ALL CATEGORY
Pengacara Brigadir Yoshua Kaitkan Ahok dengan Kasus Polisi Tembak Polisi
Jakarta, FNN – Perkembangan yang sangat menarik dari kasus polisi tembak polisi. Tak dipungkiri, semakin banyak hal-hal lain yang dikaitkan dengan kasus ini. Terbaru, Pengacara Keluarga Brigadir Yoshua kaitkan kasus ini dengan Ahok. Demikian perbincangan dua wartawan senior FNN Hersubeno Arief dan Agi Betha dalam kanal YouTube Off The Record FNN, Selasa (26/7/22) di Jakarta. Pihak Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) melayangkan somasi kepada pengacara Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat, Kamarudin Simanjuntak agar meminta maaf selambatnya hari ini, Selasa (26/7). Jika tidak segera meminta maaf maka akan dipolisikan. Hal ini terjadi karena pernyataan Kamaruddin yang mengaitkan pernikahan Ahok dan istrinya Puput Nastiti Devi. Kamarudin melakukan diskusi virtual terkait kematian Brigadir Yoshua. Diskusi ini ditayangkan di akun YouTube \'Periato Zamasi\'. Awalnya, dalam video tersebut, dia mengaku dirinya sering menonton film buatan Israel. Menurutnya, film-film buatan Israel mendidik. “Saya biasa nonton film-film buatan Israel, karena saya mengklaim diri Israel dan pencinta Israel. Film-film yang dibuat Israel itu sangat mendidik, terutama yang menyangkut hukum,” kata Kamarudin. “Oleh karena itu, saya melempar pertanyaan buat kita semua. Saya belajar dari kasus Ahok. Waktu itu Ahok menuduh Ibu Veronica (mantan istri Ahok) lah yang berselingkuh. Mungkin semua kita masih mengingat-ingat itu, bahkan Ahok paling sering menyebut nama Yesus, seolah-olah Ahok itu benar,” sambungnya. Kamarudin lalu menyinggung soal Ahok dan Puput yang kini sudah menjadi pasangan suami-istri. Kamarudin kemudian menganalogikan kasus kematian Brigadir Yoshua dengan cerainya Ahok dari istri sebelumnya, Veronica Tan. “Tetapi ketika Ahok sudah dipenjara, tiba-tiba dia bikin janji perkawinan dengan ajudan ibu itu (Puput merupakan ajudan Veronica saat Ahok jadi Gubernur DKI Jakarta). Pertanyaan saya, kapan mereka pacaran, sehingga ketika Ahok di balik jeruji dan di balik tembok mengikat perjanjian kawin dengan ajudan ibu itu. Orang yang sudah dewasa dan sudah cerdas pasti memahami maksud saya ini,” ujar Kamarudin. \"Maka demikian juga yang terjadi dengan di Duren Tiga sana, apakah tidak kita berpikir bahwa yang terjadi adalah sebaliknya. Apakah kita tidak berpikir bahwa almarhum ini adalah yang mengetahui, misalnya - ini misalnya ya - dugaan terjadinya seperti Ahok tadi, atau dugaan terjadinya misalnya perselingkuhan. Sehingga karena dia saksi, misalnya, atau semacam whistle blower kepada nyonya (istri Ferdy Sambo), maka dia harus dihabisi ya, dicatat. Kalau saya berkata-kata sesuatu bisa saja penting,\" ujarnya. Namanya diseret-seret dalam kasus Brigadir Yoshua, Ahok pun mengambil sikap untuk melayangkan somasi kepada Kamaruddin. Jika tidak ada permintaan maaf selama dua hari ke depan, Ahok berencana melaporkan Kamaruddin ke Polda Metro Jaya. “Makanya hari ini saya menindaklanjuti, datang ke Polda Metro Jaya untuk konsultasi dengan penyidik. Jadi ketika nanti kami membuat laporan polisi, sudah clear semua,” kata pengacara Ahok, Ramzy. Ramzy berjanji akan memberikan waktu 2x24 jam kepada Kamaruddin Simanjuntak untuk meminta maaf kepada Pak BTP dan keluarga. \"Kalau memang tidak ada permintaan maaf dan meralat pernytaan tersebut saya akan membuat laporan polisi pada hari Rabu (27/7),” jelasnya. Menanggapi somasi yang dilayangkan Ahok, Kamaruddin mengaku tidak berbicara persoalaan adanya perselingkuhan di antara Ahok dengan istrinya. Dia menyatakan bahwa dirinya hanya melontarkan pertanyaan soal sejak kapan Ahok dan Puput menjalin hubungan percintaan. “Tidak ada yang ngomong perselingkuhan, saya cuma bilang kapan pacarannya. Kapan pacaran itu kan pertanyaan. Kalau ada pertanyaan yang diperlukan itu jawaban. Pertanyaan saya kan kapan pacaranya? Jadi jawabannya apa, ya kapan?\" ujar Kamaruddin. Kamaruddin kemudian mempertanyakan alasan Ahok melayangkan somasi dan memintanya untuk menyampaikan permintaan maaf. Sebab, dia merasa bahwa dirinya tidak melakukan kesalahan apapun, dan apa yang disampaikannya bukanlah suatu tindak kejahatan tertentu. Hersubeno mengingatkan bahwa kita akan terus mengawal kasus ini. \"Oke kalau ada kasus lain silahkan diselesaikan, tetapi jangan teralihkan fokus kita untuk terus mengawal ini, karena komitmen kita dari awal ini masalah kemanusiaan, dan dalam kasus kemanusiaan itu harus bersifat imparsial,\" pungkasnya. (Lia)
KSPSI Bisa Paham Bila Gubernur DKI Banding Soal Putusan Upah PTUN
Jakarta, FNN – Sengkarut UMP DKI yang telah dinaikkan Gubernur DKI Anies Baswedan 5,1% pada 2022 dan digugat APINDO DKI agar naiknya 0,85% saja hampir sampai pada kesimpulan. Putusan PTUN agar Gubernur membatalkan putusannya dan memerintahkan Gubernur Anies merujuk ke Dewan Pengupahan yang naiknya 3.57% harus diputuskan apakah Gubernur banding atau tidak paling lambat pada 29 Juli ini. Ketua Umum DPP KSPSI Jumhur Hidayat bisa memahami argumen-argumen baik yang menghendaki banding ataupun tidak. Bila tidak banding, maka upah yang berlaku harus turun menjadi seperti usulan Dewan Pengupahan 3,57%. Namun di sisi lain ada pengakuan dari Hakim PTUN bahwa UU Cipta Kerja dan PP 36 tentang Pengupahan tidak digunakan dan bisa menjadi acuan untuk tahun-tahun berikutnya. Memang tidak ada kepastian bila Pejabat Gunernur pengganti Anies Baswedan akan menggunakan rujukan PTUN itu. “Memang hampir pasti birokrat yang jadi Gunernur seperti Kerbau yang dicocok hidungnya oleh Pemerintah Pusat, tidak mungkin berani mengingkari UU Omnibus Law Cipta Kerja,” kata Jumhur prihatin. Dengan pertimbangan itu, bila Gubernur DKI Banding atas putusan PTUN, maka KSPSI akan bisa memahami. “Ya kita paham-lah, kalau Gubernur mendatang pakai PP 36 namun setidaknya harus merujuk pada upah yang sekarang berlaku yang naik 5,1% itu,” pungkas Jumhur. (mth/MD)
