OPINI

Skandal Migor: Tangkap dan Adili Pejabat & Konglomerat Sawit Oligarkis!

Oleh Marwan Batubara, IRESS – PNKN Minggu lalu, Presiden Jokowi menerbitkan larangan ekspor crude palm oil (CPO), bahan baku minyak goreng (migor) dan migor (22/4/2022). Larangan berlaku sampai waktu yang ditentukan kemudian. Belakangan larangan berubah, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan yang dilarang tidak termasuk CPO, tetapi hanya migor dan refined, bleached, deodorized (RBD) palm olein, yaitu bahan baku migor (26/4/2022). Namun kemarin (27/4/2022) Menko Perekonomian kembali merubah kebijakan: ekspor CPO dan semua produk turunannya dilarang, berlaku sejak hari ini, 28 April 2022 hingga waktu yang ditentukan. Presiden Jokowi menerbitkan larangan ekspor di atas segera setelah Jaksa Agung ST Burhanuddin mengumumkan ditangkapnya empat tersangka mafia migor di Jakatrta (19/4/2022). Keempat tersangka adalah Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana, dan Stanley MA selaku Senior Manager Corporate Affairs PT Permata Hijau Group. Konon mereka saat ini ditahan di Gedung Bundar Kejagung dengan pengawalan ketat oleh aparat BIN.  “Berhasilnya” penangkapan para pengkhianat rakyat ini patut diapresiasi, meskipun datang dari Kejagung. Sebab, semula pada Raker dengan Komisi VI DPR, Mendag M. Lutfi pernah sesumbar sudah mengantongi terduga mafia migor (17/3/2022). Lutfi mengaku telah berkordinasi dengan Kapolri Listyo Sigit Prabowo guna mengungkap terduga mafia dalam dua hari berikut (19/3/2022). Ternyata Polri tidak kunjung mengungkap siapa mafia dimaksud. \"Belum ada rencana rilis mafia minyak goreng,\" kata Kabag Penum Divisi Humas Polri (21/3/2022). Ternyata salah satu tersangka “terduga mafia” yang ditangkap Kejagung adalah Dirjen Daglu Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana, pejabat yang menjadi pembisik Mendag Lutfi saat Raker dengan Komisi VI DPR (17/3/2022). Kata Lutfi saat Raker: \"Jadi, Pak Ketua, saya baru dikasih tau Pak Dirjen, hari Senin (maksudnya 21/3/2022) sudah ada calon tersangkanya\".  Tampaknya sang Dirjen sedang bermain sandiwara guna menutupi kejahatan yang dilakukan. Selain itu, sesumbar Lutfi pun hanya pepesan kosong, mungkin pula hanya sandiwara. Akhirnya, terduga mafia batal diumumkan Polri, sampai sekarang. Dari informasi di atas bisa ditarik beberapa kesimpulan spekulatif. Pertama, tampaknya tidak terjadi sinergi lembaga penegak hukum untuk menangani kejahatan. Sebagai pemimpin tertinggi, Jokowi pun “tak berdaya” mengendalikan lembaga-lembaga tersebut secara penuh. Berikutnya, Kemendag tidak memiliki “informasi komprehensif” guna menuntaskan masalah. Namun di sisi lain, bisa pula mereka sedang bermain sandiwara guna menutupi kebijakan bermasalah, sesuai pesanan oligarki. Lalu, selain kementrian-kementrian terkait, Polri pun bisa pula ikut “terpengaruh” oligarki, sehingga “gagal” mengungkap mafia yang dimaksud Lutfi.   Selain itu, kita pun bisa berspekulasi bahwa oknum-oknum yang terlibat dalam penerbitan kebijakan didukung oleh gank atau konglomerat sawit yang berbeda, sehingga peraturan yang diterbitkan pemerintah menjadi tidak solid. Spekulasi lain, terduga rombongan mafia yang dimaksud Lutfi tampaknya berbeda dengan gank mafia yang dicokok Kejagung. Tampaknya, inilah penyebab mengapa terbit sembilan (9!) kebijakan pemerintah hanya dalam 3 bulanan sejak Januari 2022: peraturan-peraturan spekulatif, coba-coba, tidak solid dan sarat kepentingan oligarki. Namun, apapun spekulasi yang berkembang, tampaknya motif di balik terbitnya kebijakan yang terus berubah tersebut pada dasarnya adalah kepentingan oligarki untuk melanggengkan kekuasaan. Untuk itu, tampaknya salah satu target utama: *memperpanjang jabatan Presiden Jokowi menjadi tiga periode.* Caranya dengan menunda pemilu. Untuk itu, diduga di bawah pimpinan LBP sebagai aktor utama “Jokowi 3 Periode”, diperlukan perencanaan dan rekayasa sistemik berupa kampanye massif, rekayasa pencitraan, penggalangan dukungan, termasuk meminta paksa dukungan politisi-politisi nirmoral yang tersandera kasus KKN. Semua rencana sistemik ini butuh dana besar, dan rencana ini tampaknya masih akan terus hidup. Diyakini, salah satu sumber pendanaan besar untuk menyukseskan target Jokowi 3 Periode adalah rekayasa kebijakan dan peraturan seputar industri sawit atau CPO. Dengan naiknya harga CPO dunia, maka rente yang diperoleh dan terkumpul, melalui “permainan” kebijakan yang diduga sarat moral hazard, guna mendukung agenda oligarki, *akan semakin besar*. Dalam tulisan IRESS kedua (22/3/2022) diperkirakan keuntungan pengusaha sawit (2016 -2021) diperkirakan Rp 264 triliun, belum termasuk rekayasa subsidi program biodiesel B30, yang dinikmati segelintir pengusaha oligarkis secara konspiratif, minimal mencapai Rp 90 triliun. Proyek perburuan rente sawit tampaknya akan berjalan lancar karena mayoritas anggota kabinet, yang berada di bawah kendali LBP, sudah satu suara, didukung pula terutama oleh Menko Airlangga Hartarto yang merupakan koordinator penghubung, poros oligarki penguasa dan pengusaha sawit. *Puluhan triliun Rp rente sawit akan tersedia sangat besar untuk proyek “Jokowi 3 Periode”*, sambil terus menampilkan Jokowi seolah tak butuh tapi sebenarnya ambisius. Hipokrisi yang sudah menjadi predikat The King of Lips Service.  Untunglah konspirasi sarat moral hazard tersebut mendapat perlawanan dari PDIP, terutama yang muncul dipermukaan adalah Jaksa Agung dan Anggota DPR Masinton Pasaribu. Masinton mengaku mempunyai data lengkap tentang mafia yang ditangkap oleh Kejagung. Namun Masinton pun yakin jika Kejagung sudah mempunyai infromasi yang juga lengkap (26/4/2022). Semoga dengan data tersebut skandal bisa tuntas hingga akarnya. Dalam hal ini kita patut mengapresiasi dan mendukung upaya Kejagung membongkar dan memproses para terduga mafia migor tersebut. Karena itu, rakyat berharap dan menuntut agar penyidikan menuju proses pengadilan oleh Kejagung *tidak hanya berhenti pada empat tersangka* yang telah diumumkan. Ratusan juta rakyat pasti sangat happy, serta *kerugian dan kesengsaraannya terbalaskan* jika para tersangka, termasuk para aktor-aktor dan master mind yang terlibat dalam skandal migor ini, dihukum setimpal. Menurut UU Tipikor No.20/2001, KKN atau korupsi di tengah penderitaan rakyat sangat layak divonis dengan hukuman mati. Rakyat juga menuntut agar konglomerat pebisnis sawit, termasuk dan terutama yang memiliki usaha dari hulu hingga hilir, antara lain Wilmar, Sinar Mas dan Permata Hijau, merupakan target utama yang harus diusut dan diadili oleh Kejagung dan lembaga penegak hukum lain. Mereka adalah konglomerat yang bisa saja lolos jerat hukum karena berada dalam lingkar kekuasaan oligarkis, seperti terjadi dalam skandal proyek Reklamasi Teluk Jakarta dan Meikarta yang Melibatkan Ahok, Aguan dan James Riyadi. Dalam hal ini objektivitas, independensi dan keberanian Kejagung sangat diharapkan rakyat. Terakhir, karena telah menelan korban dan merugikan ratusan juta konsumen migor di seantero negeri, rakyat pun menuntut agar skandal migor, *perburuan rente untuk Jokowi 3 Periode* harus dituntaskan sesuai peraturan yang berlaku. Sesuai Pancasila dan UUD 1945, hukum adalah panglima, sehingga proses hukum harusnya tidak pernah kalah dan berada di bawah kepentingan politik. Karena itu rakyat menuntut agar master mind dan biang kerok, berikut para konglomerat sawit harus segera ditangkap dan diadili. Selain itu, kepada para aktor dan master mind Jokowi 3 Periode: hentikan rekayasa dan rencana busuk yang melawan kontitusi dan demokrasi itu![]

