ALL CATEGORY
Sandiaga Menyebut Perjanjian Prabowo-Anies-Sandiaga Tetap Berlaku
Jakarta, FNN - Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Sandiaga Uno menyebut ada perjanjian tertulis antara Prabowo Subianto, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno sebelum Pilkada DKI Jakarta 2017 dan masih berlaku sampai saat ini.\"Seingat saya memang pernah ada perjanjian itu, itu bisa jadi batu pijakan dan jadi diskusi yang baik karena diskusi-diskusi itu bisa menganalisa bagaimana pembentukan koalisi dan kesepakatan-kesepakatan seperti apa yang dituangkan dalam sebuah perjanjian,\" kata Sandiaga di lingkungan istana kepresidenan Jakarta, Senin.Sebelumnya dalam wawancara kanal YouTube politikus Partai NasDem, Akbar Faizal, Sandiaga Uno mengungkap perjanjian politik antara Ketua Umum Prabowo Subianto dengan mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebelum Pilkada DKI 2017.Awalnya Akbar Faisal bertanya soal potongan video pernyataan Anies yang mengaku tak akan maju di Pilpres jika Prabowo juga mencalonkan diri. Alasan yang disampaikan Sandiaga adalah karena ada perjanjian politik antara Prabowo dan Anies Baswedan.\"Bentuk fisik-nya sendiri tentunya perjanjiannya ditandatangani 3 pihak (yaitu) saya, Pak Prabowo dan Pak Anies, dan saat itu yang \'ngedraf\' dan ditulis tangan sendiri oleh Pak Fadli Zon dan setahu saya sekarang juga dipegang oleh Pak Dasco, jadi nanti mungkin Pak Dasco atau Pak Fadli yang mungkin bisa memberikan keterangan karena itu juga menyangkut sisi Pak Prabowo dan Pak Anies,\" jelas Sandiaga.Saat ini Fadli Zon menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, sedangkan Ahmad Sufmi Dasco menjabat sebagai Ketua Harian Partai Gerindra.\"Isi perjanjian itu terkait Pilkada DKI 2017. Malam itu kita tanda tangan sebelum kita mendaftar ke KPUD pada September 2016, tapi isinya secara lebih etis disampaikan yang punya kopinya, saya sendiri tidak pegang,\" ungkap Sandiaga.Sandiaga pun tidak menjelaskan apakah perjanjian tersebut terkait dengan Pilpres 2024 atau lainnya.\"Menurut saya nanti lebih baik diterangkan oleh yang memegang perjanjiannya, tapi memang perjanjian itu waktu itu dibutuhkan karena harus ada kesepakatan bagaimana kita melangkah ke depan, koalisi waktu itu kan ada Gerindra dan PKS tapi kan paslon-nya itu saya sebagai wagub, Pak Anies dan Pak Prabowo,\" tambah Sandiaga.Sandiaga mempersilakan wartawan untuk menanyakan kepada Fadli Zon atau Sufmi Dasco.\"Perjanjian itu kan pasti berlaku dan jika tidak diakhiri maka perjanjian itu akan berlaku, tapi mungkin isinya nanti bisa disampaikan, apalagi sekarang saya sama-sama bertugas di pemerintahan bersama Pak Prabowo, jadi pihak yang netral yang bisa menyampaikan supaya tidak bias,\" tutur Sandiaga.Sandiaga pun menyebut perjanjian tersebut legal dengan dilengkapi materai.\"Saya sih \'commit\' (dengan perjanjian) sampai saat ini, saya tanda tangan dan komitmen dan mungkin yang lain bisa ditanyakan,\" ungkap Sandiaga.(sof/ANTARA)
Prabowo Terjebak di Antara Perjanjian Tertulis dengan Mega dan Anies
Jakarta, FNN - Perjanjian Pak Prabowo dengan Anies Baswedan terkait pemilihan presiden diungkit kembali oleh Sandiaga Uno. Menurut Sandiaga, dalam perjanjian menyangkut Prabowo dan Anies, mengandung sejumlah poin yang cukup detil dan disepakati. Kesepakatan itu bermula saat Anies dan Sandiaga maju Pilgub DKI Jakarta 2017 hingga langkah politik ke depan. Mengomentari hal ini, Rocky Gerung dalam Kanal Yotube Rocky Gerung Official edisi Senin (30/01/23) mengatakan, “Bagi Pak Prabowo, Anies menjadi semacam ya duri dalam melon, kira-kira begitu, karena dianggap bahwa Anies tidak disangka-sangka elektabilitasnya mungkin sudah melampaui Pak Prabowo.” Kalau di awal kita lihat setting politiknya, kata Rocky, Pak Prabowo dianggap akan membawa suara oposisi . Oleh karena karena itu, orang merasa Prabowo ada kesempatan berikutnya untuk menjadi Presiden. “Tetapi, Pak Prabowo masuk kabinet. Jadi, itu juga membatalkan pacta sunt servanda karena detingnya berubah,” ujar Rocky. Jadi, kata Rocky, ini adalah perjanjian politik yang peralatan-peralatan awal untuk memastikan perjanjian