ALL CATEGORY

Ahli: Pembentukan UU di Masa Pandemi Minim Partisipasi Masyarakat

Jakarta, FNN - Guru besar hukum tata negara Universitas Padjadjaran, Susi D Harijanti, menilai pembentukan UU di Indonesia selama masa pandemi melibatkan partisipasi masyarakat yang minim sehingga menunjukkan lemahnya fungsi legislasi DPR dan kemunduran demokrasi. “Saya melihat bahwa pembentukan undang-undang di masa pandemi ini minim partisipasi masyarakat dan cenderung membenarkan inisiatif eksekutif,” ujar dia. Penilaian itu ia sampaikan saat menjadi narasumber dalam webinar nasional program studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia bertajuk “Demokrasi di Era Pandemi” yang disiarkan secara langsung di kanal YouTube Tata Negara FHUI, dipantau dari Jakarta, Senin. Selama era pandemi ini, kata dia, lembaga eksekutif di Indonesia memang berperan lebih dominan. Peran yang dominan itu dapat dilihat dari penggunaan pasal 22 UUD 1945 yang lebih banyak daripada pasal 12 UUD 1945. Di dalam pasal 22 ayat (1) dan (2) UUD 1945, dimuat bahwa presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang dan peraturan tersebut harus mendapat persetujuan dari DPR dalam persidangan. Lalu dalam pasal 22 ayat (3) UUD 1945, dituliskan jika tidak mendapatkan persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut. Sementara terkait pasal 12 UUD 1945, dituliskan bahwa presiden menyatakan keadaan bahaya dengan syarat-syarat dan akibatnya ditetapkan undang-undang. “Jadi, eksekutif akan tetap berperan dominan daripada cabang-cabang kekuasaan legislatif dan yudikatif melalui norma-norma konstitusi yang memberikan kewenangan kepada presiden untuk melakukan tindakan dan mengeluarkan kebijakan tertentu,” kata dia. Kemudian dia juga menyoroti pelaksanaan fungsi-fungsi DPD yang ia nilai kurang terlihat signifikan selama masa pandemi Covid-19 di Indonesia. “Mungkin, saya yang tidak secara teliti membaca, namun jarang sekali kita lihat di media-media massa bagaimana DPD itu mengeluarkan atau membuat satu pernyataan, satu kebijakan yang berkaitan dengan masa krisis ini,” ujar dia. Pelaksanaan fungsi yang kurang signifikan itu, tambah Susi, dapat dilihat dari respons DPD terkait penyelenggaraan pemerintah daerah selama era pandemi, khususnya di periode awal pada Maret, April, dan Mei 2020. Saat itu, pemerintah daerah telah meminta fleksibilitas wewenang dari pemerintah pusat untuk mengelola penanganan Covid-19 di daerah mereka masing-masing. Namun, menurut dia, DPD tidak mengeluarkan pernyataan untuk mendukung permintaan itu. Oleh karena itu, dia juga mengatakan pandemi Covid-19 masih menjadi ujian bagi demokrasi dan fungsi lembaga-lembaga negara di Indonesia. Dengan demikian, ia mengharapkan masing-masing lembaga negara di Indonesia dapat memiliki daya adaptasi yang baik selama pandemi. “Masing-masing lembaga negara itu sepatutnya melakukan atau memiliki daya adaptasi yang baik dalam rangka merespons kebutuhan dan keinginan masyarakat selama era pandemi ini,” kata dia Selain itu, katanya, penting pula bagi lembaga-lembaga negara untuk membuat kebijakan yang koheren selama pandemi. (sws)

Kepala Daerah Se-Wilayah Adat Saireri Ajukan Pembentukan DOB

Jakarta, FNN - Forum Kepala Daerah se-wilayah Saireri di Papua mengajukan pembentukan daerah otonomi baru (DOB) yang dinamakan Provinsi Saireri sebagai upaya untuk mempercepat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut. "Kami masyarakat Saireri, tokoh adat, dan pemuda mengantarkan aspirasi terkait pembentukan DOB Saireri kepada Komisi II DPR untuk segera terbentuk daerah provinsi," kata Ketua Forum Kepala Daerah se-wilayah Saireri, Herry Ario Naap, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi II DPR, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin. Ia mengatakan, dalam pembahasan revisi UU Nomor 21/2001 tentang Otonomi Khusus Papua terjadi polemik di seluruh wilayah adat di Papua. Namun menurut dia, wilayah adat Saireri merupakan wilayah yang pertama menyatakan pendapat mendukung Otsus Papua Jilid Dua melalui revisi UU Otsus. "Saat wilayah adat lain menolak (revisi UU Otsus), kami menyetujui dan menyerahkan materi ke DPR dan pemerintah. Setelah hadirnya UU Nomor 2/2021 tentang Otsus Papua, tokoh adat, perempuan, masyarakat meminta kami untuk menyampaikan aspirasi pembentukan Provinsi Saireri," ujarnya. Ia mengatakan, wilayah Saireri memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah khususnya dari sisi kelautan misalnya Kabupaten Biak dengan potensi perikanan sebesar 1.000.000 ton pertahun akan menghasilkan devisa negara sekitar Rp17 triliun pertahun. Karena itu Bupati Biak Numfor itu menilai, wilayah Saireri sudah layak menjadi provinsi yang dapat meningkatkan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat serta memberikan devisa bagi negara. "Karena "Kami masuk dalam wilayah perairan dan kerja sama empat kabupaten pada 28 Agustus 2021 melaksanakan ekspor perdana perikanan yaitu ikan tuna sirip kuning. Potensi di Kabupaten Biak ada ikan kerapu, di Kepulauan Yapen dengan budidaya ikan baramundi, Kabupaten Waropen dengan kepiting dan udang," ujarnya. Naap mengatakan, mereka telah membentuk tim untuk mempersiapkan seluruh perlengkapan teknis usalan pembentukan DOB dan kajian akademis telah dalam proses persiapan serta terkonsultasi di Kementerian Dalam Negeri. RDPU itu dipimpin Wakil Ketua Komisi II DPR, Junimart Girsang, dan dihadiri para anggota Komisi II DPR secara fisik dan daring. Dalam kesempatan itu juga dihadiri antara lain Sekretaris Ketua Forum Kepala Daerah se-wilayah Saireri sekaligus Bupati Kepulauan Yapen, Tonny Tesar, Ketua DPRD Kabupaten Biak, Milka Rumaropen. (sws)

