ALL CATEGORY
Dolar Jatuh dari Puncak 2 Dekade, Yuan Turun Karena Data China Lemah
New York, FNN - Indeks dolar AS melemah pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB), setelah mencapai puncaknya selama 20 tahun pekan lalu, dengan ekonomi global menjadi fokus setelah data ekonomi yang lemah dari China menyoroti kekhawatiran tentang prospek perlambatan global.Menciptakan suasana penghindaran risiko (risk-off) pada Senin (16/5/2022), aktivitas ritel dan pabrik China turun tajam pada April karena penguncian COVID-19 yang ekstensif membatasi pekerja dan konsumen domestik. Tetapi Shanghai memang menetapkan rencana untuk kembali ke kehidupan yang lebih normal mulai 1 Juni.Menyusul rilis data China, Bipan Rai, kepala analis valas Amerika Utara di CIBC Capital Markets, mengatakan perdagangan difokuskan pada data ekonomi makro pada Senin ((16/5/2022).\"Penting untuk digarisbawahi bahwa risikonya mengarah pada dolar yang lebih kuat dan terutama, itu karena jika Anda melihat iklim ekonomi makro, fundamentalnya tidak terlihat bagus. Dari perspektif risk-off yang seharusnya masih mendukung dolar terhadap sebagian besar mata uang,\" kata Rai.Namun ia mengatakan greenback sedang berkonsolidasi setelah kekuatannya baru-baru ini dan bahwa sesi perdagangan yang lebih terbatas mungkin terjadi: \"Masuk akal untuk beberapa periode konsolidasi sebelum langkah berikutnya lebih tinggi.\"Perdagangan dolar mungkin diredam sebagian karena banyak berita buruk telah diperhitungkan tetapi juga karena investor menunggu peristiwa seperti rilis data penjualan ritel AS dan penampilan publik oleh Ketua Fed Jerome Powell keduanya dijadwalkan pada Selasa, menurut Mazen Issa, ahli strategi senior valas di TD Securities.Issa mengatakan tidak \"berpikir kita berada di pasar di mana kita akan melihat dolar melemah ... Ini akan membutuhkan banyak hal untuk membuat investor keluar dari dolar.\"Euro ditarik dari posisi terendah sebelumnya setelah pembuat kebijakan Bank Sentral Eropa (ECB) Francois Villeroy de Galhau mengatakan kelemahan mata uang bersama itu dapat mengancam upaya ECB untuk mengarahkan inflasi menuju targetnya.Dolar Australia, yang sangat terekspos terhadap ekonomi China, berbalik arah seiring berlalunya hari dan terakhir naik terhadap dolar setelah jatuh sebanyak 0,9 persen.Indeks dolar terakhir turun 0,37 persen pada 104,16, setelah sempat melintasi level 105 pada Jumat (13/5/2022) - level tertinggi sejak Desember 2002, setelah enam minggu berturut-turut naik. Data posisi mingguan menunjukkan bahwa investor telah membangun taruhan posisi beli dolar mereka.Euro naik 0,26 persen pada 1,0438 dolar AS tetapi tidak jauh dari level terendah minggu lalu di 1,0354 dolar, level terendah sejak awal 2017. Analis memperkirakan 1,0340 dolar sebagai level penting dari dukungan euro.Ahli strategi HSBC memperkirakan euro jatuh terhadap dolar di tahun mendatang. \"Pertumbuhan yang jauh lebih lemah dan inflasi yang jauh lebih tinggi membuat ECB menghadapi salah satu tantangan kebijakan terberat di G10 (bank sentral),\" kata mereka.Pasar kripto, yang diperdagangkan sepanjang waktu, memiliki akhir pekan yang tenang setelah gejolak minggu lalu didorong oleh TerraUSD, yang disebut stablecoin, yang merosot di bawah patokan dolarnya. Afiliasi perusahaan di belakang TerraUSD mengatakan telah menghabiskan sebagian besar cadangannya untuk mencoba mempertahankan patok dolarnya dan akan menggunakan sisanya untuk mencoba mengkompensasi beberapa pengguna yang rugi. Bitcoin terakhir diperdagangkan di sekitar 29.881 dolar AS, turun lebih dari 4,0 persen, setelah jatuh menjadi 25.400 dolar AS pada Kamis (12/5/2022), angka terendah sejak Desember 2020. (mth/Antara)
Penjajah Itu Bernama Oligarki
Negara oligarki adalah negara kolonial. Jika ada seruan untuk melawan dan menghancurkan oligarki maka itu tiada lain adalah seruan untuk memerdekakan negeri. Merebut kemerdekaan dari kaum penjajah. Kolaborasi penguasa pribumi dengan pengusaha yang berwarna kulit dan bermata berbeda dengan pribumi. Musuh demokrasi. Oleh: M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan PILIHAN kita adalah demokrasi yang diformulasi dengan \"Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan\". Kedaulatan di tangan rakyat yang melalui proses politik memilih wakil-wakil rakyat. Lawan dari demokrasi adalah otokrasi atau oligarki. Keduanya menyebabkan rakyat teralienasi atau terjajah. Oligarki adalah kolonialisme atau sistem penjajahan baru. Oligarki artinya kekuasaan ada pada kelompok tertentu. Kecil tetapi menentukan. Kelompok itu bisa kumpulan dari ketua partai koalisi yang berkuasa. Bisa juga para pengusaha yang mengatur pengelolaan negara dengan kekuatan modal atau uang. Mereka menjadi bandar untuk operasi politik, hukum, ekonomi dan juga perusakan agama. Kepala Pemerintahan berada di bawah