OPINI
Tiba-tiba Semuanya Mendadak Alim
Oleh Ady Amar Kolumnis PILPRES masih dua tahunan lagi. Masih cukup lama. Tapi persiapan menuju Pilpres bagi yang punya syahwat nyapres, rasanya waktu itu sudah dekat. Maka persiapan pun dibuat sedetail mungkin. Bahkan penampilan diri pun dibuat lagaknya seperti ulama, yang sehari-hari tak lepas dengan songkoknya. Bagi yang niat _nyapres_ penampilan kudu dirubah. Membiasakan sehari-hari berkostum takwo dan syal menjuntai di leher. Semua jadi tampak alim. Tak lupa doa, jika mesti berbicara dihadapan komunitas tertentu. Salam penutup yang biasa disampaikan pada setiap sambutan pun dihafalnya dengan baik. Disesuaikan dengan komunitas yang ada. Bagian dari mengambil hati tuan rumah, agar bisa dianggap bagian dari komunitasnya. Aktif menyambangi tokoh panutan umat, hadir pada kegiatan majelis taklim, dan komunitas muslim lainnya. Mendatangi Pondok Pesantren jadi rutinitas sehari-hari. Meski jabatan publik yang disandangnya sebagai menteri, tidak menyurutkan langkahnya untuk bersafari. Ada saja yang ditawarkan sebagai bentuk kerja sama dengan instansi yang dipimpinnya, itu agar tidak terkesan jalan-jalan mengabaikan pekerjaan selaku pejabat publik. Kepedulian pada pondok pesantren dan komunitas muslim menjadi meningkat. Seolah berlomba berkejaran dengan waktu dalam menegakkan syiar agama. Seolah bagian dari pertanggung jawaban yang akan dibawa nantinya di hadapan Tuhan. Hal demikian sepertinya sudah jadi tradisi menjelang lima tahunan. Entah itu pemilihan kepala daerah, pemilihan wakil rakyat di lembaga legislatif apalagi pemilihan presiden. Khususnya yang ingin _nyapres_, mengunjungi komunitas muslim jadi langganan. Berharap elektabilitas naik, yang itu bisa dilirik partai politik untuk mengusungnya. Untuk Pilpres yang masih dua tahunan lagi (2024), persiapan menyambutnya jauh hari sudah dilakukan. Meski belum ada partai resmi mengusungnya, tetap saja pasang kuda-kuda jauh hari, siapa tahu dirinya yang terpilih, persiapan sudah dimulainya. Selanjutnya, tinggal tancap gas saja. Tidak memulai dari nol. Bagaimana jika dirinya tak dapat tiket sebagai Capres/Cawapres, sedih pastilah yang dirasa. Apalagi nilai rupiah sudah digelontorkan tidak sedikit. Tapi mau apa lagi. Bisa jadi pihak lain punya persiapan lebih strategis, dan karenanya elektabilitasnya lebih tinggi, dan itu yang terpilih. Namun tetap berharap jerih payahnya membantu memberdayakan pesantren misal, bisa dihitung sebagai amal jariah. Meski niat awal tidak demikian. Soal itu ia berharap bisa kompromi dengan Tuhannya. Mendadak alim, itu bagian dari strategi \"menjinakkan\" umat Islam khususnya, agar ia bisa dilihat sebagai pribadi yang bekerja dengan sandaran ibadah. Meski sebelumnya perangainya tidak mencerminkan demikian. Bahkan jauh dari itu. Ia tidak merasa risih memilih peran yang sebenarnya bukan disitu tempatnya mengabdi. Demi jabatan yang diinginkan, jabatan yang lebih tinggi tentunya, merubah peran menjadi lumrah dilakukan. Semua mendadak alim, berebut menjadi paling alim. Maka seperti parade peragaan busana muslim saja layaknya. Sehari-hari bukanlah lagi jas atau kemeja batik yang dikenakan, tapi pakaian kokoh koleksi berbagai warna dan corak. Menjadi rajin sholat berjamaah, sambil menyapa jamaah dengan keramahan tingkat tinggi. Tentu tidak hanya komunitas umat Islam yang didatangi. Tapi juga umat agama lain. Maka tampil di vihara Budha pun dilakukan, meski bukan pada hari keagamaan. Seperti orang tidak punya kerjaan saja. Hanya sekadar datang menyapa komunitas Tionghoa di sana. Tidak lupa sudah siap dengan pakaian khas Tionghoa warna merah menyala atau bahan kain hitam legam mengkilap. Merasa tidak jengah, meski jabatan yang disandang tidak punya korelasi dengan aktivitas yang dilakukan. Beda jika yang melakukan itu seorang kepala daerah, yang memang berdiri di atas semua golongan. Menjadi lumrah jika hadir dalam kegiatan umat beragama, meski tidak sampai ikut dalam peribadatannya. Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta, selalu hadir dalam kegiatan keagamaan tingkat provinsi. Datang memberi sambutan selayaknya sebagai kepala daerah. Merasakan kebahagiaan warganya yang merayakan hari besar agamanya. Semua disesuaikan dengan tugas dan kewajiban selaku kepala daerah, yang mengayomi dan memastikan perayaan acara keagamaan berlangsung dengan baik dan khidmat. Memastikan bahwa bangunan toleransi itu tegak di wilayah kerjanya dengan seadilnya. Mendadak menjadi alim intensitasnya akan terus menaik meninggi sampai tak dapat dinilai nalar waras sekalipun. Makin mendekati Pencapresan, akan makin jor-joran berlomba menarik minat publik melihatnya sebagai yang pantas untuk dipilih. Maka, asesori yang bisa menampakkan ia alim, akan terus dipakai. Bagian dari pencitraan diri \"mendadak alim\". Jika ditanyakan siapa pejabat saat ini yang paling bisa disebut tokoh \"mendadak alim\" pada sepuluh orang, maka sebelas orang akan menjawab, Erick Thohir. Ya ET, panggilan akrabnya, yang paling pantas disebut pejabat yang tampilannya paling mendadak alim. Sebagai Menteri Negara BUMN, ia lagaknya seperti Menteri Agama saja, bahkan lebih dari itu. Lebih mendadak alim. Mengapa harus sampai sebelas orang yang menjawab, sedang yang bertanya hanya sepuluh orang. Yang kesebelas, itu yang bertanya, yang punya pandangan sama, bahwa ET yang dianggapnya paling mendadak alim. Apakah yang dilakukan ET itu salah, sepertinya tidak ada yang salah. Buktinya Pak Bos tidak menegurnya. Tapi setidaknya yang dilakukan meski itu baik--menjadi mendadak alim--itu kurang etis, tidak selayaknya pejabat meninggalkan tugas utamanya. Tapi hal itu seperti sudah dianggap hal biasa. (*)
Presiden Segera Kibarkan Bendera Putih
Faktanya, hasil reshuffle tidak membawa pengaruh dan perubahan signifikan apa-apa sesuai obsesi publik Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih DALAM era reformasi ini ternyata melahirkan sebuah konglomerasi baru secara ekonomi, dan politiksangat liberal kapitalistik. Ongkos rekrutmen politik makin mahal, politik transaksional tumbuh bersama ongkos proses politik menjadi sangat besar. Melahirkan Perselingkuhan para politikus partai politik dengan para taipan Oligarki terjadi makin mesra. Wakil rakyat yang menyandang sebagai anggota Dewan pada semua tingkatan hanya sebagai aksesoris kekuasaan, bahkan sangat fatal kalau langsung atau tidak langsung hanya sebagai budak Oligarki. Partai politik menjadi makelar curang suara publik, sementara pemilu justru semakin memilukan publik pemilih. Mereka terpaksa datang ke bilik suara karena tekanan ekonomi dan masuk jeratan politik transaksional. Setelah itu antara wakil rakyat dan rakyat pemilih putus hubungan. Menunggu pemilu berikutnya. Demokrasi dibajak oleh para politikus atas tekanan para taipan sebagai oligarki yang makin brutal yang telah menguasai semua instrumen dan lini setiap Pemilu/Pilpres. Korupsi merajalela. KPK tinggal nama tak