itu sudah banyak berubah. Anies dideklarasikan oleh Nasdem, padahal sebetulnya juga belum ada kepastian. Mestinya Pak Prabowo biasa saja, Anies bisa dibatalkan. Lain kalau Pak Prabowo memang sudah merasa bahwa beliaulah satu-satunya yang harus tampil sebagai penantang dari Presiden Jokowi. Kalau bicara soal perjanjian Pak Prabowo, sebenarnya bukan hanya perjanjian dengan Anies. Pak Prabowo juga adan perjanjian dengan Ibu Mega di Batu Tulis tahun 2014. Perjanjian dengan Bu Mega ini, menurut Rocky, lebih kuat karena lebih positioning bagi Pak Prabowo. Perjanjian dengan Ibu Mega ini membuat Pak Prabowo langsung mendapat partai koalisi. Dalam pembahasan yang dipandu oleh Hersubeno Arief, wartawan senior FNN, Rocky juga mengatakan bahwa perjanjian Prabowo dengan Anies merupakan perjanjian yang unik, karena Anies tidak punya partai. “Jadi, hal-hal yang belakangan kita lihat sebagai fenomena adalah Anies melejit dan semua orang merasa perlu mengungkit-ungkit perjanjian dengan Anies. Itu betul, tapi nanti publik akan melihat ini politik cemburu atau politik apa,” ungkap Rocky. Menurut Rocky, dari awal Anies sudah diproyeksikan untuk tidak masuk dalam Gerindra. Lain kalau Anies kemudian dinyatakan sebagai Gerindra. Jadi kalau kita lihat, misalnya settingnya Pak Prabowo kalau dia tagih, ada perjanjian apa dengan Anies? Kalau sebagai tokoh politik, pada waktu itu Anies belum menjadi tokoh politik; kalau sebagai kader Gerindra, pada waktu itu juga Anies belum kader Gerindra. Jadi, kata Rocky, memang Pak Prabowo menduga bahwa Anies akan melejit. Oleh karena itu, dia membuat perjanjian. Kalau perjanjian dengan Bu Mega sudah terhapus oleh peristiwa-peristiwa politik. Kalau dengan Anies justru perjanjian itu baru mulai terasa potensi pencapaiannya, karena Anies elektabilitasnya naik. Kalau Anies elektabilitasnya 45%, pasti Pak Prabowo akan anggap penting perjanjian itu. “Jadi, itulah sifat dari perjanjian politik, di belakangnya ada teks, ada konteks, di belakangnya ada halaman-halaman yang lain yang barangkali sudah berubah angkanya,” tegas Rocky. Tetapi, tambah Rocky, yang paling menarik tentu setiap orang yang bikin perjanjian dengan Pak Prabowo akan merasa kok berubah, mestinya Pak Prabowo ada di kubu oposisi. Di dalam hukum perjanjian, ucapan itu sudah mengikat. “Jadi kita mesti anggap bahwa perjanjian politik di Indonesia itu semacam lips service aja,” ujar Rocky.(ida)
Dua Buronan Kasus Gagal Ginjal Ditangkap Polri
Jakarta, FNN - Penyidik Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri menangkap dua buronan kasus gagal ginjal akut yang melarikan diri sejak November 2022.Direktur Tindak Pidana Tertentu Brigjen Pol. Pipit Rismanto, Senin, menyebut, kedua buronan tersebut, yakni Direktur Utama CV Samudera Chemial Endis (E) alias Pidit dan Direktur CV Samudera Chemical Andri Rukmana (AR). \"Keduanya ditangkap di Sukabumi,\" ungkap Pipit.Menurut dia, dengan ditangkapnya dua tersangka tersebut, pihaknya dapat mengembangkan perkara hingga menetapkan dua orang tersangka lainnya, yakni Alvio Ignasio Gustan (AIG) dan Aris Sanjaya (AS), keduanya merupakan direktur utama dan direktur CV Anugerah Perdana Gemilang (APG), rekanan dari CV Samudera Chemical.CV Chemical sebelumnya sudah ditetapkan sebagai tersangka bersama empat perusahaan lainnya, yakni PT Afi Farma (AF), PT Tirta Buana Kemindo (TBK), CV Anugerah Perdana Gemilang (APG), dan PT Fari Jaya Pratama (FJ).\"Jadi dalam perkara ini kami sudah mentersangkakan lima korporasi dan sudah menahan empat orang tersangka, termasuk dua orang yang buron,\" ucapnya.Langkah selanjutnya, kata Pipit, pihaknya segera melengkap berkas perkara untuk dilimpahkan ke jaksa penuntut umum (JPU) agar kasus tersebut segera dibuktikan di persidangan.Sebelumnya, Penyidik Dittipiditer Bareskrim Polri baru melimpahkan satu berkas perkara ke JPU Kejaksaan Agung atas tersangka korporasi PT Afi Farma Senin (16/1). Ini merupakan pelimpahan yang kedua kalinya, setelah sebelumnya sempat dikembalikan karena dinyatakan belum lengkap.Pipit menambahkan, pihaknya masih terus mengembangkan kasus gagal ginjal akut tersebut, termasuk kemungkinan adanya tambahan tersangka baru, terkait adanya kelalaian dari fungsi pengawasan penggunaan bahan tambahan pada bahan baku obat.Dalam perkara ini CV Samudera Anugerah diduga melakukan pengoplosan Propilen Glikol (PG), zat pelarut bahan baku obat, yang tercemar etilen glikol (EG) dan dietilan glikol ((DEG) melebihi ambang batas aman untuk dikonsumsi.Seharusnya ambang batas cemaran EG/DEG itu 0,1 persen. Tapi sembilan sampel drum yang ditemukan di CV Samudera Chemical terdeteksi kadarnya sampai 52 persen dan ada yang sampai 99 persen. Artinya, hampir 100 persen adalah kandungan EG/DEG.