Profesionalisme TNI pada Era Pertahanan Siber

Jakarta, FNN - Reformasi 1998 telah berhasil memposisikan institusi militer berada di bawah supremasi sipil. Profesionalisme Tentara Nasional Indonesia (TNI) diukur dari fokus tugas TNI pada pertahanan negara, keterlibatan terbatas TNI dalam urusan sipil, dan ketidakterlibatan TNI dalam politik dan bisnis. Di era demokrasi digital sekarang ini, profesionalisme juga diukur dari sejauh mana TNI memainkan peran dalam membangun pertahanan siber. UU Nomor 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia memberikan landasan jelas tentang profesionalisme TNI. Dalam undang-undang ini TNI berfungsi sebagai alat negara di bidang pertahanan. Dalam hal pengerahan dan penggunaan kekuatan militer, TNI tunduk pada Presiden. Secara administrasi, TNI di bawah koordinasi Kementerian Pertahanan. Inilah yang melandasi profesionalisme TNI. TNI profesional bergerak berdasarkan keputusan dan kebijakan politik negara. Profesionalisme TNI di domain siber perlu dipersiapkan dengan matang. Domain siber adalah domain perang baru di samping domain darat, laut dan udara. Selain muncul kebutuhan untuk merumuskan strategi dan kebijakan pertahanan yang berwawasan siber, juga muncul kebutuhan agar TNI membangun profesionalisme di ranah siber. Hal ini diperlukan agar tantangan yang terjadi di atas dapat diantisipasi. Di dunia siber, perbedaan klasik antara aktor militer dan sipil, publik dan swasta serta nasional dan internasional kurang jelas. Semua bercampur menjadi satu. Pada satu waktu, serangan siber menyerang objek strategis milik swasta, seperti bank swasta, tetapi berpengaruh secara luas terhadap warga negara dan mengganggu stabilitas nasional. Pada saat yang sama, infrastruktur negara, seperti telekomunikasi dan peralatan militer juga perlu dilindungi dari serangan siber. Singkatnya, serangan siber dapat dilakukan oleh siapa saja terhadap siapa saja, tapi tujuannya jelas, yaitu melemahkan stabilitas satu negara. Merumuskan peran TNI di dunia abu-abu tidak serta merta menggunakan kerangka berpikir yang diatur dalam struktur kebijakan saat ini, karena serangan siber bersifat menyeluruh. Di samping itu, TNI selain melindungi infrastruktur strategis organisasi miliknya dari serangan siber, juga melindungi infrastruktur strategis nasional dan seluruh aktor di dalamnya. TNI bakal kewalahan mengatasinya. Sejumlah negara, pada umumnya mendefinisikan peran militer pada domain siber dengan cara mengadaptasi mandat dari institusi yang ada. Tapi itu tidak cukup. Negara membutuhkan pendekatan baru, yaitu pendekatan komprehensif untuk membangun pertahanan siber. Artinya, koordinasi antara semua pemangku kepentingan, dan kerja sama antara aktor pada sektor publik, swasta, dan militer mutlak dibutuhkan. Prancis dan Australia menggunakan pendekatan ini. Kedua negara itu menempatkan organisasi yang bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan kebijakan siber pada level tertinggi, yaitu langsung di bawah perdana menteri atau presiden. Kita dapat belajar dari kedua negara itu. Penting juga untuk mempertimbangkan perbedaan antara peran militer dan peran intelijen. Sementara militer seringkali memiliki peran terbatas pada pertahanan negara, intelijen dapat memainkan peran yang lebih leluasa seperti spionase. Inisiatif untuk pengembangan jaringan Computer Security Incident Response Team (CSIRT) lintas institusi dibutuhkan untuk meningkatkan efektifitas pengawasan dan kegiatan kontra spionase di ranah siber. Dalam situasi ketegangan antar negara lazim terjadi, komunikasi yang lebih baik dengan militer negara lain sangat penting. Indonesia harus mampu menginisiasi sebuah forum lintas stakeholders dan militer tingkat regional sebagai upaya untuk membangun pertahanan siber berantai. Yang perlu disadari bahwa pertahanan siber militer tidak hanya melayani tujuan nasional tetapi juga memiliki fungsi deklaratif yang kuat vis-a-vis negara lain. Mengingat ancaman siber bersifat internasional, tidak hanya penting untuk meningkatkan mekanisme dialog dan kerja sama organisasi regional seperti ASEAN, tetapi juga antar organisasi regional. Peran TNI di domain siber sangat krusial dan tidak bisa dilakukan TNI sendiri. Satuan Siber TNI (Satsiber TNI) yang dibentuk melalui Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2019 tentang Struktur Organisasi TNI merupakan lembaga penting untuk memimpin profesionalisme TNI di ranah siber. Satuan ini bertugas menyelenggarakan kegiatan dan operasi siber di lingkungan TNI dalam rangka mendukung tugas pokok TNI. Langsung di bawah tanggung jawab Panglima TNI, Pusat Siber TNI punya fungsi cukup penting. Dengan adanya satuan siber, berbagai satuan dan komponen yang ada di mandala operasi dapat saling terhubung secara langsung dan realtime. Dalam konteks pembangunan profesionalisme dalam pertahanan siber nasional, Satsiber TNI dapat melakukan sejumlah langkah, pertama, merumuskan pendekatan komprehensif dalam mencegah serangan siber. Dalam hal ini kolaborasi penting dilakukan, terutama dengan Badan Siber dan Sandi Negara dan Kementerian Komunikasi dan Informatika sebagai leading sector pada bidang cyber security di ranah sipil, dan Badan Intelijen Negara di ranah intelijen. Pembagian peran dan kewenangan yang jelas antar organisasi akan semakin mempermudah dalam merumuskan profesionalisme TNI. Kedua, pengembangan kelembagaan lintas sektoral yang berada di bawah komando presiden. Kelembagaan ini setidaknya berisi dari TNI, Lembaga Penegak Hukum, Lembaga/Pemerintah terkait, sektor swasta, sektor publik, dan penyintas serangan siber. Setidaknya, pengembangan kelembagaan ini akan menjawab sejumlah pertanyaan penting seperti: ”bagaimana militer dan penegak hukum dapat berkolaborasi efektif untuk mengejar penjahat siber?”, “bagaimana mengembangkan hukum domestik dan internasional yang lebih responsif terhadap serangan siber?”, dan “bagaimana mengembangkan konsensus politik internasional untuk mencegah perluasan serangan siber?”. Ketiga, perumusan doktrin dan operasional prajurit di bidang pertahanan siber. Mengingat kompleksitas serangan siber, dibutuhkan keahlian spesifik di bidang teknologi informasi di kalangan prajurit. Kemampuan seperti penyerangan proaktif, antisipasi serangan, pertahanan dan pemulihan pasca serangan siber harus dikuasai oleh prajurit di seluruh matra. Selain pengembangan kompetensi dasar, juga dibutuhkan prosedur yang pasti dalam penanganan serangan siber, baik pada level organisasi TNI, nasional dan internasional. Pada akhirnya, komitmen panglima TNI terpilih untuk meningkatkan profesionalisme TNI dalam jargon “TNI adalah Kita” mau tidak mau menyasar ranah siber. Prajurit-prajurit siber di masa mendatang dipersiapkan dari sekarang. *) Ngasiman Djoyonegoro adalah pengamat intelijen, pertahanan, dan keamanan. (sws)