bergigi lagi, bahkan indikasinya sebagai benteng keamanan bagi para koruptor Mekanisme self-correction dilumpuhkan oleh kekuatan oligarki, sehingga Republik menghadapi prospek jatuh menjadi negara gagal. Krisis multidimensional dan kemarahan rakyat mulai menampakkan dengan keberaniannya cepat atau lambat akan mengancam dan melawan oligarki. Kekuasan Oligarki mulai mengidap retak internal, kini mengalami perambatan retak yang makin lebar. Republik Indonesia bisa kemudian berpotensi mengalami gelombang anarki, seperti amuk massa munculnya people power atau Revolusi. Indonesia sedang berhitung mundur untuk menjaga keruntuhan Republik ini dengan menghentikan kerakusan oligarki yang terus menggerogoti sendi-sendi kehidupan Republik ini. Presiden sepertinya sudah di luar kemampuan mengendalikan situasinya, dan bahkan, larut menjadi bagian oligarki. Dalam kondisi seperti ini, sebaiknya Presiden segera kibarkan bendera putih. Kembalikan mandat kepada rakyat untuk kembali menata ulang Indonesia sesuai UUD 1945. Presiden Weton Narasi para politisi itu selalu berucap: “Reshuffle itu hak prerogatif presiden”. presiden”. Reshuffle, Rabu Pahing (15/06/2022), mungkin berdasar hitungan weton. Presiden harus lebih dahulu membahasnya bersama pimpinan parpol anggota koalisi, untuk menyatukan kekuatan tuahnya. Hak prerogatif sementara bergeser ke tempat lain atau menjadi hak prerogatif patungan untuk bisa melahirkan kabinet yang memiliki weton selaras dengan weton Presiden. Dalam penantian panjang berhari-hari, reshuffle ekspektasi publik yang tinggi menjadi teka-teki silang: seperti apakah keputusan final reshuffle kabinet yang dilakukan pada Rabu Pahing (15/06/2022). Yang telah disesuaikan dengan weton atau hari lahir presiden. Alasannya, ini sesuai dengan mitologi Jawa, agar bertuah minimal kekuatannya sama dengan weton Rabu Pahing. Kata tukang ramal (peramal), weton itu adalah penanggalan atau perhitungan hari lahir seseorang, yang sering digunakan, sebagai patokan untuk merujuk ramalan tertentu. Menurut kepercayaan Jawa, weton bisa berkaitan dengan ramalan peristiwa tertentu. Bahkan kalau tidak sesuai weton bisa membawa bencana. Sayang: “kesakralan” yang terjanjikan dalam mitos sang weton tidak terbukti. Publik telanjur mempercayai sang weton itu sebagai senjata pamungkas yang ampuh memangkas sampah politik yang mengotori kinerja kabinet. Faktanya, hasil reshuffle tidak membawa pengaruh dan perubahan signifikan apa-apa sesuai obsesi publik. Wajar rakyat kecewa berat sudah telanjur membayangkan akan terbentuk formasi kabinet baru yang bertuah sebagai senjata pamungkas pemangkas kompleksitas persoalan ekonomi yang menindih rakyat. Apa yang terjadi, malah hanya basa-basi soal weton. Setelah pelantikan, mereka berbaris jalan-jalan dan terlihat makan siang dengan ketawa riang. Publik menduga-duga sedang konsentrasi membahas weton atau sedang asyik menghitung siapa yang weton-nya bawa tuah sebagai Capres/Cawapres pada Pilpres 2024. Netizen lagi-lagi menduga, kalau itu judulnya untuk mencapai musyawarah mufakat pasti deadclok. Pilihannya harus voting atau terpaksa di-pending sementara untuk masing masing melakukan konsultasi ke dukunnya masing-masing. (*)
Piagam Jakarta: Kesepakatan Agung Yang Dikhianati
Perbaikan kualitas data pemilih, dan perubahan sistem pemilu adalah agenda yang perlu segera disiapkan supaya hemat anggaran sekaligus efektif untuk merekrut pejabat publik yang kompeten sebagai pelayan publik. Oleh: Daniel Mohammad Rosyid, Guru Besar ITS, @Rosyid College of Arts AMANDEMEN ugal-ugalan atas UUD 1945 sebagai kudeta konstitusi adalah pengkhianatan atas kesepakatan langit para pendiri bangsa ini. Akibat dari pengkhianatan itu kini berbuah adanya deformasi kehidupan berbangsa dan bernegara, yang berpuncak pada pemusatan sumberdaya politik pada segelintir elit partai politik dan sumberdaya ekonomi pada segelintir taipan. Berbagai mal-administrasi publik terjadi, termasuk dengan memanfaatkan situasi pandemi, sehingga lahir berbagai regulasi yang hanya menguntungkan oligarki politik dan ekonomi tersebut. Gejala negara gagal yang kini menguat merupakan puncak sikap kufur nikmat yang dipertontonkan oleh para elit yang kemudian ditiru secara masif oleh masyarakat luas. Pengkhianatan atas kesepakatan para pendiri bangsa dari berbagai golongan dan daerah dalam Piagam Jakarta terus terjadi. Dekrit Presiden Soekarno pada 5 Juli 1959 yang sesungguhnya masih berlaku hingga saat ini dengan berbagai cara diabaikan begitu saja oleh para elit penguasa, bahkan dengan secara terbuka menjadikan agama sebagai musuh terbesar Pancasila. Oleh Prof. Kaelan UGM dikatakan bahwa elit penguasa telah memurtadkan bangsa ini dari Pancasila. Sementara itu kekuatan-kekuatan masyarakat madani dan daerah-daerah otonom terus melemah, bahkan banyak kampus sekarang ini dengan suka cita menjadi bagian dari pembusukan demokrasi, pelemahan gerakan anti-korupsi, dan proses desentralisasi. Agenda reformasi kini berbalik arah menuju ORLA yang jauh lebuh buruk. Untuk melawan arus balik ini, kekuatan moral mahasiswa ini harus segera dimulai dengan membangkitkan kembali daya kritis mahasiswa di internal kampus bukan hanya dengan demonstrasi di jalan-jalan di luar kampus. Template kehidupan dangkal pada banyak mahasiswa semacam lulus tepat waktu, meraih predikat cumlaude lalu bekerja di BUMN dan MNC atau menjadi youtubers telah melemahkan mahasiswa sebagai kekuatan moral. Sebagian besar koruptor adalah alumni perguruan tinggi terkenal dengan kualifikasi magister. Setelah berhasil mengubur Pancasila di bawah kaki mereka sendiri, kekuatan-kekuatan kiri dan nasionalis radikal terus-menerus menuduh Islam sebagai musuh Pancasila, intoleran, bahkan anti-NKRI. Sambil terus mempropagandakan agenda sekulerisasi mereka, yang terakhir soal LGBT, kekuatan-kekuatan kiri dan nasionalis radikal tersebut menabuh genderang Islamophobia, sehingga ummat Islam semakin terbungkam untuk mengartikulasikan kepentingan politik Islam secara bebas dan terbuka. Tuduhan politik identitas bahkan telah disematkan oleh elit parpol berkuasa untuk mematikan politik Islam sebagai imajinasi politik baru. Model pengelolaan pemerintahan Islam alternatif perlu diwacanakan secara akademik dan lebih luas agar menjadi opsi yang wajar saat negara terjebak hutang yang makin menggunung, kesenjangan spasial yang meluas, dan juga ketimpangan ekonomi yang memburuk, serta kedaulatan negara yang telah menghilang. Dinamika global dan regional telah menyeret Republik ini menjadi hanya sekedar negeri satelit Amerika atau China. Rangkaian Pemilu yang dibanggakan sebagai “praktek demokrasi terbesar ke-4 di dunia”, bahkan “Islam terbukti compatible dengan demokrasi” telah pula mengalami devolusi. Pemilu makin terbukti hanya sebagai instrumen legitimasi kekuasaan para elit politik yang disokong para taipan, bukan sebagai platform rekrutmen pejabat publik yang dapat dipercaya untuk bekerja bagi kepentingan publik. Dengan ongkos yang makin mahal, Pemilu telah dijadikan sebagai instrumen net transfer hak-hak politik rakyat pada partai-partai politik yang kemudian hampir secara sengaja tidak disalurkan ke Parlemen untuk diperjuangkan bagi kepentingan publik. Tanpa Daftar Pemilih Tetap yang dapat dipercaya, prosedur pemungutan dan rekapitulasi yang rumit dan rentan manipulasi, sering terjadi praktek jual-beli suara siluman antara peserta Pemilu dengan oknum penyelenggara Pemilu. Pemilu langsung pejabat publik terutama Presiden di negara kepulauan yang bentang alam seluas Eropa ini adalah sebuah praktek demokrasi yang paling muskil di seantero planet ini. Perbaikan kualitas data pemilih, dan perubahan sistem pemilu adalah agenda yang perlu segera disiapkan supaya hemat anggaran sekaligus efektif untuk merekrut pejabat publik yang kompeten sebagai pelayan publik. Piagam Jakarta menunjukkan bahwa Umat Islam adalah pemilik sah Republik ini yang bersama unsur-unsur bangsa yang lain harus bekerjasama untuk menyelamatkan dan membela NKRI dari proxy and neo-cortex war kekuatan-kekuatan nekolimik. Sumberdaya spiritual dan kultural pesantren perlu diperkuat justru pada saat sistem pendidikan nasional makin dimonopoli secara radikal oleh sistem persekolahan massal paksa yang dikerdilkan menjadi sekedar instrumen teknokratik penyediaan buruh trampil murah, bukan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai prasyarat budaya bagi bangsa yang merdeka. Berbagai upaya untuk \"menyekolahkan\" pesantren perlu diwaspadai karena akan mengancam kemandirian pesantren sebagai benteng terakhir simpul-simpul sumberdaya spiritual dan kultural ummat Islam. Gunung Anyar, 20 Juni 2022. (*)
Big Mouth Elite dan Narasi Sejarah
Oleh Ridwan Saidi Budayawan DALAM bahasa Betawi big mouth disebut Gedé Bacot. Omongan tak cocok dengan realita. Sehari-hari, terutama dalam dunia politik, hal ini banyak kita jumpai. Transformasi big mouth malah di sekolah melalui pelajaran sejarah yang kontenmya ditulis lebih banyak berdasarkan khayalan. Buku \"sejarah\" pertama diterbitkan Belanda tahun 1894 berjudul Hikayat Tanah Hindia. Buku ini ditulus berbasis bual. Kemudian di abad XX didatangkan kepala library Paris yakni George Codees. Prasasti Kedukan Bukit tentang Weltaanschuwung kaum Saba diklaim sebagai \"bukti\" adanya sebuah kerajaan. Belanda kemudian menelorkan seorang yang disebutnya \"maha sejarahwan\" Prof DR RM Ng Purbotjaroko. Pak Maha mengklaim ada kerajaan Tarumanagara nun di abad IV M. Pak Maha menggunakan dua alat bukri: prasasti Campea dan Batu Tumbuh. Dua prasasti itu dibuat migran Khmer pada medio XIII M dengan aksara Venggi bahasa Khmer Hind. Kebobongan ini berlanjut sampai kini. Tanpa disadari hal ini turut menyumbang pembentukan behaviour Gedé Bacot. Proyek apa pun yang didahulukan gembar-gembor reklame yang ujung-ujungnya mangkrak. Apakah ini sifat dasar orang Indonesia? Bukan. Nama-nama perikakas kelamin tidak ada yang asli Indonesia, semua bahasa serapan. (RSaidi)
Akting Cak Imin
Oleh M. Rizal Fadillah Pemerhati Politik dan Kebangsaaan MANUVER politik Cak Imin memang menarik walau menyebalkan. Menariknya adalah banyak aktingnya sehingga menjadi bahan bagi pemberitaan, sedangkan menyebalkan karena manuvernya kurang rasional dan tanpa kalkulasi. Diawali dengan foto diri di mana-mana sebagai Capres 2024 meski tak jelas tim suksesnya selain kader PKB. Mulai hangat pemberitaan saat Cak Imin mengusulkan penundaan Pemilu 2024 konon atas dasar aspirasi pelaku UMKM. Usulan yang berlanjut dengan pernyataan Airlangga Golkar dan Zulhas PAN. Tentu mendapat reaksi hebat banyak kalangan. Dikira akan mendapat dukungan dahsyat, ternyata tidak. PDIP saja menolak, sementara Presiden Jokowi bias menyikapi. Penundaan Pemilu adalah usulnya, tapi aneh kampanye Capres dirinya jalan terus bahkan makin gencar. Melakukan manuver untuk siap bergabung dengan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) Golkar, PAN, PPP syaratnya Capresnya Cak Imin sendiri. Tentu ditertawakan. Tiba-tiba bersama PKS membentuk Koalisi Semut Merah. Entah apa maknanya nama itu, mungkin berniat menggigit gajah duduk. Lemparan Capres Cawapres nya adalah Cak Imin-Anies. Semut merah mulai menghitam tak jelas kelanjutan. Lalu keluar pernyataan bahwa Cak Imin akan berpasangan dengan Menkeu Sri Mulyani. Tak berapa lama ada jawaban Sri Mulyani tidak bersedia. Imin kelojotan. Terakhir ia berkunjung ke Prabowo. Tidak jelas agendanya, mungkin menawarkan pasangan Prabwo-Imin. Rupanya ia melihat Prabowo sedang gundah pasca Partai Nasdem mengajukan Anies, Andika, dan Ganjar sebagai Capres. Prabowo yang sengaja mendatangi Surya Paloh sebelum Rakernas tidak sukses \"menitipkan nama\" untuk dukungan Capres Partai Nasdem. Sementara PDIP berhitung ulang atas kans Puan jika pesaingnya Ganjar muncul dalam radar partainya Surya Paloh. Berniat menghibur, tetapi Cak Imin pun sedang gundah gulana. Jabatan Ketum PKB juga terancam akibat konstelasi kepemimpinan PBNU. Kubu Cak Imin yang menjagokan Said Aqil ternyata gagal. NU tentu tidak tinggal diam atau membiarkan kepemimpinan PKB. Bisa saja Muhaimin diganti. Cak Imin akan masuk IGD dalam proses politik menuju 2024. Sebelum rontok wajar jika ia melakukan ikhtiar terlebih dahulu walau caranya harus dengan tabrak sana tabrak sini. Namun hingga kini untuk posisi Capres atau Cawapres belum ada satu partai pun yang melirik apalagi merangkulnya. Kecuali PKB sendiri. Untuk merepresentasi NU maka Gubernur Khofifah lebih terbuka peluang untuk dilirik. Dan hal ini tentu saja membuat Cak Imin semakin gundah. Cak Imin adalah figur menarik yang terbaca sedang sibuk memasarkan dirinya sendiri agar dihitung sebagai faktor penentu. Mencari teman Koalisi yang pas dan menguntungkan. Pilihan apakah akan ikut poros Golkar, PAN, PPP atau poros PKS, Nasdem, Demokrat atau pula PDIP Gerindra ? Tetapi manapun itu PKB sulit untuk menjadi penentu. Manuver terakhir datang ke Prabowo adalah upaya untuk memasang Prabowo-Imin. Namun bagi Prabowo keberadaan Cak Imin tidak akan mampu mendongkrak. Jauh kalah kuat dengan Prabowo-Puan yang telah lama digadang-gadang. PDIP adalah pemenang Pemilu. Prabowo-Imin akan menjadi pasangan yang \"terpaksa\" atau \"dipaksakan\". Nah pasangan dengan status \"kawin paksa\" akan membuat elektabilitas rendah, artinya Prabowo bakal gagal. Cak Imin sedang melayang-layang mencari tempat untuk mendarat. Jangan-jangan karena tidak pakai perhitungan, maka mendarat dengan \"crash landing\" atau justru menabrak tebing. Cak Imin memang banyak akting. Di tengah situasi politik yang semakin genting. Bandung, 20 Juni 2022
POST-THRUTH : Era Kebohongan
Oleh M. Rizal Fadillah Pemerhati Politik dan Kebangsaan BEREDAR di medsos video ceramah Burhanuddin Muhtadi Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia tahun 2019 yang menguraikan tentang era kebohongan saat ini atau yang dikenal dengan post-truth. Era pasca kebenaran yang digambarkan bahwa kebenaran emosional (emotional truth) lebih dominan ketimbang kebenaran obyektif (obyective truth). Kebohongan yang memang sengaja dibuat. Ceramah yang nampaknya dimaksudkan untuk memproteksi Jokowi dari serangan kebohongan itu ternyata digunakan oleh pendukung Jokowi untuk memainkan jurus kebohongan agar memperoleh kemenangan. Jokowi pun menjadi Presiden dengan segala dinamika atau kontroversinya. Prabowo pesaing politiknya terpaksa harus bertekuk lutut dan rela menjadi pembantu. Muhtadi membandingkan dengan kemenangan Pemilu Meksiko, Brazil dan Amerika Serikat. Donald Trump sukses memainkan strategi kebohongan. Termasuk kebohongan dalam bentuk menakut-nakuti mulai ancaman China hingga terorisme dan radikalisme Islam. Semburan fitnah adalah bagian dari warna post-truth. Waktu itu tudingan diarahkan kepada lawan politik Jokowi. Saat kubu Islam menjadi sasaran. Pengamat intelijen Dr Susaningtiyas Kertopati menyatakan di Indonesia post-truth berkelindan dengan sentimen agama dan etnis yang berekses pada kekerasan dan mengancam stabilitas keamanan. Setelah Jokowi berkuasa, maka karakter era post-thruth bergerak dinamis. Kebohongan demi kebohongan pun dilakukan baik dengan ungkapan atau janji-janji palsu maupun membuat hantu-hantu yang mengancam. Tiga kebohongan besar yang sengaja dihembuskan untuk memperkokoh kekuasaan yaitu : Pertama, di tengah hutang luar negeri tahun 2016 sebesar 4.232 trilyun, Jokowi masih percaya diri menyampaikan dalam pidato sosialisasi tax amnesty di Makasar bahwa di kantongnya tersimpan data atas dana luar negeri sebesar 11.000 trilyun rupiah. Kondisi keuangan yang sangat aman. Kedua, pandemi covid 19 digunakan sebagai hantu untuk membangun otoritarianisme, menghambat kebebasan publik, serta memunculkan kebijakan untuk mengeruk bebas dana APBN tanpa pertanggungjawaban. Pandemi mengisi ruang narasi era post-thruth. Ketiga, umat Islam dituduh dekat dengan terorisme, radikalisme dan intoleransi. Hantu yang berbahaya. Antisipasi berupa moderasi beragama dicanangkan dan diprogram dimana mana termasuk di Kementrian Pendidikan dan Kementrian Agama. Moderasi beragama adalah teror psikologis kepada umat Islam atas modus ancaman hantu-hantu itu. Burhanuddin Muhtadi mengungkapkan serangan kebohongan itu datangnya dari masyarakat terhadap pemegang kekuasaan. Akan tetapi faktanya dan sangat terasa kebohongan di era post-truth itu dominan dilakukan oleh penguasa kepada masyarakat atau komunitas umat. Ceramah Muhtadi sesungguhnya menjadi boomerang atau mungkin memang pas untuk mengeksplanasi karakter kekuasaan di era post-truth saat ini yaitu : Rezim tukang bohong. Bandung, 19 Juni 2022
Membaca Pesan Politik Surya Paloh dan Partai Nasdem
ïMenempatkan Paloh sebagai seorang enterpreuner kampiun. Ibarat produser film, Paloh jauh- jauh hari sudah mem- booking artis papan atas untuk membintangi film produksi terbarunya. Dalam dunia film dunia maupun Indonesia, produser film yang punya kontrak eksklusif dengan artis papan atas, sama dengan sudah mengantongi seluruh hasil penjualan karcis bioskop sebelum syuting mulai. Oleh: Ilham Bintang, Ketua Dewan Kehormatan PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) Pusat KETUA Umum Partai Nasional Demokrat (NasDem) Surya Paloh mengumumkan sendiri tiga bakal calon presiden Partai Nasdem untuk berlaga pada Pemilu 2024, Jumat malam, 17 Juni 2022. Ketiganya, adalah Gubernur DKI Anies Baswedan; Panglima TNI Jendral Andika Perkasa, dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Penetapan tiga tokoh itu merupakan hasil pertimbangan steering committee (SC) Rakernas Partai NasDem yang digelar pada 15-17 Juni 2022 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta. \"Rakernas NasDem memutuskan, menetapkan, dan merekomendasikan satu dari tiga nama bakal calon presiden yang akan diusung NasDem pada Pemilu Presiden 2024. Tiga nama itu pilihan Rakernas,\" kata Ketua Umum NasDem, Surya Paloh pada penutupan Rakernas NasDem di JCC Senayan, Jumat malam kemarin. \"Saya ingatkan tidak ada yang kurang atau lebih satu sama lain dari tiga nama itu. Ketiganya setara di mata saya sebagai Ketum. Urutan boleh 1, 2, 3 tapi kualifikasinya sama,\" ujarnya menegaskan. Pada saat yang tepat, lanjut Paloh, ia akan memilih satu dari tiga nama. Dan, putusan itu sudah pasti hasil pertimbangan matang. Rakernas Partai NasDem yang berlangsung tiga hari di Jakarta menyita perhatian masyarakat luas. Rakernas itu seperti memberi kembali harapan kepada rakyat Indonesia di tengah kebingungan menghadapi akrobatik politik di tanah air. Putusan Rakernas NasDem menjadi semacam oase atau mungkin juga oksigen untuk masyarakat yang tengah sesak napas dan frustrasi setelah melihat hasil reshuffle (perombakan) kabinet yang diumumkan dua hari sebelumnya. Surya Paloh bukan politisi jadi-jadian seperti yang banyak lahir di era Presiden Jokowi. Paloh sudah terjun ke dunia politik sejak masih usia belia. Puluhan tahun ia berkiprah di Golkar. Jauh sebelum mesin politik rezim Orde Baru itu menjadi Partai Golkar. Saat ini dari seluruh elit parpol, Paloh paling senior. Dari segi umur maupun dari segi kematangan. Sudah sangat kenyang makan asam garam politik. Dia tahu betul dunia politik sarat praktik \"hajab sirajab bin mustajab\", itu istilah Paloh sendiri yang dulu sering dia gunakan. Teletubbies Saya mengenal Surya Paloh cukup lama. Hanya \"casing-nya\" yang kelihatan beringas. Hanya geram suaranya yang menyeramkan. Watak aslinya cukup elastis, santun, termasuk dalam berpolitik. Masih di usia muda, Paloh sudah duduk di parlemen. Tapi posisi itu tak membuat pencarian nilai-nilai ideal berbangsa dan bernegara berhenti. Paloh membangun industri pers untuk memberdayakan pilar keempat demokrasi. Surat Kabar pertamanya, Prioritas yang disebutnya sebagai media perlawanan bahkan turut menjadi korban keganasan rezim Orde Baru. Media itu di-breidel ketika masih seumur jagung. Kejadian itu membuatnya semakin matang. Paloh tidak mutung. Dia bangkit lagi membangun industri media, menerbitkan Harian Media Indonesia dan mendirikan Metro TV, televisi berita pertama di Indonesia. Setelah itu dia mendirikan Partai NasDem pada 2011. Pemilu 2024 nanti merupakan pesta demokrasi ketiga kali diikuti NasDem. Dan, terbukti benar: dia tidak menjadikan Nasdem sebagai tumpangan pribadinya untuk meraih kursi di pucuk kekuasaan. Kurang apa? Paloh Ketua Umum, dia pendiri dan pemilik Partai NasDem. Dengan latar belakang itulah sikap politik putra Aceh kelahiran Medan ini selalu menarik diikuti. Paloh tidak menggunakan Partai NasDem untuk menyalurkan syahwat kekuasaan politiknya. Itu yang membedakan dia dengan kebanyakan elit politik dan pimpinan parpol di tanah air yang tampak berlaku baru sebatas politikus dan bukan negarawan. Lihat saja betapa kacaunya iklim politik yang diciptakan para poitikus itu satu dasawarsa ini. Berebutan mengincar jabatan ketua umum Parpol untuk tunggangan meraih kekuasaan. Kalau perlu dengan lewat cara yang mengerikan. Kompetisi dijadikan gelanggang untuk saling mengenyahkan, saling \"membunuh\". Ada juga laku politikus yang bikin kita geli. Paling menggelikan ketika tiga pimpinan partai mengumumkan pembentukan koalisi baru. Yang foto- foto elitnya mirip \"teletubbies\", viral di media sosial. Bagaimana koalisi itu bisa meyakinkan rakyat sementara kita tahu watak mereka serupa Indian yang terkenal dengan ungkapan \"All Indian, Chief\". Alias, semua Indian adalah Kepala Suku. Masih segar dalam ingatan, bukankah ada jejak digital mereka secara sendiri-sendiri yang menginginkan duduk di kursi presiden. Situasi politik semakin chaos manakala pejabat yang berstatus pembantu atau pesuruh presiden pun ikut meramaikan bursa presiden. Mereka memanfaatkan jabatan dan fasilitas negara untuk merintis jalan menuju Istana. Secara terselubung maupun terang-terangan. Kita tidak tahu, entah apa yang merasuki pikiran mereka. Paloh Pernah Gagal Paloh bukan tidak pernah tergiur jabatan presiden. Tahun 2004, semasa masih di Golkar, Paloh menginisiasi dan ikut Konvensi Partai Golkar untuk memilih bakal calon presiden. Waktu itu saya mewawancarainya secara khusus dan menuliskan jalan pikirannya yang \"out of the box\". Maksudnya, ia ingin mengubah stigma Golkar dari partai \"tertutup\" menjadi partai modern. Yang membuka pencalonan sosok pemimpin bangsa di luar Partai Golkar. Paloh kalah dalam Konvensi Golkar 2004 itu. Akan tetapi, itu tak membuatnya jera memperjuangkan perlunya menemukan sosok negarawan untuk memimpin negara. Karena sulit mengubah watak Golkar lama yang sudah berkarat, Paloh pun meninggalkan partai itu. Tahun 2011 ia mendirikan Partai NasDem. Lewat NasDem, Paloh leluasa memperjuangkan ide yang out of the box itu. Dia pun menemukan hal yang diidamkannya sejak dulu: ternyata ada pada diri Anies Baswedan, Andika Perkasa, dan Ganjar Pranowo. Kebetulan dua dari tiga nama yang itu klop dengan aspirasi luas rakyat Indonesia. Nama-nama itu sejak dua tahun lalu sudah bertengger di papan atas, sudah diuji berkali-kali oleh pelbagai lembaga survei. Pemilu memang masih lama, dua tahun lagi. Tapi marketing Rakernas Nasdem luar biasa. Mempercepat masyarakat memberi perhatian pada pesta demokrasi sekali lima tahun itu. Menempatkan Paloh sebagai seorang enterpreuner kampiun. Ibarat produser film, Paloh jauh- jauh hari sudah mem- booking artis papan atas untuk membintangi film produksi terbarunya. Dalam dunia film dunia maupun Indonesia, produser film yang punya kontrak eksklusif dengan artis papan atas, sama dengan sudah mengantongi seluruh hasil penjualan karcis bioskop sebelum syuting mulai. Sang produser akan menjadi kiblat seluruh penyalur film bioskop dunia serta distributor penayangan untuk media televisi. Posisi kiblat akan membuat seluruh biaya produksi film akan mengalir dari para distributor. Bukankah posisi Anies dan Ganjar adalah aktor superstar dalam politik kita? Dari segi ideologinya pun Paloh terasa lebih cerdas. Melalui Rakernas, Paloh dan NasDem berhasil melekatkan kembali seluruh isi konstitusi di kepala seluruh rakyat Indonesia bahwa pada Pemilu 2024 nanti adalah momen penggantian presiden. Titik! Saya kira itu misi murni Paloh. Dengan itu sekaligus dia menghalau dan mengusir para petualang politik yang seenaknya mau mengubah konstitusi demi melanggengkan kekuasaan koalisinya. Yang tanpa malu masih terus saja berupaya memperjuangkan jabatan presiden boleh lebih dua priode. Saya kira buat Paloh tidak menjadi soal apakah nanti tokoh yang diusungnya bisa jadi presiden atau tidak. Seperti yang dikatakannya sendiri waktu menutup Rakernas Nasdem malam itu. \"Seandainya pun calon yang kita dukung terpilih, kemudian lupa pada NasDem, itu sudah nasib kita,\" kata dia. Yang penting bagi Paloh pempimpin bangsa yang terpilih menghuni Istana nanti adalah pemimpin bangsa kelas negarawan. Lahir dari proses komitmen seluruh bangsa dan kepatuhan pada konstitusi. Saya kira semua wartawan pun atau pers nasional yang merupakan penjaga pilar keempat demokrasi niscaya ikut terpanggil mengawal pesan Surya Paloh itu. Pangandaran 18 Juni 2022. (*)
Membaca Pesan Politik Surya Paloh dan Partai Nasdem
Menempatkan Paloh sebagai seorang enterpreuner kampiun. Ibarat produser film, Paloh jauh- jauh hari sudah mem- booking artis papan atas untuk membintangi film produksi terbarunya. Dalam dunia film dunia maupun Indonesia, produser film yang punya kontrak eksklusif dengan artis papan atas, sama dengan sudah mengantongi seluruh hasil penjualan karcis bioskop sebelum syuting mulai. Catatan Ilham Bintang, Ketua Dewan Kehormatan PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) Pusat KETUA Umum Partai Nasional Demokrat ( Partai Nasdem) Surya Paloh mengumumkan sendiri tiga bakal calon presiden Partai Nasdem untuk berlaga pada Pemilu 2024, Jumat, 17 Juni 2022 malam. Ketiganya, adalah Gubernur DKI Anies Baswedan; Panglima TNI, Jendral Andika Perkasa dan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Penetapan tiga tokoh itu merupakan hasil pertimbangan steering committee (SC_) Rakernas Partai NasDem yang digelar 15-17 Juni 2022 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta. \"Rakernas Nasdem memutuskan, menetapkan, dan merekomendasikan satu dari tiga nama bakal calon presiden yang akan diusung Nasdem pada Pemilu Presiden 2024. Tiga nama itu pilihan Rakernas,\" kata Ketua Umum Nasdem, Surya Paloh pada penutupan Rakernas Nasdem di JCC Senayan, Jumat malam kemarin \"Saya ingatkan tidak ada yang kurang atau lebih satu sama lain dari tiga nama itu. Ketiganya setara di mata saya sebagai Ketum. Urutan boleh 1, 2, 3 tapi kualifikasinya sama,\" ujarnya menegaskan. Pada saat yang tepat, lanjut Paloh, ia akan memilih satu dari tiga nama. Dan, putusan itu sudah pasti hasil pertimbangan matang. Rakernas Partai Nasdem yang berlangsung tiga hari di Jakarta menyita perhatian masyarakat luas. Rakernas itu seperti memberi kembali harapan kepada rakyat Indonesia di tengah kebingungan menghadapi akrobatik politik di tanah air. Putusan Rakernas Nasdem menjadi semacam oase atau mungkin juga oksigen untuk masyarakat yang tengah sesak napas dan frustrasi setelah melihat hasil reshuffle (perombakan) kabinet yang diumumkan dua hari sebelumnya. Surya Paloh bukan politisi jadi-jadian seperti yang banyak lahir di era Presiden Jokowi. Paloh sudah terjun ke dunia politik sejak masih usia belia. Puluhan tahun ia berkiprah di Golkar. Jauh sebelum mesin politik rezim Orde Baru itu menjadi Partai Golkar. Saat ini dari seluruh elite parpol, Paloh paling senior. Dari segi umur maupun dari segi kematangan. Sudah sangat kenyang makan asam garam politik. Dia tahu betul dunia politik sarat praktik \"hajab sirajab bin mustajab\", itu istilah Paloh sendiri yang dulu sering dia gunakan. Teletubbies Saya mengenal Surya Paloh cukup lama. Hanya \" casingnya \" yang kelihatan beringas. Hanya geram suaranya yang menyeramkan. Watak aslinya cukup elastis, santun, termasuk dalam berpolitik. Masih di usia muda Paloh sudah duduk di parlemen. Tapi posisi itu tak membuat pencarian nilai - nilai ideal berbangsa dan bernegara berhenti. Paloh membangun industri pers untuk memberdayakan pilar keempat demokrasi. Surat Kabar pertamanya, Prioritas yang disebutnya sebagai media perlawanan bahkan turut menjadi korban keganasan rezim Orde Baru. Media itu di-breidel ketika masih seumur jagung. Kejadian itu membuatnya semakin matang. Paloh tidak mutung. Dia bangkit lagi membangun industri media, menerbitkan Harian Media Indonesia dan mendirikan Metro TV , televisi berita pertama di Indonesia. Setelah itu dia mendirikan Partai Nasdem pada tahun 2011. Pemilu 2024 nanti merupakan pesta demokrasi ketiga kali diikuti Nasdem. Dan, terbukti benar : dia tidak menjadikan Nasdem sebagai tumpangan pribadinya untuk meraih kursi di pucuk kekuasaan. Kurang apa? Paloh Ketua Umum, dia pendiri dan pemilik Partai Nasdem. Dengan latar belakang itulah sikap politik putra Aceh kelahiran Medan ini selalu menarik diikuti. Paloh tidak menggunakan Partai Nasdem untuk menyalurkan syahwat kekuasaan politiknya. Itu yang membedakan dia dengan kebanyakan elit politik dan pimpinan parpol di tanah air yang tampak berlaku baru sebatas politikus dan bukan negarawan. Lihat saja betapa kacaunya iklim politik yang diciptakan para poitikus itu satu dasawarsa ini. Berebutan mengincar jabatan ketua umum Parpol untuk tunggangan meraih kekuasaan. Kalau perlu dengan lewat cara yang mengerikan. Kompetisi dijadikan gelanggang untuk saling mengenyahkan, saling \"membunuh\". Ada juga laku politikus yang bikin kita geli. Paling menggelikan ketika tiga pimpinan partai mengumumkan pembentukan koalisi baru. Yang foto- foto elitnya mirip \" teletubbies \", viral di media sosial. Bagaimana koalisi itu bisa meyakinkan rakyat sementara kita tahu watak mereka serupa Indian yang terkenal dengan ungkapan \"All Indian, Chief.\" Alias, semua Indian adalah Kepala Suku. Masih segar dalam ingatan, bukankah ada jejak digital mereka secara sendiri -sendiri yang menginginkan duduk di kursi presiden. Situasi politik semakin chaos manakala pejabat yang berstatus pembantu atau pesuruh presiden pun ikut meramaikan bursa presiden. Mereka memanfaatkan jabatan dan fasilitas negara untuk merintis jalan menuju Istana. Secara terselubung maupun terang-terangan. Kita tidak tahu, entah apa yang merasuki pikiran mereka. Paloh Pernah Gagal Paloh bukan tidak pernah tergiur jabatan presiden. Tahun 2004, semasa masih di Golkar, Paloh menginisiasi dan ikut Konvensi Partai Golkar untuk memilih bakal calon presiden. Waktu itu saya mewawancarainya secara khusus dan menuliskan jalan pikirannya yang \" out of the box\". Maksudnya, ia ingin mengubah stigma Golkar dari partai \" tertutup\" menjadi partai modern. Yang membuka pencalonan sosok pemimpin bangsa di luar Partai Golkar. Paloh kalah dalam Konvensi Golkar 2004 itu. Akan tetapi, itu tak membuatnya jera memperjuangkan perlunya menemukan sosok negarawan untuk memimpin negara. Karena sulit mengubah watak Golkar lama yang sudah berkarat, Paloh pun meninggalkan partai itu. Tahun 2011 ia mendirikan Partai Nasdem. Lewat Nasdem, Paloh leluasa memperjuangkan ide yang out of the box itu. Dia pun menemukan hal yang diidamkannya sejak dulu : ternyata ada pada diri Anies Baswedan, Andhika Pratama dan Ganjar Pranowo. Kebetulan dua dari tiga nama yang itu klop dengan aspirasi luas rakyat Indonesia. Nama- nama itu sejak dua tahun lalu sudah bertengger di papan atas, sudah diuji berkali- kali oleh pelbagai lembaga survei. Pemilu memang masih lama, dua tahun lagi. Tapi marketing Rakernas Nasdem luar biasa. Mempercepat masyarakat memberi perhatian pada pesta demokrasi sekali lima tahun itu. Menempatkan Paloh sebagai seorang enterpreuner kampiun. Ibarat produser film, Paloh jauh- jauh hari sudah mem- booking artis papan atas untuk membintangi film produksi terbarunya. Dalam dunia film dunia maupun Indonesia, produser film yang punya kontrak eksklusif dengan artis papan atas, sama dengan sudah mengantongi seluruh hasil penjualan karcis bioskop sebelum syuting mulai. Sang produser akan menjadi kiblat seluruh penyalur film bioskop dunia serta distributor penayangan untuk media televisi. Posisi kiblat akan membuat seluruh biaya produksi film akan mengalir dari para distributor. Bukankah posisi Anies dan Ganjar adalah aktor superstar dalam politik kita? Dari segi ideologinya pun Paloh terasa lebih cerdas. Melalui Rakernas, Paloh dan Nasdem berhasil melekatkan kembali seluruh isi konstitusi di kepala seluruh rakyat Indonesia bahwa pada Pemilu 2024 nanti adalah momen penggantian presiden. Titik! Saya kira itu misi murni Paloh. Dengan itu sekaligus dia menghalau dan mengusir para petualang politik yang seenaknya mau mengubah konstitusi demi melanggengkan kekuasaan koalisinya. Yang tanpa malu masih terus saja berupaya memperjuangkan jabatan presiden boleh lebih dua priode. Saya kira buat Paloh tidak menjadi soal apakah nanti tokoh yang diusungnya bisa jadi presiden atau tidak. Seperti yang dikatakannya sendiri waktu menutup Rakernas Nasdem malam itu. \"Seandainya pun calon yang kita dukung terpilih, kemudian lupa pada NasDem, itu sudah nasib kita,\" kata dia. Yang penting bagi Paloh pempimpin bangsa yang terpilih menghuni Istana nanti adalah pemimpin bangsa kelas negarawan. Lahir dari proses komitmen seluruh bangsa dan kepatuhan pada konstitusi. Saya kira semua wartawan pun atau pers nasional yang merupakan penjaga pilar keempat demokrasi niscaya ikut terpanggil mengawal pesan Surya Paloh itu. Pangandaran 18 Juni 2022
Kembali Pada UUD 1945 Menyelamatkan Negara Proklamasi 17 Agustus 1945
Akibat amandemen UUD 1945 pasal 1 ayat 2 menjadi tidak jelas secara makna apalagi secara hakekat, secara makna apa mungkin UUD menjalankan UUD? Siapa yang menjalankan kedaulatan rakyat itu pasal berapa? Juga tidak jelas! Oleh: Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Rumah Pancasila INDONESIA hari ini mulai terseok seok dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, jurang si miskin dan yang kaya raya semakin lebar. Kekayaan Ibu Pertiwi hanya dikuasai segelintir orang, bahkan 70% lahan di Indonesia dikuasai 0,10 % aseng dan asong. Pengkhianatan atas pasal 33 UUD 1945 dan tujuan negara yang di-Proklamasikan pada 17 Agustus 1945, yaitu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, diabaikan. Sejak UUD 1945 diamandemen 4 kali, kemudian dijalankan Individualisme, Liberalisme, dan Kapitalisme. Sementara partai politik seakan paling Indonesia masih me-ngunya-ngunya Pancasila. Padahal sejak Amandemen UUD 1945 itu yang diamandemen ya Ideologi negara berdasarkan Pancasila. Coba resapi apa itu ideologi? Kata kerja Yunani oida = mengetahui, melihat dengan budi. Kata “logi” yang berasal dari bahasa Yunani logos