kendalinya. Demokrasi Indonesia kini berada dalam posisi menyimpang. Apabila formalnya masih ditempelkan label demokrasi, maka itu adalah Demokrasi Terpimpin. Jika di masa Orde Lama kekuasaan tersentralisasi pada seorang Presiden, maka kini keterpimpinan itu berada pada sekelompok orang berkuasa yang bernama Oligarki. Ciri penjajah sekurangnya ada lima, yaitu: Pertama, menguasai elemen pemaksa seperti tentara dan polisi, mengendalikan semau dan sekehendak pengambil kebijakan. Aparat yang tegak lurus dengan Pemerintah. Kedua, hukum menjadi alat represi untuk membungkam rakyat. Keadilan diinterpretasi sekedar melindungi kelompok penguasa atau establishment. Hukum menjadi kepanjangan tangan politik. Ketiga, eksploitasi habis-habisan sumber daya alam milik bangsa. Tanah, air, hutan dan tambang dikuasai oleh segelintir penguasa politik yang berkolusi dengan pebisnis. Rakyat diposisikan sebagai budak pekerja yang tetap miskin. Keempat, harga barang pokok dibuat melambung tinggi sementara pajak-pajak diperberat, hal ini dimaksudkan agar tetap ada ketidak berdayaan permanen dan ketergantungan pada belas kasih sang penjajah. Kelima, pejuang kritis diberi label pemberontak, ekstremis, radikalis, atau penjahat pengganggu stabilitas. Pejuang kemerdekaan harus ditempatkan sebagai penghianat dan dianggap pembuat teror bagi masyarakat. Penjajah menciptakan musuh palsu. Negara oligarki adalah negara kolonial. Jika ada seruan untuk melawan dan menghancurkan oligarki maka itu tiada lain adalah seruan untuk memerdekakan negeri. Merebut kemerdekaan dari kaum penjajah. Kolaborasi penguasa pribumi dengan pengusaha yang berwarna kulit dan bermata berbeda dengan pribumi. Musuh demokrasi. Uang dan modal mampu mengendalikan senjata dan birokrasi. Rakyat terus dikencingi oleh penjajah oligarki. Tukang peras itu selalu berpura-pura lugu atau bermanis muka agar dapat terus menipu dan menguasai. Gelorakan kembali pekik perjuangan: Hancurkan oligarki, mereka adalah penjajah negeri..Merdeka atau Mati! (*) Bandung, 17 Mei 2022
UAS Dideportasi dari Singapura
Jakarta, FNN – Singapura mendeportasi Ustad Abdul Somad (UAS) dan seluruh rombangan setibanya di Pelabuhan Tanah Merah Singapura dari dermaga Batam Center, Senin,16 Mei 2022. UAS membawa istri Ustadzah Fatimah dan bayinya Sami serta sahabat, istri dan anak usia 4 tahun, Aska, menuju Singapura dalam rangka liburan. Tiba di Pelabuhan Tanah Merah pukul 13.30, UAS mengurus administrasi di bagian Imigrasi. Seluruh rombongan menunggu pemeriksaan berlangsung. Sebagaimana diunggah video channel Hi Guys milik asisten UAS, kemarin, selepas pemeriksaan, satu demi satu rombongan ke luar dari pelabuhan. Ketika giliran UAS yang membawa tas pakaian bayi, seorang petugas Imigrasi Singapura menahan tas UAS dan menanyakan siapa saja rombongan UAS sambil ditunjukkan istri, bayi dan rombongannya yang sudah ada di pelataran pelabuhan. Petugas menarik UAS dan seluruh rombongan untuk masuk kembali ke ruang imigrasi. Khusus UAS lalu dimasukkan ke ruang 1×2 m, bertelaris putih. Seperti ukuran kuburan selama 1 jam. Ketika UAS bertanya, mengapa dimasukkan ke ruang ini, “Apakah karena teroris, ISIS, atau membawa narkoba?” Sang petugas pun tak bisa menjawab. Setelah sejam, UAS kemudian dimasukkan ke ruang lebih luas di mana rombongan sudah lebih dulu berada. “Anak teman saya, Aska, usia 4 tahun bilang, kita seperti dipenjara. Anak kecil bisa berkata seperti itu,” ujar UAS. Empat jam kemudian, pukul 18.20 seluruh rombongan dideportasi kembali ke Indonesia melalui Pelabuhan Batam dengan kapal ferry terakhir. Saat UAS ditanya dalam rangka apa ke Singapura. “Ya holiday, liburan. Sebab hari-hari ini hari libur. Bukan untuk berceramah. Singapura tidak tahu siapa UAS. Singapura tidak update data UAS. Saya ini profesor yang mendapat gelar dari universitas di Brunai Darussalan dan gelar doktor dari universitas di Selangor, Malaysia,” jelas UAS. Jadi, kata UAS, Duta Besar Singapura di Indonesia Anil Kumar Naya, wajib menjaskan mengapa mereka dideportasi. Kepada komunitas, kepada jamaah- jamaah harus dijelaskan secara detail, kenapa dideportasi. “Singapura mengapa sombong, ya? Negara kecil saja. Kalau kita semua di Indonesia kencing bersama lalu pipa di arahkan ke Singapura, habis negara itu,” sindir UAS. UAS pernah dideportasi sebelumnya pada 2018 jauh sebelum kampanye Pilpres 2019 saat masuk ke Timor Leste. Padahal seluruh rencana sudah tersusun akan tablig akbar yang dihadir Xanana Qusmao. UAS dipulangkan hari itu juga. Ketika ditanya mengapa dipulangkan, kata petugas karena mendapat informasi dari Jakarta, kalau UAS adalah teroris. Rencana hari ini akan ada keterangan resmi dari UAS melalui channel. “Hi Guys Official” tentang deportasi. (IP)
Rakyat Sudah Tak Percaya Kepada Jokowi