Pekerja Tuntut Hak dengan Mogok Makan, Kondisinya Makin Lemah
Jakarta, FNN - Aksi mogok makan yang dilakukan oleh Heriyanto warga Ciamis, Jawa Barat ini sudah berlangsung selama empat hari di depan kantor Kementrian Tenaga Kerja, Jakarta. Heriyanto melakukan ini untuk meminta haknya sebagai pekerja berupa upah hingga jaminan kecelakaan kerja. Sebelumnya Heriyanto sempat mengalami kecelakaan kerja pada tahun 2007 pada saat dia bekerja di PT BHL (BUMI HUTANI LESTARI) Kabupaten Katingan, Provinsi Kalimantan Tengah. Heriyanto mengatakan sudah empat tahun bekerja sebagai pengairan untuk orang chemis / Semprot lahan untuk mematikan rumput, kemudian dialihkan ke bagian pengawasan alat berat. Pada tanggal 2 Januari 2015, Heriyanto mengaku dirinya diperintahkan untuk lembur mengawasi alat berat yang di rental/sewa oleh PT BHL untuk perbaikan kebun dan jalan serta jembatan. Namun pada saat Heriyanto sedang mengecek pancang jembatan, dia mengalami kecelakaan kerja dan terjepit alat berat escavator yang sedang memutar, akibatnya dia mengalami tulang remuk dan retak pada punggung. “Setelah insiden kecelakaan kerja saya mengalami tindakan diskriminatif di antaranya adalah memaksa saya harus bekerja diluar dari pekerjaan semula. Saya harus bekerja menyapu dan membawa sampah dan dipaksa terus bekerja dimana kondisi kesehatan saya belum pulih,” katanya Kini kondisi kesehatan Heriyanto makin memprihatinkan. “Karena pekerjaan berat yang diberikan kepada saya, kondisi kesehatan saya kembali memburuk,.” sambungnya Kemudian tahun 2018 dalam kondisi kesehatan yang sedang menurun, Heriyanto diminta untuk menandatangani surat dan dijanjikan akan mendapatkan pesangon hingga uang penghargaan. Namun Heriyanto mengatakan hal itu tak kunjung didapatkan. Dia pun mengaku baru mengetahui surat tersebut berisi surat pengunduran diri. “Bahwa pada tahun 2018 dalam kondisi kesehatan saya yang sedang menurun karena terjadi peradangan pada luka-luka saya, pada saat itu saya dipaksa untuk menandatangani sebuah surat dengan janji bila menandatangani surat tersebut, saya akan diberikan pesangon, uang penghargaan, uang jaminan kecelakaan kerja dan bersetatus pensiun dini, namun ternyata saya baru mengatahui bahwa surat itu adalah berisi surat pengunduran diri,” ungkap Heriyanto Atas kejadian tersebut, Heriyanto melakukan aksinya dan meminta kepada Kemenaker untuk memberikan sanksi ke perusahaan tempatnya bekerja. Serta meminta agar perusahaan memberikan hak-haknya sebagai karyawan. Meminta Kementerian memberikan sanksi tegas atas tindakan sewenang-wenang dan melawan hukum yang dilakukan kepada saya dan pekerja yang lain. Mendesak agar pihak PT BUMI HUTANI untuk segera memberikan hak-hak saya sebagai pekerja di antaranya adalah upah dan jaminan kecelakaan kerja dan lain-lain,\" ungkapnya (Lia)
Brigadir Joshua: “Belajar” dari Kasus Marsinah dan Munir? (2)
“Tapi soal plat untuk cetak bungkus rokok yang dibuat oleh PT CPS Rungkut Surabaya. Dan, Marsinah tahu itu, karena dia pernah kerja di sana,” ungkap seorang advokat senior kala itu. Oleh: Mochamad Toha, Wartawan Forum News Network (FNN) SURAT Perintah Penyelidikan dan Penyidikan itu ditandatangani Pangdam V Brawijaya Mayjen TNI Haris Sudarno selaku Ketua Bakorstanasda Jatim, 30 September 1993 yang ditujukan kepada Kapolda Jatim Mayjen Polisi Emon Rivai Arganata. Haris Sudarno mulai menjabat Pangdam V Brawijaya mulai 30 Maret 1993, menggantikan Mayjen TNI R. Hartono (dengan jabatan terakhir KSAD pada 1995-1997 dengan pangkat Jenderal). (Saya tahu Sprint itu karena saat itu ditunjukkan oleh Asisten Intelijen Kodam V Brawijaya, Kolonel Riswan Ibrahim, ketika diminta datang ke kantornya dan ditanya perihal tulisan dalam FORUM Keadilan yang menulis, usai bertemu ke-13 buruh teman Marsinah pada 5 Mei 1993 yang diundang itu, Kapten Sugeng langsung pulang, tidak keluar lagi hingga esok harinya). Tim beranggotakan Kapolda Jatim dan Komandan Satgas Kadit Reserse Polda Jatim sebagai penanggungjawab. Sementara, anggotanya tim dari Polda Jatim dan Den Intel Kodam V Brawijaya sebagai penyidik/penyelidik. Keikutsertaan Bakorstanasda dalam penanganan kasus Marsinah ini, karena diduga ada keterlibatan anggota TNI, yang isunya mulai dikembangkan oleh Munir yang saat itu masih bergabung dengan LBH Surabaya. Pembunuhan Marsinah ini saat itu menjadi isu Nasional dan, bahkan Internasional. Singkat cerita, dari proses persidangan mereka diputus bersalah dan divonis penjara oleh PNegeri Surabaya dan PN Sidoarjo, serta PT Tinggi Jawa Timur, kecuali Yudi Susanto yang dibebaskan hakim PT Jatim. Jaksa Penuntut Umum yang menolak putusan bebas terhadap Yudi Susanto kemudian mengajukan pemohonan kasasi ke Mahkamah Agung, permohonan kasasi juga diajukan delapan terdakwa lainnya. Pada 3 Mei 1995, MA memvonis sembilan terdakwa Tidak Terbukti melakukan perencanaan dan membunuh Marsinah. Kapten Kusaeri, mantan Danramil Porong pun diputus bebas oleh Mahkamah Militer Surabaya karena memang tidak terkait dengan pembunuhan Marsinah itu. Selesaikah persoalannya? Ternyata tidak juga. “Persidangan dimaksudkan untuk mengaburkan militer tanggung jawab atas pembunuhan itu,” tulis Amnesty Internasional dalam laporannya: “Kekuasaan dan Impunitas: Hak Asasi Manusia di bawah Orde Baru”. Pada 2000 Presiden Abdurrahman Wahid meminta mengusut kembali kasus Marsinah. DPRD Jatim ditugasi Gus Dur membongkar ulang penyidikan dan pengadilan kasus Marsinah. Ketika itu, Ketua Pansusnya adalah Djarot Syaiful Hidayat dari PDIP. “Anda buka file-nya. Anda akan tahu hasilnya apa… dan siapa saya di mata Pansus DPR tingkat I Jatim,” ungkap Kolonel (Purn) CPM Nurhana dalam