NASIONAL

Jokowi Hadapi Tiga Gelombang Aksi

by M Rizal Fadillah Bandung FNN – Rabu (02/12). Kasus pencarian terhadap kesalahan Habib Rizieq Shihab (HRS) dapat menimbulkan gelombang aksi masyarakat. Mencari-cari kesalahan dengan target penahanan dan proses peradilan atas HRS akan menciptakan gelombang aksi dari Front Pembela Islam (FPI) yang anggota tercatat sebanyak lima orang, massa alumini 212, dan pendukung HRS lainnya. Aksi massa akan datang pada setiap sesi proses mulainya pemeriksaan terhadap HRS di Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan. Berita-berita tentang aksi tersebut akan memenuhi media dalam dan luar negeri. Isu pendzaliman terhadap HRS akan mengemuka sejalan dengan militansi yang tinggi dari peserta aksi. Keriuhan tercipta dengan sendirinya. Gelombang aksi kedua adalah buruh yang belum puas dengan pengundangan UU Omnibus Law Cipta Kerja. Agenda aksi pun diperkirakan akan terus berkelanjutan. Kerugian pada penciptaan stabilitas politik, dan perusahaan yang terdampak akibat seringnya aksi-aksi buruh. Dampak dari seringnya aksi buruh adalah produksi barang dan jasa akan jeblok dengan sendirinya pada banyak perusahaan. Pengusaha bisa gulung tikar, atau ikut turut menekan pembatalan UU Omnibus Law yang dinilai telah membuat sial tersebut. Pengusaha dihadapkan pada pilihan yang sangat pahit. Maju kena, mundur juga ikut terkena dampak. Gelombang potensial ketiga adalah bangkitnya massa pereaksi Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) dan RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasil (BPIP). Sinyal kuat yang terkirim dari DPR adalah pemaksaan RUU HIP dan BPIP untuk masuk agenda Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021. Perlawanan terhadap pemaksaan RUU HIP dan BPIP ini diperkirakan akan keras, apapun resiko yang dihadapi para penentang. Perlawanan atas penyelundupan nilai-nilai kiri faham komunis pada RUU HIP dan BPIP tersebut, akan membangun solidaritas umat Islam yang anti komunis atau mewaspadai bangkitnya Partai Komunis Indonesia (PKI) model baru. Gelombang perlawanan ideologis bukan masalah kecil. Temanya strategis membela dan menjaga keselamatan ideologi Pancasila. "Tiga Ledakan" ini awalnya tentu saja dapat dikendalikan. Tetapi jika spirit perjuangan menguat, maka seperti biasa dalam pergerakan politik dimana pun berujung pada situasi yang tak terkendali. Gerakan perubahan politik dan desakan untuk mundur Presiden Jokowi merupakan suatu keniscayaan. Perasaan sama pada rakyat tak akan reda oleh penangkapan atau penekanan. Sikap pemerintah yang represivitas hanya menjadi sebab dari perubahan yang bakalan lebih cepat. Apalagi pemerintahan Jokowi sebenarnya rapuh. Banyak faktor lain yang menyulitkan keajegan pemerintahan Jokowi. Milsanya, kondisi keuangan negara yang semakin ambyar, tekanan kehidupan atas pendapatan dan kebutuhan hidup keluraga, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) utang yang hampir mencapai Rp 7.000 triliun membuat kondisi pemerintahan makin goyah. Rakyat yang semakin jenuh dengan kebijakan penanganan pandemi Covid 19. Apalagi pemerintah terlihat tidak konsisten dan tak jelas arahnya. Suka berubah-ubah sesuai yang dimimpikan. Pagi tempe, sore bisa saja dele. Konflik global Amerika-Cina yang memang"diundang" untuk hadir meramaikan dinamika politik domestik. Kini Polisi dan TNI cukup mampu terkendali "secara baik". Namun bukan mustahil perkembangan politik ke depan akan terjadi pembelahan disana-sini. Pemihakkan pada rakyat bakal terbentuk secara gradual atau mungkin bisa lebih cepat yang diperkirakan sebelumnya. Pemerintahan Jokowi diharapkan arif menimbang cara menangani perbedaan dalam masyarakat. Jangan arogan, sok punya kekuasaan dan sekedar mengandalkan kekuatan aparat untuk membungkam rakyat. Api kejengkelan rakyat sulit diredam dengan alat paksa sekuat apapun. Ada fase fase yang tidak lagi peduli dengan rambu-rambu protokol. Situasi akan semakin sulit. Untuk itu, sebaiknya segera kembali untuk berbenah diri. Membangun kembali iklim dialogis dan konsensus yang terlanjur berantakan. Bukankah kandungan sila-sila Pancasila merupakan filosofi, metodologi, dan solusi bagi masalah yang dihadapi bangsa dan negara ? Jokowi tentu menyadari bahwa dirinya adalah figur yang tidak hebat amat. Karenanya perlu antisipasi atas kekuatan rakyat yang dipastikan amat hebat. Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan.

