ALL CATEGORY
Siapa di Balik Partai Prima?
Oleh Tony Rosyid - Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa Lucu! Pengadilan Negeri ngurusi pemilu. Bukan wilayah kewenangannya. Tidak perlu ahli hukum, orang awam yang bukan jurusan hukum juga tahu. Ini masalah kelas dasar. Testing the water? Sepertinya begitu. Udah bingung, panik, karena semua cara udah buntu. Akhirnya, tabrak aturan. Mainkan dari Pengadilan Negeri (PN). Kenapa melalui PN? Dengan jalur ini, akan butuh waktu panjang. Setelah putusan, KPU diminta banding. Pura-puranya all out. Anda bisa hitung, berapa waktu yang dibutuhkan untuk banding? Setelah banding, nanti disekenariokan untuk kasasi. Sementara waktu yang dibutuhkan untuk tahapan pemilu sudah sangat mepet. Melalui jalur PN dianggap cara yang paling bisa ulur waktu, dan pada akhirnya ditunda. Ini akal-akalan yang dianggap sempurna. Kalau jelas-jelas PN tidak punya kewenangan untuk tangani kasus pemilu, kenapa putusannya harus dipatuhi. Simple bukan? Abaikan, dan KPU lanjutkan tahapan pemilu. Itu saja, kenapa jadi repot? Coba cermati baik-baik. Ada partai yang tidak dikenal, ujug-ujug muncul menggugat KPU. Anda juga mungkin baru tahu nama partai itu sekarang. Partai Prima. Publik tidak tahu partai itu. Ini milik siapa dan siapa para pemain di belakangnya, silahkan ditelusuri. Ini bisa membuka kotak pandora. Mungkin masih ada partai-partai Prima yang lain. Disiapkan untuk target-target tertentu. Partai yang tidak dikenal publik ini menggugat KPU. Lalu dimenangkan oleh PN Jakarta Pusat, dan putusannya minta KPU menunda pemilu 2 tahun, 4 bulan, 7 hari. 2 tahun? Mirip isu selama ini yang santer diusulkan pemilu diundur 2 tahun. Apa ini kebetulan? Pasti anda ketawa ngakak. Setelah ada keputusan PN Jakarta Pusat, paginya viral sebuah video. Isinya? Mendukung penundaan. Bahkan dianggap ini tangan Tuhan. Lucu bukan? Setting sekenarionya seperti sudah sangat matang. Siapa yang mempersiapkan video itu? Anda masih berpikir ini normal dan wajar? Anda juga jangan percaya begitu saja beberapa orang di lingkaran kekuasaan yang dukung KPU untuk banding. Itu lagu lama. Orang Jawa bilang: boleh jadi \"ada maling teriak maling\". Tidak menutup kemungkinan, mereka adalah bagian dari para pelaku yang ikut mensetting sekenario. Silahkan cek baik-baik. Lakukan penelusuran. Uji validitasnya dengan cari kabar yang sebenarnya. Anda akan dapat info itu. Putusan ini berhasil bikin geger Indonesia. Namanya juga test the woter. Darah para aktifis sempat naik. Malam usai putusan PN Jalpus, konsolidasi terjadi dimana-mana. Mulai ada gerakan dari sejumlah kelompok aktifis. Suasana seperti mau perang. Ada yang dianggap bermain-main dengan api. Ini bisa jadi ledakan. Berbahaya! Harus kita cegah. Bangsa ini butuh para negarawan. Jika negarawan yang kelola negara ini, kegaduhan dan kericuhan yang berpotensi memicu gejolak sosial-politik tidak selalu terjadi seperti saat ini. Jakarta, 3 Maret 2023
Keputusan PN Jakpus Ultra Vires, Sengaja Bikin Kesalahan untuk Menciptakan Kegaduhan
Jakarta, FNN - Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memerintahkan KPU untuk menunda Pemilu 2024 telah menimbulkan kegaduhan. Setidaknya ahli hukum tata negara seperti Yusril Ihsa Mahendra dan Deni Indrayana, juga beberapa parpol seperti PDIP, PKS, dan Nasdem telah sependapat bahwa keputusan tersebut harus ditolak karena inkonstitusional, dinilai melampaui kewenangan, dan tidak bisa dieksekusi. KPU sebagai pihak tergugat juga langsung menyatakan banding. Bahkan, Mahfud meminta KPU untuk melawan habis-habisan. Sementara itu, Rocky Gerung dalam Kanal YouTube Rocky Gerung edisi Jumat (3/3/23) mengatakan ini kesalahan yang dilakukan oleh hakim adalah sebuah kesengajaan untuk menciptakan kegaduhan. ”Jadi enggak usah dianggap bahwa dia (hakim) bikin kesalahan, memang dia disengaja untuk bikin kesalahan untuk bikin kegaduhan,” ujar Rocky. Rocky juga mengatakan bahwa kesalahan yang dilakukan oleh hakim merupakan ide dari suatu konsprirasi untuk menunda Pemilu. “Jadi bukan sesuatu yang terjadi secara tiba-tiba hakimnya punya ide enggak, ini ide hakim itu adalah ide dari suatu konspirasi untuk menunda Pemilu,” ungkap Rocky. Memang, putusan PN Jakarta Pusat ini terjadi di tengah isu keinginan pemerintah untuk menunda Pemilu. Padahal, menurut Rocky, ada pepatah mengatakan bahwa di dalam penundaan ada perencanaan kejahatan. Rocky juga mengatakan bahwa banyak jalan menuju penundaan pemilu, tetapi di ujungnya pasti ada semacam cara legal, dengan Perppu, misalnya. Tetapi, tampaknya yang dipilih adalah gugatan partai Prima. “Tetapi, itu sudah terjadi dan artinya ini jadi polemik hukum. Apapun, ini sudah jadi polemik hukum yang panjang, sewa menyewa lawyer, sewa menyewa pakar itu akan berjalan. Ini sebenarnya satu paket