RAKYAT sudah jengah dengan pemerintahan Joko Widodo – Ma\'ruf Amin. Rakyat menilai, kinerja Jokowi semakin buruk. Harap maklum, mengurus harga minyak goreng (migor) saja tidak becus. Padahal, Indonenesia penghasil minyak sawit minyak sawit nomor satu di dunia sejak 2006. Data menunjukkan, pada 2021, produksi minyak sawit Indonesia mencapai 44,5 juta ton dengan pertumbuhan rata-rata 3,61 persen per tahun. Para pendukung Jokowi pasti tidak suka kalimat tersebut di atas. Apalagi BuzzerRp yang membela Jokowi bak banteng mabuk. Mereka akan melakukan pembelaan mati-matian terhadap rezim Jokowi yang kian hari semakin sudah tidak dipercaya oleh rakyat lagi. Harap maklum, para penggonggong Jokowi, khususnya buzzerRp sangat berharap dapat hasil atau bayaran dari puja dan puji mereka terhadap petugas partai tersebut. Terserah Anda pendukung Jokowi dan buzzer melakukan apa pun dalam usaha membelanya. Akan tetapi, survei membuktikan tingkat kepercayaan itu terus merosot. Meskipun survei hanya sebatas pengingat dan kadang sangat diragukan keakurasiannya, tetapi fakta di lapangan juga membuktikan hal yang hampir sama, “Rakyat sudah tidak percaya terhadap Jokowi”. Obrolan di pasar tradisonal, pangkalan ojek, pangkalan taksi, terminal bus, dan fasilitas angkutan umum lainnya hampir selalu memperbincangkan buruknya kinerja Jokowi dalam menyejahterakan rakyat. Bahkan, obrolan di warung kopi hingga perkantoran elit pun hampir sama. Tidak terkecuali, bisik-bisik jeleknya kinerja tukang mebel itu pun sampai di perkantoran pemerintah dan BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Kembali ke tingkat kepercayaan rakyat terhadap kinerja Jokowi, lagi-lagi terserah Anda menilainya. Yang pasti dalam sebulan, tingkat kepercayaan itu anjlok 6%, baca: enam persen! Hasil penelitian teranyar tersebut dipublikasikan Lembaga Survei Indikator (LSI) Politik. Tingkat kepercayaan terhadap kinerja Jokowi turun dari 64,1 persen (survei 20-25 April 2022) menjadi 58,1 persen pada survei 5-10 Mei 2022. Artinya, 35,2 persen rakyat tidak puas terhadap kinerja Jokowi dan 6,7 persen tidak tahu. Margin of error survei 2,7 persen dengan tingkat kepercayaan 92 persen. Apa artinya tingkat kepercayaan terhadap kinerja Jokowi yang tinggal 58,1 persen? Ibarat rapor, itu merah! Hanya saja, kalau rapor anak sekolah, itu masih bisa digenapkan menjadi 60 persen, karena ada ujian prasemester, tingkat kehadiran dan juga ditambah pekerjaan rumah (PR) guru yang berhasil diselesaikan murid/siswa. Jika itu tidak ada, maka nilai sang anak didik pun akan menjadi merah. Nah, penilaian ke tingkat kepuasan kinerja Jokowi hampir sama. Hanya saja, sulit memberikan indikator tambahan sehingga angkanya menjadi 60 persen. Malah jika semua jujur melihatnya, dan survei benar-benar mengarah ke semua lini rakyat, apalagi rakyat yang beroposisi ke pemerintahan Jokowi, dapat dipastikan angkanya buka 58,1 persen, tetapi di bawah 51,8 persen. Berdasarkan hasil survei LSI Politik itu, turunnya tingkat kepercayaan rakyat terhadap kinerja Jokowi bersumber dari isu-isu kenaikan harga kebutuhan pokok, sebuah isu yang sudah lama dirasakan dan sangat memberatkan kehidupan rakyat. Sejak awal tahun 2022, rakyat sudah merasakan betapa gilanya kenaikan harga minyak goreng (migor). Belum lagi kenaikan harga kacang kedelai dan tepung trigu/gandum. Juga harga kebutulah lainnya, kecuali beras yang relatif stabil. Secara berurutan, harga lainnya pun terus naik dan puncaknya terjadi menjelang dan saat bulan puasa, sera menjelang Idul Fitri 1443 Hijriyah maupun pasca Hari Raya. Kenaikan harga itu tidak hanya memberatkan rakyat kecil, tapi juga kalangan menengah. Bahkan, sebagian kalangan atas pun merasakannya sehingga “terpaksa” melakukan penghematan alias mengencangkan ikat pinggang. Bukti kalangan menengah dan sebagian kalangan atas merasakan beban ekonomi yang berat bisa dilihat dari migrasinya sebagian pemilik mobil mewah dari menggunakan Pertamax, misalnya ke Pertalite. Mereka melakukan itu karena harga Pertamax terus naik mengikuti harga pasar. Nah, membaca hasil survei tersebut, juga menandakan rakyat tidak begitu senang dengan sebagian pembangunan insfrastruktur, apalagi pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) dari Jakarta ke Penajam, Kalimantan Timur. Sebab, pembangunan insfrastruktur itu masih jauh dari usaha menyejahterakan rakyat. Yang perlu dan mendesak dibangun itu adalah ekonomi rakyat, terutama kalangan petani gurem, buruh, nelayan tenaga honorer. (*)
Dunia yang Interdependen