Publik Konsentrasi ke Habib Rizieq, PDIP Sibuk Memaksakan RUU HIP

by Asyari Usman Medan FNN - Rabu (02/12). Rakyat harus terus ‘alert’, tetap waspada. PDIP masih memaksakan RUU HIP (Haluan Ideologi Pancasila) menjadi UU. Mereka akan lakukan segala cara untuk meloloskan itu di DPR. Suasana politik yang sedang riuh saat ini sangat menguntungkan Partai Banteng. Mereka punya kesempatan baik. Kasak-kusuk mereka untuk menggolkan RUU HIP tak terlihat oleh publik. Karena konsentrasi publik tertuju pada upaya penguasa untuk menjerat Habib Rizieq Syihab (HRS). Posisi terakhir, PDIP berkeras agar RUU anti-ketuhanan itu masuk rombongan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021. Artinya, RUU ini akan mereka paksakan lolos tahun depan. Di DPR, PDIP merasa kuat. Dan mereka dengan segala cara menggiring sejumlah fraksi untuk mendukung keinginan mereka yang sangat berbahaya itu. Itulah sasaran PDIP, yaitu penghapusan Pancasila. Partai ini akan mengusahakan sekuat tenaga agar Pancasila menjadi Trisila kemudian menjadi satu sila (Ekasila) saja. Mereka ingin mengganti Pancasila dengan sila gotong-royong saja. Ini akan terealisasi jika RUU HIP bisa lolos. Rakyat jangan pernah lengah. Jangan lupa dengan tujuan akhir PDIP: yaitu menghapuskan sila Ketuhanan Yang Maha Esa (YME). Partai berlambang kepala banteng ini tidak pernah senang dengan konsep Ketuhanan YME. Sebab, konsep ini adalah pondasi Tauhid yang menjadi pilar utama Islam. PDIP tidak suka ini. Sebab, dari Ketuhanan YME itulah lahir kewajiban negara untuk melindungi semua agama, termasuk Islam. Atas dasar sila pertama Pancasila ini pula terkristalkan praktik pemerintahan dan ketatanegaraan yang memberikan ruang bebas untuk pendidikan agama. Ruang bebas untuk pengembangan dakwah, dan fasilitasi bagi penerapan sejumlah hukum syariat yang sangat fundamental dalam sistem sosial umat Islam. Ini yang membuat para petinggi PDIP tak bisa tenang. Mereka tak henti-hentinya mencoba agar agama, khususnya, Islam tidak terus menjadi kekuatan sosial-politik yang solid. Partai yang sangat ramah dengan paham komunis ini kelihatannya menghendaki agar manusia Indonesia tak kenal Tuhan. Kalaupun bertuhan juga, maka konsep ketuhanan itu cukup berbasis kebudayaan saja. Sebagai contoh, yang beragama Islam hanya menjalankan ritual tanpa syariat. Cukuplah bertuhan dengan mengedepankan upacara-upacara tradisional tanpa panduan kitab suci. Itu yang mereka sebut “ketuhanan yang berkebudayaan”. Inilah yang ingin dibangun PDIP. Untuk tujuan itu, mereka harus melenyapkan sila Ketuhanan YME. Untuk menghapus sila pertama itu mereka perlu UU HIP. Untuk sampai ke sini, PDIP akan berjuang keras agar RUU yang ditentang rakyat itu bisa disahkan tahun depan (2021). Jadi, jangan Anda pernah lengah. PDIP sudah berhasil menyelipkan RUU HIP ke Prolegnas Prioritas 2021 di tengah kisruh soal Habib Rizieq, heboh Pilkada, dan carut-marut penanganan Covid-19. Untuk itu, perlu waspada, taruhannya sangat besar. PDIP akan menyeludupkan RUU kontroversial itu sampai ketuk palu menjadi UU. Penulis adalah Wartawan Senior FNN.co.id

Penguasa Baru Itu Bernama Satgas Covid 19

by M Rizal Fadillah Bandung FNN – Senin (30/11). Kasus Ketua Satgas Penanganan Covid 19 Bima Arya yang Walikota Bogor menunjukkan watak arogansi dan kesombongannya. Bima melaporkan Direktur Rumah Sakit UMMI Bogor ke Polisi. Menurut Bima Arya, Rumah Sakit UMMI tidak terbuka dalam menyampaikan prosedur dan hasil test swab atas Habib Rizieq Shihab (HRS) yang dirawat di RS UMMI Bogor. Rumah Sakit dan dokter tentu punya aturan dan kode etik sendiri mengenai pasiennya. Sehingga apa yang dilakukan tentu dengan dasar dan pertimbangan medis. Bukan pertimbangan non medis. Sikap seenaknya saja main lapor adalah cermin keangkuhan seorang pejabat. Bahkan prilaku Bima Arya dinilai sarat akan muatan politis. Politisasi masalah kesehatan. Walikota Bima Arya semestinya dilaporkan juga oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) atau pihak Rumah Sakit UMMI ke pihak Kepolisian. Bima Arya bisa saja dituduh mau mengacak-acak aturan dan kode etik yang sudah baku, dan berlaku di dunia kedokteran selama ini. Dokter berhak untuk tidak menyampaikan hasil pemeriksaan dan data pasien kepada publik. Satgas Covid kini adalah raja atau penguasa baru. Dimana-mana urusan ditentukan oleh Satgas. Tidak bakal keluar izin tanpa rekomendasi Satgas atau Gugus Tugas (Gutas). Jadi teringat ketika Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Jawa Barat (Jabar) akan mengadakan Deklarasi. Ketika itu, semua persyaratan izin sudah selesai dipenuhi. Bahkan hotel pun telah dibayar. Namun gagal untuk melakukan deklarasi KAMI Jabar di tempat yang telah dicantumkan dalam pengumuman hanya karena Gugus Tugas membatalkan rekomendasi. Seenaknya saja. Sesuka hati saja. Apa dasar hukum kekuasaan Satuan Tugas Penanganan Covid 19, sehingga menjadi raja diraja. Satgas menjadi penentu dari segala aktivitas kehidupan bermasyarakat saat ini. Padahal soal pandemi Covid 19, semua masyarakat sudah tahu dan memahami situasinya, karena sudah berlansung hampir sembilan bulan. Tragisnya, Satgas Covid 19 dijadikan alat oleh rezim sekarang ini sebagai penguasa baru untuk menghambat dan menghalangi kegiatan masyarakat sipil (civil society) yang dianggap oposisi. Situasi pandemi Covid 19 tidak boleh dijadikan sebagai legitimasi bagi Satgas Penanganan Covid 19, sehingga memiliki kewenangan yang tidak terbatas (extra ordinary). Kewenangan untuk menyatakan seseorang atau sekelompok orang melakukan perbuatan pidana lalu dengan semaunya, sehingga melaporkan ke pihak kepolisian. Bisa terjadi penyalaggunaan kekuasaan. Indonesia ini negara hukum. Bukan negara Satgas, pak Bima Arya. Jika Direktur Rumah Sakit atau Dokter diproses hukum atas dasar alasan tidak membuka rahasia pasien, maka betapa banyak kelak korban akan berjatuhan. Semestinya jika dinilai ada kekeliruan, maka kepada lembaga profesi seperti IDI pengaduan disampaikan. Baru setelah ada kejelasan menurut kompetensi medis, maka diputuskan dapat atau tidaknya berlanjut ke ranah hukum melalui Kepolisian. UU Kekarantinaan Kesehatan dilaksanakan penuh dengan multi tafsir. Ketika pilihan kebijakan adalah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), dan bukan Karantina Nasional, maka ada tidaknya sanksi pidana masih diperdebatkan di kalangan ahli hukum. Demikian juga soal test swab tentang kewajiban rakyat atau pasien membuka informasi, itupun perlu penjelasan dan aturan yang jelas. Demikian juga kewenangan Satgas yang berada di ruang administrasi atau hukum. Menjadi sama dengan aparat keamanan kah atau berstatus sebagai "Polisi Kesehatan"? Sebab, yang jelas UU No 44 tahun 2004 tentang Rumah Sakit mengatur adanya hak pasien untuk mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita beserta data-data medisnya. Kacau negara ini jika seenaknya memberi kewenangan tanpa dasar hukum yang jelas. Pandemi Covid 19 tak boleh menjadi alat untuk merampok uang negara, atau menghukum sewenang-wenang seseorang atau institusi hanya dengan tafsir sepihak saja. Pak Bima Arya yang terhormat, kembali lagi dipertegas bahwa Indonesia ini menurut Konstitusi adalah Negara Hukum (Rechstaat). Bukan Negara Kekuasaan (Machstaat). Apalagi Negara Satgas (Satgasstaat)! Penulis adalah Pemerhati Politik dan Hukum.