supaya terlihat bahwa seolah-olah ini adalah debat hukum,” tambah Rocky. Rocky mengajak kita untuk melihat apa reaksi Pak Jokowi, apa reaksi partai-partai lain, atau apa reaksi dari surveyor, yang menunjukkan bahwa akan ada kekacauan. “Reaksi-reaksi ini yang akan diolah kembali oleh kalangan intelijen istana untuk menimbulkan ketidakpastian,” ujar Rocky dalam diskusi yang dipandu Hersubeno Arief, wartawan senior FNN, itu. Setelah ada isu penundaan pemilu ini, menurut Rocky, akan muncul etape baru, yaitu ketidakpastian. Ini juga akan diolah oleh istana sebagai isu ketidakpastian. Ini merupakan gejala biasa yang menjadi hipotesis kita dari awal bahwa Presiden Jokowi pasti belum siap untuk memilih siapa pewaris kekuasaannya, pasti belum mampu untuk punya grip pada semua potensi yang ada di depan dia. Karena itu, dia pasti akan menunda. “Yang mesti kita lihat bahwa ujung dari permainan ini memang upaya untuk membatalkan Pemilu,” tambah Rocky. Memang, kata Rocky, keputusan PN Jakpus ini ultra vires, keputusan yang melampaui permintaan. Tapi poinnya sama, akan diatur sedemikian rupa supaya seolah-olah ini legal. “Jadi legalisasi kejahatan yang dilakukan melalui keputusan tadi, supaya kontroversi,” ujar Rocky. (sof)
Tindak Tegas Hakim PN Jakpus yang Putuskan Tunda Pemilu
Jakarta, FNN - Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memerintahkan KPU untuk menunda Pemilu 2024 mendapat reaksi keras dari berbagai kalangan, dari masyarakat sipil, ahli hukum tata negara, netizen, hingga parpol-parpol peserta pemilu 2024. Keputusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap gugatan dari partai Prima tersebut dinilai melampaui kewenangannya, tidak bisa dieksekusi, dan bisa menimbulkan kegaduhan serta mengganggu proses tahapan Pemilu yang sedang berjalan. Melalui siaran pers yang disampaikan oleh Sekjen Hasto Kristianto, Ketua Umum DPP PDIP, Megawati Soekarno Putri, menilai putusan hakim itu inkonstitusional. Mestinya, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan perpanjangan masa jabatan presiden, menjadi rujukan bagi upaya penundaan Pemilu. Atas dasar putusan MK tersebut maka berbagai upaya penundaan pemilu adalah inkonstitusional. “PDIP sikapnya sangat kokoh, taat konstitusi, dan mendukung agar Pemilu berjalan tepat waktu. Karena itulah Ibu Mega menegaskan agar KPU tetap melanjutkan seluruh tahapan Pemilu,” kata Hasto dalam keterangan persnya Kamis (2/3/23). Hasto juga meminta agar Komisi Yudisial melakukan investigasi. Demikian juga Wakil Ketua Umum Partai Nasdem, Ahmad Ali, yang menilai bahwa keputusan majelis hakim itu kebablasan. Ahmad Ali juga menilai bahwa Pengadilan Negeri tidak punya kewenangan mengadili perkara ini. Jika partai Prima merasa keberatan karena tidak diloloskan maka mestinya keberatan itu disampaikan ke Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu. Kalau pelanggaran oleh personal secara etik maka laporannya ke Dewan Kehormatan Pemilu. Sementara itu, Wakil Sekjen DPP PKS yang menangani masalah hukum, Zainudin Paru, menilai hakim telah melampaui kewenangannya. Menurutnya, soal putusan Pemilu berjalan atau ditunda adalah kewenangan MK. Selain itu, keputusan Partai Prima tidak lolos sebagai partai politik peserta pemilu 2024 seharusnya diputus oleh Pengadilan Tata Usaha Negara, bukan Pengadilan Negeri. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diketuai oleh T. Oyong, dengan hakim anggota Bakrie dan Dominggos Silaban, dalam amar putusan yang dibacakan hari Kamis (2/3/23) mengabulkan gugatan partai Prima terhadap KPU, karena tidak diloloskan sebagai peserta pemilu karena dinilai tidak memenuhi syarat (TMS). Putusannya majelis hakim tersebut menyatakan, “Menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 sejak putusan ini diucapkan, dan melaksanakan tahapan Pemilu dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari.” Profesor Yusril Ihsa Mahendra dalam edaran yang disampaikan ke sejumlah wartawan menyatakan bahwa keputusan hakim tersebut keliru dan tidak mungkin dieksekusi. Menurut Yusril, majelis hakim telah keliru membuat keputusan dalam perkara ini. “Sejatinya, gugatan yang dilayangkan partai prima adalah gugatan perdata, yakni gugatan perbuatan melawan hukum biasa, bukan gugatan perbuatan melawan hukum oleh penguasa dan bukan pula gugatan yang berkaitan dengan hukum publik di bidang ketatanegaraan atau administrasi negara. Dalam gugatan perdata biasa seperti itu maka sengketa yang terjadi adalah partai penggugat, dalam hal ini partai prima, dan tergugat, KPU, dan tidak menyangkut pihak-pihak lain selain daripada tergugat atau para tergugat dan turut tergugat saja, sekiranya ada. Oleh karena itu, putusan mengabulkan dalam sengketa perdata biasa hanyalah mengikat penggugat dan tergugat saja dan tidak dapat mengikat