ALL CATEGORY
“Obat Cacing” Itu Obat Keras, Bukan Bansos!
Oleh : Mochamad Toha Ternyata yang mempromosikan penggunaan obat Ivermectin tidak hanya Menteri BUMN Erick Thohir saja. Ketum HKTI yang juga Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko juga turut “promo salah” obat cacing seperti Erick Thohir. Epidemiolog Universitas Indonesia (UI), Pandu Riono, menyatakan, Ivermectin tak boleh didistribusikan langsung ke masyarakat. Obat ivermection itu adalah obat keras anti-parasit, belum ada bukti yang saintifik valid dapat membantu untuk atasi orang dengan Covid-19. “Hentikan promosi dan testimoni. Jangan mengobati sendiri,” tegasnya. Menurut Pandu, Ivermectin itu obat keras, bukan Bansos. Tak boleh didistribusikan langsung ke masyarakat. Perlu dilakukan sanksi pada Ketum HKTI dan PT Harsen Laboratories atas tindakan yang tak sesuai dengan regulasi obat di Indonesia. PT Harsen perlu disidak karena mendorong obat Ivermectin menjadi mudah didapat untuk terapi Covid-19, tidak sesuai ijin edar dan tidak patuh aturan sebagai obat keras. Bila BPOM RI melakukan pemeriksaan dan penindakan sesuai tupoksinya dan tak terkait dengan upaya penanganan pandemi. Pandu mengingatkan, Obat Keras tidak boleh dijual bebas. Perilaku Perusahaan Farmasi yang tak mematuhi aturan regulasi harus ditindak tegas, tanpa kecuali. Kita lihat obat keras mudah dibeli di semua toko obat. “Dalam situasi darurat, harus dilakukan pemeriksaan dan tindakan. Tegas dan jelas,” ujar Pandu. Ivermectin itu hanya boleh dipakai dalam uji klinik. Jangan dipromosikan, jangan diresepkan, jangan konsumsi obat yang belum terbukti bermanfaat dan aman. Jangan selebriti promosikan pengobatan sendiri dan klaim obat tersebut bermanfaat. Mari kita edukasi masyarakat. Tidak semua negara sampai harus membiayai riset uji klinik calon obat Covid-19 dengan biaya uang rakyat. Seharusnya produsen obat yang membiayai riset tersebut. Pandu menyebut, perlakuan khusus kepada Ivermectin memang luar biasa. Salah satu kejutan di era pandemi dan lonjakan kasus. Ada apa ya? Apalagi, ternyata BPOM terbitkan PPUK, persetujuan uji klinik Ivermectin berdasarkan protokol versi 0.1. Protokol masih bermutasi, kini ingin menguji pada semua kasus Covid-19 yang ringan, sedang, dan berat. “Upacara PPUK yang dihadiri oleh Erick Thohir dan digaungkan oleh semua BUMN, ya iklan obat. Anjuran WHO jelas dan tegas dalam tata-laksana terapi Covid-19. Regulator patut dipertanyakan bila mengizinkan penyimpangan. Seperti Ivermectin, obat anti-parasit, yang hanya diijinkan untuk uji-klinis. Mau diperluas aksesnya oleh BPOM untuk saving lives? Produsen obat akan senang. Anomali Protokol Uji Klinik ivermectin versi 2.0, ingin menguji orang dengan Covid-19 berspektrum ringan sampai berat. Artinya, agar bisa dipakai pada semua orang. Padahal tidak ada justifikasi ilmiah dibutuhkan obat tersebut. “Jelas tujuan komersialisasinya, bukan menyelamatkan kehidupan!” tegas Pandu. Sebelumnya, Kepala BPOM Penny Lukito mengatakan pihaknya melakukan penindakan pada pabrik pembuat Ivecmertin PT Hansen karena adanya sejumlah pelanggaran yang ditemukan pihaknya. Menurut Penny, apa yang dilakukan BPOM tersebut untuk menegakkan aturan dalam melaksanakan tugas melindungi masyarakat. Pihaknya sudah melakukan pembinaan dan pengawasan pada pembuatan ivecmertin PT Garsen. “Tahap pembinaan, perbaikan hingga pemanggilan namun masih belum ada niat baik PT Harsen memperbaiki kekurangannya sehingga ada langkah tindak lanjut sanksi-sanksi yang diberikan,” kata Penny dalam jumpa pers Jumat, 2 Juni 2021. Ia mengungkap, sejumlah pelanggaran PT Harsen, yaitu mulai dari bahan baku Ivecmertin melewati jalur tak resmi, kemasan siap edar tidak sesuai aturan, penetapan kadaluarsa sesuai badan POM dicantumkan 18 bulan setelah tanggal produksi, tapi PT Harsen mencantumkan 2 tahun setelah produksi. Selain itu, distribusinya tidak melewati jalur resmi termasuk promosi obat keras tidak bisa langsung dilakukan kepada publik, tapi harus di tenaga kesehatan hanya ke dokter. “Harusnya mereka memahami regulasi yang ada,” ujar Penny. Direktur Marketing PT Harsen Laboratories, Riyo Kristian Utomo menyebut pemblokiran BPOM telah menggangu produksi. PT Hansen Laboratories mengklaim obat cacing produksi mereka dapat menyembuhkan pasien Covid-19. “BPOM harus berhenti mengintimidasi, kami menyediakan senjata Ivermectin melawan Covid. Jangan ada upaya sengaja agar kita kalah. Kita harus menang melawan Covid. Jangan ada yang menghalangi,” tegas putra politisi PDIP Ribka Tjiptaning Proletariyati ini. Tampaknya pernyataan Riyo Kristian Utomo itulah yang membuat keder Penny, sehingga akhirnya membuat BPOM menerbitkan PPUK, persetujuan uji klinik ivermectin berdasarkan protokol versi 0.1. Upacara PPUK yang dihadiri oleh Menteri Erick Thohir. Anjuran WHO yang sudah jelas dan tegas dalam tata-laksana terapi Covid-19 tak digubris. Di sinilah BPOM sebagai regulator patut dipertanyakan bila mengizinkan penyimpangan. Belakangan Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkap dugaan keterkaitan anggota parpol, pejabat publik, dan pebisnis dalam penggunaan obat Ivermectin untuk menanggulangi Covid-19. Polemik Ivermectin menunjukkan krisis saat pandemi ini dimanfaatkan oleh segelintir pihak untuk mendapat keuntungan. Peneliti ICW Egi Primayogha mengungkapkan, polemik Ivermectin dimulai sejak Oktober 2020 ketika dokter dari Departemen Penelitian dan Pengembangan PT Harsen Laboratories, Herman Sunaryo, menyebut Ivermectin bisa digunakan untuk pengobatan Covid-19. “Polemik lalu berlanjut pada awal Juni 2021, saat PT Harsen Laboratories, mengumumkan telah memproduksi Ivermectin, obat yang diklaim sebagai alternatif terapi Covid-19,” lanjut Egi dalam keterangannya, Kamis (22/7/2021). Selang beberapa waktu kemudian, Menteri BUMN mengirimkan surat ke BPOM dengan nomor S-330/MBU/05/2021 yang berisi pengajuan permohonan penerbitan Emergency Use Authorization untuk Ivermectin. Setelah mendapat peringatan dari BPOM, Erick Thohir menyatakan akan memproduksi Ivermectin sebanyak 4,5 juta dosis yang akan diedarkan oleh PT Indofarma. Egi juga menyampaikan, distribusi Ivermectin menambah daftar panjang obat-obat yang ditawarkan