Satu contoh yang sering saya sampaikan dalam konteks Amerika adalah Islamophobia dan Anti semitisme. Saya melihat bahwa keduanya adalah bagaikan dua sisi mata uang. Oleh: Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation LANJUTAN oleh-oleh dari acara interfaith di University of North Florida Ahad lalu. Salah poin penting yang saya sampaikan adalah betapa perubahan sosial (social shifting) yang juga ditandai oleh perubahan demografi (demographic shifting) menjadi salah satu hal yang menakutkan bagi sabagian orang. Biasanya yang mengalami ketakutan seperti ini adalah mereka yang berada pada posisi “upper hand” (mayoritas misalnya). Mereka biasanya mengalami perasaan terancam (threaten) dengan membesarnya mereka yang berada pada posisi minoritas. Bayang-bayang ketergeseran (shifting) itu menjadi pemicu ketakutan (phobia), kebencian (hate) bahkan sering membawa kepada kekerasan (violence). Kebencian ras misalnya, yang menimbulkan beberapa kekerasan di berbagai belahan dunia, khususnya di dunia Barat, menjadi bukti dari fenomena di atas. Tendensi ini kemudian diperkuat oleh bangkitnya keangkuhan ras (racial supremacy) di kalangan masyarakat putih yang disebut “white nationalism”. Dan semua itu kemudian diperburuk oleh bangkitnya politisi-politisi oportunis radikal dengan memainkan kartu rasisme itu. Bagi Komunitas Muslim sendiri, peristiwa pembantaian jamaah di dua masjid Christchurch di Selandia Baru adalah pengalaman pahit akibat kebencian ras itu. Sebanyak 52 orang yang terbantai di tangan seorang white nationalis dalam waktu sekejap. Tapi bagi Umat Islam phobia dan dan kebencian sebagian mayoritas di dunia Barat tidak saja karena alasan ras. Tapi ketakutan dan kebencian ganda, ras dan agama sekaligus. Sehingga, sering saya katakan bahwa Umat Islam itu menjadi obyek phobia dan kebencian secara berlapis-lapis. Dalam dunia global yang interconnected atau interdependent (saling terkait) fenomena kebencian bahkan kekerasan seperti ini tidak boleh lagi dilihat secara sepihak. Artinya peristiwa yang terjadi kepada Komunitas tertentu tidak lagi seharusnya dilihat sebagai permasalahan Komunitas tertentu saja. Sebaliknya, justeru permasalahan-permasalahan yang ada/terjadi harus dilihat pada konteks kolektif. Artinya sebuah kejadian yang menimpa sebuah kelompok Komunitas harusnya dipahami bahwa dampaknya tidak saja kepada kelompok termaksud. Tapi menimpa semua kelompok karena saling terikat. Satu contoh yang sering saya sampaikan dalam konteks Amerika adalah Islamophobia dan Anti semitisme. Saya melihat bahwa keduanya adalah bagaikan dua sisi mata uang. Walau dengan terminologi berbeda namun sesungguhnya memiliki esensi yang sama. Yaitu kebencian kepada orang tertentu karena keyakinannya. Pada konteks inilah semua harus memahami bahwa dunia kita bagaikan sebuah rumah mungil bersama dan untuk semua. Ada tanggung jawab moral bersama untuk menjaganya. Karena apa yang terjadi di sebuah bagian bumi akan berdampak kepada bagian lainnya. Inilah salah satu makna terpenting dari Interfaith dalam dunia global. Di tengah keragaman manusia harus belajar membangun kebersamaan, bergandeng tangan untuk membangun dan menjaga/memelihara dunia ini sebagai rumah bersama. Semua tentunya punya mimpi untuk mewujudkan “Kingdom of God” (kerajaan Tuhan) di atas bumi ini. Atau dalam bahasa Al-Quran manusia harus bersama-sama membangun: “baldatun thoyyibah wa Rabbun Ghafur”. Manhattan, 16 Mei 2022. (*)
Jaksa Agung Larang Koruptor Pakai Baju Koko dan Hijab
Jakarta, FNN – Fenomena tahanan koruptor yang tiba-tiba pakai baju koko dan berkopiah atau hijab ketika disidang di pengadilan. Ini membuat Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menaruh perhatian serius. Padahal sehari-harinya kita tahu banget bahwa mereka ini tidak mengenakan pakaian semacam itu. Apalagi kerudung ini pakaiannya banyak juga diantara mereka yang suka mengumbar auratnya. Bahkan, beberapa diantaranya itu biasanya tampil glamor tapi tiba-tiba ketika dia tampil dipersidangan itu betul tadi mendadak menjadi syar\'i, soleh, soleha itu dan menyaksikan fenomena semacam ini. “Saya yakin Anda itu sama dengan saya sudah lama ini kesel bertanya-tanya, ngapain sih kalau sidang mesti mengenakan pakaian yang terkesan sangat muslim atau muslimah sangat soleh dan soleha?” kata Burhanuddin. Dalam perbincangan di kanal Deddy Corbuzier, seperti disampaikan wartawan senior FNN Hersubeno Arief di kanal Hersubeno Point, Jaksa Agung mengaku sangat kesal dan bahkan dia pernah marah melihat fenomena semacam itu. Burhanuddin mengaku pernah memarahi anak buahnya. “Mengapa setiap kali di persidangan ini para terdakwa diberi baju koko dan peci?” Rupanya baju ini disediakan oleh para Jaksa Penuntut. “Tapi ini saya kira berlaku untuk tahanan-tahanan kelas teri atau tahanan pidana-pidana pencurian atau lain sebagainya. Pasti Anda selalu melihat ya mereka seragam. Kalau gak pakai baju koko, itu celananya hitam dan kemeja putih terus pakai kopiah,” ujarnya. Menurut Burhanuddin, kalau kita telusuri secara historis ini adalah bagian dari proses pencitraan di mana akhirnya kemasan itu lebih penting daripada isinya. “Atau tadi itu You Are What You Wear dengan anda menggunakan pakaian itu menunjukkan status Anda. Jadi, kalau Anda orang kaya itu berarti pakaian-pakaian Anda pakaian yang mahal, bagus atau branded,” kata Burhanuddin. Tapi, lanjutnya, dalam hal ini karena kasusnya di persidangan jadi dia ingin menyampaikan citranya, bahwa dia seorang Muslim yang baik gak mungkin dia korupsi. Namun, “Mereka tidak sadar bahwa apa yang telah mereka lakukan itu justru dampaknya buruk terhadap Islam secara keseluruhan kalau ini justru mereka ini mendistribusikan umat bahwa Islam itu identik dengan korupsi jadinya.” (mth/sws)