pihak lain. Putusannya tidak berlaku umum dan mengikat siapa saja atau erga omness. Dalam kasus gugatan perbuatan melawan hukum dari partai Prima, jika gugatan ingin dikabulkan majelis hakim maka putusan itu hanya mengikat Partai Prima sebagai penggugat dan KPU sebagai tergugat, tidak mengikat parta-partai lain, baik calon maupun sudah ditetapkan sebagai peserta pemilu. Jadi kalau majelis berpendapat bahwa gugatan Partai Prima beralasan hukum maka PKPU harus dihukum untuk melakukan verifikasi ulang terhadap partai Prima, tanpa harus “mengganggu” partai-partai lain dan mengganggu tahapan Pemilu. Ini pun sebenarnya bukan materi gugatan perbuatan melawan hukum (PMH), tetapi gugatan sengketa administrasi pemilu yang prosedurnya harus dilakukan di Bawaslu dan pengadilan tata usaha negara.Pada hemat saya, majelis harus menolak gugatan partai Prima atau menyatakan NO atau gugatan tidak dapat diterima karena Pengadilan Negeri tidak berwenang mengadili perkara tersebut.” Hal yang kurang lebih sama juga disampaikan oleh pakar hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada, Profesor Deni Indrayana. Dia menyatakan bahwa Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat agar Komisi Pemilihan Umum mengulang tahapan Pemilu 2024 itu keliru. Sebab pengendalian Negeri Jakarta Pusat tidak punya kompetensi untuk menunda Pemilu. Penundaan Pemilu bukanlah yuridiksi putusan pengadilan negeri. Karena itu, keputusan majelis hakim itu tidak punya dasar. Karena itu pula, Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut wajib ditolak. Dari sisi hukum, hampir semua ahli hukum di atas sependapat dan tegas menolak keputusan PN Jakarta Pusat, karena dianggap inkonstitusional, melampaui kewenangan, dan keblabasan. “Jadi, keputusan ini tidak bisa digunakan sebagai pintu masuk untuk menunda Pemilu oleh pemerintah ya. Karena keputusan ini keliru dan melampaui kewenangan, bahkan inkonstitusional,” ujar Hersubeno Arief, dalam Kanal YouTube Hersubeno Point edisi Jumat (3/3/23). Hersubeno Arief juga meminta agar bukan hanya Komisi Yudisial yang turun tangan, tapi juga Mahkamah Agung yang membawahi para hakim ini, karena mereka tidak paham kewenangannya dan berani mengambil keputusan yang dampaknya sangat serius dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Apalagi ini terjadi di tengah isu keinginan pemerintah untuk menunda Pemilu. “Jelas ini bisa menimbulkan kegaduhan yang luar biasa. Oleh karena itu, putusan ini perlu dilakukan eksaminasi dan bila ditemukan penyimpangan harus ditindak tegas,” ujar Hersu. (ida)
Partai Gelora: Putusan PN Jakpus Tunda Pemilu Merusak Demokrasi
JAKARTA, FNN - Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia memadang putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) untuk menunda Pemilu 2024 tersebut, sebagai putusan yang keblinger, sesat dan menyesatkan Pernyataan Partai Gelora itu merespons putusan PN Jakpus yang mengabulkan gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima), Kamis (2/3/2023) Dalam amar putusan hakim, KPU sebagai pihak tergugat diminta menunda tahapan Pemilu 2024 dalam tempo 2 tahun 4 bulan dan 7 hari, atau ditunda hingga Juli 2025. \"Partai Gelora memandang Putusan PN Jakarta Pusat tersebut keblinger, sesat dan menyesatkan. Karena yang menjadi objek sengketa adalah Keputusan KPU yang bersifat beschikking (individual dan kongkrit) dan itu merupakan kompetensi absolut dari Peradilan Administrasi (TUN),\" kata Amin Fahrudin, Ketua DPN Partai Gelora Bidang Hukum dan HAM dalam keterangannya, Jumat (3/3/2023). Menurut Amin, seharusnya PN menolak untuk mengadili perkara a quo atau menyatakan gugatan tidak dapat diterima atau N.O ( Niet Ontvanklijke). Alasan selanjutnya, mengapa putusan tersebut dianggap keblinger adalah karena amar putusannya bersifat regeling (mengatur) yaitu mengubah norma yang ditetapkan dalam Undang-Undang Pemilu maupun Peraturan KPU. \"Yang seharusnya menjadi kompetensi absolut dari Mahkamah Konstitusi (jika UU) dan Mahkamah Agung ( jika Peraturan KPU),\" ujar Amin. Sebenarnya, kata Amin, upaya hukum Partai Prima ke Bawaslu dan PTUN sudah dilakukan, akan tetapi kedua lembaga tersebut menolak mengabulkan dan diputus gugatan tidak dapat diterima dan putusan tersebut yang menjadi acuan. \"PN Jakpus seharusnya menjadikan Putusan PTUN tersebut sebagai acuan dan menyatakan selain perkaranya secara formil melanggar kompetensi absolut, perkara tersebut juga harus dinyatakan nebis in idem,\" tegasnya. Karena itu, Partai Gelora mendukung upaya banding yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta dan Mahkamah Agung (MA). \"Dan sudah seharusnyalah Pengadilan Tinggi atau nanti di Mahkamah Agung menolak gugatan Partai Prima yang berdampak pada penundaan pemilu dan tentunya merusak tatanan demokrasi yang