\"Kalau peluang tersangka baru, sementara ini konstruksi perkaranya sampai di situ. Kalau ada kemungkinan siap. Tinggal kami melakukan pendalaman,\" tuturnya.(ida/ANTARA)
ICJR Kirim "Amicus Curiae" untuk Meringankan Vonis Bharada E
Jakarta, FNN - Direktur Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu bersama PILNET dan ELSAM mengirimkan amicus curiae atau sahabat pengadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan agar vonis Richard Eliezer (Bharada E) lebih rendah dibandingkan terdakwa lainnya.\"Begitu Bharada E ini dianggap sebagai justice collaborator, maka harusnya putusan yang diberikan, reward yang diberikan adalah putusan yang paling ringan dari terdakwa lainnya,\" ucap Erasmus kepada wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin.Erasmus menjelaskan, meskipun persidangan masih berlangsung dan 12 tahun merupakan tuntutan jaksa, ICJR mengirimkan amicus curiae sebagai bentuk dukungan masyarakat kepada pengadilan untuk memberikan putusan seadil-adilnya.ICJR menilai hakim dan jaksa penuntut umum sudah memperlakukan Bharada E dengan baik selama proses persidangan berlangsung. Erasmus juga mengatakan bahwa LPSK sudah menjalankan tugas dengan baik ketika memberi sisi perlindungan khusus.Akan tetapi, ketika jaksa memberikan tuntutan pidana penjara selama 12 tahun, Erasmus menilai bahwa tuntutan tersebut menunjukkan jaksa yang tidak konsisten. Hal tersebut dikarenakan tuntutan Bharada E berdurasi 4 tahun lebih lama apabila dibandingkan dengan Putri Candrawathi (8 tahun), Ricky Rizal (8 tahun), dan Kuat Ma’ruf (8 tahun).\"Kami merasa bahwa tuntutan ini kurang konsisten, meskipun kami mendukung peran kejaksaan sebagai pengendali utama perkara persidangan, kami mendukung penuh peran kejaksaan itu, sebetulnya kami meminta kejaksaan lebih konsisten,\" ucap Erasmus.Harusnya, tutur Erasmus melanjutkan, hukuman untuk Bharada E lebih ringan apabila dibandingkan pelaku lainnya.Bagi Erasmus, vonis yang ringan untuk Bharada E penting bagi praktik pengadilan di Indonesia ke depannya. Terdapat banyak kasus yang memerlukan peran justice collaborator, terutama kasus kejahatan yang terorganisir.\"Supaya hakim juga bisa melihat praktik juctice collaborator itu sangat penting, apalagi dalam kejahatan-kejahatan terorganisir seperti kasus-kasus korupsi, narkotika, juctice collaborator sangat-sangat penting,\" tutur Erasmus.Bharada E merupakan terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J). Pada peradilan sebelumnya, Rabu (18/1), jaksa penuntut umum menurut Bharada E hukuman penjara selama 12 tahun.(ida/ANTARA)
Pembelaan Putri Candrawathi Ditolak Jaksa
Jakarta, FNN - Tim Jaksa Penuntut Umum dalam persidangan kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) menolak pleidoi atau nota pembelaan Putri Candrawathi.“Penuntut Umum memohon kepada majelis yang memeriksa dan mengadili perkara untuk menolak seluruh pleidoi dari tim penasihat hukum terdakwa Putri Candrawathi dan pleidoi dari terdakwa Putri Candrawathi,” ucap jaksa dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin.Selain itu, pihak jaksa penuntut umum juga meminta kepada majelis hakim untuk menjatuhkan putusan sebagaimana diktum tuntutan penuntut umum yang telah dibacakan pada Rabu (18/1). Pihak jaksa menilai bahwa pleidoi Putri Candrawathi keliru atau tidak benar. Jaksa menilai penasihat hukum Putri terkesan memaksakan keinginannya agar penuntut umum menyelami pembuktian motif dalam perkara ini, sehingga benar-benar terbangun perbuatan pelecehan atau perkosaan.