Bertindak Politis, Bima Arya Bagian Dari “Political Web” Istana

by Asyari Usman Medan FNN - Sungguh sangat aneh tindakan Walikota Bogor Bima Arya Sugiarto (BAS) dalam mempersekusi Habib Rizieq Syihab (HRS) yang akhirnya terpaksa keluar dari RS Ummi di Bogor. HRS masuk ke RS swasta itu pada 25/11/2020 karena ingin berobat sambil beristirahat. Mungkin karena masa-masa Covid-19 ini, HRS menjalankan tes swab. Kebetulan dengan bantuan tim medis Mer-C. HRS dan keluarga memang sejak lama menggunakan Mer-C untuk keperluan medis mereka. Keberadaan HRS di RS Ummi sampai ke telinga Bima Arya. Entah karena arahan siapa dan tekanan dari mana, Bima melakukan inspeksi ke RS Ummi. Menyelidiki kondisi Habib. Dan memaksa agar ikut ditangani oleh Dinas Kesehatan setempat. Bima juga mendesak agar HRS sekeluarga dites swab ulang. HRS merasa tidak perlu diulang. Sebab, pemeriksaan awal pihak RS tidak menunjukkan ke arah Covid. Beliau cuma kelelahan saja. Disebabkan aktivitas yang sangat intens sejak tiba kembali di Indonesia pada 10 November. Herannya, tindakan Bima menjadi berlebihan. Dia mengultimatum pimpinan RS Ummi. Kemudian, lewat jalur Satgas Covid Bogor, Bima melaporkan RS itu ke kepolisian Bogor dengan tuduhan menghalang-halangi pencegahan Covid-19. Publik melihat tindakan BA berlebihan terhadap Habib. Dengan alasan semua orang harus mengikuti prosedur penanganan Covid-19. Alasan normatif ini tidak ada masalah. Cuma, ‘acting’ Bima mencolok. Seolah menunjukkan bahwa dia sedang mencari perhatian. Atau, jangan-jangan dia memang telah diberi ‘green light’ untuk mencecar Habib. Ternyata, menurut pengakuan Bima, memang ada pesan WA anonim yang memberitahukan keberadaan HRS di RS Ummi. Ketua DPRD Bogor menyayangkan tindakan Walikota Bima Arya. Tim dokter Habib juga mencela cara-cara Bima. Entah sebab apa, akhirnya walikota dari Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengatakan dia akan mencabut pengaduan polisi terkait RS Ummi. Drama singkat yang ‘dibintangi’ Bima ini dikecam netizen. Walikota mengatakan, intervensi yang dia lakukan tidak ada kaitan dengan politik. Di sini, Bima agak konyol. Mengira publik tidak paham apa yang dia lakukan. Bima sendiri yang kelihatan pura-pura tidak tahu bahwa apa pun yang terjadi antara penguasa dan HRS, semuanya berangkat dari terminal politik. Untuk saat ini, apa saja yang terkait dengan Habib, pasti politis sifatnya. Para penguasa tidak bisa pungkiri aspek itu. Bima Arya adalah bagian dari “political web” Istana yang memusuhi Habib Rizieq. Jadi, yang dilakukan oleh Walikota Bogor itu terhadap HRS sederhana saja deskripsinya. Bahwa dia sedang menjalankan ‘tugas politik’ dalam rangka memojokkan dan mendegradasi Habib Rizieq. Itulah motifnya.[] (Penulis wartawan senior FNN.co.id)

Menhan Prabowo Menolak Mundur?

