ALL CATEGORY

Selain Joshua, Panglima TNI Diminta Bantu Autopsi Ulang Korban KM-50

Jakarta, FNN –Aktivis DR. Syahganda Nainggolan di Jakarta menilai positif atas  adanya uluran tangan dari Panglima TNI Jenderal Andhika Perkasa yang membantu tugas Polri membongkar dan menuntaskan kasus pembunuhan polisi oleh polisi itu. Demi tegaknya keadilan dan kredibilitas Polri maka, “Saya mengapresiasi langkah Panglima TNI untuk upaya mencari kebenaran dan keadilan dalam kasus pembunuhan polisi di Kediaman Dinas Irjen Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan,” tutur Syahganda kepada FNN, Senin (25/7/2022). Seperti diberitakan, baku tembak terjadi antara Brigadir Joshua dengan Bharada Richard di rumah dinas Ferdy Sambo, Jum’at (8/7/2022) yang menewaskan Brigadir Joshua. Pada Rabu (27/7/2022), jenazah Brigadir Joshua diautopsi ulang untuk mencari kebenaran penyebab kematiannya. Permintaan autopsi ulang itu dilakukan oleh keluarga Brigadir Joshua karena ditemukan kejanggalan. Menurut Syahganda, jika kondisi tegaknya keadilan terwujud, diharapkan  bisa memulihkan kembali kepercayaan masyarakat kepada para penegak hukum, yang selama ini terpuruk. “Akibat kasus Polisi tembak Polisi, kini kredibilitas Polri kian terpuruk,” tegas Syahganda. Sedangkan terkait uluran tangan dari Panglima TNI itu, menurut Syahganda, tentu saja harus dimaknai positif, misalnya, selain untuk kasus polisi tembak polisi, maka Syahganda juga meminta Panglima TNI harus bisa menunjukkan kebaikan dengan mengirim dokter forensik untuk autopsi ulang atas 6 jenazah laskar FPI dalam kasus KM-50. “Autopsi ulang pada 6 jasad laskar FPI harus dilakukan, mengingat autopsi yang dilakukan polisi dalam kasus yang diduga bermuatan politis ini begitu sensitif pada kepercayaan publik,” tegas Syahganda. (bunayya saifuddin)

Pro-Kontra Islamophobia di Indonesia

Saya sepenuhnya sepandangan dengan Prof Mahfud MD. Tak ada Islamofobia di Indonesia dalam bentuk \'konspirasi\' atau \'systematic policies against Islam and Muslims\'. Oleh: Muhammad Chirzin, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga, Jogjakarta PRO-Kontra tentang Islamophobia di Indonesia antara lain dipicu pernyataan Mahfud MD, “Yang berkata di Indonesia ada Islamophobia itu omong kosong!” Saya pun menanggapinya di grup WA yang mengunggah narasi Pak Mahfud MD tersebut dengan singkat, “Ini Omong Kosong!!!” Usai menyimak unggahan narasi Mahfud MD tersebut, salah seorang anggota WAG mengunggah tulisan Jerry Kwok Liaw kontra narasi Mahfud MD. Mahfud MD pun membantah opini Herry Kwok Liaw via japri kepada Prof. Fauzul Iman, dikirim kepada Prof. Azyumardi Azra, lalu di-forward di Grup WA PROFESOR PTKIN (Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri) disertai dengan tanggapannya. Saya pun pagi-pagi menanggapinya. Salah Abstraksi terhadap Gejala Terkait Islamophobia Kita harus yakin bahwa di Indonesia tak ada Islamo phobia sebagai kebijakan. Kalau cemooh-cemooh antar oknum atau antar bagian dari komunitas ya itu terjadi untuk semua agama, bukan hanya terhadap Islam seperti tudingan terhadap budaya Arab atau pakaian cadar. Loh di masyakat muslim kita kan sering ada ucapan itu budaya Hindu dari budaya India, hindari itu budaya Katolik ada jin kafirnya, hati-hati itu pada Keristenisasi yang dibawa oleh Belanda, jangan dekat-dekat dengan gereja, dan sebagainya. Banyak yang lebih keras lagi. Misalnya, banyak ceramah, “kita jauhi Yahudi dan Nasara (Keristen) karena mereka takkan diam mengganggu kita sampai kita ikut agama mereka”. Tapi terhadap ini tak ada yang menyebut Yahudi phobia atau Keristen phobia. Itu kan banyak juga di masyarakat kita. Maksud saya, kalau seperti yang ditulis oleh Jerry Kwok tersebut alasan dan contoh-contoh untuk mengatakan ada Islamophobia di Indonesia sangat tak logis. Tak bisa kita bilang di Indonesia dalam kenegaraan ada Islamophobia hanya karena ada sikap sesama masyarakat yang kurang bersahabat terhadap perilaku masyarakat pemeluk agama lain. Faktanya orang Islam di Indonesia tidak didiskriminasi, dan boleh bersaing secara demokratis dan intelektual. Makanya bermunculan politisi dan birokrat muslim. Juga bermunculan profesor-profesor muslim spt Prof. Fauzul, Prof. A\'la, Prof Azyumardi, dll. Masjid dan pesantren terbangun dengan bagus-bagus. UIN hebat-hebat, rektor-rektor dan pejabat muslim salat secara terang-terangan dan nyaman membawa sajadah di bahu di tempat-tempat terbuka. Di daerah-daerah para Gubernur dan Bupati membangun Islamic Centre. Kalau hanya karena ada orang menyindir “kok berbau Arab”, “kok berjenggot dan bercelana cingkrang”, lalu disebut ada Islamophobia, maka berarti di Indonesia juga ada Katholik phobia, ada Hindu phobia, ada Keristen phobia, Budha phobia, budaya phobia dan lain-lain. Di kalangan komunitas kita kan banyak yang juga mendorong masyarakat muslim untuk menghindari perilaku tertentu dgn alasan itu ajaran Keristen, itu ajaran Hindu, itu ajaran Katholik, itu ajaran Yahudi, dan sebagainya. Kita tak boleh bohong, di kalangan kaum kita muncul hal-hal seperti itu terhadap agama lain. Jadi, kalau kita bicara tidak ada Islamophobia di Indonesia itu adalah dalam konteks kebijakan negara dan praktik politik dan pemerintahan. Kalau phobia di masyarakat ya banyak, dan semua terkena sasaran phobia. Pada saat yang sama setiap orang Islam itu boleh berkontestasi dalan meraih prestasi melalui mekanisme yang demokratis. Kalau dalam konteks kebijakan dan kenegaraan kita tak ada Islamophobia. Tak yakin? Pak Fauzul, tanggapan saya ini saya tulis sebagai akademisi, boleh di-share kemana-mana. (Moh. Mahfud MD). Saya sepenuhnya sepandangan dengan Prof Mahfud MD. Tak ada Islamofobia di Indonesia dalam bentuk \'konspirasi\' atau \'systematic policies against Islam and Muslims\'. Mereka yang menyebut ada Islamofobia di Indonesia dari pemerintah adalah mereka yang tidak bisa bersikap proporsional, ngebyah uyah, dan tendensius. Saya pernah dalam satu forum webinar dengan Profesor Mahfud membantah adanya apa yang mereka sebut \'Islamofobia\' tersebut. (AAzra). (*)

Menelesik Pemegang Pistol Glock 17: Irjen Ferdy Sambo?