Ngapain Si Romo Ikut Campur?

By M Rizal Fadillah PERSOALAN seorang pengurus MUI Pusat ditangkap dengan tuduhan terlibat tindak pidana terorisme masih memerlukan pembuktian. Berlaku asas praduga tak bersalah. Di kalangan umat Islam banyak yang menyesalkan tindakan Densus 88 yang dinilai "over acting" dalam penangkapan ulama. Desakan pembubaran Densus 88 tersebut menggema. Ada nuansa Islamophobia. Mencari kesempatan dalam kesempitan terjadi di kalangan Islamophobist. MUI mendapat serangan mulai dari sebutan sarang radikalis hingga desakan pembubaran. Buzzer berteriak sambil berjingkrak kesetanan. Di tengah teriakan para buzzer tersebut muncul suara seorang Romo yang bernama Antonius Benny Susetyo yang berkomentar "MUI harus berbenah, jangan jadi sarang kelompok radikal" tokoh Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) ini sudah menghukumi MUI sebagai sarang kelompok radikal. Netizen segera membalas dengan menyindir agar Vatikan juga segera membersihkan diri dari kelompok gay karena terbongkar banyak uskup adalah penikmat hubungan sesama jenis. Ikut campur tokoh keuskupan Katolik Roma terhadap kasus pengurus MUI dinilai tak pantas. Urusan di organisasi KWI juga tentu banyak. Benny ini juga menjadi tokoh BPIP yang sok Pancasilais padahal badan ini dikritisi sebagai badan yang boros dan tidak bermanfaat. Makan gaji buta tanpa kerja yang bermakna bagi rakyat banyak. Desakan agar BPIP dibubarkan juga cukup kuat. Salah satu karena isinya orang model Benny Susetyo seperti ini. Tokoh KWI yang ikut campur urusan MUI. Apa motif di Romo ini meminta MUI membersihkan diri ? Memancing di air keruh atau menyatakan KWI sendiri yang bersih ? Benny dapat disorot oleh umat Islam sebagai tokoh radikal. Yang harus dibersihkan baik dari KWI maupun BPIP. Jika motifnya mengadu-domba dan memanas-manasi, maka jangan-jangan tercemari oleh perilaku dan gaya PKI. Negeri ini sedang tidak baik baik saja. Lembaga dan tokoh Islam sedang dimusuhi. Sedikit saja ada celah maka diserang habis, bukan saja oleh pihak yang menganggap kompeten tetapi oleh aktivis agama lain seperti tokoh Kristen Romo Antonius Benny Susetyo ini. Romo, ga usah ikut campurlah urusan umat Islam. Urus agamamu sendiri. *) Pemerhati Politik dan Keagamaan