telah ditetapkan secara formal prosedural dan konstitusional,\" tegas Amin. Seperti diketahui, PN Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Partai Prima yang menolak statusnya sebagai parpol tidak memenuhi syarat (TMS) oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai peserta Pemilu 2024. Partai Prima merasa dirugikan oleh KPU dalam verifikasi administrasi partai politik, sebab Partai Prima dinyatakan TMS. Dalam putusan PN Jakpus tersebut, KPU sebagai pihak tergugat diminta menunda tahapan Pemilu 2024 dalam tempo 2 tahun 4 bulan dan 7 hari, atau ditunda hingga Juli 2025. Gugatan Partai Prima ke PN Jakarta Pusat pada 8 Desember 2022, dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst. (*)
Lima Alasan Anak Muda Mengidolakan Anies; yang Ketiga Sungguh Membagongkan
Oleh Billy David - Pemerhati Kepemudaan dan Ketua Cahaya Dari Timur Foundation ANIES Baswedan adalah tokoh paling disukai anak muda dan akan dipilih saat menjadi calon presiden. Hal tersebut berdasar survei yang dilakukan Indikator Politik pada tahun 2021. Hal tersebut diikuti juga oleh beberapa polling di media sosial yang mayoritas diikuti anak muda. Musisi legendaris Iwan Fals pernah mengadakan polling via Twitter dan Anies Baswedan mendapatkan angka 61,6 persen. Jauh meninggalkan calon lainnya seperti Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto yang hanya mendapat belasan persen. Polling di Twitter yang dilakukan ILC hasilnya setali tiga uang. Sama saja. Dari 56 ribu voters yang kebanyakan anak muda, Anies mendapatkan hasil 56 persen. Lagi-lagi meninggalkan pesaingnya yang ada di angka belasan persen saja. Dukungan anak muda kepada Anies Baswedan tidak hanya sebatas di media sosial dan survei politik. Di lapangan, dukungan Anies Baswedan juga terus mengalir. Beberapa waktu lalu, beberapa anak muda di Jawa Barat punya cara unik untuk memberikan dukungan kepada Anies Baswedan. Anak-anak muda yang tergabung dalam Jaringan Nasional Anies Baswedan di Jawa Barat membuat lomba game Mobile Legend sebagai bentuk dukungan. Hebatnya, semua dilakukan secara mandiri, bukan disponsori oleh pihak tertentu, termasuk Anies Baswedan. Ada satu hal yang menggugah rasa penasaran siapapun yang belum mengenal siapa sebenarnya Anies Baswedan, sehingga dia sampai begitu dicintai dan diidolakan anak muda? Berikut ini beberapa hal yang bisa disimpulkan dari testimoni anak-anak muda yang mengagumi karakter dan karya Anies Baswedan. Intektual yang Inovatif Menurut Nawaz Syarif dari perbatasan Kalimantan Selatan, Anies Baswedan adalah sosok intelektual yang inovatif. Anies besar dalam tradisi intelektual sejak di Jogja, Amerika, hingga kembali ke Indonesia. Pemikirannya dirangkum banyak orang dalam berbagai buku ataupun karya ilmiah lain. Inovasi kebijakannya terlihat dari status Jakarta yang sudah menjadi kota global dan kota kolaborasi. Peduli Anak Muda Anies Baswedan sejak dulu memang dekat dan identik dengan gerakan anak muda. Sejak tahun 2010, Anies, sebagai inisiator Gerakan Indonesia Mengajar mampu menggerakkan anak muda, sarjana-sarjana terbaik dari kampus-kampus unggulan untuk mengabdi, mengajar dan menginspirasi. Sampai saat ini ribuan anak muda lulusan program tersebut terus berkarya, bekerja dan berdampak. Anies mampu menggerakkan anak muda tanpa iming-iming rupiah. Anies terbukti tidak berjarak, inovatif dan mampu memahami aspirasi anak muda. Menurut Everest Octovianus dari Papua, Anies tidak membatasi interaksi dan mau mendengar anak muda. Menurut Everest, Anieslah tokoh publik pertama yang mau duduk dan mendengar ide-ide anak muda di Papua. Hangat dan Bersahabat Beberapa anak muda, salah satunya Sisi Matahari dari Bandung, menyatakan bahwa Anies Baswedan adalah sosok yang hangat dan bersahabat. Apa yang diucapkan selalu menginspirasi anak-anak muda. Menurut Sisi, Anies bukan sosok pejabat yang “sulit dijangkau”. Anies selalu terbuka terhadap pemikiran dan gemar membuka ruang interaksi dan diskusi dengan anak muda. Peduli Rakyat Kecil Selain membuat kebijakan inovatif, Anies Baswedan juga selalu membuat kebijakan yang peduli rakyat kecil. Matilda Basri Hati Jelin dari NTT bahkan sampai menangis terharu mendengar penjelasan warga Kampung Akuarium yang mendapatkan keadilan dan kesejahteraan di masa kepemimpinan Anies Baswedan. Kebijakan seperti pembebasan PBB untuk rumah tangga tertentu di Jakarta juga bentuk kepedulian Anies Baswedan kepada rakyat kecil. Merangkul Semua Golongan Keinklusifan Anies Baswedan disampaikan oleh Dandi Wahyu P dari Sumatra Selatan. Anies tidak pernah membeda-bedakan orang berdasar asal golongan ataupun SARA. Semua pihak, mendapat kesempatan yang sama saat Anies Baswedan menjadi pejabat publik. Bantuan operasional rumah ibadah dan bantuan operasional kepada orang-orang pengelola rumah ibadah, diberikan kepada semua agama, tanpa ada yang ditinggal dan dibedakan. Itulah buktinya. Lima hal di atas, hanya jadi sedikit alasan mengapa anak muda banyak yang mengidolakan dan menyukai Anies Baswedan. Untuk tahu kisah lain tentang sosok Anies Baswedan, langsung klik di sini https://www.youtube.com/@aniesbaswedan (*)