Sishankamrata Saatnya Dihidupkan untuk Menghadapi Ancaman Imperalis China

Di tengah ancaman dunia dan akan bubarnya Indonesia tahun 2030 menurut pakar-pakar di luar negeri, maka sungguh sangat urgent bangsa ini bersatu dengan Sishankamrata mempertahankan Negara Bangsa Indonesia. Oleh: Ir Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Rumah Pancasila TERLEPAS dari kekurangannya, Orde Baru itu mempunyai sistem keamanan terhadap bangsa ini sangat baik dan handal, mengingat negara dengan 17 ribu pulau ini tanpa melibatkan peran serta masyarakat rasanya omong kosong saja bisa menjamin keamanan negara ini. Entah apa yang ada di pikiran elit dan penguasa sehingga melakukan pecah bela terhadap bangsanya, Islamphobia menjadi jargon yang selalu digoreng oleh buzer yang membuat semakin tidak kondusif berbangsa dan bernegara. Saat inilah di tengah-tengah ancaman global dan penggarongan kekayaan Ibu Pertiwi dengan mendatangkan TKA China harus disikapi dengan Kewaspadaan Nasional, dengan menghidupkan Sishankamrata, dalam rangka bela negara. Pengalaman berbangsa dan bernegara para pendiri bangsa ini sangat handal menciptakan Sishankamrata untuk negara ini secara geo strategis menjaga keamanan negara bangsa dengan nilai-nilai jati diri bangsa Pancasila dan UUD 1945. Pihak asing sangat tidak menghendaki Indonesia aman dan sejahtera, maka lewat antek-anteknya, NGO dan agen-agen yang duduk di DPR, maka MPR mengamandemen UUD 1945. Amandemen ternyata bukan hanya menambah dan mengurangi pasal-pasal di dalam UUD 1945, tetapi telah menghapuskan nilai-nilai jati diri bangsa, menghabisi sistem pertahanan dan kedaulatan rakyat semesta. Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta atau yang disingkat Sishankamrata adalah suatu sistem pertahanan keamanan dengan komponen yang terdiri dari seluruh potensi, kemampuan, dan kekuatan nasional yang bekerja secara total, integral serta berlanjut untuk mewujudkan kemampuan dalam upaya pertahanan keamanan negara. Bahkan sistem ini sangat tepat untuk menjaga negara dengan 17 ribu pulau. Jika saja kita sadar tentang perlunya menjaga negara ini maka kasus seperti penyelundupan narkoba, persoalan TKA China, bahkan akan dideteksi dini soal teroris bisa diawasi oleh masyarakat. Bukan membuat isu-isu adu-domba antar rakyat dengan membayar buzer. Sishankamrata merupakan amanat konstitusi yang didasari oleh UUD Tahun 1945 yaitu “Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Dalam Pasal 30 ayat (1) UUD 1945 “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara”. Butuh kesadaran dan solusi nyata tidak cukup hanya ramai-ramai membuat pernyataan yang kemudian hilang tanpa bekas. Sementara keadaan masyarakat tidak pernah tenang karena kita tidak mempunyai solusi kecuali hanya sekedar ikut menyalakan lilin dan itu pun hanya simbolik yang kemudian tidak berbekas. Di tengah ancaman dunia dan akan bubarnya Indonesia tahun 2030 menurut pakar-pakar di luar negeri, maka sungguh sangat urgent bangsa ini bersatu dengan Sishankamrata mempertahankan Negara Bangsa Indonesia. Segera membangun kesadaran untuk kembali ke Pancasila dan UUD 1945 asli. Sishankamrata adalah bentuk dan wadah untuk Nasionalisme ,persatuan dan membangun karakter kebangsaan. (*)

Mencermati Hilangnya PPKn Dalam Pendidikan Nasional

Amandemen UUD 1945 diamandemen bukan saja menghabisi Ideologi Pancasila yang terdapat di dalam UUD 1945 yang berakibat hilangnya pedoman-pedoman pokok yang ada di Pembukaan UUD 1945. Oleh: Ir Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Rumah Pancasila PPKN merupakan salah satu mata pelajaran pada jenjang pendidikan sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Arti PPKn ialah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. PPKn menjadi salah satu pelajaran penting dan utama yang harus dipelajari oleh seluruh siswa di Indonesia. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) memutuskan mengganti mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) menjadi Pendidikan Pancasila. Penggantian tersebut tertuang dalam Keputusan Mendikbud Ristek Nomor 56 Tahun 2022 tentang Pedoman Penerapan Kurikulum dalam rangka Pemulihan Pembelajaran. Secara resmi, mata pelajaran Pancasila akan diluncurkan menggantikan PPKn mulai Juli 2022. “Berdasarkan Kepmendikbud Ristek Nomor 56 Tahun 2022 tentang Pedoman Penerapan Kurikulum dalam rangka Pemulihan Pembelajaran (Kurikulum Merdeka), mata pelajaran Pendidikan Pancasila sudah tertuang dalam keputusan tersebut,” ujar Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat (BKHM) Kemendikbud Ristek Anang Ristanto, dikutip dari Antara  (9/4/2022). Dilansir dari Kepmendikbud Ristek, mata pelajaran Pendidikan Pancasila nantinya diajarkan oleh pendidik dengan sertifikat. Yang perlu dicermati adalah mengapa Pancasila, Pendidikan Kewarganegaraan hanya tinggal Pancasilanya? Sementara Pendidikan Kewarganegaraan dihilangkan? Banyak yang tak sadar bahwa Amandemen UUD 1945 itu yang diamandemen adalah Ideologi Negara Berdasarkan Pancasila. Oleh sebab itu negara sudah tidak berideologi Pancasila. Jika masih ada pelajaran PPKn tentu akan sulit bagi guru menjelaskan pada muridnya sementara negara sudah tidak berdasarkan Pancasila. Bagaimana Negara Berdasarkan Pancasila itu? Negara berdasarkan Pancasila itu sistemnya Kolektivisme, kekeluargaan, kebersamaan, gotong royong, permusyawaratan perwakilan dengan sistem MPR. Negara semua untuk semua maka anggota MPR adalah utusaan-utusan golongan, utusan daerah, dan anggota DPR, di MPR itulah Bhineka Tunggal Ika dipraktekan. Oleh sebab itu, anggota MPR karena utusan, bukan keterpilihan tetapi keterwakilan. Tidak ada besar dan kecil tetapi semua terwakili di MPR sebagai pengejawantahan kedaulatan rakyat seluruh Indonesia. Tugas MPR itu merumuskan politik rakyat yang disebut GBHN. GBHN inilah politik negara, maka untuk menjalankan GBHN dipilihlah Presiden untuk menjalankan GBHN. Oleh sebab itu maka presiden adalah mandataris MPR. Presiden tidak boleh menjalankan politiknya sendiri, apalagi Presiden petugas Partai jelas bertentangan dengan Pancasila. Sejak UUD 1945 diamandemen Negara Indonesia sudah tidak berideologi Pancasila, MPR digradasi menjadi lembaga negara setara presiden dan DPR. GBHN dihilangkan, sistemnya Presidensial yang basisnya individualisme. Oleh sebab itu kekuasaan bukan di musyawarahkan tetapi diperebutkan dengan banyak-banyakan suara, kalah-menang, kuat-kuatan pertarungan. Jadi, dengan diamandemennya UUD 1945, maka hilanglah politik negara itu. Tidak jelas antara negara dan pemerintahan. Jadi jangan heran kalau negara punya visi dan Misi yang tertuang di pembukaan UUD1945. Tetapi Presiden dan Wakil Presiden juga punya visi dan misi sendiri, padahal Presiden dan wakil Presiden itu yang menjalankan negara. Bagaimana kita menjelaskan pada anak didik kita bahwa negara Indonesia sudah tidak berdasarkan Pancasila lagi.   Sejak UUD 1945 diamandemen, yang diamandemen itu Ideologi Negara berdasarkan Pancasila. Maka bisa kita lihat negara Indonesia ini sekarang dijalankan dengan Demokrasi Liberal. Tidak ada lagi Demokrasi dengan dasar \"Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/perwakilan”. Demokrasi yang dijalankan banyak-banyakan suara, kalah menang, pertarungan, kuat-kuatan. Sistemnya Presidensial, basisnya Individualisme. Oleh sebab itu daripada Mendikbud bingung dan ruwet ya dihilangkan saja Pendidikan Kewarganegaraannya sebab sudah tidak sesuai dengan Pancasila. Jadi anak bangsa ini agar tidak mengerti lagi tentang negara berdasarkan Pancasila. Menterinya ngomongnya enak saja Pancasila, bukan hanya teori saja harus dipraktekan. Beginilah kalau menteri tidak baca sejarah Pancasila itu apa? Yang harus mempraktekan Pancasila itu ya negara, sebab Pancasila itu dasar Negara. Cuplikan pidato Bung Karno 1 Juni 1945. Paduka tuan Ketua yang mulia! Sesudah tiga hari berturut-turut anggota-anggota Dokuritu Zyunbi Tyoosakai mengeluarkan pendapat-pendapatnya, maka sekarang saya mendapat kehormatan dari Paduka tuan Ketua yang mulia untuk mengemukakan pula pendapat saya. Saya akan menetapi permintaan Paduka tuan Ketua yang mulia. Apakah permintaan Paduka tuan ketua yang mulia? Paduka tuan Ketua yang mulia minta kepada sidang Dokuritu Zyunbi Tyoosakai untuk mengemukakan dasar Indonesia Merdeka. Dasar inilah nanti akan saya kemukakan di dalam pidato saya ini. Ma’af, beribu ma’af! Banyak anggota telah berpidato, dan dalam pidato mereka itu diutarakan hal-hal yang sebenarnya bukan permintaan Paduka tuan Ketua yang mulia, yaitu bukan dasarnya Indonesia Merdeka. Menurut anggapan saya, yang diminta oleh Paduka tuan ketua yang mulia ialah, dalam bahasa Belanda: “Philosofische grondslag” dari pada Indonesia merdeka. Philosofische grondslag itulah pundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi. Jadi, jelas Pancasila itu pondamen filsafat fikiran jiwa hasrat yang sedalam- dalamnya untuk di atasnya didirikan Negara Indonesia. Jadi, PPKn itu bicara tentang Pancasila yang berhubungan dengan Tata Negara dan Bangsa Indonesia. Kalau Pancasila tidak dikaitkan dengan negara ya seperti sekarang ini Paradonya apa yang diajarkan realitasnya negara sudah tidak berdasarkan Pancasila. Sangat sistemik menghilangkan Ideologi Pancasila dari negara, dan ketatanegaraan yang sudah menyimpang dari Pancasila bagaimana mungkin Pancasila disetubuhkan dengan Individualisme, Liberalisme, Kapitalisme. Padahal Pancasila itu adalah anti tesis dari Individualisme, Liberalisme, Kapitalisme. Tidak mungkin tujuan negara masyarakat yang adil dan makmur diletakkan pada sistem individualisme, liberalisme, dan kapitalisme yang serba serakah. Akibatnya bangsa ini dihipnotis dengan berbagai cara sehingga tidak sadar, bahwa negara ini sudah tidak lagi negara yang diproklamasikan 17 Agustus 1945, negara yang didasarkan Pancasila telah dibuat oleh pendiri negeri ini sesuai dengan alinea ke-4 pembukaan UUD 1945 coba resapi: ….” Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa; Kemanusiaan yang adil dan beradab; Persatuan Indonesia; Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan; Serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia…..” Bapak pendiri negeri ini bukan hanya memberikan Pancasila sebagai dasar negara, tetapi negara berdasarkan Pancasila sesuai dengan alinea ke-4 pembukaan UUD 1945 juga telah dibentuk yang terurai di dalam batang tubuh UUD 1945. Pancasila sebagai dasar negara telah diberikan tafsirnya oleh pendiri negeri ini, yaitu batang tubuh UUD 1945. Dengan kata lain ideologi negara berdasarkan Pancasila itulah yang diurai di batang tubuh. Negara berdasarkan Pancasila oleh pendiri negeri ini, bukan Presidensial seperti saat ini dan juga bukan parlementer. Para pendiri negeri ini menciptakan sistem sendiri yang disebut sistem MPR. Amandemen UUD 1945 diamandemen bukan saja menghabisi Ideologi Pancasila yang terdapat di dalam UUD 1945 yang berakibat hilangnya pedoman-pedoman pokok yang ada di Pembukaan UUD 1945. Sebagaimana diketahui, mengenai negara dan hukum terdapat soal-soal pokok yang telah berabad-abad selalu menjadi pikiran dan selama-lamanya tetap aktual, sepertinya soal hakekat, sifat, tujuan, dan lapangan tugas bekerjanya negara dalam teori dan dalam praktik. Untuk memperdalam kajian ideologi Pancasila tentu kita harus mengerti apa itu hakekat, sifat, tujuan, dan tugas negara di dalam ketatanegaraan dengan mengerti hal tersebut, maka setiap warga bangsa akan mengerti tentang negaranya. (*)

