ALL CATEGORY

Diduga Ada Jejak Jenderal di Pembantaian 6 Anggota Laskar FPI

by Tarmidzi Yusuf Bandung FNN - Hari ini, 7 Juni 2021 tepat enam bulan kasus pembantaian dan pembunuhan enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI). Belum juga ada titik terang terkait proses penegakan hukum terhadap para pelaku dan dalang kejahatan kemanusian dan politik tersebut. Diduga dalangnya adalah jenderal polisi yang dibantu jenderal tentara. Namun tidak mudah untuk dibuktikan Rumornya, tidak lama lagi akan terjadi promosi jendral tentara naik menjadi Kepala Staf Angkatan. Padahal seharusnya mereka ditangkap dan diadili. Indikasi rezim terlibat? Wallaahu Alam. Yang pasti hanya Allaah Subhaanahu Wata’ala, pelaku dan dalang yang mungkin tau persis. Sddebelumnya disampaikan pelakunya tiga anggota polisi dari Polda Metro Jaya. Namun salah satu diantara tiga anggota polisi yang menjadi tersangka tersebut sudah meninggal. Aneh lagi, pelaukunya sampai sekarang belum ditahan. Tidak juga diumumkan penyidik Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri ke publik. Entah apa pertimbangan Bareskrim. Apakah ketiga anggota polisi yang disebut-sebut Polisi sebagai tersangka itu pelaku pembunuhan yang sesungguhnya? Atau mereka bertiga hanya mau dijadikan sebagai “tumbal” dari kejahatan kemanusiaan dan kejahatan politik dari sang jenderal? Yang pasti pelakukanya sampai sekarang masih mesterius. Sudah menjadi tersangka. Namun publik tidak tau seperti apa mukanya. Penyidikan polisi terhadap kejadian pembunuhan atau pembantaian terhadap enam anggota laskar FPI di kilometer 50 tol Jakarta-Cikampek (Japek) ini, tidak berbeda dengan pelaku penyiraman air keras ke mata penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan. Bahkan Novel menduga ada jendral dibalik pelaku penyiramnan Mungkin saja ada tarik menarik antara tersaka versi Polisi dengan otak aktor dibalik pelaku pembunuhan enam laskar FPI. Ada ketakutan bila kedua polisi yang masih hidup sebagai tersangka tersebut akan “bernyanyi” di pengadilan kelak tentang kasus yang sebenarnya terjadi. Bisa berantakan semua alibi di pengadilan. Akibatnya dapat menyeret-nyaret jendral nantinya. Jangan-jangan pula, kedua polisi yang disebut-sebut sebagai tersangka akan mengikuti jejak rekannya, EPZ meninggal dunia awal tahun 2021. Satu dari tiga orang polisi yang telah ditetapkan sebagai tersangka bernama Elwira Priadi Zendrato meninggal dunia karena kecelakaan. Flashback kasus pembunuhan terhadap aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), Munir Said Thalib tahun 2004. Munir meninggal karena diracun. Konon Pollycarpus Budihari Priyanto, pilot Garuda, bukan pelaku yang sebenarnya. Disebut-sebut pelaku yang sebenarnya seorang jenderal Angkatan Darat. Sampai kini, sang jenderal itu tak tersentuh hukum. Lagi-lagi namanya kembali disebut dalam tragedi kilometer 50. Berkaca dari kasus pembunuhan terhadap Munir Said Thalib, bisa saja ketiga polisi yang telah ditetapkan sebagai tersangka menjadi tumbal kejahatan kemanusiaan dan politik dari sang jenderal. Yang disebut-sebut berada di dalam Toyota Land Cruiser hitam saat kejadian di rest area kilometer 50 tol Japek. Saat ini, rest area itu sudah diratakan dengan tanah. Upaya menghapus jejak kejahatan sang jenderal? Diduga target pembunuhan yang sebenarnya adalah Imam Besar Habib Rizieq Shihab (HRS). Namun terlanjur dibocorkan oleh teman-teman HRS di jajaran intelijen, yang mengingatkan HRS agar kalau bepergian membawa anak-istri, disertai pengawalan yang ketat. Alhamdulillah Allah Subhanahu Wata'ala menyelamatkan IB HRS dan keluarga dari rencana keji dan tak berperikemanusiaan itu. Saat sang jenderal yang tidak tersentuh hukum dalam peristiwa pembantaian dan pembunuhan enam laskar FPI, justru berada dibalik penuntutan terhadap IB HRS dan menantunya oleh Jaksa Penunut Umum (JPU) selama 6 tahun dan 2 tahun penjara dalam kasus Rumah Sakit Ummi Bogor. Tragisnya, nasib Munarman setelah ditangkap Densus 88 pada 27 April 2021 lalu tak jelas dimana rimbanya. Kabarnya jenderal yang berbau bangkai bersama kelompok kiri radikal sedang merancang skenario “siram bensin” untuk membakar emosi ummat Islam. Caranya? Salah satunya diduga dengan melalui kaki tangan mereka mempengaruhi tuntutan jaksa terhadap IB HRS dan menantunya, Habib Hanif al-Athos dalam kasus RS Ummi. Tuntutan di luar nalar dan logika hukum. Bakal menyulut emosi pendukung IB HRS untuk bangkit dan bergerak dengan caranya sendiri. Ajakan kepung Kejaksaan Negeri di setiap kota dan kabupaten di seluruh Indonesia sudah banyak beredar di media sosial. Apalagi sang jenderal masih bebas berkeliaran memproduksi dan mempertontonkan ketidakadilan dan kedzaliman terhadap ummat Islam. Sementara pembantaian dan pembunuhan enam laskar FPI tidak diproses hukum sama sekali. Sepertinya sang jenderal dan kelompok kiri radikal sedang memancing emosi ummat Islam untuk bertindak anarkis dan rusuh. Jenderalnya sangat sombong. Merasa mentang-mentang TNI dan POLRI sudah dalam genggamannya. Pembantaian dan pembunuhan enam laskar FPI membuat ummat Islam terjaga dari tidur yang panjang. Ada yang tidak beres dengan Indonesia hari ini. Bangkit melawan atau diam ditindas! Penulis adalah Pegiat Da’wah dan Sosial.