Pemerintah Kota Jakarta Barat Pantau Perusahaan Untuk Gaji Karyawan Sesuai UMP

Jakarta, FNN - Pemerintah Kota Jakarta Barat memastikan memantau perusahaan untuk menggaji karyawan sesuai dengan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2022 yang sudah ditetapkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. "Pelaksanaannya akan diawasi oleh Sudin, untuk memastikan penggajiannya sesuai peraturan," kata Kepala Suku Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Energi Jakarta Barat, Jackson Sitorus, saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin, 22 November 2021. Menurut Jackson, kenaikan UMP 2022 akan menimbulkan reaksi beragam dari kalangan karyawan maupun para pengusaha. "Tidak sedikit pengusaha mengeluhkan kenaikan UMP tersebut," katanya, sebagaimana dikutip dari Antara. Di sisi lain, kata dia, banyak juga pengusaha yang tidak keberatan, karena kondisi keuangan perusahaan dinilai masih memadai. Jackson memastikan, seluruh perusahaan di Jakarta Barat, tetap membayarkan upah sesuai aturan. Pihaknya juga siap menangani laporan para karyawan yang merasa tidak dibayar sesuai dengan upah yang sudah ditentukan. "Kita akan turun ke lapangan jika ada pengaduan, kita bisa akomodasi pengaduan itu," kata Jackson. Sebelumnya, Anies Baswedan menetapkan UMP 2022 sebesar Rp 4.453.935,536 ,sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang menjadi acuan bagi seluruh wilayah Indonesia. "Jadi, sudah ditetapkan besaran UMP DKI Jakarta pada 2022 sebesar Rp 4.453.935,536," kata Anies dikutip dari siaran pers Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Provinsi DKI Jakarta, Minggu, 21 November 2021. Anies mengatakan, penetapan UMP DKI Jakarta pada 2022 sebagai salah satu upaya peningkatan kesejahteraan para pekerja/buruh di Jakarta. Anies menetapkan UMP DKI Jakarta 2022 berdasarkan ketentuan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja serta formula pada Pasal 26 dan Pasal 27 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan yang berlaku bagi pekerja/buruh dengan masa kerja kurang dari satu tahun. Berdasarkan penetapan UMP tersebut, maka Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mewajibkan kepada para pengusaha untuk menyusun struktur dan skala upah pada perusahaannya dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas sebagai pedoman upah bagi pekerja/buruh dengan masa kerja setahun atau lebih. Selain itu, Pemprov DKI Jakarta juga akan mengawasi dan memberikan sanksi administratif bagi pengusaha yang tidak melakukan kewajiban tersebut. (MD).

Mahfud Satgas BLBI Somasi Kaharudin Ongko Dan Agus Anwar

Jakarta, FNN - Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI) telah melayangkan somasi terhadap Kaharudin Ongko dan Agus Anwar agar keduanya segera membayar utangnya kepada negara. Jika somasi itu tidak dipenuhi, maka pemerintah akan bertindak tegas terhadap dua obligor itu, kata Ketua Pengarah Satgas BLBI Mahfud MD saat jumpa pers di Jakarta, Senin, 22 November 2021. “Satgas BLBI akan menempuh langkah hukum untuk memastikan hak negara dipenuhi obligor yang bersangkutan,” kata dia. Ongko merupakan taipan pemilik Bank Umum Nasional yang turut meminjam dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia sekitar Rp 8,2 triliun. Namun, jika mengikutsertakan biaya administrasi nilai utang bertambah jadi kurang lebih Rp 8,6 triliun. Satgas BLBI pada September 2021 telah menyita beberapa aset Kaharudin dan melakukan pencairan terhadap hasil sitaan itu yang nilainya sebesar Rp 110,1 miliar. Sementara itu, Anwar merupakan bekas pemilik Bank Pelita Istimart yang juga menerima kucuran dana BLBI. Pemerintah kesulitan memanggil dan menagih utang ke Anwar, karena dia kabur ke Singapura. Walaupun demikian, Satgas BLBI pada Agustus 2021 tetap memanggil Agus Anwar untuk datang ke Kementerian Keuangan dan membayar utangnya ke negara, yang terdiri atas Rp 635,4 miliar untuk Program Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) Bank Pelita Istimart, Rp 82,2 miliar terkait posisi Agus sebagai penjamin penyelesaian kewajiban debitur PT Panca Puspan, dan Rp 22,3 miliar, yang mana Agus merupakan penjamin dari PT Bumisuri Adilestari. Mahfud yang juga menjabat sebagai ketua pengarah Satgas BLBI mengingatkan pemerintah akan terus-menerus mengingatkan para obligor dan debitur melunasi utangnya kepada negara. Ia juga mengingatkan para debitur dan obligor agar taat hukum dan tidak melakukan tindakan melawan hukum demi mangkir dari kewajibannya membayar utang. “Satgas BLBI akan melakukan upaya hukum pidana apabila ditemukan adanya pelanggaran hukum pidana yang dilakukan oleh obligor/debitur yang terkait dengan aset jaminan,” ujar dia, sebagaimana dikutip dari Antara. Dalam jumpa pers di Kantor Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan HAM RI, Jakarta, Senin, Mahfud didampingi Ketua Satgas BLBI, Rionald Silaban, Wakil Ketua Satgas BLBI, Feri Wibisono, dan Sekretaris Satgas BLBI, Sugeng Purnomo. (MD).