Nurhana Tirtaamijaya on Februari 22, 2008. “Tapi kenapa tidak diumumkan (ditulis) di media cetak Jakarta? Kenapa tidak diumumkan bahwa kasus Marsinah itu sudah selesai, tuntas secara hukum, yaitu Nebis in idem?” tegas mantan Dan Pomdam V Brawijaya itu. “Kalau Anda memang berniat ingin jadi wartawan yang berani to tell the truth, only the truth, saya dukung…tapi kalau takut…ya sekedar untuk rasa ingin tahu Anda saja,” lanjut Nurhana ketika saya diberi kesempatan wawancara dengan Kusaeri di Markas Pomdam V Brawijaya. Menurutnya, Indonesia tak akan pernah bangkit kalau di era kebebasan pers sekarang ini, “Kejujuran dan kebenaran hakiki tidak ditumbuh-kembangkan oleh para jurnalis kita yang terhormat.” Rupanya kasus Marsinah dimanfaatkan untuk mendeskriditkan TNI sehingga meski secara yuridis sudah selesai, namun secara politis masih dipersoalkan. Yang “dibidik” kali ini adalah Mayor Sugeng, mantan Pasie Intel Kodim 0826. Dasarnya adalah Surat Panggilan beberapa buruh PT CPS untuk menghadap ke Kodim 0816. Surat itu ditandatangani Sugeng. Inilah yang selalu dipakai dasar oleh Munir untuk “menyeret” Sugeng. Surat ini ditemukan dalam tas kresek hitam yang dibawa Marsinah di dekat gubuk hutan Wilangan itu. Secara logika, apa mungkin seorang pembunuh akan meninggalkan jejak seperti surat ini. Sementara, bukti baju yang dia pakai sudah dibakar oleh pihak RSUD Nganjuk. Kalau Marsinah bisa ditanya dan bercerita, dia akan tertawa sambil menangis sedih. Tertawa melihat betapa logika bisa diputar-balikkan oleh para penegak hukum, pakar hukum, pengamat politik, para pengacara terlibat. “Sehingga, sesuatu yang seharusnya sangat mudah menjadi jlimet dan susah dimengerti,” ungkap Nurhana. Marsinah telah mengancam CPS lewat Mutiari, HRD PT CPS, akan melaporkan PT CPS ke Polisi tentang pemalsuan arloji tangan yang diproduksi, apabila jadi mem-PHK 13 temannya. Mutiari kemudian lapor kepada Yudi Susanto, pemilik PT CPS. Yudi Susanto memerintahkan kepala Satpam PT CPS agar menangani Marsinah agar tidak lapor ke Polisi. Kepala Satpam PT CPS kemudian membawa Marsinah ke rumah Yudi Susanto untuk peringatan (bukan untuk dibunuh), tetapi ketika itu Marsinah melawan dengan keras. Selanjutnya mayat Marsinah ditemukan di Wilangan, Nganjuk, tiga hari kemudian. “Itulah hasil temuan Tim Mabes Polri pada 1995 yang dipimpin Brigjen Polisi Rusdiharjo, didampingi Kapolda Jatim Irjen Polisi Rusman Hadi. Tidak ada keterlibatan Sugeng dan Kusaeri sama sekali,” tegas Nurhana. Bahkan, Sugeng, Kusaeri, Busaeri Cs (7 orang) anggota Kodim Sidoarjo telah diperiksa dengan lie detctor oleh tim Forensik Mabes Polri, sampai sebanyak 3 kali diulang lagi hasilnya tetap tidak ditemukan kebohongan pada mereka. Demikian juga Markas Kodim 0816 Sidoarjo yang menurut Munir digunakan membunuh Marsinah, diperiksa oleh tim Forensik Mabes Polri untuk mencari bukti darah Marsinah/DNA-nya, hasilnya pun nihil. Menurut Nurhana, pemeriksaan oleh Mabes Polri itu betul-betul profesional dan jujur, justru pimpinan TNI AD (yang baru diganti saat itu) menghendaki dan memaksakan Sugeng dijadikan terdakwa. “Itu akibat konflik internal tingkat tinggi. Tapi, itu saya tolak, karena tidak terbukti sama sekali, semua adalah fitnah, termasuk Munir juga memfitnah Sugeng,” ungkap Nurhana. “Yang kemudian Sugeng bisa saya loloskan dari fitnah walau akibatnya saya dimutasi dari Dan Pomdam V Brawijaya dan dipindah ke Mabes TNI Jakarta, karena dianggap tidak loyal,” lanjutnya. Menariknya, pada awal penyidikan, sebenarnya Polda Jatim sudah menyita barang bukti berupa mobil Daihatsu Hijet 1000 milik PT CPS yang ditumpangi Marsinah juga malam itu. Di dalamnya juga terdapat bercak darah. Tapi, meski mobil itu sempat dibawa ke PN Surabaya, Kapten Kusaeri tidak bisa memastikan apakah benar itu mobil yang dipakai membawa Marsinah. Bukti “Surat Ancaman” Marsinah yang disita polisi, tidak ada. Konon, isinya bukan ancaman soal pemalsuan arloji di PT CPS, tapi perihal pemalsuan rokok “555” yang dulu dikenal dengan kasus “Triple Five”. Bukan soal rokoknya. “Tapi soal plat untuk cetak bungkus rokok yang dibuat oleh PT CPS Rungkut Surabaya. Dan, Marsinah tahu itu, karena dia pernah kerja di sana,” ungkap seorang advokat senior kala itu. Pabrik apa yang memalsu rokok “555” itu, silakan Anda googling sendiri. Yang jelas, pabriknya yang ada di kawasan Pandaan, Kabupaten Pasuruan, ungkap Sugeng, sempat disegel untuk proses penyidikan. Waktu pengungkapan pun nyaris bersamaan dengan proses penyidikan kasus Marsinah. Seperti dilansir majalah.tempo.co (Sabtu, 27 November 1993), ada 3 tokoh yang dituduh sebagai pemalsunya. Mereka yaitu Ir. Bambang Soelistyo alias Pek Thiam Ek, 40 tahun, Budiyanto Sukihardjo alias Tjwa Hwat Yong, 43 tahun, dan Tono Setiawan alias Lie Tik An, 53 tahun. Menurut penyidik di Polda Jatim, Bambang adalah pencetus ide pemalsuan tersebut. (*)
Rocky Gerung: Anatomi dari Istilah Politik Identitas Itu Hanya untuk Menghalangi Politik Islam
