tanggapan atas Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman RI soal adanya dugaan penyimpangan prosedur dalam proses peralihan pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Salah satunya perihal tidak kompetennya BKN dalam melaksanakan TWK tersebut. Lebih lanjut, Ghufron pun mempertanyakan jika BKN dianggap tidak kompeten lantas lembaganya akan meminta kepada siapa lagi terkait pelaksanaan TWK tersebut. "Pertanyaannya kalau BKN dianggap tidak kompeten kemudian ditolak oleh Ombudsman RI, kepada siapa lagi KPK akan meminta TWK ini. Ini kan tidak logis lembaga atau ketatanegaraan sudah memberi wewenang kepada BKN kemudian oleh Ombudsman RI dinyatakan tidak kompeten, lantas kepada siapa kami akan meminta TWK kalau BKN menolak," ujar Ghufron. Ia juga menegaskan dalam Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN juga telah disebut kewenangan BKN dalam menyelenggarakan manajemen ASN. Dia menyatakan dalam peraturan perundang-undangan, Pasal 1 angka 21 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN menyatakan BKN yang selanjutnya adalah lembaga pemerintah nonkementerian diberi kewenanangan melakukan pembinaan, menyelenggarakan manajemen ASN. "Kalau kemudian BKN dianggap tak kompeten berarti "kosong" karena tidak ada lagi di Republik Indonesia yang memiliki kewenangan untuk ini," lanjut Ghufron. KPK telah menyatakan keberatan atas hasil pemeriksaan Ombudsman RI tersebut. "Kami menyatakan keberatan untuk menindaklanjuti tindakan korektif yang disarankan Ombudsman RI," kata dia. KPK akan menyampaikan surat keberatan kepada Ombudsman RI pada Jumat (6/8).*- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan pendapat Ombudsman RI mengenai tidak kompetennya Badan Kepegawaian Negara (BKN) dalam melaksanakan asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) bertentangan dengan hukum. "Pendapat Ombudsman RI yang menyatakan telah terjadi maladministrasi berupa tidak kompetennya BKN dalam melaksanakan asesmen TWK bertentangan dengan hukum dan bukti," ucap Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis. KPK, Kamis, menyampaikan tanggapan atas Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman RI soal adanya dugaan penyimpangan prosedur dalam proses peralihan pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Salah satunya perihal tidak kompetennya BKN dalam melaksanakan TWK tersebut. Lebih lanjut, Ghufron pun mempertanyakan jika BKN dianggap tidak kompeten lantas lembaganya akan meminta kepada siapa lagi terkait pelaksanaan TWK tersebut. "Pertanyaannya kalau BKN dianggap tidak kompeten kemudian ditolak oleh Ombudsman RI, kepada siapa lagi KPK akan meminta TWK ini. Ini kan tidak logis lembaga atau ketatanegaraan sudah memberi wewenang kepada BKN kemudian oleh Ombudsman RI dinyatakan tidak kompeten, lantas kepada siapa kami akan meminta TWK kalau BKN menolak," ujar Ghufron. Ia juga menegaskan dalam Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN juga telah disebut kewenangan BKN dalam menyelenggarakan manajemen ASN. Dia menyatakan dalam peraturan perundang-undangan, Pasal 1 angka 21 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN menyatakan BKN yang selanjutnya adalah lembaga pemerintah nonkementerian diberi kewenanangan melakukan pembinaan, menyelenggarakan manajemen ASN. "Kalau kemudian BKN dianggap tak kompeten berarti "kosong" karena tidak ada lagi di Republik Indonesia yang memiliki kewenangan untuk ini," lanjut Ghufron. KPK telah menyatakan keberatan atas hasil pemeriksaan Ombudsman RI tersebut. "Kami menyatakan keberatan untuk menindaklanjuti tindakan korektif yang disarankan Ombudsman RI," kata dia. KPK akan menyampaikan surat keberatan kepada Ombudsman RI pada Jumat (6/8). (sws)
Polisi Sita Ganja Seberat 28 Kilogram di Pelabuhan Bakauheni
Lampung Selatan FNN - Kepolisian sektor kawasan Pelabuhan (KSKP) Bakauheni Lampung Selatan menyita sebanyak 28 kilogram ganja kering yang dikemas ke dalam 28 paket ganja warna cokelat di areal Seafort Interdiction Pelabuhan Bakauheni pada Sabtu (31/7). "Barang bukti itu milik tersangka F (40) warga Dusun Bineh Blang, Desa Kampung Raya Kecamatan Seulemeum, Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh," kata Wakapolres Lampung Selatan, Kompol Firman Sontama, pada ekspose kasus itu di halaman KSKP Bakauheni, Lampung Selatan, Kamis. Ia menyebutkan ganja itu dibawa menggunakan kendaraan ekspedisi truk boks paket PT Indah Logistik B 9817 FXU. Atas penangkapan tersebut pihaknya lalu mengembangkan perkara tersebut dan berhasil menangkap tersangka F pada 2 Agustus 2021 pukul 02.00 WIB di Depok. "Tersangka F yang menerima dan rencananya ganja itu akan diedarkan di daerah Depok Jawa Barat," kata Firman. Tersangka F sendiri mengaku sehari-hari bekerja di mobil tinja. Atas perbuatannya tersangka akan dikenakan Pasal 111 ayat (2) jo pasal 114 ayat (2) UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.(sws)