GIAT Dorong Keberlangsungan Tenun Nusantara Di Tengah Pandemi

Jakarta, FNN - Citra Kartini Indonesia meluncurkan Gerakan Ibu Asuh Terpadu (GIAT) bertujuan untuk menjaga keberlangsungan wastra tenun nusantara. "GIAT dicanangkan untuk bisa menyerap tenun gringsing agar kehidupan para penenun tertolong dan produktivitas mereka tetap terjaga," demikian keterangan pers Citra Kartini Indonesia diterima ANTARA di Jakarta, Ahad, 21 November 2021, malam. Menurut Ketua Citra Kartini Indonesia, Ayu Rosan, tanggung jawab sosial personal dalam GIAT diwujudkan dengan membeli kain gringsing sehingga membantu para perajin dan penenun di Tanah Air mengingat sektor pariwisata sangat terdampak akibat pandemi Covid-19. "Dengan membeli gringsing, kita sudah jadi ibu asuh. Banyak di antara kita yang bergantung pada sektor wisata dan saat ini terdampak pandemi Covid-19," kata Ayu. Ayu, yang juga istri Dubes RI di AS, berharap GIAT bisa membantu para perajin dan penenun sehingga kelestarian hasil karya tenun yang merupakan warisan budaya itu tidak punah. Sementara itu Menteri Luar Negeri Retno Marsudi turut menyambut program GIAT. Menurut Retno, GIAT dapat menjadi pendorong bagi para perajin yang tengah kesulitan lantaran terdampak pandemi Covid-19. Inisiator GIAT, Miranti Serad, menambahkan sudah waktunya masyarakat berbicara mengenai tanggung jawab sosial personal, terutama kalangan perempuan. Miranti mengatakan perempuan bukan hanya berperan sebagai ibu, melainkan juga sebagai pelaku usaha sekaligus agen budaya. Oleh karena itu sudah sepantasnya kalangan perempuan memberi perhatian pada pelaku usaha kecil, termasuk para perajin. "Sebagai agen budaya, kita bertanggung jawab pada semua kegiatan yang berkaitan dengan kearifan lokal," ujar Miranti. Tenun Gringsing memiliki keunikan tersendiri. Nama tenun ini berasal dari kata gring (sakit) dan sing (tidak). Tenun yang berasal dari Desa Tenganan Pegringsingan, Bali ini juga dipilih sebagai suvenir resmi pada acara G-20 pada 2022 mendatang. (MD).

Ketua Korpri Imbau ASN Taat Larangan Cuti Akhir Tahun

Jakarta, FNN - Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional Korps Pegawai Republik Indonesia (DPN Korpri), Zudan A Fakrullah, mengimbau seluruh aparatur sipil negara (ASN) menaati aturan pemerintah yang meniadakan cuti bersama dan cuti akhir tahun 2021. “Seluruh anggota Korpri saya minta untuk taat aturan dan ikuti penuh ketentuan cuti akhir tahun,” kata dia, dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Senin, 22 November 2021. Ia juga meminta seluruh ASN di berbagai daerah untuk tidak melakukan perjalanan ke luar kota, baik untuk pulang kampung maupun wisata. “Tidak perlu pulang kampung, tidak perlu wisata ke luar kota,” katanya, sebagaimana dikutip dari Antara. Pemerintah memberlakukan larangan cuti akhir tahun bagi ASN, tentara, polisi, karyawan BUMN, dan karyawan swasta. Larangan tersebut diterapkan untuk mengantisipasi lonjakan kasus penularan Covid-19 di berbagai daerah di Tanah Air. Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, mengatakan, larangan itu diberlakukan untuk meminimalkan pergerakan masyarakat. “Satgas Covid-19 mencatat setiap kali terjadi peningkatan mobilitas di masyarakat berkorelasi dengan terjadinya peningkatan kasus Covid-19,” katanya dalam keterangan pers secara daring dari Jakarta, Kamis, 18 November 2021. Dengan pengurangan mobilitas masyarakat sekitar 20-40 persen dari intensitas normal, maka angka reproduksi efektif berada di bawah 1. Semakin tinggi angka reproduksi efektif berarti semakin besar peluang jumlah kasus positif Covid-19. “Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa berdasarkan pengalaman yang lalu, periode libur panjang selalu menimbulkan kenaikan kasus. Hal ini terjadi akibat kecenderungan masyarakat mengisi momen liburan dengan bepergian ke luar rumah dan mengunjungi sanak saudara atau kerabat yang sering mengurangi kedisiplinan seseorang dalam menegakkan protokol kesehatan,” ujar dia. (MD).