oleh pemerintah meskipun belum dilakukan uji klinis yang tepat. Selama 18 bulan pandemi, pemerintah telah mengedarkan obat seperti Chloroquine, Avigan, wacana Vaksin Nusantara, hingga Ivermectin. Menurutnya, terdapat potensi rentseeking dari produksi dan distribusi Ivermectin. Praktik itu diduga dilakukan oleh sejumlah pihak untuk memperkaya diri dengan memanfaatkan krisis kesehatan. “ICW ikut menemukan indikasi keterlibatan anggota partai politik dan pejabat publik dalam distribusi Ivermectin,” ungkap Egi. Berdasarkan penelusuran ICW, Ivermectin akan diproduksi oleh PT Harsen Laboratories, perusahaan yang bergerak di bidang farmasi, dengan merek Ivermax 12. Diduga, perusahaan tersebut dimiliki oleh pasangan suami-istri Haryoseno dan Runi Adianti. “Kedua nama itu tercatat dalam dokumen Panama Papers dan diketahui terafiliasi dengan perusahaan cangkang bernama Unix Capital Ltd yang berbasis di British Virgin Island,” lanjut Egi. Sebelum pandemi Covid-19, PT Harsen pernah menjalin hubungan kerjasama dengan PT Indofarma dalam pendistribusian obat. Berdasarkan laporan konsolidasian, PT Indofarma pada 2020, tercatat punya utang ke PT Harsen sebesar Rp 8.579.991.938 per 30 Juni 2020. “Jumlah ini meningkat dari 31 Maret 2019 yang berjumlah Rp 3.238.035.238,” beber Egi. Salah satu nama yang terafiliasi dengan PT Harsen adalah Sofia Koswara. Sofia adalah Wakil Presiden PT Harsen dan mantan CEO dari B-Channel. Ia juga menjabat sebagai Chairwoman Front Line Covid-19 Critical Care (FLCCC) di Indonesia. Adapun warga Indonesia lainnya yang berada di FLCCC adalah Budhi Antariksa, bagian dari Tim Dokter Presiden, serta dokter paru-paru di Rumah Sakit Umum Persahabatan dan pengajar plumnologi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. “Budhi juga merupakan ketua tim uji klinis Ivermectin di Indonesia,” ungkap Egi. Keterlibatan pejabat publik diindikasikan melalui kedekatan antara Sofia Koswara dan Haryoseno dengan Moeldoko, Kepala Staf Presiden sekaligus Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI). Sejak 2019, PT Noorpay Nusantara Perkasa, perusahaan yang sahamnya dimiliki oleh Sofia Koswara menjalin hubungan kerjasama dengan HKTI terkait program pelatihan petani di Thailand. Pada awal Juni lalu, Ivermectin didistribusikan ke Kabupaten Kudus melalui HKTI. Selain itu, anak Moeldoko yang bernama Joanina Rachman, merupakan pemegang saham mayoritas di PT Noorpay Nusantara Perkasa. Selain Sofia, Egi menyebut anggota direksi lain di PT Harsen adalah Riyo Kristian Utomo yang menjabat sebagai Direktur Pemasaran. Riyo adalah anggota PDIP dan menjabat sebagai Wakil Ketua Bidang Komunikasi dan Budaya di DPC PDIP Tangerang Selatan. Menurut Egi, Riyo adalah anak kandung anggota fraksi PDIP Ribka Tjiptaning Proletariyati. Ribka adalah anggota Komisi Energi, Riset dan Teknologi. Sebelumnya Ribka adalah anggota Komisi Kesehatan, namun dipindah akibat menyatakan menolak vaksin Covid-19 dalam sidang rapat kerja Komisi Kesehatan. Ia menjabat sebagai Ketua Bidang Penanggulangan Bencana (Baguna) PDIP. Pada April 2020, ditemukan video amatir yang menunjukkan Baguna tengah membagi-bagi sembako dan masker yang disediakan oleh PT Harsen dan diterima Ribka selaku Ketua Baguna PDIP. Penulis adalah Wartawan FNN.co.id
WHO: Progres Penanganan COVID Terancam Varian Delta
Jenewa, FNN - Dunia terancam kehilangan progres yang susah didapatkan dalam memerangi COVID-19 ketika varian Delta yang sangat menular menyebar, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Jumat (30/7). Menurutnya, vaksin yang disetujui oleh WHO masih ampuh melawan penyakit virus corona. Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit AS (CDC) menggambarkan varian Delta sama menularnya dengan cacar air dan juga memperingatkan bahwa varian itu dapat menyebabkan penyakit parah, tulis Washington Post yang mengutip dokumen internal CDC. Infeksi COVID-19 meningkat 80 persen selama empat bulan terakhir di sebagian besar kawasan dunia, ungkap Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus. Kematian di Afrika --yang hanya 1,5 persen populasinya sudah divaksin-- melonjak 80 persen selama periode yang sama. "Progres yang sulit didapatkan berada dalam bahaya atau hilang, dan sistem kesehatan di banyak negara kini kewalahan," kata Tedros saat konferensi pers. Varian Delta terdeteksi di 132 negara, sehingga mendominasi dunia, menurut WHO. "Vaksin-vaksin yang saat ini disetujui oleh WHO, semuanya memberikan perlindungan yang signifikan terhadap penyakit parah dan rawat inap dari semua varian, termasuk varian Delta," kata pakar kedaruratan senior WHO, Mike Ryan. "Kita sedang memerangi virus yang sama, namun satu virus yang menjadi lebih cepat dan lebih baik beradaptasi untuk menular di antara kita manusia, itulah perubahannya," lanjutnya. Kepala teknis COVID-19 WHO, Maria van Kerkhove, menyebutkan bahwa varian Delta sekitar 50 persen lebih menular ketimbang varian asli SARS-CoV-2, yang mulanya muncul di China pada akhir 2019. Sejumlah negara melaporkan lonjakan tingkat rawat inap, namun tingkat kematian yang tercatat akibat varian Delta tidak lebih tinggi, katanya. (sws)
Wakil Ketua MPR: Keberadaan Sanggar Al Quran Persiapkan Generasi Penerus Ulama
Jakarta, FNN - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengatakan keberadaan Sanggar Al Quran di Indonesia sangat penting karena bermanfaat untuk mempersiapkan para generasi penerus ulama yang banyak wafat pada era pandemi COVID-19. "Sanggar Al Quran ini bisa menghadirkan semangat kolaborasi peduli kebaikan dan kemaslahatan bagi warga serta menciptakan generasi penerus ulama Ahlussunnah wal jamaah yang banyak wafat pada era COVID-19," kata Hidayat Nur Wahid (HNW) dalam keterangannya di Jakarta, Minggu. Pernyataan itu disampaikan HNW pada acara peringatan Milad Ke-11 Sanggar Al Quran Mardani Lima yang dihadirinya secara daring di Johar Baru, Jakarta, Sabtu (31/7). Dia menilai kehadiran Sanggar Al Quran seperti Mardani Lima sangat dibutuhkan untuk mengkaji Al Quran, termasuk mengamalkan ajarannya dengan menghadirkan kebaikan dan kemaslahatan di masyarakat sekitar. "Apalagi pada era COVID-19, Sanggar Al Quran Mardani Lima membantu warga dengan edukasi