Mempertanyakan Dana Haji

Masalahnya, jika sudah masuk dalam keranjang APBN, maka tidak ada yang bisa menjamin bahwa dana tersebut tidak digunakan untuk proyek-proyek pemerintah di bidang infrastruktur. Bahkan bukan itu saja, tetapi juga tak ada garansi bila dana itu tidak akan digunakan untuk membiayai proyek-proyek pemerintah lainnya. Termasuk proyek yang bertentangan dengan syariat Islam. by Tamsil Linrung Jakarta FNN - Keputusan pemerintah membatalkan pemberangkatan haji tahun 2021 adalah peristiwa besar. Bahkan bersejarah untuk negeri ini. Menyedot atensi rakyat hingga di kampung dan pelosok negeri. Maka jadi konsekuensi logis ketika rakyat mempertanyakan, dan berusaha menerka apa alasan sesungguhnya di balik pembatalan tersebut. Termasuk merambah ke soal dana haji. Haji, bagi umat Islam adalah penyempurna rukun Islam. Bagi masyarakat Indonesia, haji bukan sekadar simbol. Ritus sakral tersebut dan rangkaian kegiatan yang menyertainya telah menjelma sebagai produk budaya. Di kampung-kampung misalnya, “titel haji dan hajjah” amat sakral. Pelaksanaan ibadah haji, juga diikuti banyak seremoni. Yang paling merefleksikan betapa haji istimewa di hati umat Islam Indonesia, adalah berbagai upaya dilakukan umat untuk berangkat ke Tanah Suci. Termasuk rela antre. Menyetor uang puluhan juta, meski harus menunggu 45 tahun. Hal ini misalnya, dialami masyarakat di Kabupaten Bantaeng yang mendapat nomor antrean berangkat tahun 2065. Maka keputusan membatalkan pemberangkatan haji tahun ini sangat mengecewakan. Wajar bila kemudian rakyat bereaksi tidak biasa. Termasuk mempertanyakan di mana uang setoran mereka. Sebab, berembus kabar tidak sedap, jika dana setoran haji itu digunakan untuk pendanaan proyek infrastruktur. Penjelasan Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Anggito Abimanyu barangkali sedikit menenangkan publik. Bahwa dana haji dalam kondisi aman. “Kami mengelolanya dengan prudent dan profesional. Bisa dilihat di laporan audit BPK yang juga ada di website kami. Mohon dicek, apakah ada lokasi untuk infrastruktur? Ya, tidak ada,” demikian penjelasan Kepala BPKH tersebut. Secara normatif, penjelasan tersebut benar. Memang tidak ada investasi langsung dana haji ke dalam proyek infrastruktur pemerintah. Namun harus dipahami, bukan berarti dana haji tidak dipakai membiayai prasarana yang dibangun pemerintah. Dana haji, diinvestasikan di bank-bank syariah dan instrumen keuangan syariah lainnya. Misalnya, dalam bentuk pembelian surat utang berlabel syariah (Sukuk) yang diterbitkan oleh negara. Untuk Sukuk, dana haji diinvestasikan sebesar kurang lebih 60 persen. Kemudian didepositokan di bank-bank syariah sebesar 35 persen. Saat ini, jumlahnya sekitar Rp 160 triliun. Nah, melalui investasi Sukuk ini, dana haji masuk ke dalam keranjang umum APBN. Sementara itu dana lain yang diinvestasikan di Bank Syariah, pilihan paling amannya, juga nyaris pasti akan ditempatkan dalam bentuk Sukuk. Penempatan dalam bentuk Sukuk inilah yang paling aman dari kerugian karena mendapatkan penjaminan dari pemerintah. Konon dana Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) pun juga ikut diinvestasikan dalam bentuk Sukuk. Pertanyaannya, kenapa BPKH tidak secara langsung menempatkan semuanya sebagai Sukuk? Saya kira karena alasan untuk memudahkan jika sewaktu-waktu ada pencairan. Sebab, investasi Sukuk sifatnya jangka panjang. Hanya