Melawan Covid-19: Intimasi dan Nutrisi
Oleh: Prof. Daniel Mohammad Rosyid Vaksinasi massal melawan flu Covid-19 saat ini semakin dipaksakan. Terakhir BIN (Badan Intelijen Negara) telah dilibatkan dalam vaksinasi santri pesantren. Bahkan sertifikat vaksin kini dijadikan syarat mobilitas. Ada rencana untuk menjadikannya sebagai syarat administrasi untuk memperoleh pelayanan publik. Kebijakan penanganan covid yang terlambat dan inkonsisten sehingga tidak efektif justru dijadikan alasan bagi vaksinasi paksa massal ini. Langkah ini dipijakkan pada pendakuan yang rapuh, dan inkonstitusional tapi sekaligus jahat. Ada 4 alasan mengapa vaksinasi tidak relevan dalam menghadapi Flu Covid-19. Pertama, covid-19 sebagai flu adalah self-limiting disease dan ditularkan lebih melalui droplet. Virus sulit menular di ruang terbuka, panas, dan berkelembaban tinggi. Ada upaya sesat mengubah Covid-19 sebagai bukan flu, ditambah dengan narasi virus menular melalui aerosol dan OTG, sehingga pandemi Covid-19 ini menjadi semacam teror biologis. Padahal flu itu tidak ada obatnya; vaksin bukan obat flu. Perangkat paling ampuh melawan flu adalah imunitas tubuh baik yang bawaan ataupun yang diperoleh melalui gaya hidup sehat manusia sebagai makhluq multi-dimensi, bukan sekedar makhluq biokimia semacam binatang. Anak muda yang sehat yang terpapar Flu Covid-19 akan mengalami gejala flu biasa atau sedikit lebih berat namun akan sembuh dengan sendirinya dengan bantuan obat flu plus multivitamin terutama vitamin D. Flu Covid-19 memang bisa mematikan jika menyerang manusia dengan penyakit tak menular bawaan (comorbid) seperti jantung koroner, hipertensi, diabetes mellitus, atau kanker dan pasien yang mengalami malnutrisi. Malnutrisi ini memperparah comorbid yang sudah ada pada pasien terduga Covid-19. Apalagi lansia. Jika ditangani dengan benar, angka kesembuhan covid-19 sangat tinggi. Tidak mengherankan karena Covid-19 memang sesungguhnya hanya flu. Apapun varian dan mutasinya, Covid-19 tetap hanya flu. Kedua, vaksin-vaksin yang beredar saat ini hanya memperoleh otorisasi darurat. Efikasinya tidak meyakinkan. Padahal, keluhan KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) cukup banyak, sebagian malah mematikan. Kedaruratan ini highly debatable dan berpotensi maladministrasi publik. Hemat saya, kedaruratan justru diakibatkan oleh pandemisasi flu Covid oleh WHO, serta hampir semua protokol "kesehatan" nya, terutama pembatasan mobilitas lokal. Semburan narasi bahwa penularan melalui kerumunan telah mengantar pada protokol 3M (menutup mulut dan hidung dengan masker, mencuci tangan dan menjaga jarak). Padahal tertular flu bagi warga muda yang sehat malah lebih baik daripada vaksinasi dengan hasil imunitas yang masih meragukan. Dengan nutrisi yang sehat, natural herd immunity melawan flu lebih murah daripada vaksinasi dan tanpa menghancurkan ekonomi. Ditambah dengan isolasi baik di rumah ataupun di rumah sakit, sumber-sumber imunitas manusia sebagai makhluq multi-dimensi justru tergerus habis. Padahal imunitas dibangun sebagian besar justru melalui keakraban interaksi manusiawi, aktifitas fisik dan mental di ruang terbuka di bawah matahari, serta nutrisi seimbang. Mobilitas lokal, apalagi metabolik (berjalan dan bersepeda), seharusnya justru dipromosikan pada saat karantina wilayah diterapkan. Ekonomi lokal bisa tetap berputar. Kedaruratan yang menjadi alasan pemaksaan vaksinasi massal adalah hasil kebijakan yang keliru atau bahkan maladministrasi publik: kebijakan bukan untuk melayani publik, tapi melayani pihak tertentu seperti industri farmasi. Ketiga, pemerintah mestinya menjalankan amanah konstitusi dengan mengambil politik kesehatan yang melindungi segenap bangsa melalui kemandirian sektor kesehatan. Politik kesehatan kita seharusnya lebih preventif dan promotif. Sudah lama sistem kesehatan nasional kita bermasalah: kuratif, tidak efisien, tidak berkelanjutan, dan tidak mandiri karena banyak tergantung pada industri farmasi asing. Vaksinasi dengan vaksin buatan sendiri (bukan impor) akan lebih diterima. Comorbid dan malnutrisi yang menggerogoti kesehataan publik kurang memperoleh perhatian serius dan makin terbengkalai akibat pandemisasi Covid-19 ini. Keempat, politik kesehatan yang benar adalah yang menempatkan publik bukan sekedar pasien atau pesakitan, tapi juga produsen kesehatan sebagai public goods. Publik adalah manusia yang merdeka yang tidak saja memiliki tanggungjawab atas kesehatan tubuhnya sendiri tapi juga memiliki potensi untuk ikut menyediakan kesehatan. Vaksinasi paksa massal melawan flu Covid-19 tidak saja merampas kemerdekaan sipil warga negara yang bertanggungjawab, tapi sekaligus a waste of public money. Imunitas nasional melawan flu covid-19 dapat dibangun dengan intimasi dan nutrisi massal. Bukan dengan isolasi dan vaksinasi paksa massal. Penulis adalah Guru Besar Fakultas Teknologi Kelautan ITS Surabaya