Sistem Demokrasi, Peradilan, dan Keputusan Pengadilan di Indonesia Masih Mabuk
Oleh: Chris Komari - Activist Democracy, Activist Forum Tanah Air (FTA). Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat akhirnya membantah adanya putusan pengadilan yang memerintahkan penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Hal itu disampaikan Humas PN Jakarta Pusat Zulkifli Atjo menanggapi putusan gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait proses Pemilu 2024 yang dikabulkan oleh majelis hakim. \"Tidak mengatakan menunda pemilu ya, tidak, cuma itu bunyi putusannya seperti itu, \"menghukum untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024\". Ya itu amar putusannya itu,\" kilah Zulkifli Atjo saat ditemui di PN Jakarta Pusat, Kamis (3/2/2023). Keputusan hakim pengadilan, sering ambiguous dan memperkeruh suasana hukum dan politik. Itu tandanya seorang hakim pengadilan yang belum mumpuni (lack of knowledge and lack of experience) untuk bisa menjadi seorang hakim pengadilan dalam memutuskan satu perkara. 1). Keputusan pengadilan itu memutuskan perkara, semestinya bisa memutuskan satu perkara, once and for all, dengan clarity (jelas) dan decisive (keputusan yang kuat) dan tidak ambiguous, sehingga menciptakan polemik hukum dan politik yang semakin ruwet, mbulet dan jlimet. 2). RUU dan UU yang keluar dari DPR itu juga seharusnya begitu, untuk memutuskan perkara hukum dan politik di masyarakat, once and for all, dengan clarity (jelas), decisive dan binding (kuat dan mengikat). Kalau ada keputusan pengadilan (judicial ruling) dan UU baru yang lolos dari DPR yang isinya tidak jelas, ambiguous dan membikin masalah hukum dan politik tambah ruwet, mbulet dan jlimet, itu artinya tidak mampu menjadi hakim pengadilan dan tidak mampu menjadi law makers (anggota legislative). Banyak orang yang mengklaim sebagai ahli hukum, ahli konstitusi, tetapi tidak mengerti hukum dan konstitusi. Banyak orang yang ngoceh sana sini mengklaim sebagai ahli demokrasi, tetapi 11 pilar demokrasi dan 13 asas demokrasi tidak tahu. Mana ada keputusan pengadilan (judicial ruling) yang boleh menabrak dan melanggar Konstitusi UUD 1945? Bukankah PEMILU itu diwajibkan dilakukan sekali dalam 5 tahun, pasal 22E, ayat 1, UUD 1945. Pasal Konstitusi UUD 1945 itu tidak boleh dikudeta oleh hakim Mahkamah Konstitusi (MK), apalagi oleh hakim PN Jakarta. Yang ngaco dan tidak mengerti hirarki hukum dan konstitusi itu jelas hakim PN Jakarta. Keputusan hukum (judicial ruling) hakim PN Jakarta dalam memutuskan perkara gugatan partai PRIMA terhadap keputusan KPU pusat bersifat ambiguous, tidak jelas (lack of clarity) dan tidak mematuhi hirarki hukum, sehingga menimbulkan suasana politik dan hukum dalam masyarakat menjadi semakin ruwet, mbulet dan jlimet. Itu contoh judicial ruling yang buruk, tidak profesional dan mabuk. Banyak anggota DPR yang bikin RUU baru dan meloloskan ratusan UU yang tidak mengikuti hirarki hukum dan konstitusi, karena banyak UU baru itu dimana isinya mengkudeta hak dan kedaulatan rakyat yang dijamin oleh Konstitusi UUD 1945. Di bawah ini beberapa contoh saja: 1). Kedaulatan tertinggi ada ditangan rakyat, BAB I, Pasal 1, ayat 2, UUD 1945. 2). Tetapi hak dan kedaulatan tertinggi rakyat Indonesia itu dikudeta oleh banyak UU yang dibuat oleh anggota DPR sendiri, seperti: - UU MD3 yang memberikan hak pergantian antar waktu anggota DPR kepada petinggi partai politik. - UU PEMILU nomor 7 tahun 2017, pasal 222, yang memberikan kekuasaan dan monopoly bursa capres kepada partai politik dan gabungan partai politik yang memiliki 20% kursi di DPR. Kedaulatan tertinggi rakyat dikudeta dan pindah tangan, dari tangan rakyat beralih atau berpindah tangan ke petinggi partai politik dengan proses dan mekanisme politik dan produk hukum berupa UU yang dibuat oleh kader-kader partai politik di DPR. Inilah kadalisasi demokrasi di Indonesia yang berubah menjadi partai-krasi. Di Indonesia juga masih belum ada standar dan hirarki hukum untuk mengukur keputusan pengadilan (judicial ruling) dan untuk mengukur RUU yang lolos dari DPR itu konstitusional atau tidak. ✓ Ini sebenarnya tugas dari para ahli hukum, ahli konstitusi dan dunia akademik untuk bisa mengoreksi judicial ruling dari hakim pengadilan yang salah dan juga RUU yang lolos di DPR, tetapi inkonstitusionil. ✓ Tidak mungkin semua itu diremedy, diputuskan dan diselesaikan hanya di Mahkamah Konstitusi (MK). ✓ Kalau hakim