Mundur Kena Maju Kena

Oleh: Yusuf Blegur - Mantan Presidium GMNI Mundur kena, majupun Apalagi Lebih Kena. Semuanya kena, semakin lama semakin terasa. Atas kena, bawahpun apalagi lebih kena. Jempol kakiku ... aduh, terinjak t\'rompah bakiak sandal Jawa. E ... Apes jadinya, gagal semuanya. Lagu layar tancap yang dinyanyikan grup kenamaan Koes Plus di era tahun 60-an. Sepenggal liriknya seolah terngiang kembali mewakili suasana pemerintahan di jaman now seperti ungkapan generasi milenial. Khususnya menggambarkan kondisi kepala negara sekaligus  pemerintahan yang sekarang beredar. Juga semua pengikutnya termasuk buzzer, penggila harta dan jabatan,  dan budak kekuasan lainnya yang berada di lingkar kekuasaan.  Presiden, yang masih terjebak dengan polemik dan kontoversi ingin menunda pemilu 2024 atau dengan kata lain ingin memperpanjang jabatannya. Harus merasakan pil pahit karena niatnya itu,  presiden terasa mual dan pusing tujuh keliling. Alih-alih ingin lebih lama berkuasa, presiden dan komplotannya itu justru dituntut rakyat untuk mundur dari jabatannya. Dalam rasa frustasinya, rezim hanya bisa berharap-harap cemas mendapat bonus kompromi dengan penggantinya, yang kelak bisa mengamankannya. Mundur kena, majupun apalagi lebih kena. Senandung dari Koes Plus, sebuah kelompok musik yang di era Orde Lama pernah dipenjara oleh Soekarno karena musiknya dianggap \"ngak ngik ngok\". Menunjukkan pesan yang sama kepada rezim sekarang. Betapa tetap sama berbahayanya, lama berkuasa atau berhenti di tengah jalan. Rezim kini tak lagi nyaman menikmati kekuasaan, karena harus menghadapi rakyat yang tak sudi lagi untuk sekedar percaya, bahkan menyimpan kemarahan.  Sang presiden bersama para krunya, dalam posisi yang teramat sangat sulit. Mereka terlanjur dianggap gagal membawa kemakmuran dan keadilan bagi kehidupan rakyatnya. Mirisnya lagi, bukannya menghadirkan negara kesejahteraan dan malah menghadirkan kemiskinan dan penderitaan di banyak pelosok negeri. Rezim yang dianggap berkarakter boneka, dililit begitu banyak persoalan dan krisis seukuran negara yang harus diselesaikan, ketika masih menjabat maupun pada saat sudah tidak berkuasa lagi. Jadi memang seperti pertarungan hidup mati atau setidaknya demi keselamatan pribadi,  keluarga dan gerombolannya. Sejatinya rezim dalam tekanan dan ancaman dari pertanggunganjawabnya sendiri selama mengelola tata pemerintahan. Mungkin karena merasa sering melakukan dosa politik, penyalahgunaan  wewenang dan banyak kekejaman yang dilakukan kepada rakyatnya sendiri.  Alhasil, legacy rezim yang dipenuhi catatan hitam dan noda darah. Utang yang berpotensi gagal bayar, mangkrak nya proyek IKN, berlimpahnya praktek-praktek KKN dan segala bentuk represi yang menyebabkan kemiskinan dan penderitaan rakyat. Membuat presiden dalam pilihan sulit, sama-sama beresiko tinggi, menghadapi sangsi dari oligarki yang mudahnya memberi ijon, atau kalut menanti pengadilan rakyat. Seperti berusaha keras menghindari bahaya dari mulut Buaya atau mulut Harimau. Apa mau dikata, seperti itulah sang presiden beserta rezim kekuasaannya, terpaksa harus merasakan mundur kena maju kena.

Pembuktian Anies Baswedan (Bagian Pertama)

Semakin Anies dibully, sejauh itu Anies mengukir prestasi. Semakin Anies dihujat, seiring itu Anies menjadi kuat. Semakin Anies disingkirkan, seketika itu Anies  diunggulkan dan meraih luasnya dukungan. Pun demikian, itu tidak serta merta memuluskan Anies menjadi presiden dalam pilpres 2024. Sesungguhnya, Anies masih menempuh jalan terjal dan batu sandungan melewati proses itu. Oleh: Yusuf Blegur - Mantan Presidium GMNI KENAPA sampai saat ini Anies belum beririsan dan merapat ke Oligarki?. Sebab, saat namanya terus melambung menghiasi bursa capres jelang pilpres 2024. Muncul premis  sulitnya menduduki kursi presiden saat sistem pemilu yang masih sangat kapitalistik dan transaksional. Lalu apa yang akan dilakukan Anies untuk menyiapkan diri menghadapi pesta demokrasi yang begitu berbiaya tinggi. Akankah Anies larut mengikuti persfektif itu untuk sekedar mendapat sokongan politik berupa  finansial dari pemilik modal besar. Mungkin juga Anies telah mengambil sikap tegas berjarak dengan oligarki yang kadung menjadi musuh rakyat.  Kemudian bagaimana dengan dukungan partai politik terhadap Anies. Adakah kepastian dari partai politik yang akan mengusung Anies sebagai capresnya. Kelangsungan pencalonan dan persaingan merebut kursi orang nomor satu di Indonesia, mutlak ditentukan oleh peran dan kewenangan partai politik. Sejauh mana pendekatan dan lobi-lobi politik telah dilakukan Anies dalam menghadapi salah satu mekanisme formal dan faktor utama pencalonan presiden itu. Mungkin ya mungkin juga tidak, telah ada hikmah permusyawaratan antara Anies dengan partai politik tertentu.   Kadang terbesit juga pikiran-pikiran yang merisaukan. Bahwasanya yang mengganjal Anies menjadi presiden, faktor krusialnya bukan dari dukungan rakyat. Melainkan pada proses penyelenggaran pemilu dan kinerja KPU. Sebuah kekhawatiran yang wajar mengingat KPU tak pernah lepas dari kontroversi dan polemik kecendeungan potensi penyimpangan  perhitungan suara. KPU seperti terlanjur dianggap sering menjadi mesin politik kepentingan tertentu untuk menggapai jalan pintas kekuasaan. Fenomena KPU yang seakan bagai hukum tak tertulis,  dan menyiratkan pentingnya pengawasan ketat publik. Hal lain yang mengemuka,  terkait tinjauan personal menyoal kehidupan pribadi dan keluarga. Ini juga memiliki korelasi yang tinggi dengan wacana pencapresannya yang semakin deras bergulir.  Sebut saja tentang  kepemimpinannya selaku Gubernur DKI Jakarta. Apa yang sudah menjadi prestasinya dan kekurangannya, termasuk bahkan kegagalannya jika ada. Soal lain yang tak kalah penting dan menarik, ketika Anies distigmakan  dengan politik identitas yang kental diikuti tudingan figurnya yang dicap intoleran, radikal dan fundamental. Pelbagai serangan dan gempuran yang mencoba menutupi Anies yang sejatinya nasionalis dan berwawasan kebangsaan. Ada upaya dari kelompok tertentu yang berusaha melekatkan figur Anies sebagai pemimpin yang membahayakan kebhinnekaan dan kemajemukan. Lebih dari itu dan tak tanggung-tanggung, sorotan juga mulai mengarah ke wilayah yang privacy. Masuk ke dalam ranah syar\'i dan sensitif, mengusik sisi-sisi kehidupan spiritual dan keagamaan keluarga Anies. Tentang anak perempuan Anies yang tidak berhijab, akhirnya muncul juga ke permukaan. Sepertinya bagi kepentingan yang tidak bersesuaian dengan karir politik Anies lebih jauh, ini celah yang bisa digoreng-goreng tanpa minyaknya yang  kebetulan susah didapat karena langka dan mahal.  Semua anasir-anasir politik dan juga  menjadi keingintahuan sebagian besar masyarakat. Sejatinya bukan sesuatu yang tabu, harus ditutup-tutupi dan mendorong rasa enggan untuk menjadi pemahaman publik. Boleh jadi, tak ingin \"membeli kucing dalam karung\" dan terus dimanfaatkan suaranya dalam pemilu. Rakyat sudah bosan dengan kebohongan para pemimpin pencitraan dan pengumbar janji tak bertepi.  Apa yang menjadi  sejumlah pertanyaan-pertanyaan  tersebut, terlepas ada tendesi tertentu, telah menjadi komoditas politik dan bahkan cenderung menjadi kampanye negatif yang bisa berimplikasi pada pembunuhan Karakter Anies. Tentulah harus disikapi wajar dan biasa saja. Justru  hal-hal yang demikian, menjadi momentum yang kondusif untuk seluruh rakyat Indonesia dapat mengenal dan memahami sekaligus lebih dekat dengan Anies. Menjadi layak ketika rakyat menginginkan pemimpinnya menjadi figur yang cenderung sempurna, setidaknya kediriannya berlimpah kebaikannya ketimbang kesalahannya. Begitupun bagi Anies. Ada  peluang membangun opini dan rasionalisasi yang lebih utuh juga bertanggungjawab terhadap figur Anies dari semua aspek dan dinamika kepemimpinannya. Bukan sekedar persoalan elektabilitas semata, Anies berkesempatan mengupas tuntas tentang keraguan sekaligus ekspektasi  rakyat selama ini.  Dari sikap skeptis dan apriori yang silih berganti dan  seiring-sejalan dengan harapan dan dukungan rakyat terhadap Anies. Seakan menegaskan masih terbelahnya sikap publik terhadap  proyeksi Anies sebagai presiden Indonesia pasca Jokowi.   Apakah Anies mampu memenuhi rasa keingintahuan dan penasaran sebagian besar rakyat?.  Apakah pertanyaan-pertanyaan itu menjadi sesuatu yang  menjadi proses \"down greeding\" atau \"up greeding\" bagi figur Anies?. Dalam politik selevel pilpres yang melingkupi kepentingan nasional dan internasional, politik jegal menjegal memang menjadi skenario yang tak terpisahkan. Lalu apa jawabannya. Bagaimana Anies akan merasionalkannya?. Akankah ini menjadi episode yang menghentikannya atau malah membesarkannya menuju pilpres 2024?. Menjadi penghalang atau menjadi ajang pembuktian bagi Anies Baswedan?. (*)

Krisis Berkarat yang Membuat Sekarat

Oleh M. Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan Mahfud MD menilai masalah kenegaraan kini cukup berat, mengerikan narasinya, maka perlu orang kuat yang mampu melakukan terobosan. Tidak jelas maksud membandingkan dengan negara Amerika Latin yang sudah pasti mengambil langkah kudeta atas situasi seperti ini. Namun substansinya adalah bahwa situasi pengelolaan negara sudah parah sekali.  Kegagalan menciptakan harmoni dan integrasi nasional bisa jadi akibat pola devide et impera antar golongan dan agama. Sementara korupsi seperti dibudayakan. Penindakan pun dilakukan dengan sarat muatan politik untuk memperkuat posisi tawar antar elemen oligarki. Konsekuensinya adalah \"tebang pilih\" dan \"rekayasa hukum\" dari proses awal hingga ruang pengadilan.  Gambaran yang dikemukakan oleh Menkopolhukam tersebut cukup pas untuk mengkonfirmasi bahwa Indonesia sedang mengalami krisis berat. Masalahnya apakah hal ini merupakan krisis sesaat atau memang kulminasi dari proses yang berjalan lama dan bertahap hingga menjadi berkarat ?  Tentu berkarat. Sejak Pemerintahan Jokowi menunaikan amanat. Kita coba tutup mata periode 2014-2019. Proses pembusukan atau perkaratan itu cukup dibaca 3 tahun masa pemerintahan terakhir dengan prestasi yang menyedihkan.  Pertama, diawali dengan politik licik kompetisi untuk mempertahankan kursi. Presidential Treshold 20  % dan tidak non aktif sebagai Presiden adalah modal utama. Lanjut dengan dugaan kecurangan kotak suara kardus, otak atik angka dan pengukuhan hukum MK yang dipimpin oleh adik ipar Presiden saat ini.  Kedua, tangan berdarah dan pelanggaran HAM. Pembunuhan sekurangnya 9 peserta aksi di depan Bawaslu, penembakan mahasiswa demo UU KPK, pembantaian 6 anggota laskar FPI, serta pembunuhan dokter Sunardi difabel yang tidak berdaya. Kesalahan hukum dicari-cari dan dipaksakan dalam kasus Kivlan Zen, HRS, Munarman, Syahganda, Jumhur, Anton Permana, Eddy Mulyadi, Farid Okbah, dan lainnya.  Ketiga, ekonomi morat marit dan hutang luar negeri yang melangit. 7000 Trilyun lebih. Sri Mulyani terus mengeluh. Harga, tarif dan pajak rakyat dihajar naik, subsidi ke pengusaha besar, jual-jual aset, proyek KA mangkrak, mafia tanah dan minyak goreng, BPJS hutang besar ke rumah sakit, serta IKN Ibu Kota Ngimpi.  Keempat, pandemi yang dipolitisasi dan ajang bisnis. Banyak larangan dan aturan yang mengganggu kebebasan rakyat. Sayangnya diskriminatif. Hak politik rakyat dibatasi sementara hak politik penguasa dominan dan menentukan. Vaksin dan PCR menguntungkan pejabat dan pengusaha. UU pandemi menjadi sarana korupsi.  Kelima memarginalkan umat Islam. Kekuasaan berbau Islamophobia. Penistaan agama marak dan vulgar. Buzzer merajalela, isu radikalisme, intoleransi, bahkan terorisme digalakkan dan itu menyasar umat Islam. Gaya politik seperti ini khas entitas komunis ketika berpengaruh. Memusuhi agama.  Berkaratnya dosa politik rezim yang menurut Mahfud MD mengerikan ini bersumber pada korupsi kekuasaan dan keuangan. Akibatnya mahasiswa marah, buruh marah, purnawirawan marah, umat Islam juga marah kepada rezim yang mengelola negara dengan seenaknya. Ditambah lagi dengan keinginan Presiden untuk memperpanjang jabatan, meski dengan bahasa yang hipokrit. Menyangkal tapi bergerak.  Dua tahun sebelum 2024 sangat terasa karat-karat itu. Emas dengan karat 24 itu bagus, tetapi politik menuju tahun 2024 penuh karat tentu berbahaya. Kata Mahfud butuh orang kuat untuk mengatasinya.  Butuh pula semangat kuat dan gerakan kuat untuk mengubah keadaan yang sudah sekarat ini. Sudah sekarat.  Bandung, 26 April 2024