“Tim penasihat hukum hanya bermain dengan akal pikirannya agar mencari simpati masyarakat,” kata jaksa. Padahal, ucapnya melanjutkan, simpati masyarakat itu dapat diperoleh dengan mudah jika terdakwa Putri Candrawathi mampu berkata jujur di hadapan persidangan.Tim jaksa penuntut umum menilai Putri Candrawathi mempertahankan perilaku ketidakjujurannya yang didukung oleh tim penasihat hukum untuk tetap tidak berkata jujur demi tujuannya agar perkara ini tidak terbukti. “Dan seolah-olah melimpahkan kesalahan kepada korban Nofriansyah Yosua Hutabarat yang sudah meninggal dunia karena tertembak akibat dari perbuatan salah satunya terdakwa Putri Candrawathi, bersama-sama dengan saudara Ferdy Sambo, saksi Kuat Ma\'ruf, saksi Ricky Rizal Wibowo, dan saksi Richard Eliezer,” ucap jaksa. Putri Candrawathi merupakan satu dari lima terdakwa dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Ia dituntut pidana penjara 8 tahun oleh jaksa penuntut umum. Adapun empat terdakwa lainnya adalah Kuat Ma’ruf yang dituntut pidana penjara selama 8 tahun, Ricky Rizal yang dituntut pidana penjara 8 tahun, Ferdy Sambo yang dituntut pidana penjara seumur hidup, dan Richard Eliezer dengan tuntutan pidana penjara 12 tahun.Kelima terdakwa ini didakwa melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dalam persidangan sebelumnya, Jumat (27/1), jaksa penuntut umum telah menolak pleidoi Kuat Ma’ruf, Ricky Rizal, dan Ferdy Sambo.(ida/ANTARA)
Pekan ini KIB Bertemu Bahas Capres
Jakarta, FNN - Pelaksana tugas Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Muhammad Mardiono mengatakan pekan ini koalisi Indonesia bersatu (KIB) akan bertemu membahas pematangan calon presiden (capres).\"Mungkin minggu ini. Kemarin Pak Airlangga telepon, begitu Pak Zul sudah pulang, nanti kita bergerak,\" katanya di Jakarta, Senin.Pembahasan itu kata dia diagendakan saat tiga pimpinan partai politik di KIB berkumpul yakni Ketum Golkar Airlangga Hartarto, Ketum PAN Zulkifli Hasan dan dia mewakili PPP.Dia menegaskan sudah ada pematangan tentang tokoh-tokoh nanti yang layak diusung oleh masing-masing parpol yang tergabung di KIB.Mardiono menyatakan PPP selalu mendorong tokoh-tokoh nasional untuk tampil ke publik. Tujuannya agar mereka menjadi bagian dalam pembangunan bangsa dan negara ini.\"Kalau tokoh-tokoh itu tidak tampil ke ruang-ruang publik, tidak tampil ke masyarakat, kan masyarakat jadi enggak tahu,\" ujarnya.Dia mencontohkan sejumlah tokoh nasional yang hadir dalam beberapa rangkaian kegiatan PPP di antaranya Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Pariwisatan Sandiaga Uno dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.(ida/ANTARA)
Apresiasi Diberikan untuk KBRI Riyadh yang Selamatkan Pekerja Indonesia
Jakarta, FNN - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengapresiasi gerak cepat Kedutaan Besar RI Riyadh dalam menyelamatkan seorang pekerja migran Indonesia (PMI) yang memohon untuk dipulangkan ke Tanah Air.Melalui akun Twitter resminya, @mohmahfudmd, pada Senin, Mahfud memuji langkah tindak lanjut cepat KBRI Riyadh atas penyelamatan PMI asal Cianjur berinisial SK tersebut.Dalam cuitan yang sama, Mahfud juga mengaku prihatin bahwa situasi serupa yang dialami SK kerap ditemuinya saat mengunjungi tempat-tempat penampungan KBRI di luar negeri.\"Bagus, \'gercep\'. Banyak TKI/TKW kita yang diperlakukan seperti budak di luar negeri dan di kapal-kapal laut milik asing. Pengirimannya pun melalui transaksi Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) oleh sindikat-sindikat. Saya melihat \'shelter\' di beberapa KBRI kita di luar negeri. Sangat memprihatinkan,\" demikian cuit Mahfud.Cuitan Mahfud juga mengutip laporan dari KBRI Riyadh via akun Twitter resmi @IndonesiaInRYD yang menyampaikan tindak lanjut penyelamatan SK pada Minggu (29/1) malam. Cuitan Mahfud tersebut belakangan ditanggapi oleh mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang mengapresiasi langkah tersebut, sembari menyarankan agar ada dukungan dalam bentuk kebijakan guna meningkatkan pencegahan hal serupa berulang.