Penegakan Hukum Terhadap Islamopobia
Menurut hukum positif, Islamophobia termasuk perbuatan pidana. Islamophobia bersintuhan dengan delik “berita bohong (hoaks)”, “penodaan agama”, dan “diskriminasi ras dan etnis”. Oleh karena itu, para pelaku Islamophobia harus diproses hukum sesuai dengan perbuatan dan kesalahannya. Oleh Dr. H. Abdul Chair Ramadhan, S.H., M.H. - Ketua Umum HRS Center KETAKUTAN yang sangat berlebihan (fobia) terhadap Islam maupun pemeluknya menurut resolusi Majelis Umum PBB harus diperangi. Merebaknya Islamophobia bukan hanya menjadikan umat Islam tidak nyaman, tetapi juga menjadi korban. Pelabelan seperti “Islam intoleran”, “Islam radikal” dan “Islam teroris” demikian menyudutkan yang berujung ‘pengasingan’. Pembubaran HTI dan FPI diyakini publik sebagai bentuk pengasingan akibat Islamophobia. Jika pada HTI Islamophobia menunjuk pada ajaran Khilafah, adapun FPI ditujukan terhadap Syariat Islam. Eksponen Islamopobhia menganggap, baik HTI maupun FPI berbahaya bagi eksistensi Indonesia. Keduanya dituduh ingin merubah atau mengganti Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ketika HTI dibubarkan, penulis pernah mengatakan bahwa pembubaran HTI sebagai entry point pembubaran FPI dan ternyata itu benar terjadi. Khilafah dan Syariat Islam diibaratkan sebagai dua sisi mata uang yang sama. Keduanya dapat dibedakan, namun tidak dapat dipisahkan. Keberlakuan Syariat Islam tentunya memerlukan sosok Khalifah. Kekhalifahan itu sendiri diadakan berdasarkan Syariat Islam. Dengan demikian, maka kekuasaan Khalifah harus berlandaskan pada Syariat Islam. Seorang Khalifah dalam menjalankan kekuasaannya tunduk dan patuh pada perintah Allah SWT dan mengikuti petunjuk Nabi Muhammad SAW. Dengan kata lain, legitimasi Kekhalifahan menunjuk pada Al-Qur’an dan Al-Hadits. Jadi apabila ada umat Islam yang mencela atau menyerang Kekhalifahan, maka patut diragukan keimanannya. Perlu penulis tegaskan bahwa Khilafah bukanlah ancaman terhadap negara, justru yang menjadi ancaman adalah ajaran Imamah Syi’ah yang dikendalikan oleh negara Iran. Terkait dengan itu Majelis Ulama Indonesia pada tanggal 7 Maret 1984 telah mengeluarkan pendapat (rekomendasi) terkait dengan paham Syi’ah. Pada butir keempat disebutkan, “Syi’ah memandang bahwa menegakkan kepemimpinan (imamah) adalah termasuk rukun agama”. Selanjutnya disebutkan, “menyangkut perbedaan-perbedaan pokok antara Syi’ah dan Ahlus Sunnah wal Jama’ah, terutama mengenai perbedaan tentang imamah (pemerintahan), Majelis Ulama Indonesia menghimbau kepada umat Islam Indonesia yang berfaham Ahlus Sunnah wal Jama’ah agar meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan masuknya faham yang didasarkan atas ajaran Syi’ah.” Frasa “meningkatkan kewaspadaan” mengandung makna ada suatu ancaman atau bahaya, yakni ajaran Syi’ah itu sendiri. Sebelumnya, terdapat Surat Edaran Kementerian Agama (d.h Departemen Agama) tanggal 5 Desember 1983 perihal “Hal Ikhwal Mengenai Golongan Syi’ah”. Tidak berselang lama sejak terbitnya rekomendasi Majelis Ulama Indonesia, penganut Syi’ah melakukan tindakan terorisme. Pertama, tanggal 24 Desember1984 aksi pengeboman kompleks Seminari Al Kitab Asia Tenggara dan Kompleks Gereja Kepasturan Katolik di Malang. Kedua, tanggal 21 Januari 1985 aksi pengeboman Candi Borobudur. Ketiga, bulan Februari 1985 rencana pengeboman di Bali. Namun bom terlanjur meledak di dalam bus Pemudi Express jurusan Malang-Bali. Khilafah menurut Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah berbeda dengan ajaran Syi’ah. Khilafah juga tidak dapat dipersamakan dengan ideologi manapun. Lain halnya dengan Syi’ah, keberadaannya telah menjadi ideologi, sebagaimana dijalankan oleh negara Iran. Keberlakuannya menjangkau para penganutnya dimana saja mereka berada. Tidak terkecuali di Indonesia. Mereka diwajibkan untuk taat dan patuh kepada Rahbar Ali Khamenei selaku mandataris/wakil Imam Mahdi yang diklaim dalam masa ghaib. Majelis Ulama Indonesia Pusat melalui Buku Panduan “Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syi’ah di Indonesia” tahun 2003, menyebutkan adanya perencanaan secara sistematis mendirikan Negara Islam Syi’ah sebagai ancaman laten. Mengacu kepada hal-hal tersebut di atas, maka yang seharusnya diwaspadai dan dilarang penyebarannya adalah ajaran Syi’ah (imamah) yang menginduk pada negara Iran. Khilafah sebagai bagian ajaran Islam dipraktikan pertama kali oleh Khulafaur Rasyidin sesuai dengan ketentuan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Konsepsi tentang Kekhalifahan banyak ditemukan dalam berbagai kitab Fiqh yang disusun oleh para Fuqaha, baik pada masa klasik maupun kontemporer. Oleh karenanya, Khilafah bukanlah suatu perbuatan yang bersifat melawan hukum. Setiap orang yang menyampaikan ajaran Khilafah dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Terdapat dalam Pasal 28E ayat 2 yang menyatakan, “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.” Kemudian, Pasal 29 ayat 2 yang berbunyi, “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Mengidentikan ajaran Khilafah dengan radikalisme (benih terorisme) termasuk perbuatan penyiaran berita atau pemberitahuan bohong. Setidak-tidaknya menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap. Perbuatan dimaksud diatur dalam Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana. Pernyataan demikian juga bersintuhan dengan delik penodaan agama. Perbuatan dimaksud diatur dalam Pasal 156a hurus a KUHPidana. Tidak berhenti sampai disini, pernyataan radikalisme pada seseorang yang menyampaikan ajaran Khilafah melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras Dan Etnis. Tepatnya pada Pasal 4 huruf b angka 2, yang menyebutkan “tindakan diskriminatif ras dan etnis berupa menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang karena perbedaan ras dan etnis yang berupa perbuatan: berpidato, mengungkapkan, atau melontarkan kata-kata tertentu di tempat umum atau tempat lainnya yang dapat didengar orang lain.” Frasa “kata-kata tertentu” termasuk didalamnya pernyataan mempersamakan Khilafah dengan sesuatu sifat yang tercela semisal radikalisme sebagai benih terorisme. Seiring dengan kampanye anti radikalisme dan anti terorisme, maka pemerintah harus pula memiliki semangat anti Islamophobia. Islamophobia termasuk perbuatan pidana. Oleh karena itu, pelaku Islamophobia harus diproses hukum sesuai dengan perbuatan dan kesalahannya. Ketiga undang-undang yang disebutkan di atas menjadi dasar (legalitas) proses penegakan hukum bagi pelaku Islamophobia. Jakarta, 16 Mei 2022
Ruhut Dan Paceklik Literasi Politik
Sejumlah politisi meminta Fatia dan Haris meminta maaf kepada Luhut. Namun, keduanya bergeming. Mereka setuju meminta maaf asalkan pihak Luhut membeberkan data tandingan yang membantah hasil riset mereka. Oleh: Tamsil Linrung, Ketua Kelompok/Ketua Fraksi DPD di MPR RI PADA akhirnya, pelaku rasisme akan melukai dirinya sendiri. Setelah sekian lama menari-nari di atas cuitan-cuitan provokatif, Ruhut Sitompul akhirnya kesandung. Kali ini, ia diduga bertindak rasis unggahan foto editan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berpakaian adat ala Papua. Captionnya, “Hahaha kata orang Betawi usaha ngeri x sip deh”. Cuitan itu memancing murka netizen. Jagad maya riuh. Reaksi keras datang dari dua pihak. Badan Musyawarah (Bamus) Betawi marah karena nama Betawi dibawa-bawa. Ketua Umum Bamus Betawi Riano P Ahmad meminta Ruhut memohon maaf kepada masyarakat Betawi yang telah membawa-bawa nama Betawi dalam menyebarkan hoaks. Foto yang diunggah memang hasil rekayasa digital. Reaksi dari Papua lebih keras lagi. Petrodes Mega Kelinduan melaporkan Ruhut ke Polda Metro Jaya. Ia menilai postingan Ruhut Sitompul melecehkan budaya Papua. Luka hati Petrodes dan warga Papua lainnya bisa dimaklumi. Pasalnya, postingan Ruhut dapat dimaknai mengandung unsur pelecehan terhadap Anies dengan pakaian adat suku di Papua itu. Terlebih bila dikaitkan dengan cuitan-cuitan Ruhut yang bernada kebencian. Sebelumnya, Ruhut menampilkan foto rombongan pengendara motor dengan kaos bertuliskan “Haram Dukung Anies Baswedan”. Foto ini dipastikan hasil editan menyusul unggahan foto asli oleh netizen di twitter. Kini, dugaan ujaran bernuansa rasis Ruhut sedang ditangani kepolisian. Kita mendukung proses hukum ini dan menyerahkan sepenuhnya kepada aparat kepolisian. Semoga kebenaran dan keadilan dapat ditegakkan. Gaya politik bar-bar belakangan ini memang banyak mewarnai dinamika politik nasional. Saling serang menajam setiap waktu. Sayangnya, yang membuncah adalah serangan personal, menjauh dari debat argumentatif. Kering narasi, miskin gagasan. Sebagai akibatnya, keberagaman dipecah dalam kotak terpisah, kotak bernama suku, agama, budaya dan lain-lain. Mulut menyanjung Pancasila setinggi langit, namun sikap menginjak-injak falsafah hidup bangsa itu. Lidah bertutur NKRI harga mati, namun tindakannya terasa memecah-belah. Cuitan Ruhut hanya salah satu dari banyak peristiwa politik yang terindikasi rasis. Lainnya, tak terbilang banyaknya ujaran kebencian, provokasi SARA, dan sejenisnya lalu lalang di hadapan kita, merusak hubungan sosial kultural masyarakat Indonesia yang lama dan sudah susah payah dibangun. Sayangnya, pentas politik nasional gagal menghadirkan sosok pemersatu. Kita tidak melihat ada tokoh bangsa yang menjadi panutan oleh kubu-kubu politik yang berseteru. Tokoh agama yang terkadang mengambil alih peran ini, malah dibunuh karakternya oleh buzzer-buzzer politik. Buzzer-buzzer politik kini sangat meresahkan. Sampah politik ini seolah-olah dibiarkan dan diduga sengaja dirawat dan dibiayai. Bahkan, ini diduga kuat mengalir dana APBN untuk keperluan tersebut. Pada acara Halal Bihalal HMI MPO, Bang Rizal Ramly memiliki saya sebuah pertanyaan yang lain disampaikan kepada pemerintah berapa besar alokasi dana yang digunakan untuk memecah-belah Ormas, termasuk organisasi kemahasiswaan hingga menghasilkan Partai Mahasiswa. Kehadiran buzzer membuat politik semakin dalam membelah masyarakat. Alhasil, segregasi kian menebal, kohesivitas sosial terganggu. Cuitan politik bernada rasis, SARA, atau ujaran kebencian adalah gejala paceklik literasi politik. Literasi adalah kemampuan seseorang dalam mengolah dan memahami informasi saat melakukan proses membaca dan menulis. Dengan begitu, literasi politik adalah kemampuan membangun kesadaran politik baik pengetahuan, keterampilan, maupun sikap seseorang untuk melek secara politik. Politik bukan saja tentang kekuasaan semata. Tapi, politik juga menyangkut hak politik seseorang termasuk menyangkut pendidikan politik itu sendiri. Dan pendidikan politik tidak hanya diperoleh melalui buku saja, tetapi juga pengamatan. Artinya, generasi muda belajar politik juga dari sepak terjang para politisi. Tapi, kalau pelaku politik nasional saja miskin literasi politik, lalu bagaimana dinamika politik kita mencerdaskan rakyat? Bagaimana mungkin minat politik generasi muda tumbuh dan mekar, sementara narasi-narasi pemecah-belah telah begitu rakus mendegradasi martabat politik? Di lain pihak, ketika ada anggota masyarakat yang mengajukan kritik dengan data, malah dianggap pencemaran nama baik dan jadi tersangka. Perseteruan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dengan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti, misalnya. Sejumlah politisi meminta Fatia dan Haris meminta maaf kepada Luhut. Namun, keduanya bergeming. Mereka setuju meminta maaf asalkan pihak Luhut membeberkan data tandingan yang membantah hasil riset mereka. Situasi itu menunjukkan, iklim politik kita memang sedang tidak sehat. Jauh hari, kita semua harus menyadari ini, wabilkhusus pemerintah. Atau, jangan-jangan pemerintah malah menikmati kerontangnya literasi politik rakyat? (*)
Dijamu Makan Pemegang Kunci Kabah, LaNyalla Didoakan Bermanfaat Bagi Indonesia
Mekah, FNN - Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti beserta delegasi DPD RI dijamu makan malam oleh Pemegang Kunci Kabah, Syeikh Saleh bin Zain Al-Abidin Al-Syaibi di kantornya di kawasan Mekkah, Saudi Arabia, Ahad (15/5/2022) malam waktu setempat. LaNyalla hadir bersama Wakil Ketua DPD RI Mahyudin dan Senator asal Lampung Bustami Zainuddin. Turut hadir mendampingi, Sekjend DPD RI Rahman Hadi, Deputi Administrasi Lalu Niqman Zubair dan Staf Khusus Ketua DPD RI Sefdin Syaifudin. Sementara Syeikh Saleh didampingi putranya, Dr Abdurrahman Al-Syaibi. Ikut hadir dalam jamuan makan tersebut, Staf Konjen RI Jeddah Muzzafar Sahidu dan pengurus Hidayatullah Pusat Ustadz Andi Arlin. LaNyalla berharap Syeikh Saleh diberi kesehatan dan kesempatan untuk kembali berkunjung ke Indonesia. Mengingat kunjungan terakhir keturunan Bani Syaibah tersebut pada tahun 2012 silam. “Insya Allah, saya senang datang ke Indonesia. Karena Indonesia negara dengan penduduk muslim terbesar. Semoga Anda sebagai pejabat membawa manfaat bagi Indonesia, dan umat Islam,” tutur Syeikh Saleh yang tugas utamanya adalah membuka dan menutup pintu Kabah, membersihkan, mencuci, membungkus, dan mengganti kain Kiswah itu. Dalam pertemuan yang berlangsung akrab dan kekeluargaan tersebut, LaNyalla dan dalegasi banyak menanyakan langsung prosesi pencucian dan penggatian kiswah Kabah kepada Syeikh Saleh. Dijelaskan Abdurrahman Al-Syaibi, proses pencucian Kabah dilakukan dengan air Zamzam dan air mawar. Keempat dindingnya diseka dan dicuci dengan air wangi lalu ditutup dengan pembacaan doa. “Kakek kami, Qusai bin Kilab, yang juga kakek Nabi, bertanggung jawab atas pemeliharaan Kabah. Lalu menyerahkannya kepada putra sulungnya, Abd al-Dar, dan seterusnya kepada keturunanya, hingga sekarang,” tukasnya. Ditambahkan Al-Syaibi, nasihat leluhurnya agar merawat Kabah dengan dasar taqwa, serta menjaga prinsip-prinsip Islam, kejujuran, kerendahan hati, moral dan menyimpan kunci dalam tas khusus yang terbuat dari sutra hijau dan emas. “Jika ada tamu kerajaan yang ingin masuk Kabah, biasanya Raja memerintahkan kepada Gubernur Mekkah, lalu Gubernur menghubungi