kesehatan, memberikan bantuan logistik, dan layananan ambulans gratis, termasuk mencetak generasi penerus ulama, menghadirkan Islam 'Rahmatan lil alamin', jauh dari laku radikal, ekstrem, ekslusif, dan antisosial," ujarnya. HNW mengutip data dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyebutkan ada sekitar 900 ulama yang wafat pada era pandemi COVID-19. Kondisi itu sangat memprihatinkan karena satu ulama saja yang wafat, umat sangat berduka dan suatu kehilangan yang besar bagi bangsa Indonesia. Karena itu HNW berharap agar para santri yang aktif di Sanggar Al Quran dapat termotivasi untuk mengisi kehilangan bangsa Indonesia atas banyaknya ulama yang wafat. "Di Sanggar Al Quran ini ada 1.500 santri, kalau 10 persen saja, yaitu sekitar 100 orang bisa menjadi ulama pada masa depan tentu bisa menjadi sumbangsih yang sangat berarti, dapat menggantikan kehilangan kita terhadap ulama-ulama hebat yang lebih dahulu mendahului kita," katanya. Dia berharap bangsa Indonesia tidak mengalami kehilangan generasi atau "lost generation" di kalangan ulama akibat COVID-19 dan upaya untuk mencetak para ulama terus dilakukan banyak pihak. Menurut dia, semua pihak perlu terus mendukung usaha untuk mempersiapkan generasi Al Quran yang dapat menghapalkan, memahami dan mengamalkan Al Quran secara baik, benar serta solutif. "Generasi Al Quran yang dicetak tentunya adalah generasi yang mengamalkan Al Quran dengan benar sehingga bisa berkontribusi mencerdaskan masyarakat dan menghadirkan kesalehan sosial. Generasi yang jadi solusi mengatasi masalah masyarakat seperti narkoba, miras, kemiskinan dan kesehatan," ujarnya. (sws)
Polisi Terima Satu Laporan Masyarakat Terkait Ilegal Akses BRI Life
Jakarta, FNN - Kepolisian Republik Indonesia (Polri) telah menerima satu laporan masyarakat terkait ilegal akses.terkait kebocoran data nasabah BRI Life. Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono saat dikonfirmasi di Jakarta, Minggu, mengatakan pelapor tersebut berasal dari karyawan swasta. "Kami baru menerima satu laporan terjadi tindakan upaya masuk secara ilegal ke dalam sistem informasi perusahaan, yang lapor karyawan swasta," kata Rusdi. Rusdi belum merinci secara detail perkembangan proses pendalaman kebocoran data BRI Life yang dilakukan Polri, namun penyidik masih mendalami laporan tersebut. Belum juga diketahui apakah akan ada pihak-pihak yang akan dimintai klarifikasi terkait laporan tersebut. "Yang pasti saat ini masih didalami oleh penyidik," kata Rusdi. Sebelumnya, Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Brigjen Pol Helmy Santika menyebutkan pihaknya mendapatkan informasi melalui media, saat ini sedang dilakukan pendalaman untuk dilakukan penyelidikan. "Sumber informasi kan bisa dari mana saja. Termasuk dari wartawan. Nah saya dapat infonya dari Pak Joshua baru kemarin. Saat ini sedang kami dalami, kroscek tentang kebenaran informasi tersebut, dengan semua pihak. Setelah itu lakukan penyelidikan," kata Helmy. Dugaan kebocoran data nasabah BRI Life mencuat ketika seorang pengguna RaidForums mengaku menjua 460 ribu dokumen yang dikumpulkan dari 2 juta nasabah BRI Life seharga 7.000 Dollar Amerika (US$) atau sekitar Rp101 juta (kurs Rp14.485,20). Informasi bocornya data BRI Life diunggah dalam akun Twitter Alon Gal (@UnderTheBreach) pada Selasa (27/7). Dalam cuitannya, pemilik aku mengatakan perentas memiliki data 2 juta nasabah BRI Life dan 463 ribu dokumen dihargai 7.000 dollar Amerika. Adanya informasi tersebut ditindaklanjuti oleh Bareskrim Polri untuk turun melakukan penyelidikan. (sws)
Xinjiang Tertarik Kerja Sama Pendidikan Islam yang Ditawarkan Kedutaan Besar RI
Beijing, FNN - Pemerintah Daerah Otonomi Xinjiang, China, tertarik dengan kerja sama bidang pendidikan Islam yang ditawarkan Kedutaan Besar RI di Beijing "Tawaran ini menarik bagi mereka untuk dipertimbangkan," kata Atase Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi KBRI Beijing Yaya Sutarya kepada ANTARA di Beijing, Sabtu. Dalam kunjungannya ke Xinjiang pada 21-27 Juli lalu, dia menawarkan program tersebut kepada Dewan Penasihat Partai Komunis China (CPC) Komite Xinjiang, Xu Hairong. "Kerja sama ini melengkapi kerja sama investasi dan perdagangan yang sudah lama terjalin antara Indonesia dan China," kata Yaya. Apalagi, lanjut dia, kerja sama bidang pendidikan Indonesia dengan China lebih banyak dengan perguruan tinggi di wilayah selatan, tengah, dan timur. KBRI Beijing belum pernah menjalin kerja sama bidang pendidikan dengan perguruan tinggi yang berada di wilayah barat laut, seperti Xinjiang dan Provinsi Gansu, yang banyak dihuni oleh etnis minoritas Muslim Uighur dan Hui tersebut. "Kalau kerja sama dengan Xinjiang bisa direalisasikan, maka akan ada pertukaran pelajar Islam di Xinjiang dengan para santri di Indonesia. Kerja sama ini bisa ditindaklanjuti sebagai kerja sama antarperguruan tinggi atau pondok pesantren," ujarnya. Dalam kunjungan itu, Yaya sempat mendatangi kampus Institut Agama Islam Xinjiang (XII) di Kota Urumqi dan bertemu dengan rektor sekaligus Ketua Asosiasi Islam China (CIA) Xinjiang Abdur Raqib Tursuniyaz. XII memiliki delapan cabang di beberapa kota lain di Xinjiang dan telah meluluskan ribuan pelajar. Di antara para pengajar XII merupakan warga etnis Uighur lulusan sejumlah perguruan tinggi di Timur Tengah. "Nantinya kami juga akan beri beasiswa untuk pelajar Xinjiang yang hendak melanjutkan belajar agama Islam di Indonesia," kata Yaya. Juru bicara Pemerintah Daerah Otonomi Xinjiang Ilijan Anayat mendampingi Yaya mengunjungi beberapa kota, yakni Kashgar, Yili, dan Urumqi. "Kami antar bertemu warga Uighur, mengunjungi masjid, gereja, kuil, dan industri," ujarnya dalam pengarahan pers di Beijing, Jumat (30/7). Melalui kunjungan tersebut, Ilijan berharap masyarakat Indonesia bisa memahami situasi di Xinjiang secara objektif. "Apalagi yang kami ajak keliling kemarin adalah seorang atase pendidikan sehingga kunjungan itu akan berdampak positif terkait Xinjiang dalam hubungan bilateral China dan Indonesia," ujarnya. (sws)
Ilham Siregar Tersangka Asabri Meninggal Dunia
Jakarta, FNN - Kejaksaan Agung RI mengumumkan telah meninggal-nya Ilham Wardhana Siregar (IWS) yang merupakan satu dari sembilan tersangka dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi di PT Asabri (Persero). "Inna lillahi wa inna illahi roji’un telah berpulang ke rahmatullah, Ilham Wardhana Siregar (IWS), hari ini Sabtu 31 Juli 2021 pukul 17:28 WIB di Rumah Sakit An-Nisa Tangerang, karena sakit," bunyi keterangan pers Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung RI yang diterima Sabtu malam. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung RI Leonard Eben Ezer Simanjuntak, dalam keterangan pers tersebut menyebutkan, pada 1 Februari 2021, Ilham Wardhana Siregar selaku Kadiv Investasi PT Asavri (Persero) periode Juli 2012 sampai dengan Januari 2017 ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh PT Asabri (Persero) pada beberapa perusahaan periode tahun 2012 sampai dengan 2019, oleh Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) Kejaksaan Agung. Setelah berkas perkara tersangka Ilham Wardhana Siregar dinyatakan lengkap (P-21) oleh Tim Jaksa Peneliti, pada 28 Mei 2021 lalu, tanggung jawab tersangka dan barang bukti (Tahap II) diserahkan kepada Tim Jaksa Penuntut Umum pada Direktorat Penuntutan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus dan dari Kejaksaan Negeri Jakarta Timur. "Setelah itu dilakukan penahanan oleh Jaksa Penuntut Umum di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan," kata Leonard. Dalam keterangan pers tersebut, Leonard menyebutkan, dengan meninggalnya almarhum Ilham Wardhana Siregar, Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Timur akan segera menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) setelah menerima Surat keterangan kematian yang dikeluarkan oleh pihak Rumah Sakit An-Nisa Tangerang. Saat ditanya lebih lanjut terkait meninggal-nya Ilham Wardhan Siregar karena apa, dan apakah selama masa penahan pernah dibantarkan, Leonard belum menjawab pertanyaan wartawan yang disampaikan lewat pesan instans grup wartawan Kejaksaan Agung. Kini tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi di PT Asabri tersisa delapan orang, yakni Dirut PT Asabri periode 2011 sampai dengan Maret 2016 Mayjen Purn. Adam Rachmat Damiri, Dirut PT Asabri periode Maret 2016-Juli 2020 Letjen Purn. Sonny Widjaja, Direktur Keuangan PT Asabri periode Oktober 2008-Juni 2014 Bachtiar Effendi, serta Direktur PT Asabri periode 2013—2014 dan 2015—2019 Hari Setiono. Berikutnya, Dirut PT Prima Jaringan Lukman Purnomosidi, dan Direktur PT Jakarta Emiten Investor Relation Jimmy Sutopo, Dirut PT Hanson International Tbk. Benny Tjokrosaputro, dan Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat. Penyidik Jampidsus Kejagung telah melimpahkan berkas tahap II kedelapan tersangka kepada Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Timur, dan segera akan naik ke persidangan. Baru-baru ini, jaksa penyidik Kejaksaan Agung telah menetapkan sebanyak 10 perusahaan manajer investasi sebagai tersangka dalam kasus mega korupsi yang merugikan negara Rp22,78 triliun. (sws)
Nawa Cita dan Penghancuran PLN
Oleh Ahmad Daryoko (Koordinator INVEST) DARI siaran pers SP PLN-PP IP- SP PJB , Selasa 27 Juli 2021 lewat zoom, dapat disimpulkan bahwa pemerintah akan "menghabisi" instalasi PLN pembangkitan Jawa -Bali dari sisa 10% yang masih ada sejak 2020. Ini sesuai hasil Seminar pada 22 Juli PP IP dan SP PJB). Sehingga di masa yang akan datang, paling lama tahun depan, PLN hanya menguasai transmisi dan distribusi alias "jaga tower" listrik. Sejak saat itu kawasan Jawa-Bali sudah secara total dikuasai Huadian, GE, Shenhua serta BUMN non-PLN yang otomatis akan berlangsung kompetisi penuh kelistrikan atau apa yang disebut sebagai MBMS (Multi Buyer and Multi Seller) System. Atau mengikuti kemauan pihak penyandang dana seperti WB,ADB, IMF (group IFIs) dan Bank of China dalam konsep yg dinamakan "The Power Sector Restructuring Program" (PSRP). Dengan demikian hilanglah kedaulatan kelistrikan NKRI. Perlu dijelaskan bahwa di kawasan Jawa-Bali yang rata-rata perhari butuh daya 30.000 MW, PLN masih sharing sekitar 3000 MW (atau sekitar 10%) perhari yang berasal dari PLTA dan PLTGU. Sedang sekitar 17.000 MW pembangkit PLN lainnya "mangkrak" karena instruksi Menteri BUMN (Tempo 14 Des 2019, Jawa Pos 16 Mei 2020). Kebijakan lanjut agar PLN tidak memiliki pembangkit di Jawa-Bali maka rencananya, pertama geothermal akan diserahkan ke Pertamina. Kedua, PLTU-PLTU akan dibikin BUMN terpisah dan dilakukan IPO dengan strategic sales. Perlu juga diperhatikan bahwa pertama PLTA akan diserahkan ke perusahaan BUMN Jasa Tirta (PJT) seperti Jatiluhur dan lainnya. Kedua, PLTGU (Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap) akan di relokasi ke luar Jawa-Bali sebagai persiapan "unbundling horisontal" Jawa Bali - Luar Jawa Bali sesuai konsep PSRP. Ketiga, PLN Pusat Pengatur Beban (P2B) di Cinere akan dijadikan lembaga independen yang berfungsi sebagai pengatur sistem dan pengatur pasar kelistrikan. Keempat, akan dibentuk Badan Pengawas Pasar Ketenagalistrikan (BAPETAL). Poin ketiga dan keempat merupakan bagian dari konsep PSRP. Dengan demikian tidak ada lagi pembangkit PLN di Jawa-Bali. PLN selanjutnya hanya sebagai "penjaga tower" dan P2B juga lepas dari PLN menjadi Lembaga Independen. Sehingga Jawa-Bali sudah sepenuhnya "unbundling vertikal". Semua ini melawan putusan MK No. 001-021-022/PUU-I/2003 tgl 15 Desember 2004 dan putusan MK No. 111/PUU-XIII/2015 tgl 14 Desember 2016 ! Dengan fakta-fakta ini maka bisa disimpulkan bahwa Nawa Cita hanya berhenti sebagai "jargon kosong" alias "bullshit". Ini terjadi karena ideologi ethatisme (yang ada di Pancasila dan UUD 1945) sebagai implementasi kehadiran negara di tengah rakyat "diplintir" menjadi "bancakan PLN" di tengah rakyat yang disponsori Jusuf Kalla, Luhut Pandjaitan, Erick Tohir, dan Dahlan Iskan. Ideologi "Ethatisme" sebagai ruh Pancasila dan UUD 1945, berubah menjadi ideologi liberal dengan jargon "siapa kuat dia yang menang " Rakyat cukup nonton, "mlongo" dan harap-harap cemas menunggu kenaikan listrik berlipat. Bagi yang tidak kuat bayar listrik silahkan siap-siap pakai lilin, teplok, oncor, upet dan sejenisnya. Karena negara hanya tinggal nama tanpa makna.