by Hersubeno Arief Jakarta FNN - Sabtu (28/11). Setelah berhari-hari diam dalam sunyi, DPP Partai Gerindra akhirnya menyampaikan pernyataan resmi soal penangkapan kadernya, Menteri KKP Edhy Prabowo. Respon itu sangat terlambat. Lebih dari 3 X 24 jam. Edhy Prabowo ditangkap di Terminal 3 Bandara, Soetta, Cengkareng Rabu dinihari (25/11) pukul 00.30 Wib. Sementara pernyataan resmi partai baru Jumat petang (28/11). Dari sisi komunikasi politik, kerusakan sudah terjadi. The damage has been done. Berita di media massa sangat massif. Umumnya menuntut agar Prabowo segera memberi penjelasan. Di media sosial lebih sadis lagi. Meme, potongan video, maupun arsip berita lama tentang Prabowo, bermunculan bagai air bah. Image yang lekat dalam ingatan publik, Prabowo adalah figur yang sangat anti korupsi. Jejak digitalnya mudah dicari. Tinggal di recall, ingatan publik segera kembali. Jadi jangan kaget kalau muncul potongan video, atau link berita: ”Korupsi di Indonesia Sudah Stadium Empat!” “Prabowo Akan Masukkan Sendiri ke Penjara kader Gerindra yang korupsi.” Dan yang lebih sensasional adalah janji Prabowo akan mengejar koruptor sampai ke Antartika! Ketika muncul kasus Edhy, orang kepercayaannya kena Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK, wajar bila ekspektasi publik terhadap Prabowo sangat tinggi. Publik menuntut janji Prabowo. Untuk kasus-kasus semacam ini, harusnya cepat dilakukan mitigasi. Bahkan harus ada semacam manual book, buku panduan jika terjadi hal-hal semacam ini. Sehingga tidak ada kesan partai tergagap-gagap. Politisi, apalagi yang menjadi pejabat publik ditangkap karena menerima suap atau korupsi, bukankah sudah jamak? Harus ada antisipasi jauh-jauh hari. Benar bahwa Ketua Harian Sufmi Dasco Ahmad sudah memberi keterangan media. Namun sifatnya hanya normatif, bahwa Prabowo sudah mendengar informasi penangkapan Edhy. Pilihan “hanya” Sekjen yang menyampaikan penjelasan, secara komunikasi politik sudah benar. Penangkapan pejabat sekelas menteri, setelah KPK sekian lama mati suri, harus disikapi dengan hati-hati. Ada nuansa pertarungan politik tingkat tinggi, yang harus dihitung dengan cermat dan infonya harus akurat. Bila Sekjen salah menyikapi, maka kesalahannya masih bisa diperbaiki oleh ketua harian. Prabowo bisa berperan sebagai last resort jika di level bawahnya terjadi kesalahan. Contohnya pada kasus klaim bahwa Prabowo berperan dalam kepulangan Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab. Isu ini sangat sensitif bila dikaitkan dengan posisi Gerindra sebagai partai pendukung pemerintah. Ketua Harian Sufmi Dasco Ahmad kala itu langsung menyampaikan ralat. Dia menyalahkan media dan menyebutnya sebagai “isu liar.” Prabowo tetap bertahan Bila kita cermati, pernyataan sikap yang dibacakan Muzani benar-benar dipersiapkan secara matang dan hati-hati. Bersifat standar dan terbuka. Hal itu menunjukkan Gerindra masih mempelajari segala sesuatunya dan mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan lain yang bisa saja terjadi. Misalnya Muzani menyatakan percaya kepada KPK akan bersifat transparan. Meminta agar publik mengedepankan praduga tak bersalah. Gerindra juga minta maaf kepada Jokowi, Ma’ruf Amin, dan anggota kabinet. Mereka juga percaya bahwa pelayanan publik, proses pembangunan akan terus berjalan. Pada bagian akhir Muzani meminta maaf kepada masyarakat dan meminta agar kader solid. Tidak ada respon yang emosional, apalagi menyalahkan pihak lain. Begitu juga soal desakan agar Prabowo mundur, tidak ditanggapi. Dari pernyataan Muzani dapat disimpulkan, Gerindra menyampaikan pesan. Mereka akan tetap bertahan di pemerintahan. Prabowo juga menolak mundur. Namun bila kita cermati, ada yang tidak terucapkan. Prabowo masih bersikap wait and see. Menunggu langkah Jokowi berikutnya. Keputusan politik Gerindra sangat tergantung dengan sikap dan keputusan politik Jokowi. Sejauh ini Jokowi hanya memberi penjelasan pendek ke media, bahwa dia percaya KPK bertindak transparan. Jokowi juga minta publik menghormati proses hukum. Langkah Jokowi berikutnya adalah menunjuk orang kepercayaannya Menko Marinvest Luhut Panjaitan, sebagai Menteri KKP ad interim. Kebetulan kementerian yang dipimpin Edhy berada di bawah koordinasi Luhut. Tak lama setelah ditunjuk Jokowi, Luhut langung beraksi. Dia minta KPK tidak berlebihan dalam bertindak. Dia juga mengatakan, Edhy orang baik, dan kebijakannya benar. Terkesan Luhut pasang badan. Yang lebih menggembirakan, dia menyatakan tak ingin lama-lama memegang posisi Menteri KKP. Pekerjaannya sendiri sudah berjibun. Bagaimana sikap Jokowi selanjutnya? Apakah posisi yang ditinggalkan Edhy akan diserahkan ke partai lain, diserahkan ke profesional? Atau tetap diserahkan ke Gerindra? Sikap Jokowi akan menentukan langkah lebih lanjut Prabowo. Bila dikurangi jatahnya, sangat mungkin dia mengambil langkah drastis. Termasuk opsi mundur. Keputusan mempertahankan jatah kursi Gerindra, sebagaimana sama-sama kita pahami, tidak hanya semata berada di tangan Jokowi. Dia harus mendengarkan, bahkan menjalankan apa yang diinginkan oleh Ketua Umum PDIP Megawati. Bagaimanapun PDIP adalah pemegang saham terbesar pemerintahan Jokowi. Mereka punya hak veto. Bagaimana Megawati memandang Prabowo, setelah sekian lama bersama di pemerintahan? Apakah tetap melihat Gerindra terutama Prabowo sebagai sekutu potensial 2024, atau tidak? Bila tidak, atau malah dianggap potensial bakal menjadi lawan, ya diamputasi. Kalau itu terjadi, maka dinamika politik akan sangat menarik. Karena itu lah mengapa Prabowo sampai sekarang masih terus diam. Dia mengamati dengan cermat dinamika yang berkembang. Harap dicatat, penangkapan Edhy hanya berselang sekitar dua pekan setelah Prabowo kembali dari kunjungan ke beberapa negara, termasuk AS. Kunjungan Prabowo ke AS ini sangat menarik dan pantas dicermati. Kental dengan kalkulasi politis. Selama 20 tahun terakhir, dia di black list. Tidak bisa masuk ke negeri Paman Sam. Prabowo masuk dalam daftar para jenderal yang dituding melakukan pelanggaran HAM. Sekarang Prabowo bisa melenggang. Berkunjung dan bertemu dengan sejumlah pejabat penting. Mengapa? Kunjungan itu dinilai sukses. Dari Perancis, negara sekutu AS di NATO Prabowo juga mendapat persetujuan untuk membeli pesawat tempur Rafale. Tiba-tiba ketika dia kembali ke Tanah Air mendapat kado spesial, orang kepercayaannya di OTT KPK. Ada apa? End Penulis, wartawan senior FNN.co.id