Agama Para Buzzer

Oleh Ady Amar *) ADA yang bertanya, apa sih agama para buzzer itu? Pertanyaan serius tentunya. Memang pantas itu ditanyakan. Fenomena buzzer makin hari makin menjadi atau ngelunjak dengan intensitas menyerangnya, bahkan melecehkan agama. Sudah keterlaluan. Maka menjadi wajar jika ada yang bertanya, apa sebenarnya agama para buzzer itu. Karena mustahil orang beragama apalagi mengaku Islam, bisa menjadi buzzer. Teringat apa yang dikatakan Allahyarham Ustadz Tengku Zulkarnain, berkenaan posisi seseorang yang mengaku Islam tapi berprofesi sebagai buzzer, "Jika ia beragama Islam, maka ia telah murtad." Makna murtad di sini tentu tidak semacam Sukmawati Soekarnoputri, yang deklarasi pindah agama dengan melakukan ritual Sudhi Wadani, upacara pelepasan agama ayah bundanya, dan memilih agama Hindu. Pastinya itu juga akan dilanjut dengan perubahan pada kolom agama di KTP nya. Murtadnya para buzzer, sebagaimana dimaksud Ustadz Tengku Zul di atas, itu tidaklah akan sampai berani melepas agama Islam di KTP nya, meski tiap saat mereka menyerang Ulama dan para aktivis dakwah. Bahkan agamanya sendiri dilecehkan dan jadi bahan candaan. Pilihan sikap itu yang bisa disebut murtad. Tapi ada pendapat lain menyebut, bahwa sebenarnya para buzzer itu tidak beragama (atheis). Karena cuma atheis yang bisa mencaci maki dan mengolok agama (Islam) sepuasnya. Itu bisa diserupakan dengan era Orde Lama dulu, di mana kesenian ludruk, yang saat itu jadi primadona tontonan rakyat, disusupi Lekra, sebuah lembaga kesenian rakyat yang berafiliasi pada PKI. Kerap lakon pertunjukannya menghina Islam. Bahkan menyerupakan Allah dengan makhluk, yang bisa kawin dan mati. Misal, muncul pertunjukan ludruk di Jawa Timur, tahun 1960 an, dengan lakon Gusti Allah Mantu (Tuhan Dapat Menantu) dan lakon Matinè Gusti Allah (Matinya Tuhan). Maka korelasi bisa ditarik, bahwa agama seseorang, apapun itu, jika memilih buzzer sebagai profesi, itu sebenarnya pilihan menjadi murtad, pilihan menjadi atheis. Karenanya, pertanyaan apa agama para buzzer, itu setidaknya bisa terjawab: tidak beragama dan bahkan tidak mengakui keberadaan Tuhan (atheis). Bisa atas kesadarannya sendiri memilih jalan atheis, atau bisa karena kebodohannya yang menjadikan ia atheis. Mayoritas para buzzer memang bodoh, bahkan masuk kategori akut, yang cuma bisa mendengung atau menggonggong jadi profesi dengan imbalan tidak seberapa. Perbuatan yang cuma bisa dilakukan oleh orang yang tidak beragama. Dengan menanggalkan agama, para buzzer itu menjadi fasih dalam menghina agama sesukanya. Tidak merasa sedikit pun jengah dengan apa yang diperbuat. Adalah hal biasa, jika agama jadi bahan candaan-hinaan. Itu bisa makin menjadi, jika hati memang sudah lama mati. Mereka tiap saat menjadi makin beringas memproduk ujaran hinaan/pelecehan pada ulama lurus, yang berdakwah amar ma'ruf nahi munkar. Pelecehan juga menyasar pada tokoh yang punya kepakaran pada bidang tertentu, yang memilih berjarak dengan rezim pemerintahan. Maka, para buzzer menyerang yang bersangkutan dengan menyasar personalnya secara kasar dan sadis. Setidaknya hari-hari ini suasana demikian dihadirkan. Kesabaran pun Ada Batasnya Para buzzer acap beraksi dengan laku aneh-aneh, laku bodoh, yang pastinya ingin mengundang respons. Baru saja pentolan buzzer diberitakan menikah, itu secara Islami. Tiba-tiba memposting dengan