Jakarta, FNN - Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh menyampaikan orasi saat mendapat penghargaan sebagai Doktor Honoris Causa dari FISIP Universitas Brawijaya. Surya Paloh, hanya satu dari banyak tokoh politik yang akhir-akhir ini mendapat gelar dari kampus yang tentu saja berimplikasi pada pendangkalan intelektual. Yang lebih menarik, topik yang dibicarakannya berkaitan dengan politik aliran atau politik identitas yang telunjuknya diarahkan pada politik Islam. Padahal, mereka sendiri sesungguhnya sedang mempertontonkan politik identitas. Simak obrolan pengamat politik Rocky Gerung bersama wartawan senior FNN, Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Officials, Selasa 26 Juli 2022 di Jakarta. Petikannya: Menyinggung politik identitas, saya kira nggak ada salahnya kalau kita membuat semacam permenungan dan pencerahan tentang yang disebut politik identitas. Karena kemarin Pak Surya Paloh menyampaikan orasi saat mendapat penghargaan sebagai Doktor Honoris Causa dari FISIP Universitas Brawijaya. Ini mulai banyak para tokoh politik yang mendapat penghargaan Doktor Honoris Causa. Yang menarik adalah topik yang dibicarakan Pak Surya Paloh berkaitan dengan politik aliran. Ini yang selalu menjadi isu yang selama mungkin digunakan secara tidak proporsional untuk menyerang lawan-lawan politik. Dan itu ada kaitanya dengan Islamofobia dan sebagainya. Mari kita dudukkan persoalan ini. Ini benar ya, sebagai ketua Nasdem dapat promosi Doktor Honoris Causa. Kelihatannya Nasdem lagi panen gelar akademik karena sebelumnya Menteri KLH, Ibu Siti Nurbaya, juga mendapat penghargaan yang sama dari Brawijaya. Kelihatannya ada semacam antisipasi dari Universitas Brawijaya bahwa Nasdem akan menjadi partai yang menentukan arah bangsa. Poros Brawijaya - Nasdem. Ya, nggak ada soal sebetulnya, walaupun kita anggap bahwa setiap kali universitas kasih gelar pada tokoh-tokoh politik, itu pasti ada maksud politiknya itu. Ya, apa perlunya itu kalau Pak Surya bukan ketua Partai Nasdem, pasti nggak dapat. Jadi, karena dia ketua partai. Begitu saja, itu sudah politik identitas karena memilih partai Nasdem Brawijaya. Kenapa misalnya bukan PKS. PKS juga banyak yang punya kapasitas yang sama. Tapi bukan itu intinya. Sejak Ibu Mega, semua orang merasa sudahlah, sebetulnya ada inflasi di dalam sistem akademik kita, yaitu memberi gelar tanpa ada semacam uji komunitas akademis. Saya juga ragu bahwa seluruh unsur Universitas Brawijaya bersepakat untuk memberi gelar kepada Pak Surya Paloh karena beliau adalah ketua partai. Jadi, nanti dianggap pesan siapa? Soal-soal semacam itu yang diawali oleh Ibu Mega yang mendapat gelar Doctor Honoris Causa, bahkan guru besar honoris causa. Hal-hal yang ajaib semacam itu membuat kita merasa bahwa ada pendangkalan intelektual di kampus-kampus kita. Jadi saya mulai dari situ dulu: ada pendangkalan intelektual. Dan pendakalan itu memperlihatkan bahwa kapasitas kampus untuk menghidupkan gagasan demokrasi, gagasan imparsialitas, bahkan gagasan netralitas, itu berhenti. Bayangkan bagaimana kalau saya gambarkan suatu waktu ada riset dari Universitasa Brawijaya tentang partai-partai politik atau ada survei di situ. Tentu ada rasa kurang enak kalau mengkritik Pak Surya Paloh atau Nasdem karena ada dua tokoh politik dapat gelar dari Brawijaya. Demikian juga Universitas Pertahanan kalau ada riset tentang tokoh-tokoh politik pasti tidak akan mengkritik Ibu Mega karena Ibu Mega dapat dari Unhan gelar guru besarnya. Jadi, saya sebut dulu ini adalah pendangkalan politik. Dan di semua kampus terjadi, apalagi kampus negeri itu. Karena mungkin ingin dapat proyek atau dapat promosi supaya dianggap sebagai pihak yang layak untuk diperhitungkan oleh negara. Jadi, ini soal yang sensitif. Kemarin saya di Samarinda diundang oleh Universitas Mulawarman dan itu saya agak kaget sebetulnya karena ini kan Universitas Negeri, Universitas Mulawarman, mengundang saya sebagai orang yang setiap hari kasih kritik pada kekuasaan, akan tetapi di situ rektor merasa oke, nggak soal. Jadi bayangkan ada rektor yang justru berani untuk mengundang oposisi. Padahal, sang rektor setahu saya Universitas Mulawarman lagi ditugaskan untuk mengamdal ibukota negara. Itu amdalnya pasti pro. Jadi begitu keadaan kita. Saya mulai tadi dengan perkataan bahwa pendangkalan intelektual justru terjadi ketika kampus memuji-muji kekuasaan. Entah itu partai atau yang terkait dengan kapasitas seorang ketua umum partai. Itu poin pertama. Poin berikut adalah soal pidato Pak Surya Paloh. Kita ingin tahu sebetulnya apa posisi Nasdem tentang politik identitas? Mendua sebetulnya itu. Awalnya menganggap bahwa politik identitas itu sesuatu yang agak yang berbahaya karena itu pasti akan dikesankan sebagai upaya untuk menghalangi politik Islam. Jadi, istilah politik identitas sudah ditargetkan untuk politik Islam. Begitu ada kepentingan politik dengan Anies misalnya yang juga dianggap bermainan dengan politik identitas, agak rusak nanti parameter pengukuran itu. Sebetulnya yang keliru adalah menyebut politik identitas di dalam suasana persaingan keterbelahan rakyat hari ini. Itu bahayanya. Karena gerak bangsa kita dari awal memang tumbuh dari politik identitas. Kan konstituante itu, waktu kita rumuskan dasar negara dan konstitusi, itu adalah persaingan antara pelaku politik identitas. Kekuatan Islam, kekuatan komunis, kekuatan liberal, kekuatan sosialis, macam-macam itu kekuatan kedaerahan misalnya, semua itu disebut politik identitas. Tapi kata politik identitas hari-hari ini hanya dimaksudkan untuk Islam. Buat lebih netral sebetulnya ada istilah lain di dalam ilmu komparasi politik. Namanya politics of recognition, politik pengakuan. Jadi mengakui bahwa memang sebagian orang hanya lebih bisa kita identifikasi melalui kecenderungan politik yang sifatnya agama. Ya sudah, itu artinya ada politik Islam, biasa saja, bukan distigma sebagai politik identitas. Itu rekognisi kita pada muslim politik yang memang mayoritas. Nasdem juga pakai istilah religius di belakangnya. Juga itu politik identitas. Jadi, hal-hal yang menyangkut agama, etnis, itu memang dasarnya politik identitas, tapi jangan sebut identitas itu upaya menstigma. Sebetulnya itu politics of recognition, politik untuk mengakui bahwa bangsa ini memang berawal dari identitas-identitas, secara kultural, secara antropologi, bahkan secara geografis tumbuh dalam identitas-identitas itu. Itu nggak ada masalah. Yang jadi masalah kalau politik identitas itu dihalangi oleh presidential threshold. Kan selama ini juga ada sinyal kenapa takut untuk menihilkan atau menolkan