keluarga Al-Syaibi untuk membuka pintu sesuai jadwal yang telah ditentukan,” ungkapnya. Syaikh Saleh dan putranya juga menceritakan tentang sejarah kiswah Kabah, yang terkait dengan Raja Yaman Tubba. Dimana awalnya Raja Tubba hendak menyerang Mekkah dan meruntuhkan Kabah. Namun tiba-tiba dia menderita penyakit parah dan tidak bisa disembuhkan. Lalu seseorang memberi tahunya, bahwa penyakit itu muncul karena niat buruknya mau menghancurkan Kabah. Lalu dia diminta untuk mengurungkan niatnya. Setelah itu dilakukan, Raja Tubba pulih dari penyakit. Setelah sembuh Raja Tubba mengirim hadiah kepada orang-orang Mekkah kain Kiswah untuk menutupi Kabah. Sejak itu Kabah selalu ditutup Kiswah dari generasi ke generasi. “Sekarang ini kiswah terbuat dari sutra alami khusus yang dicelup dalam warna hitam. Tinggi 14 m. Pada sepertiga atasnya adalah ikat pinggang yang terdiri dari 16 keping persegi yang dikelilingi kaligrafi ayat dalam Al-Quran. Sabuk ini lebarnya 95 cm dan panjangnya 47 meter,” beber Abdurrahman Al-Syaibi. Pertemuan yang berlangsung hampir dua jam tersebut, selain diisi dengan jamuan makan bersama, LaNyalla dan delegasi banyak mendengar kisah-kisah seputar Kabah dari sang pemegang kunci. Diakhir pertemuan, Syaikh Saleh secara khusus mendoakan LaNyalla dan delegasi mendapat ridlo dari Allah SWT dalam menjalankan tugasnya. (*)
“The Rise and Fall of the Indonesian Oligarchs”
Diskriminasi sosial dan keterpecahan tersebut terwujud hingga di sekolah dan kawasan perumahan. Situasi ini tidak bisa diterima, dan dibiarkan begitu saja karena akan mengancam eksistensi Republik ini. Oleh: Daniel Mohammad Rosyid, Guru Besar ITS, @Rosyid College of Arts KEBANGKITAN oligarki Indonesia boleh dikatakan terjadi sejak Orde Baru. Di tangan besi Soeharto, kekuasaan politik menumpuk di sekitar Soeharto dan lingkar pertama orang-orang kepercayaannya. Kemudian dinastinya. Dalam rangka pembangunan ekonomi dengan obsesi pertumbuhan, dibukalah keran penanaman modal asing dari AS, Eropa Barat dan Jepang. Lalu, Soeharto memilih segelintir kelompok China untuk membangun ekonomi Indonesia seperti Liem Siu Liong. Lalu juga segelintir pribumi seperti Abu Rizal Bakrie. Munculah proses konglomerasi yang besar karena difasilitasi Soeharto yang kemudian disebut sebagai kapitalisme semu atau ersatz capitalism oleh Kunio Yoshihara. Gejala serupa juga terjadi di Malaysia, dan Asia Tenggara pada umumnya. Kejatuhan Soeharto pada 1998 ternyata melahirkan sebuah konglomerasi baru secara ekonomi, dan politik yang dimungkinkan oleh UUD 2002 yang sangat liberal kapitalistik. Ongkos rekrutmen politik makin mahal yang mengharuskan kemampuan logistik yang besar bagi para politikus. Perselingkuhan para politikus partai politik dan para taipan terjadi makin mesra. Sebagai agenda reformasi, pemberantasan korupsi menjadi omong kosong dan pepesan kosong walau awalnya KPK menjadi simbol awal keberhasilan reformasi. Kini terbukti bahwa reformasi telah menimbulkan deformasi besar-besaran kehidupan berbangsa dan benegara. Partai politik menjadi makelar curang suara publik, sementara Pemilu justru semakin memilukan publik pemilih. Demokrasi dibajak oleh para politikus atas tekanan para taipan sebagai oligarki yang makin brutal sejak lima tahun terakhir. Kini kita sejatinya telah memasuki satu periode krisis demokrasi dan korupsi yang disebabkan oleh krisis konstitusi di mana mekanisme self-correction dilumpuhkan oleh kekuatan oligarki sehingga Republik menghadapi prospek jatuh menjadi negara gagal. Maladministrasi publik telah terjadi di hampir semua sektor di mana undang-undang dan peraturan dibuat bukan untuk kepentingan publik, tapi untuk kepentingan oligarki. Dipicu goncangan eksternal oleh krisis global yang kini mengancam, oligarki yang sejak awal mengidap retak internal, kini mengalami perambatan retak yang makin lebar. Republik Indonesia bisa kemudian berpotensi mengalami gelombang anarki, seperti amuk masa yang belum lama ini telah melanda Sri Langka. Pemusatan kekuatan ekonomi (terutama melalui penguasaan lahan berjuta-juta hektar) dan politik pada segelintir elit ini tidak saja mengakibatkan kesenjangan spasial dan ketimpangan pendapatan yang makin berbahaya, juga terjadi kelas-kelas sosial politik baru yang makin memecah belah bangsa ini. Diskriminasi sosial dan keterpecahan tersebut terwujud hingga di sekolah dan kawasan perumahan. Situasi ini tidak bisa diterima, dan dibiarkan begitu saja karena akan mengancam eksistensi Republik ini. Negara gagal Indonesia akan sekaligus mengancam keseimbangan regional di IndoPasific. Kita sebenarnya berharap, para patriot muda seperti mahasiswa segera bangkit untuk mengembalikan hitung mundur keruntuhan Republik ini dengan menghentikan kerakusan oligarki yang terus menggerogoti sendi-sendi kehidupan Republik ini. Pringsewu, Lampung 16 Mei 2022. (*)