Menguji Ketangguhan Pemimpin di Era Pandemi
Oleh Tony Rosyid (Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa) PANDEMI Itu nyata. Mengenai hal ini, sudahlah gak usah berdebat. Soal ada oknum pejabat yang bancaan (korupsi) bansos, rebutan bisnis vaksin, dan sejumlah orang yang "aji mumpung" menjadikan pandemi sebagai lahan "cuan" itu soal lain. Itu urusan negara yang harus menertibkan. Aksi para oknum ini tidak akan merubah data dan fakta covid yang telah membunuh 50 ribu lebih penduduk Indonesia. Tingginya angka penyebaran telah membuat pemerintah kewalahan. Sejumlah upaya telah dilakukan, dari PSBB hingga relaksasi, dari PPKM Darurat hingga PPKM ber-level. Hasilnya belum maksimal. Fakta ini menuntut evaluasi semua pihak, terutama stakeholders. Dalam hal ini adalah pemerintah. Pandemi yang telah menelan nyawa dan memporakporandakan ekonomi negara akan menjadi ujian bagi seorang pemimpin. Baik presiden maupun kepala daerah. Saat pandemi, setiap pemimpin akan dihadapkan pada dilema, antara nyawa rakyat dengan ekonomi. Di sini akan dilihat apakah pemimpin itu bisa mengambil keputusan yang tepat dan akurat di tengah dilema yang sedang dihadapi. Ketangguhan seorang pemimpin dalam menghadapi covid ini akan dilihat dari pertama, kemampuannya memahami persoalan covid ini. Pemimpin dituntut untuk memiliki pandangan yang akurat, sehingga mampu melakukan antisipasi. Ibarat musuh, virus harus benar-benar dikenali. Tentang tabiatnya, penyebarannya dan bagaimana cara virus itu menyerang mangsanya. Sebab, jika salah mengenalinya, keputusan menjadi tidak tepat, dan nyawa rakyat jadi bulan-bulanan. Seorang pemimpin itu pemegang tongkat perintah. Otoritas ada di tangannya. Di sini, Pemimpin ambil tanggung jawab. Jika salah membuat keputusan, negara dan rakyat jadi taruhan. Dan keputusan hanya akan tepat jika pemimpin berhasil mengidentifikasi persoalan secara akurat. Kedua, lihat bagaimana seorang pemimpin membuat keputusan. Mengalahkan covid, atau dihancurkan oleh covid. Dari sini kita akan mengukur data secara obyektif. Hebatnya seorang pemimpin bukan dilihat dari lihainya berkampanye, tapi diukur dari kemampuannya membuat perubahan dan menyelesaikan masalah. Ketika pandemi menjadi persoalan serius seperti saat ini, maka lebih mudah untuk mengukur kapasitas dan kompetensi seorang pemimpin. Ketiga, konsistensi kebijakan. Jika pemahaman berubah-berubah, dan kebijakan sering sekali gonta ganti, ini menunjukkan dilema belum bisa diatasi. Jika ini terjadi, kecil kemungkinan setiap keputusan yang diambil akan efektif. Ketangguhan seorang pemimpin justru terukur ketika ia mampu keluar dari situasi dilematis. Dan ini butuh konsistensi. Boomberg merilis daftar ketahanan Covid-19, dari yang terbaik sampai yang terburuk di dunia. Yang terbaik itu Norwegia, Swiss, lalu disusul Selandia Baru. Yang terburuk? Indonesia. Ini tamparan buat kita bersama. Beberapa pekan ini, ada rata-rata 1.300 kematian setiap hari. Sementara vaksinasi baru 11,9 persen. Apakah ini karena faktor anggaran untuk Covid-19 yang minim yaitu 5,41 persen dari PDB? Bukankah anggaran covid di 2021 sudah ditambah? Dari 699,43 T menjadi 477,75 T. Meski anggaran covid sudah ditambah, tapi pandemi belum nampak turun secara signifikan. Indonesia diprediksi akan menjadi negara terakhir yang keluar dari pandemi. Mungkin mengecualikan Jakarta. Vaksinasi di Jakarta sudah lebih dari target. Harusnya Agustus mencapai angka 7,5 juta. Angka itu sudah dicapai di bulan Juli. Jumlah terinveksi di Jakarta sudah sangat melandai. Dari 113 ribu menjadi 19 ribu. Hanya butuh waktu dua pekan. DKI Jakarta memang terlihat paling konsen sejak informasi covid menyebar ke sejumlah negara. Sebelum covid masuk ke Indonesia, Jakarta sudah membuat tim kajian dan penanganan virus. Ini langkah antisipatif yang saat itu sangat diperlukan. Bahkan di awal covid masuk Indonesia, Jakarta mengusulkan kepada pemerintah pusat untuk lockdown. Hanya saja, saat itu banyak pihak yang belum menganggap covid ini masalah serius, sehingga usulan DKI ditolak. Sudah hampir 1,5 tahun, covid menyebar di Indonesia dan memakan banyak korban nyawa. Nasi sudah jadi bubur. Covid telah merajalela menemukan mangsanya. Satu persatu rakyat mati. Sejumlah tokoh dan agamawan mati. Lebih dari 400 dokter dan nakes mati. Covid tak juga berhenti memburu mangsanya. Ini menjadi tantangan dan ujian tersendiri, khususnya bagi setiap pemimpin untuk menunjukkan ketangguhannya di hadapan rakyat. Faktor kenapa Indonesia dianggap paling buruk dalam penanganan covid, ini bukan semata-semata karena soal anggaran. Penyebab utamanya ada dua. Pertama, karena tidak menjadikan data sebagai referensi dan pijakan serius dalam mengambil keputusan. Sehingga, sering telat mengantisipasi. Kedua, Indonesia tidak kunjung keluar dari dilema. Berada di antara nyawa dan ekonomi. Akhir-akhir ini, politik ikut menambah unsur dilema itu. Peralihan PPKM Darurat ke PPKM Level, lebih karena faktor politik. Saat PPKM Darurat, gejolak sosial terjadi di berbagai wilayah. Penyebab utamanya karena rakyat lapar. Diubahlah PPKM Darurat ke PPKM Level. Padahal, penyebaran covid masih sangat tinggi. Disinilah tampak pemerintah merubah kebijakan PPKM demi ketahanan politik. Saatnya keluar dari jebakan dilema. Gimana caranya? Prioritaskan kesehatan. Utamakan keselamatan nyawa rakyat. Ambil risiko ekonomi untuk sementara waktu. Tentu melalui perhitungan yang matang. "Uang bisa dicari, tapi nyawa tak bisa dibeli". Rakyat secara umum tidak keberatan PSBB atau PPKM. Mau apa aja istilahnya, rakyat setuju. Tapi, mereka harus tetap hidup. Satu-satunya jalan, kasih makan. 300 ribu sebulan, gak bakal cukup. Rakyat pasti berontak. Akibatnya, PSBB dan PPKM tidak optimal. Negara gak boleh pelit kalau itu untuk menyelamatkan nyawa rakyat. Toh, kalau nyawa selamat, ekonomi juga akan aman. Semua ini bergantung pada pemimpinnya.