bisa ditarik atau dicairkan pada tenggat tertentu. Dana Infrastruktur Masalahnya, jika sudah masuk dalam keranjang APBN, maka tidak ada yang bisa menjamin bahwa dana tersebut tidak digunakan untuk proyek-proyek pemerintah di bidang infrastruktur. Bahkan bukan itu saja, tetapi juga tak ada garansi bila dana itu tidak akan digunakan untuk membiayai proyek-proyek pemerintah lainnya. Termasuk proyek yang bertentangan dengan syariat Islam. Misalnya, bercampur dana haji dengan penerimaan negara dari pajak tempat hiburan malam, klub malam, pelacuran, pajak minuman keras dan penerimaan bukan pajak (PNBP) lainnya. Sukuk, hingga utang luar negeri dan semua bentuk penerimaan lainnya masuk dalam keranjang APBN. Inilah yang mestinya menjadi dasar bahwa tidak ada jaminan dana haji tersebut untuk tidak digunakan dalam proyek pemerintah di bidang infrastruktur, bahkan di bidang apapun jika itu dibiayai APBN. Jika yang dikatakan, tidak ada penempatan secara langsung oleh BPKH, itu benar. Tetapi, tidak ada jaminan bahwa setelah masuk dalam keranjang umum APBN bahwa dana tersebut tidak digunakan untuk infrastruktur. Bahkan lebih dari itu, bisa saja digunakan untuk proyek-proyek yang bertentangan dengan syariat Islam sepanjang proyek tersebut dibiayai APBN. Saya lama berinteraksi dengan Kepala BPKH, Anggito Abimanyu. Ketika itu, beliau sebagai Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu) dan saya sebagai pimpinan Badan Anggaran DPR RI. Anggito sangat profesional dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagai Kepala BKF. Saya yakin juga sama profesionalnya dalam posisinya sekarang sebagai Kepala BPKH. Sayangnya, Anggito tidak menjelaskan tentang dana-dana tersebut yang masuk ke dalam keranjang umum APBN dan pendistribusiannya yang sangat memungkinkan dialokasikan mengongkosi berbagai program pemerintah. Baik di bidang infrastruktur, maupun yang lainnya. Saya perlu menyampaikan penjelasan ini, agar kita tidak terbuai dan merasa sudah sangat aman. Bisa mencairkan keseluruhan dana haji tersebut kapan waktu saja. Ini keliru. Yang kita harapkan, mudah-mudahan dana cadangan sebesar dua kali pemberangkatan haji itu tetap tersedia. Artinya, ada dana sebesar Rp 31,5 triliun. Termasuk yang didepositokan di bank-bank syariah, yang sewaktu-waktu dapat dicairkan. Penarikan besar-besaran tentu berpotensi membuat bank syariah kesulitan likuiditas. Apalagi bank syariah kita tahu banyak pula yang mengandalkan Sukuk. Terlebih dalam situasi resesi ekonomi. Problemnya, penarikan Sukuk perlu waktu lama. Misalnya 10 tahun. Karena jangka waktu 10 tahun inilah yang menjanjikan keuntungan besar. Dari Sukuk, BPKH mendapatkan laba yang dikembalikan ke jemaah, kira-kira sebesar di atas Rp 10 triliun setiap tahun. Selain itu, BPKH juga dapat tambahan dana dari setoran jemaah calon haji yang antreannya diperkirakan sekitar 10 sampai 30 tahun kemudian baru bisa mendapatkan giliran berhaji. Apalagi dengan adanya tambahan jamaah baru dalam dua tahun ini. Paling tidak, ada dana segar dari satu juta calon jamaah haji. Ditambah 420.000 jamaah yang tidak berangkat. Salah satunya karena tahun ini pemerintah membatalkan pemberangkatan haji tanpa alasan yang transparan. Dari itu semua, mestinya ada tambahan setoran baru tidak kurang dari Rp 35 triliun di saku BPKH.** Penulis adalah DPD RI, dan Ketua Kerjasama Parlemen Indonesia dan Arab Saudi Tahun 2017.