\"Support moral & policy juga Pak .. Surat dari Bapak ke aparat terkait untuk penindakan pasti akan jadi prioritas,\" demikian cuit Susi melalui akun Twitter resminya, @susipudjiastuti.Tanggapan itu dijawab oleh Mahfud bahwa ia kerap kali sengaja menempuh jalur media sosial agar isu-isu tertentu bisa lekas menjadi perhatian bersama sembari memastikan bahwa prosedur wajib tetap dilakukan.\"Siap, Bu Susi. Semua prosedur wajib sudah kita lakukan, seperti rakor, kirim surat, tinjau lapangan, kirim tim, dsb. Untuk kasus-kasus darurat saya sering lewat medsos agar cepat jadi kepedulian bersama. Banyak yang cepat rampung dengan medsos. Yang lebih sistemik, kita lakukan secara lebih resmi pula,\" tulis Mahfud sembari mengutip cuitan Susi. Sebelumnya, sempat beredar viral video seorang PMI perempuan asal Cianjur yang memohon agar dipulangkan ke Indonesia karena kerap mendapat perlakuan fitnah dari anak-anak majikannya.Video itu kemudian semakin viral ketika Mahfud menautkan dalam cuitannya pada Kamis (26/1) lalu yang menyebut bahwa penyidik dari tim Direktorat Tindak Pidana Siber Polri telah berhasil diidentifikasi lokasinya dan info tersebut dilanjutkan ke Kementerian Luar Negeri.(ida/ANTARA)
Wartawan Senior Laporkan Gubernur Sumsel ke Presiden
Jakarta, FNN - Seorang wartawan senior melaporkan Gubernur Sumsel, Herman Deru, ke Presiden RI Joko Widodo karena dianggap tidak mematuhi hukum. Pelapor adalah A. Rasyid Muhammad, wartawan senior anggota PWI No. Anggota 09.00.1824.86. \"Gubernur sebagai pejabat tinggi negara tidak melaksanakan Keputusan Mahkamah Agung RI yang sudah in kracht atau sudah berkekuatan hukum tetap,\" ujar Rasyid Muhammad, dalam siaran persnya, hari ini (30 Januari 2023). Ini terkait kasus penggantian kerugian ahli waris atas lahan yang diperuntukan pembangunan Masjid Sriwijaya yang berlokasi di Jakabaring Palembang. Menurut pelapor, selain ke Presiden RI, laporan juga disampaikan ke Ketua Mahkamah Agung RI, Menkopolhukam RI, Menteri Dalam Negeri RI, Komisi Ombudsman RI dan Komnas HAM RI, Ketua Pengadilan Tinggi Palembang dan Ketua DPRD Sumsel. Laporan disampaikan pada tanggal 19 Desember 2022 dan 2 Januari 2023. Pelapor kelahiran Pelembang dan berdomisili di Jakarta ini mengaku mendapat kuasa Subsituasi dari kantor Pengacara Azi Ali Tjasa, Sohari & Partner yang beralamat di Kota Bengkulu. Pelapor menceritakan kronologis kasus yang ia laporakan, bahwa pada tahun 2015, beberapa orang khususnya ibu-ibu yaitu 1. Siti Khadijah, 2. Musawir bin Yahuza, 3. Ny. Suhartati, 4. Ny. Rismarini, 5.Ny. Erna Astuti memiliki sebidang tanah seluas 79.735 M2 yang terletak di Kecamatan Seberang Ulu I Kelurahan 8 Ulu (sekarang Jalan Pangeran Ratu Jakabaring) Kodya Palembang sebagai peninggalan suami/orangtua mereka bernama Yahuza bin Madun (almarhum)/Pewaris. Bahwa setelah Yahuza bin Madun meninggal dunia pada tahun 1990, maka secara otomatis tanah tersebut menjadi hak bersama (para ahli waris) yang dimanfaatkan sebagai tempat bercocok tanam/pertanian tanpa ada gangguan dari siapapun. Namun ketenteraman hidup mereka mulai terusik oleh adanya rencana Pembangunan Masjid Sriwijaya Palembang yang berlokasi di tanah tersebut oleh Pemprov Sumsel tanpa persetujuan dari para ahli waris. Pemprov Sumsel telah sewenang-wenang menyerahkan tanah milik ahli waris untuk pembangunan Masjid Sriwijaya dengan mengerahkan aparat untuk menggusur apa saja yang berada di atas tanah baik bangunan maupun tanam tumbuh tanpa adanya ganti rugi atau kompensasi sedikitpun. Kemudian tanggal 16 Oktober 2015 para ahli waris melakukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Palembang melalui kantor pengacara Azi Ali Tjasa, Sohari & Partner melawan Negara Republik Indonesia c/q Menteri Dalam Negeri RI c/q Gubernur Sumsel, dan turut tergugat Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Sumsel. PN Palembang telah memutus perkara tersebut No.200/Pdt.G/2015/PN Palembang tanggal 17 Juli 2016 dengan Kemenangan Ahli Waris/Penggugat. Pihak Pemprov kemudian naik banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Sumsel, kemudian PT sudah memutus perkara tersebut No. 102/PDT/2016/PT.PLG tanggal 8 Desember 2016 dengan Kemenangan Ahli Waris. Lagi-lagi pihak Pemprov melanjutkan perkara ke