Cina Gerah, Istana Gelisah
By M Rizal Fadillah LATIHAN Bersama "Garuda Shield"' adalah latihan rutin tahunan antara US Army dengan TNI AD bahkan tahun ini adalah Latihan Bersama ke lima belas. Adanya ketegangan Laut China Selatan sebagai wujud perlawanan negara kawasan atas klaim kepemilikan China membuat Latihan Bersama ini menjadi istimewa. Meski secara resmi bisa dibantah akan tetapi realitas politik berbicara sendiri bahwa Latihan Bersama yang melibatkan 2.282 personil AS ini adalah tekanan kepada negara China dan sahabatnya. Indonesia sendiri yang sedang berakrab-akrab dengan RRC akan terdampak oleh agresivitas Amerika Serikat. Sederhananya China gerah Istana gelisah. GERAH Pada saat Menlu AS Mike Pompeo datang ke Indonesia Oktober 2020 lalu, Duta Besar China untuk Indonesia Ciao Qian "ngamuk" mengecam kedatangan Pompeo dengan menyatakan "Pompeo melakukan serangan dan provokasi hubungan Tiongkok-Indonesia serta telah mengganggu perdamaian dan stabilitas kawasan. Tiongkok menentang keras hal ini". Lebih lanjut Qian menegaskan "AS adalah provokator 'Perang Dingin Baru' yang meningkatkan 'revolusi berwarna' di berbagai belahan dunia. AS juga secara brutal mengintervensi urusan negara lain, bahkan tidak segan menggunakan perang dan mendatangkan malapetaka dunia". Demikian gerahnya China atas kedatangan Menlu AS. Kini bukan lagi seorang Menlu yang datang, tetapi dua ribu lebih pasukan Angkatan Darat Amerika yang datang untuk latihan perang bersama AS-Indonesia. Terbesar dalam sejarah dan berlokasi di tiga pulau yaitu Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Ditambah dengan Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin yang berkeliling ke negara Filipina, Vietnam, dan Thailand serta armada laut Inggris, Jepang, dan Australia yang telah bergerak di Laut Cina Selatan, maka semua itu membuat China semakin gerah lagi. GELISAH Istana diduga kuat gelisah atas Latihan Bersama "Garuda Shield" 2021 ini. Lho bukankah perhatian AS yang besar hingga mengirim pasukan terbesar dalam sejarah ini membanggakan TNI AD dan Pemerintah Indonesia ? Iya untuk TNI AD tidak untuk Pemerintah. Masalahnya adalah Istana Jokowi sudah "diduduki" oleh China dengan persahabatan yang luar biasa erat. Bahkan Luhut Panjaitan "sang penentu" telah diangkat China sebagai Koordinator China-Indonesia. Ketum PDIP juga secara khusus mengucapkan selamat ulang tahun kepada Partai Komunis China (PKC). Garuda Shield sangat mengganggu kenyamanan Istana. Jokowi akan kena damprat China atas ketidakmampuan mengendalikan Angkatan Darat. Indonesia dianggap bermain dua kaki. Walaupun sebenarnya Jokowi memang tidak punya kaki. Tidak berwibawa dan tidak mendapat dukungan rakyat secara signifikan. Oligarkhi nya diisi oleh orang yang hanya gemar memburu rente dan penjilat murahan. Pengaju proposal untuk proyek berkelas receh. Istana gelisah karena dihimpit multi masalah. Dikejar-kejar bayar hutang tiap kuartal, ekonomi macet total, penanganan pandemi yang serba salah, pelanggaran HAM yang terus menuntut penuntasan, perlawanan kekuatan umat Islam yang merasa terzalimi, serta kini kekuatan global yang tidak memihak pada Jokowi dan oligarkhinya. China dipastikan akan mengecam dan mengancam karena merasa terkhianati. Terbayang marahnya China kepada janji dan jaminan sukses kerjasama. Investasi sudah besar, hutang sudah banyak, agenda OBOR menjanjikan, apalagi pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan yang dapat menjadi proyek besar China. Praktis "kerjasama super erat" untuk membangun blok atau poros menjadi berantakan. Kehadiran Amerika Serikat yang diterima dan menguat tentu akan sangat mengganggu dan bisa saja mengacaukan. China tersakiti. China akan mempersulit dan mungkin dengan bengis menagih. Investor kabur atau ditarik kembali. Sembilan naga disuruh menyemburkan api dari mulutnya untuk memperkeruh ekonomi. Ujungnya kepercayaan kepada Jokowi rontok karena merasa dikibuli. Jokowi hilang kekuatan, sempoyongan, dan jatuh. Di tengah maraknya seruan agar Jokowi mengundurkan diri, memang mempertimbangkan adalah langkah bijaksana. Meskipun masih akan meninggalkan masalah yang berat akan tetapi mundur adalah lebih baik daripada maju tak gentar menabrak etika, norma dan realita. Istana bertumpuk dosa. Selamat berlatih "Garuda Shield-2021". Biarlah jika China gerah atau Istana gelisah. Yang penting Garuda harus terlindungi dan dapat tetap tegak berdiri, lalu terbang bebas merdeka di udara dengan mengepakkan sayapnya. *) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Menata Ulang Indonesia
Oleh Dr Masri Sitanggang SULIT untuk mengatakan bahwa Indonesia dalam keadaan baik-baik saja. Indonesia, dari segi mana pun dalam Ipoleksosbudhankam, sedang digerogoti penyakit yang mendorong negeri ini pada situasi sangat mengkhawatirkan. Mudah-mudahan saja imaginasi Peter W Singer, di novel Ghost Fleet (2015), tidak terjadi. Khalayan Singer yang sempat menjadi trending topic di awal-awal 2018 itu, semoga tetap sebuah khayalan : Indonesia tidak akan bubar di tahun 2030, bahkan tidak untuk selamanya. Tapi memang, bila berkaca pada Pembukaan UUD 1945, keadaan sekarang ini sebagai pepatah “jauh panggang dari api”. Atau, ibarat sebuah tulisan dengan judul bombastis tapi isinya kosong : tidak ada apa-apanya. Seperti “koran Kuning” pada masa sebelum era digital. Kita pun malu menenteng koran itu, karena ia menggambarkan kelas sosial rendahan. Kelas masyarakat pemimpi yang rindu untuk menikmati hiburan pelepas penat setelah kerja seharian. Bayangkan, Pembukaan UUD 1945 menggambarkan satu bangsa yang gagah dengan tekad kuat membangun bangsanya untuk berdiri tegak, tampil di tengah gelanggang dunia untuk memainkan peran menghapus penjajahan di atas dunia dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Tetapi kenyataannya, sudah 76 tahun merdeka, jangankan tampil di pentas dunia, tegak berdiri di kaki sendiri pun sempoyongan. Para penyusun Pembukaan UUD 1945 tidaklah salah. Semangat perlawanalan –sebagai akibat sakitnya sekian lama menjadi bangsa terjajah dan kemenangan dalam perjuangan, memberi keyakinan kuat bahwa mereka bisa. Bangsa ini harus bangkit, kuat dan dapat berdiri dengan kepala tegak di hadapan bangsa-bangsa lain. Sampai di situ tugas mereka, menghantar bangsa memasuki gerbang kemerdekaan, harus diakui berhasil gemilang. Lalu, dari mana datangnya musibah ini? Tentu dari pelanjut, pewaris negeri, terutama mereka yang diberi amanah mengelola. Para pengelola kurang menghayati arti perjuangan kemerdekaan dan cita-cita Indonesia sebagaimana dituangkan dalam Pembukaan UUD 1945 oleh the founding fathers. Malah, perlahan, mereka menjelma menjadi penguasa yang merasa mewarisi segalanya tentang negeri ini : tanahnya, airnya dan apa saja yang ada di dalam isi perut buminya. Bahkan juga menguasai rakyat yang mendiami negeri ini. Mereka bermetamorfosa menjadi penjajah baru, atau mewakili negeri penjajah baru, untuk (membantu) mengeksploitasi sumber daya alam dan menindas anak negeri. Bukan sebagai nahkoda yang membawa kapal dan penumpangnya menuju labuhan hati sesuai navigasi Pembukaan UUD 1945. Mungkin ungkapan di atas terlalu menyakitkan gendang telinga. Tapi, memang sulit mencari frasa yang enak didengar –tetapi juga tidak menjadi obat penenang tidur, untuk menggambarkan situasi Indonesia saat ini. Barangkali saja lebih baik kita mengambil ilustrasi dari cerita kanak-kanak tentang kepemimpinan kodok serta semut dan bagaimana kemudian nasib negari masing-masing yang dipimpinnya. Diceritakan, ada sekumpulan kodok yang hidup di sebuah kolam terpencil. Rajanya adalah kodok yang badannya paling besar, paling gembrot. Semua kodok, apalagi yang kurus kerempeng (meski dapat melompat jauh dan tinggi ke atas pohon), tunduk pada si Gembrot yang kerjanya cuma menghabisi makanan. Si Gembrot pun puas dengan potensi dirinya yang besar dan dapat mengembang lebih besar lagi. Dengan ini, dia yakin takkan ada yang bisa menggantikannya. Satu Ketika si Gembrot, yang tahu dunia ini hanya selebar kolam itu, mendengar dari anak-anaknya yang baru saja melakukan perjalanan ke luar “negeri” kolam. Di ceritakan, anak-anak itu bertemu seekor kerbau yang tubuhnya sangat besar. Si Gembrot lalu mengembangkan tubuhnya seraya bertanya : “Apakah dia sebesar ini ?” “Tidak ayah”, lebih besar lagi”, jawab anak-anaknya “Sebesar ini ?”, tanya si Gembrot setelah memperbesar lagi tubuhnya. “Tidak ayah, lebih besar lagi”, jawab mereka lagi. “Sebesar ini?”, tanya si Gembrot lagi setelah berupaya lebih membesarkan tubuhnya dengan menyerap udara lebih banyak lagi. “Lebih besar lagi, ayah”, jawab anak-anaknya lebih keras. Begitulah terus. Kodok-kodok yang kerempeng dan yang kurus kurang gizi (karena hanya makan dari apa yang disisakan si Gembrot), yang berkerumun menyaksikan itu, mulai khawatir. Mata si Gembrot sudah nampak melotot seperti hendak keluar menahan tekanan udara di perutnya. Garis-garis pada perutnya pun sudah membayang. Lalu seekor kodok kerempeng menasehati: “Sudahlah Tuan Gembrot, tak perlu melakukan itu. Setiap makhluk punya ukurannya sendiri-sendiri dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Jangan kau paksakan dirimu.” Nasehat si Kerempeng diamini oleh kodok-kodok lain. “Ya, menghirup dan menahan udara di laur batas kemampuan kita akan berbahaya, “ sambung si Cungkring pula. Tapi nasehat-nasehat itu dirasakan si Gembrot sebagai penghinaan dan ancaman terhadap kekuasaannya. Dia pikir, kalau mereka percaya ada makhluk lain yang lebih besar, maka dia tidak akan menjadi penguasa lagi di kolam itu. Karena itu, dengan nada sangat marah dan berat menahan tekanan udara, ia masih paksakan lagi menambah udara ke perutnya. Sampai akhirnya : dooaar…! Perut si Gembrot meledak menyemburkan isinya. Tidak diceritakan apakah negara kodok itu kemudian bubar menyusul si Gembrot meledak. Atau malah lebih damai karena, mungkin, digantikan si Krempeng atau si Cungkring yang bijak. Pak Suparjo, guru SD-ku dulu, yang menuturkan cerita ini, cuma bilang : “Begitulah kalau pemimpin sombong, tidak pernah melihat dunia luar dan tidak pula mau mendengar nasehat; itulah makna ungkapan ‘bagai katak di bawah tempurung’”, katanya. Kalau Bahasa sekarang : tidak punya wawasan luas, atau, kurang rekreasi. Tapi yang pasti, rakyat kodok di kolam itu lega karena tidak ada lagi yang memonopoli makanan. Berbeda dengan kepemimpinan semut. Pak Suparjo, guru SD-ku dulu itu (semoga pahala ilmu yang diajarkan kepadaku terus mengalir kepada Almarhum), menceritakan bahwa raja semut mampu membagi tugas kepada rakyatnya sesuai keahlian masing-masing (istilah zaman now: right man on the right place. Raja semut membangun suasana kekeluargaan di antara rakyatnya, sehingga meski tugas mereka berbeda-beda tetapi terjalin kerjasama yang sangat harmonis. Tidak pernah ada kegaduhan sesama rakyat, meski pun penampilan fisik dan status sosial mereka berlainan. Semut hanya akan berkelahi dengan semut lain yang datang dari kerajaan lain. Meraka tidak membiarkan orang asing masuk ke wilayahnya. “Jadi, nasionalisme semut sangat luar biasa”, tegas pak Parjo –begitu kami