Juliari Ubah Pola Bansos Karena Fee Tidak Mencapai Target

Jakarta, FNN - Mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan bansos sembako COVID-19 Matheus Joko Santoso mengungkapkan realisasi "fee" setoran dan operasional yang berasal dari perusahaan-perusahaan penyedia bansos sembako COVID-19 di Kementerian Sosial pada April-Juni 2020 mencapai Rp19,132 miliar. "Realisasi yang saya terima dari 'fee' setoran sejumlah Rp14,014 miliar, sedangkan 'fee' operasional adalah Rp5,117 miliar sehingga total putaran pertama 'fee'-nya adalah Rp19,132 miliar dan yang sudah kita setorkan adalah Rp11,2 miliar," kata Matheus Joko di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin. Joko menyampaikan hal tersebut saat menjadi saksi untuk terdakwa mantan Mensos Juliari Batubara yang didakwa menerima suap Rp32,482 miliar dari 109 perusahaan penyedia bansos COVID-19. Joko bertugas untuk mengutip Rp10 ribu/paket sembako sebagai "fee" setoran dan Rp1.000/paket sembako sebagai "fee" operasional dari para perusahaan vendor penyedia bansos sembako. Pagu anggaran per paket sendiri adalah Rp300 ribu/paket dengan jumlah paket per tahap adalah 1,9 juta paket. Putaran pertama pengadaan bansos sembako berlangsung pada April-Juni 2020 untuk 6 tahap pengadaan. "Yang sudah diserahkan ke Pak Juliari dalam 5 kali penyerahan total-nya Rp11,2 miliar dan ada sisa Rp2,815 miliar masih saya simpan sedangkan 'fee' operasional yang sudah dipakai adalah Rp4,825 miliar sisanya masih ada Rp292 juta," tutur Joko. Joko sendiri mengaku "fee" operasional digunakan untuk pembayaran biaya operasional dan untuk para pejabat di Kemensos. "Hanya disampaikan secara umum terkait dengan pembayaran biaya-biaya operasional juga terkait penyerahan uang ke Pak Sekjen, ke Pak Adi dan saya, hanya disampaikan untuk itu," ungkap Joko. Namun, Joko juga mengaku ia ditugaskan untuk membayar biaya operasional menteri. "Seperti bayar sewa pesawat jet, juga bayar tes 'swab', saat itu saya serahkan ke ajudan, Pak Eko Budi Santoso," ucap Joko. Mantan Menteri Sosial Juliari Batubara mengubah pola kuota pengadaan bansos sembako COVID-19 pada tahap II yaitu Juli-Desember 2020 karena target "fee" tidak memuaskan. "Yang menyampaikan Pak Juliari katanya di putaran kedua ada perubahan pola, saya tidak disampaikan detail alasannya karena waktu itu yang mengkoordinasikan Pak Kukuh dan Pak Pepen serta pejabat Kemensos lainnya tapi dirasakan Pak Menteri (fee) kurang memuaskan," kata Matheus Joko di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin. Joko menyampaikan hal tersebut saat menjadi saksi untuk terdakwa mantan Mensos Juliari Batubara yang didakwa menerima suap Rp32,482 miliar dari 109 perusahaan penyedia bansos COVID-19. Kukuh yang dimaksud Joko adalah Tim Teknis Juliari Batubara untuk bidang komunikasi, sedangkan Pepen adalah Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kemensos Pepen Nazaruddin. "Perubahan polanya dari 1,9 juta paket per tahap, 1 juta paket dikoordinir oleh Pak Herman Hery, yang 400 ribu paket dikoordinir Pak Ihsan Yunus, 200 ribu paket oleh Pak Juliari sendiri dan 300 ribu istilahnya bina lingkungan," ungkap Joko. Herman Hery diketahui adalah Ketua Komisi III DPR dari fraksi PDI-Perjuangan, sedangkan Ihsan Yunus merupakan bekas Wakil Ketua Komisi VIII DPR yang juga berasal dari fraksi PDI-Perjuangan. "Bina lingkungan itu sebenarnya mengakomodir vendor-vendor yang belum pernah mendapat kuota pekerjaan, jadi untuk mengakomodir vendor-vendor lain yang belum dapat, pengelolaannya saya dan Pak Adi," tambah Joko. Adi saat itu menjabat sebagai Kepala Biro Umum Kemensos sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran. "Pada intinya Pak Adi yang mengumpulkan atensi-atensi dan saya yang merekap. karena daftar vendor disetujui Pak Juliari dulu sesuai permintaan terkait kuota-kuota yang sudah memberikan rekomendasi," papar Joko. "Dalam BAP saudara mengatakan untuk pengadaan bansos tahap 7-12 memang saya dan Pak Adi merekap atensi-atensi termasuk pembagian kuota yang dikoordinir dan setelah kita buat draf saya serahkan ke Pak Adi untuk dilaporkan ke Pak Juliari untuk dikoreksi dan setelah ada persetujuan oleh Pak Juliari, daftar tersebut disampaikan ke saya dan ketika disampaikan ke saya, Pak Adi sekaligus menjelaskan pemilik paket, nama vendor, kuota dan PIC-nya siapa, apakah keterangan saudara ini benar?" tanya jaksa penuntut umum (JPU) KPK Ikhsan Fernandi. "Benar," jawab Joko. Menurut Joko, untuk pembagian 1 juta paket milik Herman Hery, yang menjadi operator bernama Ivo, Yogi, Stevano dan Budi Pamugnkas; untuk paket 400 ribu milik Ihsan Yunus, operatornya adalah Yogas dan Iman serta paket 200 ribu milik Juliari yang menjadi operator adalah Kukuh. "Kukuh itu jadi operator mulai tahap 1, 3, 5, 6 tapi untuk tahap 7-12, perusahaan-perusahaan vendornya tidak berkoordinasi dengan saya, jadi saya tidak tahu," ungkap Joko. Namun, Joko mengetahui dua perusahaan yang mendapat jatah kuota milik Juliari tersebut yaitu PT. Bismacindo Perkasa dan PT. Asricitra Pratama. "Untuk Asricitra biasanya ke Pak Kuncoro berdasarkan draf dari Pak menteri, setelah disetujui Pak Juliari lalu draf diberikan ke saya untuk dibuat SPPBJ (Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa)," ujar Joko. (sws)