Teroris Minyak Goreng

Apalagi kini di media sosial mulai banyak beredar foto salah satu tersangka dengan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan dan KSP Moeldoko. Melihat fakta ini, wajar jika Mendag Lutfhi mengaku tak mampu menghadapinya. Oleh: Mochamad Toha, Wartawan FNN MINYAK Goreng terbukti telah menjadi “senjata ekonomi” yang sangat ampuh dalam membuat kegaduhan di dalam negeri. Pemerintah sudah dibuat manut pada kemauan pengusaha sawit dan minyak goreng. Menteri Perdagangan Muhammad Lutfhi sendiri mengaku, tidak bisa berbuat banyak dalam menghadapi mafia minyak goreng. Adanya permainan mafia ini juga diakui Presiden Joko Widodo. Menyusul penetapan empat tersangka yang ditetapkan Kejaksaan Agung yang diduga terlibat korupsi ekspor minyak sawit mentah itu juga direspon Presiden Jokowi. Jokowi meminta agar kejaksaan bisa mengusut secara tuntas. “Terkait dengan penyidikan oleh Kejaksaan Agung atas kasus minyak goreng, saya meminta agar aparat hukum bisa mengusut permainan para mafia minyak goreng ini sampai tuntas,” tulis Presiden Jokowi dalam cuitan pada akun media sosial Twitter pribadinya (@Jokowi), Rabu (20/4). Kepala negara juga menyesalkan masih ditemukan harga minyak goreng yang jauh lebih tinggi dari harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan Pemerintah. Dia menduga, memang ada permainan mafia minyak goreng. Terakhir, Jokowi menyampaikan bahwa pemerintah memutuskan kebijakan pelarangan ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng untuk memastikan ketersediaan minyak goreng di dalam negeri. “Hari ini saya telah memimpin rapat tentang pemenuhan kebutuhan pokok rakyat. Utamanya, yang berkaitan dengan ketersediaan minyak goreng di dalam negeri,” kata Jokowi dalam keterangan pers secara virtual, Jumat, 22 April 2022. “Dalam rapat tersebut, telah saya putuskan pemerintah melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng, mulai Kamis, 28 April 2022 sampai batas waktu yang akan ditentukan kemudian,” lanjutnya. Presiden Jokowi memastikan bahwa pemerintah akan terus mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan ini untuk menjamin ketersediaan minyak goreng dengan harga terjangkau di Tanah Air. “Saya akan terus memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan ini agar ketersediaan minyak goreng di dalam negeri melimpah dengan harga terjangkau,” katanya. Namun, keputusan Presiden Jokowi terkait larangan ekspor Crude Palm Oil (CPO) itu dikritik Ekonom Senior DR Rizal Ramli. Menurutnya, langkah yang ditempuh Jokowi merupakan kebijakan asal populer. “Inilah contoh kebijakan asal populer tapi ngasal (emoticon) Kebijakan yg dirumuskan tanpa data2 kwantitatif tanpa simulasi dampak. Sekali cetek tatap cetek (emoticon),” katanya via Twitter, @RamliRizal, Sabtu, 23 April 2022. Peneliti Center of Industry, Trade, and Investment Indef Ahmad Heri Firdaus menduga akan ada kompensasi (penalti) yang harus dibayarkan perusahaan kepada negara tujuan ekspornya. Sebab, Indonesia mengekspor kelapa sawit ke banyak negara, seperti China, India, Pakistan, Amerika Serikat, Malaysia. Mengutip Tempo.co, dia mengatakan secara umum, kontrak ekspor kelapa sawit bersifat jangka panjang. Selain itu, jika pemerintah memberlakukan larangan ekspor CPO tidak akan serta-merta membuat harga minyak goreng turun. Menurut Heri, bahan baku minyak goreng di dalam negeri kemungkinan akan melimpah, tetapi tidak semua minyak mentah dapat diolah menjadi minyak goreng. Yang menarik, meski pelarangan itu diumumkan pada Jumat, 22 April 2022, toh mulai diberlakukan pada Kamis, 28 April 2022, sehingga ada jedah waktu selama 6 hari bagi pengusaha untuk menggenjot ekspornya. Mengapa Jokowi tidak langsung melarang ekspor ketika mengumumkan itu? Apakah memang sengaja untuk memberi kesempatan mengekspor sebanyak mungkin mumpung larangan itu belum diberlakukan? Apalagi, pihak Kejaksaan Agung sendiri tidak menyegel tiga perusahaan yang diduga terlibat kasus ekspor minyak goreng, seperti yang diumumkan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, Selasa (19/4/2022). Seperti diberitakan, Kejagung telah menetapkan 4 tersangka kasus ekspor minyak goreng. Mereka adalah Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana. Wisnu diduga telah menerbitkan izin ekspor CPO untuk PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Pelita Agung Agrindustri/Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas dengan tidak mengacu pada DMO (Domestic Market Obligation), bahkan juga tidak mengacu pada DPO (Domestic Price Obligation). Tiga tersangka lainnya adalah Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; Senior Manager Corporate Affairs pada PT Pelita Agung Agrindustri/Permata Hijau Group, Stanley MA; dan General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas, Picare Tagore Sitanggang. Kejagung menyebut, sepanjang Januari 2021 hingga Maret 2022, pihaknya memantau 88 perusahaan yang melakukan kegiatan ekspor CPO atau minyak sawit mentah dan produk turunannya. Dari ke-88 perusahaan itu, tiga diantaranya diusut karena diduga melakukan pelanggaran hukum di mana dari ketiga perusahaan tersebut, tiga orang telah ditetapkan menjadi tersangka. Jaksa memastikan, jumlah tersangka tersebut berpeluang untuk bertambah. “Ke-88 (perusahaan) itu kita cek, benar enggak ekspor yang dilakukan telah memenuhi DMO di pasaran domestik. Kalau enggak, ya bisa tersangka dia,” kata Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus Kejagung, Febrie Adriansyah, kepada wartawan, Rabu (20/4/2022). Febrie mengungkapkan, perusahaan yang mendapat persetujuan ekspor dari Kemendag harus memenuhi kewajiban DMO sebesar 20%. Syarat itu harus dipenuhi untuk menghindari kelangkaan minyak goreng di pasaran domestik.  “Ini kan terjawab nih, kenapa kosong (minyak goreng langka), karena ternyata di atas kertas dia mengaku sudah memenuhi kewajiban DMO-nya, sehingga diekspor, tetapi di lapangan dia enggak keluarkan (kewajiban yang 20% itu) ke masyarakat,” imbuh dia. Sejak akhir 2021 hingga Maret 2022 terjadi kelangkaan minyak goreng di pasaran domestik karena CPO yang merupakan bahan dasar pembuatan minyak sawit, diekspor pengusaha akibat harga jual CPO dunia sedang meroket. Pada pekan kedua Januari 2022 saja, harga CPO di tingkat global mencapai Rp 12.736/liter. Kelangkaan minyak goreng itu tak dapat diatasi pemerintah. Bahkan meski Mendag Muhammad Lutfi mengakui ada mafia minyak goreng, namun dia mengaku tak mampu menghadapinya karena kewenangan yang terbatas. Alih-alih mengatasi kelangkaan tersebut, pemerintah mencabut harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng kemasan pada 16 Maret 2022, sehingga harga komoditi itu yang semula berada di kisaran Rp14.000/liter (tergantung merek), melejit menjadi Rp23.900/litar, bahkan ada yang di atas Rp 30.000/liter. Anehnya, setelah HET Migor kemasan dicabut, komoditi itu tiba-tiba kembali membanjiri pasaran, sehingga rak-rak pasar modern yang semula kosong dari komoditi itu, terisi penuh kembali. Kejagung mengaku, pihaknya telah mulai menelisik permasalahan impor CPO itu sejak Januari 2021, dan Selasa (19/4/2022) Jaksa Agung mengumumkan empat tersangka kasus penerbitan izin ekspor CPO yang melibatkan pejabat teras di Kemendag itu. Yang menjadi pertanyaan, apakah hanya berhenti sampai di level Komisaris perusahaan dan hanya korporasi saja yang menikmati keuntungan triliunan rupiah? Bagaimana dengan pejabat lainnya? Apalagi kini di media sosial mulai banyak beredar foto salah satu tersangka dengan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan dan KSP Moeldoko. Melihat fakta ini, wajar jika Mendag Lutfhi mengaku tak mampu menghadapinya. Artinya, jika memang benar bahwa Luthfi akhirnya juga ditetapkan sebagai tersangka, karena “kewenangan yang terbatas” seperti disebutkannya. Apa yang dia lakukan itu atas perintah Menteri “Super Power”. Apalagi, belakangan ini muncul isu bahwa keuntungan hasil ekspor minyak goreng itu ternyata digunakan untuk operasi penundaan Pemilu 2024 yang dimotori oleh pejabat Istana dan lingkar Presiden Jokowi. Jika minyak goreng saja sudah bisa membuat kegaduhan, ini sebenarnya tidak ubahnya dengan “teroris minyak goreng”. (*)