Bocor, Rencana Invasi Militer RI ke Petamburan

by Asyari Usman Medan FNN - Sabtu (28/11). Di tengah ketegangan politik antara RI dan Petamburan beberapa hari lalu, para ahli strategi perang di Jakarta rupa-rupanya telah menyiapkan rencana komprehensif untuk mengepung wilayah Habib Rizieq Syihab (HRS) itu. Rencana besar ini bocor ke sejumlah wartawan internasional. Rencana invasi militer itu tertera di dalam dokumen yang berjudul “Liberating Petamburan” (Membebaskan Petamburan). Namun, pihak RI mengeluarkan bantahan. Mereka mengatakan dokumen tentang serangan militer terhadap Petamburan itu seratus persen hoax. Meskipun dokumen itu dikatakan hoax, tetapi rencana untuk melumpuhkan basis FPI itu sangat menarik untuk dicermati. Strategi yang sangat canggih dan berbiaya mahal. Menurut dokumen yang bocor itu, Petamburan akan digempur dari laut, darat dan udara. Untuk serangan laut, pihak RI akan membuat semacam “waterways” (sungai besar) yang mengeliling wilayah Petamburan. Kali Ciliwung yang berada di sebelah timur Petamburan akan diperlebar menjadi 600 meter. Kedalamannya akan dikeruk menjadi 150 meter. Sungai lebar ini akan dibuat mengeliling Petamburan. Pelebaran Kali Ciliwung sampai 600 meter dengan kedalaman 150 meter itu diperlukan agar kapal perang RI bisa masuk mendekati wilayah Petamburan. Puluhan kapal perang jenis ‘destroyer’ dan ‘frigate’ disiapkan untuk gempuran laut. Dikerahkan juga sejumlah kapal selam dan kapal penyapu ranjau. Untuk serangan udara, RI berencana membangun dua ‘air strip’ (landasan pacu) baru di Tangerang Barat dan Bekasi Timur. RI akan mengerahkan 60 pesawat tempur jet dari berbagai jenis. Ada F16 dan Sukhoi. Sedangkan sejumlah helikopter Apache yang bisa tinggal landas dan mendarat vertikal akan dikerahkan khusus untuk mencopot baliho HRS. Disebutkan, serangan udara akan berlangsung tanpa batas waktu. Selain itu, negara sahabat dari Utara akan meminjamkan 40 jet jarak jauh yang ‘fully loaded’ dengan rudal udara ke darat. Kalau belum memadai, RI akan meminta bantuan negara sahabat dari Utara untuk meminjamkan kapal induk yang membawa 40 jet tempur. Kapal induk akan masuk ke Petamburan melalui “waterways” yang mengelilingi wilayah kecamatan itu. Untuk serangan darat, RI akan mengerahkan sekitar 70 tank, puluhan artileri, dan berbagai kendaraan lapis baja. Puluhan ribu tentara dari berbagai kesatuan akan dikerahkan. Inilah poin-poin penting yang tertera di dokumen rahasia tentang rencana penyerbuan Petamburan. Alhamdulillah, ketegangan politik antara RI dan Petamburan telah mereda. Serangan militer besar-besaran tak jadi dilancarkan. Tensi ketegangan politik menurun setelah Panglima Operasi RI membuka komunikasi dengan Petamburan.[] Penulis wartawan senior FNN.co.id

Duka Yang Mendalam di Koalisi Tetangga

by M Rizal Fadillah Bandung FNN – Jum’at (27/11). Tetangga pada umumnya adalah lingkungan paling dekat untuk berbagi cerita. Bercengkerama, bersenda gurau, hingga bertengkar. Ada suka dan duka dalam bermitra dengan tetangga. Mengisi ruang bangsa dan negara. Istri Nasrudin Hoja kesal pada suaminya sang sufi. Sambil menggerutu meminta Nasrudin agar keluar rumah untuk mencari nafkah. Kemiskinan membuatnya menderita. Keluarlah Hoja bersujud dan berdo'a keras berharap Allah memberi uang kepadanya. Tetangganya melihat dan mendengar Nasrudin yzng berdoa dengan suara keras, segera berfikir untuk segera mempermainkannya. Tetangganya melemparkan seratus keping perak ke atas kepalanya. Nasrudin mengumpulkan uang perak itu dan bergegas masuk ke dalam rumahnya. Tetangganya terkaget-kaget, karena uangnya dibawa Nasrudin. Lalu terjadi pertengkaran antara Nasrudin dengan tetangganya. Nasrudin beralasan uang itu pemberian Allah yang dijatuhkan melalui kepalanya. Sementara tetangganya ngotot bahwa itu adalah uang miliknya. Tetangganya mengusulkan kepada Nasrudin agar masalah ini dibawa ke depan Hakim. Akan tetapi Nasrudin menyatakan tidak punya sorban, pakaian, dan kuda yang bagus untuk pergi ke kota menghadap Hakim. Lalu tetangganya putuskan untuk meminjamkan semua keperluan itu kepada Nasrudin. Demi perjuangan hak dan keadilan. Di depan Hakim, tetangganya mengadukan masalah yang dipersengketakan. Hakim bertanya tentang argumen Nasrudin Hoja atas gugatan tetangganya. Nasrudin menjawab bahwa tetangganya itu gila. Sikapnya selalu menyatakan segala adalah miliknya. Ketika tetangga Nasrudin berteriak "pak Hakim, memang benar uang perak dan sorban, kuda, serta pakaian yang dikenakan Nasrudin adalah milik saya", maka Hakim segera memutuskan. "Saya sudah mengerti". Nasrudin tersenyum. Menang. Hukuman Untuk Pengkhianat Begitulah jika memiliki tetangga koalisi yang gemar bermain-main. Sementara mitra koalisinya adalah politisi cerdik tapi licik, maka kelak panggung pertunjukan kekuasaan hanya menghasilkan kejengkelan dan senyum senyum membatin yang dalam. Bagai peran orang gila di panggung sandiwara. Panggung orang gila yang memimpin negara. Namun lebih dari itu, semua yang terjadi hari pada koalisi tetangga adalah hasil dari buah yang ditanam sendiri. Siapa yang meniup angin akan menuai badai. Setiap prilaku pengkhiatan, akan dilabalas dengan pekhiatan yang lebih keras lagi. Tragisnya, pengkhianatan yang lebih keras itu kemungkinan bisa saja dilakukan oleh koalisi yang bari dibentuk. Apalagi koalisi yang baru terbentuk tersebut, bukan didasarkan pada dasar dan cara pandang terhadap permasalahan sosial kemasyarakan yang sama. Bukan pada mengatasi tata kelola kekuasaan yang kacau-balau, amburadul dan amatiran. Namun koalisi yang dibangun hanya didasarkan pada kalkulasi kepentingan jangka pendek. Perhitungan untung-rugi, mengganti dan kembalinya biaya-biaya yang sudah terlanjur dikeluarkan. Kalkulasi yang betujuan untuk mendapatkan pembagian kue kekuasaan semata dan angka semata. Meskipun untuk mendapatkan itu, harus dilakukan dengan mengkhianati teman seperjuangan yang telah berkorban segala-galanya. Rakyat yang terlanjur berkoran jiwa, darah, harta, keringat dan waktu. Sayangnya, yang didapat adalah kehinanaan semata. Duka yang mendalam. Duku dan luka yang mendalam, sehingga susah untuk bisa melangkah kembali bergabung dengan para pendukung setia dulu. Kini publik (kawan dan lawan) sedang menyaksikan dukanya yang mendalam pada koalisi tetangga. Koalisi yang menjanjikan akan datangnya pelimpahan kekuasaan yang besar pada tahun-tahun mendatang, atau priode berikutnya. Walaupun koalisi tersebut, belum sempat membuahkan hasil pendahuluan sesuai harapan, tetapi duka dan luka itu sudah datang menghampiri. Begitulah cara alam menghukum sebuah pengkhinatan. Semoga menjadi pelajaran berharga untuk yang lain. Amin Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan.