presidential threshold karena takut nanti Habib Rizieq jadi calon presiden. Karena takut kekuatan-kekuatan lain yang selama ini tokoh-tokohnya belum masuk partai politik justru bisa tumbuh jadi kekuatan politik alternatif. Jadi saya kira itu kalau kita mau bongkar sebetulnya anatomi dari istilah politik identitas itu hanya ingin untuk menghalangi politik Islam. Dan yang lain identitas. Kalau politisi saya kira wajar saja kalau mereka punya kepentingan bahwa kemarin mereka menolak politik identitas kemudian sekarang mengendorse politik identitas karena ada kepentingan dan orang wajar kalau kemudian curiga dengan Surya Paloh, walaupun banyak juga yang mengapresiasi, katanya bisa jadi angin segar. Karena sebelumnya kalau kita lihat jejak digitalnya Pak Surya Paloh sangat keras bicara soal politik identitas tahun-tahun sebelumnya. Tapi sekarang tiba-tiba berubah semacam itu. Fine. Tapi karena berkaitan sekarang dia mencalonkan Anies Baswedan dan Anies Baswedan pun menurut saya secara tidak adil, kalau kita mau jujur, selalu diberi stigma berkaitan dengan Pilkada 2017. Tapi kepentingan kita nggak ada urusannya dengan mau Anies jadi calon pesiden, mau Surya Paloh mencalonkan Anies. Tapi kita dudukkan secara proporsional sehingga publik tidak salah paham mengenai soal ini. Itu pentingnya karena sekarang Pak Surya Paloh menyandang gelar doktor itu. Dan harus hati-hati mengucapkan itu karena satu waktu orang akan minta Pak Surya Paloh di forum akademis sebagai doktor untuk mempertanggungjawabkan atau minimal memperlihatkan pengetahuan dia tentang apa yang disebut identity politics. Itu bahayanya, nanti dicopot gelar kehormatannya kalau salah menerangkan. Dia musti mampu menerangkan apa yang disebut gejala politik identitas di negara semacam Kanada, misalnya, yang multikulturalismenya berbasis pada persaingan antara masyarakat Eropa, Inggris, dan Perancis di Kanada. Itu yang ada di pikiran politik di negara-negara Eropa Timur, misalnya. Politik identitasnya kuat sekali. Di Perancis sendiri ada politik identitas, yaitu kepolitikan yang rasis itu. Jadi disebut di dunia ini memang hidup di dalam kecemasan itu. Pak Surya Paloh sebetulnya harus hindari menyebutkan politik identitas karena beliau kurang paham. Ya, saya tahu dia dikelilingi oleh beberapa intelektual Nadem. Tapi kan keputusan politik akan diambil oleh Pak Surya Paloh. Misalnya satu waktu dianggap Anies Baswedan politik identitas atau nggak? Lalu Pak Surya Paloh bilang enggak, dia bukan itu. Tapi kenapa Anies itu dikondisikan sedemikian rupa sehingga dipojokkan pada dua identitas, bahkan Arab sekaligus muslim. Jadi, soal-soal ini yang betul-betul tadi, kita bersihkan supaya kita ngerti bahwa Anies Baswedan dia adalah warga negara yang punya kapasitas. Itu nggak boleh dikaitkan dengan etnis apa pun itu. Kan nanti suatu waktu datang seseorang yang nggak punya kapasitas, tapi karena politik identitas mayoritas maka dipilih jadi presiden. Akibatnya manggut-manggut, plonga-plongo, geleng-geleng, segala macam. Kan bukan itu yang kita inginkan. Pak Jokowi misalnya, dulu kena politik identitas juga sebagai tokoh yang disaring sedemikian rupa oleh satu etnis tertentu yang punya kekuatan modal walaupun sebetulnya Pak Jokowi identitasnya Jawa, tapi kemudian digeser menjadi identitasnya adalah diasuh oleh oligraki. Kan begitu. Jadi, problem kita adalah mendudukkan politik dalam hal yang paling mendasar, yaitu semua orang berhak untuk menjadi pemimpin politik Indonesia. Datang dari latar belakang identitas apa pun dia tetap musti kita recognize. Tapi kan sebenarnya sah-sah saja ya namanya politik. Pepatah menyebutkan kalau ikan teri berkumpul dengan ikan teri, ikan tongkol dengan tongkol. Tapi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara para founding father kita sudah memberikan contoh bagaimana perdebatan di konstituante. Bagaimana kemudian Piagam Jakarta dengan tujuh kalimat yang dihapuskan. Kan sebenarnya itu sudah memberikan contoh. Ya, itu biasa saja. Ikan teri berkumpul dengan ikan teri, ikan tongkol berkumpul dengan ikan tongkol, tapi jangan sampai ikan teri makan ikan tongkol. Kalau ikan tongkol makan ikan teri itu bisa. Kalau ikan teri makan ikan tongkol, itu yang ditakutkan kan? Jangan sampai kita ulangi menghafal nama-nama ikan doang. Jadi, dalam kehidupan kita berpolitik memang setiap komunitas itu berhak untuk mengidentifikasikan dirinya dengan asal-usul antropologinya, biasa disebut asal-usul antropolgi adalah ethnicity, agama, tradisi ,segala macam, nggak ada soal. Semua orang punya kesempatan untuk mencari identitasnya yang membuat dia aman sebagai individu dia merasa lega kalau diasuh dalam politik Islam. Ada yang lega kalau diasuh dalam politik Jawa, ada yang lega kalau diasuh oleh politik komunitarian misalnya. Tetapi harus ada kesempatan masyarakat kita untuk lakukan cross identity. Jadi orang Jawa misalnya, dia tahu pemimpin dia sebaiknya Jawa. Tapi pemimpin Jawa ini koruptor, maka dia tentu berpikir ngapain saya pilih pemimpin orang Jawa yang koruptor karena saya ingin Indonesia bersih. Dia pilih misalnya orang Bugis berbeda etnis tapi bersih. Kan itu namanya cross cutting loyalities. Itu yang tidak dimungkinkan di kita. Karena setiap presiden bicara, nggak ada sinyal presiden yangn bicara bahwa diperlukan cross cutting loyalities. Itu sebetulnya yang membuat kita frustrasi bahwa seolah-olah nanti pada akhirnya cuma ada dua tokoh lagi. Itu juga disebabkan oleh tidak ada cross cutting loyalities. Semua orang cari massa di Pulau Jawa. Pasti karena Pulau Jawa secara elektoral adalah lumbung suara. Tetapi sekaligus itu membuat kita terpisah dengan kader-kader di luar Jawa yang juga punya potensi. Ini yang saya sebutkan sebaiknya kita mulai ucapkan cross-cutting politics itu lebih penting daripada identity politics. Jangan terlalu tunggal, dengan akibat bloking-bloking terjadi, bukan karena rasionalitas tapi karena alasan-alasan emosionalitas. (ida, sws)
Krekot dan Kroket
Oleh Ridwan Saidi | Budayawan Krekot sejenis rumput sama dengan Krukut. Sedangkan Kroket adalah kue yang bahan-bahannya sama dengan pastel tapi beda model. Kroket Krekot sampai 1960-an cukup terkenal. Lokasi Krekot dari rel KA Sawah Besar ke timur sampai seberang Pasar Baru. Di situ ada Krekot Bunder. Merintis Krekot dari barat bermula Gg Pa Siam, tapak Siam. Pernah menjadi hunian orang Siam. Tak jauh dari Pa Siam ke barat melintas Pecenongan ada Gg Kimpak, sekarang diganti Kampak. Kimpak aslinya toponim Cambodia. Kembali ke Krekot, di situ saling berdekatan dua bioskop Cinema dan Varia. Di dekat Varia ada ring tinju yang dipakai pertandingsn non-gelar. Istilahnya boksen pasar malem. Siaoce, cewe, Krekot terkenal cantik. Logat tuturnya pun ngeBetawi. Ibu-ibu keturunan Arab di Kebon Jeruk, Sawah Besar, logat tuturnya ngebetawi benar. Logat tutur macam ini kita dapatkan antara lain di kampung-kampung Betawi Seperti Kamal Muara, Berok, dan Kebon Pisang Jalan Cengkeh. Orang-orang Gg Kumendab dan Gg Lo Su Fan Mangga Besar juga halus tutur katanya. Tak heran dari daerah ini lahir bintang besar seperti Fifi Jong. Krekot, Pasar Baru, Cathay Gunung Sari sebagai pusat keramaian telah menjadi masa lalu. (RSaidi)
Analisis Gampangan Pergi ke Cina, Jepang, dan Korsel
Oleh M. Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan PRESIDEN Jokowi pigi ke China, Jepang, dan Korsel untuk perjalanan singkat masing-masing kebagian satu hari. Lumayan juga sih dikunjungi daripada cuma mampir. Indonesia kan negara super power (less). Agenda katanya untuk membahas perkembangan kawasan dan kerjasama ekonomi seperti investasi, perikanan, kesehatan, infrastruktur dan tentu ngait G-20. Jepang dan Korea Selatan adalah blok Amerika yang sedang berhadapan dengan China dalam konflik global. Makanya nanti Agustus Amerika bareng bareng Jepang dan Korsel dalam Latihan Bersama dengan TNI AD. Isunya juga melawan klaim China atas kawasan Laut China Selatan. Tempat latihan di Kepulauan Natuna yaitu lokasi ributnya Indonesia dengan China. Berebut air eh perairan. Tahun lalu saat Indonesia melakukan Latma Garuda Shield 2021 bersama US Army maka China menampar Indonesia dengan surat protes tanda kekecewaan. Kini Indonesia mengulangi Latma Garuda Shield 2022. Malahan pake \"Super\" segala. Emang pesertanya luar biasa di samping Indonesia dan Amerika ada 14 negara lainnya ikut termasuk Jepang, Korsel, Inggris, Kanada dan Australia. Wuih. Di tengah rencana dekat itu Presiden pigi ke China lalu Jepang dan Korsel. Misi yang sudah dipastikan gagal adalah mendamaikan China dengan Amerika. Persis seperti gembar-gembor mendamaikan Rusia dan Ukraina kemarin. Mimpi dapat nobel, malah pas Jokowi pulang Rusia membombardir dahsyat Ukraina. Kini Erdogan Turki yang bisa membawa keduanya ke meja perundingan. Erdogan mungkin belajar dari pengalaman Jokowi. Jokowi is the best teacher. Dalam perjalanan Jokowi kali ini sebagai bangsa besar kita Indonesia tidak mau dan tidak tega jika misi perdamaian Presiden RI dijawab dengan \"siapa eloe\" baik oleh China maupun Jepang dan Korsel. Tapi urusan bilateral baik hutang, investasi maupun kerjasama ekonomi lainnya bolehlah sedikit berharap. Tapi jangan terlalu jualan IKN yang di dalam negeri saja masih banyak pro dan kontranya. Berkunjung ke China tentu menjengkelkan Amerika. Tapi Latma Super Garuda Shield juga menjengkelkan China. Rupanya Jokowi mahir membuat semua jengkel. Risikonya adalah mengambil posisi terjepit dan dapat kehilangan kepercayaan dari keduanya. Artinya Jokowi akan ditampar lagi oleh China, sementara Amerika pada sikap ekstrimnya mungkin akan mengancam kelangsungan kekuasaan Jokowi. Ke Jepang dan Korea Selatan adalah kunjungan ke negara yang keduanya sekutu setia Amerika. Apa yang diputuskan soal kawasan oleh Jepang dan Korsel tidak akan keluar dari kebijakan atau restu Amerika. Jadi Indonesia mustahil bisa membawa misi China. Permasalahan ekonomi juga tidak mudah mendapat hasil yang signifikan. Jepang sakit hati pada Jokowi yang membohongi soal Kereta Cepat sementara Korsel tersaingi investasi oleh China yang dirangkul brutal oleh Pemerintahan Jokowi. Nah, melihat kemungkinan gagalnya misi Jokowi dalam perjalanan saat ini, sebagaimana gagalnya misi ke Ukraina dan Rusia, maka ke luar negerinya lagi Pak Jokowi ke China, Jepang dan Korsel bukanlah dilakukan pada momen yang tepat. Karenanya ini hanya dilihat sebagai piknik intensif Pak Jokowi dan istri, bu Iriana. Tidak apalah sedikit berbagi kebahagiaan kepada Pak Jokowi untuk berjalan-jalan ke luar negeri di saat rakyat sedang bingung dan susah menghadapi kenaikan berbagai harga kebutuhan dan kacaunya penegakkan hukum dan tertib politik. Di tengah agama Islam yang juga sedang diperlakukan tidak baik-baik saja. Selamat jalan-jalan, Pak Presiden. You are the best traveller now. He he ada yang ngedumel, ga usah pulang lagi aja deh Pak. Ah ini mah analisa gampang-gampangan, kok. Gak usah dibaca serius. Bandung, 27 Juli 2022
Brigadir Joshua: “Belajar” dari Kasus Marsinah dan Munir? (1)
Tanpa rasa curiga Marsinah ikut sampai ke pabrik. Ternyata, dari pabriknya, Marsinah dibawa ke rumah Yudi Susanto sang pemilik pabrik dengan mobil Daihatsu Hijet 1000 putih, di Jalan Puspita, Surabaya. Oleh: Mochamad Toha, Wartawan Forum News Network (FNN) ANDAI Polri mau mencari tahu pemegang pistol Glock 17 yang dipakai oleh Bharada Richard Eliezer Pudhihang Lumiu (sebelumnya disebut Bharada E, lalu RE) dengan dalih membela diri saat ditembak oleh Brigadir Nofriansyah Joshua Hutabarat (Brigadir J), tentu saja dengan mudah bisa diungkap siapa pembunuh sebenarnya. Dan, tentu saja, jika otak di balik penembakan itu sudah ditemukan, Polri tak perlu lagi melakukan autopsi ulang pada Rabu, 27 Juli 2022 di Jambi. Begitu pula tak perlu lagi memperdebatkan locus delecti terjadinya penembakan itu. Apakah di rumah dinas mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, Jum’at (8/7/2022), atau di tempat lain – seperti disampaikan oleh pengacara keluarga Brigadir Joshua, Kamarudin Simanjuntak – antara Magelang hingga Jakarta. “Saya kan sudah sampaikan, usut tuntas, buka apa adanya. Jangan ada yang ditutup-tutupi, transparan. Sudah!” tegas Presiden Jokowi di sela kunkernya di Pulau Rinca, Kabupaten Manggarai Barat, NTT, Kamis (21/7/2022). Jokowi mengatakan, transparansi menjadi sangat penting dalam penyelidikan kasus penembakan yang menewaskan Brigadir Joshua, sehingga tidak muncul keraguan masyarakat terhadap institusi Polri. “Ini yang harus dijaga. Kepercayaan publik terhadap Polri harus dijaga,” papar Presiden Jokowi. Sebelumnya, Presiden Jokowi sudah menerima laporan dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Jika menyimak pernyataan Presiden Jokowi tersebut, memang terkesan dalam pengungkapan kasus Joshua ini seolah masih ada yang belum transparan. Ini bisa dilihat dari pra-rekonstruksi yang dilakukan pihak Polri di rumdin Ferdy Sambo itu, akhir pekan lalu yang diperankan penyidik. Bharada Richard tidak muncul dalam pra-rekonstruksi itu. Termasuk juga Ny. Putri Chandrawati, istri Ferdy Sambo yang disebut-sebut telah dilecehkan oleh Bharada Joshua. Dari sini dapat disimpulkan, Polri masih “berpegang” dengan narasi awal bahwa “tembak-tembakan” itu terjadi di rumdin Duren Tiga Nomor 46 (DT-46) Jakarta Selatan. Banyaknya luka di tubuh Joshua mendorong pihak keluarganya minta autopsi ulang, karena diduga sebelum meninggal, mendiang disiksa dulu oleh pelaku penembakan yang hingga kini belum terungkap. Autopsi ulang serupa juga pernah dilakukan pada jasad almarhum Marsinah yang dibunuh secara keji dan dibuang di kawasan hutan Wilangan, Kabupaten Nganjuk, awal Mei 1993. Begitu pula kasus kematian tokoh Kontras M. Munir yang diracun saat terbang ke Belanda, pada 7 September 2004. Misteri Marsinah Anda mungkin masih ingat kasus Marsinah. Buruh pabrik arloji PT Catur Putra Surya (CPS), Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, yang ditemukan tewas pada 8 Mei 1993 di kawasan hutan Wilangan, Nganjuk. Narasi Polres Sidoarjo yang ketika itu dipimpin Letkol Polisi Sutanto (terakhir menjabat Kapolri dan Kepala BIN dengan pangkat Jenderal Polisi), Marsinah tewas setelah sebelumnya mendatangi Kodim 0816 Sidoarjo untuk mencari beberapa temannya yang dipanggil oleh Pasi I Intel Kapten Sugeng (terakhir berpangkat Mayor dan sudah almarhum), 5 Mei 1993. Karena tidak ditemukan, malam itu juga Marsinah langsung kembali ke kos-kosannya di Desa Siring, Porong. Saat itu Marsinah sempat bertemu dengan teman lainnya. Setelah pamit pulang ke kosannya, sejak itu Marsinah hilang, dan baru ditemukan tewas pada 8 Mei 1993 di Nganjuk. Wanita asal Desa Nglundo, Sukomoro, Nganjuk, 10 April 1969, itu ditemukan tewas mengenaskan. Hasil autopsi di RSUD Nganjuk dan RSUD Dr Soetomo (jasad Marsinah ketika itu sempat diautopsi 2 kali) menyebutkan, di tubuh buruh pabrik PT CPS yang ini terdapat tanda-tanda bekas luka penganiayaan berat. Autopsi pertama dilakukan Haryono (pegawai Kamar Jenazah RSUD Nganjuk). Otopsi kedua atas jasad Marsinah dilakukan oleh Prof. Dr. Haroen Atmodirono (Kepala Bagian Forensik RSUD Dr. Soetomo Surabaya). Ditemukan, ada luka tembak di bagian alat vitalnya. Marsinah juga mengalami penyiksaan sebelum dibunuh. Pada leher dan pergelangan tangannya terdapat bekas pukulan hingga menyebabkan menderita luka dalam. Penerima penghargaan Yap Thiam Hiem Award ini pada bagian alat vitalnya terlihat ada benda tumpul yang dimasukkan ke dalamnya. Kasus kematian Marsinah ini menarik perhatian pakar forensik almarhum Abdul Mun\'im Idries. Ia membukukan kasus Marsinah dalam sebuah buku karangannya yang berjudul Indonesia X File. Dalam kasus Marsinah, pakar forensik itu menemukan banyak kejanggalan. Ia menilai visum dari RSUD Nganjuk terlalu sederhana. Hasil visum hanya menyebutkan, Marsinah tewas akibat pendarahan dalam rongga perut. Tidak ditemukan laporan tentang keadaan kepala, leher, dan dada korban. Pembuat visum harusnya menyebutkan apa penyebab kematian, apakah itu karena tusukan, tembakan, atau cekikan? Menurut Mun’im, tidak benar jika hanya disebutkan mekanisme kematian, seperti pendarahan, atau mati lemas. Sementara dalam persidangan terungkap, alat vital Marsinah ditusuk dalam waktu yang berbeda. Namun dalam laporan hasil visum pertama, hanya ada 1 luka. Kejanggalan lain, kata Mun’im, adanya barang bukti yang dipakai untuk menusuk alat vitalnya ternyata lebih besar dari ukuran luka yang sebenarnya. Mun’im pun curiga, bahwa pembuatan visum itu tidak benar. Siapakah pelaku pembunuhan keji itu? Hingga kini belum juga terungkap, meski polisi sudah menyeret para tersangkanya yang di MA dinyatakan “Tidak Terbukti”. Dari hasil penyidikan polisi, ada 10 orang yang diduga terlibat pembunuhan. Ada beberapa orang dengan tugas yang berbeda-beda. Dan, salah satu dari 10 orang terduga pembunuh yang diperiksa Tim Terpadu Bakosrstanasda Jatim adalah anggota TNI. Mereka adalah Yudi Susanto (pemilik PT CPS), Judi Astono (pimpinan pabrik PT CPS Porong), Suwono (Kepala Satpam PT CPS Porong), Suprapto (satpam PT CPS Porong), Bambang Wuryantoyo (karyawan PT CPS Porong), Widayat (karyawan dan sopir PT CPS Porong), Achmad Sutiono Prayogi (satpam PT CPS Porong), Karyono Wongso alias Ayip (Kepala Bagian Produksi PT CPS Porong). Termasuk Mutiari (Kepala Bagian Personalia PT CPS Porong), satu-satunya perempuan yang ditangkap. Selain sembilan orang itu, Tim Terpadu juga menahan Komandan Rayon Militer (Dan Ramil) Porong Kapten Kusaeri, yang dianggap mengetahui kejadian namun tak melaporkan kepada atasan. Persidangan digelar di dua lokasi, yaitu PN Sidoarjo dan PN Surabaya. Mutiari dan Judi Astono disidangkan di PN Sidoarjo, sedangkan terdakwa lainnya di PN Surabaya terkait dengan dakwaan bahwa Marsinah dibunuh para pelaku di kediaman Yudi Sutanto yang berdomisili di Surabaya. Masih menurut polisi, pekerja di bagian kontrol PT CPS Suprapto, bertugas menjemput Marsinah. Tanpa rasa curiga Marsinah ikut sampai ke pabrik. Ternyata, dari pabriknya, Marsinah dibawa ke rumah Yudi Susanto sang pemilik pabrik dengan mobil Daihatsu Hijet 1000 putih, di Jalan Puspita, Surabaya. Selama tiga hari Marsinah disekap, sebelum nyawanya dihabisi oleh satpam perusahaan bernama Suwono, yang memang ditugasi untuk mengeksekusi Marsinah. (*)
Saat Rakernas APERSI, LaNyalla Tegaskan Pemenuhan Kebutuhan Rumah Amanat Konstitusi
Surabaya, FNN – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menegaskan jika pemenuhan kebutuhan tempat tinggal yang layak bagi masyarakat sudah diamanatkan dalam Konstitusi. Oleh karena itu, LaNyalla berharap pemerintah, asosiasi dan stakeholder lain dapat bekerjasama mewujudkan amanat tersebut. Hal itu disampaikan LaNyalla saat memberi sambutan secara virtual di Rapat Kerja Nasional Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI), di Medan, Sumatera Utara, Selasa (26/7/2022). Menurut LaNyalla, tema \'Rumahku Masa Depan Negeriku’ yang diusung dalam Rakernas ini sudah tepat. “Karena menjadi spirit untuk membangun ketahanan nasional bangsa di sektor kesejahteraan sosial. Karena rumah adalah salah satu kebutuhan dasar, selain pangan dan sandang. Terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah, yang menjadi konsen dari APERSI,” katanya. Ia melanjutkan, pemenuhan kebutuhan rumah telah dipikirkan Proklamator Bangsa, Bung Hatta. Sejak awal berdirinya negeri ini, Bung Hatta telah menyebut dan mendorong pentingnya penyediaan perumahan yang layak bagi seluruh masyarakat Indonesia. “Saat Kongres Perumahan Rakyat Sehat di Bandung, 25-30 Agustus 1950 yang sekarang kita peringati setiap tahun, Bung Hatta menyatakan urusan penyediaan papan akan bisa diselesaikan dalam jangka waktu 100 tahun karena seluruh masyarakat berhak atas hunian yang layak dan berkualitas,” paparnya. Pemikiran Bung Hatta ini selaras dengan amanat Konstitusi Pasal 28H Ayat 1, di mana disebutkan bahwa; ‘Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan’. “Sayangnya, seiring perjalanan waktu dan keterbatasan pendanaan yang menjadi kendala utama dalam pembangunan rumah rakyat, khususnya Masyarakat Berpenghasilan Rendah, akhirnya terjadi backlog,” ucap dia. Menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional Tahun 2020, angka backlog kepemilikan perumahan mencapai 12,75 juta. Tentunya jika tidak ada solusi yang tepat, menurut LaNyalla, selisih kebutuhan masyarakat tersebut akan terus menumpuk hingga ke tahun-tahun selanjutnya. “Kalau setiap tahun dibutuhkan sekitar 1 juta rumah dan hanya 60 persen yang bisa dipenuhi baik dari private maupun intervensi pemerintah, akan selalu ada backlog. Ini masalah kita bersama,” ujarnya. Selain itu, arus urbanisasi yang cukup tinggi akan melahirkan ancaman berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan tempat tinggal. Urbanisasi cenderung menyebabkan semakin banyak masyarakat urban yang tinggal di tempat kumuh, dan makin sulit dalam mengaturnya. “Untuk itu perlu response policy mulai dari sekarang. Sehingga kita sebagai bangsa dapat mewujudkan amanat Konstitusi untuk memastikan rakyat Indonesia mampu mengakses hak-nya untuk memiliki tempat tinggal yang layak,” tuturnya. Hadir dalam Rakernas, Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi, Dirjen Pembiayaan Infrastruktur Kementerian PUPR, Herry Trisaputra Zuna, Dirut Bank Tabungan Negara, Haru Koesmahargyo, Ketua Umum DPP APERSI, Junaidi Abdillah dan seluruh jajaran pengurus pusat serta para pengurus daerah APERSI di seluruh Indonesia. (mth/*)
Larangan Wakil Wali Kota Jakarta Pusat Terkait “Citayam Fashion Week” Dibantah Oleh Anies
Jakarta, FNN - Pagelaran Citayam Fashion Week kini terancam dibubarkan oleh Wakil Wali Kota Jakarta Pusat, Irwandi. Seperti diketahui, kawasan Sudirman Central Business District ( SCBD) belakangan ramai dibicarakan lantaran sekarang menjadi tempat nongkrong para remaja dari Citayam hingga Bojonggede. SCBD kemudian dipelesetkan menjadi (Sudirman, Citayam, Bojonggede, dan Depok). Busana yang mencolok dikenakan para remaja ini sehingga muncul istilah Citayam Fashion Week. Irwandi melarang adanya kegiatan aksi peragaan busana tersebut di kawasan Stasiun MRT Dukuh Atas, Jakarta Pusat. “Jangan bikin acara catwalk-nya di zebra cross, mohon untuk patuhi aturan-aturan pemakai jalan dan bantu pengguna jalan lainnya, ada pengguna jalan yang jadi terganggu,\" ungkapnya Namun, pernyataan ini langsung dibantah oleh Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Anies menyatakan, pagelaran busana \"Citayam Fashion Week\" yang digelar remaja di zebra cross kawasan Dukuh Atas, Jakarta Pusat, tidak dilarang. Sampai saat ini Pemprov DKI belum pernah mengeluarkan surat keputusan apapun yang melarang acara tersebut. \"Selama belum ada surat, maka belum ada larangan,\" ujar Anies. Dalam kanal YouTube Hersubeno Point, Senin (25/7/22) di Jakarta, wartawan senior FNN Hersubeno Arief menyampaikan daerah SCBD itu hanya perlu diatur saja agar tidak terjadi kemacetan lalu lintas dan juga atur jarak karena itu berkaitan dengan protokol kesehatan. “Ini benar-benar hiburan yang sangat murah meriah. Pemprov DKI hanya memiliki PR yaitu bagaimana kreativitas anak muda ini bisa diwadahi dengan baik,” tambahnya. (Lia)