Sehingga Irjen Dedi Prasetyo tidak perlu lagi “menekan” pengacara dan kerja  wartawan yang sejetinya – bisa juga disebut – membantu Polri mengungkap kasus penembakan Brigadir Joshua yang sebenarnya. Oleh: Mochamad Toha, Wartawan Forum News Network (FNN) PERINGATAN bernada keras datang dari Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo yang meminta agar pengacara keluarga mendiang Brigadir Nofriansyah Joshua Hutabarat alias Brigadir Joshua berbicara sesuai kompetensinya. Sehingga tidak berspekulasi mengenai benda-benda yang diduga digunakan saat menyiksa Brigadir Joshua. Apalagi kematian Brigadir Joshua jadi sorotan publik. Hal ini setelah ditemukannya banyak dugaan bentuk kekerasan, seperti luka bekas sayatan, jari dan bahu yang patah, kemudian rahang yang bergeser dan yang lainnya. Ini setelah adanya insiden “tembak-tembakan” di rumah dinas mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo, Jum\'at (8/7/2022). “Seperti pengacara menyampaikan sesuai dengan hukum acaranya jangan berspekulasi tentang luka, tentang benda ini benda itu, itu nanti expert yang menjelaskan,” ujar dia di Jakarta Selatan, Sabtu (23/7/2022). Tak hanya itu. Dedi juga mengingatkan awak media untuk memilah-milah narasumber terkait dengan kasus tewasnya Brigadir Joshua. Menurut dia, kesalahan dalam mengutip narasumber berpotensi memperkeruh suasana. “Saya minta kepada teman-teman media juga untuk bisa meluruskan berbagai macam spekulasi terkait informasi yang berkembang,” tegas Dedi di hadapan awak media. “Kalau teman-teman media mengkutip dari sumber-sumher yang bukan expert justru permasalahan akan lebih keruh. Masalah ini sebenarnya akan segera diungkap Timsus,” lanjut Dedi. Dedi memastikan kematian Brigadir Joshua akan diungkap secara terang-benderang. Juga, proses pembuktiannya harus dilakukan secara ilmiah dan hasilnya harus sahih. “Ada dua konsekuensi yang harus ditanggung oleh penyidik. Konsekuensi secara yuridis harus terpenuhi, konsekuensi keilmuan ini harus terpenuhi metodenya, ilmunya, dan peralatan yang digunakan,” ujar dia. Sebelumnya, Presiden Joko Widodo sudah memerintahkan Polri terbuka dan mengusut tuntas terkait proses penyelidikan kasus penembakan anggota yang menewaskan Brigadir Joshua Hutabarat di rumah dinas Kadiv Propam Polri, Jum’at (8/7/2022). “Saya kan sudah sampaikan, usut tuntas, buka apa adanya. Jangan ada yang ditutup-tutupi, transparan. Sudah!” tegas Presiden Jokowi di sela kunkernya di Pulau Rinca, Kabupaten Manggarai Barat, NTT, Kamis (21/7/2022). Jokowi mengatakan transparansi menjadi sangat penting dalam penyelidikan kasus penembakan yang menewaskan Brigadir Joshua, sehingga tidak muncul keraguan masyarakat terhadap institusi Polri. “Ini yang harus dijaga. Kepercayaan publik terhadap Polri harus dijaga,” papar Presiden Jokowi. Sebelumnya, Presiden Jokowi sudah menerima laporan dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.   Terkait kasus baku tembak antar anggota Polri tersebut, Jenderal Listyo telah menonaktifkan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, Karo Paminal Polri Brigjen Hendra Kurniawan, dan Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdy Susianto. Menurut Irjen Dedi, penonaktifan tersebut dalam upaya menjaga transparansi, objektivitas, dan akuntabilitas Polri dalam mengungkap kasus “baku tembak” antara Brigadir Joshua dengan Bharada Richard Eliezer Pudhihang Lumiu itu. Mengutip TEMPO, Tim Khusus Mabes Polri yang mengusut kematian Brigadir Joshua di rumdin Duren Tiga Nomor 46 (DT-46) Jakarta Selatan tersebut telah menaikkan status ke penyidikan. Menurut Irjen Dedi, penyidik menetapkan Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudhihang Lumiu sebagai tersangka penembak Joshua. “Dia ditahan di Polda Metro Jaya,” kata Dedi pada Jum\'at, 22 Juli lalu. Jika menyimak pernyataan Irjen Dedi di atas, berarti narasi awal sejak kasus ini dibuka, Senin (11/7/2022), tetap dipertahankan Polri. Yakni, penembakan Brigadir Joshua yang dilakukan Bharada Richard (yang sebelumnya disebut Bharada E, lalu RE) itu terjadi di rumdin Irjen Ferdy Sambo. Bahkan, narasi itu diperkuat dengan Pra-Rekonstuksi yang dilakukan pihak Polri. Bahwa pelaku penembakan adalah Bharada Richard. Mabes Polri telah menyebut, senjata yang dipakai adalah Pistol Glock 17. Menurut mantan Kepala Bais TNI Laksamana Muda TNI (Purn) Soleman B Ponto, polisi tinggal menelusuri siapa pemegang pistol Glock 17 buatan Austria itu. Apakah Bharada E atau terdaftar atas nama orang lain. “Apa yang disampaikan oleh Kapolres Jakarta Selatan dan polisi lainnya itu hanyalah cerita. Fakta yang pasti adalah matinya Brigadir J. Itu fakta,” tegas Soleman Ponto dalam tayangan video dari Kanal Corry Official pada Selasa 19 Juli 2022. Soleman Ponto meyakini polisi pasti sudah tahu siapa pembunuh Brigadir Joshua. Sebab, ada pistol Glock 17 yang digunakan menembak Brigadir Joshua. Menurutnya, pistol itu memiliki nomor registrasi. “Dari nomor pistol itu akan ketahuan siapa pemegangnya. Pasti polisi sudah tahu itu. Begitu pistol dipegang yang dilihat nomornya. Tinggal masukkan nomor pasti ketahuan. Apakah pemegang Glock 17 ini Bharada E atau siapa. Nggak usah diperdebatkan mengapa pistol ini ada di tangan E,” jelasnya. Soleman Ponto menyebutnya Glock 17 ini adalah pistol raja-raja. Karena itu harus diselidiki apakah ada nama raja di daftar pemegang Glock 17 tersebut. Sehingga kalau mau mengungkap ini tidak usah jauh-jauh. Ikuti alur pistol itu. Kan ada 2 pistol yang katanya digunakan buat tembak menembak. Datang saja ke gudang senjata,” ujar Soleman Ponto. “Tinggal dimasukkan nomor pasti muncul siapa pemegangnya. Mudah, tinggal umumkan pistol nomor sekian dipegang oleh siapa. Kalau namanya itu tidak muncul, ini akan jadi pertanyaan lagi. Siapa yang memasukkan pistol itu,” lanjutnya. Dikatakan, setiap senjata yang masuk secara legal dan dipegang oleh orang yang sah, pasti yang bersangkutan memiliki kartu pemilik senjata (KPS). Jadi pertanyaannya, mungkinkah Polri “berani” membuka siapa pemegang Glock 17 itu, seperti perintah Presiden Jokowi di atas, “buka apa adanya. Jangan ada yang ditutup-tutupi, transparan”? Polisi menyebut saat peristiwa terjadi Bharada Richard menggunakan pistol jenis Glock-17 sedangkan Brigadir Joshua menggunakan pistol jenis HS-9. Jika pemegang Glock 17 sebenarnya sudah diketahui Polri, tidak sulit untuk membuka hubungan kasualitas antara Bharada Richard dengan pemegang pistol tersebut. Karena, pistol itu biasanya dipegang oleh seorang perwira. Seperti kata Soleman Ponto, tidak usah diperdebatkan mengapa pistol ini ada di tangan Bharada Richard. Termasuk pula, tidak penting eksekusi itu apakah benar dilakukan di rumdin Ferdy Sambo atau di tempat lain, seperti dugaan pengacara keluarga Brigadir Joshua, Kamarudin Simanjuntak. Biarlah pistol Glock 17 menjadi “saksi” atas penembakan itu. Dan, juga jasad Brigadir Joshua yang bakal “bicara” kebenaran usai autopsi ulang pada Rabu, 27 Juli 2022. Sehingga Irjen Dedi Prasetyo tidak perlu lagi “menekan” pengacara dan kerja  wartawan yang sejatinya – bisa juga disebut – membantu Polri mengungkap kasus penembakan Brigadir Joshua yang sebenarnya. Jika memang pistol Glock 17 ternyata terdaftar atas nama Irjen Ferdy Sambo, jelas ini pelanggaran berat, karena pistol itu ibarat “istri pertama yang tidak boleh lepas dari tangannya”. (*)