Gara-gara Benur, Prabowo & Gerindra Babak Belur

by Tony Rosyid Jakarta FNN – Jum’at (27/11). Dua menteri di kabinet Jokowi-Ma’ruf Amin berasal dari Partai Gerindra. Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan (Menhan), dan Edhy Prabowo sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP). Nasib malang menimpa kader Partai Gerindra. Edhy Prabowo ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di bandara Soekarno Hatta, Rabu dini hari 25 Nopember 2020, setelah lawatannya ke Amerika. Edhy Prabowo ditangkap KPK terkait kasus ekspor benur lopster. Penyidik senior KPK Novel Baswedan yang memimpin penangkapan tersebut. Apakah ini Operasi Tangkap Tangan (OTT)? Masih tanda tanya. Disebut OTT kalau sedang, akan atau baru saja melakukan tindak pidana koruptif. Mungkinkah Edhy Prabowo cs sedang melakukan tindak pidana korupsi di dalam pesawat atau di bandara? Atau melakukan tindak pidana korupsi di Amerika? Atau saat transit di Jepang? Namun karena masuk wilayah yuridiksi negara lain sehingga untuk penangkapannya harus menunggu sampai di Indonesia dulu? Kalau dugaan terjadinya tindak korupsi tidak di wilayah Amerika. Bukan pula di dalam pesawat atau bandara, apakah masih bisa disebut OTT? Kalau tidak memenuhi unsur OTT, kenapa nggak dikirimkan saja surat pemanggilan lebih dahulu? Pemanggilan sebagai saksi. Setelah dikonfirmasi ini dan itu, meyakinkan ada unsur pidananya, baru dinaikkan jadi tersangka. Kenapa harus langsung ditangkap? Seolah kalau Edhy tidak ditangkap ia akan lari. Dia pejabat tinggi negara lho. Nggak mungkin lari bro. Nah soal salah atau benar proses OTT tersebut, nanti akan dibuktikan di sidang praperadilan. Inipun kalau Edhy mau mengajukan gugatan ke praperadilan. Sudah jatuh ketimpa tangga pula. Begitu pepatah yang bilang. Gerindra nyeberang ke istana, lalu para pendukung berbondong-bondong meninggalkannya. Ditinggalkan atau meninggalkan? Itu bergantung anda di posisi mana? Pendukung Gerindra atau pihak yang kecewa terhadap Prabowo. Oleh sejumlah mantan pendukung, “Prabowo dianggap berkhianat dan pengkhianat kelas berat. Tak tahu berterima kasih. Nyawa, darah, harta dan keringat yang dikorbankan oleh para pendukung saat Pilpres 2019, seolah nggak dihargainya. Goodby! Hubungan Prabowo cq Gerindra putus dengan sejumlah pihak yang tadinya mendukung. Naifnya lagi, sesampainya Gerindra di istana, kader terbaik Gerindra dan anak didik terbaik Prabowo ditangkap KPK. Yaitu Edhy Prabowo. Tokoh papan atas yang dikirim Gerindra untuk menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP). Kader terhuebat. Kualat kepada PKS? Dalam nalar politik, tak ada ruang untuk analisis mistis. Istilah karna hanya ada di dalam diskusi agama. Nasib sial. Mungkin kalimat ini lebih mewakili. Tertangkapnya Edhy Prabowo tentu punya risiko politik. Pertama, partai Gerindra jatuh di mata publik. Elektabilitas Gerindra terancam turun. Bahkan bisa terjun bebas. Kondisi ini mungkin bisa berpengaruh terhadap kader-kader Gerindra yang sedang menjadi calon kepala daerah. "Ah, nggak mau nyoblos calon dari partai korupsi". Narasi ini bisa dimainkan oleh rival-rivalnya di pilkada Desember 2020 nanti. Setiap tokoh partai tertangkap KPK. Ada konsekuensi hilangnya sebagian pendukung. Hal ini pernah dialami oleh sejumlah partai diantaranya Demokrat dan PPP. Ketua umum ditangkap, elektabilitas langsung ngedrop. Khususnya PPP di Pileg 2019 kemarin. Megap-megap! Kedua, jika Gerindra tidak cepat dan piawai untuk recovery, ini bisa mengancam rencana Prabowo yang akan maju di Pilpres 2024. Santernya isu Prabowo-Puan Maharani yang digadang-gadang di Pilpres 2024 mendatang bisa berantakan. Bagi Gerindra sendiri, ini tidak masalah. Karena, majunya Prabowo di Pilpres akan menaikkan suara untuk para calon anggota DPR dan DPRD. Soal kalah-menang, itu nomor 12. Bukan soal yang utama. Menang syukur, nggak menang, juga masih untung. Bagitu umumnya para kader dan caleg Gerindra berpikir. Beda dengan PDIP, kalau susah dijual, untuk apa ikut mengusung Prabowo? Adakah ada partai lain yang masih mau mengusung Prabowo? Tanya saja ke PKS dan PAN. Lalu, bagaimana hubungan Gerindra dengan istana? Adakah keterlibatan istana dalam penangkapan Edhy Prabowo? Secara hukum, presiden tak boleh intervensi. Faktanya begitu? Walaupun sulit anda membuktikannya. Kecuali anda nekat dan siap dipenjara. Dari aspek politik, muncul banyak spekulasi. Apakah langkah KPK ini semata-mata iklan? Sejak UU KPK No 19 Tahun 2019 diamandemen DPR, KPK nyaris kehilangan kepercayaan publik. Apalagi baru-baru ini, ketua KPK Firli Bahuri membuat pernyataan salah dan blunder ketika mengomentari buku berjudul "How Democracies Die" yang sudah dibaca sejak tahun 2002. Padahal bukunya baru terbit 2018. Maka, penangkapan seorang menteri akan menjadi iklan besar-besaran untuk mengembalikan geliat KPK. Ada juga yang bertanya, apakah penangkapan ini berkaitan dengan rencana resuffle kabinet? Atau apakah ini bagian dari upaya menjegal Prabowo nyapres? Publik tahu, Prabowo punya banyak pesaing, khususnya dari kalangan militer. Atau apakah ini dampak dari persaingan antar partai? Karena kabar yang juga santer, sebelum Edhy Prabowo ditangkap, ada pengurus partai lain yang lebih dahulu ditangkap. Hanya saja sepi dari berita. Kalau ini dibuka, partai itu juga akan babak belur. Soal kebenaran kabar ini masih perlu ditelusuri. Munculnya kecurigaan publik ini wajar, karena publik menganggap bahwa penangkapan pejabat kakap itu biasanya ada unsur politisnya. Apalagi ini sekelas menteri. Publik sering menyaksikan ada adu kuat pihak-pihak tertentu ketika KPK mau menetapkan seseorang jadi tersangka. Lihat saja kasus e-KTP, PAW Harun Masiku, kasus Indosat, dan lain-lain. Semuanya seperti mandek. Kemandekan ini seolah mengkonfirmasi adanya unsur politik yang membuat publik curiga dan selalu mengaitkan dengan politik. Namun yang pasti, kasus ekspor benur lopster ini membuat Gerindra Babak belur. Sebab, kasus ini terjadi saat Prabowo sedang banjir hujatan dari para mantan pendukungnya. Makin berat saja Gerindra dan Prabowo. Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa.