Saksi: Rp11,2 Miliar "Fee" Bansos Sudah Diterima Juliari Batubara

Jakarta, FNN - Mantan Menteri Sosial Juliari Batubara disebut telah menerima Rp11,2 miliar sebagai "fee" pengadaan bansos sembako COVID-19. "Di putaran pertama jumlah 'fee' setoran tahap 1, 3, komunitas, 5, 6 adalah Rp14,014 miliar untuk 'fee' setoran dan sudah diserahkan sebanyak 5 kali ke Pak Juliari sebesar Rp11,2 miliar," kata Mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan bansos sembako COVID-19 Matheus Joko Santoso di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin. Joko menyampaikan hal tersebut saat menjadi saksi untuk terdakwa mantan Mensos Juliari Batubara yang didakwa menerima suap Rp32,482 miliar dari 109 perusahaan penyedia bansos COVID-19. Joko bertugas untuk mengutip Rp10 ribu/paket sembako sebagai "fee" setoran dan Rp1.000/paket sembako sebagai "fee" operasional dari para perusahaan vendor penyedia bansos sembako. Pagu anggaran per paket sendiri adalah Rp300 ribu/paket dengan jumlah paket per tahap adalah 1,9 juta paket. Putaran pertama pengadaan bansos sembako berlangsung pada April-Juni 2020 untuk 6 tahap pengadaan. "Saya serahkan langsung ke Pak Adi Wahyono, Pak Adi serahkan ke Pak Eko atau Bu Selvy," tambah Joko. Eko yang dimaksud adalah Eko Budi Santoso yang adalah ajudan Juliari, sedangkan Selvy adalah Selvy Nurbaety yang merupakan sekretaris pribadi Juliari. "Saya konfirmasi ke terdakwa untuk memastikan uang yang diberikan ke Pak Eko dan Bu Selvy apa sudah diterima atau belum, kemudian dari beberapa pertemuan atau menghadap (Juliari) kita juga diminta untuk melanjutkan pengumpulan 'fee' sampai bulan Juni-November," ungkap Joko. Namun, Joko mengaku tidak pernah menyerahkan "fee" secara langsung.

Kapal Cepat Nunukan Terguling, 5 Tewas

Nunukan, FNN - Kapal cepat atau speedboat yang kecelakaan dalam perjalanan dari Pelabuhan Tarakan menuju Kecamatan Sebuku, Kabupaten Nunukan, Kaltara, Senin, dilaporkan mengangkut 30 penumpang, di antaranya tujuh anak-anak. Kejadiannya sekitar pukul 13.28 WITA di perairan Desa Pelaju Kecamatan Sembakung, Kabupaten Nunukan, ujar Koordinator Basarnas Tarakan Amiruddin melalui siaran pers-nya diterima di Nunukan, Senin sore. Ia membenarkan dari 30 penumpang tersebut saat ini telah ditemukan lima orang meninggal dunia dengan tiga di antaranya anak-anak. Kapal cepat SB Riyan ini yang mengalami kecelakaan ini diperkirakan dalam kondisi laju, dan tidak mampu dikendalikan bertepatan dengan gelombang yang tinggi. Pada saat kecelakaan kapal cepat yang berwarna biru putih ini terbalik ke kiri tepat di tikungan sungai. Sampai saat ini Basarnas belum memberikan keterangan terkait dengan kecelakaan ini. (sws)

KPK Minta Penundaan Sidang Praperadilan SP3 BLBI

Jakarta, FNN - KPK meminta penundaan sidang gugatan praperadilan antara Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) melawan KPK untuk membatalkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) Bantuan Langsung Bank Indonesia Bank Dagang Nasional Indonesia (BLBI BDNI). "Terkait dengan sidang praperadilan SP3 perkara BLBI, KPK telah berkirim surat kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tertanggal 31 Mei 2021 untuk meminta penundaan sidang karena tim Biro Hukum KPK masih menyiapkan surat-surat dan administrasi persidangan terlebih dahulu," kata Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Senin. Ali menyebut permintaan penundaan tersebut sama sekali tidak ada kaitannya dengan polemik tes wawasan kebangsaan (TWK). "Kami memastikan pada persidangan berikutnya KPK akan hadir sebagaimana penetapan hakim praperadilan dimaksud," kata Ali. MAKI mengajukan gugatan terhadap SP3 BLBI BDNI dengan tersangka Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim. SP3 tersebut diterbitkan KPK dengan alasan bebasnya Syafruddin Arsyad Temenggung dalam perkara BLBI. Atas SP3 tersebut, MAKI mendaftarkan gugatan pada tanggal 30 April 2021. "MAKI yakin akan memenangi gugatan ini karena hukum Indonesia tidak menganut putusan seseorang dijadikan dasar menghentikan perkara orang lain (yurisprudensi) seseorang tersangka bisa dihukum bersalah atau bebas setelah melalui proses persidangan, bukan atas dasar SP3 oleh penyidik KPK," kata koordinator MAKI Boyamin Saiman. SP3 tersebut diterbitkan karena KPK ingin menghadirkan kepastian hukum setelah penolakan permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan KPK ke Mahkamah Agung (MA) terhadap putusan kasasi Syafruddin Arsyad Temenggung pada tanggal 16 Juli 2020. PK itu diajukan KPK karena pada tanggal 9 Juli 2019 setelah MA mengabulkan kasasi Syafruddin dan menyatakan Syafruddin terbukti melakukan perbuatan sebagaimana didakwakan kepadanya. Akan tetapi, perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana sehingga melepaskan Syafruddin dari segala tuntutan hukum (ontslag van alle rechtsvervolging). Penerbitan SP3 sendiri adalah produk hukum KPK terbaru berdasarkan Undang-Undang KPK edisi revisi, yaitu UU No. 19 Tahun 2019. Sebelumnya, KPK tidak diberi hak untuk mengeluarkan SP3 seperti penegak hukum lain, yaitu Kepolisian RI dan Kejaksaan Agung. (sws)