Mahkamah Konstitusi (MK) membuat keputusan pengadilan (judicial ruling) yang salah dan inkonstitusionil, bagaimana? ✓ Siapa yg mengoreksi kesalahan hakim Mahkamah Konstitusi (MK)? ✓ Kedaulatan tertinggi ada di tangan rakyat, bukan di tangan para hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Banyak keputusan pengadilan (judicial rulings) dan ratusan RUU yang lolos DPR isinya yang inkonstitusional dan tidak demokratis karena menabrak UUD 1945 dan sekaligus mengkudeta kedaulatan tertinggi rakyat. Parahnya lagi, banyak hakim di pengadilan termasuk hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang tidak patuh terhadap hirarki hukum, tidak patuh terhadap konstitusi, tidak mampu menegakkan hukum dan tidak mampu melindungi kedaulatan tertinggi rakyat yang dijamin oleh konstitusi UUD 1945. Sehingga mencari keadilan di Indonesia sangat sulit karena sistem judiciary di Indonesia mirip sinetron dan Srimulat. Belum lagi setiap kasus harus minta BAP dari kepolisian dan banyak oknum-oknum polisi yang korup, model Ferdy Sambo dan gengster-gengster lainya di Polri, Propam, Mabes Polri dan Bareskrim. Sudah bukan rahasia lagi, para polisi dan hakim di pengadilan mudah dibeli, mudah disogok, korup, tidak memiliki etika hukum dan sering membuat keputusan pengadilan (judicial ruling) yang tidak mematuhi hirarki hukum , selalu berubah-ubah, mudah dipengaruhi oleh penguasa dan suka bermain politik dalam membuat keputusan hukum. Ada istilah yang sangat menghina jiwa dan budaya bangsa Indonesia, yang disebut UUD (ujung-ujungnya duit). Semua perkara politik, hukum dan kriminal di Indonesia yang menjadi orientasi adalah UUD (ujung-ujungnya duit). Judicial system di Indonesia masih parah, bahkan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) saja terkesan: 1). Takut berdebat dengan penggugat, atau lawyers yang mewakili penggugat. 2). Tidak ada direct interchange (perdebatan langsung) dalam sistem dan proses pengadilan di Mahkamah Konstitusi (MK), hakim MK terkesan diktator dan memiliki jiwa penjajah, merasa paling superior. 3). Tidak ada badan atau lembaga negara yang bisa menegakkan hirarki hukum, melindungi Konstitusi dan menghormati kedaulatan tertinggi rakyat. Sehingga kedaulatan tertinggi rakyat hanya tulisan di dalam konstitusi, tidak ada mekanisme dan implementasi dari kedaulatan tertinggi rakyat itu secara real, nyata dan kongkrit. Banyak masalah yang digugat dalam proses dan sistem pengadilan, khususnya di Mahkamah Konstitusi (MK) yang sulit untuk bisa digali dan diperdebatkan secara luas, dalam dan komprehensif dalam proses judicial system di tanah air. Beda dengan sistem dan proses persidangan seperti di US Supreme Court, dimana sesama anggota hakim Supreme Court bisa saling berdebat dan berargumentasi di depan para penggugat dan lawyers yang mewakili penggugat dalam menggelar perkara yang menyangkut hak, wewenang dan kedaulatan yang dijamin oleh konstitusi. Itulah mengapa para aktifis Forum Tanah Air (FTA) di seluruh dunia, baik didalam negeri maupun yang berada diluar negeri, merumuskan 10 tuntutan perubahan politik dan ekonomi dalam manifesto politik FTA (MPFTA) agar status quo (kenyamanan dalam kebobrokan) ini bisa segera diakhiri once and for all. (*)
Komisi Yudisial Harus Periksa Majelis Hakim
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan GUGATAN Partai Prima dikabulkan oleh PN Jakarta Pusat. KPU dinyatakan keliru dalam melakukan verifikasi administrasi terhadap Partai Prima. Yang menjadi janggal dan patut dicurigai adalah Majelis Hakim dalam amar Putusannya menyatakan \"melaksanakan tahapan Pemilu dari awal lebih kurang 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari\" artinya Pemilu ditunda hingga Juli 2025. Putusan tersebut dinilai melampaui batas kewenangan. Lima kekacauan dari Putusan perkara No 757/Pdt.G/2022/PN Jkt Pst tersebut adalah : Pertama, Putusan ini bertentangan dengan Konstitusi Negara. UUD 1945 Pasal 22 E ayat (1) menegaskan bahwa Pemilu itu dilakukan lima tahun sekali. Dengan menunda hingga Juli 2025 maka Majelis telah menetapkan Pemilu itu lebih dari lima tahun. Kedua, sangat gegabah Pengadilan Negeri memutus perkara Pemilu yang sebenarnya masuk ruang Hukum Tata Negara. Gugatan perdata tidak bisa melabrak hukum publik cq Hukum Tata Negara. Kompetensi ada pada Bawaslu atau Peradilan Tata Usaha Negara. Ketiga, menghentikan proses Pemilu dengan Putusan \"serta merta\" patut diduga ada motif dibelakangnya. Tidak ada kepentingan dan alasan adanya putusan serta merta (uitvoorbaar bij vooraad). Justru hal ini sangat berbahaya karena dapat menciptakan ketidakpastian hukum. Keempat, perkara ini adalah perkara perdata yang konsekuensi hukum dari putusan hanya mengikat kepada para pihak KPU dan Partai Prima. Tidak bisa perkara perdata membawa