Pertarungan Politik Dalaman Istana Dimulai?

by Rizal Fadillah Bandung FNN – Kamis (26/11). Tertangkapnya Menteri Kelautan dan Perikanan Eddy Prabowo, kader asal Partai Gerindra cukup mengejutkan masyarakat. Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kali cukup mengagetkan publik. Apalagi sudah lama KPK terbilang sepi dari OTT terhadap pejabat negara. OTT KPK kali seakan melengkapi tekanan gerakan politik moral Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), dan revolusi akhlak yang digagas oleh Habib Rizieq Shihab (HRS). Apalagi persoalan bangsa yang semakin berat, terutama persoalan ekonomi akibat efek covid 19, kini muncul masalah baru muncul. Publik terhentak mendapat kabat Menteri Edhy Prabowo terkena OTT KPK. Kalimat ruwet-ruwet Jokowi semakin menggema, baik ke seantero negara maupun ruang-ruang di sekitar pagar istana negara. Terjepit oleh kepentingan para pencari keuntungan dari "all the president's men". Termasuk cara kerja Menteri yang terlihat mulai berantakan. Menteri yang kehilangan visi dan koordinasi. Menteri yang berfikir untuk mengkapitalisasi keuntungan jangka pendek. Eddy Prabowo adalah orang penting dan tangan kanan Prabowo Subianto Ketua Umum Partai Gerindra yang menjadi Menteri Pertahanan. Penangkapannya cukup aneh dan mengagetkan. Apakah OTT KPK ini menjadi bagian dari skenario Presiden Jokowi atau bukan? Pertanyaan yang sangat wajar mengingat sejak direvisi UU tentang KPK, lembaga ini tidak lagi bisa mandiri. KPK tidak lagi bisa lepas dari peranan Dewan Pengawas, yang tak lain adalah "orang-orangnya" Presiden. Mereka diseleksi, dipilih dan diangkat oleh Presiden. Suka-suka presiden saja. Jika OTT kali bukan karena maunya Presiden, maka artinya ada musuh dalam selimut yang sukses menerobos pagar istana. Kementrian di bawah Eddy Prabowo menjadi sarang bisnis Gerindra. Sebagaimana Menteri dari parpol lain juga membawa misi kepentingan partainya, khususnya dalam menghimpun dana. OTT Menteri Edhy Prabowo bernilai politis untuk mematikan semua jalinan bisnis ikutannya. Ini akan menjadi tekanan dan ancaman bagi Prabowo Subianto yang sudah berupaya menjadi "anak manis" Jokowi. Prabowo sekarang menjadi orang yang paling dipercaya oleh Jokowi. Prabowo dan Jokowi selalu tampil berduaan untuk memperlihatkan kepada publik tentang kedekatan mereka berdua tersebut. Bahkan Prabowo juga sudah bernai ngomong ke kalangan terbatas bahwa Jokowi sangat mempercayai dirinya sekarang. Banyak kewenangan dan kebejikan strategis yang dipercayakan kepada Prabowo. Misalnya, Prabowo ditunjuk sebagai Panglima ketahanan panga nasional. Namun apakah sekarang ada keretakan Prabowo dengan Jokowi? Apakah keretakan itu juga mungkin dengan Megawati yang membawa Prabowo kepada Jokowi?. Tapi bukan mustahil pula ada keretakan antara Jokowi dengan Megawati yang jengkel melihat Jokowi tak kunjung mereshuffle kabinet. Megawati tidak puas atas peran yang dinilainya terlalu kecil. Sementara Jusuf Kalla (JK) bersama dengan Golkar sudah mulai bermain babak baru. JK kembali menyatu bersama HRS dan Anies Baswedan, Gubernur DKI. Golkar sekarang mendukung pencabutan RUU HIP dari Prolegnas Prioritas 2021. Sementara Nasdem telah lebih dulu "hengkang" dari Jokowi dengan mengelus-ngelus Anies sebagai Capres Nasdem 2024 nanti. Sesuatu yang sebenarnya sangat tabu untuk kepentingan Jokowi ke depan. Ketika Polisi babak belur disorot sebagai alat kekuasaan, TNI begitu bagus di depan rakyat. Teori perimbangan sebagaimana dimainkan Orde Lama dahulu menghendaki TNI yang tidak terlalu kuat. Pelemahan TNI menjadi keniscayaan. TNI harus dibuat babak belur pula di depan rakyat. Kasus ancaman Panglima TNI Hadi Tjahjanto bersama komandan pasukan Komando Utama (Kotama), penurunan baliho HRS atas peringtah Pangdam Jaya, dan karangan bunga di Makodam Joya adalah momen untuk meruntuhkan wibawa TNI di mata rakyat. Kini Eddy Prabowo, istri dan petinggi KKP telah tertangkap. Telah resmi ditetapkan KPK sebagai tersangka. Entah apa peran Ali Ngabalin yang ikut dan sepesawat dengan Menteri Edhy Prabowo dari Amerika. Tetapi kemudian dilepas KPK. Mata-matakah Ali Ngabalin? Ada agenda apa pula Menteri Edhy Prabowo dan rombongan di Amerika? Menjadi sensitif dalam pertarungan global dengan kepentingan China di Indonesia. Peristiwa ini menyimpan misteri pertarungan politik di lingkaran istana. Bakalan ada episode lanjutan yang bakal jauh lebih menarik. Mungkinkah itu pembersihan atau penggulingan kekuasaan dari dalam? Semua serba mungkin saja. Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan.