Polri Masih Dalami Keterangan Saksi BPJS Kesehatan Terkait Data Bocor

Jakarta, FNN - Kepolisian Republik Indonesia (Polri) masih mendalami keterangan saksi-saksi dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan terkait kebocoran data. Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono, di Mabes Polri, Jakarta, Senin, mengatakan belum ada pemeriksaan saksi lanjutan setelah penyidik meminta keterangan lima vendor di BPJS Kesehatan. "Tentunya dari perkembangan yang terakhir kita telah memeriksa beberapa saksi dari BPJS kesehatan dan juga vendor yang mengatakan daripada teknologi informasi di BPJS Kesehatan hasil dari keterangan para saksi ini masih didalami oleh penyidik," kata Rusdi. Penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri telah memeriksa lima vendor penyedia layanan teknologi informasi di BPJS Kesehatan pada Rabu (2/6). Sebelumnya, penyidik telah meminta keterangan empat orang saksi, yakni dua saksi dari BPJS Kesehatan dan dua saksi lainnya dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Rusdi mengatakan keterangan dari para saksi menjadi dasar bagi penyidik dalam melakukan langkah selanjutnya untuk menuntaskan persoalan kebocoran data tersebut. "Penyidik masih mendalami keterangan-keterangan saksi untuk terus menyelesaikan kasus ini bersama-sama dengan instansi yang lain tentunya nanti apabila ada perkembangan-perkembangan akan disampaikan ke publik," ujar Rusdi. Penyelidikan soal kebocoran data ini telah bergulir sejak isu kebocoran data mencuat di masyarakat. Kabareskrim Polri Komjen Agus Adrianto memerintahkan Direktorat Tindak Pidana Siber untuk menelusuri-nya. Pada Senin (24/5) lalu, Bareskrim Polri telah meminta klarifikasi pejabat di BPJS Kesehatan yang menangani penggunaan teknologi informasi di instansi tersebut. Hasil dari klarifikasi tersebut nantinya menjadi dasar Polri untuk melakukan tindak lanjut dalam menuntaskan kasus kebocoran data tersebut. Belakangan ini publik kembali menerima kabar kebocoran data pribadi. Sebanyak 1.000.000 data pribadi yang kemungkinan adalah data dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan diunggah (upload) di internet. Akun bernama Kotz memberikan akses download (unduh) secara gratis untuk file sebesar 240 megabit (Mb) yang berisi 1.000.000 data pribadi masyarakat Indonesia. File tersebut dibagikan sejak 12 Mei 2021. Bahkan, dalam sepekan ini ramai menjadi perhatian publik. Akun tersebut mengklaim mempunyai lebih dari 270 juta data lainnya yang dijual seharga 6.000 dolar Amerika Serikat. (sws)

Pengamat Ragukan PT TMI Bisa Monopoli Alutsista Rp1.760 Triliun

Jakarta, FNN - Pengamat Pertahanan Andi Widjajanto meragukan dugaan PT Teknologi Militer Indonesia (TMI) bisa memonopoli pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) senilai Rp1.760 triliun, sebab modal awal yang harus dimiliki terlalu besar dan sukar bagi perusahaan mana pun untuk memenuhi. "Kalau dibilang PT TMI akan ambil semua Rp1,7 kuadriliun, saya yakin pasti tidak bisa," kata dia melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin. Ia mengatakan hitungannya sederhana dari Rp1,7 kuadriliun maka penyertaan modal kira-kira harus 30 persen dari jumlah tersebut atau sekitar Rp600 triliun. Dari Rp600 triliun tersebut, lanjut Andi, PT TMI harus menyediakan dana paling tidak Rp200 triliun. Jumlah itu terlalu besar. Bahkan, diyakini tidak ada perusahaan di Tanah Air yang bisa memenuhi termasuk BUMN sekalipun. "Jadi, mengambil keseluruhan proyek senilai Rp1,7 kuadriliun dengan hitungan bisnis normal tidak akan bisa. Tidak bisa dicari cara cepat untuk menguasai Rp1,7 kuadriliun di tangan satu entitas," tutur-nya. Menteri Pertahanan diyakini akan melihat BUMN dan Badan Usaha Milik Swasta dan diatur bersama-sama. Di sisi lain, Andi menilai berdirinya PT TMI dalam memeriahkan industri alutsista merupakan hal wajar. Perusahaan tersebut dinilai melihat adanya peluang perluasan bisnis di bidang industri pertahanan seiring dengan disahkan-nya Undang-Undang tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker). "UU Ciptaker menyatakan sekarang boleh swasta jadi 'lead integrator' memproduksi senjata. Sebelum ada UU Ciptaker yang boleh hanya delapan BUMN," ujarnya menjelaskan. Meski demikian, ia mengingatkan swasta diperkenankan menjual dan memproduksi senjata atas izin Menteri Pertahanan. Kemudian wajib ada alih teknologi sesuai mandat UU Industri Pertahanan. Selain swasta, merujuk UU Ciptaker investor asing kini juga diperkenankan menanamkan modal pada industri pertahanan. Sebelumnya, sektor ini termasuk terlarang atau tercantum dalam daftar negatif investasi (DNI). "Jadi, bisa saja Pindad dapat 'investment joint venture', misalnya, dengan Jerman seperti yang dilakukan Rheinmetall ke Turki. PT Dirgantara Indonesia juga bisa saja ke Lockheed Martin," ujar dia. (sws)

Fadli Zon: Banyak yang Salah Paham Soal Rencana Pembelian Alpalhankam

Jakarta, FNN - Anggota Komisi I DPR, Fadli Zon, mengatakan, banyak yang salah paham terkait Rancangan Peraturan Presiden tentang pemenuhan alat peralatan pertahanan dan keamanan periode pengadaan 2020-2024. "Umumnya telah disalahpahami oleh banyak orang. Tak sedikit yang menilai kalau rencana strategis itu sebagai 'ambisius' dan 'tidak peka terhadap krisis yang tengah kita alami," kata dia, dalam siaran persnya, di Jakarta, Senin. Ia menyebut ada tiga sumber kesalahpahaman terkait rancangan Perpres itu. Pertama, sebagian pihak hanya melihat total besaran anggarannya yang mencapai Rp 1.760 triliun, tetapi tidak memperhatikan skemanya. Kedua, masyarakat melupakan pengadaan peralatan perang itu merupakan proyek strategis untuk jangka waktu 25 tahun. Terakhir, mereka yang menentang pengadaan alat pertahanan katanya lupa, semua itu barulah rancangan rencana pemerintah. "Di luar tiga hal tadi, banyak orang juga lupa, jika saat ini kita berada di tahap akhir program Kekuatan Pokok Minimum, atau MEF (Minimum Essential Force), yang telah dimulai sejak 2009 silam," kata wakil ketua umum DPP Partai Gerindra ini. MEF, lanjut dia, merupakan program yang dirancang untuk memodernisasi kekuatan pertahanan Indonesia. MEF --"tinggalan" masa pemerintahan Presiden Susilo Yudhoyono-- dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu MEF I (2009-2014), MEF II (2014-2019), dan MEF III (2019-2024). Menurut dia, dalam tiap tahap MEF pemerintah menganggarkan kurang lebih sebesar Rp150 triliun untuk belanja peralatan perang. "Jadi, kurang lebih tiap tahun anggarannya adalah sebesar Rp30 triliun. Nach, program ini akan berakhir pada 2024. Sehingga, sangat wajar jika pemerintah kemudian menyusun rancangan program strategis baru untuk meneruskan MEF. Itulah latar belakang munculnya rancangan Perpres tentang Alpahankam," kata dia. Ia bilang, dalam pelaksanaan program MEF tidak berjalan mulus seperti yang direncanakan. Berdasarkan data Kementerian Pertahanan hingga Oktober 2020 (alias memasuki MEF III), TNI AD baru memiliki 77 persen kekuatan pokok minimal, sedangkan TNI AL sebesar 67,57 persen, dan TNI AU 45,19 persen. "Jadi, kalkulasi kasarnya, dengan model penganggaran yang berlaku selama ini, MEF kemungkinan tidak akan bisa mencapai 100 persen pada 2024. Maka, dibutuhkan jalan baru dan juga rencana baru," katanya. Rencana Kementerian Pertahanan dengan menyatukan alokasi anggaran pertahanan 25 tahun untuk memenuhi peralatan perang, kata dia, merupakan terobosan. Selain itu dapat menjadi jawaban untuk mempercepat modernisasi peralatan perang TNI. Dalam kesempatan itu, dia menyebut terdapat tiga pertimbangan untuk mendukung rencana Kementerian Pertahanan. Pertama, kata dia, terobosan ini akan menjawab percepatan modernisasi peralatan perang. "Kondisi alpahankam kita memang sudah tidak memadai, baik dari sisi jumlah, maupun segi usia. Sekitar 70 persen alpahankam kita umurnya sudah uzur," kata dia. Ia menyatakan, tragedi tenggelamnya KRI Nanggala-402 merupakan salah satu faktor penyebabnya adalah karena usia yang sudah tua. "Selama ini anggaran TNI banyak tersedot untuk pemeliharaan alpahankam yang sudah tak layak pakai," ucapnya. Kedua, dari sisi anggaran, melakukan modernisasi dengan menyatukan alokasi anggaran pertahanan 25 tahun dapat meningkatkan kapasitas pengadaan alpahankam secara lebih komprehensif. "Selain akan segera meningkatkan posisi tawar Indonesia, cara ini juga saya kira lebih efisien dibanding jika pengadaannya dilakukan secara terpisah dan parsial," katanya. Bila diukur dari Produk Domestik Bruto (PDB) 2020 sebesar 15.434,2 triliun, maka anggaran yang dialokasikan pemerintah untuk alutsista selama 25 tahun itu sebenarnya hanya pada kisaran 0,6-0,7 persen setiap tahun. Padahal, apabila merujuk pada dokumen MEF, idealnya sejak MEF II (2014-2019), alokasi anggaran pertahanan Indonesia sudah ke arah 1,5 persen dari terhadap PDB. "Jadi, jangan semata-mata melihat gelondongan Rp 1.760 triliun-nya, tapi harus dilihat juga persentasenya terhadap PDB kita 25 tahun ke depan," katanya. Ketiga, rencana pengadaan alat pertahanan katanya bersifat meneruskan strategi MEF yang saat ini sudah masuk tahap ke-3. Sebagai Menteri Pertahanan, Prabowo Subinto --ketua umum DPP Partai Gerindra-- dia katakan, harus menghadapi tiga tantangan sekaligus terkait dengan MEF, yakni harus menuntaskan MEF, harus menghadapi kenyataan terkendalanya anggaran pertahanan karena ada pandemi, dan harus bisa menawarkan rancangan strategis baru untuk meneruskan MEF. "Jadi, mau tidak mau Kementerian Pertahanan harus bisa membuat terobosan. Rancangan Perpres tentang alpahankam ini adalah hasilnya," ucap dia. Dalam satu tahun ini, dia melihat upaya Kementerian Pertahanan untuk melakukan percepatan target MEF cukup serius dan komprehensif. Misalnya, mereka mengevaluasi kembali kontrak-kontrak kerja sama pertahanan yang dinilai tidak efisien, membuka kerja sama luas dengan berbagai negara agar tidak tergantung pada satu negara saja, dan terakhir, mereka juga tak lupa memperkuat industri pertahanan nasional. Jadi, langkah-langkah yang disusun Kementerian Pertahanan, kata dia, sudah sangat komprehensif. Ia menambahkan, Indonesia memang harus membuat terobosan penting agar dapat segera memiliki sistem pertahanan nasional yang tangguh. "Di luar hal-hal yang telah disebutkan tadi, saya setuju, bahwa rencana besar ini tentu masih harus dimatangkan dan disempurnakan lagi dengan melibatkan parlemen," ujarnya. (sws)