Sepak Terjang Korporasi Global di Indonesia dan Pelbagai Belahan Dunia (2)

Harap dicatat bahwa Wakil Presiden Dick Cheney pernah lima tahun hingga tahun 2000, mengelola Halliburton Co. Selain itu ada Bechtel Group dari San Fransisco, Fluor dari Aliso Vejo, California, Lois Berger Group dari East Orange, New Jersey, dan Parsons Group dari Pasadena, California. Oleh: Hendrajit, Pengkaji Geopolitik, Global Future Institute (GFI) SEJARAH Kelam Kekuatan Korporasi Global Dalam Penggulingan Kekuasaan Pemerintahan Negara-Negara Berkembang. Karena paper ini sudah terlanjur memulai kisah kelam korporasi global melalui kasus Guatemala, maka penulis jadi teringat kembali sepak-terjang satu korporasi global Amerika bernama United Fruit Company dalam memprakarsasi operasi penggulingan pemerintahan berhaluan nasionalis kerakyatan di bawah pimpinan Presiden Jacobo Arbenz Guzman pada 1954. Arbenz Guzman yang menang pemilu secara demokratis di Guatemala pada 1950, ternyata memiliki rencana-rencana kebijakan yang berorientasi pada keadilan sosial, Salah satunya, tertuju pada land-reform yang dimaksudkan untuk meningkatkan taraf hidup kamu tani miskin di Guatemala. Melalui program yang dikenal sebagai Decree 900, Arbenz memulai kebijakan reformasi agrarianya. Sementara masyarakat kelompok bawah secara antusias mendukung dan menaruh harapan pada arah kebijakan yang ditempuh Arbenz. Sebaliknya, para elit pemilik tanah di negeri itu menganggap kebijakan Arbenz sebagai ancaman serius terhadap kepentingan mereka. Alhasil, Arbenz dituduh dan diisukan sebagai “antek komunis” yang berbahaya. Kegusaran para elit tuan tanah Guatemala pada perkembangannya gayung bersambut dengan para pihak di Washington, khususnya ketika Arbenz bermaksud menasionalisasi perusahaan multi-nasional asal Amerika, United Fruit Company. Maka hal ini memicu Washington dan Gedung Putih untuk melancarkan operasi menggusur Arbenz, dan singkat cerita, operasi ini berhasil dengan gilang gemilang. Bagaimana membuktikan keterlibatan United Fruit Company dalam hajantan penggulingan Arbenz pada 1954? Terlepas kebetulan atau tidak, setelah keberhasilan penggulingan Arbenz, Menteri Luar Negeri John Foster Dulles beserta adiknya Allen Dulles yang kebetulan ketika itu merupakan Direktur CIA, terbukti memiliki saham dalam perusahaan United Fruit Company tersebut. Sebagai imbalannya, United Fruit Company memiliki konsesi penguasaan tanah di Guatemala dengan luas 150 ribu hektar atau setara dengan 600 km persegi. Yang lebih menarik lagi, perusahaan ini ketika ditelusur sampai akarnya, merupakan perusahaan milik dinasti John D Rockefeller yang bergerak dalam sektor perkebunan pisang dan nanas. Dua jenis tanaman yang merupakan keunggulan komparatif Guatemala. Selain itu, ada dua anak perusahaan United Fruit Company yaitu International Railways of Central America dan Empress Electrica. Sekadar menambah catatan kelam dan reputasi buruk United Fruit Company, ternyata perusahaan ini tercatat sebagai perusahaan yang kerap mengekspoitasi tenaga kerja, penggelapan pajak, dan penyuapan. Yang lebih tragis lagi, pada 1928 UFC menindas protes buruh yang menuntut kenaikan upah dan perbaikan kondisi kerja yang bekerja di bawah manajemen perusahaan ini. Dalam insiden ini, 2000 orang pekerja dilaporkan tewas. Perusahaan yang berdiri pada 1899 ini berganti nama menjadi United Brands Company pada tahun 1970-an setelah sebagian sahamnya dijual kepada Eli M Black. Hajatan Beberapa Korporasi Amerika dalam Penggulingan Salvador Allende di Chili pada 1973 Seperti halnya dengan Arbenz Guzman di Guatemala, Salvador Allende pun juga berada dalam satu haluan yang sama dengan Guzman dalam soal ideologi nasionalisme kerakyatan. Hanya saja kali ini, yang merasa terancam dengan kebijakan populis Allende adalah beberapa korporasi raksasa asal Amerika seperti Anaconda Copper Mining Company dan Kennecott Utah Copper. Kedua perusahaan ini hingga menjelang dekade 1970-an telah berhasi menguasai 7 hingga 20 persen Gross Domestic Product Chili. Tak heran jika sejak 1950-an Amerika berupaya mempertahankan kebijakan pro pasar di Chili. Namun secara tak terduga, Allende berhasil memenangi pemilu pada 1970. Alhasil, setelah menang Allende mencanangkan kebijakan Jalan Chili Menuju Sosialisme, yang meliputi nasionalisasi berbagai perusahaan tambang tembaga milik Amerika, nasionalisasi sejumlah bank dan beberapa industri besar, serta land reform untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat miskin. Maka CIA kemudian menganggarkan dana 8 juta dolar Amerika untuk menjatuhkan Allende dari kursi kepresidenan. Anggaran sebesar itu tak pelak lagi berasal dari donasi beberapa korporasi raksasa Amerika termasuk perusahaan ternama International Telephone and Telegraph (ITT). ITT pada 1970 menguasai 70 persen perusahaan telkom Chili Chitelco. Semua rencana busuk CIA yang di belakangnya terdapat dua perusahaan tambang dan telkom Amerika dalam penggulingan Allende pada 1973, akhirnya terungkap juga pada era kepresidenan Bill Clinton melalui sebuah proyek yang dinamakan Chili Declassification yang kemudian terkumpul sekitar 16 ribu dokumen yang terkait keterlibatan CIA, Departemen Luar Negeri, Gedung Putih dan Departemen Pertahanan. Keterlibatan Korporasi Gabungan Inggris-Amerika Anglo-Iranian Oil Company(AIOC) Menggusur Mohammad Mossadeq pada 1953 Keputusan bersama Inggris-Amerika menggusur Mossadeq bermula ketika perdana menteri Iran tersebut mempunyai gagasan untuk melepaskan ketergantungan Iran pada perusahaan-perusahaan minyak Asing. Termasuk tentunya nasionalisasi terhadap AIOC. Sontak, kebijakan ini mendapat dukungan luas dari berbagai elemen strategis masyarakat Iran. Gerakan Mossadeq ini tentu saja bikin Inggris kebakaran jenggot, sehingga beberapa kali melakukan blockade pengiriman minyak Amerika ke luar negeri. Hanya saja, pada fase ini Inggris masih sebatas melakukan boycott dan embargo pada Iran. Namun pada perkembangannya kemudian, Inggris mulai melibatkan Amerika. Sehingga disepakatilah persekutuan Inggris-Amerika menggulingkan Mossadeq. Setelah Mossadeq berhasil digusur pada 1953, sebagian tuntutan nasionalisasi yaitu profit sharing 50% : 50% akhirnya disetujui oleh AOIC yang saat itu sudah tidak lagi memegang monopoli eksploitasi dan ekspor minyak Iran. Dan Amerika agaknya berperan besar dalam kesepakatan baru ini. Sejak itu AOIC dirubah menjadi semacam konsorsium yang didalamnya 5 perusahaan minyak asa Amerika memegang sebagian sahamnya. Dan mengendalikan eksploitasi minyak di Iran. Meski laporan keuangan konsorsium sulit diketahui publik tapi aktivitasnya dalam menyedot minyak dari bumi Iran, konsorsium ditengarai telah meraup keuntungan jutaan dolar. Pada 1979, 26 tahun pasca kejatuhan Mossadeq, Shah Reza Pahlevi digulingkan melalui revolusi Islam, Sejak saat itu, Amerika dinyatakan sebagai musuh nomor satu seluruh bagi bangsa Iran. Sejumlah Korporasi Amerika Beramai-Ramai Sponsori Penggulingan Presiden Irak Saddam Hussein Tanpa bermaksud mengabaikan berbagai faktor yang menjadi dasar bagi Amerika untuk menggulingkan Presiden Irak Saddam Hussein, tak bisa dipungkiri bahwa beberapa korporasi raksasa Amerika berada di balik dukungan penggusuran Saddam Hussein. Beberapa korporasi raksasa Amerika tercatat telah mengucurkan dana yang sangat besar dalam kampanye pemilihan presiden bagi pasangan George Bush dan Dick Cheney. Mereka itu antara lain Bechtel Group, Fluor Corp, Parson Corp, Lois Berger Group, serta Kello, Brown and Root (KBR), dan Washington Group International. Korporasi-korporasi raksasa inilah yang berada di balik skema invasi militer Amerika dan Inggris ke Irak. Hal ini nampak jelas ketika invasi militer AS ke Irak telah dinyatakan selesai. Setidaknya ada 5 perusahaan minyak Amerika yang direkrut oleh Bush untuk mendapatkan tender rekonstruksi Irak pasca Saddam. Merekalah para penentu kebijakan luar negeri Amerika yang sesunguhnya. Di antaranya seperti Halliburton Co serta Kellog Brown and Root. Harap dicatat bahwa Wakil Presiden Dick Cheney pernah lima tahun hingga tahun 2000, mengelola Halliburton Co. Selain itu ada Bechtel Group dari San Fransisco, Fluor dari Aliso Vejo, California, Lois Berger Group dari East Orange, New Jersey, dan Parsons Group dari Pasadena, California. Ditetapkannya lima korporasi minyak besar tersebut berkaitan erat dengan kepentingan Amerika untuk mengakses sumber minyak mentah di Irak. Program rekonstruksi Irak sejatinya hanya merupakan kedok untuk misi korporasi-korporasi minyak Amerika tersebut. (*)