akibat hukum pada semua partai politik peserta Pemilu. Pihak lain tidak boleh dirugikan. Kelima, KPU dihukum membayar ganti rugi sebesar 500 juta rupiah. Benarkah telah dibuktikan adanya kerugian materiel dari Partai Prima sebesar itu ? Lagi pula aneh amar Putusan ini, di satu sisi proses dihentikan dan menunda Pemilu demi kepentingan Partai Prima, tetapi di sisi lain Partai Prima dapat \"untung\" 500 juta. Memang berlebihan dan di luar kewenangan Pengadilan Negeri untuk memutuskan perkara \"sengketa\" seperti ini. Kejanggalan mencolok dari Putusan ini pantas menimbulkan berbagai dugaan. Karenanya Komisi Yudisial harus turun tangan. Tiga Hakim yang mengadili perkara ini yaitu T. Oyong (Ketua) dan dua Hakim Anggota H Bakri dan Dominggus Silaban patut untuk diperiksa oleh Komisi Yudisial. Adakah ketiganya melakukan pelanggaran etik atau pedoman perilaku sehingga patut untuk dikenakan sanksi ? Aspek lain adalah Majelis Hakim yang tidak menggali nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Nilai yang hidup dalam masyarakat adalah penentangan keras publik atas agenda penundaan Pemilu. Sebaliknya muncul dugaan kuat bahwa Majelis Hakim telah ikut dalam permainan politik untuk menunda Pemilu. Bermain di angka 2 (dua) 4 (empat) dan 7 (tujuh) ! Majelis Hakim di tingkat Pengadilan Tinggi diharapkan dapat meluruskan Putusan PN yang dinilai tendensius dan kontroversial ini. Putusan Pengadilan Tinggi dapat membatalkan Putusan PN dan Niet Onvankelijke verklaard (NO) atas dalil bahwa Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili perkara a quo. Bandung, 3 Maret 2023
Tahapan Pemilu Tertunda: Indonesia Siap-Siap Menyambut Sidang Rakyat?
Oleh: Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Di satu sisi, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) perlu diapresiasi. Sebagai tanda KPU tidak bisa dan tidak boleh main-main dalam melakukan verifikasi partai politik dan proses pelaksanaan pemilu. Karena terbukti KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum, maka personalia KPU wajib diganti semua, karena sudah tidak kredibel lagi. Bahkan mungkin bisa dituntut secara pribadi atas perbuatan melawan hukum ini, dan sekaligus mencari tahu apakah ada aktor politik di balik itu. Di lain sisi, putusan PN Jakpus mengenai jadwal pemilu bertentangan dengan Konstitusi. PN Jakpus memerintahkan KPU tidak melaksanakan sisa tahapan pemilu 2022 sejak putusan dibacakan. Tetapi KPU harus melaksanakan tahapan pemilu dari awal, yang memerlukan waktu 2 tahun 4 bulan dan 7 hari hingga pelantikan presiden. Artinya, KPU harus melakukan proses pendaftaran, verifikasi, pemungutan suara, dan seterusnya hingga pelantikan presiden. Semua itu perlu waktu 2 tahun 4 bulan 7 hari, sejak 14 Juni 2022 hingga 20 Oktober 2024. Kalau tahapan pemilu dimulai dari sekarang, 2 Maret 2023, maka pemungutan suara paling cepat dilaksanakan 2 November 2024 (1 tahun 8 bulan). Tahapan pemilu yang lalu, dimulai 14 Juni 2022 dan pemungutan suara 14 Februari 2024. Pada 2 November 2024, sesuai konstitusi, Indonesia sudah tidak ada lagi parlemen (DPR/DPD/MPR) dan presiden beserta seluruh kabinet, karena masa jabatan anggota DPR/DPD selesai pada 1 Oktober 2024 dan masa jabatan presiden selesai pada 20 Oktober 2024. Mahkamah Konstitusi juga sudah menegaskan, masa jabatan presiden sesuai konstitusi hanya 2 periode (masing-masing 5 tahun). KPU menyatakan banding atas putusan PN Jakpus, sehingga tahapan pemilu dan pemungutan suara pasti akan lebih lambat lagi. Oleh karena itu, Indonesia akan menghadapi kekosongan jabatan legislatif dan eksekutif pada Oktober 2024. Bagaimana sikap rakyat? Apakah rakyat berhak mengadakan sidang rakyat, menjalankan kedaulatan rakyat yang dijamin konstitusi? (*)
Yusril: Putusan Partai Prima Tidak Perlu Mengganggu Tahapan Pemilu
Jakarta, FNN - Ahli Hukum Tata Negara Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc. menilai majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat keliru membuat putusan dalam sengketa antara Partai Prima dengan KPU. \"Saya berpendapat majelis hakim telah keliru membuat putusan dalam perkara ini. Sejatinya gugatan yang dilayangkan Partai Prima adalah gugatan perdata, yakni gugatan perbuatan melawan hukum biasa, bukan gugatan perbuatan melawan hukum oleh penguasa, dan bukan pula gugatan yang berkaitan dengan hukum publik di bidang ketatanegaraan atau administrasi negara,\" kata Yusril dalam rilis yang diterima redaksi FNN, Kamis (02/02/2023). Yusril yang juga Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu menegaskan bahwa dalam gugatan perdata hal seperti itu adalah hal yang biasa. Maka sengketa yang terjadi adalah antara Penggugat (Partai Prima) dan Tergugat (KPU) dan tidak menyangkut pihak lain, selain daripada Tergugat atau Para Tergugat