Kemkominfo Akan Ubah STMM Yogyakarta Jadi Institut Digital Nasional

Jakarta, FNN - Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemkominfo RI) akan mengembangkan Sekolah Tinggi Multi Media (STMM) Yogyakarta jadi Institut Digital Nasional pada 2022, kata Menkominfo Johnny Gerard Plate saat rapat kerja bersama DPR RI di Jakarta, Senin (07/06/21) Pengembangan itu bertujuan agar Institut Digital Nasional dapat memenuhi kebutuhan sumber daya terampil bidang teknologi digital di Indonesia, kata Johnny di hadapan anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). “Inisiatif Kementerian Kominfo pada 2022 yaitu pengembangan Sekolah Tinggi Multi Media Yogyakarta jadi Institut Digital Nasional. (Pengembangan, Red) itu bertujuan mengatasi kebutuhan talenta digital di level hilir,” terang Menkominfo saat rapat kerja bersama Komisi I DPR RI. Kemkominfo, kata Johnny, berencana memperluas cakupan kurikulum STMM Yogyakarta agar tidak hanya sebatas multimedia, tetapi juga teknologi digital, komunikasi dan media digital, ekonomi digital, serta tata kelola dan kebijakan-kebijakan digital. “Kami berharap STMM tidak hanya terkait dengan kurikulum multimedia, tetapi juga dapat jadi pusat riset unggulan,” ujar dia menambahkan. Terkait rencana itu, STMM Yogyakarta belum dapat langsung dihubungi untuk diminta tanggapannya. Dalam rapat kerja yang sama, Menkominfo menegaskan transformasi digital akan jadi fokus yang melandasi berbagai program kerja Kemkominfo pada 2022. Program-program kerja itu sebagian besar akan melanjutkan program yang telah berjalan pada 2020 sampai 2021, antara lain penyediaan infrastruktur telekomunikasi, penguatan infrastruktur digital pemerintah, penguatan tata kelola data termasuk pertukaran data lintas batas, dan penguatan komunikasi publik termasuk platform digital, ujar Johnny menambahkan. Terkait penyediaan infrastruktur, Kemkominfo pada 2022 berencana membangun lebih banyak stasiun pemancar atau base transmission station (BTS). Sejauh ini, ada 1.682 BTS yang aktif beroperasi, dan pemerintah masih akan menyelesaikan 4.200 BTS pada 2021. Untuk 2022, Kemkominfo akan lanjut mendirikan 3.704 BTS sehingga diharapkan akan ada 9.586 pada akhir 2024. Di samping BTS, Kemkominfo juga masih akan membangun infrastruktur kabel untuk optimalisasi pemanfaatan satelit Palapa Ring, serta titik-titik akses Internet baru pada 2022. Tidak hanya menyampaikan soal program kerja, Menkominfo juga memaparkan rencana anggaran 2022. Kemkominfo mendapat pagu alokasi APBN sebanyak Rp16,96 triliun, sementara pagu indikatif pada tahun 2023 sebesar Rp21,76 triliun. "Dengan demikian, pagu pada tahun 2022 ada kenaikan sebesar Rp4,8 triliun atau 28,30 persen apabila dibandingkan dengan periode sebelumnya," ujar Menkominfo. (sws)