istrinya sedang sembahyang di Pura, tampaknya di Bali. Postingan yang berharap umat Islam merespons marah dengan kelakuan bodohnya itu. Tapi yang muncul justru netizen beramai-ramai mendoakan, agar yang bersangkutan bisa secepatnya pindah agama. Umat sepertinya senang jika ia pindah agama. Para buzzer itu, banyak kalangan menyebut, bekerja untuk istana. Bekerja untuk rezim. Memang itu yang tampak. Maka setiap yang mencoba mengkritisi kebijakan rezim, maka bersiap-siap dihajar para buzzer di seputar kekuasaan. Bukan dengan beradu argumen ilmiah dengan pengkritik kebijakan tadi, tapi menghajar personal yang bersangkutan dengan hal yang sama sekali tidak ada hubungan dengan apa yang dikritik- dikoreksinya. Membuka aib yang bersangkutan, meski itu dengan tidak sebenarnya, memfitnah. Itu hal biasa. Dilakukan agar menimbulkan ketakutan pada yang lain untuk tidak coba-coba nekat memilih jadi oposan berseberangan dengan rezim. Maka, siapa saja akan dihajar dengan dirusak nama baiknya, bahkan jika itu harus menyasar pada bapak kandungnya sekalipun, buatnya itu tidak masalah. Fenomena buzzer dihadirkan dengan cakupan pekerjaan tidak saja mengamankan kebijakan rezim, tapi juga menghantam pejabat siapa pun itu, yang sekiranya bisa menjadi ancaman kekuatan masa depan. Maka, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, jadi pihak yang disasar terus menerus dengan pemberitaan tidak sebenarnya. Di mata para buzzer, Anies tampak tidak ada baik-baiknya, tidak ada benar-benarnya, bahkan tidak berprestasi. Anies dikesankan sebagai gubernur gagal. Publik seolah bisa digiring dengan nalar koplaknya. Menghantam terus menerus pada tokoh tertentu, itu seperti gerakan yang dikomando. Atau kata lain dari "pesanan", sebuah konsekuensi dari pekerjaan yang dipilihnya. Maka, jangan heran jika karya berjibun yang ditoreh Anies Baswedan, seperti tidak terlihat. Bahkan dicari kesalahan, meski tidak ditemukan, tetap saja digoreng dengan tidak sebenarnya. Maka, jagat pemberitaan pada Anies dibuat atau dihadirkan dengan negatif yang tidak sebenarnya. Anies Baswedan, juga para ulama yang memilih dakwah tidak hanya bisa menyanjung penguasa, tanpa bisa memerankan peran nahi munkar, itu pun jadi sasaran empuk dihajar para buzzer. Habib Rizieq Shihab, Ustadz Abdul Shomad diantaranya, terus dihantam bertubi-tubi sekenanya. Ia dikesankan seolah musuh utama negara. Teranyar adalah Ustadz Dr. Anwar Abbas, Wakil Ketua MUI, yang memang kritis jadi sasaran untuk dikesankan buruk. Bahkan MUI sebagai lembaga berkumpulnya Ormas-ormas Islam pun disasar dengan menyuarakan pembubarannya. Itu karena satu anggota pengurusnya dicokok Densus 88, padahal itu baru dugaan terlibat jaringan teroris. Kerja para buzzer ini sudah terlalu jauh dan amat berbahaya. Mestinya, perannya dihentikan. Sudah pada tahap mengkhawatirkan jika harus diterus-teruskan. Kesabaran umat pun ada batasnya, dan itu mestinya disadari. Para buzzer memang tidak mengenal kata dosa. Karenanya, tidak merasa ada pertanggungjawaban pada Tuhan, tentu dalam pandangan umum, menjadikan sikapnya merasa tidak ada yang perlu ditakutinya. Ditambah lagi, apa saja yang dilakukan itu aman-aman saja. Tidak berlaku UU ITE buatnya. Ia menjadi kebal hukum. Para buzzer memang tampak dimanjakan. Tapi waktu pun terus bergerak, dan pada saatnya akan mampu menghentikan kesewenangan. Gusti Allah ora sare. (*)