dan Turut Tergugat saja, sekiranya ada. Oleh karena itu lanjut Yusril, putusan mengabulkan dalam sengketa perdata biasa hanyalah mengikat penggugat dan tergugat saja, tidak dapat mengikat pihak lain. \"Putusannya tidak berlaku umum dan mengikat siapa saja atau \"erga omnes\". Beda dengan putusan di bidang hukum tata negara dan administrasi negara seperti pengujian undang-undang oleh MK atau peraturan lainnya oleh MA. Sifat putusannya berlaku bagi semua orang (erga omnes),\" paparnya. Dalam kasus gugatan perbuatan melawan hukum oleh Partai Prima, menurut Yusril, jika gugatan ingin dikabulkan majelis hakim, maka putusan itu hanya mengikat Partai Prima sebagai Penggugat dan KPU sebagai Tergugat, tidak mengikat partai-partai lain baik calon maupun sudah ditetapkan sebagai Peserta Pemilu. \"Jadi kalau majelis berpendapat bahwa gugatan Partai Prima beralasan hukum, maka KPU harus dihukum untuk melakukan verifikasi ulang terhadap Partai Prima, tanpa harus \"mengganggu\" partai-partai lain dan mengganggu tahapan Pemilu. Inipun sebenarnya bukan materi gugatan PMH tetapi gugatan sengketa administrasi pemilu yang prosedurnya harus dilakukan di Bawaslu dan Pengadilan TUN,\" tegasnya. Yusril menegaskan bahwa majelis harusnya menolak gugatan Partai Prima, atau menyatakan N.O atau gugatan tidak dapat diterima karena Pengadilan Negeri tidak berwenang mengadili perkara tersebut. Diketahui sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menerima gugatan Partai Prima terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI. Alhasil, KPU RI diminta untuk menunda Pemilu sampai 2025. \"Menerima Gugatan Penggugat untuk seluruhnya,\" tulis putusan PN Jakarta Pusat yang dikutip, Kamis, (2/3/2023). (sws).
Paling Masuk Akal PDIP Putuskan Pasangan Capres Lebih Dulu
Jakarta, FNN - Dosen Ilmu Politik dan International Studies Universitas Paramadina A Khoirul Umam menilai hal paling masuk akal bagi PDI Perjuangan untuk memutuskan lebih dulu siapa pasangan calon presiden yang akan diusung pada Pemilu 2024. \"Yang paling masuk akal atau make sense memang menghadirkan keputusan terlebih dahulu, siapa dari representasi PDIP yang diusung apakah capres atau cawapres,\" kata Dosen Ilmu Politik dan International Studies Universitas Paramadina A Khoirul Umam dalam Talk Show Embargo Talk Episode 3 dengan topik \"PDIP di tengah kepungan koalisi\" di Jakarta, Kamis. Apakah, kata dia pasangan calon presiden tersebut merupakan paket nama kader atau perwakilan PDI Perjuangan saja, atau ada nama lain di luar parpol pimpinan Megawati Soekarnoputri tersebut. \"Apa sebagai perwakilan dari PDIP semuanya, ayo katakan misalnya Ganjar-Puan atau Puan-Ganjar, atau kah PDIP membuka ruang komunikasi untuk menghadirkan mesin politik kolektif yang lebih kompetitif,\" kata dia lagi. Menurut dia, kalau PDIP hanya mengusung kadernya untuk posisi calon presiden maupun wakil presiden maka kemungkinannya PDIP maju tanpa koalisi di kancah pilpres. \"Nah kalau misal kemudian opsinya mencoba berkoalisi dengan partai-partai yang lain setidaknya bagaimanapun juga dalam bingkai demokrasi di Indonesia, maka kekuatan nasionalis tidak bisa berdiri sendiri, dia butuh kekuatan justifikasi kekuatan Islam dalam konteks ini adalah politik Islam, lebih khusus lagi kekuatan Islam moderat,\" ucap Umam. Representasinya, lanjut dia yakni kekuatan Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, atau kalau dirunut ke parpol mengarah kepada PKB, PPP dan PAN. \"Nah kemudian pilihannya semua itu tersebar, apakah PDIP akan membuka ruang, jika kemudian PDIP mencoba untuk membangun komunikasi dengan Gerindra dan PKB sebenarnya cukup memungkinkan,\" ujarnya. Namun, kata Umam ketika PDIP membuka ruang komunikasi dengan koalisi Gerindra-PKB, maka nama Prabowo yang memiliki efek elektoral yang besar menjadi hitung-hitungan untuk calon presiden. Pasangan yang memungkinkan jadi Prabowo-Puan Maharani. \"Barangkali karena basis elektabilitas capres lebih tinggi Pak Prabowo maka bisa terjadi Pak Prabowo nomor 1 Mbak puan nomor 2, meskipun kekuatan partai politiknya relatif tidak berimbang karena PDIP nomor 1, baru kemudian Gerindra, permasalahannya adalah lalu bagaimana nasib Cak Imin, akan dikemanakan,\" ujarnya. Untuk diketahui, pendaftaran bakal calon presiden dan wakil presiden dijadwalkan pada tanggal 19 Oktober 2023 hingga 25 November 2023.Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR, atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.Saat ini ada 575 kursi di parlemen sehingga pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2024 harus memiliki dukungan minimal 115 kursi di DPR RI. Bisa juga pasangan calon diusung partai politik atau gabungan partai peserta Pemilu 2019 dengan total perolehan suara sah minimal 34.992.703 suara.(sof/ANTARA)