Catat, Erdogan yang Berhasil Buka Blokade Impor Gandum Ukraina, Bukan Jokowi!

BERKAT peran Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, akhirnya Ukraina dan Rusia membuat sebuah terobosan besar dengan menandatangani sebuah perjanjian di Istanbul, Jumat 22 Juli 2022, untuk menyalurkan jutaan ton gandum Ukraina ke pasar global dan meringankan krisis pangan yang semakin parah bagi jutaan orang di negara-negara berkembang. “Anda telah mengatasi hambatan dan mengesampingkan perbedaan untuk membuka jalan bagi inisiatif yang akan melayani kepentingan bersama semua pihak,\" kata Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres kepada perwakilan Rusia dan Ukraina dalam acara penandatanganan perjanjian seperti dikutip dari VOA Indonesia, Sabtu (23/7/2022). Guterres mengakui bahwa “perjanjian ini tidak tercapai dengan mudah”. Menurut Guterres, mempromosikan kesejahteraan umat manusia merupakan kekuatan pendorong perundingan ini. “Pertanyaan yang muncul bukan soal apa yang baik bagi satu pihak atau pihak lain. Fokusnya pada apa yang paling penting bagi masyarakat dunia. Dan jangan salah – ini adalah perjanjian bagi dunia,” tambah Guterres. Ukraina adalah negara pengeskpor gandum utama dunia yang memproduksi cukup pasokan untuk memenuhi kebutuhan pangan 400 juta orang per tahun. Akan tetapi, selama berbulan-bulan, sekitar 20 juta ton gandumnya terjebak di dalam silo-silo dan kapal-kapal yang diblokir Rusia di Laut Hitam. Sebelumnya, Presiden Erdogan, Rabu (20/7/2022) menyatakan, dokumen tentang koridor ekspor gandum Rusia dan Ukraina dapat ditandatangani minggu ini, seperti laporan Tass Rusia. “Kami ingin menyelesaikan proses ini dengan menandatangani kesepakatan minggu ini. Kami berharap implementasi rencana itu akan dimulai dalam beberapa hari mendatang,” kata Presiden Erdogan. “Proses [transportasi gandum] akan dikelola dari pusat koordinasi di Istanbul, di mana, bersama dengan negara kami, perwakilan Rusia dan Ukraina akan berpartisipasi dan PBB. Kami terus melakukan upaya untuk menyelesaikan proses ini, yang sangat penting untuk ketahanan pangan global,” lanjutnya. Wartawan senior FNN Hersubeno Arief bersama pengamat politik Rocky Gerung membahas sukses Presiden Erdogan membuka blokade Laut Hitam yang dilakukan Rusia dalam Kanal Rocky Gerung Official, Sabtu (23/7/2022). Berikut petikannya. Bung Rocky, saat ini sudah ada kesepakatan antara Rusia dengan Ukraina. Rusia dan Ukraina sudah sepakat buka Pelabuhan Laut Hitam untuk ekspor gandum. Kemaren kalau tidak salah ini yang diperjuangkan oleh Pak Jokowi. Jangan-jangan ini karya Pak Jokowi, keberhasilan Pak Jokowi. Oh, ternyata bukan Bung Rocky. Setelah saya baca beritanya, ini kerjaannya Erdogan, presiden Turki. Nah, ini Buzer please jangan digoreng-goreng ya. Nanti kita malu. Kalau cuma urusan dalam negeri Anda goreng tidak apa-apa, tapi kalau urusan dunia internasional dan diklaim, saya kira Anda yang bikin ulah, kita semua bisa jadi malu. Jadi kesepakatannya sudah dirintis sejak 22 April 2022. Kata Sekjen PBB, ini semacam suar di Laut Hitam karena kan sangat serius persoalan ekspor gandum dari kawasan ini. Ya, itu akhirnya yang kita tunggu-tunggu bahwa akan ada tepuk tangan yang pasti berakhir karena sampai sekarang orang masih anggap bahwa Pak Jokowi yang berperan. Ini pembuktian besar bahwa Pak Jokowi yang sudah berupaya berdiplomasi, tapi Rusia dan Ukraina merasa ya sudahlah, Anda bisa usulkan sesuatu, tapi kalau Anda nggak bisa pastikan bahwa Anda punya integritas dalam politik internasional kan tidak akan didengar. Jadi Erdogan, karena profilnya tinggi sekali dalam diplomasi dunia, maka dia yang berhasil untuk membujuk dua belah supaya oke silakan lakukan strategi perang, tapi jangan bagian yang menyangkut kemanusiaan seluruh dunia itu diabaikan, sehingga bisa terjadi krisis besar dengan akibat bahwa kelaparan itu justru bisa membangkitkan perang di daerah-daerah lokal yang jauh dari pusat konflik itu. Jadi ini kecerdasan sekaligus hal yang bisa dilihat secara rasional. Kalau Pak Jokowi datang dengan proposal ya seolah-olah dia tanpa konteks, tiba-tiba minta ingin berdamai. Dan Erdogan ada di dalam pusat krisis Eropa. Dia alami proses transisi politik di negerinya sendiri, mengalami kesulitan ekonomi karena di suatu waktu inflasi Turki tinggi sekali, dan sekarang Erdogan dapatkan kembali profilnya. Dia jadi tokoh yang memungkinkan rakyat tidak menderita. Jadi, itu intinya. Nah, karena itu, kalau memang itu berita bagus pasti harga Indomie juga akan turun. Tetapi, ada variabel lain, kalau harga Indomie turun, oke, karena mengikuti harga dunia, tapi mereka yang makan di warung-warung Indomie itu juga tetap tidak bisa bayar murah. Karena untuk masak Indomie perlu elpiji itu. Elpiji naik, nggak turun-turun. Jadi sama juga konyolnya itu.  