Revolusi Kembali ke Khittah Tatanan Mula Indonesia Merdeka

Jadi sangat yakinlah kita bahwa UUD 1945 itu dibuat bukan dengan sementara, bukan dengan singkat, tetapi dengan ijin Allah SWT, hal inilah yang tidak dibaca oleh pengamandemen UUD 1945. Oleh: Ir. Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Rumah Pancasila INDONESIA sedang tidak baik-baik saja kerusakan akibat korupsi dan salah urus  yang membuat kapal besar Indonesia oleng dan akan karam. Korupsi KKN, sudah masif dan tersistem pada lembaga Eksekutif, Yudikatif, Legislatif, dan Pengusaha, Oligarki, bahkan Mahfud MD sendiri sebagai Menkopolhukam mengatakan sudah sangat mengerikan. Di tengah hutang yang sudah dititik nadir mengubur Indonesia. Harus ada pemimpin yang mampu menyatukan negeri ini paska berakhirnya jabatan Presiden Joko Widodo. Butuh seorang pemimpin revolusioner yang kuat dan disegani karena ketegasannya, mampu memberantas korupsi, menangkap dan mengadili siapapun yang terlibat korupsi tidak pandang bulu. Mampu menyeret mereka yang ada di Pandora Paper yang menyembunyikan korupsinya. Adu domba antar anak bangsa dengan lewat buzer harus diakhiri, dan perlu dilakukan pembersihan besar-besaran terhadap oligarki. Mengakhiri politik Islamphobia yang distikma radikal menakutkan dan pecah-belah. Pembersihan Indonesia harus dimulai kembali ke Khittah Indonesia yaitu UUD 1945 naskah asli. Yang menyebabkan kita harus kembali kepada Khittah Konstitusi Proklamasi 1945, atau yang biasa disebut UUD 1945 adalah keyakinan bahwa kembali pada UUD 1945 adalah sebuah perjuangan mengembalikan Kedaulatan Rakyat dan menyelamatkan Negara Proklamasi 1945 demi masa depan anak cucu kita. Loh kok bisa mengatakan mengembalikan Kedaulatan Rakyat? Bukannya politisi dan para komprador mengatakan UUD 1945 adalah UU Diktator? Bukannya Amendemen dengan demokrasi pemilihan langsung adalah kedaulatan rakyat? Itulah sebuah akal bulus dari para pengamandemen UUD 1945, yang membohongi rakyat dengan mengatakan pemilihan langsung adalah kedaulatan rakyat. Mari kita buka sejarah mengapa the founding fathers memilih sistem pemerintahan sendiri yaitu sistem MPR, bukan sistem Presidensial atau Parlementer. Sejak amandemen UUD 1945 bangsa ini dipaksa memakai baju buatan Luar negeri, yang serba kedodoran. Yang pantas buat mereka yang hidup di musim salju, baju itu rasanya mengganggu keadaan bangsa kita sebab memang tidak tepat dan kedodoran. Kita terasa dipaksa untuk melakukan apa yang tidak sesuai tubuh dan hati nurani kita. Kesedihan ini semakin hari semakin mencekam. Kita harus berucap kotor dan harus berani menjelek-jelekan saudara sendiri, kita harus mem-bully, kita harus mampu belajar berbohong, dusta terhadap teman, saudara, bahkan anak kita sendiri demi yang namanya perebutan kekuasaan. Bahasa halusnya demokrasi Liberal. Sejak amandemen UUD negara ini sudah bukan negara Pancasila tapi negara dipaksa untuk menjadi Liberal. Miris rasanya, bukan hanya soal kehidupan kebangsaan kita yang harus kita hancurkan tetapi kehidupan moral anak cucu kita. Unggah-ungguh sopan santun dan menghormati orang tua, adat istiadat, kesetiakawanan sosial, kekerabatan kita buang sementara tanpa sadar kita dikotak-kotak dengan segala warna kotak hijau, kuning, merah, biru, putih, yang semua berhadap-hadapan, yang tak lagi Guyub rukun, sebab baju yang mereka pakai adalah baju kepalsuan yang namanya Demokrasi Liberal. Jaman ini memang tidak lebih adalah pengulangan tahun 50-an dimana Liberalisme dijalankan dan ternyata membawah sengsara rakyat. Maka apakah kita akan tersandung dengan batu yang sama? Sungguh bodoh jika memang ternyata kita tersandung batu yang sama. Kita hanya bisa menunggu datangnya ratu adil, datangnya pemimpin yang mengerti amanat penderitaan rakyat, mengerti bahwa baju yang dipakai bangsa ini menyiksa dan membuat pemakainya megap-megap. Marilah kita berdoa agar bangsa ini mampu merubah nasibnya. Elit politik yang menari-nari di atas penderitaan rakyat segera sadar dan membuka baju yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsanya, yang tidak bersumber dari jati diri bangsanya. Masih ingatkah kita kepada pidato Bung Karno tahun 1959? Mampukah kita menemukan baju kita sendiri? Untuk itu mari kita berjuang kembali pada baju kita dan kita tidak mau tinggal di rumah orang lain sebab rumah sendiri lebih asri dan menyejukan, mendamaikan kita semua. Tahun ini saya namakan “Tahun penemuan-kembali Revolusi”,- the year of the Rediscovery of the Revolution. Ya, dengan kembali kita kepada Undang-Undang Dasar 1945, kita telah “menemukan kembali Revolusi”. Kita, Alhamdulillah, telah “rediscover our Revolution“. Kita merasa diri kita sekarang ini sebagai dirinya seorang pengembara, yang setelah sepuluh tahun lamanya keblinger puter-giling mengembara di mana-mana untuk mencari rumahnya di luar negeri, akhirnya pulang kembali kerumah-asalnya, – pulang kembali ke rumahnya sendiri, laksana kerbau pulang ke kandangnya. (Cuplikan: Penemuan Kembali Revolusi Kita (The Rediscovery of Our Revolution) AMANAT PRESIDEN SOEKARNO PADA ULANG TAHUN PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA, 17 AGUSTUS 1959 DI JAKARTA. Melalui amandemen UUD 1945 sebanyak 4 kali yang dilakukan antara 1999 sampai 2002, MPR telah merubah sistem pemerintahan Indonesia menjadi sistem Presidensial. Apakah sistem pemerintahan tersebut yang disusun oleh BPUPKI yang kemudian disahkan oleh PPKI dalam UUD 1945? Bahkan jika kita berjuang untuk kembali pada Konstitusi Proklamasi 1945 dianggap mundur? Bukannya mengamandemen UUD 1945 dari sistem MPR menjadi sistem Presidensial merupakan tindakan anarkis? Bukannya menghilangkan Penjelasan UUD 1945 merupakan tindakan memutus tali sejarah bangsanya? Seperti yang diajarkan oleh Spihnoza, Adam Mueller, Hegel dan Gramschi yang dikenal sebagai teori integralistik. Menurut pandangan teori ini, negara didirikan bukan untuk menjamin kepentingan individu atau golongan, akan tetapi menjamin masyarakat seluruhnya sebagai satu kesatuan. Negara adalah suatu masyarakat integral yang segala golongan, bagian dan anggotanya, satu dengan lainnya merupakan kesatuan masyarakat yang organis Yang terpenting dalam kehidupan benegara menurut teori integral adalah kehidupan dan kesejahteraan bangsa seluruhnya. Dasar dan bentuk susunan suatu negara secara teoritis berhubungan erat dengan riwayat hukum dan stuktur sosial dari suatu bangsa. Karena itulah setiap negara membangun susunan negaranya selalu dengan memperhatikan kedua konfigurasi politik, hukum dan struktur sosialnya. Atas dasar pemikiran tersebut, Soepomo dalam rapat BPUPKI tanggal 31 Mei 1945 mengusulkan agar sistem pemerintahan negara Indonesia yang akan dibentuk “… harus berdasar atas aliran fikiran negara yang integralistik (sic, maksud Prof. Soepomo adalah negara yang integral bukan integralistik!),, negara yang bersatu dengan seluruh rakyatnya, yang mengatasi seluruh golongan-golonganya dalam lapangan apapun” (Setneg, 1998; 55). Dalam negara yang integral tersebut, yang merupakan sifat tata pemerintahan yang asli Indonesia, menurut Soepomo, para pemimpin bersatu-jiwa dengan rakyat dan pemimpin wajib memegang teguh persatuan dan menjaga keseimbangan dalam masyarakatnya. Inilah interpretasi Soepomo tentang konsep manunggaling kawulo lan gusti. Persatuan antara pemimpin dan rakyat, antara golongan-golongan rakyat, diikat oleh semangat yang dianut oleh masyarakat Indonesia, yaitu semangat kekeluargaan dan semangat gotong-royong. Dalam pemikiran organis-biologis Soepomo, kedudukan pemimpin dalam negara Indonesia dapat disamakan dengan kedudukan seorang Bapak dalam keluarga. Bung Hatta, berbeda dengan Bung Karno dan Prof. Soepomo, menerjemahkan faham kolektivisme sebagai interaksi sosial dan proses produksi di pedesaan, Indonesia Intinya adalah semangat tolong menolong atau gotong-royong. Karena itu dalam pemikiran Bung Hatta, kolektivisme dalam konteks Indonesia mengandung dua elemen pokok yaitu milik bersama dan usaha bersama. Dalam masyarakat desa tradisional, sifat kolektivisme ala Indonesia tersebut nampak dari kepemilikan tanah bersama yang dikerjakan bersama. Jadi, kolektivisme oleh Bung Hatta diterjemahkan menjadi kepemilikan kolektif atas alat-alat produksi, yang diusahakan bersama untuk memenuhi kebutuhan bersama (Hatta, Bulan Bintang, 138-144). Demokrasi asli Indonesia yang merupakan kaidah dasar penyusunan negara Indonesia masih mengandung dua unsur lain, yakni rapat atau syura. Suatu forum untuk musyawarah, tempat mencapai kesepakatan yang ditaati oleh semua, dan massa protest. Suatu cara rakyat untuk menolak tindakan tidak adil oleh penguasa. Negara kekeluargaan dalam versi Hatta, yang disebutnya Negara Pengurus, adalah proses suatu wadah konstitusional untuk mentransformasikan demokrasi asli tersebut ke konteks moderen Dari notulen rapat-rapat Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) ketika membahas dasar negara pada 28 Mei – 1 Juli dan dari 10-17 Juli 1945, dan rapat-rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKT) pada 18-22 Agusutus 1945, dapat kita ikuti perkembangan pemikiran para pemimpin bangsa tentang dasar negara (Setneg, 1998: 7-147). Bung Karno, Bung Hatta dan Prof Soepomo adalah 3 tokoh yang menyatakan pembentukan negara Repbulik Indonesia didasarkan atas corak hidup bangsa Indonesia yaitu kekeluargaan, yang dalam wacana gerakan pro-proklamasi kemerdekaan diartikan sama dengan kolektevisme. Setelah MPR mengesahkan amandemen ketiga dan keempat UUD 1945, sistem pemerintahan negara Indonesia berubah menjadi sistem Presidensial. Perubahan tersebut ditetapkan dengan Pasal 1 ayat (2) UUD baru. MPR tidak lagi merupakan perwujudan dari rakyat dan bukan locus of power, lembaga pemegang kedaulatan negara tertinggi. Pasal 6A ayat (1) menetapkan “Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat”. Dua pasal tersebut menunjukkan karakteristik sistem Presidensial yang jelas berbeda dengan staats fundamental norm yang tercantum dalam Pembukaan dan diuraikan lebih lanjut dalam Penjelasan UUD 1945. Sistem MPR adalah menganut faham kekeluargaan, faham integralistik, maka MPR adalah lembaga yang beranggotakan seluruh elemen keluarga bangsa Indonesia, hal ini disebabkan bangsa Indonesia terdiri dari ribuan suku, bermacam-macam adat istiadat, bermacam-macam Agama dan kepercayaan, bermacam-macam golongan. Maka keanggotaan MPR adalah utusan-utusan golongan, utusan-utusan elemen masyarakat seluruh Indonesia. Tugasnya adalah membuat keputusan Politik untuk kehidupan bersama secara gotong royong. Politik rakyat itu adalah Politik pembangunan yang terurai didalam GBHN. Jadi dengan sistem MPR maka negara ini benar-benar dijalankan sesuai kehendak rakyat, sesuai dengan politik rakyat dan sudah tentu dengan kedaulatan rakyat dan kemerdekaan kedaulatan rakyat Setelah terbentuknya GBHN maka dipilihlah Presiden dan diberi amanah untuk menjalankan Politik rakyat, menjalankan kehendak rakyat yaitu GBHN. Maka jika Presiden melenceng dari GBHN Presiden bisa diturunkan. Diakhir jabatannya Presiden harus mempertangungjawabkan apa yang sudah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan. Presiden tidak boleh menjalankan Politiknya sendiri, atau menjalankan politik golongannya sendiri. Setelah Amandemen UUD 1945 keadaan menjadi kacau, sebab Panca Sila yang seharusnya menjadi dasar negara diabaikan. Mana bisa demokrasi dengan pemilihan langsung yang jelas mempertarungkan dua kubu atau lebih disamakan dengan Gotong royong, disamakan dengan Persatuan Indonesia, disamakan dengan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Usaha mencangkokan Pancasila dengan Demokrasi liberal adalah bentuk pengkhianatan terhadap Pancasila. Perubahan kedaulatan di tangan MPR diganti dengan Menurut Undang-Undang Dasar menjadi sangat kacau. “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.” UU dibuat oleh Presiden dan DPR, yang merupakan presentasi dari kedaulatan rakyat. Kita bisa bayangkan bahwa UU itu bisa dibatalkan oleh MK yang keanggotaan MK dipilih dari hasil Fit And Proper Test. Pertanyaan nya dimana kedaulatan rakyat itu? Berdaulat dimana Rakyat, Presiden, DPR dengan MK? Kita berjuang untuk kembali pada Konstitusi Proklamasi karena kita tahu sejarahnya, Undang-Undang Dasar itu adalah Undang-Undang Dasar seperti yang diucapkan oleh Bung Karno dalam laporan pembahasan UUD pada sidang BPUPKI; ”Alangkah keramatnja, toean2 dan njonja2 jang terhormat, oendang2 dasar bagi sesoeatoe bangsa. Tidakkah oendang2 sesoeatoe bangsa itoe biasanja didahoeloei lebih doeloe, sebeloem dia lahir, dengan pertentangan paham jang maha hebat, dengan perselisihan pendirian2 jang maha hebat, bahkan kadang2 dengan revolutie jang maha hebat, dengan pertoempahan darah jang maha hebat, sehingga sering kali sesoeatoe bangsa melahirkan dia poenja oendang2 dasar itoe dengan sesoenggoehnja di dalam laoeatan darah dan laoetan air mata. Oleh karena itoe njatalah bahwa sesoeatoe oendang2 dasar sebenarnja adalah satoe hal jang amat keramat bagi sesoeatoe rakjat, dan djika kita poen hendak menetapkan oendang2 dasar kita, kta perloe mengingatkan kekeramatan pekerdjaan itoe. Dan oleh karena itoe kita beberapa hari jang laloe sadar akan pentingnja dan keramatnja pekerdjaan kita itoe. Kita beberapa hari jang laloe memohon petoendjoek kepada Allah S.W.T., mohon dipimpin Allah S.W.T., mengoetjapkan: Rabana, ihdinasjsiratal moestaqiem, siratal lazina anamta alaihim, ghoiril maghadoebi alaihim waladhalin. Dengan pimpinan Allah S.W.T., kita telah menentoekan bentoek daripada oendang2 dasar kita, bentoeknja negara kita, jaitoe sebagai jang tertoelis atau soedah dipoetoeskan: Indonesia Merdeka adalah satoe Republik. Maka terhoeboeng dengan itoe poen pasal 1 daripada rantjangan oendang2 dasar jang kita persembahkan ini boenjinja: “Negara Indonesia ialah Negara Kesatoean jang berbentoek Republik.” Jadi sangat yakinlah kita bahwa UUD 1945 itu dibuat bukan dengan sementara, bukan dengan singkat, tetapi dengan ijin Allah SWT, hal inilah yang tidak dibaca oleh pengamandemen UUD 1945. Dengan demikian untuk menyelamatkan kapal besar Indonesia tidak ada jalan lain selain kembali pada Pancasila dan UUD 1945 asli. Butuh pemimpin yang kuat untuk melawan dan membersihkan oligarki dan korupsi seakar akarnya. (*)