yang artinya pengetahuan. Jadi Ideologi mempunyai arti pengetahuan tentang gagasan-gagasan, pengetahuan tentang ide-ide, science of ideas atau ajaran tentang pengertian-pengertian dasar. Jadi Pengertian Ideologi itu adalah pengetahuan atau kumpulan gagasan atau ide-ide tentang negara berdasarkan Pancasila. Di mana itu? Oleh para pendiri negeri ini ide-ide atau gagasan negara berdasarkan Pancasila itu diuraikan di dalam Batang Tubuh UUD 1945. Terdiri dari 16 Bab, 37 pasal, dan 4 Aturan tambahan dan peralihan. Itulah ideologi negara berdasarkan Pancasila. Misalnya, tentang Kedaulatan Rakyat pasal 1 Ayat 2. Soal sistem ekonomi Pancasila pasal 33 ayat 1-3. Jadi ideologi Ekonomi kita ya pasal 33. Amandemen UUD 1945 telah mengkhianati ideologi Ekonomi berdasarkan Pancasila. Tentang Presiden pasal 6, Presiden ialah orang Indonesia Asli diamandemen menjadi Presiden adalah warga negara Indonesia. Ini sebuah pengkhianatan. Karena menurut ideologi Pancasila yang menjadi Presiden itu adalah orang Indonesia Asli (Pribumi), bukan orang asing. Dengan diamandemennya UUD 1945 yang memisahkan Pembukaan dan Batang Tubuh, maka Negara Republik Indonesia Sudah Tidak Berideologi Pancasila lagi. Sejak UUD 1945 diamandemen, bukan saja menghabisi Ideologi Pancasila yang terdapat di dalam UUD 1945 yang berakibat hilangnya pedoman-pedoman pokok yang ada dalam Pembukaan UUD 1945. Sebagaimana diketahui, mengenai negara dan hukum terdapat soal-soal pokok yang telah berabad-abad selalu menjadi pikiran dan selama-lamanya tetap aktual, sepertinya soal hakekat, sifat, tujuan, dan lapangan tugas bekerjanya negara dalam teori dan dalam praktik. Untuk memperdalam kajian ideologi Pancasila tentu kita harus mengerti apa itu hakekat, sifat, tujuan, dan tugas negara di dalam ketatanegaraan dengan mengerti hal tersebut, maka kita menjadi paham apa itu ideologi Pancasila . Cuplikan Tesis Prof Dr Noto Nagoro Soal Sifat Manusia Sebagai Dasar Kenegaraan. Di dalam pembukaan terdapat unsur-unsur yang dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam hal soal-soal pokok itu. Pembukaan mulai dengan pernyataan “bahwa sesungguhnja kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”. Hak akan kemerdekaan yang dimaksudkan adalah daripada segala bangsa, bukannya hak kemerdekaan daripada individu, dan untuk mempertanggung-jawabkannya lebih landjut, bahwa “pendjadjahan di atas dunia harus dihapuskan” juga bukan hak kemerdekaan individu yang dipergunakan sebagai dasar, akan tetapi “perikemanusiaan dan perikeadilan”, kedua-duanya pengertian dalam arti abstrak dan hakekat. Jangan sekali-kali lalu timbul anggapan, bahwa di dalam pernyataan hak kemerdekaan bangsa daripada pembukaan itu tidak ada tempat bagi hak kebebasan perseorangan. Tidak demikian halnya, akan tetapi perseorangan ditempatkan dalam hubungannya dengan bangsa, dalam kedudukannya sebagai anggota bangsa dan sebagai manusia dalam kedudukannya spesimen atas dasar atau dalam lingkungan jenisnya (genus), ialah “perikemanusiaan”. Sebaliknya bukan maksudnya juga untuk menyatakan bahwa perseorangan adalah seolah-olah anggota bangsa, melulu penjelmaan jenis, akan tetapi seraya itu djuga merupakan diri sendiri dan berdiri pribadi. Pemakaian “perikemanusiaan” juga sebagai alasan untuk menghapuskan penjajahan, lagipula termasuknya sila “kemanusiaan yang adil dan beradab” dalam asas kerohanian Negara menunjukkan, bahwa dikehendaki untuk menjadikan unsur kesesuaian dengan hakekat manusia itu sebagai pokok sendi bagi Negara, dan hakekat manusia adalah makhluk yang bersusun dalam sifatnya, ialah individu dan makhluk sosial kedua-duannja. Terkandung di dalam unsur-unsur Pembukaan itu tidak hanja hal negara didasarkan atas pokok pikiran bersendi pada dan terdiri atas manusia yang mempunjai sifat individu dan makhluk sosial kedua-duanya, akan tetapi djuga tidak menitikberatkan kepada salah satunya. Yang dikehendaki bukan Negara yang bersusun individualistis, atomistis, mechanis atau sebaliknya. Negara yang bersusun kolektif atau organis itu sebagai kesatuan total yang mengenyampingkan dari manusia perseorangan. Akan tetapi yang dimaksud ialah Negara yang bersusun dwi-tunggal, kedua-duanja sifat manusia sebagai individu dan makhuk sosial terpakai sebagai dasar yang sama kedudukannya. Pentingnya arti daripada soal sifat manusia dalam hal merupakan dasar kenegaraan, tidak perlu dipertanggungjawabkan lagi, sebagaimana diketahui sudah menjadi pendapat umum, bahwa itu mempunjai arti yang menentukan dalam hal-hal pokok kenegaraan, sepertinja sudah disinggung-singgung di atas tadi menentukan hakekat sifat daripda negara sendiri, djuga menentukan susunan, tujuan dan tugas bekerjanya negara, kedudukan warga negara dalam negara dan hubungannya dengan negara, begitu pula susunan pemerintahan negara. Kesimpulan yang didasarkan atas unsur-unsur jang terdapat dalam Pembukaan tadi, ternyata sesuai dengan dan memperoleh penegasan resmi sebagaimana dimuat dalam Berita Republik Indonesia tahun II nomor 7. Dalam pembukaan ini diterima aliran pengertian Negara persatuan, Negara yang melindungi dan meliputi segenap bangsa seluruhnya. Jadi Negara mengatasi segala paham golongan, mengatasi segala paham perseorangan. Negara menurut pengertian “pembukaan” itu menghendaki persatuan, meliputi segenap bangsa Indonesia seluruhnya. Inilah suatu dasar Negara jang tidak boleh dilupakan”. Selanjutnya dikatakan, bahwa “pokok yang ketiga yang terkandung dalam “pembukaan” ialah Negara yang berkedaulatan rakyat, berdasar atas kerakjatan dan permusjawaratan/perwakilan. Oleh karena itu, sistem Negara yang harus terbentuk dalam UUD harus berdasar atas kedaulatan rakyat yang berdasar atas permusyawaratan/perwakilan. Memang aliran ini sesuai dengan sifat masjarakat Indonesia”. Dengan lain perkataan sistim Negara harus demokratis, jadi di sini dititikberatkan kepada unsur sifat individu daripada manusia, dan demokrasi jang sesuai dengan sifat masyarakat Indonesia yang telah terdapat dan terselenggara padanya, ialah kedaulatan rakyat atas dasar permusyawaratan/perwakilan. Lain dari itu ditegaskan, bahwa “Negara Indonesia berdasarkan atas Hukum (Rechsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machtstaat). Pemerintahan berdasar atas sistim Konstitusi (Hukum Dasar), tidak bersifat Absolutisme (kekuasaan jang tidak terbatas)”. Dengan diamandemennya pasal 1 ayat 2 UUD 1945 Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhkan oleh MPR, setelah diamandemen Pasal 1 ayat 2 menjadi “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD”. Akibat amandemen UUD 1945 pasal 1 ayat 2 menjadi tidak jelas secara makna apalagi secara hakekat, secara makna apa mungkin UUD menjalankan UUD? Siapa yang menjalankan kedaulatan rakyat itu pasal berapa? Juga tidak jelas! Bangsa ini harus sadar atas apa yang terjadi sejak amandemen UUD 1945. Negara sudah diacak-acak, kedaulatan rakyat telah dibajak oleh partai politik, negara sudah tidak, semua untuk semua, tetapi negara hanya untuk golongan partai politik saja. Negara tidak lagi berideologi Pancasila tetapi diganti dengan Individualisme, Liberalisme, Kapitalisme. Kita membangun kesadaran bersama sebagai anak bangsa dengan segala kemampuan harus segera dirajut untuk mendukung Ketua DPD RI LaNyalla Mahmud Mattalitti menerima mandat untuk memberlakukan kembali Undang-Undang Dasar 1945 hasil Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia, Jum’at, 17 Agustus 1945. Bangunlah partisipasi masyarakat, kelompok, golongan, kampus, mahasiswa, ormas-ormas, TNI, Polri jika kita masih menginginkan anak cucu kita tidak menjadi jongos di negerinya sendiri, mari kita kembalikan Negara Proklamasi 17 Agustus 1945 dengan UUD1945 dan Pancasila. (*)
Dukung Anies, Nasdem Tak Bisa Mundur Lagi
Oleh Tony Rosyid Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa BUKAN Surya Paloh kalau tidak berani membuat terobosan paling awal dalam pemilu. Tahun 2018, Surya Paloh yang pertama mengusung Ridwan Kamil di Jawa Barat. Jauh sebelum warga Jawa Barat bicara soal pilgub. Tahun 2019, Baliho bergambar Surya Paloh dan Jokowi membanjiri jalan-jalan bersar di Indonsia. Dan kemarin, jumat 17 Juni, Surya Paloh mengumumkan tiga nama: Anies Baswedan, Andika Perkasa dan Ganjar Pranowo sebagai kandidat capres dari partai Nasdem. Publik paham, siapa dari tiga nama itu yang sesungguhnya diingingkan Surya Paloh. Cerdas dan taktis! Capres ditentukan dari usulan Rakernas. Pesan yang ingin disampaikan oleh Nasdem kepada para kader dan juga publik adalah bahwa ini aspirasi dari bawah. Dengan begitu, suara ini legitimed. Partai Nasdem menggelar Rakernas di Jakarta Convention Center atau JCC pada tanggal 15-17 Juni 2022. Kepada setiap DPW telah mengajukan 2-6 nama kandidat capres. Hasilnya? Nama Anies Baswedan mendapat suara terbanyak. 32 DPW mengusulkan nama Anies Baswedan. Ada 28 DPW mengusulkan nama Ganjar. 15 DPW mengusulkan Erick Tohir. Dan 15 DPW mengusulkan Andika Perkasa Jika dilihat dari urutan pertama yang diusulkan DPW, nama Anies Baswedan diusulkan di urutan pertama oleh 21 DPW. Nama Ganjar Pranowo diusulkan 5 DPW. Ada nama Surya Paloh dan Prananda. Jumlahnya sangat kecil. Dalam keputusannya kemaren malam, Nasdem mengumumkan tiga nama berdasarkan urutan yaitu Anies Baswedan, Andika Perkasa dan Ganjar Pranowo. Mengapa Ganjar Pranowo disebut dalam urutan ketiga, bukan kedua? Mengapa pula Andika Perkasa yang masuk nominasi, dan bukan Erick Tohir? Hanya Tuhan dan Surya Paloh yang tahu. Mengacu pada hasil rakernas ini, terlihat jelas bahwa Anies Baswedan menjadi pilihan utama partai Nasdem. Ini sekaligus mengakhiri keraguan dan polemik publik tentang keseriusan Partai Nasdem yang akan mengusung Anies Baswedan di pilpres 2022. Dari pengumuman hasil Rakernas ini, maka tidak ada pilihan lain bagi Nasdem kecuali mengusung Anies Baswedan untuk pilpres 2024. Ini amanah Rakernas. Langkah Surya Paloh menentukan kandidat capres melalui Rakernas partai merupakan langkah demokratis yang sangat elegan. Ini layak untuk diikuti oleh partai-partai lain. Rakernas semacam ini merupakan cara yang paling fair dan obyektif untuk mengetahui dan mengakomodir aspirasi para kader. Tugas ketua umum partai adalah merealisasikan amanah yang sudah diaspirakan oleh para kader tersebut. Jika aspirasi kader tidak dijalankan, akan ada dua risiko. Pertama, konflik internal. Kader akan kehilangan kepercayaan jika mayoritas aspirasinya tidak terakomodir. Apalagi jika aspirasi itu sudah diumumkan ke publik dan tidak direalisasikan, ini akan jadi bumerang buat partai. Jika keputusan Nasdem kontra aspirasi, ini akan memicu mosi tidak percaya kepada pimpinan dan konflik di internal partai. Selama ini, wacana Nasdem mengusung Anies telah memberi efek elektorol buat partai yang dipimpin Surya Paloh ini. Dan sejak kemarin malam diumumkan, tidak kurang dari 55 simpul relawan Anies di berbagai pelosok Indonesia menyambut dengan antusias. Ini bisa semakin berpotensi menambah elektoral bagi partai Nasdem di pemilu 2024. Kedua, rakernas yang terbuka senacam ini telah disaksikan oleh rakyat. Jika tidak ditunaikan, rakyat akan menilai Nasdem main-main, mencla mencle dan membohingi publik. Akibatnya? Nasdem berisiko akan kehilangan banyak suara di pilpres 2024. Nasibnya bisa seperti PPP yang ditinggalkan oleh konstituennya setelah ikut dalam KIB. Dalam survei, eektoralnya kurang dari 4 persen. Satu-satunya pilihan bagi Nasdem adalah merealisasikan apa yang sudah diamanahkan oleh peserta Rakernas yang mewakili suara dari arus bawah, maupun suara konstituen. Pimpinan DPW mengusulkan nama pasti berangkat dari aspirasi konstituen di daerah masing-masing. Ini terlihat misalnya Jakarta, Jabar, Banten dan Jatim mengusulkan Anies Baswedan. Sedangkan Jateng mengusulkan Ganjar Pranowo. Ini mirip hasil survei dari sejumlah lembaga survei. Apakah ketika Nasdem mengusung Anies akan ada risiko berhadap-hadapan dengan istana yang diisukan sebagai inspirator lahirnya KIB? Bisa iya, bisa tidak. Jika KIB bubar dan Ganjar diusung PDIP, entah menjadi capres atau cawapresnya Puan, maka istana kemungkinan akan ikut gerbong Surya Paloh. Kecil kemungkinan istana berada dalam satu gerbong bersama PDIP. Pilpres 2024, kepentingan istana dan PDIP cukup sulit disatukan. Mungkinkah istana akan mendorong Gerindra-PKB untuk mengusung Prabowo-Cak Imin? Dalam politik, tidak ada hal yang mustahil. Semua masih terbuka kemungkinan. Jika Prabowo dapat partner, kemungkinan akan tetap maju. Jika tidak ada partner, pilihan ke Anies Baswedan sepertinya lebih menguntungkan secara elektoral bagi partai Gerindra. Prabowo bisa ikut andil sebagai King Maker. Dalam satu keaempatan Surya Paloh menyampaikan: tidak ada lagi reshuffle kabinet. Rusak negara ini kalau masih ada lagi reshuffle kabinet. Ungkapan ini muncul setelah reshuffle kabinet hari rabu pahing, tanggal 15 Juni kemarin. Apa pesannya? Jika istana tidak lagi satu gerbong, maka sebaiknya hubungan dengan partai-partai pendukung harus tetap dijaga. Struktur kabinet harus tetap dipertahankan untuk stabilitas bangsa dan stabilitas pemerintahan di akhir periode. Jika tidak, maka akan ada kegaduhan yang memicu pecahnya Kabinet Indoneisa Maju. Boleh jadi akan ada banyak partai yang mencabut dukungan kepada pemerintah Jokowi. Ini tentu cukup berbahaya buat stabilitas negara. Bayangkan jika di akhir jabatan Presiden Jokowi, para menteri Nasdem dicopot, maka tidak menutup kemungkinan akan ada partai lain yang ikut jejak Nasdem. PKB misalnya, tidak menutup kemungkinan juga akan tarik diri. Begitu juga dengan PPP. Dan ini tentu tidak baik untuk kepentingan stabilitas bangsa kedepan. Apapaun dinamika politik yang akan terjadi esok, tak ada pilihan mundur bagi Nasdem kecuali tetap terus mengusung Anies Baswedan sebagai capres 2024. Siapa partai koalisinya? Kita tunggu kejutan partai Nasdem dua-tiga bulan kedepan. Jakarta, 18 Juni 2022