Harga distribusinya juga tinggi karena BBM kita naik terus, karena Indomie itu meski dibawa pakai truk, nggak bisa langsung datang ke pabrik buat pesan Indomie. Jadi tetap masih ada problem bahwa harga konsumen tetap tinggi. Bukan karena indomienya yang tinggi tapi karena alat-alat untuk membuat Indomie perlu energi, elpiji, untuk mengangkut Indomie. Biaya distribusi tetap masih tinggi itu ini. Tapi bukan salah Erdogan ini. Erdogan sudah bilang, oke saya sudah upayakan. Akhirnya orang bilang kalau begitu salah Jokowi dong. Erdogan sudah turunin harga, Jokowi tidak turunin harga elpiji sama ongkos angkut. Saya kira Erdogan bisa bilang, urusan gue sudah gue beresin ya. Tinggal atur kalian di dalam negerinya. Dan please, jangan diklaim ya kerjaan gua. Kira-kira begitu. Nah, itu konyolnya. Nanti kalau kita bikin analisis, lo kata Pak Jokowi kalau harga gandumnya sudah turun harga Indomie juga turun. Oh iya kalau harga pertalite turun, kalau harga BBM turun, kalau harga elpiji turun, kalau harga listrik turun. Kan begitu. Jadi Jokowi sekarang gigit jari, harga sudah turun, tapi dia bingung sendiri nanti, kok masih mahal ya. Karena dia musti paham bahwa food, makanan itu, bukan sekedar harga bahan mentahnya. Tapi juga soal distribusinya, soal energi yang diperlukan. Jadi begitulah kekonyolan demi kekonyolan diproduksi dari Merdeka Utara. Kalau Merdeka Selatan lagi siap-siap untuk pindah ke Merdeka Utara. Jangan ngomong begitu. Nanti Anda dianggap tim sukses. Kalau bener-bener tim sukses sih nggak apa-apa. Jadi poin kita itu selalu ingin melihat bahwa dunia itu harus dibaca secara komprehensif. Demikian juga politik. Kita harus menyeluruhlah. Nanti orang juga anggap kok pemerintah Indonesia sekarang jadi gagu, jadi bisu. Harga gandum sudah turun kenapa harga konsumen masih mahal ya? Begitu kira-kira. Dan ini membingungkan mereka untuk menerangkan pada publik. Tapi belajar dari apa yang dilakukan oleh Erdogan bahwa memang peran internasional itu penting sekali bagi profil sebuah negara. Kalau kita sendiri enggak pernah aktif dalam kancah international, ya kita nggak mungkin akan punya peran internasional. Kita nggak bisa tiba-tiba jadi juru damai. Yang kedua, figur dari seorang pemimpin sendiri itu penting sekali. Itu yang selalu kita persoalkan kenapa kemudian kita mengusulkan supaya 0%. Karena dengan sistem yang sekarang (20%), pilihan-pilihan terbatas dan itu kemudian yang konyolnya di Indonesia justru yang muncul adalah figur-figur yang lemah, yang bisa tetap distir oleh para oligarki. Sebetulnya kalau figurnya terbatas tapi bermutu ya nggak apa-apa. Ini sudah terbatas nggak bermutu juga. Masa kita milih hanya berdasarkan keahlian joget-joget di tiktok. Masa kita pilih hanya karena keahlian lempar-lempar paket dari dalam mobil. Ini semua, itu akhirnya dibaca oleh publik sebagai kalau mendapat pemimpin yang bagus maka alat tapisnya musti betul-betul bagus. Itu pentingnya selalu diingatkan pada publik bahwa semua ini bermuara pada proses rekrutmen dan rekrutmen berawal di hilir pada proses kompetisi. Kompetisi itu yang berantakan hari ini. Dan karena itu kita ingin agar kompetisi dimulai dari garis nol. Dan kompetisi yang ketat itu, kalau kita mengacu pada olah raga, misalnya sepakbola, di mana kompetisi klub-klub sepakbolanya ketat di negara-negara itu, menunjukkan hasil yang luar biasa. Sementara di negara kita yang komposisinya tidak ketat, akhirnya kita sendiri tidak bisa bicara di kancah internasional. Saya kira analogi ini pas juga untuk manggambarkan rekrutmen di Indonesia kan? Iya, sebetulnya kita ingin kita masuk dalam kompetisi internasional supaya mantan-mantan presiden juga dilirik oleh panitia Nobel. Kan sebetulnya kita punya kesempatan untuk jadi penentu perdamaian dunia, sehingga mampu untuk dicalonkan sebagai Nobelis, sebagai calon Nobel. Nah, sekarang Erdogan bisa dapat Nobel karena dengan langkah pertama ini terbuka kemungkinan percakapan supaya dia diberi apresiasi. Jadi sebetulnya kemampuan kita berdiplomasi ditentukan oleh kapasitas personal orang dulu, baru kita bisa promosikan alam pikiran kita sebut “Mendayung di antara dua karang”, non-blok, Konferensi Asia-Afrika. Tapi semua itu, semua peristiwa politik internasional yang pernah kita miliki, mulai dari pidato Bung Karno, pidato Sutan Syahrir, keahlian Abu Salim dalam diplomasi di PBB, semua itu sebetulnya adalah artefak untuk kita buktikan bahwa Indonesia pernah punya profil sangat kuat di dunia internasional. Nah, itu hanya bisa diulangi oleh presiden yang profil intelektualnya juga kuat. Karena diplomasi internasional betul-betul soal IQ saja. Bukan sekadar kecanggihan untuk membaca teks. Itu betul-betul diplomasi adalah ilmu tertinggi yang harus menggunakan retorika, logika, pengetahuan sejarah, humor yang tinggi dan bermutu, satire juga. Itu semuanya yang mestinya kita usulkan sebagai tempat untuk bertanding di antara kandidat presiden hari ini. Kelihatannya semuanya enggak mampu karena hanya mampu pasang baliho dan tik tok. (Ida/mth)

Indonesia Negara Penting untuk Amerika Serikat

Jakarta, FNN - Kepala Staf Gabungan Amerika Serikat (AS) Jenderal Mark AA Milley menyatakan Indonesia merupakan negara penting bagi AS.\"Penting bagi Asia Tenggara, Asia, dan seluruh dunia,\" kata Mark Milley, usai bertemu Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa, di Mabes TNI, di Cilangkap, Jakarta, Minggu.Dia menjelaskan lebih dari dua pertiga perdagangan internasional melewati wilayah pasifik dan sebagian besar datang lewat jalur laut di Indonesia.\"Sebagai negara terbesar keempat dan negara Muslim terbesar, serta militer profesional yang tangguh dan mitra militer AS,\" ujarnya pula.Dia mengajak Indonesia untuk bahu-membahu bersama TNI dan rakyat Indonesia. Selain itu, dia juga mendukung informasi dan negara lain di kawasan untuk mempererat kerja sama di masa depan.Tentara Nasional Indonesia (TNI) menjalin kerja sama militer dengan Amerika Serikat ditandai kunjungan Kepala Staf Gabungan AS/Chairman of The Joint Chiefs of Staff (CJCS) General Mark AA Milley di Mabes TNI, Jakarta, Minggu.\"Kedatangan ini setelah 14 tahun tidak melaksanakan kunjungan kerja ke Indonesia,\" kata Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa.Andika mengungkapkan berbagai hal menjadi pembicaraan dalam pertemuan tersebut, dengan tujuan meningkatkan persahabatan, pelatihan bersama untuk meningkatkan kepercayaan diri dan kemampuan dalam menghadapi tantangan keamanan. (Ida/ANTARA)

Melihat Indonesia Lewat Citayam

Oleh Ady Amar | Kolumnis  CITAYAM tiba-tiba menyeruak ke ruang publik. Dibicarakan terus-menerus saban hari. Citayam hadir dibicarakan tanpa perlu rekayasa segala. Citayam seperti mendapat panggung untuk mengekspresikan kesuntukan sosial, khususnya di kalangan anak-anak muda. Citayam menjadi fenomena tersendiri. Bisa dilihat dengan memicingkan mata, pula bisa dilihat dengan mata terbelalak sekalipun. Citayam bahkan bisa dibicarakan dengan nyinyir, pula dibicarakan dengan decak kagum sebuah ekspresi keriangan anak-anak muda. Maka, Citayam bisa dilihat dan dibicarakan dari sudut manapun--poleksosbud--sebuah negeri dengan setumpuk persoalan: melihat Indonesia dari Citayam, bukan melihat Citayam dari Indonesia, itu _ga_ asyik, itu hal biasa. Citayam nyaris sebelumnya tidak dikenal. Seperti Indonesia di belahan dunia lain, juga nyaris tidak dikenal ketimbang Bali. Sehingga orang di sana bertanya, Indonesia itu apa dekat dengan Bali. Sebuah pertanyaan yang perlu dijawab dengan hati-hati agar Indonesia tidak merasa tersinggung dan makin asing. Citayam masuk wilayah Provinsi Jawa Barat. Masuk Kabupaten Bogor. Orang menyebut pinggiran Jakarta. Meski bukan penduduk Jakarta. Jelas Citayam itu ada di Indonesia. Tidak salah juga jika mau menyebut, bahwa Indonesia itu bagian dari Citayam. Ya Indonesia bagian dari Citayam. Setidaknya jika dilihat dengan munculnya fenomena anak-anak mudanya menyerbu Jakarta dengan dandan pakaian yang dikenakan. Tidak ada yang istimewa dari pakaian yang dikenakan. Biasa-biasa saja kalau tidak mau disebut sederhana. Pakaian seada-adanya layaknya anak-anak Jakarta dan kota-kota besar lainnya di tahun \'80-an. Mengingatkan style \"Ali Topan Anak Jalanan\". Tampilan anak-anak muda Citayam itu keren penuh percaya diri mampu memaksa Jakarta dan Indonesia meliriknya. Memaksa Jakarta dan Indonesia melihatnya sebagai fenomena sosial yang menyembul yang ditangkap dan diramaikan media, khususnya media sosial. Seolah mengistirahatkan nalar untuk tidak bicara hal-hal berbau politik yang melelahkan, yang ujung permainannya mudah ditebak ke mana arahnya. Citayam sama sekali tak dinyana jadi kehebohan tersendiri. Citayam seolah menemukan panggungnya di SCBD. Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta, yang \"memberi\" panggung,  yang sebenarnya tak direncanakan. Tapi anak-anak muda Citayam menangkapnya sebagai panggung ekspresi diri. Anies menghadirkan itu lebih sebagai ruang ketiga bagi penduduk Jakarta.  Mula-mula hanya belasan anak mudanya dengan dandanan memaksa anak-anak kota Jakarta menerimanya. Ada yang pakai celana satu pendek dan satunya agak panjang. Baju dibiarkan kancing terbuka dari atas ke bawah. Dengan kaos seadanya nyembul. Ada yang memakai topi yang ujungnya dimiringkan ke posisi telinga kanan atau kiri. Jadilah SCBD jadi pertemuan anak-anak muda seputaran Jakarta. Maka, inisial SCBD (Sudirman Central Busines District) pun dipelesetkan jadi Sudirman, Citayam, Bojonggede, Depok. Awalnya diraimakan anak-anak muda Citayam dan lalu diikuti anak-anak muda daerah lain di sekitarnya. Tampil bergaya yang tadinya asing buatnya, dan cuma bisa dilihat di televisi tanpa bisa mengespresikan diri. Bukan Panggung Politik Melihat Indonesia dari atau melalui Citayam, itu bahasa getir yang dirasa anak-anak muda, bukan saja di Citayam, tapi di seluruh pelosok negeri. Minimnya, bahkan tiadanya sarana mengekpresikan diri bagi anak-anak muda. Jika pun ada, itu cuma untuk kalangan tertentu yang berpunya, yang bisa menikmati. Citayam menjadi sesuatu yang punya nilai lebih jika fenomena itu ditarik pada persoalan sosial, bukan politik. Cuma politisi jahat yang mempolitisasi fenomena yang muncul. Seolah fenomena itu karena Anies Baswedan fasilitatornya. Maka ditimpuklah dan diseret pada masalah politik. Itu tidak fair. Anies tampak memanjakan anak-anak muda dalam memberi ruang berekspresi. Anies melihat itu, yang disebutnya sebagai ruang ketiga--ruang pertama rumah ringgal, ruang kedua sekolah. Hadirnya anak-anak muda dari Citayam dan sekitarnya, itu fenomena sosial yang mesti disikapi dengan bijak, dan itu dengan hati. Bukan dengan pelarangan tanpa bisa memberikan alternatif pilihan.  Maka peragaan busana, yang dikenal dengan Citayam Fashion Week (CFW), yang diadakan di zebra cross, tepatnya di Jalan Tanjung Karang atau di jalan menuju Stasiun BNI City dan Terowongan Kendal di Dukuh Atas, itu disikapi dengan beragam. Tentu ini bukan panggung politik Anies Baswedan, karena taruhannya tidak kecil. Bahkan bisa jadi sasaran tembak mereka, yang cuma bisa cuci tangan atas fenomena sosial--ketimpangan sosial yang jika tidak pelan-pelan diurai akan meledak jadi aksi sosial--yang ada. Anies justru berani mengambil jalan licin yang penuh pertaruhan, itu demi melihat Indonesia yang lebih baik. Melihat anak-anak muda Citayam dan sekitarnya sebagai persoalan anak-anak muda negeri yang perlu difasilitasi. Memang bukan tanggung jawab utamanya selaku Gubernur DKI Jakarta mengurus warga di luar wilayahnya. Tapi sebagaimana selalu diucapkannya, semua boleh bekerja di Jakarta. Dalam konteks luas, semua boleh gunakan fasilitas yang dibuat Pemprov DKI seluas-luasnya, tidak cuma untuk warga Jakarta saja. Tentu perlu diatur dengan piranti kebijakan yang ada. Dan itu,  agar \"panggung\"  yang dihadirkan tidak bersinggungan dengan peraturan lainnya. CFW di SCBD itu awal yang baik, meski banyak kekurangan di sana-sini, dalam menghadirkan anak-anak muda mengekspresikan diri. Mestinya kementerian terkait--Menparekraf Sandiaga Uno--menangkapnya sebagai peluang untuk mendayagunakan potensi pariwisata dan ekonomi kreatif. Dan itu dahsyat. Juga Kemensos Ibu Tri Rismaharini, belum tampak hadir di sana melihat itu sebagai fenomena sosial, yang sebenarnya itu tupoksinya. Dalam hitungan bulan CFW dibicarakan semarak, tidak saja dalam negeri. Dibicarakan juga oleh media fesyen Jepang, Tokyo Fashion. Tulisnya, CFW itu mirip dengan kemunculan Harajuku Fashion Street, di Jepang. Harajuku adalah sebuah distrik yang berada di Shibuga, kota Tokyo. Distrik ini dikenal sebagai tempat berkumpulnya anak-anak muda yang bergaya out of the box sejak tahun 1990-an. \"Thread keren tentang ribuan anak muda Indonesia yang berdandan dan membuat jalan-jalan di Jakarta Pusat menjadi hidup sebagai fashion catwalk, seperti Harajuku di Jepang,\" tulis Tokyo Fashion di akun Twitternya. Anies Baswedan, meski tidak diniatkan, seolah memilih tantangan jadi peluang. Meski itu penuh risiko. Ia sepertinya enjoy menjalaninya. Seperti tidak perlu ada yang dikhawatirkan. Meski tentu aturan mesti ditegakkan: mana model pakaian yang boleh dan tidak boleh diumbar di ruang publik. Tidak lantas menghalalkan apa yang keluar dari asas kepatutan, itu dianggap bagian dari ekspresi. Anies dan timnya pastilah sudah menyiapkan pirantinya, yang terus akan dikaji dan disempurnakan. Akankah CFW di SCBD jadi satu legacy yang ditinggalkan Anies, yang bisa dikenang panjang atau cuma tren sesaat anak-anak muda dalam mengekspresikan diri. Sepertinya waktu yang bisa menjawabnya. (*)

Sepak Terjang Korporasi Global di Indonesia dan Pelbagai Belahan Dunia (1)

Demikianlah sekelumit kisah mengenai sepak-terjang dua korporasi global Gerber Food dan the International Nestle yang kebetulan keduanya bergerak di sektor produk susu dan makanan bayi. Oleh: Hendrajit, Pengkaji Geopolitik, Global Future Institute (GFI) SEKELUMIT kisah di bawah ini merupakan rangkaian cerita kelam berkaitan dengan sepak-terjang Multi National Corporation (MNC, sekarang nyebutnya Korporasi) sebagai kekuatan global di beberapa negara. Mari kita ambil contoh apa yang terjadi di Guatemala. Baru-baru ini, Jenny Suziani, staf kami di Global Future Institute membuat suatu research pustaka yang relatif cukup komprehensif berkaitan dengan dampak globalisasi terhadap para buruh wanita hamil di sejumlah negara. Kelakuan MNC AS Gerber Food di Guatemala Dalam kasus Guatemala, salah satu MNC yang layak kita sorot adalah Gerber Food, yang demi untuk mempromosikan konsumsi susu bayi bagi para wanita di Guatemala, dengan teganya menolak produk perundangan-undangan yang mendukung para ibu untuk menyusui anaknya dengan Air Susu Ibu (ASI). Cara yang ditempuh Gerber Food sebagai korporasi multi-nasional adalah dengan memaksa World Trade Organization (WTO) agar pemerintah Guatemala untuk menekan Guatemala agar menghapus batasan pada produk makanan bayi. Dan Gerber Food berhasil memaksa WTO menekan pemerintah Guatemala. Padahal, pemerintah Guatemala sebelumnya menetapkan undang-undang untuk mendukung pemberian ASI para Ibu Rumah Tangga, dan pada saat yang sama membatasi penggunaan, juga penyalah-gunaan susu formula bayi, karena terkait dengan tingginya tingkat kematian bayi di negara-negara miskin. Karenanya Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah mengeluarkan panduan yang berguna bagi konsumen buta huruf. Dalam panduan ini tercantum juga batasan pemakaian adegan atau gambaran pemberian susu botolan pada bayi dalam iklan maupun kegiatan pemasaran lainnya. Setelah pemerintah Guatemala menerapkan undang-undang tersebut secara efektif pada 1988, penelusuran pustaka beberapa staf kami di Global Future Institute membuktikan bahwa seluruh pemasok susu dalam dan luar negeri di Guatemala mengubah cara pengemasan produk mereka. Hasilnya, tingkat kematian bayi turun drastis. PBB berpendapat bahwa Guatemala adalah contoh yang baik dalam hal penerapan aturan bagi penggunaan susu formula bayi. Namun ya itu tadi, Gerber Food sebagai perusahaan multi-nasional Amerika Serikat yang bergerak dalam produk susu bayi, menolak peraturan baru yang diterapkan pemerintah Guatemala terssebut dan bahkan berhasil mengobrak-abrik produk hukum Guatemala tersebut. Perusahaan ini tetap memakai gambar bayi gemuk dan ‘sehat’ di kemasan dan iklan mereka. Singkat cerita, pemerintah Guatemala gagal memaksa Gerber untuk mengubah kemasan. Gerber meminta pemerintah AS untuk melaporkan tindakan pemerintah Guatemala ini kepada WTO. Pemerintah AS ternyata tidak harus bersusah-payah memberikan laporan, karena pemerintah Guatemala sudah takut terlebih dahulu pada tindakan WTO. Akhirnya pemerintah Guatemala menyatakan bahwa peraturan tentang citra bayi dalam iklan dan pemasaran tidak berlaku bagi produk Gerber. Dengan demikian, Guatemala dipaksa untuk mengorbankan kesejahteraan bayi-bayinya demi kepentingan korporasi tersebut. Kelakuan MNC Swiss The International Nestle Satu lagi kisah kelam sepak-terjang jaringan industri raksasa produk susu bayi asal Swiss The International Nestle. Sebagaimana terungkap melalui berbagai sumber, Kampanye menentang cara promosi pabrik susu formula yang tidak etis, mulai berlangsung akhir tahun 1960-an dan awal 1970-an. Semula diwarnai tanda tanya, mampukah kekuatan anti global itu melawan jaringan industri raksasa yang begitu rapi organisasinya. Namun berbagai kalangan gerakan anti globalisasi nampaknya tak ada ruginya untuk mencoba. Maka ketika itu terbitlah buku The Baby Killer pada tahun 1974 yang berisi pemantauan kelompok konsumen Inggris War on Want yang amat menghebohkan. Buku yang diterjemahkan ke dalam hampir semua bahasa Eropa Barat itu langsung menggugat nama baik Nestle, pabrik susu formula terbesar di dunia asal Swiss tersebut. Salah satu versi terjemahan buku tadi diterbitkan di Swiss dalam bahasa Jerman. Dengan perubahan judul yang provokatif, Nestle Membunuh Bayi-bayi. Penerbitnya langsung dituntut ke pengadilan oleh Nestle. Lewat proses pengadilan selama dua tahun, 13 orang aktivis konsumen Swiss yang menerbitkan buku terjemahan tadi dinyatakan bersalah, tapi Nestle sendiri memperoleh peringatan keras untuk memperbaiki cara pemasarannya. Akibatnya, jutaan orang dari puluhan negara bergandengan tangan mengkampanyekan The International Nestle Boycott, yang berlangsung selama enam setengah tahun, sehingga akhirnya perusahaan multinasional itu pada September 1984 memutuskan untuk mengubah citranya. Nestle merupakan perusahaan susu formula pertama yang menghilangkan gambar bayi montok pada kaleng produknya, tiga tahun setelah keluarnya Kode Internasional Pemasaran PASI (Pengganti ASI). Demikianlah sekelumit kisah mengenai sepak-terjang dua korporasi global Gerber Food dan the International Nestle yang kebetulan keduanya bergerak di sektor produk susu dan makanan bayi. Tentu saja bukan maksud penulis untuk berpanjang kalam dalam kasus tersebut di atas. Lebih dari itu, kedua kasus tersebut hanya sekadar gambaran kecil betapa besar dan kuatnya pengaruh berbagai korporasi dalam menentukan arah kebijakan strategis pemerintahan suatu negara, bahkan di negara tempat korporasi-korporasi besar tersebut berasal. Dalam kasus Gerber Food yang merupakan perusahaan multi-nasional Amerika, melalui kasus ini secara nyata membuktikan bahwa pemerintahan di Washington pun harus tunduk pada arahan kebijakan strategis ekonomi yang ditetapkan oleh Gerber Food, sehingga melalui tangan-tangan Gerber Food di Departemen Perdagangan dan bahkan WTO, pada akhirnya mampu memaksa pemerintahan Guatemala agar tidak memberlakukan Undang-Undang pembatasan produk susu dan makanan bayi terhadap Gerber Food. (*)