Memaknai keberkahan Ramadan-05

Ini mengingatkan saya kepada sebuah cerita yang sudah sering saya sampaikan. Cerita seorang muallaf di kota New York. Beliau adalah mantan prajurit Amerika yang pernah ditugaskan dì Afganistan beberapa waktu. Oleh: Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundaiton SEMAKIN kita selami hikmah-hikmah tersembunyi dari bulan Ramadan semakin tersingkap pula berbagai keberkahan (keutamaan) bulan ini. Semua itu tersimpulkan dalam satu kata: ketakwaan. Maka ketakwaan itu “kalimah jaami’ah” (kata yang menyimpulkan) dari berbagai kebajikan dan kebaikan dalam hidup manusia. Sehingga wajar saja semua perintah dalam Al-Quran itu bermuara kepada pembentukan Karakter ketakwaan. Kita diingatkan misalnya perintah paling awal dalam Al-Quran, Surah Al-Baqarah ayat 21: “wahai manusia sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan mereka yang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. Demikian pula kalimat “la’allakum tattaqun” pada ayat puasa di surah Al-Baqarah 183. Karena memang puasa mengantar kepada ragam kebaikan (keberkahan) dalam hidup manusia. Di antara keberkahan Ramadan adalah bahwa puasa menyadarkan manusia tentang makna kepuasan hakiki dalam hidupnya. Hal ini menjadi sangat penting dan mendasar karena Sesungguhnya semua manusia dalam hidupnya mencari kepuasan. Sayangnya seringkali kepuasan yang dicari itu bagaikan fatamorgana yang menipu. Dalam dunia Barat yang penuh dengan kegemerlapan dunia manusia kerap dipaksa untuk mencari kepuasan itu dengan berbagai cara yang seringkali justeru kontra produktif dengan kemanfaatan bagi dirinya. Bahkan tidak jarang cara-cara yang dilakukan untuk menemukan kepuasan itu bertentangan dengan tabiat kemanusiaan itu sendiri. Akibatnya segala usaha itu pada akhirnya tidak saja terasa hampa dan gersang. Tapi justeru membawa kemudhoratan besar bagi kehidupan manusia itu. Di sìnilah Islam hadir dengan konsep dan cara pandang yang berbeda dalam memahami makna kepuasan hidup. Islam hadir dengan konsep yang komprehensif dan tidak terbatasi oleh pemahaman sesaat dan bersifat parsial. Pemahaman Barat tentang kepuasan itu yang berwawasan material atau lebih dikenal dengan “materialisme” bersifat sesaat. Karakter sesaat ini memang identik dengan kata dunia (danaa yadnuu) yang berarti dekat atau sesaat. Islam justeru hadir dengan konsep yang menyeluruh (wholly) mencakup fisikal/material dan beyond fisikal/material. Ini yang sering diistilahkan dengan kepuasan batin. Biasa juga disebut dengan kepuasan spiritualitas (spiritual satisfaction). Pada sisi inilah puasa hadir sebagai pelatihan untuk mempertajam kesadaran spiritualitas sebagai basis kepuasan hidup. Bahwa kepuasan itu tidak saja pada makan, minum dan berbagi kepuasan fisikal/material (physical pleasures). Tapi lebih dalam dan luas lagi menembus ke dalam relung batin manusia. Pada titik inikah seringkali banyak yang gagal memahami kenapa orang-orang beriman itu tetap bahagia dengan segala keterbatasan fisikal/material mereka. Sementara betapa banyak orang yang bergelimang harta dan berbagai keindahan dunia ini tapi mengalami kegersangan dan kesempitan hidup. Ini mengingatkan saya kepada sebuah cerita yang sudah sering saya sampaikan. Cerita seorang muallaf di kota New York. Beliau adalah mantan prajurit Amerika yang pernah ditugaskan dì Afganistan beberapa waktu. Beberapa tahun silam beliau datang kepada saya menyatakan ingin masuk Islam. Biasanya kalau ada yang datang menyatakan keinginan masuk Islam tanpa belajar saya tanya alasannya. Apalagi kalau yang ingin masuk Islam itu adalah seorang pria. Jangan-jangan hanya karena ingin menikah dengan seorang wanita Muslimah. Beliau menceritakan bahwa sekembali dari Afghanistan beliau selalu teringat oleh seorang temannya di Afghanistan yang menurutnya hanya seorang tukang sapu di kantor militer Amerika. Gajinya kecil dan anaknya 6 orang. Tapi menurutnya dia selalu hadir dengan senyuman seolah tiada masalah hidup yang dihadapi. Teman itu semakin teringat ketika mantan prajurit ini melihat situasi hidup di kota New York. Kota dunia yang penuh dengan kegemerlapan dunia. Kota yang menjadi pusat kapitalisme dunia. Tapi begitu banyak orang yang menderita penyakit jiwa karena derasnya kompetisi kehidupan. Dua realita hidup yang kontra ini menjadikan teman kita itu sadar bahwa ternyata kebahagaian (dan kepuasan) hidup tidak ditentukan oleh materi dan dunia fisikal saja. Tapi ada yang lebih inherent (mendasar) untuk menentukan kepuasan hidup itu. Itulah kepuasan batin kita yang ditentukan oleh kekuatan spiritualitas manusia. Maka puasa puasa Ramadan membawa nilai keberkahan ini. Mengajarkan dan menyadarkan bahwa spiritulitas manusia menjadi penentu kepuasan dan kebahagiaan. Dan Karenanya meninggalkan dan menanggalkan kehidupan dunia fisikal (makan/minum dan hubungan seksual) sementara menjadi jalan bagi terbentuknya kekuatan ruhiyah (spiritualitas) sebagai fondasi kepuasan hidup manusia. Selamat menjalankan ibadah puasa! New York, 24 April 2022. (*)

Mahfud Mau Maju atau Mundur?

Oleh M. Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan KEJUTAN datang dari Menkopolhukam Mahfud MD yang mengakui bahwa Pemerintahan Jokowi  dalam keadaan tidak baik baik saja. Korupsi merajalela di semua bidang dan kalangan.  Ia menyatakan bahwa korupsi kini lebih gila daripada masa Orde Baru.   Menurut Mahfud harus ada strong leader yang mampu melakukan terobosan. Saat Jokowi selesai 2024 nanti, maka penggantinya harus orang kuat yang siap  untuk melakukan pembersihan. Di negara-negara Amerika latin kondisi seperti ini lazim rezim digulingkan dengan cara kudeta.  Ungkapan Mahfud MD Menkopolhukam  ini cukup menarik. Sekurangnya untuk dua hal, yaitu : Pertama, pengelolaan negara di bawah Presiden Jokowi telah gagal dan menimbulkan situasi yang mengerikan. Eksekutif, legislatif, yudikatif dan dunia usaha terjebak dalam kubangan korupsi. Korupsi yang semakin tidak terkendali. Ketika sudah merambah ke semua sektor maka Istana pun tentu tidak steril lagi, bahkan dapat berubah menjadi sarang atau sumber dari korupsi.  Kedua, tidak ada harapan pada dua tahun terakhir masa jabatan Jokowi akan ada perubahan signifikan. Artinya Jokowi dan pemerintahannya sedang mengalami fase sakaratul maut. Menuju kematian yang penuh kegelisahan. Meninggalkan warisan berat kepada rakyat dan siapapun yang pemimpin ke depan. Pandangan Mahfud MD semestinya membawa konsekuensi kepada dirinya sendiri untuk maju atau mundur. Maju dalam arti sebagai Menkopolhukam, Mahfud harus mengkoordinasikan kementrian atau instansi yang berada di bawah kendalinya untuk secepatnya melakukan operasi pembenahan besar-besaran. Gebrakan dahsyat untuk dua tahun terakhir.  Mundur, jika merasa sudah tidak mampu melakukan pembenahan apa-apa. Dengan alasan kuatnya sistem yang telah mencengkeram. Mahfud pernah mengingatkan Tap MPR No  VI tahun 2001 yang meminta agar pejabat yang merasa gagal untuk segera mengundurkan diri.  Kini aturan ini berlaku untuk  Mahfud MD sendiri.  Kadang kecendekiawanan Mahfud MD muncul di tengah kedudukannya sebagai birokrat. Akibatnya terasa ada \'split personality\' atau kepribadian ganda. Oleh karena itu jika ingin selamat dan berdampak bagi kemaslahatan  rakyat, maka tiada pilihan lain untuk Mahfud MD selain secepatnya mundur dari jabatan Menteri.  Membantu, apalagi mengekor, hanya akan berakibat malapetaka bagi diri dan keluarga.  Ayo Pak Mahfud berfikir jernih dan bertindaklah sesuai tuntunan akal sehat. Pak Jokowi segera tamat. Menjadi penyelamat adalah pekerjaan berat, karenanya lebih baik memberi makna bagi rakyat dengan secepatnya mengembalikan mandat. Jangan takut dimarahi oleh Jokowi karena Jokowi yang kini sedang dimarahi oleh rakyat.  Maju atau mundur..? Atau mau menjadi undur-undur ? Bukan saatnya untuk tidur atau berlibur. Negara dalam keadaan babak belur.  Bad leaders make country is destroyed.  Mahfud MD adalah salah satu di antara pemimpin buruk itu.  Bandung, 25 April 2022