Melindungi Warga Sulteng dari Ancaman Gelombang Ketiga COVID-19

Palu, FNN - Gelombang ketiga COVID-19 kini menjadi ancaman tidak nampak yang menghantui seluruh daerah di Indonesia. Dugaan kuat penyebab ancaman gelombang ketiga tersebut yakni mobilitas masyarakat di luar rumah yang kian meningkat seiring penurunan kasus aktif COVID-19 di seluruh daerah namun tanpa disertai disiplin menerapkan protokol kesehatan (Prokes) pencegahan dan penularan COVID-19. Prokes yang kerap diabaikan semua pihak saat ini yaitu menjaga jarak, memakai masker dan mencuci tangan atau membersihkan tangan dengan hand sanitizer. Ahli-ahli kesehatan dan epidemiolog memperkirakan potensi terjadinya gelombang ketiga pandemi COVID-19 di Indonesia pada akhir tahun 2021, dengan rujukan akan adanya libur hari raya Natal dan Tahun Baru 2022. Argumen ancaman gelombang itu didasarkan pada rujukan kasus-kasus lonjakan COVID-19 sebelumnya yang terjadi saat libur panjang, di mana mobilitas masyarakat meningkat sehingga usai liburan, kemudian data-data menunjukkan adanya kenaikan kasus dalam jumlah yang tidak sedikit. Sama halnya yang terjadi saat libur hari raya Idul Fitri di mana mobilitas masyarakat kala itu meningkat pesat tanpa dibarengi disiplin prokes yang ketat sehingga lonjakan kasus COVID-19 tidak dapat terbendung dalam waktu cepat. Provini Sulawesi Tengah menjadi daerah yang berpotensi besar terdampak ancaman gelombang ketiga COVID-19 seiring melandainya kasus COVID-19 di provinsi itu. Mengingat kasus aktif COVID-19 di Sulteng, berdasarkan data Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) COVID-19 Provinsi Sulteng, Sabtu (20/11) tersisa 0,13 persen atau hanya 60 kasus aktif yang tersebar di 10 kabupaten dan satu kota di provinsi itu. Setidaknya, sampai saat ini 47.117 orang di seluruh daerah di Sulteng telah terpapar COVID-19. Dari 47.117 orang tersebut, 45.458 orang dinyatakan telah sembuh dan 1.599 orang yang terpapar dinyatakan meninggal dunia. Dengan menurunnya kasus COVID-19 di Sulteng seluruh daerah kini berhasil keluar dari zona orange atau zona dengan risiko sedang terpapar COVID-19. Kebijakan pemerintah daerah melonggarkan kegiatan usaha dan aktivitas masyarakat juga telah dilakukan. Seperti mengizinkan warung kopi dan cafe beroperasi hingga di atas pukul 22.00. Mengizinkan masyarakat berkumpul dan mengadakan kegiatan di tempat-tempat berkumpul masyarakat seperti di taman, hotel maupun aula. Langkah-langkah antisipasi sejak dini untuk melindungi warga Sulteng dari ancaman gelombang ketiga COVID-19 mesti dilakukan semua pihak baik oleh pemerintah daerah maupun seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali. Sebab jika itu terjadi maka pembatasan-pembatasan sosial mau tidak mau harus kembali diterapkan yang pada akhirnya berdampak pada penurunan perekonomian daerah dan masyarakat. Tidak satu orang pun yang ingin masa-masa sulit itu kembali terulang. Oleh sebab itu selalu menaati prokes mesti konsisten dilakukan jika tidak ingin pemerintah seluruh daerah di Sulteng kembali menerapkan pembatasan-pembatasan sosial dan ekonomi. Pemerintah daerah di Sulteng diminta terus gencarkan vaksinasi COVID-19. Gubernur Sulteng Rusdy Mastura meminta pemerintah daerah kabupaten, kota dan organisasi perangkat daerah terkait terus menggencarkan vaksinasi untuk membentuk kekebalan kelompok atau herd immunity dari COVID-19. "Vaksinasi harus ditingkatkan terus," katanya. Ia mengapresiasi kinerja pemerintah kabupaten dan kota yang bekerja sama dengan TNI dan Polri serta dukungan pihak-pihak terkait lainnya di Sulteng dalam penanganan COVID-19, sehingga kasus aktif COVID-19 di Sulteng menurun drastis. Rusdy Mastura menegaskan meski kasus aktif COVID menurun, bukan berarti bahwa daerah tersebut telah bebas dari ancaman paparan apalagi ancaman gelombang ketiga COVID-19. Karena itu, Rusdy menegaskan vaksinasi yang menyasar seluruh elemen dan komponene masyarakat harus terus digencarkan demi kesehatan dan keselamatan bersama. Selain itu ia menyatakan kedisiplinan terhadap penerapan prokes pencegahan COVID-19 harus tetap ditingkatkan oleh semua pihak. "Dukungan masyarakat yang terus mematuhi protokol kesehatan, sehingga dengan kebersamaan dan kolaborasi yang kuat, hasilnya hari ini dapat dilihat bahwa kasus konfirmasi positif COVID sangat rendah, jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit dan isolasi terpadu saat ini hanya berjumlah 81 pasien , isolasi mandiri sebanyak 200 orang," katanya. Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) Sulteng, hingga 30 Oktober 2021 capaian vaksinasi COVID-19 dosis pertama di Sulteng yaitu 34,4 persen dan dosis kedua 20,1 persen dengan jumlah sasaran vaksinasi sebanyak 2,14 juta orang. Patroli disiplin prokes digencarkan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Provinsi Sulteng menggencarkan patroli mengenai kedisiplinan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan guna mencegah penularan COVID-19. "Kami tetap melaksanakan kegiatan rutin yaitu patroli ketertiban umum di pasar, cafe-cafe serta kantor-kantor pemerintahan," kata Kepala Satpol-PP Sulteng Mohamad Nadir. Ia menyebut menurunnya level Pembatasan Pemberlakuan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Sulteng jangan sampai membuat semua pihak lengah dalam menerapkan prokes Untuk itu Satpol PP Provinsi Sulteng secara intens dan konsisten memberikan sosialisasi dan pembinaan kepada masyarakat terkait penerapan prokes COVID-19. Satpol PP, kata Nadir, melakukan kolaborasi bersama TNI dan Polri dalam melakukan partoli kedisiplinan penerapan protokol kesehatan cegah COVID. Ia juga menegaskan agar anggota Satpol PP di seluruh daerah di Sulteng dapat menjadi contoh yang baik di tengah-tengah masyarakat yaitu disiplin dalam menerapkan prokes. "Anggota Satpol PP harus menjadi contoh yang baik, agar masyarakat mau dan disiplin menerapkan prokes. Dengan begitu, antisipasi pencegahan lonjakan kasus COVId-19, akan berjalan maksimal," demikian kata Nadir. (sws)