tingkat Kasasi di Mahkamah Agung (MA) dan MA telah memutus perkara tersebut dengan No. 1637/K/Pdt/2017 tanggal 11 September 2017 dengan Kemenangan Ahli Waris. Terakhir pihak Pemprov melakukan Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung dan PK tersebut telah diputus dengan Nomor 282/PK/Pdt/2020, dengan Kemenangan Ahli Waris. Namun sangat disayangkan setelah menggebu-gebu melakukan perlawanan terhadap Ahli Waris yang umumnya kaum ibu, miskin dan tidak berdaya, pihak Pemprov Sumsel tidak mau melaksakan Putusan yang sudah in kracht, dengan alasan yang dicari-cari hanya untuk menghindar dari tanggung jawab. Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, pelapor mohon bantuan Presiden RI, Ketua Mahkamah Agung RI, Menkopolhukam RI, Menteri Dalam Negeri RI, serta pihak-pihak terkait untuk membujuk, menegur, memerintahkan Gubernur Sumsel Herman Deru selaku pejabat negara untuk melaksanakan Putusan MA yang sudah berkekuatan hukum tetap yaitu membayar ganti rugi kepada ahli waris sebesar Rp13,9 miliar dengan perhitungan harga tanah hanya Rp500.000 per meter. Sementara dalam memori Kasasi yang diajukan pihak Pemprov Sumsel, mereka menuntut ganti rugi kepada Ahli Waris sebesar Rp200 miliar dengan perhitungan harga tanah sebesar Rp2,5 juta per meter. ‘’Perlu diingatkan bahwa yang akan dibangun di atas lahan tersebut yaitu Masjid, Rumah Allah, tempat suci. Jangan sampai lahan yang dipakai hasil rampasan dari kaum miskin yang tidak berdaya, menzalimi rakyatnya sendiri,’’ demikian imbauan A. Rasyid Muhammad. Kini rencana pembangunan Masjid Sriwijaya terbengkalai, di atas tanah bersengketa ini sudah dipasang pondasi tapi kini sudah ditumbui rumput. Beberapa mantan pejabat Pemprov Sumsel yang tempo hari ikut menggagas pendirian masjid ini sudah masuk penjara, sementara Ketua Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya juga ikut ditahan, dan Ketua FKUB dikabarkan sudah meninggal. Sekali lagi pelapor yang mewakili suara hati kaum ibu yang tidak berdaya ini meminta tolong kepada Bapak Presiden untuk mencarikan jalan keluarnya, kepada siapa lagi kasus ini disampaikan jika tidak kepada Bapak Presiden dan para menteri yang terkait, karena semua upaya sudah dilakukan baik melalui jalur formal maupun informal, namun tetap tidak membuahkan hasil bahkan perkara ini sudah berjalan lima tahun dan sudah menguras tenaga dan biaya yang tidak sedikit. (sws)
Pro-Kontra Cak Nun versus Jokowi
Catatan Muhammad Chirzin - Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Media sosial paling familiar bagi para pengguna handphone tentulah WhatsApp yang menghimpun mereka dalam grup-grup WA. Masing-masing grup mempunyai karakter dan dinamika tersendiri. Berikut sebagian dari pro-kontra Cak Nun versus Jokowi. Anggota salah satu grup WA mengunggah meme berikut. “Kebencian pada Jokowi bukan karna Jokowi jahat Tapi karena Jokowi kerjanya menghalangi orang jahat untuk berbuat jahat.” Penulis spontan merespons: Percaya??? Ini mah deskripsi buzzer istana. Anggota grup WA yang lain menimpali: Kalau buzzer non-istana kayak apa Prof? Penulis meresponsnya dengan mengunggah meme: \"Pancasila itu benar secara formal, dan sangat padat berisi, mengapa dipadatkan lagi jadi Trisila, bahkan Ekasila?” Pengunggah meme tentang Jokowi pun merespons kembali: ini kerjaan buzzer juga... Penulis jawab: Iyaa... kerjaan Buzzer Non-Istana! Lalu penulis unggah pernyataan Adhie M Massardi: Era Jokowi Intelektualitas Dihancurkan Jadinya Politik Akal-akalan! DEMOCRAZY.ID - Dari rezim ke rezim terdapat perbedaan mencolok dan karakteristik kepemimpinan nasional. Pada era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), perpolitikan tanah air seperti kehilangan modal sosial. Sementara rezim Joko Widodo (Jokowi), perpolitikan nasional cenderung menghabisi intelektualitas. Begitu disampaikan Adhie M Massardi dalam serial diskusi yang diselenggarakan Kantor Berita Politik RMOL bertajuk “Perppu Ciptaker & Ribut-ribut Murid Gus Dur”, di Kopi Timur, Jakarta Timur, pada Kamis (12/1). Atas dasar itu, Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) ini menilai perseteruan antara Menko Perekonomian