DPR Gila & Sinting Lagi, Mau Bahas RUU HIP

by M Rizal Fadillah Bandung FNN – Rabu (25/11). Terpaksa agak kasar juga menyoroti perilaku DPR negeri ini yang tidak peduli dengan suara dan aspirasi rakyat. Mereka seenaknya sendiri hendak memaksakan kehendak. Setelah UU Omnibus Cipta Kerja (Cilaka) yang dipaksakan diketuk dengan protes rakyat Indonesia yang di seluruh tanah air, kini DPR kembali membuat ulah lagi. Ternyata Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasil (RUU HIP) masih termasuk yang dijadikan dalam agenda Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2021. DPR tidak mau mendengar suara rakyat, terutama Umat Islam. Telinga DPR sudah tuli dan budeg. DPR kambuh lagi aslinya. Mereka mulai menampakan sikapnya yang gila dan sinting terhadap suara dan aspirasi rakyat, khusunya umat Islam Wajar saja kalau DPR dianggap dungu dan dongo. Baik kualitas maupun kuantitasnya kaleng-kaleng, odong-odong dan beleng-beleng. Presiden Sorharto yang sangat otoriter dan sangat full power saja, masih mau untuk mendengar aspirasi rakyat, khususnya umat Islam. Tentara yang menjadi back up utama kekuasaan Soeharto masih membuka mata dan telinga lebar-lebar untukmendengar suara rakyat mayoritas. Biasanya Soeharto berubah sikap, kalau kebijakannya ditentang oleh umat Islam yang disuarakan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Paling kurang kebijakannya ditunda untuk jangka waktu yang belom ditentukan. Menunggu sampai situasinya kondusif dulu. Tidak asal ngotot karena lagi punya kekuasaan. Karakter penguasa yang memaksakan kehendak pada setiap kebijakan, biasanya paling menonjol pada eranya Soekarno. Suara-suara umat Islam ditentang oleh rezim Soekarno. Bahkan tokoh-tokoh Islam seperti Buya Hamka dan KH. Isa Ansari dipernjarakan bertahun-tahun tanpa diadili. Para ulama dan tokoh Islam dipernjarakan tanpa diadili, karena mereka menentang kebijakan Soekarno yang merugikan Umat Islam. Misalnya, menentang kebijakan yang berakibat tumbuh suburnya faham komunisme di Indonesia. Sementara Partai Komunis Indonesia (PKI) sangat berpengaruh terhadap kebijakan-kebijakan penting dan strategis Soekarno. Kondisi dan situasi di era Soekarno itulah yang sekarang terasa kembali. Upaya menghindupkan kembali faham komunis di Indonesia melalui RUU HIP yang mengakui Pancasila yang benar adalah 1 Juni 1945. Bukan Pancasila 18 Agustus 1945. Pancasila yang diperas menjadi Tri Sila dan Eka Sila. Pancasila 1 Juni 1945 diperjuangkan oleh gerombolan Tri Sila dan Eka Sila di RUU HIP. Namun empat Fraksi telah menyatakan tidak setuju dengan RUU tersebut masuk dalam Prolegnas Prioritas tahun 2021, yaitu Fraksi Golkar, PKS, PAN, dan PPP. Fraksi lain belum jelas sikapnya. Badan Legislasi DPR masih mengusulkan RUU HIP masuk dalam Prolegnas Prioritas Tahun 2021. Predikat gila, sinting, dungu, dan dongo memang patut untuk disematkan ke DPR. Karena luar biasa ndableg, tuli, budeg. DPR yang tidak memiliki kepekaan politik kerakyatan jika memang RUU HIP masih dimasukkan. Rakyat khususnya umat Islam dipastikan akan melakukan gerakan perlawanan yang masif kembali. Apapun resikonya. Inilah wujud kegaduhan bangsa yang sengaja diciptakan dan diproduksi sendiri oleh DPR dan pemerintah. MUI yang menunda "jihad masirah kubro" tentu akan merealisasikan. RUU HIP adalah RUU sesat, maksiat, dan jahat terhadap ideologi dan dasar negara Pancasil dan UUD 1945. Rakyat, khususnya umat Islam tidak akan mentoleransi pembahasan RUU HIP. Tipu-tipu untuk memutuskan di malam hari akan tetap diwaspadai Umat Islam. DPR menjadi musuh rakyat dan umat Islam. Empat Fraksi DPR yang telah menyatakan tidak setuju patut untuk didukung rakyat dan Umat Islam. Fraksi yang lain semoga segera menyusul. Jika masih ada Fraksi DPR yang "ngotot" menjadi pengusul atau menyetujui RUU “racun ideologi” ini, maka rakyat harus berani menyatakan sebagai Fraksi busuk. Dengan demikian, para anggota DPR pendukungnya adalah para politisi busuk. Negara akan hancur jika diisi oleh elemen politik yang tidak bermoral seperti ini. Mereka tidak mau menguburkan RUU HIP karena manipulatif. Mereka sepertinya yang membela Pancasila. Padahal yang sebenarnya mereka ingin mengubah Pancasila secara bertahap. Kekuatan kiri coba mengotak-atik ideologi negeri ini. Kata orang Sunda Baleg DPR "bedegong" sombong, angkuh atau "teu baleg” tidak benar. Mungkin dari kata tidak baligh, yang artinya "tidak dewasa" ngeyel dan kekanak-kanakan. Meminjam istilah Gus Dur "DPR seperti anak TK". Hadeuh. Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan.