OPINI
Anies Pilihan Realistis
Kekuasaan tertinggi sementara ini ada di tangan oligarki, meski Pancasila menjadi sumber dari segala sumber hukum. Terlanjur mengidap pseudo demokrasi, konstitusi dimanipulasi walau berlandaskan UUD 1945. Pembelahan sosial mengarah konflik, terus meluas menimbulkan luka menganga dan menyejarah, bahkan saat semua mengagungkan NKRI. Lalu siapa pemimpin sejati yang mampu merangkul dan merajut kebangsaan di tengah krisis peradaban serta kebhinnekaan dan kemajemukan yang menjadi sekedar fatamorgana dan tanpa makna? Oleh: Yusuf Blegur - Mantan Presidium GMNI FIGUR Anies Baswedan secara perlahan tapi pasti, telah memulung serpihan-serpihan simpati dan empati. Rakyat terus menaruh perhatiannya mulai dari pandangan mata, menyimak perkataannya dalam-dalam, hingga masuk ke dalam relung jiwa dan batin. Pikiran, ucapan dan tindakannya, menghapus kerinduan yang tak habis-habisnya. Rakyat Indonesia sepertinya sedang menyiapkan kelahiran Putra Sang Fajar di tengah milenialnya jaman. Anies, anak kandung sekaligus pemimpin yang begitu diidamkan rakyat dan begitu dibutuhkan negara. Duhai Anies, ia memang pemimpin hari ini, esok dan masa depan Indonesia. Anies khu\'su bekerja tanpa hingar bingar dan kegaduhan. Menyapa masyarakat dengan hati, menyelami pergulatan hidup warga dengan membuka ruang kesadaran dan kepekaan. Dengan sentuhan Anies, Jakarta bukan saja menjadi kota megapolitan nan modern. Ibukota negara yang menyimpan historis, tempat bergumulnya pemikiran ideolgis, menyemburkan gelora nasionalisme dan patriotisme. Juga menyajikan kehangatan, keramah-tamahan dan karakteristik kota yang manusiawi. Kota yang memanusiakan manusia. Duhai Anies, ia memang pemimpin yang humanis. Prestasi Anies tak akan pernah tenggelam dan terkubur oleh ketidaksukaan, apalagi kebencian dan fitnah. Karena Anies mengabdi bukan untuk sanjungan dan pujian. Bukan pula memenuhi selera orang per orang dan sekumpulan kepentingan ego. Anies hanya tunduk pada cita-citanya yang dipenuhi kebaikan-kebaikan bagi rakyat, negara dan bangsa Indonesia. Narasi-narasi stereotif dalam framing negatif yang menjadi badai dan tsunami bagi kiprah serta jati dirinya, selalu dihadapi dengan kesabaran dan ilmu hikmah. Duhai Anies, ia memang pemimpin yang akrab dengan penderitaan. Anies lahir dari latar keluarga yang mengandrungi pendidikan dan keagamaan. Kakeknya AR Baswedan yang pernah menjadi anggota Badan Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), merupakan pahlawan nasional yang religius. Sedangkan ayahandanya Drs. Rasyid Baswedan seorang dosen di Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia dan ibundanya Prof. Dr. Aliyah Rasyid, M.Pd., menjadi Guru besar dan dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Negeri Yogyakarta. Anies sendiri sebagai pendiri program Indonesia mengajar, pernah menjadi Rektor Universitas Paramadina dan Menteri Pendidikan. Anies begitu dikelilingi keluarga yang terdidik dan menjadi pendidik. Duhai Anies, ia memang pemimpin yang tercerahkan dan mencerahkan. Sebagai Gubernur Jakarta, Anies berjibaku membuat maju kotanya, bahagia warganya. Tanpa amarah, tiada keluh kesah dan jauh dari umpatan caci-maki terhadap keterbatasan dan kekurangan warganya. Meski langka dari sorot kamera dan publikasi media, Anies bergeming seolah menjawab ia tidak memburu citra. Anies terus saja sibuk berkarya untuk Jakarta dan Indonesia. Sederet keberhasilan kebijakan dan pembangunan populis yang semakin sulit dihitung dengan jari, membuat Anies ada di dalam sanubari rakyat. Anies memenuhi dahaga rakyat, akan pemimpin sejati yang semakin sulit ditemukan belakangan ini. Anies menabur cinta dan kasih sayang bagi semua, baik lawan maupun kawan politiknya. Anies selalu mengumbar seyum dimanapun, bahkan saat dalam tekanan hebat sekalipun, santun kepada kalangan atas terlebih pada teras jelata. Anies menjadi pemimpin yang membuat kenyamanan sekaligus rasa aman bagi kebhinnekaan dan kemajemukan. Sebagai pemimpin yang nasionalis, moderat dan demokratis. Anies telah berhasil memelihara keharmonisan dan keselarasan dalam warna keberagaman. Anies memang tak sempurna, tapi setidaknya ia mampu berbuat nyata dengan keteladanan yang memesona bagi semua. Duhai Anies, bagi rakyat, negara dan bangsa Indonesia, ia memang pemimpin dan pilihan yang realistis.
UUD 2002 Hasil Amandemen Keblinger Menjadikan Negara Perseorangan
Akibat amandemen UUD 1945 pasal 1 ayat 2 menjadi tidak jelas secara makna apalagi secara hakekat, secara makna apa mungkin UUD menjalankan UUD? Siapa yang menjalankan kedaulatan rakyat itu pasal berapa? Juga tidak jelas. Oleh: Ir. Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Rumah Pancasila SEKALI lagi soal UUD 2002 hasil amandemen hasil diskusi dengan Mas Bagus Taruno Legowo yang hampir semalam suntuk berlanjut sampai 3 hari tiga malam semakin pelik dan bodohnya bangsa ini. Kita berdiskusi tentang HAM dimana para pengamandemen UUD itu tidak mampu membaca dan mencerna konstitusi sehingga dianggapnya Indonesia tidak mengenal HAM, sehingga begitu bodohnya piagam PBB tentang HAM dicopas tanpa mikir panjang dimasukan di dalam UUD hasil amandemen. Kalau PBB bicara HAM dengan Frasa kata setiap orang benar, sebab PBB meliputi seluruh dunia. Sehingga setiap orang di dunia ini bagian dari aturan PBB itu. Kalau masuk dalam UUD suatu negara, maka yang harusnya berlaku adalah warga negara atau rakyat atau penduduk bukan setiap orang. Ketidak-cermatan pengamandemen UUD 1945 ini menyebabkan kekacauan dalam berbangsa dan bernegara. Dan lebih aneh lagi para elit politik termasuk Presiden, DPR, MPR, tidak ada yang bicara kesalahan pada UUD 2002 hasil amandemen. Pasal 28 mengalami penambahan dalam Amandemen UUD 1945 kedua yang dilakukan dalam Sidang Umum MPR pada 14-21 Oktober 1999. Ada beberapa tambahan pasal sebagaimana tertuang dalam Bab XA Pasal 28 A-J. Contoh pasal yang menggunakan frasa kata setiap orang. Pasal 28A Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupan.**) Pasal 28 B (1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.**) Siapakah setiap orang itu kok bukan setiap warga negara atau setiap penduduk. Sebab, kalau warga negara atau penduduk itu kan dibatasi oleh wilayah. Misal Warga Negara Indonesia dibatasi oleh wilayah Negara Indonesia begitu juga dengan penduduk. Tetapi kalau setiap orang siapa saja tidak peduli dia warga negara Indonesia atau warga negara asing maka pasal ini berlaku, apa ya begitu kita bernegara ini padahal arti setiap orang itu dari sisi hukum tak hanya menyangkut orang tapi juga menyangkut badan hukum atau tak berbadan hukum atau korporasi kan ruwet kalau begini coba kita beda arti setiap orang. Setiap Orang (1) adalah orang atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun tidak.” ( Pasal 1 Angka 18 UU Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan) “Setiap Orang (2) adalah individu atau korporasi.” (Pasal 1 Angka 1 UU Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia).“ Setiap Orang Setiap Orang (1) adalah orang atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun tidak.” (Pasal 1 Angka 18 UU Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan) . “Setiap Orang (2) adalah individu atau korporasi.” (Pasal 1 Angka 1 UU Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia ).“ Setiap Orang (3) adalah orang perorangan, kelompok orang, baik sipil, maupun polisi yang bertanggungjawab secara individual.” (Pasal 1 Angka 4 UU Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia).“ Setiap Orang (4) adalah orang atau korporasi.” (Pasal 1 Angka 1 UU Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang). “Setiap Orang (5) adalah orang perseorangan atau korporasi.” (Pasal 1 Angka 16 UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak).“ Setiap Orang (6) adalah orang atau korporasi.” (Pasal 1 Angka 2 UU Nomor 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas Undang - Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang).“ Setiap Orang (7) adalah orang perseorangan atau korporasi.” (Pasal 1 Angka 14 UU Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan). “Setiap Orang (8) adalah orang perseorangan atau korporasi termasuk korporasi yang berbentuk badan hukum maupun yang bukan badan hukum dalam likuidasi.” (Pasal 1 Angka 11 UU Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang).“ Setiap Orang (9) adalah seseorang, orang perorangan, kelompok orang, kelompok masyarakat, atau badan hukum.” (Pasal 1 Angka 26 UU Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Sistem Keolahragaan Nasional).“ Setiap Orang (10) adalah orang perseorangan, termasuk korporasi.” (Pasal 1 Angka 6 UU Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia). “(adalah orang perorangan, kelompok orang, baik sipil, maupun polisi yang bertanggungjawab secara individual.” (Pasal 1 Angka 4 UU Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia).“ Jadi dari contoh diatas jelas tidak tepat menggunakan kata setiap orang, apakah dengan demikian masih layak UUD 2002 hasil amandemen itu? Kesalahan seperti ini apa akan kita biarkan? Apakah betul UUD 1945 itu tidak bicara tentang HAM, Indonesia satu-satunya negara yang anti terhadap penjajahan bahkan di dalam pembukaan UUD ditulis pada alinea ke 1 anti terhadap penjajahan. Sejak UUD 1945 diamandemen bukan saja menghabisi Ideologi Pancasila yang terdapat di dalam UUD 1945 yang berakibat hilangnya pedoman-pedoman pokok yang ada di Pembukaan UUD 1945. Sebagaimana diketahui, mengenai negara dan hukum terdapat soal-soal pokok yang telah berabad-abad selalu menjadi pikiran dan selama-lamanya tetap aktual, sepertinya soal hakekat, sifat, tujuan, dan lapangan tugas bekerjanya negara dalam teori dan dalam praktik. Cuplikan Tesis Prof Dr Noto Nagoro Soal Sifat Manusia Sebagai Dasar Kenegaraan. Di dalam pembukaan terdapat unsur-unsur yang dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam hal soal-soal pokok itu. Pembukaan mulai dengan pernyataan, “bahwa sesungguhnja kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”. Hak akan kemerdekaan yang dimaksudkan adalah daripada segala bangsa, bukannya hak kemerdekaan daripada individu, dan untuk mempertanggung-jawabkannya lebih landjut, bahwa “pendjadjahan di atas dunia harus dihapuskan” juga bukan hak kemerdekaan individu yang dipergunakan sebagai dasar, akan tetapi “perikemanusiaan dan perikeadilan”, kedua-duanya pengertian dalam arti abstrak dan hakekat. Jangan sekali-kali lalu timbul anggapan, bahwa di dalam pernyataan hak kemerdekaan bangsa daripada pembukaan itu tidak ada tempat bagi hak kebebasan perseorangan. Tidak demikian halnya, akan tetapi perseorangan ditempatkan dalam hubungannya dengan bangsa, dalam kedudukannya sebagai anggota bangsa dan sebagai manusia dalam kedudukannya spesimen atas dasar atau dalam lingkungan jenisnya (genus), ialah “perikemanusiaan”. Sebaliknya bukan maksudnya juga untuk menyatakan, bahwa perseorangan adalah seolah-olah anggota bangsa, melulu penjelmaan jenis, akan tetapi seraya itu djuga merupakan diri sendiri dan berdiri pribadi. Pemakaian “perikemanusiaan” juga sebagai alasan untuk menghapuskan penjajahan, lagipula termasuknya sila “kemanusiaan yang adil dan beradab” dalam asas kerohanian Negara menunjukkan, bahwa dikehendaki untuk menjadikan unsur kesesuaian dengan hakekat manusia itu sebagai pokok sendi bagi Negara, dan hakekat manusia adalah makhluk yang bersusun dalam sifatnya, ialah individu dan makhluk sosial kedua-duannja. Terkandung di dalam unsur-unsur Pembukaan itu tidak hanja hal negara didasarkan atas pokok pikiran bersendi pada dan terdiri atas manusia yang mempunjai sifat individu dan makhluk sosial kedua-duanya, akan tetapi djuga tidak menitikberatkan kepada salah satunya. Yang dikehendaki bukan Negara yang bersusun individualistis, atomistis, mechanis atau sebaliknya Negara yang bersusun kolektif atau organis, sebagai kesatuan total yang menyampingkan diri daripada manusia perseorangan. Akan tetapi yang dimaksud ialah Negara yang bersusun dwi-tunggal, kedua-duanja sifat manusia sebagai individu dan makhluk sosial terpakai sebagai dasar yang sama kedudukannya. Pentingnya arti daripada soal sifat manusia dalam hal merupakan dasar kenegaraan, tidak perlu dipertanggungjawabkan lagi, sebagaimana diketahui sudah menjadi pendapat umum, bahwa itu mempunjai arti yang menentukan dalam hal-hal pokok kenegaraan, sepertinja sudah disinggung-singgung di atas tadi menentukan hakekat, sifat daripda negara sendiri, djuga menentukan susunan, tujuan dan tugas bekerjanya negara, kedudukan warga negara dalam negara dan hubungannya dengan negara, begitu pula susunan pemerintahan negara. Kesimpulan yang didasarkan atas unsur-unsur jang terdapat dalam Pembukaan tadi, ternyata sesuai dengan dan memperoleh penegasan resmi sebagaimana dimuat dalam Berita Republik Indonesia tahun II nomor 7. Dalam pembukaan ini diterima aliran pengertian Negara persatuan, Negara yang melindungi dan meliputi segenap bangsa seluruhnya. Jadi, Negara mengatasi segala paham golongan, mengatasi segala paham perseorangan. Negara menurut pengertian “pembukaan” itu menghendaki persatuan, meliputi segenap bangsa Indonesia seluruhnya. Inilah suatu dasar Negara jang tidak boleh dilupakan”. Selanjutnya dikatakan, bahwa “pokok yang ketiga yang terkandung dalam pembukaan” ialah Negara yang berkedaulatan rakyat, berdasar atas kerakjatan dan permusjawaratan/perwakilan. Oleh karena itu, sistem Negara yang harus terbentuk dalam UUD harus berdasar atas kedaulatan rakyat yang berdasar atas permusyawaratan/perwakilan. Memang aliran ini sesuai dengan sifat masjarakat Indonesia. Dengan lain perkataan sistim Negara harus demokratis, jadi di sini dititikberatkan kepada unsur sifat individu daripada manusia, dan demokrasi jang sesuai dengan sifat masyarakat Indonesia yang telah terdapat dan terselenggara padanya, ialah kedaulatan rakyat atas dasar permusyawaratan/perwakilan. Lain dari itu ditegaskan, bahwa “Negara Indonesia berdasarkan atas Hukum (Rechsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machtstaat) ...... Pemerintahan berdasar atas sistim Konstitusi (Hukum Dasar), tidak bersifat Absolutisme (kekuasaan jang tidak terbatas)”. Dengan diamandemennya pasal 1 ayat 2 UUD 1945 Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhkan oleh MPR, Setelah diamandemen Pasal 1 ayat 2 menjadi “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD”. Akibat amandemen UUD 1945 pasal 1 ayat 2 menjadi tidak jelas secara makna apalagi secara hakekat, secara makna apa mungkin UUD menjalankan UUD? Siapa yang menjalankan kedaulatan rakyat itu pasal berapa? Juga tidak jelas. Jelas bahwa pada alenea ke 1 pembukaan UUD 1945 adalah kehendak seluruh bangsa Indonesia menghendaki penjajahan harus dihapuskan dari muka dunia karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan perikeadilan. Bukannya inti dari HAM adalah peri kemanusiaan dan peri keadilan? Bukannya Pancasila dengan Kemanusiaan yang adil dan beradab merupakan inti dari HAM? Bukannya Indonesia juga sudah meratifikasi HAM. Undang-Undang Republik Indonesia No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Apakah kita membiarkan negara ini mempunyai UUD yang tidak lagi mempunyai privat bagi warga negara nya, dan bertentangan dengan Pancasila yang mempunyai nilai kebersamaan kolektivisme, gotong royong dan bukan setiap orang yang nggak jelas apakah bangsa sedunia ini yang ditampung di dalam UUD 2002 yang keblinger itu atau bangsa ini sudah mulai sadar mengembalikan tatanan mula negara Republik Indonesia? (*)
Memaknai keberkahan Ramadan-04
Keindahan karakter yang sejatinya menjadi esensi religiositas seseorang. Bahkan makarimul akhlaq ini seolah menjadi kesimpulan dari misi Dakwah Rasulullah SAW. Sebagaimana beliau sabdakan: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak”. Oleh: Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation BERBAGAI keberkahan Ramadan, ritual dan non ritual, telah disampaikan. Dan masih banyak lagi yang perlu disampaikan untuk menjadi ingatan bagi semua. Sekaligus mengingatkan bahwa Ramadan bukan sekedar bulan yang penuh dengan ragam amalan ritual. Tapi membawa keberkahan dalam segala lini kehidupan manusia. Di antara keberkahan Ramadan adalah bulan pelatihan karakter kemanusiaan kita. Bulan di mana setiap Muslim seharusnya melakukan apa yang biasanya saya sebut “character shaping” (pembentukan karakter). Baik karakter fisikal, bahkan yang terpenting adalah karakter non fisikal. Karakter fisikal itu nampak dalam perilaku nyata manusia. Ramah, lembut, berkata baik dan sopan, dan seterusnya. Sementara karakter non fisikal lebih kepada bentuk mentalitas manusia (mental state) yang sesungguhnya sangat menentukan warna Karakter fisikalnya. Karakter non fisikal itu akan terpatri dalam sebuah istilah atau terminologi keagamaan yang disebut “Al-ihsan”. Sebuah karakter batin (non fisikal) yang menggambarkan keindahan (hasan, husna, wa ahsan). Bahwa manusia yang memiliki sifat ihsan akan hidup dengan kehidupan yang indah, nyaman, dan aman. Al-ihsan ini tereksresi dalam dua dimensi kehidupan manusia. Yaitu dimensi vertikal dan dimensi horizontal. Keduanya saling terkait dan saling menentukan. Dimensi vertikal ihsan akan membentuk dimensi horizontalnya. Dan dengan sendirinya dalam pandangan Islam karakter baik (ihsan) pada aspek fisikal kehidupan seseorang tidak lepas dari karakter batinnya (jiwa atau hatinya). Dimensi vertikal Ihsan diekspresikan dalam sebuah hadits Rasulullah SAW: “hendaklah engkau menyembah Allah seolah engkau melihatnya. Dan jika engkau tidak mencapai tingkatan yang demikian, yakinlah jika Allah melihat engkau”. Fungsi puasa pada dimensi ini (seolah melihat Allah atau yakin jika Allah melihat kita) sangat menentukan. Sebab puasa adalah amalan ibadah yang sangat pribadi (personal) antara seorang hamba dan Tuhannya. Dengan sendirinya ibadah ini melatih seorang hamba untuk selalu merasakan kehadiran Allah dalam dirinya. Kehadiran dimensi vertikal “ihsan” dalam diri seseorang ini menjadikannya mampu membangun dimensi horizontalnya dalam kehidupannya. Dimensi horizontal ihsan inilah yang terpatri dalam perilaku fisikal atau karakter seseorang. Ketika seseorang itu berbuat maka perbuatannya tidak terlepas dari kesadaran akan kehadiran Allah. Sehingga perbuatannya dalam segala bentuknya terikat oleh nilai-nilai samawi (dimensi vertikal ihsan) itu. Ikatan nilai-nilai samawi ini menjadikannya akan selalu dalam Karakternya tidak saja benar. Tapi juga indah, nyaman dan memberikan rasa aman. Semua itu tersimpulkan di agama ini dalam sebuah ekspresi: “makarim Al-Akhlaq”. Keindahan karakter yang sejatinya menjadi esensi religiositas seseorang. Bahkan makarimul akhlaq ini seolah menjadi kesimpulan dari misi Dakwah Rasulullah SAW. Sebagaimana beliau sabdakan: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak”. Dari penyampaian di atas dapat disimpulkan bahwa salah satu keberkahan (keutamaan) terpenting dari Ramadan adalah pembentukan karakter manusia melalui kesadaran ihsan pada dua dimensinya; dimensi vertikal dan dimensi horizontal. Semoga Ramadan kita penuh dengan keberkahan itu, termasuk keberkahan dalam bentuk prilaku yang lebih baik. Sehingga kita termasuk orang berpuasa yang tidak terancam: “ada orang yang berpuasa tapi tidak dia dapatkan apa-apa dari puasanya kecuali lapar dan dahaga”. Artinya, jangan sampai karena pembatasan makna keberkahan Ramadan hanya pada aspek ritual semata, apalagi pada pemahaman bahwa puasa itu sekedar menahan makan dan minum, lalu tidak peduli dengan karakter atau prilaku, menjadikan Allah seolah berkata: “I don’t need your abstain from food and drink (Aku tidak perlu lapar dan dahagamu”. Selamat berpuasa! New York City, 22 April 2022. (*)
Korupsi Ekspor CPO dan Minyak Goreng Tidak Manusiawi, Kejaksaan Agung Wajib Usut Tuntas
Oleh: Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies), member Front Nasional Pancasila Penyelamat Negara. KEJAKSAAN Agung berhasil menangkap dan menetapkan empat orang tersangka kasus korupsi terkait ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunannya, minyak goreng, pada 19 April 2022. Empat orang tersangka tersebut terdiri dari Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Dirjen Daglu) Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana dan pejabat dari tiga korporasi, masing-masing Master Parulian Tumanggor (MPT) selaku komisaris utama PT Wilmar Nabati Utama, Stanley MA (SMA) selaku Senior Manager Corporate Affair PT Permata Hijau Group dan Picare Togare Sitanggang (PT) selaku General Manager bagian General Affair PT Musim Mas. Pelanggaran peraturan ekspor CPO ini juga terindikasi melanggar peraturan kewajiban penyediaan bahan baku dalam negeri dengan harga tertentu, yang dikenal dengan DMO (Domestic Market Obligation) dan DPO (Domestic Price Obligation) yang masing-masing ditetapkan sebesar 20 persen dari jumlah ekspor dengan harga Rp9.300 per kg. Dampak korupsi pelanggaran ekspor ini mempunyai daya rusak sangat serius bagi kehidupan rakyat Indonesia. Minyak goreng tiba-tiba menjadi langka, meneror kehidupan masyarakat hampir di seluruh Indonesia. Terjadi antrian panjang, pembelian dijatah hanya boleh 2 liter per penduduk, dan harus melampirkan KTP dan KK. Antrian panjang memerlukan waktu berjam-jam hanya untuk bisa membeli dua liter minyak goreng. Bahkan menurut kabar ada dua orang meninggal dunia akibat antrian yang sangat melelahkan. Untuk mengatasi tragedi minyak goreng akibat korupsi ekspor tersebut, pemerintah malah mengambil kebijakan yang merugikan masyarakat luas. Pemerintah membatalkan DMO dan DPO, dan menetapkan harga minyak goreng kemasan mengikuti harga pasar. Harga kemudian melonjak dari Harga Eceran Tertinggi (HET) yang sebelumnya ditetapkan Rp14.000 per liter menjadi sekitar Rp24.000 hingga Rp28.000 per liter. Meskipun minyak goreng curah ditetapkan Rp14.000 per liter, tetapi di beberapa daerah sulit didapat dan sering kali harganya jauh melampaui Rp14.000 per liter. Pada saat bersamaan dengan penghapusan DMO/DPO, pemerintah menaikkan pungutan ekspor dan bea keluar CPO yang membuat penerimaan negara naik (maksimum) 300 dolar AS per ton, kalau harga CPO mencapai 1.500 dolar AS per ton atau lebih. Kedua paket kebijakan ini sangat menyakitkan dan tidak adil, sama saja negara merampas hak rakyat di tengah kesulitan keuangan akibat kenaikan berbagai harga kebutuhan pokok. Dengan terbukanya dan tertangkapnya empat tersangka kasus korupsi ekspor CPO dan pelanggaran DMO/DPO yang mengakibatkan kegaduhan nasional, masyarakat Indonesia dapat melihat jelas betapa serakahnya pengusaha oligarki minyak sawit dan minyak goreng, dan sekaligus mereka tidak mempunyai empati sama sekali terhadap kesulitan masyarakat Indonesia yang sedang tercekik kenaikan harga berbagai kebutuhan bahan pokok. Kenaikan harga CPO internasional sudah membuat keuntungan mereka melonjak drastis, tapi sepertinya tidak pernah cukup. Mereka tidak rela menjalankan DMO dan DPO untuk meringankan beban ekonomi masyarakat Indonesia, yang berdasarkan konstitusi adalah pemilik negeri ini: bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya wajib digunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dengan kata lain, korupsi ekspor CPO ini mencerminkan bahaya pemerintahan oligarki yang bisa mengatur kebijakan pemerintah. Mereka bisa sangat kejam terhadap rakyat jelata dengan turut menentukan kebijakan publik pemerintah untuk kepentingan kelompoknya. Melakukan ekspor dan melanggar kewajiban DMO dan DPO, yang akhirnya membuat barang di dalam negeri menjadi langka. Oleh karena itu, Front Nasional Pancasila Penyelamat Negara menuntut Kejaksaan Agung agar dapat mengusut tuntas kasus korupsi yang sangat tidak manusiawi ini, dan membongkar semua pihak yang terlibat. Kami percaya bahwa keempat tersangka tersebut bukan satu-satunya pihak yang terlibat. Kejaksaan Agung wajib mengusut apakah ada pejabat pemerintah dengan wewenang yang lebih tinggi dari Dirjen Daglu yang terlibat. Misalnya Menteri Perdagangan atau Menteri lain yang dekat dengan pengusaha tersebut, yang memberi katabelece dan “menekan” Dirjen Daglu? Dari sudut korporasi, tiga tersangka tersebut jelas bukan pengambil keputusan akhir yang berani melakukan korupsi ekspor CPO dengan melanggar Peraturan Menteri Perdagangan. Mereka terlalu rendah dan jabatannya tidak relevan. Front Nasional Pancasila menuntut Kejaksaan Agung untuk membongkar siapa sebenarnya yang bertanggung jawab atas kasus korupsi yang tidak manusiawi ini: Direksi, atau bahkan pemegang saham pengendali? Karena kasus korupsi ekspor CPO ini jelas-jelas menguntungkan korporasi yang melakukan ekspor dengan harga yang tinggi, maka Kejaksaan Agung juga wajib mempertimbangkan apakah kasus ini masuk kategori kejahatan korporasi, dan mempunyai konsekuensi pemerintah dapat mencabut izin usaha korporasi tersebut. Selain itu, Kejaksaan Agung juga wajib mengusut apakah ada pihak afiliasi dari direksi atau pemegang saham yang berdomisili di luar negeri diuntungkan dari kasus korupsi ekspor CPO ini. Menurut Kejaksaan Agung ada 88 perusahaan yang melakukan ekspor CPO dan turunannya selama periode Januari sampai Maret 2022. Karena itu, Kejaksaan Agung wajib mengusut tuntas apakah mereka melanggar peraturan DMO/DPO. Front Nasional Pancasila juga menuntut DPR memanggil pejabat pengambil keputusan dari tiga korporasi yang terlibat kasus korupsi ekspor CPO tersebut. DPR diharapkan dapat membentuk panitia khusus untuk mengusut tuntas Skandal Ekspor CPO karena tidak manusiawi dan dampak merusaknya sangat serius. DPR juga harus berani mengusulkan pencabutan izin usaha korporasi kalau yang bersangkutan memang aktif terlibat secara institusi. (*) Disampaikan pada Diskusi Publik, diselenggarakan oleh Front Nasional Pancasila Penyelamat Negara Jakarta, 22 April 2022
Tidak Mudah Menjadikan Anies Presiden
Oleh Asyari Usman - Jurnalis Senior FNN, Pemerhati Sosial-Politik APA yang kurang di dalam diri Anies Baswedan untuk jabatan presiden? Tidak ada. Kecuali bagi orang-orang yang mendasari sikap mereka pada prinsip “pokoknya Anies tak boleh menjadi presiden”. Anies menyanggupi semua kriteria berat untuk posisi RI-1. Kapabilitas (kecakapan)? Kapasitas (kemampuan)? Integritas (nama baik)? Personalitas (kepribadian)? Semua ini sudah diuraikan banyak penulis sebagai testimoni. Diakui oleh puluhan lembaga penilai lewat “appraisal” mereka. Baik lembaga dalam negeri maupun lembaga internasional. Deretan pengakuan itu tertulis di atas lembaran penghargaan, terukir di berbagai plakat, piala, dan prasasti mini, serta diucapkan secara terbuka di banyak acara apresiasi untuk gubernur/pemimpin kota besar. Tidak usahlah kita jelaskan lagi tentang bagaimana Anies memenuhi kriteria-kriteria yang disebutkan di atas. Cukuplah diingat bahwa selama 4.5 tahun ini, Anies meraih puluhan, atau mungkin ratusan, penghargaan. Bermacam-macam sudut penilaian. Termasuklah perbaikan drastis dalam sistem transportasi Jakarta, pembenahan trotoar untuk pejalan kaki, pembenahan dan pembinaan pedagang kaki lima, pengelolaan keuangan, persaingan usaha, dlsb. Ada lagi layanan digital administrasi di semua sektor, pembangunan fasilitas umum dan olahraga, perumahan untuk warga tak mampu, perbaikan kawasan kumuh, hingga bantuan penuh untuk anak-anak difabel (fisik tak sempurna). Ini semua dikerjakan oleh Anies tanpa publikasi. Dan memang bukan publikasi yang menjadi tujuan. Itulah prestasi Anies. Sebagian kecil saja yang bisa dituliskan di sini. Banyak lagi yang tak diketahui publik, khususnya media massa. Berdasarkan tumpukan prestasi itulah kemudian orang-orang dari seluruh pelosok Indonesia merasa Anies sangat pantas, bahkan lebih dari pantas, untuk memimpin bangsa dan negara ini. Tak berlebihan kalau disimpulkan bahwa rakyat menginginkan Anies duduk sebagai presiden. Fakta-fakta di lapangan (i.e. ketika Anies berinteraksi dan bertatap muka dengan masyarakat) membenarkan kesimpulan yang berbasis observasi itu. Silakan saja eksplorasi rekaman video yang tersedia di berbagai aplikasi umum maupun aplikasi terbatas (grup). Begitu juga pengukuran yang dilakukan secara ilmiah dan metodologis. Ini, misalnya, tampak dari berbagai hasil survei. Elektabilitas dan popularitas Anies terus mendaki. Semua ini dipicu oleh data, persepsi, dan keyakinan publik tentang kemampuan gubernur Jakarta itu. Mengamati semua ini, maka pikiran jernih dan perasaan yang jujur akan menyatu dalam kesimpulan yang telah disebut di atas tadi. Bahwa Anies wajar menjadi presiden dan dia akan menjadi sumber solusi untuk krisis jamak dimensi yang sedang melanda Indonesia. Tetapi, sayangnya, ada rombongan manusia berakal dan berkepintaran yang tak rela Anies menjadi presiden. Rombongan ini tidak besar tetapi sangat kuat. Mereka memusuhi Anies tanpa logika dan dialektika. Mereka terdiri dari orang-orang yang banyak aneka. Mereka bisa jadi dari kalangan intelektual yang cacat pikiran, bisa juga dari gerombolan pembenci Anies tanpa alasan, termasuklah buzzer murahan. Atau bisa pula dari kalangan pemodal dan pengusaha besar yang memiliki kekayaan triliun yang berbilang ratusan. Merekalah yang selama ini, terkhusus dua pilpres terdahulu, mengatur siapa yang harus menjadi presiden. Mereka pula yang memberikan warna kental dalam pembuatan legislasi. Kepada merekalah kekuasaan berpihak dan bertanya tentang apa yang harus dilakukan. Mereka paham siapa Anies dan apa yang akan diakukannya di kursi presiden. Rombongan yang minus logika dan minus dialektika itu siap menjegal. Banyak yang bisa mereka lakukan. Proses demokrasi dengan aturan-aturannya menjadi tak penting bagi mereka. Dan tak akan menghalangi keinginan mereka. Jadi, Anies memiliki semuanya untuk kemajuan Indonesia. Tapi, tidak mudah menjadikan beliau sebagai presiden. Ini bukanlah bayangan pesimistis. Hanya notifikasi agar semua orang bersiap-siap menghadapi situasi yang sangat getir.[] Medan, 23 April 2022
Presiden dan Wakil yang Kurang Bermutu
Oleh M. Rizal Fadillah Pengamat Politik dan Kebangsaan EMPATI kepada rakyat semestinya menjadi sikap utama seorang pemimpin. Apalagi Presiden dan Wakil Presiden yang dipilih dan diamanati oleh rakyat. Dalam situasi pandemi atau menghadapi problema serius maka empati harus lebih tinggi. Mampu menggembirakan dan memberi solusi nyata. Wakil Presiden yang menyarankan rakyat untuk makan dua pisang sebab dinilai cukup mengenyangkan sangat menyinggung. Masalahnya hal itu bukan konsumsi yang dicontohkan oleh Wakil Presiden sendiri. Bahkan di media ditampilkan Wakil Presiden sedang menyantap hidangan yang serba lengkap di depan mejanya. Pisang bukan makanan pokok, kecuali untuk onyet. Sementara Presiden minta masyarakat agar saat halal bil halal pasca Ramadhan untuk tidak makan dan minum. Sesuatu yang tidak lazim bahkan aneh. Justru budaya melekat pada halal bil halal adalah makan dan minum. Wujud dari silaturahim, tasyakur dan kebahagiaan umat. Jika \"dilarang\" makan dan minum maka dipastikan nilai halal bil halal tersebut menjadi hambar. Jangan jangan Pak Presiden yang pelit ga mau ngasih makan pada tamu. Eh bukan pelit tapi kopit kopit. Presiden dan Wakil Presiden kurang memiliki kepekaan sosial. Waspada memang perlu tetapi paranoid adalah keliru. Yang bahaya justru jika pandemi ditunggangi oleh kepentingan politik dan ekonomi. Setelah dua tahun pandemi berjalan maka saatnya untuk segera melakukan audit menyeluruh dana pandemi tersebut. Juga evaluasi kebijakan politik yang diduga menyimpang. Termasuk ocehan-ocehan Menteri yang dinilai ngawur atau mengada-ada. Julukan-julukan di masyarakat seperti Presiden raja dusta, boneka, jago pencitraan, tukang lempar-lempar hadiah, rindu tapi didemo kabur, menuduh radikal atau hobi jual aset adalah bukti rendahnya wibawa dan keraguan atas kualitas dirinya. Begitu juga dengan Wapres yang pendiam. Keberadaannya tidak dirasakan . Ada sama dengan tiada. Musibah bagi bangsa Indonesia yang memiliki Presiden dan Wakil Presiden yang kurang bermutu. Di dunia internasional juga kurang membanggakan. Satu dua media dunia ikut mencibir eh prihatin. Tapi sudahlah toh sebentar lagi juga akan ada proses penggantian. Jika ada aspirasi pasangan ini agar diperpanjang, maka itu \'out of the box\' atau kata orang Sunda \'mahiwal\'. Mungkin berbasis big data abal-abal. 2024 adalah tahun harapan untuk memiliki pemimpin bangsa yang lebih baik. Tentu dengan ikhtiar yang lebih keras dan do\'a lebih khusyu. Siapapun boleh berkompetisi dan hasilnya adalah \'primus inter pares\' yang terbaik yang menang. Kita bukan bangsa keledai yang terperosok dua kali di lubang yang sama. 2024 adalah tahun perubahan untuk prosesi normal. Tapi semua tergantung rakyat. Jika rakyat mau lebih cepat maka itupun haknya, ada aturan Konstitusi yang mengaturnya. Yang pasti jika menunda atau memperpanjang maka hal ini namanya melawan atau melanggar Konstitusi. Dan itu tidak boleh. Pemimpin itu datang dan pergi. Jika sebelumnya Presiden atau Wakil Presiden dinilai kurang bermutu, kita rakyat Indonesia berharap penggantinya jauh lebih baik. Lebih berkhidmat pada kepentingan rakyat, adil dalam menegakkan hukum, tidak memperkaya diri dan kroni, serta siap mundur atau dimundurkan jika gagal menjaga kemurnian Ideologi dan Konstitusi. Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma\'ruf Amin sebaiknya fokus untuk mengakhiri jabatan dengan baik. Jangan berusaha untuk menumpuk kekayaan terakhir dengan baik. Bekerja demi nama baik, agar dikenang rakyat Indonesia. Bila tidak baik, maka akan ada buku yang berjudul \"Dari Istana ke Penjara\". 2024 adalah batas akhir. Batas akhir. *) Pemerhati Politik dan Kebangsaan Bandung, 23 April 2022
Skandal Minyak Goreng, Presiden Perlu Ganti Kabareskrim (Bag-1)
Oleh Kisman Latumakulita Jakarta FNN – Sedang berada di mana Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Komisaris Jendral Pol. Drs. Agus Andrianto ya? Begitu juga Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Eksus) Bareskrim Brigjen Pol. Whisnu Hermawan, sedang ke mana ya? Mungkinkah dua sampai tiga bulan terakhir ini mereka berdua tetap berkantor di gedung Bareskrim Polri Jalan Trunojoyo Nomor 3 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan? Kalau berada di kantornya, kira-kira apa yang sedang dan telah dilakukan dua jendral petinggi Bareskrim Polri ini, sehingga mafia minyak goreng (migor) bisa bebas melakukan operasinya? Mengapa mafia migor belum juga ditemukan oleh Bareskrim? Sulitkah Bareskrim menemukan mafia migor? Mungkinkah dua Jendral penting di Bareskrim Polri ini tidak tahu cara-cara kerja reserse ekonomi untuk menemukan para mafia migor? Sangat ribet untuk menemukan jawaban rasional bahwa polisi Indonesia sulit menemukan pelaku kriminal. Apakah itu pelaku kriminal umum (kekerasan dan pembunuhan), narkoba, teroris maupun ekonomi, khususnya mafia migor, insya Allah bisa ditemukan. Sebab Polisi Indonesia itu terkenal hebat-hebat. Polisi Indonesia telah menyandang predikat sebagai salah satu polisi paling hebat di kasawan ASEAN. Selain itu, juga sebagai salah satu polisi paling profesional dan top markotop di antara negara-negara Asia. Pokoknya Polisi Indonesia itu hebat deh. Kehebatan itu karena ditunjang dengan sumber daya manusia yang memang profesional. Apalagi didukung dengan peralatan canggih dan modern yang diberikan negara. Selain itu, di-backup dengan tunjangan pendapatan anggota polisi yang terbilang tinggi. Semua itu untuk memudahkan polisi Indonesia menemukan siapa saja yang menjadi pelaku kriminal. Terutama mereka yang mengganggu stabilitas ekonomi, dan menciptakan kesesahan di masyarakat, seperti mafia migor. Sayangnya, mafia migor belum juga ditemukan oleh Bareskrim. Padahal kelangkaan migor di pasaran sudah terjadi sejak Februari 2022 lalu. Kelangkaan migor ini telah membuat Presiden Jokowi resah. Sebab harga migor kemasan yang semula hanya Rp 14.000 per liter, mendadak naik menjadi Rp 20.000-an per liter. Ada yang mencapai Rp 48.000 per dua liter. Harga migor di pasaran sempat naik lebih dari seratus persen. Walaupun demikian, ternyata barangnya tidak mudah untuk didapat di pasaran. Beberapa daerah juga terjadi kelangkaan migor di pasaran. Kenyataan ini membuat Presiden Jokowi perlu melakukan rapat kabinet terbatas bidang ekonomi dan keuangan. Rapat kabinet yang salah satu agendanya membahas naiknya harga migor di pasaran. Presiden Jokowi menyampaikan keluhan tentang terjadinya kelangkaan migor. Berkaitan dengan itu, terlihat kalau Presiden Jokowi tegas dan jelas memerintahkan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi untuk segera menangani kelangkaan migor di pasaran. Lutfi juga diperintahkan mengendalikan harga migor yang melambung tinggi. Presiden Jokowi juga memerintahkan Kapolri Jendral Listyo Sigit untuk mengawasi rantai distribusi dan penerapan harga migor yang tidak wajar. Kapolri pastinya telah menyampaikan perintah Presiden Jokowi kepada Kabareskrim dan Direktur Tipideksus. Kapolri Sigit terkenal responsip menyikapi setiap persoalan yang berkembang di masyarakat. Apalagi perintah yang datangnya dari Presiden. Sayangnya perintah Presiden Jokowi kurang disikapi dengan baik oleh Kabareskrim dan Direktur Tipideksus Bareskrim. Perintah dari Presiden Jokowi ini tersirat ditujukan kepada Menteri Perdagangan Lutfi dan Kapolri Jendral Sigit. Namun, hakikatnya semua aparat pemerintah harus memastikan bahwa perintah Presiden berjalan di lapangan. Tidak ada hambatan dalam pelaksanaan. Tujuannya untuk menghindari terjadi penimbunan migor. Ketika Presiden Jokowi menyampaikan kerisauan tentan migor kepada para menteri, Kapolri dan Panglima TNI itu, terlihat dengan nada dan intonasi yang penuh kerisauan tingkat tinggi. Presiden juga mempelihatkan kesedihannya, karena rakyat kesulitan mendapat minyak migor. Ada ibu-ibu yang antri berjam-jama hanya untuk dapat membeli migor. Ada juga yang antri dari pagi hingga sore hari. Bahkan ada yang meninggal dunia karena lamanya antri. Sayangnya suasana kebatinan Presiden Jokowi itu, kurang ditanggapi serius oleh Kebareskrim dan Direktur Tipideksus Bareskrim. Kemungkinan itu terlihat dari tidak adanya penetapan tersangka mafia migor oleh Bareskrim Polri. Sampai hari ini belum ada satupun dari mafia migor yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri. Wajar jika publik bertanya-tanya, mengapa Bareskrim Polri begitu sulit untuk menemukan tersangka mafia migor? Apakah ini benar-benar karena Bareskrim memang tidak bisa menemukan tersangkanya? Atau memang dibuat untuk tidak memukan tersangkanya? Pertanyaan ini hanya Kabareskrim dan Direktur Tipideksus Bareskrim yang paling tahu, dan mampu untuk menjawabnya kepada publik ini. Sebulan lalu Kepala Biro (Karo) Penerangan Masyarakat (Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol. Ahmad Ramadhan mengatakan, terkait dengan informasi yang menyebut adanya mafia minyak goreng, hal ini tentu ditindaklanjuti oleh Polri. “Saat ini masih didalami oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri”, ujar Ahmad Ramadhan (Media Indonesia Senin 21/03). Sementara Menteri Perdagangan M. Lutfi mengatakan, sudah memberikan data temuan kepada kepolisian terkait penimbunan minyak goreng yang jumlahnya ribuan ton. “Saya sudah kasih semua data. Namun ini masih praduga tak bersalah. Namun kami sudah temukan. Jumlahnya ribuan ton (penimbunan). Kami sudah melaporkan ke Polri lewat Kabareskrim. Sudah mulai ditangkap dan diperiksa”, jelas Lutfi. Ketika melakukan rapat kerja dengan Komisi VI DPR Kamis (17/03) yang membahas tentang kelangkaan Migor, Menteri Perdagangan Lutfi mengatakan, intensif melakukan komunilkasi dan koordinasi dengan Kapolri. “Saya hampir setiap hari berkomunikasi dengan Kapolri. Kami seperti minum obat saja. Sehari itu dua kali saya berkomuniasi dengan Pak Kapolri. Berdasarkan video yang beredar di media sosial, saat menjawab pertanyaan dan pendapat anggota Komisi VI DPR, Menteri Lutfi terlihat mendapat bisikan atau informasi dari belakang. Yang menyampaikan adalah Dirjen Perdagangan Luar Negeri Indrasari Wisnu Wardana. Lutfi mengatakan kepada Komisi VI DPR, “Saya juga barusan saja dapat laporan dari Dirjen Perdagangan Luar Negeri, bahwa Senin (21/03) nanti tersangkanya ditetapkan oleh Bareskrim Polri”, ujar Lutfi. Sayangnya bukan Bareskrim yang menetapkan tersangka mafia Migor. Tetapi Jaksa Agung ST Burhanudin yang mengumumkan tersangkanya. Jumlah tersangkanya empat orang. Satu dari pejabat eselon satu Kementerian Perdagangan, yaitu Dirjen Perdagangan Luar Negeri Indrasari Wisnu Wardhana. Tiga tersangka lagi dari swasta, yaitu Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor, Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Grup Stenly MA dan General Manager Affair PT Musim Mas Picare Togare. Pengumuman tersangka mafia migor oleh Jaksa Agung ini seperti menampar mukanya Markas Besar (Mabes) Polri. Diam-diam rupanya Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Pidsus) dan Jaksa Agung Muda Intelijen bekerja menyelidik dan menyidik para mafia migor. Para pelakukanya sudah ditahan oleh penyidik Kejaksaan Agung untuk jangka waktu 20 hari ke depan. Pertanyaan yang menggelitik, mengapa Bareskrim Polri tidak menemukan pelaku mafia migor? Padahal selama ini Menteri Perdagangan selalu berkoordinasi dengan Kapolri. Sehari minimal bisa dua kali berkomunikasi. Data-datanya juga sudah diserahkan Menteri Lutfi kepada Kabareskrim. Peralatan teknologi pendukung yang dipunyai Bareskrim Polri hampir pasti lebih canggih dari yang dimiliki Pidsus dan Intel Kejaksaan Agung. Tidak sulit untuk menemukan pelakunya. Untuk itu, supaya tidak membebani Presiden Jokowi dan Kapolri Jendral Listyo Sigit di kemudian hari, sebaiknya Presiden perlu mengganti Kabareskrim Polri dari Komjen Pol. Agus Andrianto dengan perwira tinggi polisi bintang tiga lain atau bintang dua Inspektur Jendral (Irjen) yang lain. Saai ini ada tiga perwira tinggi polisi berpangkat Komjen dari satuan reserse. Mereka adalah Komjen Pol. Dharma Pongrekun (tidak punya jabatan), Kabaintelkam Komjen Pol. Ahmad Dofiri dan Kepala BNN Komjen Pol. Petrus Golose. Sedangkan dari jajaran bintang dua yang layak untuk dipromosikan adalah Kapolda Sumatera Selatan Irjen Pol. Toni Harmanto, Kapolda Riau Irjan Pol. Muhammad Iqbal, Kapolda Jawa Timur Irjen Pol. Nico Afinta, Kapolda Metro Jaya Irjen Pol. M. Fadil Imran, Kapolda Sumatera Utara Irjen Pol Panca Putra Simanjuntak dan Kapolda Papua Barat Irjen Pol. Tarnagogo Sihombing. Situasi ekonomi ke depan cenderung tidak menentu. Sangat mungkin ekonomi bakal mengalami kontraksi yang sulit diperdiksi. Kondisi yang memang tidak dapat diduga-duga sebelumnya. Untuk itu, dibutuhkan Kabareskrim yang cekatan dan peduli terhadap kondisi yang berkembang dan berubah-ubah di masyarakat secara tiba-tiba. Perlu Kabareskrim yang tanggap terhadap situasi di atas rata-rata normal. (bersambung). Penulis adalah Wartawan Senior FNN.co.id
Kaesang Pangarep Tendang Wilmar, King Can Do No Wrong
Oleh Asyari Usman - Jurnalis Senior FNN, Pemerhati Sosial-Politik MAAF, kurang update. Rupanya, konglomerat sawit Wilmar Nabati Indonesia (WNI) ikut menjadi sponsor klub bola Persis Solo milik Kaesang Pangarep, putra Presiden Jokowi. Penyeponsoran itu disebutkan berlangsung selama musim kompetisi Liga 2 tahun 2021-2022. Kini, semua itu berakhir. Kaesang menendang keluar si Wilmar raja sawit. Itu dilakukan setelah beberapa hari lalu Kejaksaan Agung (Kejakgung) menetapkan komisaris utama Wilmar, MPT, sebagai salah satu tersangka kasus izin ekspor CPO (minyak mentah sawit) yang melanggar berbagai peraturan. Kalau ada yang usil bertanya berapa nilai sponsor yang dikucurkan Wilmar ke Persis Solo, terus terang tidak bisa dijawab. Tak dijelaskan soal itu. Tapi, tampaknya, tak mungkinlah nominalnya ‘kaleng-kaleng’. Maklum, klub milik anak presiden. Bagi Wilmar, nilai sponsor untuk klub itu sebetulnya tidak terlalu penting. Karena keberadaan raja sawit itu di lingkaran satu kekuasaan tidaklah ternilai harganya. Wilmar sendiri menjadi semakin terkenal di lingkungan Istana lewat sponsor itu. Pasti sangat menyenangkan. Orang-orang Wilmar, semisal MPT yang dijadikan tersangka itu, merasakan nikmatnya kekuasaan. Tapi, ada tapinya. Di lingkungan sebuah istana pastilah berlaku etika yang sudah dimaklumi. Ada standar nilai etika yang harus ditunjukkan. Yaitu, etika yang berbasis kebersamaan dan pemerataan. Semakin besar nilai etika yang ditunjukkan, maka akan semakin disenangilah orang yang keluar-masuk Istana. Kelihatannya, MPT termasuk orang yang disenangi. Sebab, dia sangat paham suasana di Istana. Cuma, ada satu hal yang harus diingat. Bahwa selain etika berbasis kebersamaan dan pemerataan itu, di istana mana pun di dunia ini berlaku slogan yang paling tinggi harkatnya, Yaitu, “King can do no wrong”. Raja dan keluarganya tak pernah salah. MPT semestinya sudah mengerti betul slogan itu. Hari ini dia sedang melihat penjabaran “King can do no wrong”. Misalnya, ketika Wilmar dinyatakan telah melakukan perbuatan yang tercela, MPT kemudian dijadikan tersangka. Tangannya yang diborgol diperlihatkan di depan umum. Setelah itu, Kaesang langsung membuang Wilmar. Seberapa pun besar peranan Wilmar mendukung Persis Solo, itu semua tidak lagi berguna bagi MPT. “King can do not wrong.” Raja dan keluarganya tak boleh kelihatan salah.[] Medan, 22 April 2022
Komunis, Musuh Kita Bersama!
Saat ini Negara kita sedang genting. Kegentingan itu diperparah dan dipicu dengan ancaman perpecahan, dengan isu agama sebagai cara paling mudah untuk memecah-belah persatuan. Oleh: Dr. Tifauzia Tyassuma, Epidemiolog LEBIH dari 1.200 tahun, Islam masuk ke Indonesia, sejak Abad ke-8. Pada Abad ke-9 Negara Islam tertua berdiri, yaitu Kerajaan Perelak di Aceh Timur pada abad 9, Kerajaan Tidore di Maluku, Kerajaan Ternate di Maluku pada abad 12, Kerajaan Samudera Pasai di Aceh pada abad 13, Kerajaan Gowa di Sulawesi Selatan abad 14, dan seterusnya di seluruh Nusantara. Islam bertumbuh dan berdampingan dengan agama-agama sebelumnya yang hadir ke tanah Nusantara seperti Hindu, Buddha, Kristen, Katholik. Hingga akhirnya menjadi Agama mayoritas di Tanah Indah yang kemudian bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini. Apakah perjalanan 1.200 tahun itu, tidak terjadi gesekan-gesekan agama? Saling bunuh untuk mempertahankan agama dan mencegah agama lain tumbuh? Tentu saja itu terjadi. Apakah perjalanan 1.200 tahun itu, juga terjadi perdamaian antara Umat Beragama? Kesejukan, Bahu Membahu, Tolong Menolong, Agama Bhinneka tetapi kerukunan dan keharmonisan terjaga? Jauh lebih sering terjadi. Letupan-letupan antar perbedaan itu biasa. Kesejukan dan keharmonisan antar umat beragama, itu yang sangat terasa di tanah air ini. Namun, semenjak kemudian faham Komunis mulai bergerak tumbuh di dunia, dan kemudian menjalar ke Indonesia, ketenangan, kesejukan, kerukunan, keharmonisan antar umat beragama mulai terusik. Dan mencapai puncaknya di tahun 1965, ditandai Gerakan G30SPKI. Walaupun Presiden Soeharto, mati-matian selama 32 tahun menumpas, menekan, dan mengubur Gerakan Komunis di Indonesia, Gerakan itu tetap ada dalam bentuk Bahaya Laten PKI. Sejak lengsernya Presiden Soeharto, makin lama bau tumbuhnya komunis di Indonesia makin terasa nyata adanya. Dan senarai dengan itu, mulai muncul gesekan-gesekan antara Pemeluk Agama, dengan provokasi, hasutan, risakan, dan bully-an kepada tokoh-tokoh Islam, terutama, untuk membuat Islam menjadi sumber phobia, sumber permusuhan, dihembus-hembuskan Issue Minoritas dan Mayoritas, yang dahulu tidak pernah ada di Indonesia. Siapa dalang semua ini? Tentu saja Kaum Anti Agama. Kaum Anti Tuhan. Komunis. Maka dari itu, saya mengimbau, saudara-saudara setanah air. Saudaraku Non Muslim: Kristen, Katolik, Budha, Hindu, yang mengakui Sila Pertama Pancasila: Ketuhanan Yang Maha Esa; Jangan terprovokasi dengan hasutan para Komunis yang berkedok jadi Buzzer pembela bangsa. Mereka adalah pengkhianat bangsa. Mereka menggunakan isu agama untuk mengadu domba kita semua. Antara kami, Kaum Muslim, dengan anda, saudara setanah air kami, yang Non Muslim. Saudaraku Kaum Muslimin. Jangan kalian juga terhasut, memusuhi saudara-saudara setanah air kita yang beragama lain. Ingat Rasululah SAW, beliau yang Agung, bersahabat dan bekerjasama dengan Kaum Nasrani, Kristen, Yahudi, dan Majusi dalam Perang Tabuk, Perang Deklarasi Kerjasama Antar Umat Beragama, untuk memerangi Kezaliman di Muka Bumi. Saudaraku Katolik, Kristen, Buddha, Hindu; Musuh Anda bukan Islam! Musuh Anda adalah Komunis, Kaum Anti Tuhan, yang berkedok dan berlindung di balik agama tertentu, tetapi dasarnya mereka adalah Kaum Munafik! Saudaraku Muslim; Musuh Anda bukan Katolik, bukan Kristen, bukan Budha, bukan Hindu. Musuh Anda adalah Komunis, Kaum Anti Tuhan, yang berkedok dan berlindung di balik agama tertentu, tetapi dasarnya mereka adalah Kaum Munafik! Ingat itu baik-baik. Semua warga negara Indonesia, yang memegang sila pertama Pancasila: Ketuhanan Yang Maha Esa. Yang menyembah Tuhan Yang Maha Esa. Musuh kita adalah orang-orang yang Anti Tuhan, yang memusuhi kita Para Penyembah Tuhan. Dan saat ini, orang-orang itulah yang diberi baju dan pekerjaan sebagai Buzzer. Yang menyusup seakan-akan mereka beragama Islam, beragama Kristen, beragama Katolik, menjadikan agama sebagai Baju dan Kamuflase. Saudara-saudaraku setanah air. Saat ini Negara kita sedang genting. Kegentingan itu diperparah dan dipicu dengan ancaman perpecahan, dengan isu agama sebagai cara paling mudah untuk memecah-belah persatuan. Negara kita menjadi sasaran untuk dirampok, dikuasai, dan dihancurleburkan. Itulah musuh kita bersama. Ini Tanah Air Kita. Ini Harta kita yang harus kita jaga keutuhannya bersama! Marilah kita Bersatu; Semua Kaum Beragama yang Menyembah Tuhan Yang Maha Esa. Mari kita bersatu mempertahankan Keutuhan Tanah Air Tercinta Ini! Allahu Akbar. Tuhan Bersama Kita. (*)
Terpeleset Licinnya Minyak Goreng
Oleh M. Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan AKHIRNYA dugaan publik terbukti bahwa kelangkaan minyak goreng adalah permainan korporasi yang berkolusi dengan birokrasi. Rakyat dikorbankan untuk antri dan menjerit serta membeli dengan harga tinggi. Do\'a rakyat yang terzalimi didengar dan terbukalah borok-borok pebisnis kriminal. Empat orang dinyatakan tersangka. Moga jadi pembuka pintu untuk melihat semakin banyak orang yang terlibat. Kejutan ternyata pembisik Menteri yakni Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wishnu Wardhana adalah bagian dari mafia minyak goreng. Lalu Master Parulian Tumanggor Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Stanley M A Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau Group dan Picare Togar Sitanggang General Manager PT Musim Mas. Keempatnya menjadi tahanan Kejaksaan Agung. Banyak pelanggaran hukum yang dilakukan keempat orang ini di antaranya ialah melabrak ketentuan penjualan domestik DMO (Domestic Market Obligation) dan DPO (Domestic Price Obligation). Menjual CPO dan produk turunannya ke luar negeri dengan harga bagus, sementara konsumen domestik dipaksa mengular antri kelangkaan. Ada yang meninggal segala. Sadis juga. Kejaksaan Agung cepat bergerak mengapa bukan Kepolisian atau KPK ? Ya berlomba dalam kebaikan lah. Rupanya Kejaksaan Agung yang lebih gesit. Kepolisian pernah menyatakan tidak ada mafia, sementara KPK diam seribu bahasa. Jaksa Agung dikenal \"dekat\" dengan PDIP sementara KPK \"dekat\" dengan Istana. Setelah Mbak Mega menyarankan emak emak untuk tidak menggoreng tetapi merebus, rupanya Mbak ini sedang sedikit-sedikit merebus Istana. Minyak goreng memang licin dan potensial membuat banyak orang terpeleset. Empat orang sudah tergelincir. Mafia tentu bukan hanya empat orang. Mustahil segelintir orang itu mampu mengelola kartel. Di birokrasi pertanyaan adakah ujung pemain itu Dirjen atau Menteri dan mungkin sampai Presiden ? Foto \"dekat\" Parulian Tumanggor dengan orang Istana Moeldoko dan Luhut Panjaitan beredar viral di media sosial. Kata jubir Luhut Jodi Mahardi, itu hanya \"pertemanan\". Soal korporasi dahulu penerima suntikan atau \"subsidi\" dari BPDPKS sebesar 7,5 Trilyun di samping Wilmar Group dan Musim Mas, juga Darmex Agro Group, First Resources dan Louis Dreyfus Company. Adakah keterlibatan tiga perusahaan terakhir ? Lalu bagaimana dengan raja sawit dan minyak goreng Salim Group dan Sinar Mas Group, bersihkah dari mafia minyak goreng ? Dua petinggi Sinar Mas menjadi orang kepercayaan Jokowi. Gandi Sulistiyanto sebagai Dubes Korsel dan Donny Rahajoe menjadi Kepala Badan Otorita IKN. Rakyat berharap Kejagung melakukan bongkar habis mafia minyak goreng. Akan tetapi jika kerja Kejaksaan Agung hanya bermain di tataran tekan-tekanan politik semata, maka tentu skeptis akan kemampuan untuk membongkar habis mafia minyak goreng tersebut. Ngutip ucapan Megawati no.. no.. no.. why.. why Meskipun demikian permainan belumlah usai, rakyat masih akan terus melihat. Kemana arah si licinnya minyak goreng ini. Menggelincirkan siapa lagi ? Atau mungkin akan ada kejutan balasan pantun dari ruang Istana ? Yang jelas masyarakat masih menikmati harga minyak goreng yang mahal. Rupanya pengusaha belum puas untuk mengeruk keuntungan besar. Bandung, 22 April 2022