LaNyalla: Ekonomi Bisa Terhambat Kalau Pasokan BBM Bermasalah

Surabaya, FNN – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, meminta pemerintah  memastikan pasokan BBM tidak terkendala. Karena, hal tersebut bisa membuat pergerakan ekonomi ikut terhambat. Hal ini disampaikan LaNyalla menyusul terjadinya antrian kendaraan karena pasokan BBM dikurangi kembali. \"Hal ini tentu menjadi permasalahan di tingkat konsumen. Karena, BBM bersubsidi di sejumlah SPBU kembali langka,\" katanya, saat reses di Surabaya, Ahad (24/7/2022).  LaNyalla menilai langkah pemerintah memaksa menaikan harga BBM dan mencabut subsidi saat sedang pemulihan ekonomi tidaklah bijaksana. \"Sebab, masyarakat baru saja memutar roda perekonomiannya. Dengan kelangkaan BBM, maka potensi guncangan dan hambatan pemulihan bisa berdampak secara domino,\" ujar Senator asal Jawa Timur itu. LaNyalla menegaskan, pergerakan ekonomi sejalan dengan pergerakan orang. BBM bersubsidi pun kebanyakan digunakan kendaraan yang memang diperbolehkan mengkonsumsi Pertalite sebagaimana aturan pemerintah. \"Saya yakin masyarakat yang menggunakan kendaraan bagus dan mewah tidak menyasar BBM bersubsidi seperti pertalite,\" katanya.  Oleh karena itu, LaNyalla meminta pemerintah tetap memberikan pasokan BBM bersubsidi secara normal. “Pemerintah harus memastikan pasokan berjalan normal agar tetap terjadi pergerakan ekonomi. Kita harus mendukung pemulihan ekonomi riil, dan tentu saja hal itu banyak bergantung pada ketersediaan BBM,\" katanya. (*)

Manusia dan Senjata

Oleh Sugeng Waras | Purnawirawan TNI AD  POLISI adalah Non-Combatan, kepadanya berlaku hukum HAM, di sinilah bedanya dengan Militer / TNI  yang Combatan sehingga  pada situasi dan kondisi yang tepat hukum HAM tidak berlaku! Kejadian yang menimpa Brigadir J yang melibatkan antara lain Irjen Ferdy Sambo ada kemiripan dengan peristiwa terbunuhnya enam laskar FPI pengawal HRS yang terbunuh di KM 50 jalan tol Jakarta Cikampek beberapa waktu silam. Makanya dua hari setelah kejadian KM 50 itu melalui tulisan saya sampaikan Polisi Omong Kosong, karena banyaknya kejanggalan kejanggalan atas berita telah terjadi tembak menembak antara polisi dengan enam laskar FPI di KM 50 jatol Japek yang mengakibatkan terbunuhnya enam laskar pengawal HRS. Logikanya polisi lebih hebat dari pasukan khusus TNI yang terlatih dalam melaksanakan pertempuran malam hari yang hanya sekejab dengan score 6 -- 0 untuk polisi yang tanpa goresan lecet sedikitpun. Mendadak Komnas HAM RI meralat pernyataanya yang semula getol habis menelusuri atas dugaan telah terjadi tembak menembak berubah total 180 ° memperkuat pernyataan polisi *telah terjadi tembak menembak* antara enam laskar FPI dengan polisi di KM 50 jatol japek yang mengakibatkan 6 laskar FPI terbunuh. Saya tegaskan ada indikasi  telah terjadi konpirasi  polisi dengan Komnas HAM RI dalam peristiwa ini, ada apa? Untuk ukuran NKRI layak dievaluasi..bahwa POLRI  terlalu berlebihan *BERSENJATA* yang bisa menggugah *SEMANGAT NEGATIF* yang mengubah semangat *KEPOLISIAN* menjadi *SEMANGAT MILITER !* sehingga Polisi kehilangan jatidirinya sebagai penegak hukum, pengayom, pelindung dan pelayanan rakyat! Kita terlalu berlebihan memaknakan KEAMANAN untuk tugas tugas polisi dalam  HANKAM. Sebagai Contoh, bahwa kemampuan polisi mengejar grombolan narkotika / narkoba dilaut tidak mungkin terjangkau, karena sangat mungkin alat peralatan / persenjataan perahu atau kapal yang digunakan gerombolan lebih canggih dari alat peralatan polisi kita. Meskipun perahu motor polisi di pantai lebih banyak dari pada perahu motor TNI AL, polisi tidak akan mampu mendeteksi apalagi mengejar kelaut yang jauh ketengah dari pantai. Apalagi kemampuan udara....polisi hanya bisa plonga plongo untuk memantau, mencegah, menindak dan menyelesaikan narkoba dan bahaya bahaya lain yang dilakukan melalui udara. Dengan kata lain, polisi harus dikurangi atau lebih dibatasi persenjataan tempurnya, agar tidak terbawa atau terpengaruh kejiwaaanya dari tabiat kepolisian berubah menjadi tabiat kemiliteran. Begitu juga TNI, mohon lebih peka dan peduli terhadap perlengkapan, alat peralatan dan seragamnya. Sebagai contoh, satuan BANSER yang mengenakan seragam DORENG harus dievaluasi kembali, tentang layak dan tidak layaknya, jangan sampai hanya karena presiden suka dan senang lantas  TNI diam dan dibiarkan begitu saja! Jujur sejujur jujurnya seragam BANSER yang doreng itu...apakah tidak membuat malu dan mengorbankan identitas TNI? Bukan kita benci BANSER, saya sendiri yang lahir di Kediri, Jawa Timur, ditengah tengah lingkungan pondok pesantren Lirboyo dengan idola Gus Maksum waktu itu, pondok Kedunglo dan pondok  disekitar Banjar Melati dengan Kyai Mohamad Toha dan Kyai Muh Jalil saat itu. Bahwa BANSER yang kita harapkan adalah manusia manusia yang beradab, santun dan hormat yang pantas diteladani lingkungan sekitarnya. Inilah salah satu contoh kecil untuk intropeksi dan evaluasi terhadap beban tanggung jawab  TNI POLRI. Saya lebih tertarik, jika selain Kemenhan  telah merekrut  tenaga Cadangan seperti sekarang, dikembangkan merekrut adik adik kita dari SLA secara terseleksi sebelumnya untuk selanjutnya diberi kemudahan, dispensasi atau rekomendasi bagi mereka yang berprestasi di pendidikan, untuk bisa masuk Akademi Kemiliteran dan Kepolisian. Namun demikian, saya tidak sependapat dengan oknum oknum yang terlalu membesar besarkan apalagi melecehkan TNI POLRI pada sat saat seperti ini! Mohon disadari, negara tanpa TNI POLRI pasti hancur berantakan! Oleh karenanya marilah kita bersama sama tetap mencintai TNI POLRI kita. Bahwa institusi TNI POLRI adalah badan badan yang ditugasi sebagai garda terdepan dan benteng terakhir NKRI, selayaknya kita jaga, kita bela dan kita pelihara bersama dengan catatan: TNI POLRI berasal dari rakyat, bertugas dan bekerja untuk rakyat, yang seharusnya saling mencintai, menghormati dan menghargai antara TNI POLRI dengan RAKYAT dan RAKYAT dengan TNI POLRI sepanjang masa..dengan secara terukur...!!! Kita tidak boleh men generalisasikan TNI POLRI, salah benar, baik buruk, memuaskan tidak memuaskan.  Instansi TNI POLRI telah dibagi habis dalam organisasi yang solid dan valid, mulai pengomando, pengendali dan pelaksana dalam bentuk vertikal horizintal dengan cara atau metoda dan prosedur yang sudah diatur. Disinilah dengan gamblang kepada siapa salah benar,. dan baik buruk, resiko atau sanksi kita alamatkan. Jika memang kesalahan atau keburukan itu ada pada unsur pimpinan, maka unsur pimpinan itulah yang kita mintai pertanggung jawabanya secara setimpal ! Semoga TNI POLRI kita kedepan lebih profesional ! Aamii.   Yra...   Wait and see !   (  Bandung, 24 Juli 2022, Sugengwaras, pemerhati HANKAM )