akrab memanggilnya. (Guru SD-ku ini, selain suka berkisah tentang binatang, juga mengajar sejarah. Beliau senantiasa menanamkan semangat nasionalisme “bangga jadi Indonesia”. Pesan beliau, kita harus tetap pegang teguh semangat Sumpah Pemuda.) Satu kerajaan semut tidak pernah menggantungkan makanannya kepada kerajaan semut lain (Bahasa manusia, “gak mengandalkan import”). Mereka membangun lumbung makanan di sarang kerajaan masing-masing dengan usaha sendiri, dengan kekuatan modal dan tenaga rakyat sendiri. Dengan begitu, di musim paceklik (mungkin seperti musim ekonomi pandemi sekarang), mereka tidak kekurangan pangan. “Jadi, semut benar-benar berdaulat secara politik, wilayah, ekonomi dan pangan”, tutur Pak Parjo. Satu ketika, raja semut mendapat berita bahwa segerombolan gajah akan masuk wilayahnya untuk melahap tanaman di sekitarnya. Tentu ini mengancam sarang-sarang semut. Maka, raja semut segera mengumpulkan rakyatnya. Dia memerintahkan untuk menyongsong gerombolan gajah itu di jalan mana gajah akan datang. “Jangan sampai gerombolan gajah mencapai wilayah kita”, tegas sang raja. “Bagaimana kita bisa melawan gajah yang tubuhnya begitu besar dan kulitnya begitu tebal ?” Seekor semut, yang ternyata mewakili suara kebanyakan semut lainnya, bertanya lantang pada sang raja. “Kita memang ditakdirkan bertubuh mungil. Tetapi bukan berarti kita tidak punya kelebihan dan kemampuan. Apa yang selama ini kita lakukan dalam membangun kerajaan, adalah menunjukkan kelebihan dan kemampuan kita yang harus terus kita lakukan dalam situasi apa pun.” Kata sang raja dengan keras. Para semut faham apa yang dimaksud rajanya, yakni : kerja ulet tanpa pamrih, kerja sama harmonis antar warga kerajaan dan semangat nasionalisme membela kerajaan. “Gajah memang ditakdirkan bertubuh besar dan berkulit tebal. Tetapi bukan berarti gajah tidak punya kekurangan dan kelemahan.” Suara raja terdengar lantang. “Kelemahan gajah adalah lobang telinganya besar, belalainya panjang dengan liang yang besar pula, matanya lebar dan lembut serta jangan lupa liang duburnya pun besar. Fokuslah menyerang titik-titik lemah itu, masuklah ke dalamnya. Jadikanlah tubuh mungil kalian menjadi kekuatan sekaligus kelebihan kalian. Tak perlu menggigit kulit tebalnya.” Sang raja memberi arahan tegas. Setelah itu semut pun menyongsong gerombolan gajah. Pendek cerita, terjadilah pertempuran dan gajah pun kalah telak. Kerajaan semut aman. Begitulah arti kepemimpinan bagi kehidupan negara dan rakyat. Entahlah, pola mana yang sedang berlaku di negeri jamrud khatulistiwa ini. Yang jelas, Indonesia tidak sedang baik-baik saja. Apakah Indonesia akan mengalami nasib seperti negara kodok ? Wallahu a’lam. Tapi, bila kepemimpinan negeri ini hanya mengandalkan dukungan potensi fisik alamiah, seperti si Gembrot, kejadian itu bukan sesuatu yang mustahil. Potensi fisik alamiah si Gembrot adalah tubuh yang besar bisa mengembang. Dalam kehidupan nyata bernegara, potensi fisik alamiahnya adalah sumber daya alam dan kekayaan negara. Bukan potensi pribadi. Belum terdapat tanda-tanda adanya pemimpin negara mengorbankan milik (pribadi)nya demi mengurus negara dan rakyatnya kecuali Khulafaur Rasyadin dan Khalifah Umar Bin Abdul Aziz. jadi, yang dipertaruhkan penguasa (model si Gembrot) adalah sumber daya alam dan kekayaan negara. Jika yang di masukkan oleh si kodok ke tubuhnya adalah udara –untuk mengembang, di dunia nyata adalah investasi berupa hutang. Sebagaimana udara yang dihirup si Gembrot, hutang tidak boleh melampaui pendapatan negara; dan harus dibayar tepat pada waktunya. Kalau tidak, maka kekayaan negeri ini bisa tergadai semua dan berujung pada “doaarrr…!, meledak. Bedanya dengan si Gembrot, yang hancur adalah negara : bangkrut, perang saudara, pecah atau kembali terjajah. Penguasanya bisa tidak tergores sedikit pun karena menyelamatkan diri ke negeri tuan ! Agar republik ini tidak sampai “dooaar” meledak, perlu segera ditata ulang. Tentulah banyak agenda yang harus dilakukan. Tetapi yang pasti, yang jadi perioritas, adalah menyingkirkan pola kepemimpinan kodok dan menggantikannya dengan pola kepemimpinan semut –bila mengambil ilustrasi dunia hewan. Tanpa adanya pergantian pola kepemimpinan, kisah negeri ini akan tetap diwarnai kepedihan. Bila ingin mengambil pelajaran dari dunia nyata, maka contoh yang tepat adalah kepemimpinan Nabi Ibrahim as dan Ismail as. Mereka adalah orang-orang sholeh, yang seluruh aktivitasnya ditujukan untuk mengabdi kepada Allah. Bukan untuk memenuhi ambisi nafsu syahwatnya. Terbukti, dengan karakter seperti itu, mereka mampu membangun lembah tandus yang awalnya tidak ada kehidupan menjadi sebuah negeri terhebat di dunia (lebih lanjut simak MENGAPA HANYA ORANG SHOLEH YANG LAYAK PIMPIN NEGARA di https://www.youtube.com/watch?v=8EjOmOUnC0Y ). Ada jaminan keamanan, makmur dengan segala sandang pangannya, 24 jam tidak pernah sepi, orang-orang di seluruh dunia pun rindu untuk mengunjunginya. Itulah Mekkah yang diberkahi Allah. Jadi negeri ini haus dikelola orang-orang shaleh. Tidak boleh dikelola orang berwatak pendusta atau pembuat berita bohong. Jangan pula dikelola para pembajak –baik pembajak ide atau gagasan, karya seni atau karya ilmiah, atau pembajak kerja dan rencana orang lain. Pembajak itu pada hakekatnya adalah perampok : mengambil paksa karya orang lain demi syahwatnya. Hanya orang sholehlah yang dapat menghantarkan Indonesia ke cita-citanya sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945. Wallahu a’lam bisshawab. Penulis adalah Wakil Ketua Umum PDRI