era Presiden Gus Dur, Rizal Ramli dengan Menko Polhukam Mahfud MD di Twitter terkait penerbitan Perppu Cipta Kerja menjadi momentum bahwa intelektualitas benar-benar dihabisi. “Dalam konteks itu saya melihat bahwa Pak Mahfud modal intelektualnya tergerus oleh rezim ini. Yudi Latief juga pernah bilang bahwa rezim Jokowi anti-intelektualisme,” kata dia. Menurut Adhie, Rizal Ramli mengkritik pemerintah melalui Mahfud MD agar para intelektual sekalipun dia di pemerintahan tetap menjadi intelektual sejati yang menjunjung tinggi intelektualisme. “Bang Rizal Ramli melihat di situ (pemerintah) kan ada sahabatnya dia, harusnya dia mengingatkan tapi Pak Mahfud kan dia ada di dalam pemerintahan kan enggak mungkin menyalahkan bos. Nah, pandangan inilah yang kemudian digugat oleh RR dengan mazhab intelektual yang menjunjung tinggi kebenaran dan moral,” pungkasnya. https://www.democrazy.id/2023/01/adhie-massardi-miris--era-jokowi-intelektualitas-dihancurkan-jadinya-politik-akal-akalan-.html?m=1&s=08 Berikutnya penulis unggah catatan Pierre Suteki: Hasil Kerja Tim PPHAM Sebagai Ajang \"Bersih-bersih\" Rezim dan Moderasi Komunisme? Presiden Joko Widodo menerima laporan dari Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (PPHAM) di Istana Negara pada Rabu (11/1/2023). Jokowi mengakui bahwa pelanggaran HAM berat terjadi di Indonesia. Muncul pertanyaan apakah pengakuan Jokowi itu bisa kehilangan makna, karena tidak mengakui hilangnya nyawa Laskar FPI Peristiwa KM50 sebagai pelanggaran HAM berat, termasuk ratusan terduga teroris, baru diduga sudah dibunuh. Seperti pepatah “gajah di depan mata tidak terlihat, semut di kejauhan tampak besar.” Pengakuan Presiden Jokowi juga tergantung pada temuan dan penetapan status pelanggaran HAM oleh Panitia Ad Hoc Komnas HAM yang secara keliru dilakukan oleh Tim PPHAM. Menurut PPHAM peristiwa pembunuhan 6 laskar FPI bukan pelanggaran HAM berat, dan dengan demikian mustahil Jokowi akan menyatakan dan mengakui peristiwa tersebut sebagai pelanggaran HAM berat. Atas temuan Tim PPHAM dan pengakuan Jokowi atas tragedi 1965, apakah ada potensi untuk menghidupkan NEO-PKI? Adakah penunggang gelap yang berupaya membangkitkan komunisme? Semua sangat mungkin, baik dengan kembali mengaktifkan organisasinya atau menunggangi kendaraan ormas dan orpol yang ada. Apa pun harus dipegang Tap MPRS No. XXV Tahun 1966 masih berlaku, begitu pula UU No. 27 Tahun 1999, dan KUHP Baru juga menegaskan larangan penyebaran ideologi komunisme. Maka, di negeri ini tetap tidak ada tempat untuk persemaian komunisme, dan bangkitnya organisasi PKI. Bagaimana bisa sebuah peristiwa pelanggaran HAM berat belum diadili lalu sudah dilakukan penyelesaian secara non yudisial? Bukankah ini terkesan hanya sebagai lips service dalam penyelesaian kasus-kasus HAM masa lalu sebelum rezim ini berkuasa, sekaligus sebagai media “bersih-bersih” atas semua dugaan pelanggaran HAM berat? Komnas HAM dan Tim PPHAM tidak pernah menetapkan satu pun peristiwa terbunuhnya banyak orang di masa pemerintahan Presiden Jokowi (2014 s/d 2024). Lalu siapa yang akan mengoreksi, dan menyelidiki untuk menetapkan ada atau tidak adanya pelanggaran HAM berat dalam periode tersebut? Salah seorang anggota grup menulis: Luar biasa paparan dan analisisnya. Problemnya pelanggaran HAM berat periode lalu tidak kunjung diselesaikan, namun malah justru ditambah lagi dengan yang baru yang tak kalah berat dan tidak kalah banyaknya? Sayang, periode sudah mau berlalu...baru teringat dosa besar sejarah belum terlunasi? Mungkinkan bisa diselesaikan? Anggota grup WA lainnya pun mengunggah tulisan tentang Cak Nun berikut. Beberapa waktu lalu beredar petikan rekaman video Cak Nun yg menyatakan bhw Indonesia dikuasai oleh sosok Firaun bernama Jokowi, Qorun bernama Anthony Salim & 9 Naga, & Hamam bernama Luhut. Ringkasnya, mereka bisa mengatur apa hasil pemilu 2024 dll. Saya segera kontak Sabrang, putera Cak Nun. Benarkah itu statemen CN, kapan & apa konteksnya? Kami kopi darat tadi siang. Dia menjelaskan benar itu statemen yg disampaikan CN beberapa waktu lalu di Surabaya. Namun, dia bilang, dirinya & sejumlah tim inti jamaah Maiyah keberatan & protes keras dg pernyataan itu. Akhirnya CN membuat video klarifikasi & minta maaf berjudul “Mbah Nun Kesambet” (terlampir). https://youtu.be/jxLL3hNkQSE Setelah menyimak video yang dimaksud penulis berkomentar: Ksatria Cak Nun. Ksatria artinya elegan, jantan, jatmika, jentelmen; berani mengakui kesalahan Anggota grup WA yang lain berkomentar: Itulah kalau agama dijadikan alat Penulis: Agama itu alat untuk menggapai kebahagiaan dunia-akhirat... Dia pun melanjutkan: Kalau menyebut orang dengan nama Firaun itu bagaimana Prof? Apa dengan melabeli Presiden dengan Firaun, lantas dia bahagia dunia akhirat? Kalimatu haqqin yuradu biha batil. Penulis: Cak Nun telah melakukan kesalahan, tetapi sebaik-baik orang yang melakukan kesalahan ialah yang mau mengaku salah, lalu memohon ampun kepada Tuhan dan meminta maaf kepada semua pihak atas kesalahannya. Dan Cak Nun telah melakukan itu. Berkenaan dengan pernyataan Cak Nun yang viral tersebut, Ubedilah Badrun dalam wawancaranya dengan Sari Narulita menyatakan, bahwa pernyataan Cak Nun itu tidak sepenuhnya salah, karena memang terdapat beberapa kemiripan Jokowi dengan Firaun dalam menjalankan kekuasaan. Ada unsur otoriter, dan menyengsarakan rakyat. Bedanya, Jokowi tidak mengaku tuhan. Lalu beredar meme, Firaun tidak terima disamakan dengan Jokowi, karena dia tidak pernah bohong dan tidak pernah utang. Belakangan di grup WA yang sama beredar video obrolan Eko Kuntadhi dengan Mohamad Sobary. Dengan sinis Mohamad Sobary berucap, “Cak Nun merasa dirinya sejenis macan, tapi Pak Jokowi ngertinya kucing… kucing pun kucing gering…” Atas pernyataannya Cak Nun merasa tidak apa-apa dihujat di sana dan di sini. Siapa pun boleh memilih menjadi pembela Cak Nun ataupun Jokowi.
Untung Prabowo Tak Jadi Presiden
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan MEMBACA dan melihat sepak terjang dan gaya politik Prabowo Subianto akhir-akhir ini maka rasanya bersyukur juga Prabowo pada Pilpres 2019 tidak berhasil menjadi Presiden Republik Indonesia. Bukan berarti gembira Jokowi menang akan tetapi sikap anti rakyat Jokowi jauh lebih jelas ketimbang Prabowo. Prabowo abu-abu. Ketika yang bersangkutan siap menerima jabatan Menteri dan masuk dalam Kabinet Jokowi maka goresan buruk karakter mulai tercatat. Ia tidak peduli dengan tangisan dan perasaan pendukung yang berjuang mati-matian untuk Prabowo. Merasa terkhianati. Kecurangan Pilpres diterima demi status Menteri. Berkali-kali memuji habis-habisan Jokowi mulai dari pekerja keras, selalu memikirkan rakyat hingga memberi predikat sebagai Presiden terbaik. Untuk Jokowi ia bersyahadat. Orang menyebut Prabowo bagai penjilat yang berubah dari macan menjadi meong. Galak dan gebrak mimbar Prabowo dulu hanya monumen. Tidak sedikitpun simpati Prabowo pada pendukungnya yang menjadi pesakitan di rezim Jokowi. Tokoh KAMI yang dipenjara, HRS dan enam laskar terbunuh keji lewat begitu saja. Belum aktivis di daerah yang \"la salam wala kalam\". Tak sepatah katapun terucap simpati apalagi membela. Rakyat melihat orientasi hanya pada jabatan dan ketakutan. Presiden menjadi impian. Terakhir ia mendekat pada keluarga Jokowi. Gibran, Kaesang dan Bobby ditempel rapat. Langkah mengerikan dari sang jagoan yang mantan Danjen Kopassus. Prabowo dukung Gibran untuk Gubernur Jateng atau DKI, Prabowo mendukung pula Bobby maju Gubernur Sumut. Meski untuk ini agak kikuk dengan Edy Rahmayadi Gubernur yang kader Gerindra sendiri. Prabowo senang mendengar Kaesang terjun ke politik dan bahagia jika masuk ke Partai Gerindra. Kaesang yang baru saja menikah ala anak raja dengan kawalan ribuan tentara dan polisi tampaknya akan didorong untuk Walikota Solo menggantikan Gibran. Jika demikian maka Prabowo adalah pendukung nepotisme. Ditunggu Prabowo bersilaturahmi ke ipar Jokowi Anwar Usman Ketua MK untuk jaga-jaga jika proses Pilpres masuk ke Mahkamah Konstitusi. Prabowo tidak layak untuk jadi Presiden di negeri demokrasi. Karenanya ada hikmah besar bahwa ia tidak menjadi Presiden pada Pilpres 2019 dan Pilpres sebelumnya. Prabowo memang tidak lebih bagus dari Jokowi. Bandung, 30 Januari 2023.